sindroma nefritik akut
DESCRIPTION
nefritikTRANSCRIPT
BAGIAN ILMU PENYAKIT KESEHATAN ANAKFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
SINDROMA NEFRITIK AKUT
DISUSUN OLEH :
RISWAN CHAERUL
C111 11 268
PEMBIMBING :
dr. NILAM SARTIKA PUTRI
dr. NINA CICCI HASNANI
SUPERVISOR:
Prof. Dr. dr. HUSEIN ALBAR, Sp.A (K)
DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIK
PADA
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
1
HALAMAN PENGESAHAN
Yang bertanda tangan dibawah ini, menyatakan bahwa :
Nama : RISWAN CHAERUL
Nim : C 111 11 268
Judul PKMRS : Sindroma Nefritik Akut
Telah menyelesaikan tugas PKMRS dalam rangka kepaniteraan klinik
pada Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin Makassar.
Makassar, Oktober 2015
Pembimbing I Pembimbing II Co-Ass
(dr.Nina Cicci Hasnani) (dr.Nilam Sartika Putri) ( RISWANCHAERUL )
Mengetahui,
Supervisor Pembimbing
(Prof..dr.Husein Albar,Sp.A(K))
2
SINDROMA NEFRITIK AKUT
I. PENDAHULUAN
Sindrom Nefritik Akut (SNA) merupakan kumpulan gambaran klinis berupa
hematuria dengan sel darah merah dismorfik dan silinder sel darah merah dalam
urine, beberapa derajat oligouria dan azotemia, retensi natrium dan air, hipertensi
yang disertai adanya kelainan urinalisis (proteinuria kurang dari 2 gram/hari dan
hematuria serta silinder eritrosit). Meskipun terdapat proteinuria dan bahkan
edema, keduanya bisanya tidak terlalu mencolok seperti pada sindroma nefrotik.1,3.
Penyakit yang dapat menimbulkan gejala SNA, diantaranya kelainan
glomerulopati primer (idiopatik), glomerulopati pasca infeksi, schoenlein henoch
syndrome (SHS), systemic lupus eritematous (SLE), subacute bacterial
endocarditis (SBE), vaskulitis dan nefritis herediter (sindroma Alport). Bentuk
yang paling banyak diketahui adalah glomerulonephritis pasca streptokokus
(GNAPS), dimana anak mengalami infeksi streptokokus β hemolitikus, biasanya
ada riwayat faringitis atau riwayat infeksi kulit (pyoderma). Kasus klasik GN
pascastreptokokus adalah timbul pada anak 1-4 minggu setelah pasien sembuh
dari infeksi streptokokus grup A hanya strain “nefritogenik” tertentu dari
streptokokus β-hemolitikus mampu memicu penyakit glomerulus.2,4
Sindrom nefritik akut (SNA) adalah istilah umum kelainan ginjal berupa
proliferasi dan inflamasi glomeruli, yang disebabkan oleh mekanisme imunulogis
terhadap antigen tertentu seperti bakteri, virus, parasit, dll. SNA merupakan
kumpulan gambaran klinis berupa hematuria, beberapa derajat oligouria dan
azotemia, retensi natrium dan air/ hipertensi. Bentuk SNA yang sering ditemukan
pada anak adalah glomerulonephritis yang didahului oleh infeksi streptokokus β
hemolitikus A sehingga disebut glomerulonephritis akut pasca streptokokus
(GNAPS). Streptokokus β hemolitikus grup A serotipe 12 sebagai penyebab
paling sering pasca ISPA (pharyngitis) dan serotype 46 pasca infeksi kulit
(impetigo).1,2,5
3
Penyakit-penyakit yang dapat menimbulkan gejala SNA
A. Eksaserbasi akut Glomerulonefritis kronik
B. Penyakit ginjal dengan manifestasi hematuria
1. Fokal Glomerulonefritis
2. Nefritis herediter (Alport disease)
3. IgA-IgG nefropati (Maladie de Berger)
4. Benign recurrent hematuria
C. Rapidly Progressive Glomerulonephritis
D. Penyakit-penyakit sistemik
1. Schoenlein Henoch Syndrome (SHS)
2. Systemic Lupus Eritematous (SLE)
3. Subacute Bacterial Endocarditis (SBE)1,5,7
II. ETIOLOGI
Ada beberapa penyebab glomerulonefritis akut, tetapi yang paling sering
ditemukan disebabkan karena infeksi dari streptokokus, penyebab lain
diantaranya:
A. Bakteri : Streptokokus grup C, meningococcocus, Sterptoccocus
Viridans, Gonococcus, Leptospira, Mycoplasma Pneumoniae,
Staphylococcus albus, Salmonella typhi dll
B. Virus : Aids, Coxsackie, Epstein Barr, Influenza, Rubeola,
hepatitis B, varicella, vaccinia, echovirus, parvovirus, influenza,
parotitis epidemika
C. Parasit : malaria dan toksoplasma 5,6
III. EPIDEMIOLOGI
Sindrom nefritik akut termasuk penyakit dengan insiden yang tidak terlalu
tinggi, sekitar1 : 10.000. Sindrom nefritik akut pasca infeksi streptokokus tanpa
gejala insidennya mencapai jumlah 4-5 kali lebih banyak. Insiden sebenarnya dari
4
GNAPS tidak begitu jelas mengingat bentuk asimtomatik banyak terdapat pada
anak-anak yang kontak dengan penderita GNAPS.Penyakit ini menyerang semua
umur tetapi lebih sering pada umur 6-7 tahun, jarang dibawah umur 3 tahun.
Insiden sex tidak jelas tetapi beberapa sarjana mendapakan laki-laki : perempuan
= 2:1.5,6
Sebagian besar (75%) glomerulonefritis akut paska streptokokus timbul
setelah infeksi saluran pernapasan bagian atas, yang disebabkan oleh kuman
Streptokokus beta hemolitikus grup A tipe 1, 3, 4, 12, 18, 25, 49. Sedang tipe 2,
49, 55, 56, 57 dan 60 menyebabkan infeksi kulit 8-14 hari setelah infeksi
streptokokus, timbul gejala-gejala klinis. 5,6
Infeksi kuman streptokokus beta hemolitikus ini mempunyai resiko
terjadinya glomerulonefritis akut pasca streptokokus berkisar 10-15%. Mungkin
faktor iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan faktor alergi mempengaruhi
terjadinya GNA setelah infeksi dengan kuman Streptococcuss. Streptokokus
adalah bakteri gram positif berbentuk bulat yang secara khas membentuk
pasangan atau rantai selama masa pertumbuhannya. Merupakan golongan bakteri
yang heterogen. Lebih dari 90% infeksi streptokkus pada manusia disebabkan
oleh Streptococcus hemolisis β grup A. Kumpulan ini diberi spesies namaS.
pyogenes. S. pyogenes β-hemolitik grup A mengeluarkan dua hemolisin, yaitu:
Streptolisin O dan S. 5,6
IV. PATOGENESIS
Terdapat 2 teori imunologik yang dapat menerangkan terjadinya
glomerulonephritis secara umum yaitu:
A. Autoimun (Antibodi – antimembran basalis glomerulus)
Antibodi akan timbul bila ada antigen masuk ke dalam tubuh. Dalam hal
ini antigen dari luar misalnya mikroba menyebabkan tubuh membentuk antibodi.
Antibodi tersebut bereaksi dengan antigen yang terdapat pada membran basalis
glomerulus yang pada akhirnya menyebabkan kerusakan glomerulus. Bentuk ini
5
dapat dilihat secara imunofloresensi dimana tampak endapan linier dari IgG dan
C3 sepanjang kapiler glomerulus. Contohnya adalah Good Pasture Syndrome,
Rapidly Progressive Glomerulonephritis. 5
B.Soluble antigen antibody complex
Antigen yang masuk ke sirkulasi menyebabkan timbulnya antibodi yang
bereaksi dengan antigen tersebut membentuk soluble antigen-antibodi complex
(SAAC). SAAC ini kemudian masuk dalam sirkulasi, menyebabkan system
komplemen dalam tubuh ikut bereaksi, sehingga complemen C3 akan bersatu
dengan SAAC membentuk deposit dibawah epitel kapsula bowman secara
imunofloresensi terlihat sebagai benjolan disebut HUMPS. Jadi HUMPS ini
terdiri dari antigen antibody (igG) dan C3 yang dengan imunofloresensi terlihat
sepanjang membran glomerulus dalam bentuk granuler atau noduler. C3 yang ada
dalam HUMPS ini akan menarik sel PMN (chemotactic) dan migrasi PMN inilah
yang menyebabkan gangguan permeabilitas membrane glomerulus sehingga
eritrosit protein dan yang lainnya dapat melewati membran glomerulus dan
terdapat dalam urin. Contohnya adalah GNAPS dan Sindroma Nefrotik.5
Kasus klasik GN pasca streptokokus adalah timbul pada anak 1-4 minggu
setelah pasien sembuh dari infeksi streptokokus grup A. hanya strain
“nefritogenik” tertentu dari streptokokus β-hemolitikus mampu memicu penyakit
glomerulus. Pada sebagian besar kasus, infeksi awal terletak di faring atau kulit.
Pada GNAPS bentuk kompleks imun tidak saja terjadi melalui SAAC, tetapi juga
bisa terjadi secara in situ oleh karena ditemukannya endostreptosin, suatu bentuk
protein sitoplasma dari streptokokus nefritogenik yang berfungsi sebagai antigen
mengendap langsung di mesangial glomerulus. Penelitian menunjukkan bahwa C3
mengendap di GBM sebelum IgG mengendap, oleh karena itu cedera primer
mungkin desebabkan oleh pengaktifan komplemen. Antigen tersangka adalah
endostreptosin dan protein pengikat plasmin nefritis.3,5
6
VI. GEJALA DAN TANDA
Sindrom Nefritik Akut (SNA) merupakan kumpulan gambaran klinis berupa
hematuria dengan sel darah merah dismorfik dan silinder sel darah merah dalam
urine, beberapa derajat oligouria dan azotemia, retensi natrium dan air, hipertensi
yang disertai adanya kelainan urinalisis (proteinuria kurang dari 2 gram/hari dan
hematuria serta silinder eritrosit). 1
Bentuk SNA yang paling banyak diketahui adalah glomerulonephritis pasca
streptokokus (GNAPS).Gejala klinik GNAPS sangat bervariasi dari bentuk
asimtomatik sampai gejala – gejala tipik.Bentuk asimtomatik lebih banyak dari
pada GNAPS simtomatik. Lebih dari 50 % kasus GNAPS adalah asimtomatik.
Bentuk simtomatik diketahui apabila terdapat kelainan sedimen urin terutama
hematuri mikroskopis yang disertai riwayat kontak dengan penderita GNAPS
simtomatik.
A. Periode Laten
Pada GNAPS yang tipik harus ada periode laten yaitu periode antara
infeksi streptokokus dan timbulnya gejala – gejala. Periode ini berkisar 1-3
minggu.Periode 1-2 minggu umumnya terjadi pada GNAPS yang didahului oleh
infeksi saluran nafas. Sedangkan periode 3 minggu didahului oleh infeksi kulit /
piodermi. Periode ini jarang terjadi di bawah 1 minggu, bila periode laten ini
berlangsung kurang 1 minggu maka harus dipikirkan kemungkinan penyakit lain
seperti eksaserbasi glomerulonephritis kronik, Systemic Erythematosus,
Shoenlein-Henoch Syndrome atau benign recurrent hematuria.6
1. Edema
Merupakan gejala yang paling sering dan umumnya paling pertama timbul
dan menghilang pada akhir minggu pertama. Paling sering terjadi di muka
terutama daerah periorbital (palpebra). Disusul oleh tungkai/ edema pretibial, Itu
sebabnya edema pada muka dan palpebral sangat menonjol waktu bangun pagi
oleh karena adanya jaringan longgar pada daerah tersebut dan menghilang atau
berkurang setelah melakukan kegiatan fisik.Hal ini terjadi karena faktor
7
gravitasi.6 Jika terjadi retensi cairan yang hebat bisa timbul asites faktor yaitu
gravitasi dan tahanan jaringan lokal. Bendungan sirkulasi secara klinis bisa nyata
dengan takipne dan dispneu. Kadang – kadang terjadi pula edema laten yaitu
edema yang tidak tampak dari luar dan baru diketahui setelah terjadi diuresis dan
penurunan berat badan.
Edema yang terjadi berhubungan dengan penurunan laju filtrasi glomerulus
(LFG/GFR) yang mengakibatkan ekskresi air, natrium, zat-zat nitrogen mungkin
berkurang, sehingga terjadi edema dan azotemia.Peningkatan aldosteron dapat
juga berperan pada retensi air dan natrium. Dipagi hari sering terjadi edema pada
wajah, meskipun edema paling nyata dibagian anggota bawah tubuh ketika
menjelang siang. Derajat edema biasanya tergantung pada berat peradangan
glomeurulus, apakah disertai dengan payah jantung kongestif, dan seberapa cepat
dilakukan pembatasan garam.6,8
2.Hematuria
Hematuria makroskopis (gross hematuria) terdapat pada 30-70 % kasus
GNAPS sedangkan hematuria mikroskopis dijumpai hampir pada semua kasus.
Urin tampak coklat kemerah – merahan atau seperti the tua, air cucian daging atau
seperti coca – cola. Hematuria makroskopis biasanya timbul dalam minggu
pertama dan berlangsung beberapa hari tetapi bisa pula berlangsung sampai
beberapa minggu. Hematuria mikroskopis bisa berlangsung lebih lama umumnya
menghilang dalam waktu 6 bulan. Kadang – kadang masih dijumpa hematuria
mikroskopis dan proteinuria walaupun secara klinis GNAPS sudah sembuh.
Bahkan hamaturia mikroskopis bisa menetap lebih dari satu tahun sedangakan
proteinuria sudah menghilang. Keadaan ini disebut hematuria persisten dan
merupakan indikasi untuk dilakukan biopsy ginjal mengingat kemungkinan
adanya glomerulonephritis kronik.Kerusakan pada kapiler gromelurus
mengakibatkan hematuria/ kencing berwarna merah daging dan albuminuria.
Urine mungkin tampak kemerah-merahan atau seperti kopi.6,8
3.Hipertensi
8
Hipertensi merupakan gejala yang penting yang terdapat pada 60-70 %
kasus GNAPS. Umumnya hipertensi yang terjadi tidak berat. Timbul terutama
dalam minggu pertama dan umumnya menghilang bersamaan dengan
menghilangnya gejala klinik yang lain. Bila terdapat kerusakan jaringan ginjal,
maka tekanan darah akan tetap tinggi selama beberapa minggu dan menjadi
permanen bila keadaan penyakitnya menjadi kronis. Hipertensi selalu terjadi
meskipun peningkatan tekanan darah mungkin hanya sedang. Pada kebanyakan
kasus dijumpai hipertensi ( tekanan diasotik 80-90 mmHg ). Hipertensi ringan
tidak perlu diobati sebab dengan istirahat yang cukup dan diet yang teratur,
tekanan darah akan normal kembali. Adakalanya hipertensi berat menyebabkan
hypertensive encephalopathy yaitu hipertensi yang disertai gejala serebral seperti
sakit kepala, muntah – muntah, kesadaran yang menurun dan kejang – kejang.
Insedens hypertensive encephalopathy ini dilaporkan 5-10 % dari penderita yang
dirawat dengan GNAPS. Hipertensi pada GNAPS berhubungan dengan
peningkatan retensi garam karena reabsorpsi tubular yang abnormal dan Laju
Filtrasi Glomerulus yang abnormal. 10
4.Oliguria
Tidak sering di jumpai terdapat pada 5-10 % kasus GNAPS dengan
produksi urin kurang dari 350 ml/hari. Oliguri tejadi bla fungsi ginjal menurun
atau timbul kegagalan ginjal akut seperti ketiga gejala sebelumnya. Oliguri
umumnya timbul dala minggu pertama dan menghilang bersamaan dengan
timbulnya diuresis pada akhir minggu pertama.Oliguria bisa pula menjadi anuri
karena penurunan laju filtrasi glomerulus, menunjukkan adanya kerusakan
glomerulus yang berat dan prognosis yang jelek.10
5. Gejala-gejala system kardiovaskuler
Kongesti sirklasi terjadi pada 20-70% kasus GNAPS. Kongesti terjadi
bukan karena hipertensi atau miokarditis tetapi diduga karena retensi natrium dan
air sehngga terjai hipovolemia.
6.Gejala-gejala lain
9
Terkadang dijumpai gejala umum seperti pucat, malaise, letargi,nyeri
kepala, dan anorexia. Gejala pucat mungkin karena peregangan jaringan subkutan
akibat edema atau hematuria makroskopis yang berlangsung lama.2,3,5,6,9
B. Penyakit-penyakit selain GNAPS yang dapat menimbulkan gejala SNA
1. Glomerulonefritis kronik dengan eksaserbasi akut
Dari anamnesis ada penyakit ginjal sebelumnya dan periode laten yang
terlalu singkat, biasanya 1-3 hari. Selain itu adanya gangguan
pertumbuhan, anemia dan ureum yang jelas meninggi waktu timbulnya
gejala nefritis.8
2. Purpura Henoch-Schoenlein yang mengenai ginjal
Gambaran klinisnya berupa: pada kulit terdapat ruamhemoragik,sendi
nyeri dan bengkak, terdapat gangguan usus berupa nyeri dan melena,
terdapat kerusakan ginjal ditandai dengan adanya hematuri. 4
3. Penyakit ginjal dengan manifestasi hematuria
Penyakit ini dapat berupa fokal glomerulonefritis herediter (Alport
disease), IgA-IgG nefropati, dan benign recurrent hematuria. Umumnya
penyakit ini tidak disertai edema atau hipertensi. Hematuria makroskopis
yang terjadi biasanya berulang dan timbul singkat. 8
4. Lupus eritematosus sistemik
Memberi gejala nefritis seperti hematuria, proteinuria dan kelainan
sedimen urin yang lain. Tetapi pada hapusan tenggorok negative dan titer
ASTO normal. Pada SLE terdapat kelainan kulit dan Sel LE positif pada
pemeriksaan. 8
5. Subacute Bacterial Endocarditis (SBE)
Gejala beruapa demam tinggi yang menetap lama, splenomegaly, dan
bising jantung. Pada SBE tidak ada edema, hipertensi dan oliguria8
VII. PEMERIKSAAN TAMBAHAN
10
A. Urinalisis menunjukkan adanya proteinuria (+1 sampai +4),
Hematuria makroskopik ditemukan hampir pada 50% penderita, kelainan
sedimen urine dengan eritrosit disformik, leukosituria serta torak selulet, granular,
eritrosit(++), albumin (+), silinder lekosit (+) dan lain-lain. Kadang-kadang kadar
ureum dan kreatinin serum meningkat dengan tanda gagal ginjal seperti
hiperkalemia, asidosis, hiperfosfatemia dan hipokalsemia. Kadang-kadang tampak
adanya proteinuria masif dengan gejala sindroma nefrotik. Komplomen hemolitik
total serum (total hemolytic comploment) dan C3 rendah pada hampir semua
pasien dalam minggu pertama, tetapi C4 normal atau hanya menurun sedikit,
sedangkan kadar properdin menurun pada 50% pasien. Keadaan tersebut
menunjukkan aktivasi jalur alternatif komplomen. 4,8
B. Penurunan C3 sangat mencolok pada pasien glomerulonefritis akut
pasca streptokokus dengan kadar antara 20-40 mg/dl (harga normal 50-140
mg.dl). Penurunan C3 tidak berhubungan dengann parahnya penyakit dan
kesembuhan. Kadar komplomen akan mencapai kadar normal kembali dalam
waktu 6-8 minggu. Pengamatan itu memastikan diagnosa, karena pada
glomerulonefritis yang lain yang juga menunjukkan penurunan kadar C3, ternyata
berlangsung lebih lama. 4,8
C. Adanya infeksi streptokokus harus dicari dengan melakukan biakan
tenggorok dan kulit. Biakan mungkin negatif apabila telah diberi antimikroba.
Beberapa uji serologis terhadap antigen streptokokus dapat dipakai untuk
membuktikan adanya infeksi, antara lain antistreptolisin, ASTO,
antihialuronidase, dan anti Dnase B. Skrining antistreptolisin cukup bermanfaat
oleh karena mampu mengukur antibodi terhadap beberapa antigen streptokokus.
Titer anti streptolisin O mungkin meningkat pada 75-80% pasien dengan GNAPS
dengan faringitis, meskipun beberapa starin streptokokus tidak memproduksi
streptolisin O. Peningkatan titer antibodi terhadap streptolisin-O (ASTO) terjadi
10-14 hari setelah infeksi streptokokus. Kenaikan titer ASTO terdapat pada 75-
80% pasien yang tidak mendapat antibiotik. Titer ASTO pasca infeksi
11
streptokokus pada kulit jarang meningkat dan hanya terjadi pada 50% kasus.
Antihialuronidase (Ahase) dan anti deoksiribonuklease B (DNase B) umumnya
meningkat. Pengukuran titer antibodi yang terbaik pada keadaan ini adalah
terhadap antigen DNase B yang meningkat pada 90-95% kasus. Sebaiknya serum
diuji terhadap lebih dari satu antigen streptokokus. Bila semua uji serologis
dilakukan, lebih dari 90% kasus menunjukkan adanya infeksi streptokokus. Titer
ASTO meningkat pada hanya 50% kasus, tetapi antihialuronidase atau antibodi
yang lain terhadap antigen streptokokus biasanya positif. Pada awal penyakit titer
antibodi streptokokus belum meningkat, hingga sebaiknya uji titer dilakukan
secara seri. 4,8
VIII. DIAGNOSIS
Diagnosis glomerulonefritis akut pasca streptokokus perlu dicurigaipada
pasien dengan gejala klinis berupa hematuria nyata yang timbul mendadak,
sembab dan gagal ginjal akut setelah infeksi streptokokus, 2-6 minggu setelah
terjadinya infeksi kulit impetigo dan 1-3 minggu setelah infeksi faringitis
streptokokal. Tanda glomerulonefritis yang khas pada urinalisis, bukti adanya
infeksi streptokokus secara laboratoris dan rendahnya kadar komplemen C3
mendukung bukti untuk menegakkan diagnosis. Tetapi beberapa keadaan lain
dapat menyerupai glomerulonefritis akut pascastreptokok pada awal penyakit,
yaitu nefropati-IgA dan glomerulonefritis kronik. Anak dengan nefropati-IgA
sering menunjukkan gejala hematuria nyata mendadak segera setelah infeksi
saluran napas atas seperti glomerulonefritis akut pascastreptokokus, tetapi
hematuria makroskopik pada nefropati-IgA terjadi bersamaan pada saat faringitas
(synpharyngetic hematuria), sementara pada glomerulonefritis akut pasca
streptokokus hematuria timbul 10 hari setelah faringitis, sedangkan hipertensi dan
sembab jarang tampak pada nefropati-IgA. Glomerulonefritis kronik lain juga
menunjukkan gambaran klinis berupa hematuria makroskopis akut, sembab,
hipertensi dan gagal ginjal. Beberapa glomerulonefritis kronik yang menunjukkan
gejala tersebut adalah glomerulonefritis membranoproliferatif, nefritis lupus, dan
12
glomerulonefritis proliferatif kresentik. Perbedaan dengan glomerulonefritis akut
pascastreptokok sulit diketahui pada awal sakit.1,2
Pada glomerulonefritis akut pascastreptokokus perjalanan penyakitnya cepat
membaik(hipertensi, sembab dan gagal ginjal akan cepat pulih) sindrom nefrotik
dan proteinuria masih lebih jarang terlihat pada glomerulonefritis akut
pascastreptokokus dibandingkan pada glomerulonefritis kronik. Pola kadar
komplemen C3 serum selama tindak lanjut merupakan tanda (marker) yang
penting untuk membedakan glomerulonefritis akut pascastreptokok dengan
glomerulonefritis kronik yang lain. Kadar komplemen C3 serum kembali normal
dalam waktu 6-8 minggu pada glomerulonefritis akut pascastreptokokus
sedangkan pada glomerulonefritis yang lain jauh lebih lama.kadar awal C3 <50
mg/dl sedangkan kadar ASTO > 100 kesatuan Todd. 1,2
Eksaserbasi hematuria makroskopis sering terlihat pada glomerulonefritis
kronik akibat infeksi karena streptokok dari strain non-nefritogenik lain, terutama
pada glomerulonefritis membranoproliferatif. Pasien glomerulonefritis akut
pascastreptokokus tidak perlu dilakukan biopsi ginjal untuk menegakkan
diagnosis; tetapi bila tidak terjadi perbaikan fungsi ginjal dan terdapat tanda
sindrom nefrotik yang menetap atau memburuk, biopsi merupakan indikasi.1,2
Berbagai macam kriteria dikemukakan untuk diagnosis GNAPS, tetapi pada
umumnya kriteria yang dipakai adalah:
A. Biakan positif streptokokkus β hemolitikus group A dan atau peningkatan
titer antibody terhadap streptokokus.
B. Gejala-gejala klinik.
C. Adanya kelainan laboratorium terutama hematuria mikroskopis, torak
eritrosit, dan proteinuria.
D. Pada GNAPS asimtomatik, diagnosis GNAPS berdasarkan kelainan sedimen
urin (hematuria mikroskopis), proteinuria dan adanya epidemic/kontak
dengan penderita GNAPS.8
13
IX. PENATALAKSANAAN
A. Istirahat
Istirahat ditempat tidur jika dijumpai komplikasi yang biasa timbul pada
minggu pertama, sesudah fase akut tidak dianjurkan lagi istirahat di tempat tidur,
tetapi tidak diizinkan kegiatan seperti sebelum sakit. Istirahat yang terlalu lama
bisa memberi beban psikologik.Istirahat mutlak selama 3-4 minggu. Dulu
dianjurkan istirahat mutlah selama 6-8 minggu untuk memberi kesempatan pada
ginjal untuk menyembuh.Tetapi penyelidikan terakhir menunjukkan bahwa
mobilisasi penderita sesudah 3-4 minggu dari mulai timbulnya penyakit tidak
berakibat buruk terhadap perjalanan penyakitnya. 2,6,8
B. Diet
Makanan pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1 g/kgbb/hari)
dan rendah garam (1 g/hari). Protein dibatasi jika kadar ureum meninggi sebanyak
0.5-1 gram/kgBB/ hari. Makanan lunak diberikan pada penderita dengan suhu
tinggi dan makanan biasa bila suhu telah normal kembali. Bila ada anuria atau
muntah, maka diberikan IVFD dengan larutan glukosa 10%. Pada penderita tanpa
komplikasi pemberian cairan disesuaikan dengan kebutuhan, sedangkan bila ada
komplikasi seperti gagal jantung, edema, hipertensi dan oliguria, maka jumlah
cairan yang diberikan harus dibatasi. Retensi cairan ditangani dengan pembatasan
cairan dan natrium. Asupan cairan yang masuk harus seimbang dengan
pengeluaran, berarti asupan cairan = jumlah urin + insensible water loss(20-25
ml/kgBB/hari)+ jumlah keperluan cairan pada setiap kenaikan suhu dari normal
(10 mg/KgBB/hari). Bila berat badan tidak berkurang diberi diuretik seperti
furosemid 2mg/ kgBB, 1-2 kali/hari. Bila edema berat, diberikan makanan tanpa
garam dan bila edema ringan pemberian garam dibatasi sebanyak 0.5-1 gram/
hari.5,6
C. Antibiotik
Pemakaian antibiotik tidak mempengaruhi perjalanan penyakit. Namun,
pasien dengan biakan positif harus diberikan antibiotic untuk eradikasi organisme
14
dan mencegah penyebaran ke individu lain. Diberikan antimikroba berupa injeksi
benzathine penisilin 50.000 U/kg BB IM atau eritromisin oral 40 mg/kgBB/hari
selama 10 hari bila pasien alergi penisilin.10,12 Pembatasan bahan makanan
tergantung beratnya edem, gagal ginjal, dan hipertensi.
D. Simptomatis
1.Bendungan sirkulasi
Penanganannya dengan pembatasan cairan (input =output), edema berat
dan tanda edema paru harus diberikan diuretic, misalnya furosemide. Jika tidak
berhasil dilakukan dialisa peritoneal.
2.Hipertensi
Pasien hipertensi dapat diberi diuretik atau anti hipertensi. Bila hipertensi
ringan (tekanan darah sistolik 130 mmHg dan diastolik 90 mmHg) umumnya
diobservasi tanpa diberi terapi, cukup dengan istirahat dan pembatasan cairan.
Hipertensi sedang (tekanan darah sistolik > 140 –150 mmHg dan diastolik > 100
mmHg) diobati dengan pemberian hidralazin oral atau intramuskular (IM),
nifedipin oral atau sublingual. Dalam prakteknya lebih baik merawat inap pasien
hipertensi 1-2 hari daripada memberi anti hipertensi yang lama. Pada hipertensi
berat dengan gejala ensefalopati hipertensi diberikan klonidin (0,002-0,006
mg/kgBB) dapat diulang sampai 3 kali atau diberi diazoxid 2-5 mg/kgBB iv kedua
obat tersebut dapat digabungkan bersama furosemid 1-3 mg/kgBB iv, Hipertensi
sedang atau berat tanpa tanda-tanda serebral bisa diberikan kaptopril (0,3-2
mg/KgBB/hari) atau furosemide/ atau kombinasi keduanya. Jika intake oral cukup
baik dapat diberikan nifedipin secara sublingual dengan dosis 0,25-0,5
mg/kgBB/hari dapat diulang setiap 30-60 menit.
3.Gagal ginjal akut
Penanganan dengan pembatasan cairan, pemberian kalori cukup dalam
bentuk karbohidrat. Bila terjadi asidosis harus diberikan Na Bikarbonat dan bila
terdapat hiperkalemia diberikan Ca glukonas atau kayexalate.2,6,8
15
X. KOMPLIKASI
A. Kegagalan ginjal akut
Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagai
akibat berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi ginjal akut
dengan uremia, hiperkalemia, hiperfosfatemia dan hidremia. Walau aliguria atau
anuria yang lama jarang terdapat pada anak, namun bila hal ini terjadi maka
dialisis peritoneum kadang-kadang di perlukan
B. Ensefalopati hipertensi
Ensefalopati hipertensi yang merupakan gejala serebrum karena
hipertensi. Terdapat gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan
kejang-kejang. Ini disebabkan spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia dan
edema otak.
C. Edema paru akut
D.Gangguan sirkulasi
Gangguan sirkulasi berupa dispne, ortopne, terdapatnya ronki basah,
pembesaran jantung dan meningginya tekanan arah yang bukan saja disebabkan
spasme pembuluh darah, melainkan juga disebabkan oleh bertambahnya volume
plasma. Jantung dapat memberas dan terjadi gagal jantung akibat hipertensi yang
menetap dan kelainan di miokardium.2,8
XI. PERJALANAN PENYAKIT DAN PROGNOSIS
Penyakit ini dapat sembuh sempurna dalam waktu 1-2 minggu bila tidak
ada komplikasi sehingga sering digolongkan dalam self limiting disease.
Walaupun sangat jarang GNAPS bisa kambuh kembali (recurrent).Pada kasus
epidemik, sebagian besar anak mengalami pemulihan. Sebagian anak mengalami
16
GN progresif cepat atau penyakit ginjal kronis. Prognosis pada kasus sporadic
tidak terlalu jelas. Pada orang dewasa, 15 % sampai 50 % pasien mengalami
penyakit ginjal tahap akhir dalam beberapa tahun atau 1 sampai 2 tahun
kemudian, bergantung pada keparahan klinis dan histologis. Sebaliknya, pada
anak penyakit kronis setelah kasus sporadic GN akut jauh lebih rendah. Walaupun
prognosis GNAPS ini baik, kematian bisa terjadi terutama dalam fase akut akibat
gagal ginjal akut, edema paru akut atau hipertensi ensefalopati.8
DAFTAR PUSTAKA
17
1. M. Sondeimer J. Current Essensial Pediatric. Denver, Colorado : MC Graw
Hill; 2007. Hal.94
2. Bernstein S, Friedman J, Hiliard R, dkk. Pediatrics :Review Note and
Lectures Series. 2000. Hal 71.
3. Rubin, Emanual, Reisner, Howard M. Essentials of Rubin’s Pathology 5th
Edition. Lippincots William and Wilkin. 2009.
4. Conroy, L. Marsha, Davis R. Kim, Embree L. Jennifer, dkk. Atlas of
Pathophysiology 3th edition. Lippincots William and Wilkin. 2010.
5. Rauf S, Albar H. Konsensus Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus.
Unit Kerja Koordinasi Nefrologi Ikatan Dokter Anak Indonesia . 2012
6. Rachmadi, Dedi. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNPAD RS. Dr. Hasan
Sadikin Bandung : Diagnosis dan Penatalaksanaan Glomerulonefritis Akut.
2012
7. Kliegman, B. Jenson, Stanton. Nelson Textbook of Pediatrics Edisi 18.
USA. 2007.
8. Lumbanbatu SM. Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus Pada Anak.
Sari Pediatri ; 2003 5(2) : 58-63
18