sistem politik islam
DESCRIPTION
politik islamTRANSCRIPT
BAB 1
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Sistem politik adalah suatu bagian yang pasti ada di setiap Negara yang
berfungsi sebagai pengatur dan membuat peraturan untuk dipatuhi oleh seluruh warga
negaranya.
Ada beberapa sistem politik yaitu sistem politik komunis, liberal dan
demokrasi dari beberapa sistem politik tersebut masih ada juga sistem politik Islam.
Setiap Negara pasti memiliki sistem politiknya masing-masing.
Kitab suci agama Islam yaitu Al-Quran, menjelaskan tentang system politik
Islam dan menjadi pedoman dalam berpolitik. Segala hal tentang politik dijelaskan
secara gamblang di dalam Al-Quran.
Disini kita akan membahas tentang peranan agama Islam dalam
perkembangan politik di dunia saat ini, dengan mengkaji berbagai informasi
berdasarkan Al-Qur’an, Al Hadits dan sejarah sistem politik di masa Rasulullah
SAW.
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah tersebut, masalah-masalah yang
dibahas dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Apa itu Politik Islam?
2. Apa saja prinsip dasar politik Islam?
3. Apa saja prinsip politik luar negeri dalam Islam?
4. Bagaimana peran umat Islam dalam perpolitikan nasional?
5. Bagaimana kepemimpinan dan manajemen dalam Islam?
TUJUAN
Dalam menyusun makalah ini mempunyai beberapa tujuan, yaitu:
1. Ingin mengetahui bagaimana sistem politik dalam Islam
2. Ingin mengetahui prinsip dasar politik Islam
3. Ingin mengetahui cri kepemimpinan dan manajemen dalam Islam
1
BAB II
PEMBAHASAN
1.1 Pengertian Politik Islam
Politik di dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah siyasah. Asalnya makna
siyasah (politik) tersebut diterapkan pada pengurusan dan pelatihan gembalaan. Lalu,
kata tersebut digunakan dalam pengaturan urusan-urusan manusia; dan pelaku
pengurusan urusan-urusan manusia tersebut dinamai politikus (siyasiyun). Dalam
realitas bahasa Arab dikatakan bahwa ulil amri mengurusi (yasûsu) rakyatnya saat
mengurusi urusan rakyat, mengaturnya, dan menjaganya. Begitu pula dalam perkataan
orang Arab dikatakan : ‘Bagaimana mungkin rakyatnya terpelihara (masûsah) bila
pemeliharanya ngengat (sûsah)’, artinya bagaimana mungkin kondisi rakyat akan baik
bila pemimpinnya rusak seperti ngengat yang menghancurkan kayu. Dengan
demikian, politik merupakan pemeliharaan (ri’ayah), perbaikan (ishlah), pelurusan
(taqwim), pemberian arah petunjuk (irsyad), dan pendidikan (ta`dib).
Rasulullah SAW sendiri menggunakan kata politik (siyasah) dalam sabdanya :
"Adalah Bani Israil, mereka diurusi urusannya oleh para nabi (tasusuhumul anbiya).
Ketika seorang nabi wafat, nabi yang lain datang menggantinya. Tidak ada nabi
setelahku, namun akan ada banyak para khalifah" (HR. Bukhari dan Muslim).
Teranglah bahwa politik atau siyasah itu makna awalnya adalah mengurusi urusan
masyarakat. Berkecimpung dalam politik berarti memperhatikan kondisi kaum
muslimin dengan cara menghilangkan kezhaliman penguasa pada kaum muslimin dan
melenyapkan kejahatan musuh kafir dari mereka. Untuk itu perlu mengetahui apa
yang dilakukan penguasa dalam rangka mengurusi urusan kaum muslimin,
mengingkari keburukannya, menasihati pemimpin yang mendurhakai rakyatnya, serta
memeranginya pada saat terjadi kekufuran yang nyata seperti ditegaskan dalam
banyak hadits terkenal. Ini adalah perintah Allah SWT melalui Rasulullah SAW.
Berkaitan dengan persoalan ini Nabi Muhammad SAW bersabda :
"Siapa saja yang bangun pagi dengan gapaiannya bukan Allah maka ia bukanlah
(hamba) Allah, dan siapa saja yang bangun pagi namum tidak memperhatikan urusan
kaum muslimin maka ia bukan dari golongan mereka." (HR.Al Hakim).
2
Rasulullah ditanya oleh sahabat tentang jihad apa yang paling utama. Beliau
menjawab : "Kalimat haq yang disampaikan pada penguasa." (HR. Ahmad).
Berarti secara ringkas Politik Islam memberikan pengurusan atas urusan
seluruh umat Muslim.
Namun, realitas politik demikian menjadi pudar saat terjadi kebiasaan umum
masyarakat dewasa ini baik perkataan maupun perbuatannya menyimpang dari
kebenaran Islam yang dilakukan oleh mereka yang beraqidahkan sekularisme, baik
dari kalangan non muslim atau dari kalangan umat Islam. Jadilah politik disifati
dengan kedustaan, tipu daya, dan penyesatan yang dilakukan oleh para politisi
maupun penguasa. Penyelewengan para politisi dari kebenaran Islam, kezhaliman
mereka kepada masyarakat, sikap dan tindakan sembrono mereka dalam mengurusi
masyarakat memalingkan makna lurus politik tadi. Bahkan, dengan pandangan seperti
itu jadilah penguasa memusuhi rakyatnya bukan sebagai pemerintahan yang shalih
dan berbuat baik. Hal ini memicu propaganda kaum sekularis bahwa politik itu harus
dijauhkan dari agama (Islam). Sebab, orang yang paham akan agama itu takut kepada
Allah SWT sehingga tidak cocok berkecimpung dalam politik yang merupakan dusta,
kezhaliman, pengkhianatan, dan tipu daya. Cara pandang demikian, sayangnya, sadar
atau tidak mempengaruhi sebagian kaum muslimin yang juga sebenarnya ikhlas
dalam memperjuangkan Islam. Padahal propaganda tadi merupakan kebenaran yang
digunakan untuk kebathilan (Samih ‘Athief Az Zain, As Siyasah wa As Siyasah Ad
Dauliyyah, hal. 31-33). Jadi secara ringkas Islam tidak bisa dipisahkan dari politik.
Politik sendiri sebenarnya bermakna sangat luas, tidak saklek, tidak sempit.
1.2 Prinsip-Prinsip Dasar Politik (Siyasah Islam)
Pertama, kedaulatan, yakni kekuasaan itu merupakan amanah. Kedaulatan
yang mutlak dan legal adalah milik Allah. Abu al-A’la al-Maududi menyebutnya
dengan “asas pertama dalam teori politik Islam.” Al-Maududi dalam bukunya It’s
Meaning and Message (1976: 147-148) menegaskan,”Kepercayaan terhadap keesaan
(tauhid) dan kedaulatan Allah adalah landasan dari sistem sosial dan moral yang
dibawa oleh Rasul Allah. Kepercayaan itulah yang merupakan satu-satunya titik awal
dari filsafat politik dalam Islam.”
3
Kedaulatan ini terletak di dalam kehendak-Nya seperti yang dapat dipahami
dari syari’ah. Syari’ah sebagai sumber dan kedaulatan yang aktual dan konstitusi
ideal, tidak boleh dilanggar. Sedang masyarakat Muslim, yang diwakili oleh
konsensus rakyat (ijma’ al-ummah), memiliki kedaulatan dan hak untuk mengatur diri
sendiri.
Kedua, syura dan ijma’. Mengambil keputusan di dalam semua urusan
kemasyarakatan dilakukan melalui konsensus dan konsultasi dengan semua pihak.
Kepemimpinan negara dan pemerintahan harus ditegakkan berdasarkan persetujuan
rakyat melalui pemilihan secara adil, jujur, dan amanah. Sebuah pemerintahan atau
sebuah otoritas (sulthan) yang ditegakkan dengan cara-cara non-syari’ah adalah tidak
dapat ditolerir dan tidak dapat memaksa kepatuhan rakyat.
Ketiga, semua warga negara dijamin hak-hak pokok tertentu. Menurut Subhi
Mahmassani dalam bukunya Arkan Huquq al-Insan, beberapa hak warga negara yang
perlu dilindungi adalah: jaminan terhadap keamanan pribadi, harga diri dan harta
benda, kemerdekaan untuk mengeluarkan pendapat dan berkumpul, hak untuk
mendapatkan pelayanan hukum secara adil tanpa diskriminasi, hak untuk
mendapatkan pendidikan yang layak, pelayanan medis dan kesehatan, serta keamanan
untuk melakukan aktifitas-aktifitas ekonomi.
Keempat, hak-hak negara. Semua warga negara, meskipun yang oposan atau
yang bertentangan pendapat dengan pemerintah sekalipun, mesti tunduk kepada
otoritas negara yaitu kepada hukum-hukum dan peraturan negara.
Kelima, hak-hak khusus dan batasan-batasan bagi warga negara yang non-
Muslim—memiliki hak-hak sipil yang sama. Karena negara ketika itu adalah negara
ideologis, maka tokoh-tokoh pengambilan keputusan yang memiliki posisi
kepemimpinan dan otoritas (ulu al-amr), mereka harus sanggup menjunjung tinggi
syari’ah. Dalam sejarah politik Islam, prinsip dan kerangka kerja konstitusional
pemerintahan seperti ini, terungkap dalam Konstitusi Madinah atau “Piagam
Madinah” pada era kepemimpinan Rasulullah di Madinah, yang mengayomi
masyarakat yang plural.
4
Keenam, ikhtilaf dan konsensus yang menentukan. Perbedaan-perbedaan
pendapat diselesaikan berdasarkan keputusan dari suara mayoritas yang harus ditaati
oleh seluruh masyarakat. Prinsip mengambil keputusan menurut suara mayoritas ini
sangat penting untuk mencapai tujuan bersama.
Dalam buku M. Tahir Azhary, Negara Hukum, Suatu Studi tentang Prinsip-
prinsipnya Dilihat dari Segi Hukum Islam, Implementasi Pada Periode Madinah dan
Masa Kini, yang berasal dari disertasi doktor pada Pascasarjana UI Jakarta, di dalam
al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah terkandung sembilan prinsip negara hukum, yakni:
(1) Prinsip kekuasaan sebagai amanah (QS. 4 : 58, 14-13);
(2) Prinsip musyawarah (42 : 38, 3 : 159);
(3) Prinsip keadilan (4:135, 5:8, 16:90, 6:160);
(4) Prinsip persamaan (9 :13);
(5) Prinsip pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia (17 :
70, 17 : 33, 5 : 32, 88 : 21, 88 : 22, 50 : 45, 4 : 32);
(6) Prinsip pengadilan bebas (dialog Mu’adz dengan Rasulullah SAW ketika
akan diangkat menjadi hakim di Yaman);
(7) Prinsip perdamaian (2 : 194, 2 : 190, 8 : 61 –62);
(8) Prinsip kesejahteraan (34 : 15);
(9) Prinsip ketaatan rakyat (4 : 59).
Para pakar politik dan hukum Islam yang menguraikan prinsip-prinsip negara
dalam syari’at Islam sangat bervariasi. Namun dapat diformulasikan bahwa prinsip-
prinsip negara dalam Islam itu adalah :
(1) prinsip tauhid (kekuasaan/jabatan pemerintahan itu sebagai amanah);
(2) Prinsip keadilan;
(3) Prinsip kedaulatan rakyat;
(4) Prinsip musyawarah;
(5) Prinsip kesamaan di hadapan hukum (equality before the law);
(6) Prinsip kebebasan rakyat;
(7) Prinsip persatuan;
(8) Prinsip persaudaraan;
(9) Prinsip gotong-royong dalam ridha Ilahi;
(10) Prinsip kepatuhan rakyat;
(11) Prinsip perdamaian;
5
(12) Prinsip kesejahteraan;
(13) Prinsip pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia.
Prinsip-prinsip negara tersebut sangat representatif pada periode Negara
Madinah era kepemimpinan Rasulullah. Dalam Piagam Madinah, digalang suatu
perjanjian untuk menetapkan persamaan hak dan kewajiban semua komunitas dalam
kehidupan sosial politik. Muatan piagam ini menggambarkan hubungan antara Islam
dan ketatanegaraan dan undang-undang yang diletakkan oleh Nabi SAW, untuk
menata kehidupan sosial-politik masyarakat Madinah. Bahkan untuk dewasa ini pun
relevan karena nilai-nilainya universal. Sebab prinsip-prinsip tersebut telah menjadi
tuntunan berbagai bangsa di dunia, agar tegak dalam hidup bermasyarakat dan
bernegara, yaitu tatanan masyarakat yang demokratis, adil, dan damai. Karena pada
hakikatnya implementasi prinsip-prinsip tersebut merupakan penghargaan terhadap
hak-hak asasi manusia, dan akan menumbuhkan sikap demokratis dalam berbagai
aspek kehidupan.
1.3Prinsip-prinsip Politik Luar Negeri dalam Islam
Kebijakan luar negeri sebuah negara Islam atau akan berakar pada prinsip-
prinsip agama diterapkan dalam konteks dan dalam keterbatasan keadaan yang
berlaku. . Prinsip-prinsip ini, ditetapkan dalam Qur'an dan dicontohkan dalam
kehidupan Nabi Muhammad, didahulukan atas segala pertimbangan lain, tetapi, pada
saat yang sama, contoh dari nabi sendiri mengajarkan Muslim untuk menjadi realis,
menilai setiap situasi di semangat objektivitas tenang. Hal ini sering dikatakan bahwa
politik adalah "seni kemungkinan", dan ini bahkan lebih benar dari hubungan
internasional dan antar-kelompok. Sebuah kebijakan Islam tidak dari sudut pandang
ini, berbeda dari setiap kebijakan berprinsip lain, tetapi ia beroperasi tunduk pada
takut akan Allah dan penghakiman-Nya. Tidak ada perbedaan dapat dibuat antara cara
di mana manusia bertindak dalam kehidupan pribadinya dan cara di mana ia bertindak
sebagai seorang negarawan, ia akan dinilai sama pada kedua jumlah dan selalu dalam
hal keadilan. Bagaimanapun harus dipahami bahwa konsep negara-bangsa adalah
sebuah konsep yang murni sekuler, dan itu akan lebih baik untuk berbicara keadilan
antara komunitas yang berbeda dan dalam setiap komunitas. Dalam situasi ini berarti
manusia, di tempat pertama, hubungan intim dan saling mendukung dalam keluarga
6
dan, erat bersekutu dengan ini, antara mereka yang memiliki kepentingan umum;
kemudian datang hubungan dalam masyarakat yang keluarga atau kelompok
merupakan komponen, dan di sini juga hubungan memiliki karakter suci, akhirnya
ada hubungan antara komunitas yang berbeda, apakah kita menyebut mereka bangsa
atau tidak. Al-Qur'an mengajarkan bahwa berbagai ras manusia dan budaya yang
dikehendaki oleh Allah dan karena itu harus dihormati, persatuan adalah tidak sama
dengan keseragaman. Prinsip "hidup dan biarkan hidup" adalah salah satu bahwa
umat Islam dapat mengadopsi tanpa kesulitan, tetapi tidak mungkin bagi umat Islam
untuk menganggap gagasan sekuler diganggu gugat "kedaulatan nasional" sebagai
suci. Hal ini tidak sesuai dengan prinsip Islam untuk berdiri di pinggir dan peras
tangan kita sementara kita menonton seorang diktator yang telah merebut kekuasaan
dalam pembantaian jutaan orang tertentu negara sendiri (seperti yang memang terjadi
di Kamboja pada 1970-an). . Ketika ketidakadilan terlihat terjadi itu adalah kewajiban
Muslim untuk melakukan apapun yang mungkin dalam kekuasaannya untuk
memperbaiki situasi. Jika ia tidak dapat melakukannya dengan tindakan langsung,
maka ia memiliki kewajiban untuk mengecam ketidakadilan dan, jika mungkin, untuk
membujuk orang lain untuk bergabung dengan dia dalam tindakan yang efektif.
Menurut Alquran, kita semua masalah "satu jiwa tunggal", dan Muslim tidak bisa
mengabaikan tanggung jawab mereka terhadap sesama makhluk.
Jika memiliki sarana untuk mengakhiri penindasan, di mana pun ini dapat
terjadi, maka memiliki kewajiban untuk melakukannya, jika memungkinkan dengan
persuasi damai, jika tidak oleh seperti "tekanan" (sanksi ekonomi misalnya) yang
mungkin tersedia. Military force is a last resort. Kekuatan militer adalah pilihan
terakhir. . Apapun keadaannya, dan tindakan apapun yang mungkin diperlukan,
Muslim yang setia kepada iman mereka harus selalu diingat bahwa hasil dari setiap
tindakan dan setiap berada di tangan Tuhan. Hal berikut bahwa mereka tidak memiliki
alasan baik untuk putus asa atau panik ketika berhadapan dengan masalah yang
tampaknya tak teratasi. Mereka hanya diperlukan untuk membentuk niat yang benar
dan kemudian melakukan apa yang mereka dapat, mengetahui bahwa ada tetapi
Akankah tunggal yang menentukan peristiwa, termasuk perubahan-perubahan yang
terjadi dalam urusan negara. Muslim berkomitmen untuk Jihad, yang tidak, dalam
contoh pertama, berarti perang, tetapi hanya usaha benar dan tindakan yang benar.
Menurut ajaran Al Qur'an, tindakan yang benar yang subur dan produktif, dan
7
buahnya bertahan. Tindakan yang salah adalah steril. Dalam pandangan Islam, pidato
termasuk kategori tindakan, dan Islam, lebih dari agama lain, mengakui kekuatan
kata. Untuk menyatakan kebenaran dan untuk mengecam penindasan, ketidakadilan
dan korupsi adalah tugas politik serta satu pribadi. Selain itu, pengalaman sejarah
kaum muslim 'menunjukkan kepada mereka bahwa kebenaran dan realisme sering
bertepatan. Dengan melihat ke belakang jelas bahwa negarawan yang bertindak murni
dalam hal realpolitik, menyisihkan semua prinsip yang lebih tinggi, telah terbukti
salah lebih sering daripada benar bahkan pada tingkat politik praktis. Prinsip tidak
"ideal", mereka menyediakan kerangka kerja untuk tindakan yang efektif.
Dalam terang pertimbangan ini, apa yang bisa fungsi, di bidang hubungan
luar negeri, dari Partai Islam di negara di mana umat Islam hanya merupakan
minoritas kecil? . Fungsinya adalah untuk memberikan suara kepada minoritas yang
dan keprihatinan seluruh dunia, sementara, pada saat yang sama, menyatakan prinsip
dan nilai-nilai yang berlaku universal. Itu ada juga untuk membawa untuk
menanggung mempengaruhi seperti itu mungkin memperoleh pada mereka yang
memegang kekuasaan dalam bangsa dan untuk berbicara persuasif untuk pria dan
wanita yang baik akan di komunitas mayoritas. Hal ini, pada saat yang sama, hak -
bertindak atas nama minoritas Muslim - untuk mencari representasi dalam "koridor
kekuasaan".
Dalam memberikan pengaruh seperti itu mungkin, sebuah Partai Islam
memiliki kewajiban untuk berbicara juga atas nama minoritas muslim lain yang
menderita penindasan. Sebuah kasus di titik pada saat ini adalah situasi yang
menyakitkan dari kaum muslimin di Bulgaria dan, meskipun pada tingkat lebih
rendah, di bagian lain dari Eropa Timur. Tapi perhatian utama dari partai semacam
itu, seperti juga organisasi-organisasi Muslim lainnya, di manapun mereka berada,
hanya bisa perjuangan berani rakyat Palestina terhadap pendudukan militer. Hal ini
pada hal ini bahwa Partai Islam berharap untuk membuat suaranya didengar paling
efektif. Mereka yang sangat yakin pada kekuatan kata harus memupuk kefasihan dan
persuasi, tidak hanya dalam kepentingan komunitas mereka sendiri tetapi juga, lebih
umum, di jalan perdamaian dan keadilan antara bangsa-bangsa. Sudah saatnya, ketika
kita mendekati tahun 1990-an, untuk suara muslim untuk diberikan mendengar di
negara ini dan di tempat lain di Eropa Barat. Masyarakat tuan rumah mungkin
8
menemukan bahwa prinsip-prinsip Islam telah banyak untuk menawarkan kepada
mereka di era ketidakpastian moral.
Menurut Ali Anwar (2002:195), ada beberapa prinsip politik luar negeri dalam
Islam yaitu :
1. Saling menghormati fakta-fakta dan tarikat-tarikat (Q.S 8:58, 9:4, 16: 91,
17:34)
2. Kehormatan dan integrasi nasional (Q.S 16:92)
3. Keadilan universal/internasional (Q.S 5:8)
4. Menjaga perdamaian abadi (Q.S 5:61)
5. Menjaga kenetralan negara-negara lain (Q.S 4:89-90)
6. Larangan terhadap ekploitasi para imperialis (QS.6:92)
7. Memberikan perlindungan dan dukungan kepadaorang-orang Islam yang hidup
di negara lain (QS.8:72)
8. Bersahabat dengan kekuasaan-kekuasaan netral (Q.S 60:8-9)
9. Kehormatan dalam hubungan internasional (QS. 55:60)
10. Persamaan keadilan untuk para penyerang (QS.2:195, 16:126, 42:40)
1.4 Kontribusi Umat Islam dalam Perpolitikan Nasional
Kontribusi umat Islam dalam perpolitikan nasional tidak bisa dipandang
sebelah mata. Di setiap masa dalam kondisi perpolitikan bangsa ini, Islam selalu
punya pengaruh yang besar. Sejak bangsa ini belum bernama Indonesia, yaitu era
berdirinya kerajaan-kerajaan hingga saat ini, pengaruh perpolitikan bangsa kita tidak
lepas dari pengaruh umat Islam.
Salah satu penyebabnya adalah karena umat Islam menjadi penduduk
mayoritas bangsa ini. Selain itu, dalam ajaran Islam sangat dianjurkan agar
penganutnya senantiasa memberikan kontribusi sebesar-besarnya bagi orang banyak,
bangsa, bahkan dunia. Penguasaan wilayah politik menjadi sarana penting bagi umat
Islam agar bisa memberikan kontribusi bagi bangsa ini.
Sekarang mari kita amati kontribusi umat Islam dalam perpolitikan nasional di
setiap era/ masa bangsa ini.
9
1. Era Kerajaan-Kerajaan Islam Berjaya
Pengaruh Islam terhadap perpolitikan nasional punya akar sejarah yang cukup
panjang. Jauh sebelum penjajah kolonial bercokol di tanah air, sudah berdiri beberapa
kerajaan Islam besar. Kejayaan kerajaan Islam di tanah air berlangsung antara abad
ke-13 hingga abad ke-16 Masehi.
2. Era Kolonial dan Kemerdekaan (Orde Lama)
Peranan Islam dan umatnya tidak dapat dilepaskan terhadap pembangunan
politik di Indonesia baik pada masa kolonial maupun masa kemerdekaan. Pada masa
kolonial Islam harus berperang menghadapi ideologi kolonialisme sedangkan pada
masa kemerdekaan Islam harus berhadapan dengan ideologi tertentu macam
komunisme dengan segala intriknya.
Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa sejarah secara tegas menyatakan kalau
pemimpin-pemimpin Islam punya andil besar terhadap perumusan NKRI. Baik itu
mulai dari penanaman nilai-nilai nasionalisme hingga perumusan Undang-Undang
Dasar Negara.
Para pemimpin Islam terutama dari Serikat Islam pernah mengusulkan agar
Indonesia berdiri di atas Daulah Islamiyah yang tertuang di dalam Piagam Jakarta.
Namun, format tersebut hanya bertahan selama 57 hari karena adanya protes dari
kaum umat beragama lainnya. Kemudian, pada tanggal 18 Agustus 1945, Indonesia
menetapkan Pancasila sebagai filosofis negara.
3. Era Orde Baru
Pemerintahan masa orde baru menetapkan Pancasila sebagai satu-satunya asas
di dalam negara. Ideologi politik lainnya dipasung dan tidak boleh ditampilkan,
termasuk ideologi politik Islam. Hal ini menyebabkan terjadinya kondisi depolitisasi
politik di dalam perpolitikan Islam.
Politik Islam terpecah menjadi dua kelompok. Kelompok pertama di sebut
kaum skripturalis yang hidup dalam suasana depolitisasi dan konflik dengan
pemerintah. Kelompok kedua adalah kaum subtansialis yang mendukung
pemerintahan dan menginginkan agar Islam tidak terjun ke dunia politik.
10
4. Era Reformasi
Bulan Mei 1997 merupakan awal dari era reformasi. Saat itu rakyat Indonesia
bersatu untuk menumbangkan rezim tirani Soeharto. Perjuangan reformasi tidak lepas
dari peran para pemimpin Islam pada saat itu. Beberapa pemimpin Islam yang turut
mendukung reformasi adalah KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur), ketua Nahdatul
Ulama.
Muncul juga nama Nurcholis Majid (Cak Nur), cendikiawan yang lahir dari
kalangan santri. Juga muncul Amin Rais dari kalangan Muhamadiyah. Bertahun-
tahun reformasi bergulir, kiprah umat Islam dalam panggung politik pun semakin
diperhitungkan.
Umat Islam mulai kembali memunculkan dirinya tanpa malu dan takut lagi
menggunakan label Islam. Perpolitikan Islam selama reformasi juga berhasil
menjadikan Pancasila bukan lagi sebagai satu-satunya asas. Partai-partai politik juga
boleh menggunakan asas Islam.
Kemudian bermunculanlah berbagai partai politik dengan asas dan label Islam.
Partai-partai politik yang berasaskan Islam, antara lain PKB, PKU, PNU, PBR, PKS,
PKNU, dan lain-lain.
Dalam kondisi bangsa yang sangat memprihatinkan sekarang, sudah waktunya
umat Islam untuk terjun dalam perjuangan politik yang lebih serius. Umat islam tidak
boleh lagi bermain di wilayah pinggiran sejarah. Umat Islam harus menyiapkan diri
untuk memunculkan pemimpin-pemimpin yang handal, cerdas, berahklak mulia,
profesional, dan punya integritas diri yang tangguh.
Umat Islam di Indonesia diharapkan tidak lagi termarginalisasi dalam
panggung politik. Politik Islam harus mampu merepresentasikan idealismenya sebagai
rahmatan lil alamin dan dapat memberikan kontribusi yang besar bagi bangsa ini.
Umat Islam mutlak diperlukan dalam rangka membina stbilitas politik yang
merupakan tumpuan harapan bangsa. Pada hakikatnya ini juga metupakan tumpuan
agama dalam kehidupan bernegara. Karenanya, para intelektual muslim dituntut oleh
kemampuan ilmiahnya, bahkan oleh agama, untuk memelihara dan menaggulangi
11
problem-problem yang dapat mengeruhkan stabilitas tersebut. Hal ini secara
gamblang dinyatakan oleh Nabi dalam sabdanya : “ imam (pemerintah) yang berlaku
aniaya lebih baik dari kekacauan. Walaupun keduanya jelek, namun dalam beberapa
kejelekan hendaknya terdapat pilihan.”
Islam sebagai sebuah ajaran yang mencakup persoalan spiritual dan politik
telah memberikan kontribusi yang cukup signifikan terhadap kehidupan politik di
Indonesia. Pertama ditandai dengan munculya partai-partai berasaskan Islam serta
partai nasionalis berbasis umat islam dan kedua dengan ditandai sikap pro aktif tokoh-
tokoh politik islam dan umat islam terhadap keutuhan negara kesatuan Republik
Indonesia, sejak proses awal kemerdekaan sampai jaman reformasi. Berkaitan dengan
keutuhan negara, misalnya Muhammad Natsir pernah menyerukan umat islam agar
tidak mempertentangkan Pancasila dengan Islam.Dalam pandangan islam, perumusan
Pancasila bukan merupakan sesuatu yang bertentangan dengan ajaran Al qur’an,
karena nilai-nilai yang terdapat dalam pancasila juga merupakan bagian dari nilai-
nilai yang terdapat dalam al qur’an. Demi keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa,
umat Islam rela menghilangkan tujuh kata dari sila pertama pancasila yaitu kata-kata “
kewajiban melaksanakan syariat islam bagi para pemeluknya”
Umat Islam Indonesia dapat menyetujui Pancasila dan UUD 1945 setidak-
tidaknya atas dua pertimbangan. Pertama. Nilai-nilainya dibenarkan oleh ajaran
agama Islam, Kedua, fungsinya sebagai nuktahnuktah kesepakatan antar berbagai
golongan untuk mewujudkan kesatuan politik bersama.
1.5 Kepemimpinan Dan Manajemen
Apa itu kepemimpinan, dan apa perbedaan antara kepemimpinan dan manajemen?
perbedaan adalah:
Kepemimpinan adalah menetapkan arah baru atau visi untuk kelompok yang
mereka ikuti, yaitu: pemimpin adalah ujung tombak untuk itu arah baru
Manajemen kontrol atau mengarahkan orang / sumber daya dalam kelompok
sesuai dengan prinsip-prinsip atau nilai-nilai yang telah ditetapkan.
12
Perbedaan antara kepemimpinan dan manajemen dapat digambarkan dengan
mempertimbangkan apa yang terjadi bila Anda memiliki satu tanpa yang lain.
Kepemimpinan tanpa manajemen
Menetapkan arah atau visi yang lainnya mengikuti, tanpa mempertimbangkan terlalu
banyak bagaimana arah baru akan dicapai. Orang lain maka harus bekerja keras dalam
jejak yang tertinggal, mengambil potongan-potongan dan membuatnya bekerja.
Misalnya: di Lord of the Rings, di dewan Elrond, menyelamatkan Frodo Baggins
dewan dari konflik dengan mengambil tanggung jawab untuk pencarian
menghancurkan cincin - tetapi sebagian besar manajemen kelompok datang dari orang
lain.
Manajemen tanpa kepemimpinan
Kontrol sumber daya untuk mempertahankan status quo atau memastikan sesuatu
terjadi sesuai dengan rencana yang sudah ditetapkan. Misalnya: wasit mengelola
sebuah permainan olahraga, tetapi tidak biasanya memberikan "kepemimpinan"
karena tidak ada perubahan baru, tidak ada arah baru - wasit adalah mengendalikan
sumber daya untuk memastikan bahwa hukum dari permainan diikuti dan status quo
dipertahankan.
Kepemimpinan dikombinasikan dengan manajemen
Tidak baik - itu baik menetapkan arah baru dan mengelola sumber daya untuk
mencapainya. Misalnya: seorang presiden baru terpilih atau perdana menteri.
Kepemimpinan dan Manajemen Ringkasan
Kepemimpinan adalah tentang pengaturan arah baru untuk kelompok, manajemen
adalah tentang memimpin dan mengendalikan sesuai dengan prinsip yang ditetapkan.
Namun, seseorang dapat menjadi pemimpin simbolis jika mereka muncul sebagai
ujung tombak arah kelompok set untuk dirinya sendiri.
13
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Kesimpulan dari makalah yang telah kami buat adalah Islam mengajarkan
system politik dan prinsip-prinsipnya serta mengatur tentang kepemimpinan dalam
berpolitik menurut islam.
Saran
Diharapkan dengan materi yang telah kami sampaikan melalui makalah ini,
dapat menjadi pedoman bagi umat Islam untuk menjalankan politik di Negara ini agar
sesuatu yang dikerjakan bernilaikan ibadah dan mendapatkan pahala serta tidak terjadi
penyimpangan-penyimpangan yang dapat merugikan berbagai pihak.
14