sistem imun keseluruhan dan antigen-antibodi.docx

35
MAKALAH IMUNOLOGI “Sistem Imun Keseluruhan, Sistem Imun Spesifik dan Nonspesifik, dan Antigen- Antibodi” Disusun Oleh : Putri Nur Handayani 1111102000104 Farmasi V D Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Upload: putri-nur-handayani

Post on 26-Oct-2015

273 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

sistem imun spesifik dan sistem imun nonspesifik, antigen-antibodi

TRANSCRIPT

Page 1: sistem imun keseluruhan dan antigen-antibodi.docx

MAKALAH IMUNOLOGI

“Sistem Imun Keseluruhan, Sistem Imun Spesifik dan Nonspesifik, dan

Antigen- Antibodi”

Disusun Oleh :

Putri Nur Handayani

1111102000104

Farmasi V D

Program Studi Farmasi

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

2013

Page 2: sistem imun keseluruhan dan antigen-antibodi.docx

Sistem Imun Keseluruhan, Sistem Imun Spesifik dan Sistem Imun Non

Spesifik

A. Definisi Imunitas

Imunitas diartikan sebagai semua mekanisme yang membantu makhluk hidup untuk

melindungi dirinya dari serangan mikroorganisme yang patogen. Perlindugan tersebut

termasuk pencegahan dari masukknya mikroorganisme patogen dan penghancuran dari

mikroorganisme patogen tersebut ketika sudah masuk ke dalam tubuh dengan atau tanpa

kerusakan pada jaringan sendiri (Hanri, 2009).

Bila sistem imun terpapar dengan zat yang dianggap asing, maka ada dua jenis respon

imun yang akan berperan yaitu respon imun non spesifik dan respon imun spesifik (Henri,

2009).

B. Pembagiaan Sistem Imun

Secara garis besar, sistem pertahanan tubuh dibedakan atas sistem pertahanan tubuh

nonspesifik dan spesifik. Sistem pertahanan tubuh nonspesifik tidak membedakan

mikroorganisme patogen satu dengan lainnya. Sistem ini merupakan pertahanan pertama

terhadap infeksi. Adapun sistem pertahanan tubuh spesifik bekerja hanya jika patogen

tertentu memasuki tubuh dan telah melewati sistem pertahanan tubuh nonspesifik

internal.

1

Page 3: sistem imun keseluruhan dan antigen-antibodi.docx

1. Sistem Imun Non-Spesifik ( Innate Imunity )

Sistem imun non-spesifik merupakan pertahanan tubuh terdepan dalam

menghadapi serangan berbagai mikroorganisme, karena dapat memberikan respon

langsung terhadap antigen. Sistem tersebut disebut non-spesifik karena tidak

ditujukan terhadap mikroorganisme tertentu. (Bratawidjaja, 2009).

Komponen-kompenen sistem imun non-spesifik terdiri atas:

a. Pertahanan fisik/mekanis

Dalam sistem pertahanan fisik atau mekanik ini, kulit, selaput lendir, silia saluran

napas, batuk dan bersin akan mencegah masuknya berbagai kuman patogen ke

dalam tubuh. Kulit yang rusak misalnya oleh luka bakar dan selaput lendir yang

rusak oleh asap rokok akan meninggikan risiko infeksi (Baratawidjaja, 2009).

Menurut Baratawidjaja dan Rengganis (2009), mekanisme imunitas non-spesifik

terhadap bakteri pada tingkat sawar fisik seperti kulit atau permukaan mukosa :

1) Bakteri yang bersifat simbiotik atau komensal yang ditemukan pada kulit

menempati daerah terbatas pada kulit dan menggunakan hanya sedikit nutrien,

sehingga kolonisasi oleh mikroorganisme patogen sulit terjadi.

2) Kulit merupakan sawar fisik efektif dan pertumbuhan bakteri dihambat

sehingga agen patogen yang menempel akan dihambat oleh pH rendah dari

asam laktat yang terkandung dalam sebum yang dilepas kelenjar keringat.

3) Sekret dipermukaan mukosa mengandung enzim destruktif seperti lisozim

yang menghancurkan dinding sel bakteri.

4) Saluran napas dilindungi oleh gerakan mukosiliar sehingga lapisa mukosa

secara terus menerus digerakkan menuju arah nasofaring.

5) Bakteri ditangkap oleh mukus sehingga dapat disingkirkan dari saluran napas.

6) Sekresi mukosa saluran napas dan saluran cerna mengandung peptida

antimikrobial yang dapat memusnahkan mikroba patogen.

7) Mikroba patogen yang berhasil menembus sawar fisik dan masuk ke jaringan

dibawahnya dapat dimusnahkan dengan bantuan komplemen dan dicerna oleh

fagosit.

2

Page 4: sistem imun keseluruhan dan antigen-antibodi.docx

b. Pertahanan biokimiawi

Pertahanan biokimiawi adalah seperti asam hidroklorida dalam lambung, enzim

proteolitik dalam usus, serta lisozim dalam keringat, air mata, dan air susu.

Lisozim dalam keringat, ludah, air mata dan air susu ibu, melindungi tubuh

terhadap berbagai kuman postif-Gram oleh karena dapat menghancurkan lapisan

peptidoglikan dinding bakteri. Air susu ibu juga mengandung laktooksidase dan

asam neuraminik yang mempunyai sifat antibakterial terhafap E.koli dan

stafilokokus (Baratawidjaja, 2009).

c. Pertahanan humoral

Komplemen

Sistem komplemen tersusun lebih dari 20 protein plasma. Sistem ini

mempunyai fungsi antimikroba non-spesifik dan merupakan sistem aplikasi

yang efektif untuk memperkuat mekanisme pertahanan non-spesifik dan

spesifik (Wahab, 2002). Berbagai bahan seperti antigen dan kompleks imun

dapat mengaktivsi komplemen sehingga menghasilkan berbagai mediator yang

mempunyai sifat biologi yang aktif, yang menyebabkan lisis bakteri atau sel,

memproduksi mediator pro-inflamasi yang dapat memperkuat proses dan

solubilisasi kompleks antigen-antibodi. Komplemen memiliki 3 jalur, yaitu

jalur klasik, alternatif dan membrane attack pathway.

3

Page 5: sistem imun keseluruhan dan antigen-antibodi.docx

Interferon

Interferon adalah sitokin berupa glikoprotein yang diproduksi makrofag yang

diaktifkan, sel NK dan berbagai sel tubuh yang mengandung nukleus dan

dilepas sebagai respons terhadap infeksi virus. IFN mempunya sifat antivirus

dan dapat menginduksi sel-sel sekitar sel yang terinfeksi virus menjadi resisten

terhadap virus. Di samping itu,IFN juga adapat mengaktifkan sel NK. Sel yang

diinfeksi virus atau menjadi ganas akan menunjukkan perubahan pada

permukaannya yang akan dikenal dan dihancurkan sel NK. Dengan demikian

penyebaran virus dapat dicegah (Baratawidjaja, 2009).

C-Reactive Protein

CRP merupakan salah satu protein fase akut, termasuk golongan protein yang

kadarnya dalam darah meningkat pada infeksi akut sebagai respons imunitas

non-spesifik. CRP mengikat berbagai mikroorganisme yang membentuk

kompleks dam mengaktifkan komplemen jalur klasik. Pengukuran CRP

berguna untuk menilai aktivitas penyakit inflamasi. CRP dapat meningkat

100x atau lebih dan berperan pada imunitas non-spesifik yang dengan bantuan

Ca++ dapat mengikat berbagai molekul antara lain fosforilkolin yang

ditemukan pada permukaan bakteri/jamur dan dapat mengaktifkan komplemen

(jalur klasik). CRP juga mengikat protein C dari pneumokok dan berupa

opsonin. Peningkatan sintesis CRP akan meningkatkam viskositas plasma

sehingga laju endap darah juga akan meningkat. Adanya CRP yang tetap

tinggi menunjukan infeksi yang persisten (Baratawidjaja, 2009).

4

Page 6: sistem imun keseluruhan dan antigen-antibodi.docx

d. Pertahanan selular

Fagosit

Sel utama yang berperan dalam pertahanan non-pesifik adalah sel

mononuklear (monosit dan makrofag) serta sel polimorfonuklear atau

granulosit. Sel-sel ini berperan sebagai sel yang menangkap antigen, mengolah

dan selanjutnya mempresentasikannya kepada sel T, yang dikenal sebagai sel

penyaji atau APC. Kedua sel tersebut berasal dari sel asal hemopoietik.

Granulosit hidup pendek, mengandung granul yang berisikan enzim hidrolitik.

Beberapa granul berisikan pula laktoferin yang bersifat bakterisidal

(Baratawidjaja, 2009).

Makrofag

Monosit ditemukan dalam sirkulasi, tetapi dalam jumlah yang lebih sedikit

dibanding neutrofil. Monosit bermigrasi ke jaringan dan di sana

berdiferensiasi menjadi makrofag yang seterusnya hidup dalam jaringan

sebagai makrofag residen. Sel kuppfer adalah makrofag dalam hati, histiosit

dalam jaringan ikat, makrofag alveolar di paru, sel glia di otak, dan sel

langerhans di kulit.

5

Page 7: sistem imun keseluruhan dan antigen-antibodi.docx

Makrofag dapat hidup lama, mempunyai beberapa granul dan melepas

berbagai bahan, antara lain lisozim, komplemen, interferon dan sitokin yang

semuanya memberikan kontribusi dalam pertahanan nonspesifik dan spesifik

(Mardjono dan Shidarta, 2006).

Sel NK (Natural Killer)

Jumlah sel NK sekitar 5-15% dari limfosit dalam sirkulasi dan 45% dari

limfosit dalam jaringan. Sel tersebut berfungsi dalam imunitas nonspesifik

terhadap virus dan sel tumor. Secara morfologis sel NK merupakan limfosit

dengan granul besar. Ciri-cirinya yaitu memiliki banyak sekali sitoplasma

(limfosit T dan B hanya sedikit), granul sitoplasma azurofilik, pseudopodia

dan nukleus eksentris (Baratawidjaja, 2009).

Pertemuan antara hospes dengan benda asing menimbulkan respon elemen

fagosit ke daerah tempat benda asing tersebut masuk. Hal ini dapat terjadi

sebagai bagian dari respon inflamatoris.

1) Inflamasi

Setelah ancaman injuri jaringan, terjadi perluasan seluler dan sistematik,

dimana hospes mencaba unutuk menormalkan dan memelihara

homeostatis dari lingkungan yang merugikan. Bersamaan dengan respon

inflamatoris timbul beberapa kejadian sistematik yang melibatkan demam

dan beberapa fenomena hematologik. Respon demam ini diduga

menggambarkan peningkatan aktifitas metabolik setelah injuri.

Mekanisme terjadinya demam diduga akibat lepasnya pirogen endogen

dari leukosit hospes. Kenaikan angka leukosit pada saat infeksi bakteri

atau ada injuri jaringan.

2) Fagositosis

Sekali begerak sel-sel fagositosis melakukan serangan pada sasarannya

dengan proses yang disebut fagositosis yaitu suatu upaya multiphase yang

memerlukan langkah-langkah sebagai berikut: pengenalan (recognition)

dari benda yang akan dicerna, gerakan ke arah obyek (kemotaksis),

perlekatan, penelanan (ingestion) intraseluler oleh mekanisme mikroba-

mikroba. Banyak mikroorganisme menghasilkan faktor kemotaksis yang

menarik sel-sel fagositosit. Kerusakan dalam kemotaksis mungkin

menyebabkan kerentangan yang luar biasa terhadap infeksi tertentu

(Wahab, 2002).

6

Page 8: sistem imun keseluruhan dan antigen-antibodi.docx

2. Sistem Imun Spesifik ( Aquired Immunity )

Sistem imun spesifik mempunyai kemampuan untuk mengenal benda yang

dianggap asing bagi dirinya. Benda asing yang pertama kali terpajan dengan tubuh

segera dikenal oleh sistem imun spesifik. Pajanan tersebut menimbulkan

sensitifitatasi, sehingga antigen yang sama dan masuk tubuh untuk kedua kali

akan dikenal lebih cepat dan kemudian dihancurkan. Oleh karena itu, sistem

tersebut disebut spesifik. Untuk menghancurkan benda asing yang berbahaya bagi

tubuh, sistem imun spesifik dapat bekerja tanpa bantuan sistem imun nonspesifik.

Namun pada umumnya terjalin kerjasama yang baik antara sistem imun

nonspesifik dan spesifik seperti antara komplemen-fagosit-antibodi dan antara

makrofag dengan sel T (Baratawidjaja, 2009).

Sistem pertahanan spesifik terutama tergantung pada sel-sel limfoid. Ada dua

populasi utama sel limfoid, yaitu sel T dan sel B. Rasio sel T terhadap sel B

sekitar 3 : Limfosit berkembang pada organ limfoid primer, sel T berkembang di

timus, sedangkan sel B di hepar janin atau di sumsum tulang. Kedua jenis sel

tersebut kemudian akan bermigrasi ke jaringan limfoid sekunder, tempatnya

merespon antigen (Wahab, 2002).

Sistem imun spesifik terdiri atas sistem humoral dan sistem seluler. Pada imunitas

humoral, sel B melepas antibodi untuk menyingkirkan mikroba ekstraselular. Pada

imunitas seluler, sel T mengaktifkan makrofag sebagai efektor untuk

menghancurkan mikroba atau mengaktifkan sel CTC/Tc sebagai efektor yang

menghancurkan sel terinfeksi (Baratawidjaja, 2010).

a. Sistem Imun Spesifik Humoral

Limfosit B atau sel B berperan dalam sistem imun spesifik humoral. Sel B

tersebut berasal dari sel asal multipoten. Pada unggas sel asal tersebut akan

berdiferensiasi menjadi sel B di dalam alat yang disebut Bursa Fabricius yang

terletak dekat kloaka. Bila sel B dirangsang oleh benda asing, maka sel

tersebut akan berproliferasi dan berkembang menjadi sel plasma yang dapat

membentuk zat antibodi. Antibodi yang dilepas dapat ditemukan di dalam

serum. Fungsi utama antibodi ini ialah untuk pertahanan terhadap infeksi

virus, bakteri (ekstraselular), dan dapat menetralkan toksinnya. Sel B

merupakan asal dari sel plasma yang membentuk imunoglobulin (Ig) yang

terdiri atas IgG, IgM, IgA, IgE dan IgD. IgD berfungsi sebagai opsonin, dapat

7

Page 9: sistem imun keseluruhan dan antigen-antibodi.docx

mengaglutinasikan kuman/virus, menetralisir toksin dan virus, mengaktifkan

komplemen (jalur klasik) dan berperanan pada Antibody Dependent Cellular

Cytotoxicity (ADCC). ADCC tidak hanya merusak sel tunggal tetapi juga

mikroorganisme multiselular seperti telur skistosoma, kanker, penolakan

transplan, sedang ADCC melalui neutrofil dan eosinofil berperan pada

imunitas parasit. IgM dibentuk terdahulu pada respons imun primer sehingga

kadar IgM yang tinggi menunjukkan adanya infeksi dini.

IgM merupakan aglutinator antigen serta aktivator komplemen (jalur klasik)

yang poten. IgA ditemukan sedikit dalam sekresi saluran napas, cerna dan

kemih, air mata, keringat, ludah dan air susu ibu dalam bentuk IgA sekretori

(sIgA). IgA dan sIgA dapat menetralisir toksin, virus, mengaglutinasikan

kuman dan mengaktifkan komplemen (jalur alternatif). IgE berperanan pada

alergi, infeksi cacing, skistosomiasis, penyakit hidatid, trikinosis. Peranan IgD

belum banyak diketahui dan diduga mempunyai efek antibodi pada alergi

makanan dan autoantigen (Baratawidjaja, 2009).

Sel B mengenali epitop pada permukaan antigen dengan menggunakan

molekul antibodi. Jika dirangsang melalui kontak langsung, sel B

berproliferasi, dan klon yang dihasilkan dapat mengeluarkan antibodi yang

spesifisitas adalah sama dengan reseptor permukaan sel yang mengikat epitop

tersebut. Tanggapan biasanya melibatkan klon yang berbeda dari limfosit dan

oleh karena itu disebut sebagai poliklonal. Untuk setiap epitop terdapat

beberapa klon limfosit yang berbeda dengan berbagai sel B reseptor, yang

masing-masing mengenali epitop dengan cara yang sedikit berbeda dan

dengan kekuatan mengikat yang berbeda pula (afinitas) (Delves and Ivan,

2000).

8

Page 10: sistem imun keseluruhan dan antigen-antibodi.docx

b. Sistem Imun Spesifik Seluler

Imunitas seluler ditengahi oleh sekelompok limfosit yang berdiferensiasi di

bawah pengaruh timus (Thymus), sehingga diberi nama sel T. Cabang efektor

imunitas spesifik ini dilaksanakan langsung oleh limfosit yang tersensitisasi

spesifik atau oleh produk-produk sel spesifik yang dibentuk pada interaksi

antara imunogen dengan limfosit-limfosit tersensitisasi spesifik. Produk-

produk sel spesifikasi ini ialah limfokin-limfokin termasuk penghambat

migrasi (migration inhibition factor = MIF), sitotoksin, interferon dan lain

sebagainya yang menjadi efektor molekul-molekul dari imunitas seluler

(Delves and Ivan, 2000).

Sel T merupakan 65-80% dari semua limfosit dalam sirkulasi. Kebanyakan sel

T mempunyai 3 glikoprotein permukaan yang dapat diketahui dengan antibodi

monoklonal T11, T1 dan T3 (singkatan T berasal dari Ortho yang membuat

antibodi tersebut) (Delves and Ivan, 2000). Fungsi sel T umumnya ialah:

1) Membantu sel B dalam memproduksi antibodi

2) Mengenal dan menghancurkan sel yang diinfeksi virus

3) Mengaktifkan makrofag dalam fagositosis

4) Mengontrol ambang dan kualitas sistem imun (Baratawidjaya, 2009).

Pada tubuh ditemui beberapa jenis sel T, yaitu T”helper” atau Th; T”inducer”,

T”delayed hypersensitivity” atau Td, T”cytotoxic” atau Tc dan T”supressor”

atau Ts. T”helper” atau Th membantu sel B dalam pembuatan “antibodi”.

9

Page 11: sistem imun keseluruhan dan antigen-antibodi.docx

Untuk membuat antibodi terhadap kebanyakan antigen, baik sel B maupun sel

T harus mampu mengenali kembali bagian-bagian tertentu dari antigennya. Th

bekerja sama juga dengan Tc dalam pengenalan kembali sel-sel yang dilanda

infeksi viral dan jaringan cangkokan alogenik. Th membuat dan melepaskan

limfokin yang diperlukan untuk menggalakkan makrofag dan tipe sel lainnya.

T”inducer” adalah istilah yang digunakan untuk Th yang sedang

menggalakkan jenis sel T lainnya. T”delayed hypersensitivity” atau Td adalah

sel T yang bertanggungjawab atas pengarahan makrofag dan sel-sel inflamasi

lainnya ke tempat-tempat dimana terjadi reaksi hipersensitivitas yang

terlambat.

Mungkin sekali Td bukan suatu sub jenis sel T melainkan kelompok Th yang

sangat aktif. T”citotoxic” atau Tc adalah sel T yang bertugas memusnahkan

sel atau jaringan cangkokan alogenik dan sel-sel yang dilanda infeksi viral,

yang dikenali kembali dalam interaksi dengan berbagai antigen dalam MHC

molekul pada permukaaan sel tujuannya. T ”supressor” atau Ts mengatur

kegiatan sel T lain dan sel B. Sel tersebut dapat dikelompokkan dalam 2

golongan , yaitu Tc yang dapat menekan aktivitas sel yang memiliki reseptor

antigen spesifik atau yang non-spesifik (Black, 2002)

C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Respon Imun

Ada sejumlah faktor yang memodifikasi mekanisme imunitas tubuh yaitu faktor

intrinsik dan faktor ekstrinsik (Joseph, 1993; Subowo, 1993 ).

1) Faktor intrinsik (Joseph, 1993; Subowo, 1993 ).

Faktor intrinsik merupakan faktor yang dapat mempengaruhi dan memodifikasi

respon imun, yang termasuk ke dalam faktor ini adalah :

1. Faktor metabolik

Hormon tertentu ternyata dapat mempengaruhi respon imun tubuh. Misalnya pada

keadaan hipoadrenal dan hipotiroidisme akan mengakibatkan menurunnya daya

tahan terhadap infeksi. Demikian pula pada orang-orang yang mendapat

pengobatan sediaan steroid sangat mudah mendapatkan infeksi bakteri maupun

virus. Steroid tersebut mengakibatkan terhambatnya fagositosis, produksi antibodi

dan menghambat proses radang. Termasuk golongan hormon steroid yaitu hormon

androgen, esterogen dan progesteron diduga merupakan faktor pengubah terhadap

10

Page 12: sistem imun keseluruhan dan antigen-antibodi.docx

respon imun. Terbukti dengan adanya perbedaan jumlah penderita antara laki-laki

dan wanita yang mengidap penyakit imun tertentu.

2. Faktor anatomi

Garis pertahanan pertama dalam menghadapi invasi mikroba biasanya terdapat

pada kulit dan selaput lendir yang melapisi permukaan luar dan dalam tubuh.

Struktur jaringan yang dimaksud bertindak sebagai imunitas alamiah dengan

menyediakan suatu rintangan fisik yang efektif. Adanya kerusakan pada

permukaan kulit atau selaput lendir akan mudah menyebabkan seseorang terkena

penyakit.

3. Faktor umur

Perkembangan sistem imun seseorang dimulai sejak di dalam kandungan, maka

efektifitasnya dimulai dari keadaan lemah dan meningkat dengan bertambahnya

umur. Hal ini tidaklah berarti bahwa pada umur usia lanjut sistem imun akan

bekerja secara maksimal. Namun sebaliknya fungsi sistem imun pada usia lanjut

akan menurun, walaupun pada usia lanjut yang bersangkutan tidak mengalami

gangguan sistem imun. Hal ini disebabkan karena pengaruh kemunduran biologik

secara umum,

juga jelas berkaitan dengan menyusutnya kelenjar tymus apabila umur makin

lanjut. Keadaan tersebut akan mengakibatkan perubahan-perubahan respon imun

seluler dan

humoral. Maka di usia lanjut akan timbul berbagai kelainan yang melibatkan

sistem imun akan bertambah. Misalnya resiko menderita penyakit autoimun,

penyakit keganasan dan mudah terjangkit infeksi.

4. Faktor genetik

Semua respon imun ada dibawah pengendalian genetik. Pada manusia ada

perbedaan dalam kerentanan terhadap suatu penyakit. Salah satu perkembangan

imun yang menguntungkan adalah teridentifikasinya suatu kompleks genetik,

ialah MHC (major histocompatibility complex) yang mengendalikan respon imun

maupun ekspresi antigen histokompabilitas pada sel. Apabila terjadi kerusakan

pada gen-gen MHC dari manusia maka akan menyebabkan terjadinya suatu

kerusakan pada sistem imunitas seperti menurunnya kemampuan respon imun

serta produksi dari antibodi, rentan terhadap infeksi penyakit, rentan untuk

terjadinya suatu penyakit autoimun dan

alergi.

11

Page 13: sistem imun keseluruhan dan antigen-antibodi.docx

2) Faktor ekstrinsik (Joseph, 1993; Subowo, 1993 ).

Faktor ekstrinsik merupakan faktor yang dapat mempengaruhi dan memodifikasi

respon imun, yang termasuk ke dalam faktor ini adalah lingkungan. Peningkatan

jumlah penderita untuk penyakit infeksi pada masyarakat yang hidup di dalam

lingkungan yang miskin sudah luas diketahui. Hal ini terjadi mungkin karena lebih

banyak menghadapi bibit penyakit atau hilangnya daya tahan yang disebabkan

kurangnya asupan gizi yang disebabkan rendahnya taraf ekonomi.

Keadaan asupan gizi yang kurang akan berpengaruh terhadap status imun seseorang.

Manusia membutuhkan 6 komponen dasar bahan makanan yang dimanfaatkan untuk

pertumbuhan dan menjaga kesehatan tubuh. Keenam komponen tersebut adalah

protein, karbohidrat, lemak, vitamin, mineral dan air. Gizi yang cukup dan sesuai

sangat penting untuk berfungsinya sistem imun secara normal. Kekurangan gizi

merupakan penyebab utama timbulnya imunodefisiensi.

D. Sel-Sel Yang Terlibat Dalam Sistem Imun

Sel yang terlibat dalam sistem imun normalnya berupa sel yang bersirkulasi dalam darah

juga pada cairan lymph. Sel-sel tersebut dapat dijumpai dalam jumlah yang besar pada

organ limfoid, dan dapat ditemukan pula dalam keadaan tersebar pada seluruh jaringan

tubuh kecuali pada central nervous system(CNS). Kemampuan sel-sel tersebut untuk

bersirkulasi dan mengadakan perpindahan antara darah, lymph, dan jaringan merupakan

hal yang sangat penting untuk terjadinya respon imun.

1) Progenitor myeloid

Progenitor myeloid adalah prekursor dari granulosit, makrofag, sel dendritik, dan sel

mast. Makrofag merupakan salah satu dari tipe sel fagosit dalam sistem imun yang

terdistribusi secara luas di dalam berbagai jaringan. Makrofag memiliki kemampuan

untuk bergerak keluar masuk suatu jaringan terutama ketika melaksanakan fungsinya

sebagai efektor pada imunitas innate. Makrofag merupakan bentuk perkembangan

dari monosit. Selama berada pada tahap monosit, sel ini berada dalam sirkulasi darah

namun begitu tumbuh menjadi makrofag segera melakukan migrasi ke dalam

jaringan-jaringan.

12

Page 14: sistem imun keseluruhan dan antigen-antibodi.docx

2) Sel Dendritik.

Sel dendritik (DC) mempunyai tugas untuk menelan antigen dan mempresentasikan

kembali antigen yang telah disederhanakan ke permukaan sel. Presentasi antigen yang

telah sederhana pada permukaan sel dendritik sangat penting maknanya, karena

dengan itu sel-sel limfosit bisa mengenal dan selanjutnya reaksi sistem imun secara

bertahap akan dilaksanakan. Pada perkembangan awal, sel dendritik sebagaimana sel

monosit berada dalam peredaran darah. Sel dendritik yang belum masak segera

mesasuki jaringan. Sel dendritik yang berhadapan dengan patogen akan segera masak

dan mengadakan migrasi ke jaringan lymph node.

3) Sel Mast.

Perkembangan sel mast ini sampai sekarang belum bisa dijelaskan. Sel mast sebagian

besar menempati jaringan di sekitar pembuluh darah kapiler. Peranan utama sel mast

sejauh ini diketahui berhubungan dengan respon alergi dan dipercaya mampu

memberi perlindungan terhadap patogen pada permukaan jaringan mukosa.

4) Sel Granulosit.

Di dalam sitoplasma sel granulosit terdapat granula dalam jumlah yang banyak pada

pengecatan dengan gimsa ataupun yang lain. Di samping itu sel granulosit memiliki

bermacam-macam bentuk inti, sehingga sering disebut polymorphonuclear

leukocytes. Ada tiga macam granulosit, yaitu, neutrofil, eosinofil, dan basofil.

Ketiganya memiliki waktu hidup yang relatif pendek. Jumlah sel-sel granulosit akan

meningkat selama ada reaksi sistem imun. Sel-sel tersebut akan segera mengadakan

13

Page 15: sistem imun keseluruhan dan antigen-antibodi.docx

migrasi ke daerah infeksi atau daerah yang mengalami inflamasi. Neutrofil

merupakan fagosit yang paling banyak

jumlahnya dalam tubuh kita, sehingga bisa dikatakan sebagai komponen selluler

terpenting dalam imunitas innate. Penyakit genetik yang mana neutrofil tidak

berfungsi sebagaimana mestinya, menyebabkan ledakan jumlah bakteri penginfeksi

pada tubuh penderita dan menyebabkan kematian jika tidak mendapatkan

penanganan yang baik dengan cepat. Eosinofil sangatpenting terutama berhubungan

dengan pertahanan terhadap infeksi parasit. Eosinofil akan meningkat jumlahnya

dengan drastis jika terdapat infeksi parasit. Basofil mempunyai fungsi yang sama

dengan eosinofil dan sel mast. Basofil juga memiliki fungsi terkait dengan alergi dan

inflamasi.

5) Progenitor Limfoid.

Progenitor limfoid pada akhirnya berkembang menjadi sel-sel limfosit. Limfosit

dibagi menjadi dua golongan penting, yaitu limfosit B dan limfosit T, yang

selanjutnya lebih dikenal sebagai sel B dan sel T. Sel T dibagi menjadi dua kelas,

kelas pertama disebut sel T sitotoksik (cytotoxic T cell), yang memiliki peranan

membunuh sel-sel yang terinfeksi virus. Sel T sitotoksik ini mengekspresikan molekul

permukaan CD8. CD8 sendiri merupakan protein yang mempunyai kompetensi

berikatan dengan molekul major hystocompatibility complex (MHC) kelas I. Kelas

kedua disebut sel T helper, yang berfungsi membantu aktivitas sel B dan makrofag.

Sel T helper mempunyai ciri mengekspresikan molekul CD4 pada permukaan sel.

14

Page 16: sistem imun keseluruhan dan antigen-antibodi.docx

CD4 ini mempunyai kompetensi berikatan dengan molekul MHC kelas II. Limfosit

tidak memiliki fungsi jika tidak ada antigen yang masuk.

Adanya antigen yang masuk akan meyebabkan terjadinya proliferasi dan akan

menunjukkan fungsi yang spesifik bagi antigen tertentu. Setiap satu limfosit masak

akan membawa satu macam reseptor antigen. Oleh karena itu jika antigen misalnya

berupa bakteri, mengekspresikan bermacam-macam molekul pada permukaannya,

maka akan ditanggapi oleh bermacam-macam klon limfosit sesuai dengan macam

molekul yang ditampilkan oleh bakteri itu. Hal ini membawa kesan bahwa

sesungguhnya dalam tubuh kita telah tersedia jutaan klon yang bertanggung jawab

untuk menanggapi antigen yang masuk sewaktu-waktu. Hanya klon yang terstimuli

oleh antigen yang mengalami aktivasi dan berproliferasi. Reseptor antigen sel B (B-

cell antigen receptor, BCR) merupakan bentuk antibodi yang terikat pada membran

sel. Antibodi yang disekresikan oleh sel B sesungguhnya merupakan reseptor antigen,

dan setiap satu sel B hanya mensekresikan satu macam antibodi. Antibodi berupa

molekul imunoglobulin dan sering disingkat dengan Ig. Reseptor antigen sel T sangat

berbeda dengan reseptor antigen sel B. Reseptor antigen sel T telah terspesifikasi

untuk mendeteksi protein asingatau patogen yang telah masuk ke dalam sel host.

Patogen dapat masuk ke dalam sel host baik melalui proses fagositosis maupun

adanya kemampuan patogen tersebut melakukan penetrasi dan menginfeksi sel host.

Sel limfoid ke tiga yang diketahui punya peranan sebagai imunitas innate adalah sel

natural killer. Sel ini tidak memiliki reseptor yang spesifik sebagaimana sel B dan sel

T. Sel natural killer memiliki kemampuan mengenali dan membunuh sel abnormal

seperti sel-sel tumor dan sel yang telah terinfeksi virus dengan cara mendeteksi

perubahan level MHC yang akan dibahas pada bab lain. Sel NK ini pada prinsipnya

merupakan sel yang terlibat pada sistem imunitas innate karena sel ini tidak

mempunyai spesifikasi terhadap antigen. Sel NK sangat penting peranannya untuk

mendeteksi sel terinfeksi virus yang tidak terdeteksi oleh sel T CD8. Pada umumnya

sel yang terinfeksi virus kehilangan atau terjadi penurunan ekspresi molekul MHC

pada permukaan sel, sehingga kemampuan mempresentasikan antigen asing semakin

kecil. Rendahnya presentasi antigen asing inilah yang menyebabkan sel yang

terinfeksi virus sebagian lolos dari penyergapan yang dilakukan sel T sitotoksik.

Antigen dan Antibodi

15

Page 17: sistem imun keseluruhan dan antigen-antibodi.docx

A. Antigen

Antigen adalah suatu substansi yang mampu merangsang terbentuknya respon imun

yang dapat dideteksi, baik respon imun seluler, respon imun humoral atau kedua-duanya.

Secara fungsional antigen dibagi menjadi imunogen dan hapten. Imunogen

merupakan antigen yang menggambarkan molekul yang memacu respon imun, sedangkan

Hapten adalah molekul berukuran kecil, tidak mampu menstimuli respon imun, tetapi jika

hapten berikatan dengan molekul lain yang berukuran lebih besar, maka ia dapat

menstimulasi respon imun. Hapten biasanya dikenal oleh sel B dan Imunogen atau

molekul pembawa dikenal oleh sel T.

Antigen ditemukan di permukaan seluruh sel, tetapi dalam keadaan normal, sistem

kekebalan seseorang tidak bereaksi terhadap sel-nya sendiri. Sehingga dapat dikatakan

antigen merupakan sebuah zat yang menstimulasi tanggapan imun, terutama dalam

produksi antibodi. Antigen biasanya protein atau polisakarida, tetapi dapat juga berupa

molekul Iainnya. Permukaan bakteri mengandung banyak protein dan polisakarida yang

bersifat antigen, sehingga antigen bisa merupakan bakteri, virus, protein, karbohidrat, sel-

sel kanker, dan racun.

B. Pembagian Antigen

Antigen dapat dibagi menurut epitop, spesifitas, ketergantungan terhadap sel T, sifat

kimiawi dan fungsional:

1. Pembagian antigen menurut epitop:

Unideterminan, univalen : hanya mempunyai 1 jenis determinan pada 1 molekul.

Unideterminan, multivalen : hanya mempunyai 1 jenis determinan tetapi

dikemukakan 2 atau lebih determinan pada 1 molekul.

Multideterminan, univalen : mempunyai banyak determinan tetapi hanya terdiri

dari 1 senyawa (biasanya protein).

Multideterminan, multivalen : mempunyai banyak jenis determinan yang terdiri

dari beberapa komponen senyawa kompleks.

2. Pembagian antigen menurut spesifitas :

Heteroantigen, dimiliki oleh banyak spesies.

Xenoantigen, hanya dimiliki oleh spesies tertentu.

Alloantigen, spesifik untuk individu dalam satu spesies.

Antigen organ spesifik, hanya dimiliki oleh organ antigen.

Autoantigen, dimiliki oleh tubuh sendiri.

16

Page 18: sistem imun keseluruhan dan antigen-antibodi.docx

3. Pembagian antigen menurut ketergantungan terhadap sel T :

T dependen, memerlukan pengenalan oleh sel T dan sel B terlebih dahulu untuk

menimbulkan respon antibodi. Pada umumnya antigen protein termasuk dalam

golongan ini.

T independen, dapat merangsang sel B tanpa bantuan sel T untuk membentuk

antibodi. Misalnya lipopolisakarida, dekstran, levan, dan flagelin polimerik

bakteri.

4. Pembagian antigen menurut sifat kimiawi :

Polisakarida, pada umumnya bersifat imunogenik.

Glikoprotein, terdapat pada permukaan sel mikroorganisme.

Lipid, biasanya tidak bersifat imunogenik, tetapi menjadi imunogenik apabila

terikat dengan protein karier. Lipid dianggap sebagai hapten, misalnya

sphingolipid.

Asam nukleat, tidak bersifat imunogenik, tetapi menjadi imunogenik apabila

terikat dengan protein karier.

Protein, pada umumnya bersifat imunogenik yang memiliki multideterminan yang

univalen.

5. Pembagian antigen menurut hubungan genetika dari asal antigen dan penerima

antigen :

Antigen histokompabilitas, yaitu suatu antigen yang menimbulkan reaksi pada

transplantasi jaringan.

Autoantigen, adalah antigen yang dimiliki oleh seseorang, tetapi karena suatu

sebab dapat menimbulkan antibodi terhadapnya.

Isoantigen, merupakan antigen yang terdapat pada individu lain dalam spesies

yang sama namun secara genetik dapat dikenal oleh penerima, misalnya antigen

yang menentukan golongan darah.

Alloantigen, merupakan antigen yang terdapat pada individu tertentu yang dapat

menimbulkan antibodi pada individu lain dalam satu spesies, karena secara

genetik antigen ini tidak dikenal oleh penerima.

6. Secara fungsional antigen terbagi menjadi 2, yaitu:

Imunogen, yaitu molekul besar (disebut molekul pembawa). Bagian dari molekul

antigen besar yang dikenali oleh sebuah antibodi (oleh reseptor sel-T) atau bagian

antigen yang dapat membuat kontak fisik dengan reseptor antibodi, menginduksi

17

Page 19: sistem imun keseluruhan dan antigen-antibodi.docx

pembentukan antibodi yang dapat diikat dengan spesifik oleh bagian dari antibodi

atau oleh reseptor antibodi, bisa juga disebut determinan antigen atau epitop.

Hapten, yaitu kompleks yang terdiri atas molekul kecil. Bahan kimia ukuran kecil

seperti dinitrofenol dapat diikat antibodi, tetapi bahan tersebut sendiri tidak dapat

mengaktifkan sel B (tidak imunogenik). Untuk mengacu respon antibodi, bahan

kecil tersebut perlu diikat oleh molekul besar. Hapten merupakan sejumlah

molekul kecil yang dapat bereaksi dengan antibodi namun tidak dapat

menginduksi produksi antibodi.

C. Antibodi

Antibodi merupakan biomolekul yang tersusun atas protein dan dibentuk sebagai

respons terhadap keberadaan benda-benda asing yang tidak dikehendaki di dalam tubuh

kita. Benda-benda asing itu disebut antigen. Tiap kali ada benda-benda asing yang masuk

ke dalam tubuh diperlukan 10-14 hari untuk membentuk antibodi. Antibodi dihasilkan

oleh limfosit B atau sel-sel B. Antibodi digunakan untuk menetralkan atau

menghancurkan antigen yang masuk ke dalam tubuh. Setiap detik sekitar 2.000 molekul

antibodi diproduksi oleh sel-sel B. Salah satu contoh peristiwa yang melibatkan antibodi

adalah ketika kulit kita terkena infeksi karena luka maka akan timbul nanah. Nanah itu

merupakan limfosit atau sel-sel B yang mati setelah berperang melawan antigen.

Antibodi dapat ditemukan pada aliran darah dan cairan nonseluler. Antibodi memiliki

struktur molekul yang bersesuaian dengan antigen secara sempurna, seperti anak kunci

dengan lubangnya. Tiap jenis antibodi spesifik terhadap antigen jenis tertentu.

Struktur Antibodi terdiri dari 4 rantai polipeptida, yaitu :

2 Rantai berat (Hc ± High Chain) dengan berat molekul 50.000-77.00

2 Rantai ringan (Lc ± Light Chain) : Rantai Kappa (LO) danLamda (Lλ) dengan berat

molekul 25.000 .

D. Jenis-jenis Antibodi

Antibodi disebut juga immunoglobulin (Ig) atau serum protein globulin, karena

berfungsi untuk melindungi tubuh lewat proses kekebalan. Ada lima macam

immunoglobulin, yaitu IgG, IgM, IgA, IgE, dan IgD.

1. Immunoglobulin G (IgG)

18

Page 20: sistem imun keseluruhan dan antigen-antibodi.docx

IgG terbentuk 2-3 bulan setelah infeksi, kemudian kadarnya meninggi dalam satu

bulan, menurun perlahan-lahan, dan terdapat selama bertahun-tahun dengan kadar

yang rendah. IgG beredar dalam tubuh dan banyak terdapat pada darah, sistem getah

bening, dan usus. Senyawa ini akan terbawa aliran darah langsung menuju tempat

antigen berada dan menghambatnya begitu terdeteksi. Senyawa ini memiliki efek kuat

antibakteri maupun virus, serta menetralkan racun. IgG juga mampu menyelinap

diantara sel-sel dan menyingkirkan mikroorganisme yang masuk ke dalam sel-sel dan

kulit. Karena kemampuan serta ukurannya yang kecil, IgG merupakan satu-satunya

antibodi yang dapat dipindahkan melalui plasenta dari ibu hamil ke janin dalam

kandungannya untuk melindungi janin dari kemungkinannya infeksi yang

menyebabkan kematian bayi sebelum lahir. Selanjutnya immunoglobulin dalam

kolostrum (air susu ibu atau ASI yang pertama kali keluar), memberikan perlindungan

kepada bayi terhadap infeksi sampai sistem kekebalan bayi dapat menghasilkan

antibodi sendiri.

2. Immunoglobulin A (IgA)

Immunoglobulin A atau IgA ditemukan pada bagian-bagian tubuh yang dilapisi oleh

selaput lendir, misalnya hidung, mata, paru-paru, dan usus. IgA juga ditemukan di

dalam darah dan cairan tubuh lainnya, seperti air mata, air liur, ASI, getah lambung,

dan sekresi usus.

Antibodi ini melindungi janin dalam kandungan dari berbagai penyakit. IgA yang

terdapat dalam ASI akan melindungi sistem pencernaan bayi terhadap mikroba karena

tidak terdapat dalam tubuh bayi yang baru lahir.

3. Immunoglobulin M (IgM)

Antibodi ini terdapat pada darah, getah bening, dan pada permukaan sel-sel B. Pada

saat antigen masuk ke dalam tubuh, Immunoglobulin M (IgM) merupakan antibodi

pertama yang dihasilkan tubuh untuk melawan antigen tersebut. IgM terbentuk segera

setelah terjadi infeksi dan menetap selama 1-3 bulan, kemudian menghilang.

Janin dalam rahim mampu memproduksi IgM pada umur kehamilan enam bulan. Jika

janin terinfeksi kuman penyakit, produksi IgM janin akan meningkat. IgM banyak

terdapat di dalam darah, tetapi dalam keadaan normal tidak ditemukan dalam organ

maupun jaringan. Untuk mengetahui apakah janin telah terinfeksi atau tidak, dapat

diketahui dari kadar IgM dalam darah.

4. Immunoglobulin D (IgD)

19

Page 21: sistem imun keseluruhan dan antigen-antibodi.docx

Immunoglobulin D atau IgD juga terdapat dalam darah, getah bening, dan pada

permukaan sel-sel B, tetapi dalam jumlah yang sangat sedikit. IgD ini bertindak

dengan menempelkan dirinya pada permukaan sel-sel T, mereka membantu sel-sel T

menangkap antigen.

5. Immunoglobulin E (IgE)

Immunglobulin E atau IgE merupakan antibodi yang beredar dalam aliran darah.

Antibodi ini kadang juga menimbulkan reaksi alergi akut pada tubuh. Oleh karena itu,

tubuh seorang yang sedang mengalami alergi memiliki kadar IgE yang tinggi. IgE

penting melawan infeksi parasit, misalnya skistosomiasis, yang banayk ditemukan di

negara-negara berkembang.

E. Interaksi Antigen dan Antibodi

Antigen yang masuk ke dalam tubuh akan berikatan dengan reseptor sel limfosit B.

Pengikatan tersebut menyebabkan sel limfosit B berdiferensiasi menjadi sel plasma. Sel

plasma kemudian akan membentuk antibody yang mampu berikatan dengan antigen yang

merangsang pembentukan antibody itu sendiri. Tempat melekatnya antibody pada antigen

disebut epitop, sedangkan tempat melekatnya antigen pada antibodi disebut variabel.

Secara garis besar, interaksi antigen-antibodi adalah seperti berikut:

Antigen/hapten masuk ke tubuh melalui makanan, minuman, udara, injeksi, atau

kontak langsung.

Antigen berikatan dengan antibody.

Histamine keluar dari sel mast dan basofil

Timbul manifestasi alergi

20

Page 22: sistem imun keseluruhan dan antigen-antibodi.docx

Interaksi antigen-antibodi dapat dikategorikan menjadi tingkat primer, sekunder, dan

tersier .

a) Primer

Interaksi tingkat primer adalah saat kejadian awal terikatnya antigen dengan antibody

pada situs identik yang kecil, bernama epitop.

b) Sekunder

Interaksi tingkat sekunder terdiri atas beberapa jenis interaksi, di antaranya:

Netralisasi yaitu jika antibody secara fisik dapat menghalangi sebagian antigen

menimbulkan efek yang merugikan. Contohnya adalah dengan mengikat toksin

bakteri, antibody mencegah zat kimia ini berinteraksi dengan sel yang rentan.

Aglutinasi yaitu jika sel-sel asing yang masuk, misalnya bakteri atau transfuse

darah yang tidak cocok berikatan bersama-sama membentuk gumpalan.

Presipitasi yaitu jika kompleks antigen-antibodi yang terbentuk berukuran terlalu

besar, sehingga tidak dapat bertahan untuk terus berada di larutan dan akhirnya

mengendap.

Fagositosis yaitu jika bagian ekor antibody yang berikatan dengan antigen mampu

mengikat reseptor fagosit (sel penghancur) sehingga memudahkan fagositosis

korban yang mengandung antigen tersebut.

Sitotoksis yaitu saat pengikatan antibody ke antigen juga menginduksi serangan

sel pembawa antigen oleh killer cell (sel K). Sel K serupa dengan natural killer

cell kecuali bahwa sel K mensyaratkan sel sasaran dilapisi oleh antibody sebelum

dapat dihancurkan melalui proses lisis membran plasmanya.

21

Page 23: sistem imun keseluruhan dan antigen-antibodi.docx

c) Tersier

Interaksi tingkat tersier adalah munculnya tanda-tanda biologi dari interaksi antigen-

antibodi yang dapat berguna atau merusak bagi penderitanya. Pengaruh

menguntungkan antara lain: aglutinasi bakteri, lisis bakteri, immunitas mikroba,dan

lain-lain. Sedangkan pengaruh merusak antara lain: edema, reaksi sitolitik berat, dan

defisiensi yang menyebabkan kerentanan terhadap infeksi.

22

Page 24: sistem imun keseluruhan dan antigen-antibodi.docx

Daftar Pustaka

Baratawidjaja, Karnen Garna dan Iris Rengganis. 2009. Imunologi Dasar. Jakarta : Balai

Penerbit FKUI.

Delves, Peter J. dan Ivan M. Roitt. 2000.  Encyclopedia of immunology. Academic Press.

Henri. 2009. Kerusakan Sistem Imunitas Tubuh Pada Sjogren Syndrom. Medan.

Joseph AB. 1993. Imunologi III. Trans. A Samik Wahab. Yogyakarta : Gajah Mada

University Press.

Subowo. 1993. Imunobiologi 2nd ed. Bandung : Angkasa.

Wahab, A. Samik dan Madarina Julia. 2002. Sistem Imun, Imunisasi & Penyakit Imun.

akarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

23