siringomielia revisi
TRANSCRIPT
SIRINGOMIELIA
Definisi Siringomielia
Siringomielia (berasal dari kata Yunani syrinx, “pipa”) adalah suatu gangguan
degeneratif yang kronik progresif dari medulla spinalis dengan gejala klinis adanya amiotrofi
brakhialis dan gangguan kehilangan rasa sensoris dengan tipe disosiasi yang disebabkan
karena adanya ruangan di bagian sentral medulla spinalis, biasanya di daerah servikal dapat
meluas ke atas ke medulla oblongata dan pons, ke bawah ke arah torakal dan lumbal.
Siringomielia merupakan kondisi dimana terdapat kista di dalam medulla spinalis.1 Kavitasi
sentral yang merupakan karakteristik dari siringomielia, biasanya mencakup beberapa
segmen. Jaringan di sekeliling sirings sering memperlihatkan perubahan degeneratif, yang
mungkin disebabkan sebagian karena desakan tekanan oleh cairan yang mengisi kavitas.2
Tipe siringomielia
Menurut Adams dan Victor yang merupakan modifikasi dari Barnet et al, klaisifikasi dari
siringomielia ada empat tipe:
1. Siringomielia dengan sumbatan foramen magnum dan dilatasi kanal sentralis (tipe
perkembangan)
a. Dengan tipe Chiari malformasi I
b. Dengan lesi sumbatan foramen magnum lainnya.
2. Siringomielia tanpa sumbatan foramen magnum (tipe idiopatik)
3. Siringomielia dengan penyakit lain dari medula spinalis (tipe didapat)
4. Hidromielia murni (dilatasi perkembangan dari kanalis sentralis) dengan atau tanpa
hidrosefalus1
Pembagian lainnya membagi siringomielia menjadi 2:
1. Communicating Syringomyelia
Pada kebanyakan kasus, siringomielia dihubungkan dengan abnormalitas otak yang
disebut Chiari type 1 malformation. Kelainan ini disebabkan karena bagian bawah
cerebellum menonjol dari lokasi normal pada belakang kepala ke dalam
cervical/leher, bagian dari medulla spinalis. Sirings akan berkembang dalam daerah
cervikal medulla spinalis. Karena hubungan antara otak dan medulla spinalis pada
tipe ini, maka disebut juga communicating syringomyelia3,4
Tabel 1: Gambaran Neuropatologi dan Gejala klinis pada Malformasi Chiari5
Neuropatologi Gejala klinis
CHIARI TIPE Ia. Caudal displacement tonsil serebelum ke kanalis cervicalis a. Secara tipikal gejala klinis dijumpai pada usia remajab. Terdapat syringomyelia pada 65% kasus. Tersering di cervi- hingga pertengahan.Wanita lebih banyak dari pria.cal cord, kadang-kadangmeluas ke distal atau ke batang otak b. Gejala yang paling sering adalah nyeri (63%), terutama
c. Hydrosefalus dijumpai pada < 10% kasus nyeri kepala yang bertambah berat bila batuk, peregang-
d. Tidak berhubungan dengan anomali otak yang lain an,dan mengedan
c. Terdapat tiga pola gejala utama:
1. Syndrom kompresi batang otak: ataxia, defisit kortikospinal dan
sensorik, paresis saraf kranialis bawah
2. Syndrom medula spinalis bagian sentral (Syringomyelia):
disosiasi sensorik (loss of heat dan pain) biasanya di dada atau
ekstremitas atas.
3. Syndrom serebellar: Ataksia trunkal dan tungkai, nistagmus.
kelemahan anggota gerak (lengan > tungkai), gangguan sensasi
nyeri dan suhu biasanya di dermatom cervical.
CHIARI TIPE IIa. Herniasi vermis, medulla, dan ventrikel IV ke dalam kanalis a. Gejala klinis muncul pada masa bayi dan kanak-kanak.
servikalis b. pada bayi, gejala yang munculsering disertai dengan deteriorasi
b.Terdapat meningomyelocle pada 100% kasus sehubungan dengan kompresi batang otak : disfagia, hilangnya
c. Sebagian besar dengan hidrodefalus refleks menelan stridor, dan paresis pita suara.d. berhubungan dengan kelainan fossa posterior dan otak c. Sindrom kista medula spinalis: spastisitas ekstremitas atas,
multipel gangguan sensorik (nyeri dan suhu)
d. kelemahan (lengan > tungkai). Gangguan sensorik biasanya di
dermatom servikal.
CHIARI TIPE III
a. Jarang dan paling parah a. Dijumpai pada bayi, dengan deteriorasi neurologi berat
b. Herniasi seluruh struktur fossa posterior b. Tidak bertahan hidup
c. sering dengan encephalocele
CHIARI TIPE IV
a. Sebagian ahli tidak mengklasifikasikannya sebagai Gejala klinis berupa defisit neurologi ringan hingga sedang
malformasi Chiari b. kelainan yang sangat jarang berupa hipoplasia serebellar dengan fossa posterior yang kecil
c. jarang dengan hidrosefalus
2.Non-Communicating Syringomyelia
Siringomielia yang terjadi akibat komplikasi trauma, meningitis, hemorrhagic, tumor,
atau arachnoiditis. Pada keadaan ini, sirings berkembang dalam segmen medulla
spinalis yang rusak oleh salah satu kondisi tersebut. Sirings mulai berkembang. Gejala
non-communicating syringomyelia muncul beberapa bulan, atau tahun setelah cedera
awal, dimulai dengan nyeri, lemah, dan gangguan sensorik pada daerah trauma.3
Penyebab Siringomielia
Penyebab siringomielia yang spesifik masih belum diketahui. Keadaan ini disebabkan
oleh gangguan perkembangan dalam pembentukan canalis centralis, paling sering mengenai
batang otak dan daerah cervical medulla spinalis. Penelitian menunjukkan bahwa obstruksi
aliran LCS menyebabkan cairan mengalir ke dalam medulla spinalis bagian tengah dan
menghasilkan sirings.3 Siringomielia umumnya terjadi pada usia 25-40 tahun dengan
insidensi pada laki-laki sedikit lebih besar dibandingkan dengan perempuan.6
Gejala klinis
Gambaran klinis sangat bervariasi tergantung arah pelebaran syrinx ke arah
transversal atau longitudinal. Pelebaran biasanya terjadi ke arah anterior dari kanalis spinalis
daripada ke kanan atau kiri. Siringomielia biasanya berlangsung secara perlahan-lahan.
Perjalanan penyakit bisa sampai bertahun-tahun. Gejala akan tampak akut ketika sudah
mengenai batang otak (seperti siringobulbi). Siringomielia biasanya terjadi di area servikal.
Gejala yang tampak tergantung dari lokasi lesinya.
Gejala umum dari siringomielia terdiri dari sakit kepala, nyeri pada bahu, punggung,
lengan dan kaki, kehilangan kemampuan merasakan panas atau dingin terutama di tangan,
gangguan fungsi miksi dan defekasi, serta gangguan fungsi seksual. Siringomielia paling
sering melibatkan bagian servikal dan mengakibatkan hilangnya rasa nyeri dan suhu pada
bahu dan lengan. Jika kedua kornu anterior mengalami kerusakan, akan terjadi paralisis
flaksid kedua lengan yang berhubungan dengan atrofi. Jika kornu lateral terlibat, lengan dapat
mengalami gangguan trofik, mungkin dalam derajat tertentu di mana jari-jari menjadi cacat.
Kadang-kadang traktus piramidalis berdegenerasi dan degenerasi ini mungkin menjadi
penyebab paresis spastik dari tungkai. Pada kebanyakan kasus, gejala mulai pada dewasa
muda, dan cenderung berkembang lambat.1,2,3
Manifestasi klinis yang terjadi pada siringomielia sebagai berikut:6,7
1. Sensorik
a. Disosiasi sensoris: syrinx akan menghambat perjalanan traktus spinotalamikus
yang menghantarkan sensasi nyeri dan suhu, sehingga mengakibatkan
hilangnya sensasi ini. Namun rangsang cahaya, getaran dan sensasi posisi
masih baik.
b. Nyeri diestetik, merupakan keluhan yang umum pada siringomielia, biasanya
mengenai leher dan bahu tetapi dapat menjalar sampai tangan dan lengan atas.
Yang kadang-kadang bermula pada perasaan yang tidak nyaman yang bisa
mengarahkan pada penyakit ini. Umumnya nyeri dalam dan kesakitan dan
dapat menjadi sangat berat.
b. Motorik
a. Sirinx melebar ke bagian kornu anterior medulla spinalis merusak motor
neuron (LMN) dan menyebabkan atrofi otot yang difus dan dimulai pada tangan dan
menyebar ke arah proksimal pada lengan atas dan bahu.
b. Dapat terjadi paralisis spastic bilateral pada kedua tungkai yang disertai
peningkatan refleks tendon dalam dan refleks babinski positif. Tanda-tanda ini ini
disebabkan oleh penyebaran lesi lebih lanjut ke lateral ke dalam substansia alba
sehingga mengenai traktus desenden.
b. Otonom
a. Mempengaruhi fungsi dari buang air besar dan kandung kemih biasanya sebagai
manifestasi akhir.
b. Disfungsi seksual mungkin bisa berkembang pada kasus yang lama
c. Sindorm Horner mungkin muncul memperlihatkan kerusakan saraf simpatik pada
sel intermediolateral kolum. Sindrom Horner akibat lesi di batang otak, medulla
spinalis servikalis s/d medulla spinalis thoracalis III). Sindrom Horner terdiri atas
miosis, ptosis, enoftalmus ringan, anhidrosis hemifasialis ipsilateral, elevasi
kelopak mata bawah, hyperemia hemifasialis ipsilateral. Dari keenam gejala ini,
yang paling mudah dikenal adalah miosis dan anhidrosis.
Pemeriksaan Fisik
1. Reflek pada tangan yang mengalami penurunan paling awal semasa perjalanan penyakit
tersebut.
2. Spastisitas dari tungkai bawah, yang asimetris, muncul dengan tanda traktus longitudinal
lainnya seperti paraparesis, hiperefleksi, dan respon ekstensi plantar.
3. Pemeriksaan rektum untuk mengevaluasi dari fungsi spinter ani dan penilaian sensibilitas
sepanjang dermatom dari sakral.
4. Gangguan disosiasi sensibilitas bisa muncul.
5. Sirinx bisa meluas kedalam batang otak yang kemudian berpengaruh pada fungsi dari
nervus kranialis dan fungsi serebelum.
6. Tanda batang otak merupakan tanda yang umum pada siringomielia terutama yang
hubungannya dengan chiari malformation.
Diagnosis
Diagnosis siringomielia ditegakkan dengan menggunakan MRI. Pemeriksaan
penunjang ini menunnjukkan adanya kantung kista di tepi medulla spinalis dan dapat
mengalami perluasan. Oleh karena kista tersebut berisi cairan maka akan memberikan
gambaran hipointensitas pada T1 dan hiperintensitas pada T2.
Beberapa kista ini berhubungan dengan tumor medulla spinalis yang berisi cairan
yang tinggi protein sehingga gambaran MRI terlihat kurang hipointensitas dibanding dengan
CSF di T1. Potongan longitudinal MRI dari siringomielia menunjukkan adanya bagian
transversal yang tipis namun kantung siringomielia biasanya satu.
Pemeriksaan penunjang lainnya adalah CT-scan. CT-scan dapat memperlihatkan
adanya aliran CSF pada ruang subarachnoid atau kavitasi medulla spinalis. Keseluruhan
pemeriksaan penunjang ini merupakan hal yang penting dalam menegakkan diagnosis. 7
Pada tumor medulla spinalis menunjukkan adanya massa jaringan tumor dan jika ada
kantung tumor berisi cairan juga, berarti bahwa ada siringomielia yang tertutup pada kista
tumor atau bahkan ada keduanya, tumor medulla spinalis dan siringomielia. Hal tersebut
dapat ditunjukkan dengan terjadinya perdarahan, iskemik, traumatic dan konsekuensi lainnya.
Pemeriksaan laboratorium
Analisa Cerebro Spinal Fluid : hitung jenis sel lebih dar 10/mm3, protein akan mengalami
peningkatan, pada kasus penyumbatan subarachnoid akan bertambah menjadi 100mg/dl.
Akan tetapi biasanya tidak dilakukan karena risiko herniasi dan kemungkinan bisa terjadi
penyumbatan subarachnoid. 7
Diagnosis banding
Oleh karena gejala yang bervariasi, sehingga perlu dipikirkan adanya kelainan medulla
spinalis yang lain sebagai diagnosis banding, yaitu:
1. Hematomielia, terjadi rasa sakit mendadak pada area yang terkena dan adanya riwayat
trauma
2. Tumor intrameduler, kelainan neurologi cenderung berjalan lebih cepat dan protein
LCS meningkat
3. Tumor ekstrameduler, lebih sering muncul dengan nyeri radikuler dan obstruksi atau
bloking rongga suraknoid, protein LCS meningkat.
4. ALS, tidak ada abnormal sensorik dan secara umum ada peningkatan refleks
5. Spondilosis servikalis, hilangnya sensori sesuai radix yang terkena.6
Penatalaksanaan
Farmakologis (Non Bedah) / Simtomatik : tidak ada pengobatan spesifik untuk terapi
siringomielia. Akan tetapi bisa diterapi dengan obat-obatan analgetik dan muscle relaxan :
1. Analgetik
Nyeri neuropatik sebaiknya diberikan multifaktor obat yang bekerja pada berbagai
komponen nyeri, termasuk kerusakan aktifitas neuron (antikonvulsan dan local anastesi),
potensial peningkatan jalur hambatan (antidepresan) atau pusatnya termasuk pada
pengembangan dan konduksi respon nosiseptik (analgesic).
2. NSAID (non steroid anti-inflammation drugs)
NSAID biasanya digunakan untuk pasien dengan siringomielia. Apabila dalam dua
minggu dengan monoterapi tidak efektif maka bisa dikombinasikan dari kelas yang lebih
tinggi. Obat yang biasa digunakan adalah ibuprofen, asem asetilsalisilat, naproksen,
indometasin, asam mefenamat dan piroxicam.
3. Muscle Relaxan
Obat ini berfungsi sebagai pelemas otot dan untuk mengurangi kegelisahan pasien.
Obatnya antara lain: Methocarbamol. 7
Terapi Pembedahan
Beberapa teknik operasi yang dilakukan pada siringomielia adalah
1. Dekompresi occipital dan cervical: untuk melancarkan aliran CSF.
2. Laminektomi dan syringotomi: setelah dekompresi siringo didrainase menjadi ruang
subarachnoid melalui insisi longitudinal pada zona masuk serabut dorsalis (a natara
columna anterior dan posterior) biasanya pada C2-C3.
3. Shunting: shunting pada ventrikuloperitoneal dilakukan bila diindikasikan adanya
ventrikulomegali dan peningkatan tekanan intracranial yang sedang berlangsung.
Biasanya pada Chiari Malformasi type I yang ada hidrosefalus dan type II yang disertai
meningomielokel. 7
Pasien asimptomatik yang terdiagnosis Chiari type I malformation tanpa siringomielia
sebaiknya tidak diterapi bedah. Sedangkan yang terdapat siringomielia beberapa ahli bedah
berbeda pendapat. Pada pasien dengan symptom, maka pembedahan sebaiknya dilakukan.
Hampir 10% pasien dengan Chiari type I malformation terdapat hidrosefalus. Teknik
yang digunakan bervariasi tetapi kebanyakan menggunakan dekompresi pada foramen
magnum.
Pada semua prosedur pembedahan, dekompresi pada foramen magnum pada Chiari
malformation tidak bebas dari komplikasi. Kebanyakan mereka memasukkan gangguan CSF,
dimana biasnya terjadi pada 10% pasien, antara lain fistula CSF, meningitis, hidrosefalus,
atau progresif siringomielia. Penyembuhan post operatif dari patologis pre operasi 83%
pasien mengalami perbaikan.
Kebanyakan pasien akan meningkat kualitas hidupnya setelah menjalani pembedahan.
Gejala yang masih ada biasanya hanya sakit kepala dan nyeri leher, diikuti gejala yang
berhubungan cerebellum atau batang otak (seperti disfagia, ataxia, nistagmus, dan diplopia).
Sedangkan gejala yang berhubungan dengan siringomielia (nyeri, skoliosis dan kehilangan
sensitifitas) mulai mereda.
Jika siringomielia masih terjadi, dekompresi yang tidak adekuat pada sambungan
craniocervical sebaiknya diperhatikan. Siringomielia masih dapat terjadi lagi sampai 10-20%
pasien, karena dekompresi yang tidak adekuat atau pembentukan jaringan parut yang
menggangu aliran CSF.
Pada siringomielia post trauma, beberapa ahli lebih memilih untuk menghilangkan
kanal, dimana menghindari blockade CSF, dan mengosongkan kista atau dikeluarkan dari
ruang subarachnoid. Pada beberapa kasus kista dihubungkan dengan tumor, reduksi kista
secara umum didapatkan pada tumor. Sehingga dapat disimpulkan, pada non-communicating
syringomyelia terapinya dapat dilakukan pembedahan dan terapi suportif lainnya. 7
REHABILITASI
Terapi fisik dilakukan untuk menghilangkan nyeri dan memperbaiki ruang gerak
pada Pertautan servikal tulang belakang dan bahu. Selain itu juga dilakukan terapi okupasi,
yakni untuk mengembalikan gerakan yang berarti supaya tidak terjadi penurunan gerak dari
lengan bagian atas dan leher, dan memberikan pasien waktu untuk melakukan aktivitas
hariannya dan kerja. 7
PROGNOSIS
a) Prognosis bergantung pada penyakit dasarnya, besarnya disfungsi neurologis, dan
perluasan syrinx.
b) Beberapa studi menunjukkan pasien meninggal rata-rata diusia 47 tahun, tetapi
dikarenakan kemajuan teknologi dan teknik pembedahan serta perawatan maka hal ini
bisa direduksi. 7
Gambar 1 T1-sagital MRI servikal, menunjukkan syrinx posttraumatic yang telah memburuk
secara klinis. Pada operasi, dibuktikan terdapat septa glial pada rongga.1
Gambar 2. Daerah lesi dari karakteristik sindrom medulla spinalis
Gambar 3. Diagram menunjukkan manifestasi utama siringomielia a) Adanya perluasan
kavitas di stadium awal dan akhir b) Tanda segmental dan traktus
DAFTAR PUSTAKA
1. Adams RD, Victor M. Syndrome of segmental sensory dissociation with brachial
amyotrophy (syringomyelic syndrome). Principle of neurology 5th ed. New
York:McGraw-Hill Book Company. 1993.
2. Duus P. Sistem Sensorik. Dalam: Suwono WJ, editors. Diagnosis Topik Neurologi,
Anatomi, Fisiologi, Tanda, Gejala. Edisi 2. Jakarta: EGC, 1996. 55-56.
3. Schoenstadt A. Nervous system. eMedTV 2006; http://nervous-system.emedtv.com
[diakses 5 Oktober 2011].
4. Wikipedia. Syringomyelia. Wikimedia Foundation 2009; http://wikipedia.com
[diakses 5 Oktober 2011].
5. Strayer A. Chiari I Malformation : Clinical presentation and management. J Neuroscience nursing. Vol
33.No 2
6. Sudibjo P, Satiti S. Syringomielia serial kasus. http://staff.uny.ac.id/sites/default
/files/132172719/ Serial%20kasus%20Syringomyelia.com {diakses 5 Oktober 2011}
7. Fernandez, AA, et al. 2009. Malformations of the craniocervical junction (chiari type
I and syringomyelia: classification, diagnosis and treatment). BMC Musculoskeletal
Disorders, 10(Suppl 1):S1.
Laporan Kasus
Seorang perempuan usia 29 tahun, pekerjaan buruh, alamat Sentono RT2/3 Ngering
Jogonalan Klaten datang dengan keluhan utama kelemahan ke-empat anggota gerak.
Kurang lebih 15 tahun SMRS, penderita merasa tangan kanannya tebal-tebal. Semakin
lama tangan kanannya kurang bisa merasakan panas dan dingin serta sedikit melemah
dibandingkan tangan kirinya. Keluhan semakin memberat dan bahu kanan terasa berat
dan lebih tinggi daripada bahu kiri, serta terasa tebal-tebal, tangan kiri terasa tebal-tebal
dan lemah. Kelemahan juga terjadi pada kedua tungkai yang semakin memberat. Kedua
tangan tampak kurus dan dekok-dekok, disertai kedutan.
Pada pemeriksaan didapatkan tetraparesis campuran, dimana paresis pada ekstremitas atas
bersifat flaksid disertai atrofi otot-otot lengan dan jari-jari tangan, menurunnya tonus otot
dan refleks fisiologis pada lengan, fasikulasi pada tangan dan jari-jari serta tak ditemukan
adanya refleks patologis. Adapun paresis pada ekstremitas bawah sifatnya spastik,
pemeriksaan sensibilitas menunjukkan adanya disosiasi sensibilitas.
Pemeriksaan M.R.I tampak kanalis vertebralis melebar dengan lesi hipointens di dalam
medula spinalis pada T1W1 setinggi C II sampai daerah thorakal yang menjadi
hiperintens pada T2W1, menunjukkan adanya syringohydromyelia servikothorakal.
Laboratorium darah normal.
TUGASSIRINGOMIELIA
Nama : Marni SianturiNIM : 0608113161
Pembimbing: dr. Agus Tri Joko, Sp.S
Bagian Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Riau
Rumah Sakit Umum Daerah Arifin Achmad Pekanbaru
2011