refrat karsinoma hepatoseluler
DESCRIPTION
Refrat Karsinoma HepatoselulerTRANSCRIPT
BAB 1
PENDAHULUAN
Karsinoma hepatoseluler (HCC) merupakan kanker yang berasal dari sel
hati. Kanker ini menduduki peringkat ke-5 sebagai kanker umum dan peringkat
ke-3 sebagai penyebab kematian akibat kanker di dunia. Sekitar 85% kanker
hepatoselular terjadi di negara berkembang, terutama di daerah endemik virus
hepatitis B yaitu Asia Tenggara dan Afrika. Di Indonesia, karsinoma
hepatoseluler dilaporkan telah mematikan lebih dari satu juta orang per tahun.
Angka kejadian dan kematian yang tinggi di Indonesia ini disebabkan karena
kebanyakan penderita datang pada stadium lanjut. Angka kematian yang tinggi
dapat ditekan bila diagnosis dini dapat ditegakkan.(1-3)
Penyebab pasti terjadinya karsinoma hepatoseluler belum diketahui, tetapi
penyakit ini paling banyak ditemukan pada penderita sirosis hati, hepatitis virus B
dan pada penderita hepatitis virus C, sehingga kelompok tersebut termasuk dalam
kelompok berisiko tinggi terjadi karsinoma hepatoseluler. Karsinoma
hepatoseluler jarang terjadi pada usia di bawah 40 tahun. Insidensi kanker hati ini
lebih sering terjadi pada laki-laki dengan risiko 2-4 kali lebih tinggi dibandingkan
perempuan.(2-3)
Tujuan penulisan referat ini adalah untuk mempelajari serta memahami
dari mulai definisi, epidemiologi, faktor risiko, patogenesis, gejala klinis,
diagnosis, pemeriksaan penunjang serta pengobatan karsinoma hepatoseluler.
Selain itu penulisan referat ini juga bertujuan untuk memenuhi sebagian
persyaratan mengikuti ujian kepaniteraan klinik Ilmu Bedah RSUP Persahabatan
Jakarta Timur.
1
BAB II
TUNJAUAN PUSTAKA
II.1. ANATOMI DAN HISTOLOGI HEPAR
Hepar merupakan organ visera terbesar dalam tubuh manusia. Berat hepar
pada orang dewasa dapat mencapai 1500–1800 gram pada pria dan 1300–1500
gram pada wanita atau sekjitar 1/50 dari berat badan orang dewasa, sedangkan
pada bayi berat hepar sekitar 1/18 dari berat badan atau sekitar 5% dari berat
badan. Berat relatif ini berkurang 2-3% setiap tahunnya seiring bertambahnya
usia.(4-5)
Hepar terletak di kuadran kanan atas abdomen. Hepar bertekstur lunak dan
lentur, serta terletak di bagian atas cavitas abdominalis tepat di bawah diaphragma
(Gambar 1). Sebagian besar hepar terletak di bawah arcus costalis dexter, dan
diaphragma. Permukaan atas hepar yang cembung melengkung di bawah kubah
diaphragma. Permukaan posteroinferior, atau visceralis membentuk cetakan visera
yang letaknya berdekatan, karena itu bentuknya menjadi tidak beraturan.
Permukaan ini berhubungan dengan pars abdominalis oesophagus, gaster,
duodenum, flexura coli dextra, ren dexter dan glandula suprarenalis dextra, dan
vesica biliaris.(6)
Gambar 1. Letak Hepar(6)
2
Dari anterior bentuk hepar menyerupai segitiga, permukaannya licin
berwarna merah gelap kecoklatan. Hepar dikelilingi oleh kapsula fibrosa yang
dinamakan kapsula glisson dan dibungkus peritoneum pada sebagian besar dari
keseluruhan permukaannya. Hepar terdiri dari dua lobus utama, yaitu lobus kanan
(dexter) dan lobus kiri (sinister). Lobus dexter terbagi lagi menjadi lobus
quadratus dan lobus caudatus oleh adanya vesica biliaris, fissura untuk
ligamentum teres hepatis, vena cava inferior, dan fissura untuk ligamentum
venosum. Pada bagian anterior, kedua lobus hepar dipisahkan oleh lipatan
peritoneum yang dinamakan ligamentum falciforme. (4-7)
Ligamentum falciforme yang merupakan lipatan ganda peritoneum, berjalan
ke atas dari umbilicus ke hepar. Ligamentum falciforme berjalan ke permukaan
anterior dan kemudian ke permukaan superior hepar dan akhirnya membelah
menjadi dua lapis. Lapisan kanan membentuk lapisan atas ligamentum
coronarium dan lapisan kiri membentuk lapisan atas ligamentum triangulare
sinistrum. Ligamentum teres hepatis berjalan ke dalam fisura yang terdapat pada
facies visceralis hepatis dan bergabung dengan cabang sinistra vena porta hepatis.
Ligamentum venosum yang merupakan suatu pita fibrosa melekat pada cabang
sinistra vena porta dan berjalan ke atas di dalam fisura pada permukaan viseral
hepatis, dan di atas melekat pada vena cava inferior. Sebagial besar darah yang
tidak melewati hepar masuk ke dalam ductus venosus (ligamentum venosum) dan
bersatu dengan vena cava inferior.(6)
Gambar 2. Anatomi Hepar Anterior View(8)
3
Gambar 3. Anatomi Hepar Inferior View(8)
Setiap lobus hepar mengandung unit-unit yang lebih kecil lagi yang disebut
lobulus. Gabungan dari beberapa lobulus disebut lobuli. Setiap lobulus hepar
terdiri atas vena kecil yang dikelilingi oleh sel-sel hati (hepatosit), sistem saluran
empedu (kanalikuli biliaris), dan sistem saluran limfe (ruang Disse dan saluran
limfe interlobularis). Umumnya sebuah hepar mengandung 50.000 sampai
100.000 lobuli. Di dalam ruangan di antara lobulus-lobulus terdapat canalis
hepatis, yang berisi cabang-cabang arteria hepatica, vena porta, dan sebuah
cabang dari ductus choledochus (triad hepatis). Darah arteri dan vena berjalan di
antara sel-sel hepar melalui sinusoid dan dialirkan ke vena centralis. Vena
centralis pada masing-masing lobulus bermuara ke vena hepatica.(3-6)
4
Gambar 4. Histologi Hepar(9)
Peredaran darah hepar tergolong unik, karena adanya aliran darah rangkap,
arterial dan venosa. Aliran darah arterial diterima hepar dari arteria hepatica
communis, yang mendapat aliran darah dari arteria coeliaca. Pada aliran darah
venosa didapatkan dari vena porta yang mengalirkan darah dari intestinal.
Pembuluh darah tersebut masuk ke hepar melalui porta hepatis. Di dalam porta
tersebut, vena porta dan arteria hepatika bercabang dan masing-masing menuju
ke tiap-tiap lobus. Arteria hepatica propria membawa darah yang kaya oksigen ke
hepar, dan vena porta membawa darah yang kaya akan hasil metabolisme
pencernaan yang sudah diabsorbsi dari tractus gastrointestinalis. Darah arteri dan
vena dialirkan ke vena centralis masing-masing lobulus hepatis melalui sinusoid
hati.Vena centralis mengalirkan darah ke vena hepatica dextra dan sinistra, dan
vena-vena ini meninggalkan permukaan posterior hepar dan bermuara langsung ke
dalam vena cava inferior. (6,8-9)
5
II.2. FISIOLOGI HEPAR
Hepar merupakan organ metabolik terbesar dan dapat dipandang sebagai
pabrik biokimia utama tubuh. Perannya dalam sistem pencernaan adalah sekresi
garam empedu, yang membantu pencernaan dan penyerapan lemak. Fungsi hepar
sangatlah vital bagi kesehatan seseorang. Berikut ini adalah fungsi metabolik
hepar secara umum, yaitu: (3-5, 11)
a. Metabolisme bilirubin
Hepar adalah tempat konjugasi bilirubin indirek hasil degradasi
hemoglobin oleh sistem retikuloendotelial menjadi bilirubin direk untuk
kemudian dimetabolisme lebih lanjut dan diekskresi lewat usus atau ginjal.
b. Metabolisme porfirin
Hepar mensintesis 15% dari haem yang nantinya akan dipakai untuk
pembentukan hemoglobin
c. Metabolisme asam empedu
Hepar membentuk asam empedu primer sebagai hasil metabolisme
kolesterol, yang selanjutnya akan diubah menjadi asam empedu sekunder
oleh bakteri usus. Di hepar asam-asam empedu ini dikonjugasi menjadi
garam-garam empedu, yang berguna sebagai emulsifier dalam proses
absorbsi lemak di mukosa usus.
d. Metabolisme asam amino dan protein
Hepar sangat penting peranannya dalam deaminasi asam amino,
pembentukan urea untuk membuang amonia dari cairan tubuh,
pembentukan protein plasma, termasuk protein yang dibutuhkan untuk
pembekuan darah dan yang untuk mengangkut hormon steroid dan tiroid
serta kolesterol dalam darah.
e. Metabolisme karbohidrat
Hepar merupakan tempat penyimpanan glikogen, konversi galaktosa dan
fruktosa menjadi glukosa, serta tempat proses glukoneogenesis.
f. Metabolisme lemak and lipoprotein
Hepar mengoksidasi asam lemak untuk memberikan energi bagi berbagai
fungsi tubuh, tempat sintesis kolesterol, fosfolipid dan sebagian besar
lipoprotein, serta sintesis lemak dari protein dan karbohidrat.
6
g. Metabolisme hormon
Berbagai hormon yang disekresi oleh kelenjar endokrin diubah atau
diekskresikan oleh hati antara lain hormon tiroksin, semua hormon steroid
seperti estrogen, kortisol, aldosteron
h. Penyimpanan vitamin
Hati merupakan tempat penyimpanan beberapa macam vitamin seperti
vitamin A, B12 dan D.
i. Penyimpanan zat besi dan mineral
Saat zat besi berada dalam jumlah berlebih dalam darah, hepar dapat
menyimpannya dalam hepatosit dengan mengikat besi tersebut dengan
protein yang disebut apoferitin membentuk feritin. Feritin akan melepas
zat besi ke dalam sirkulasi apabila konsentrasi zat besi dalam darah
menurun. Hepar memegang peran penting juga dalam ketersediaan
berbagai mineral lain dalam jumlah cukup di tubuh (tembaga, kromium,
mangan, selenium, kobal, dan lain-lain).
j. Fungsi biotransformasi dan detoksifikasi
Hati mendegradasi atau mendetoksifikasi beberapa jenis bahan kimia
maupun obat-obatan, untuk selanjutnya mengekskresikan metabolitnya ke
dalam empedu.
k. Degradasi alkohol
l. Keseimbangan asam-basa.
II.3. KARSINOMA HEPATOSELULER
II.3.1. Definisi
Karsinoma hepatoseluler (HCC) adalah kanker hati primer yang sering
ditemukan yang berasal dari sel-sel hati. Karsinoma hepatoseluler termasuk salah
satu tumor hepar dengan insidensi yang terus meningkat hingga saat ini dan
menjadi salah satu penyebab kematian pada pasien sirosis.(12)
Karsinoma hepatoseluler merupakan tumor ganas hati primer yang berasal
dari sel hepatosit, demikian pula dengan karsinoma fibrolamelar dan
hepatoblastoma. Dari seluruh tumor ganas hati yang pernah di diagnosis, 85%
adalh karsinoma hepatoseluler.(16)
7
II.3.2. Epidemiologi
Karsinoma hepatoseluler menempati peringkat ke-5 pada laki-laki dan ke-9
pada perempuan sebagai kanker tersering di dunia, dan urutan ke-3 dari kanker
sistem saluran cerna setelah kanker kolorektal dan kanker lambung. Tingkat
kematian karsinoma hepatoseluler juga sangat tinggi, karsinoma hepatoseluler
menempati urutan ke-2 setelah kanker pankreas. Di seluruh dunia, karsinoma
hepatoseluler menyumbang jumlah kematian lebih dari sejuta orang setiap
tahunnya. Hepar sendiri merupakan tempat yang lazim bagi metastasis kanker
yang berasal dari gastrointestinal, terutama dari daerah kolorektal.(13,16)
Distribusi geografis karsinoma hepatoseluler di seluruh dunia tidak merata.
Negara-negara di Asia Tenggara (Taiwan, Korea, Thailand, Hong Kong,
Singapura, Malaysia, Cina Selatan) dan Afrika tropis menunjukkan insidens
paling tinggi dengan 10–20 per 100.000 populasi.(14)
Gambar 5. Distribusi Geografis Karsinoma Hepatoselullar (14)
8
Gambar 6. Grafik Insidensi Karsinoma Hepatoseluler(12)
.
Insidensi karsinoma hepatoseluler lebih sering terjadi pada laki-laki
daripada wanita dengan rasio 3 :1. Di negara barat seperti Eropa dan Amerika,
karsinoma hepatoseluler banyak terjadi pada kalangan berusia sekitar 60 tahun,
sedangkan di Asia dan Afrika, insidensi karsinoma hepatoseluler banyak terjadi di
usia 20-50 tahun.(1,7)
II.3.3. Etiologi dan Faktor Risiko
Faktor utama dari perkembangan karsinoma hepatoseluler adalah sirosis
hati, infeksi kronis virus hepatitis B (HBV) dan visrus hepatitis C (HCV). Selain
itu, penggunaan alkohol berat juga merupakan faktor risiko yang penting bagi
perkembangan sirosis. Penggunaan alkohol lebih dari 80 g/hari selama lebih dari
10 tahun dapat meningkatkan risiko karsinoma hepatoseluler.(1,3)
a. Sirosis hati
Sirosis terdapat pada sekitar 80%-90% pasien karsinoma
hepatoseluler dan merupakan faktor risiko yang terberat. Risiko dari
perkembangan karsinoma hepatoseluler pada pasien-pasien dengan sirosis
bervariasi tergantung dengan penyakit yang mendasari. Sirosis hati dapat
dikatakan sebagai suatu keadaan disorganisasi yang difuse dari struktur
hati yang normal akibat nodul regeneratif yang dikelilingi jaringan
9
mengalami fibrosis. Sirosis hati merupakan suatu penyakit dimana
sirkulasi mikro, anatomi pembuluh darah besar dan seluruh sitem
arsitektur hati mengalami perubahan menjadi tidak teratur dan terjadi
penambahan jaringan ikat (fibrosis) disekitar parenkim hati yang
mengalami regenerasi.(15-17)
Sebagian besar karsinoma hepatoseluler muncul dari sirosis yang
diinduksi oleh hepatitis kronis viral, penyakit hati alkoholik,
steatohepatitis non-alkoholik, hemokromatosis, ataupun gangguan
metabolik. Keadaan sirosis merupakan suatu keadaan di mana hepatosit
yang rusak diganti secara permanen oleh jaringan ikat. Pada dasarnya,
jaringan hepar memiliki kemampuan untuk melakukan regenerasi, dalam
keadaan normal hepar mengalami pertukaran sel secara gradual. Jika
sebagian jaringan hepar rusak maka jaringan yang hilang dapat diganti
dengan meningkatkan laju pembelahan sel. Jika hepar terpajan bahan
toksik misalnya alkohol sehingga hepatosit baru tidak dapat dibentuk
cukup cepat untuk mengganti sel yang rusak maka fibroblas yang lebih
kuat mengambil alih dan berkembang berlebihan. Jaringan ikat ekstra ini
tidak banyak memberi ruang bagi pertumbuhan kembali hepatosit. Karena
itu, sewaktu sirosis terjadi secara perlahan, jaringan heparaktif secara
bertahap berkurang yang akhirnya menyebabkan gagal hari kronik.(11-13)
Sirosis merupakan stadium akhir dari inflamasi kronis hati.
Inflamasi kronis yang meliputi kerusakan, regenerasi maupun proliferasi
sel ini memberi tempat bagi mutasi maupun ketidakstabilan gen, yang
pada gilirannya dapat memunculkan karsinoma.(12-13)
b. Infeksi Virus Hepatitis B (HBV) dan Virus Hepatitis C (HCV)
Hepatitis adalah penyakit peradangan hati yang terjadi karena
bermacam penyebab, termasuk infeksi virus atau pajanan bahan toksik,
seperti alkohol, karbon tetraklorida, dan obat penenang tertentu.
Keparahan hepatitis berkisar dari ringan dengan gejala reversibel hingga
kerusakan hati akut masif dengan kemungkinan kematian dini akibat gagal
hati akut. Infeksi hepatitis virus B kronis menyumbang sekitar 50% dari
10
semua kasus karsinoma hepatoseluler. Di daerah endemik seperti di Asia
dan Afrika HBV ditularkan dari ibu ke bayi yang baru lahir.(3,11)
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa carrier HBV memiliki
risiko terjadinya karsinoma hepatoseluler 5 hingga 15 kali lebih tinggi
dibandingkan populasi umum. Sekitar 70% hingga 90% pasien karsinoma
hepatoseluler terkait HBV timbul setelah terjadi sirosis. Ditemukannya
DNA HBV pada genom hepatosit sel pejamu baik yang terinfeksi maupun
yang ganas, menunjukkan kemungkinan HBV menginduksi transformasi
ganas melalui insersi DNA virus tersebut ke dalam atau di dekat proto-
onkogen atau gen supresor tumor.(12-13)
Virus hepatitis C merupakan virus RNA beralur tunggal. Infeksi
kronis HCV juga merupakan faktor risiko utama dalam terjadinya
karsinoma hepatoseluler. Antibodi terhadap virus ini (anti- HCV) dapat
terdeteksi pada hingga 90% penderita karsinoma hepatoseluler. Inflamasi
kronis oleh sebab infeksi HCV meningkatkan risiko karsinoma
hepatoseluler dengan pemicuan fibrogenesis hati yang pada akhirnya
berujung sirosis, melalui pengaktifan transforming growth factor (TGF)-β,
di samping adanya kemungkinan induksi transformasi ganas pada
hepatosit sendiri oleh mutasi pada gen yang instabil dalam kondisi
inflamasi kronis tersebut.(3,12-13)
Karsinogenisitas HBV dan HCV pada hati terjadi melalui proses
inisiasi, promosi, dan progresi. Inisiasi diawali dengan integrasi virus
hepatitis ke dalam hepatosit yang menimbulkan kelainan kromosom
sehingga mengubah sifat-sifat asli hati dan menghambat aktifitas sel
penekan tumor. Virus hepatitis terintegrasi meluas ke sel hati karena sudah
kebal terhadap respon imunitas. Pada tahap promosi terjadi proses nekrosis
dan kematian sel akibat dari aktifitas virus hepatitis yang diikuti regenerasi
berulang kali. Pada tahap progresi sel-sel telah mengalami transformasi
keganasan dan mengalami replikasi lebih lanjut.(1,3,13)
c. Konsumsi alkohol
Alkohol merupakan sebuah co-karsinogen dengan virus hepatitis
B. Induksi enzim yang diperantarai oleh alkohol dapat meningkatkan
11
konversi dari co-karsinogen menjadi karsinogen, sehingga berkontribusi
terhadap proses hepatokarsinogenesis. Alkohol juga dapat meningkatkan
karsinogenesis melalui depresi respon imun. Alkilasi DNA yang
diperantarai karsinogen akan terganggu oleh alkohol.(15)
Risiko karsinoma hepatoseluler meningkat secara bermakna pada
pengkonsumsi alkohol yang melebihi 80 gram perharinya selama 10 tahun
atau lebih. Efek induksi malignansi akan lebih besar apabila peminum
alkohol adalah seorang yang terinfeksi HBV atau HCV. Mekanisme
induksi belum dipahami dangan jelas, tapi diperkirakan melibatkan stres
oksidatif, metilasi DNA, menurunnya pengawasan imun serta kerentanan
genetik.(13)
d. Aflatoksin
Aflatoksin merupakan sebuah mikotoksin poten yang bersifat
karsinogenik pada hati. Aflatoksin adalah metabolit fungus (mikotoksin)
yang diproduksi oleh Aspergillus flavus dan A. parasiticus. Fungi tersebut
tumbuh subur pada beberapa produk makanan dari kelompok padi-padian
dan kacang-kacangan di bawah kondisi lembab di daerah tropis dan
subtropis. Ada empat senyawa aflatoksin: B1, B2, G1 dan G2, yang
terlazim dan paling toksik adalah AFB1, toksisitasnya menyebabkan
nekrosis hati dan proliferasi duktus biliaris.(13,17)
e. Non-alcoholic fatty liver disease (NAFLD) dan Non-alcoholic
steatohepatitis (NASH)
Karsinoma hepatoseluler memiliki kesamaan faktor risiko utama
yang juga ditemukan pada NAFLD yaitu obesitas dan diabetes. Pada
sebuah studi kasus longitudinal menunjukkan bahwa terdapat hubungan
antara obesitas pada steatosis dan kerusakan hati sekunder dengan NASH.(17)
f. Faktor penyebab lain
1) Terjadinya karsinoma hepatoseluler terkait hiperinsulinemia
diperantarai oleh inflamasi, proliferasi sel, inhibisi apoptosis, dan
mutasi gen-gen supresor tumor
12
2) Pada asap tembakau mengandung sedikitnya 55 bahan karsinogen,
beberapa di antaranya memiliki hepatokarsinogenitas
3) Konsumsi kontrasepsi hormonal estrogen diyakini memiliki efek
proliferatif pada hepatosit terutama bila dikonsumsi lama (>5 tahun)
4) Beberapa penyakit herediter, seperti hemokromatosis herediter dan
defisiensi antitripsin-α1
II.3.4 Patogenesis
Hepatokarsinogenesis merupakan suatu proses bertingkat yang melibatkan
interaksi antara faktor eksogen dan faktor endogen. Mekanisme karsinogen
langsung yaitu dengan adanya pajanan bahan kimia tertentu dan karsinogenesis
virus (HBV). Karsinogenik tidak langsung melibatkan nekroinflamasi kronis.
Proses nekroinflamasi kronis ditandai oleh destruksi berulang parenkim hepar
yang disertai stimulasi regenerasi dan remodelling hepar yang terus-menerus.
Bahan-bahan sitokin dan imunomodulator seperti interleukin, interferon, tumor
necrosis factor-α, protease, dan faktor-faktor pertumbuhan dilepaskan dan dapat
memicu timbulnya fokus-fokus praganas dari hepatosit yang mengalami displasia
yang dapat berujung pada transformasi ganas. Patogenesis molekuler karsinoma
hepatoseluler tidaklah seragam. Karsinoma hepatoseluler adalah tumor yang
secara genetik sangat heterogen, dengan abnormalitas kromosom yang multipel.
Mutasi gen DNA, modifikasi epigenetik dari gen supresor tumor, kerentanan
genetik akibat polimorfisme genetik dalam enzim-enzim yang memetabolisme
obat, berbagai faktor pertumbuhan (insulin-like growth factors, epidermal growth
factors/EGF, transforming growth factor-β/TGF-β) tampaknya memiliki peran
dalam patogenesis karsenoma hepatoseluler.(18-19)
Hepatokarsinogenesis dianggap suatu proses yang berasal dari sel-sel induk
hati atau berasal dari sel hepatosit yang matang dan merupakan perkembangan
dari penyakit hati kronis yang didorong oleh stres oksidatif, inflamasi kronis dan
kematian sel yang kemudian diikuti oleh proliferasi terbatas atau dibatasi oleh
regenerasi, dan kemudian remodeling hati permanen.(20)
13
Gambar 7 . Skema Patogenesis Karsinoma Hepatoseluler(18)
II.3.5. Patofisiologi
Mekanisme perkembangan karsinoma hepatoseluler berbeda-beda sesuai
dengan penyakit yang mendasarinya. Infeksi HBV dapat menyebabkan karsinoma
hepatoseluler tanpa melalui sirosis, meskipun sebagian besar pasien dengan
karsinoma hepatoseluler yang terkait HBV memiliki penyakit sirosis. Sebaliknya,
karsinoma hepatoseluler yang terkait HCV hampir selalu terjadi fibrosis lanjut
atau sirosis.
Karsinoma hepatoseluler umumnya merupakan perkembangan dari hepatitis
kronis atau sirosis di mana ada mekanisme peradangan terus menerus dan
regenerasi dari sel hepatosit. Cedera hati kronis yang disebabkan oleh HBV,
HCV, konsumsi alkohol yang kronis, steatohepatitis alkohol, hemokromatosis
genetik, sirosis bilaris primer dan adanya defisiensi α-1 antitrypsin menyebabkan
kerusakan hepatosit permanen yang diikuti dengan kompensasi besar-besaran oleh
sel proliferasi dan regenerasi dalam menanggapi stimulasi sitokin. Akhirnya,
fibrosis dan sirosis berkembang dalam pengaturan remodelling hati secara
permanen, terutama didorong oleh sintesis komponen matriks ekstraseluler dari
sel-sel stellata hati.(20)
14
Terdapat dua mekanisme utama yang terlibat dalam hepatokarsinogenesis,
yaitu sirosis dan yang berhubungan dengan regenerasi hati setelah adanya
kerusakan hati kronis yang disebabkan oleh beberapa faktor (infeksi hepatitis,
toksin atau gangguan metabolisme), serta adanya sejumlah mutasi DNA yang
menyebabkan gangguan dari keseimbangan onkogenesis-onkosupresor dari sel
yang mengarah ke perkembangan sel-sel neoplastik. Beberapa jalur penting dari
sinyal seluler telah diamati menjadi bagian dari keterlibatan onkogenetic pada
karsinoma hepatoseluler. Jalur sinyal utama pada karsinoma hepatoseluler adalah
RAF / MEK / ERK , PI3K/AKT/mTOR , NTB / β - catenin , IGF , HGF / c-MET
dan faktor pertumbuhan yang mengatur sinyal angiogenik.(20)
II.3.6 Manifestasi Klinis
Karsinoma hepatoseluler secara klasik muncul dan tumbuh secara
asimtomatik, sehingga ketika ditemukan sudah merupakan perkembangan tahap
lanjut. Gejala biasanya tidak khas dan biasa berkembang pada pasien dengan
penyakit hati kronis. Nyeri perut kanan atas dapat terjadi pada 50-70% kasus dan
pada beberapa pasien terlihat massa abdominal. Pasien dengan sirosis hati
cenderung memiliki toleransi yang rendah terhadap infiltrasi sel ganas dalam hati
sehingga muncul tanda-tanda spesifik dan gejala dekompensasi hati seperti
ikterus, ensefalopati dan edema pada tubuh. Ikterus timbul disebabkan oleh
kompresi saluran empedu atau mungkin karena infiltrasi difus tumor ke parenkim.(18-20)
Pada karsinoma hepatoseluler stadium lanjut, pasien kerap mengeluhkan
rasa tertekan dan penuh pada perut bagian atas dan adanya penurunan berat badan.
Jarang terjadi suatu tumor karsinoma hepatoseluler ruptur ke dalam rongga
peritoneum sehingga menyebabkan perdarahan akut intraperitoneal dan
peritonitis. Sindroma Budd-Chiari (nyeri perut, asites, hepatomegali, ikterus)
ataupun obstruksi vena kava inferior yang jarang terjadi dapat merupakan
manifestasi awal karsinoma hepatoseluler.(18-20)
Gejala yang menyertai biasanya berhubungan dengan keganasan yang sudah
berlangsung lama dan gejala karena adanya pertumbuhan tumor termasuk malaise,
anoreksia, penyusutan otot, nyeri perut kuadran kanan atas dan adanya distensi
15
perut. Rasa nyeri bersifat konstan, seringkali terasa sangat hebat dan kadang
memburuk setelah makan. Pembesaran atau distensi perut akibat adanya
pembesaran hati dengan atau tanpa asites. Gejala pada saluran pencernaan seperti
anoreksia, perut kembung, serta konstipasi atau diare biasanya terjadi karena
adanya kolestasis atau adanya produksi zat-zat aktif seperti prostaglandin yang
dihasilkan oleh tumor.(18)
Kadangkala sindroma paraneoplastik dapat terjadi pada pasien karsinoma
hepatoseluler. Manifestasi sistemik yang paling penting dari paraneoplastik adalah
hipoglikemia dan hiperkalsemia. Hipoglikemia dapat terjadi akibat konsumsi
glukosa oleh tumor. Hal ini diakibatkan juga karena sedikitnya jumlah jaringan
hati yang berfungsi normal untuk menjaga sintesis glukosa. Hiperkalsemia terjadi
dikarenakan adanya pseudo-hiperparatiroidisme. Sel tumor mengandung zat
menyerupai parathormon sehingga kadar parathormon dalam serum meningkat. (13,18)
II.3.7 Pemeriksaan Laboratorium
Temuan pada pemeriksaan laboratorium pada karsinoma hepatoseluler
sering tidak ditemukan adanya keabnormalan. Enzim aspartat aminotransferase
(AST) dan alanin aminotransferase (ALT) biasanya masih dalam batas normal
atau mengalami hanya sedikit peningkatan. Alkalin fosfatase (AP) dan γ-
glutamiltransferase sering ditemukan abnormal, tetapi peningkatannya tidak
melebihi 2 atau 3 kalinya. Enzim laktat dehidrogenase (LDH) dapat meningkat
pada pasien dengan metastasis hati, khususnya yang berasal dari hematogen.
Tes laboratorium yang cukup spesifik pada kasus karsinoma hepatoseluler
adalah kadar α-fetoprotein(AFP) dalam serum yang meningkat pada 70-90%
pasien karsinoma hepatoseluler. AFP adalah suatu glikoprotein yang secara
normal dihasilkan selama masa gestasi janin oleh hepar janin dan yolk sac, dengan
waktu paruh 6 hari. Ada keterbatasan sensitivitas dan spesifitas AFP sebagai
penanda tumor. Hanya 50-70% pasien karsinoma hepatoseluler yang mengalami
kenaikan kadar AFP serum, dan pada pasien dengan karsinoma hepatoseluler
berdiameter di bawah 5 cm hanya sepertiga yang mengalami kenaikan kadar AFP
serum di atas 200 ng/ml. Kadar AFP juga sering meningkat pada pasien dengan
16
hepatitis C kronis yang disertai fibrosis hepar yang lanjut walaupun tanpa
karsinoma hepatoseluler, dan juga pada pasien sirosis hati dan carrier hepatitis B.
AFP juga meningkat pada keganasan diluar karsinoma hepatoseluler.(13,18,21)
Selain α-fetoprotein, tumor marker lainnya yang berhubungan dengan
karsinoma hepatoseluler adalah carcinoembryonic antigen (CEA). CEA akan
meningkat pada hampir seluruh bentuk penyakit hati kronis dan memiliki kadar
yang tinggi pada metastasis tumor pada hati. CEA ini berguna dalam
mendiagnosis karsinoma hepatoseluler meskipun kadarnya meningkat hanya pada
60% kasus.(18,21)
II.3.8 Pemeriksaan Penunjang
a. USG Abdomen
USG abdomen dipakai secara luas untuk skrining hepatoseluler
karsinoma karena sifatnya yang non-invasif dan relatif murah. Kesulitan
muncul bila ada daerah atau latar hepar yang sirotik sehingga mempersulit
deteksi tumor yang berukuran kecil. Kelemahan utama lain adalah sifatnya
yang bergantung pada kemampuan operator dan keterbatasan pada
reprodusibilitasnya. Pada USG konvensional, lesi karsinoma hepatoseluler
dapat hipoekoik, hiperekoik, maupun isoekoik. lesi isoekoik hanya akan
terdeteksi apabila dikelilingi oleh lingkaran “halo‟ di perifernya atau
pseudokapsul. Sensitivitas USG konvensional dalam deteksi karsinoma
hepatoseluler sebesar 35-84%.(4,13)
b. Computed Tomography/CT Scan
Saat ini CT Scan masih menduduki tempat utama pencitraan hepar.
Kebanyakan pusat diagnostik menerapkan CT Scan sebagai modalitas
pencitraan lanjutan setelah nodul hepar terdeteksi lewat USG. CT scan hepar
bisa dengan atau tanpa bahan kontras (contrast enhanced vs. unenhanced).
Indikasi pemeriksaan CT tanpa kontras adalah untuk pasien yang memang
sudah diketahui ada keganasan namun hendak dicitra untuk pertama kali
sebagai usaha skrining adanya kalsifikasi, CT tanpa kontras juga digunakan
untuk pasien dengan sirosis sehingga nodul regenerasi akan sangat
dilemahkan (mengalami hiperatenuasi) pada citra tanpa kontras akibat
17
kandungan besinya yang tinggi, serta untuk pasien dengan tumor hati yang
difus. Pemeriksaan CT dengan kontras lebih sensitif untuk mendeteksi lesi
fokal pada hepar.(22-23)
c. Magnetic Resonance Imaging/MRI
Pemeriksaan MRI mempunyai keunggulan dalam resolusi spasial
yang tinggi, tingkat radiasinya yang rendah (non-pengion), bersifat non-
invasif, dengan kemampuan pencitraan 3-dimensional. Pemeriksaan MRI
abdomen dapat memberikan informasi berharga bagi deteksi dan penentuan
lesi hepar yang fokal.(22-23)
d. Pencitraan Molekuler/Kedokteran Nuklir (Sidik Positron Emission
Tomography-Computed Tomography/PET-CT dan Sidik Single Photon
Emission Computed Tomography/SPECT-CT)
Sidik PET khususnya yang memakai fluorine-18-fluorodeoxy-glucose
(18F-FDG), selain berguna dalam staging juga berguna untuk mengevaluasi
pengobatan dan mencari tanda rekurensi karsinoma hepatoseluler.(22)
II.3.9 Staging Karsinoma Hepatoseluler
Beberapa staging system yang dikenal saat ini adalah klasifikasi TNM,
Okuda Staging, The Chinese University Prognostic Index (CUPI), Cancer of the
Liver Italian Program (CLIP), French staging system, dan The Barcelona-Clinic
Liver Cancer (BCLC) staging. CUPI, CLIP, dan French staging system disusun
untuk pasien dengan stadium lanjut
Sistem BCLC merupakan sistem yang banyak dianut saat ini. Saat ini
American Association for the Study of Liver Diseases (AASLD) dan European
Association for the Study of the Liver (EASL) telah menyepakati pemakaian sistem
BCLC sebagai sistem staging bersama. Sistem ini direkomendasikan sebagai
klasifikasi yang terbaik sebagai pedoman pengelolaan khususnya untuk pasien
dengan stadium awal yang bisa mendapatkan terapi kuratif. Sistem ini
menggunakan variabel-variabel yang berhubungan dengan stadium tumor, status
fungsional hati, status fisik pasien, dan gejala-gejala yang berhubungan dengan
kanker. Skor CTP digunakan untuk menilai status fungsional hati dalam BCLC.
Walaupun CTP tidak termasuk parameter karsinoma hepatoseluler spesifik.(13,23)
18
Tabel 1. Barcelona Clinic Liver Cancer (BCLC) staging classification(13)
Tabel 2. Child Turcotte Pugh (CTP) sore (13)
Tabel 3 Perencanaan terapi berdasarkan BCLC(13)
19
Klasifikasi menurut TNM disusun oleh The International Cooperative Study
Groupon Hepatocellular Carcinoma berdasarkan evaluasi survival dari 557
pasien karsinoma hepatoseluler.
Tabel 4 Staging system berdasarkan TNM (13)
20
Okuda membagi staging HCC berdasarkan ukuran tumor dan fungsi hepar
yang meliputi adanya asites serta kadar albumin dan bilirubin serum.
Tabel 5. Staging system menurut Okuda(18)
II.3.8 Terapi
II.3.8.1 Terapi Bedah
a. Reseksi
Terapi karsinoma hepatoseluler tergantung dari stadium penyakit dan
fungsi hati. Pada kasus yang terseleksi dengan baik, angka ketahanan hidup
pada pasien dengan terapi pembedahan dapat mencapai 70%. Tindakan
bedah hanya dipertimbangkan pada pasien tanpa sirosis hati atau dengan
sirosis ringan tanpa tekanan vena portal normal dan dengan kadar bilirubin
normal. Unifokalitas, tak adanya invasi ke vaskuler, ukuran tumor kurang
daripada 5 cm, dan progresivitas penyakit yang relatif rendah akan
menunjang pencapaian hasil yang lebih baik. Kontraindikasi absolut bagi
reseksi adalah adanya metastasis, trombosis vena porta utama atau adanya
trombosis vena cava inferior. Penyebab tersering mortalitas pascaoperasi
adalah kegagalan hati, perdarahan, serta komplikasi sepsis. (17-18, 21)
b. Transplantasi Hati
Transplantasi hati merupakan pilihan bagi penderita karsinoma
hepatoseluler stadium awal dengan lesi tunggal berukuran ≤ 5 cm, atau lesi
kurang dari 3 buah dan masing-masing berukuran ≤ 3 cm. Penerima
transplantasi hati harus tidak sedang menjalani pengobatan penyakit serius.
Semua proses intrinsik di hepar yang menuju ke dekompensasi atau
21
kegagalan hati secara teoretis merupakan kontraindikasi bagi transplantasi
hati. Penerima transplantasi hati Pasien karsinoma hepatoseluler penerima
transplantasi hati dilaporkan memiliki angka survival lima tahun sebesar 60-
70%.(13,23)
II.3.8.2 Terapi Sistemik
a. Kemoterapi Sistemik
b. Terapi Hormonal
Estrogen secara in vitro terbukti memiliki efek merangsang proliferasi
hepatosit tetapi secara in vivo justru bisa memicu pertumbuhan tumor
hepar. Obat antiestrogen seperti tamoxifen dapat digunakan karena bisa
menurunkan jumlah reseptor estrogen di hepar.
c. Terapi somatostatin (ocreotide, lanreotide)
Somatostatin memiliki aktivitas antimitosis terhadap berbagai tumor non-
endokrin, dan sel-sel karsinoma hepatoseluler memiliki reseptor
somatostatin.
d. Terapi dengan thalidomide
Thalidomide pada awalnya dikembangkan pada tahun 1960-an sebagai
sedatif, tetapi baru-baru ini thalidomide dievaluasi ulang perannya untuk
obat antikanker. Penggunaannya pada pasien HCC lanjut terutama
berdasarkan efek anti-angiogeniknya.
e. Terapi interferon
Mekanisme interferon sebagai terapi pada karsinoma hepatoseluler
meliputi efek langsung antivirus, efek imunomodulasi, serta efek
antiproliferasi langsung maupun tak langsung.
f. Molecularly targeted therapy
Sunitinib adalah inhibitor tirosin-kinase multitarget dengan kemampuan
antiangiogenesis dan menghambat proliferasi sel tumor.
II.3.8.3 Terapi Radiasi
Dalam sejarahnya, radioterapi memiliki peran yang terbatas dalam
penanganan keganasan pada hati, hal ini disebabkan toleransi hepar terhadap
radiasi.
22
II.3.9 Prognosis
Angka survival jangka panjang karsinoma hepatoseluler masih belum tinggi
dikarenakan rekurensi tumor dan metastasis. Sistem BCLC menghubungkan
antara stadium dan rekomendasi strategi terapi serta prognosis. Angka ketahanan
hidup 3 tahun untuk stadium A (60-75%), stadium B (50%), stadium C (10%) dan
stadium D (0%). Pasien pada tahap terminal memiliki survival kurang dari 6
bulan.(23)
.
23
BAB III
KESIMPULAN
Karsinoma hepatoseluler (HCC) adalah kanker hati primer yang sering
ditemukan yang berasal dari sel-sel hati. Karsinoma hepatoseluler termasuk salah
satu tumor hepar dengan insidensi yang terus meningkat. Sebagian besar
karsinoma hepatoseluler terjadi pada pasien sirosis hati yang disebabkan oleh
faktor risiko seperti infeksi virus hepatitis B, infeksi virus hepatitis C, alkohol,
aflatoksin, NAFLD, NASH dan beberapa faktor lain seperti obesitas dan sirosis.
Infeksi HBV dan HBC adalah penyebab terpenting karsinoma hepatoseluler.
Sebagian besar kasus karsinoma hepatoseluler berprognosis buruk karena
rekurensi tumor dan metastasis serta adanya penyakit hati yang lanjut dan
ketiadaan atau ketidakmampuan penerapan terapi yang berpotensi kuratif.
Stadium tumor, kondisi umum kesehatan, fungsi hati dan intervensi spesifik
mempengaruhi prognosis pasien karsinoma hepatoseluler.
24