ltm-2_renal_sindrom nefrotik dan nefritik

20
LTM 2 Modul Ginjal dan Cairan tubuh Sindrom nefrotik dan sindrom nefritik Melissa Lenardi, 0906508296 A. Pendahuluan Ginjal merupakan salah satu organ tubuh yang memiliki berbagai fungsi penting bagi tubuh. Ginjal berfungsi untuk mengekskresikan air, sisa metabolisme, mengatur keseimbangan elektrolit tubuh, mengatur pH tubuh, dan zat-zat tidak terpakai. Selain fungsi ekskresi, ginjal juga memiliki fungsi endokrin karena ginjal dapat mensekresikan eritropoietin, renin, dan prostaglandin. Gangguan yang terjadi pada ginjal memiliki tingkat progresivitas yang beragam, mulai dari yang ringan hingga kematian. Secara umum, gangguan ginjal dapat dikategorikan berdasarkan perbedaan lokasi gangguan, glomeruli, tubulus, interstisium, dan pembuluh darah. Penyakit glomerular dapat dikategorikan menjadi 4 bagian (sindrom nefritik akut, rapidly progressive glomerulonephritis, sindrom nefrotik, gagal ginjal kronik, dan hematuria/proteinuria asimptomatik). Penyakit tubular dapat digolongkan menjadi acute tubular necrosis, tubulointerstitial nephritis sedangkan penyakit vascular meliputi nefrosklerosis jinak, hipertensi dan nefrosklerosis ganas, renal arteri stenosis trombosis mikroangiopati, dan gangguan lainnya.Selain penyakit pada glomerulus, tubular dan vascular, juga terdapat penyakit lain seperti gangguan kongenital, penyakit cystic (menyerang kandung kemih), obstruksi saluran kemih, batu ginjal, sampai tumor pada ginjal dan salurannya. B. Pembahasan I. Penyakit glomerular. Penyakit glomerular merupakan penyebab tersering gangguan ginjal. Gangguan ini terutama menyerang struktur dan fungsi aparatus glomerular dengan hejala dasar hematuria, penemuan silinder sel darah merahm dan proteinuria.. Gangguan ini dapat disebabkan terganggunya keadaan sistemik seperti pada lupus eritematosa sistemik, gangguan vascular pada diabetes mellitus dan hipertensi, juga beberapa gangguan herediter seperti pafa fabry disease, penyakit glomerular akibat gangguan sistemik ini disebut penyakit glomerular sekunder. penyakit lainnya berdomisili dari ginjal, maka disebut glomerulonefritis primer, atau lebih tepat disebut glomerulopati primer. Penyakit glomerular terangkum pada tabel 1. Klasifikasi ini 1

Upload: melissa-lenardi

Post on 01-Jul-2015

1.575 views

Category:

Documents


11 download

TRANSCRIPT

LTM 2 Modul Ginjal dan Cairan tubuh Sindrom nefrotik dan sindrom nefritik Melissa Lenardi, 0906508296 A. Pendahuluan Ginjal merupakan salah satu organ tubuh yang memiliki berbagai fungsi penting bagi tubuh. Ginjal berfungsi untuk mengekskresikan air, sisa metabolisme, mengatur keseimbangan elektrolit tubuh, mengatur pH tubuh, dan zat-zat tidak terpakai. Selain fungsi ekskresi, ginjal juga memiliki fungsi endokrin karena ginjal dapat mensekresikan eritropoietin, renin, dan prostaglandin. Gangguan yang terjadi pada ginjal memiliki tingkat progresivitas yang beragam, mulai dari yang ringan hingga kematian. Secara umum, gangguan ginjal dapat dikategorikan berdasarkan perbedaan lokasi gangguan, glomeruli, tubulus, interstisium, dan pembuluh darah. Penyakit glomerular dapat dikategorikan menjadi 4 bagian (sindrom nefritik akut, rapidly progressive glomerulonephritis, sindrom nefrotik, gagal ginjal kronik, dan hematuria/proteinuria asimptomatik). Penyakit tubular dapat digolongkan menjadi acute tubular necrosis, tubulointerstitial nephritis sedangkan penyakit vascular meliputi nefrosklerosis jinak, hipertensi dan nefrosklerosis ganas, renal arteri stenosis trombosis mikroangiopati, dan gangguan lainnya.Selain penyakit pada glomerulus, tubular dan vascular, juga terdapat penyakit lain seperti gangguan kongenital, penyakit cystic (menyerang kandung kemih), obstruksi saluran kemih, batu ginjal, sampai tumor pada ginjal dan salurannya. B. Pembahasan I. Penyakit glomerular. Penyakit glomerular merupakan penyebab tersering gangguan ginjal. Gangguan ini terutama menyerang struktur dan fungsi aparatus glomerular dengan hejala dasar hematuria, penemuan silinder sel darah merahm dan proteinuria.. Gangguan ini dapat disebabkan terganggunya keadaan sistemik seperti pada lupus eritematosa sistemik, gangguan vascular pada diabetes mellitus dan hipertensi, juga beberapa gangguan herediter seperti pafa fabry disease, penyakit glomerular akibat gangguan sistemik ini disebut penyakit glomerular sekunder. penyakit lainnya berdomisili dari ginjal, maka disebut glomerulonefritis primer, atau lebih tepat disebut glomerulopati primer. Penyakit glomerular terangkum pada tabel 1. Klasifikasi ini kemudian dapat dilanjutkan dengan pembagian berdasarkan gambaran histologisnya, diffuse apabila kerusakan meliputi semua glomeruli, global jika meliputi keseluruhan dari glomerulus, focal jika hanya meliputi bagian tertentu dari glomeruli, segmental bila melibatkan bagian tertentu pada tiap glomerulus, capillary loop atau mesangial jika terutama terjadi di bagian capillary maupun mesangial. Tabel 1. Penyakit glomerularPRIMARY GLOMERULOPATHIES

Acute proliferative glomerulonephritis Post-infectious Other Rapidly progressive (crescentic) glomerulonephritis Membranous glomerulopathy Minimal-change disease Focal segmental glomerulosclerosis 1

Membranoproliferative glomerulonephritis IgA nephropathy Chronic glomerulonephritisSYSTEMIC DISEASES WITH GLOMERULAR INVOLVEMENT

Systemic lupus erythematosus Diabetes mellitus Amyloidosis Goodpasture syndrome Microscopic polyarteritis/polyangiitis Wegener granulomatosis Henoch-Schnlein purpura Bacterial endocarditisHEREDITARY DISORDERS

Alport syndrome Thin basement membrane disease Fabry disease Pembagian penyakit glomerular berdasarkan gejala klinis dapat digolongkan menjadi 5 seperti pada Tabel 2. Pada pasien dengan nefritik sinrom, akan ditemukan trias nefritik, yaitu hematuria, hipertensi, dan gejala gagal ginjal, seperti azotemia, oliguria, proteinuria, maupun edema. Tabel 2. Sindrom glomerular

Gangguan pada glomerular dapat menyebabkan tejadinya perubahan secara histologis berupa: y Hiperselularitas. Dapat berupa penambahan jumlah maupun ukuran akibat proliferasi sel mesangial ataupun sel endotel; infiltrasi leukosit berupa neutrofil, nomosit, hingga limfosit; pembentukan cresents yang merupakan kumpulan sel-sel proliferatif dari sel parietal kapsula bowman, diduga karena bocornya fibrin ke ruang bowman y Penebalan membran basal. Terlihat seperti penebalan dinding kapiler pada pemeriksaan dengan mikroskop cahaya, lebih jelas dengan pewarnaan PAS (periodic acid schiff). Penebalan ini dapat terjadi sebagai akibat penumpukan massa amorf (imunocomplexes, fibrin, amyloid, cryoglobulins, maupun protein fibrillary abnormal), maupun akibat penebalan membran basal itu sendiri akibat peningkatan sintesis protein. y Hyalinosis. Merupakan akumulasi hialin yang terlihat sebagai massa homogen eosinofilik, biasanya terdapat di ekstraseluler yang terbantuk dari protein plasma sirkulasi yang memasuki

2

ruang glomerular. Keadaan ini dapat menyebabkan terhimpitnya lumen kapiler di glomerulus yang menyebabkan kerusakan endotel. y Sclerosis. Merupakan akumulasi matriks kolagen, baik di area mesangial, maupun mencapai daerah tubular. Keadaan ini juga dapat menyebabkan penyempitan lumen kapiler dan dapat berakibat pada fibrous adhesion antara daerah skelotik dengan epitel parietal dan kapsula bowman. II. Patogenesis penyakit glomerular Penyakit glomerular berhubungan erat dengan reaksi imunitas tubuh, diantaranya seperti yang tergambar pada tabel 3. Tabel 3. Mekanisme Imunitas dalam penyakit glomerular ANTIBODY-MEDIATED INJURYIN SITU IMMUNE COMPLEX DEPOSITION

Fixed intrinsic tissue antigens NC1 domain of collagen type IV antigen (anti-GBM nephritis) Heymann antigen (membranous glomerulopathy) Mesangial antigens Others Planted antigens Exogenous (infectious agents, drugs) Endogenous (DNA, nuclear proteins, immunoglobulins, immune complexes, IgA)CIRCULATING IMMUNE COMPLEX DEPOSITION

Endogenous antigens (e.g., DNA, tumor antigens) Exogenous antigens (e.g., infectious products)CYTOTOXIC ANTIBODIES CELL-MEDIATED IMMUNE INJURY ACTIVATION OF ALTERNATIVE COMPLEMENT PATHWAY

Hipotesis penyebab kerusakan glomerular yang berkaitan dengan ikatan antibodi antigen, dapat dibedakan menjadi: y Kerusakan akibat reaksi in situ antigen-antibodi di glomerulus, baik dengan antigen normal yang berada di glomerulus, maupun antigen lain yang sedang berada di glomerulus y Deposisi kompleks antigen-antibodi pada glomerulus Kedua mekanisme ini terjadi secara bersamaan, dan saling berhubungan. Skema ini dapat diperhatikan pada gambar 1.

3

Gambar 1. Kerusakan glomerular yang berhubungan dengan antibodi dapar disebabkan akibat deposisi imun kompleks sirkulasi (kiri), pembentukan kompleks oleh anti -GBM (glomerular basement membrane) secara insitu (tengah), maupun pembentukan nefritis heymann (kanan)

Secara histopatologis, gambaran yang terlihat pada mikroskop menunjukkan gambaran granular pada circulating dan heymann nefritis, sedangkan anti-GBM klasik dapat terlihat gambaran linear, akibat ikatan antigen-antibodi terbentuk antara anti-GBM dengan basement membran nornmal pada glomerulus yang melapisi seluruh permukaan lumen kapiler. Pembentukan kompleks anti-GBM ini termasuk pada golongan autoimun, karena terjadi pembentukan autoantibodi. Pembentukan autoantibodi ini berkaitan dengan penggunaan obat (m klorida merkuri), produk infeksi is. (endotoksin), dan mekanisme graft vs host reaction. Sedangkan Heymann GN merujuk pada pengikatan antibodi dengan protein pada bagian subepitelial, sehingga terlihat gambaran granular pada bagian subepitel. Pembentukan glomerulonefritis akibat inunno kompleks sirkulasi diakibatkan terperangkapnya kompleks di glomeruli, tanpa adanya ikatan dengan konstituen glomerular itu sendiri. Antigen yang terikat dapat berasal dari tubuh (misal pada SLE), maupun eksogenus (mikrobial antigen, produk bakteri seperti pada infeksi streptococcus, antigen permukaan HBV, HCV, antigen Treponema pallidum, Plasmodium falciparum, virus), juga dapat berupa antogen tumor. Selain oleh karena ikatan antigen-antibodi, GN juga dapat terjadi akibat sensitisasi sel T (hal ini ditunjukkan oleh meningkatnya jumlah sel T dan makrofag pada GN aktivasi alternative ), complement pathway (sering disebut penyakit dense-deposit. Atau yang lebih dikenal sebagai membranoproliferative glomerulonephritis (MPGN II) yang keseluruhannya menyebabkan kerusakan sel epitelial. Mediator pada kerusakan sel endotel dapat dilihat pada gambar 2.

4

Gambar 2. Mediator pada immune glomerular injury meliputi mediator sel dan larutan

III. Sindrom nefritik Kerusakan glomerular dengan sindrom nefritik berkaitan dengan inflamasi glomeruli. Pasien dengan sindrom nefritik muncul dengan gejala hematuria, red blood cell cast di urin, azothemia, oliguria (GFR turun, kreatinin dalam darah nauk, urea dalam darah naik), hipertensi ringan hingga moderat. Sering pula ditemukan edema dan proteinuria, namun tidak seberat pada sindrom nefrotik (proteinuris < 3 g/24 jam). Etiologi sindrom nefritik diantaranya glomerulopati (GP) idiopatik/primer (GP akut proliferatif, GP mesangio proliferatif (IgA)/penyakit burger, GP membranoproliferatif); infeksi (postinfection streptococcus haemolitik, nonstreptococcal endokarditis bakterialis/nefritis Lohlein sepsis, pneumococcal pneumonia, demam typhoid , parasit malaria, toxoplasmosis , viral hepatitis B, mumps, measles, varicella ); dan penyakit sistemik (Lupus Nephritis, vasculitis, good pasteur syndrome). Sindoma nefritik dapat teerjadi akibat inflamasi, berkaitan langsung dengan keparahan disfungsi renal dan berkaitan dengan menifestasi klinisnya, sedangkan pada poststreptococcal GN, terjadi kerusakan jaringan akibat reaksi inflamasi.Secara umum penyakit dengan sindrom nefrotik dapat menyebabkan retensi cxairan, edema dan hipertensi, short and long term renal replacement theraphy, resistensi pada eritropoietin, dan anemia. III.1. Acute proliferative (poststreptococcal, postinfectious) glomerulonefritis Acute proliferative slomerulonefritis disebut juga acute nefritik syndrome. Ditemukan komponen crecentic yang merupakan proliferasi sel glomerular bersifat diffuse, berhubungan dengan influks leukosit, disebabkan kompleks imun. Antigen eksogen diindeksi glomerulonefritis post-infeksi, sedangkan antigen endogen terdapat pada nefritis karena SLE. Infeksi streptococcus merupakan underlying infections tersering. 5

III.1.1. Glomerulonefritis Poststreptoccoccal Didefenisikan sebagai reaksi imunologik pada ginjal karena infeksi ekstrarenal yang disebabkan oleh agen. Pada respirasi (faring, tonsil, telinga tengah) periode latennya adalah 1-2 minggu, sedangkan pada kulit (impetigo), periode latennya adalah 3-6 minggu. Infeksi kulit paling sering disebabkan karena higiene rendah. Glumorulonefritis poststreptococcal sering terjadi pada anak usia 6-10 tahun, tidak biasa terjadi pada anak kurang dari tiga tahun, orang dewasa dapat juga terserang, dan merupakan self-limited. A. Etiologi dan Patogenesis Penyebab tersering (90%) adalah grup nefritogenik, yaitu Grup A Streptococcus A -hemolytic tipe 12, 4, 1, 12, 18, 25 pada sistem respirasi, dan M 49, 55, 57,60 pada kulit. Grup C seperti Streptococci dan Streptococus zooepidemicus juga menyebabkan penyakit walaupun tidak banyak. Beberapa streptococcus mempunyai cationic antigen, yaitu nephritis-associated streptococcal plasmin receptor (NAPlr) yang sering mengenai glomerulus. Streptoccus piogenik eksotoksin B dan zimogennya, sering dipakai sebagai antigenik determinan pada kebanyakan kasus glomerulonefritis poststreptococcal. Penyakit ini diperantarai imunologik. Pada periode laten antara infeksi dan onset nefritis, antibodi membentuk kompleks imun. Titer antibodi naik karena adanya antigen streptococcus yang muncul pada kebanyakan pasien. Level komplemen serum rendah, karena sistem komplemen teraktivasi dan digunakan (Stretococcus ini melibatkan sistem imun termediasi komplemen). Dengan kata lain, kompleks imun yang bersikulasi menyebabkan formasi kompleks imun in situ. Proses autoimun disebabkan karena neuraminidase yang diproduksi streptocous mengubah IgG en dogen, membuatnya autoantigenik, IgG yang berubah ini membentuk kompleks yang bersirkulasi lalu terdeposit dalam ginjal. B. Morfologi Diagnosis klasiknya adalah adanya glomerulus yang melebar dan hiperselular karena infiltrasi leukosit (neutrofil atau monosit), proliferasi sel-sel endothelial dan mesangial, atau formasi crescent. Proliferasi dan infiltrasi leukosit ini difus, meliputi semua lobus glomerulus. Sel endothelial juga membesar, dan kombinasi proliferasi, pembesaran, dan inflitrasi ini menghancurkan lumen kapiler, sehingga edema intersisial dan inflamasi terjadi, dan pada tubulus sering ditemukan sel darah merah (red cell casts). Dengan imunofluoresens, tampak deposit granular IgG, IgM, dan C3 pada mesangium sepanjang membrane basal. Dari hasil mikroskop elektron juga ditemukan adanya tonjolan (humps) yang mempresentasikan kompleks antigen-antibodi pada sel-sel epithelial. Deposit pada subendotelial dan intramembranesa juga terlihat, serta deposit mesangial.

6

Gambar 3. Glomerulopathy proliferative akut. (A) glomerulus normal, (B) glomerular hiperselularity akibat adanya leukosit intrakapiler dan terjadinya proliferasi sel glomerular intrinsik, (C) massa padat pada subepitelial dan neutrofil dalam lumen , (D) pewarnaan immunoflorescent dengan pewarnaan discrete, terdapat deposit komplement protein C3,

C. Manifestasi Klinik Anak-anak memiliki gejala bervariasi (subklinik, sedang, berat) biasa mengalami malaise, demam, muntah, oliguria/anuria, hematuria (urin berwarna seperti teh, tidak nyeri) selama 1-2 minggu setelah kesembuhan sakit tenggorokan. Pasien biasanya menampakkan gejala sel darah merah di urin, proteinuria ringan (< 1 gm/hari, edema periorbital (di sekeliling orbit mata, puffy eyes), dan hipertensi ringan sampai sedang (hipertensi ensepalopati: sakit kepala, muntah, letargi, linglung, kejang). Gejala yang lain adalah tanda-tanda gagal ginjal, congestive heart failure, edema pulo, dan anemia. Sedangkan pada dewasa, onsetnya lebih atipikal, seperti gejala tiba -tiba hipertensi atau edema, paling sering karena elevasi BUN (Blood Urea Nitrogen). Berdasarkan gejala epidemik karena infeksi streptococcal nefrogenik, glomerulonefritis biasanya asimptomatik, ditemukan karena screening hematuria. Pemeriksaan laboratorium dan ditemukannya elevasi titer antibodi antistreptococcus dan berkurangnya konsentrasi serum C3 atau komponen lain pada kaskade diperlukan. Anak yang terinfeksi, 95% pada akhirnya sembuh dengan terapi konservatif, yaitu menjaga keseimbangan air dan natrium. Sedangkan 1% dari mereka mengalami oliguria berat dan berujung pada glomeruloneftiris rapidly rogressive. Beberapa pasien ini mengalami progress glomerulonefritis kronik yang lambat, dengan atau tanpa rekurens dari nefritis aktif. Prognosis buruk pada pasien dengan persisten proteinuria berat dan GFR tidak normal atau hematuria persisten (muncul 1 -2 tahun setelah onset). Pada dewasa, penyakit ini lebih ringan. Lesi yang tidak sembuh dapat bermanifestasi pada proteinuria, hematirua, dan hipertensi persisten. Biasanya, lesi ini akan sembuh total, hanya beberapa yang berkembang ke glomerulonefritis kronik, atau glomerulonefritis rapidly progressive. 7

Komplikasi dapat berupa hipertensi dan disfungsi renal akut. Hipertensi terlihat pada 60% pasien, biasa diasosiasikan dengan hipertensi ensefalopati. Komplikasi lain adalah heart failure, hiperkalemia, hiperfosfatemia, hipokalsemia, asidosis, kejang, dan uremia. D. Hasil Laboratorium Pada urinalisis ditemukan proteinuria 1-4, hematuria, sedimen abnormal (RBCs dismorfik, WBCs, cellular casts, granular casts, RBC casts. Sedangkan pada serum ditemukan kenaikan BUN/ureum dan kreatinin, penngkatan kalium, asidosis, hiperfosfatemia, penurunan kalsium, hipokomplementia, level properdin, dan bukti adanya infeksi streptocous yang belum lama seperti antistreptozyme, ASO, antihyaluronidase, anti-DNase B yang tinggi. Diagnosis dapat ditegakkan jika ditemukan onset hematuria, edema, hipertensi, dan gagal ginjal akut yang disertai infeksi streptococcus. Selain itu hasil dari urinalisis, dan bukti pemeriksaan laboratorium mengenai adanya infeksi streptococcus dan turunnya komplemen serum juga dapat menunjukkan glomerulonefritis akut post-infeksi. E. Tatalaksana Bed rest, antibiotik untuk mengeradikasi streptococcus (Procain Penicilin selama 10 hari, erythromicyn), diet (cairan dan garam yang diperhatikan), pada anuria berkepanjangan dapat dilakukan dialysis, obat diuretic (furosemid), maupun tatalaksana simtomatik bagi h ipertensi (ACE inhibitor, vasodilator), hipertensi ensefalopati, congestive heart failure (berhubungan dengan hipertensi, gagal ginjal akut. III.1.2. Glomerulonefritis Akut Nonstreptococcal (Glomerulonefritis Postinfeksi) Infeksi juga berlangsung sporadik, diasosiakan dengan infeksi, seperti bakteri (staphylococcus endocarditis, pneumococcal pneumonia, dan meningococcemia), virus (hepatitis B, hepatitis C, mumps, HIV, varicella), dan parasit (malaria, toksoplasmosis). Pada keadaan ini, secara imunofluoresens, terlihat deposit glanular dan tonjolan subepitelial kompleks imun nefritis. III.2. Rapidly Progressive (Crescentic) Glomerulonephritis (RPGN) RPGN adalah sindrom yang diasosiasikan dengan kelainan glomerular berat dan tidak menandakan etiologi spesifik dari glomerulonefritis. Karakteristiknya adalah berkurangnya fungsi renal secara cepat dan progresif dengan oliguria dan tanda sindrom nefritik, apabila tidak dilakukan tindakan pengobatan dapat menyebabkan kematian karena gagal ginjal dalam waktu minggu sampai bulan. Penampakan histologik tersering adalah adanya crescents pada hampir semua glomerulus, yang diproduksi oleh proliferasi sel epitel parietal yang berjajar pada kapsul Bowman dank arena inflitrasi monosit serta makrofag. A. Klasifikasi dan Patogenesis RPGN dapat disebabkan karena beberapa penyakit, terutama ginjal dan penyakit sistemik lain. Tidak ada mekanisme tepat yang dapat menjelaska semua kasus, kebanyakan kasus glomerular ini n dimediasi oleh reaksi imunologi. Crescents juga ditemukan pada kapsula Bowman, terdiri dari proliferasi sel-sel epithelial, fibrin, membrane basal (material, makrofag). Nekrosis dan disrupsi dinding kapiler glomerular ini berhubungan dengan deposisi fibrin dan stimulus formasi crescent pada kapsula Bowman. Banyak pasien memperlihatkan adanya deposit kompleks imun pada dinding

8

kapiler atau antibodi IgG yang berjajar pada membrane basal glomerulus. Level C3 normal. Pembagian RPGN ini dibagi ke dalam tiga grup dengan penemuan imunologik. Tipe pertama dari RPGN adalah anti-GBM (Glomerular Base Membrane) antibody-induced disease (20%) yang memiliki karakteristik deposit linear IgG dan pada banyak kasus, C3 pada GBM yang tervisualisasi oleh imunofluoresens. Terdapat antigen Goodpasture yang berupa peptide nonkolagen dengan rantai 3 kolagen tipe IV, dengan pembentukan yang masih belum diketahui. Prevalensi meninggi pada subtype HLA tertentu pada pasien (predisposisi genetik dan autoimun). Tipe kedua RPGN merupakan hasil dari deposit kompleks imun (40%). Tipe ini terbagi menjadi tiga, yaitu post-infeksi seperti post-streptococal glomerulonephritis, bacterial endokarditis, shunt nephritis, abses visceral, infeksi nonstreptococcal lain, kemudian non-infeksi seperti SLE (Systemic Lupus Erythematosus), Henoch-Schonlein purpura, mixed ryoglobulinemia, dan tumor solid, serta penyakit ginjal primer seperti glomerulonephritis membranoproliferatif, nefropati IgA, dan nephritis kompleks imun idiopatil Hampir pada semua kasus, imunofluoresens menunjukkan pola granular yang menunjukkan karakteristik deposisi kompleks imun. Tipe ini seringkali menunjukkan proliferasi selular, dan formasi crescent. Tipe ketiga RPGN (pauci-immature type), memiliki antibodi anti-GBM atau kompleks imun yang sedikit. Banyak pasien dengan tipe ini memiliki antineutrophil cytoplasmic antibodies (ANCAs) yang bersikulasi dan dapat menyebabkan vaskulitis (40%), sehingga RPGN tipe ini sering diasosiasikan dengan banyak kasus vaskulitis sistemik seperti Wegener granulomatosis, polyarteritis, atau mikroskopik polyangiitis, dan pada beberapa kasus hal ini idiopatik. Tabel 3. Klasifikasi Rapidly Progressive Glomerulonephritis (RPGN)

B. Morfologi Ginjal membesar dan pucat, dengan adanya perdarahan pada permukaan kortikalnya. Tergantung pada penyebab, glomerulus memperlihatkan nekrosis fokal, difusi atau proliferasi endoteliat, dan proliferasi mesangial. Pada penampakan histologik, crescent mendominasi (dibentuk oleh sel-sel parietal atau migrasi monosit/makrofag pada sistem urin). Fibrin terlihat di antara layer selular pada crescents. Dengan immunofloresens, deposit kompleks imun bergranular terlihat, pada sindrom Goodpasture akan terlihat GBM fluoresens linear dengan Ig dan komplemen. Dengan mikroskop elektron, akan terdapat ruptur pada GBM, dan pada kerusakan lebih lanjut, maka leukosit, protein, dan mediator inflamasi akan tampak pada spasi urin, dan menyebabkan pembentukan crescent, yang dapat mengalami sklerosis. 9

Gambar 4. Rapidly progressive glomerulonephritis. Crescentic glomerulonephritis disebut juga RPGN / rapidly progressive gromerulonephritis karena penyakit ini memberikan gambaran fulminant, RPGN dapat berupa penyakit idiopatik maupun dapat berasal dari antibodi anti-GBM. Terlihat penebalan kapiler loops, disebut lesi wire -loop atau disebut lupus nephritis

C. Manifestasi Klinik Manifestasi ginjal adalah hematuria dengan sel darah merah pada urin, proteinuria sedang, hipertensi, dan edema. Pada sindrom Goodpasture, hemoptysis rekurens atau life-threatening perdarahan paru. Tidak hanya sindrom nefritik, sindrom nefrotik pun dapat terlihat. D. Diagnosis, Prognosis, dan Tata Laksana Studi serologic seperti titer antinuclear antibody, C3, dan anti-deoxyribonucleotidase B dapat digunakan untuk menentukan glomerulonefritis. Deteksi antibodi ANCA data digunakan untuk emnentukan vaskulitis pada tipe III. Diagnosis dikonfirmasi dengan biopsi. Anak dengan rapidly progressive dan glomerulonephritis poststreptococcal biasanya sembuh seara spontan. Kombinasi kortikosteroid dan terapi sitotoksik dengan cyclophosphamide dapat digunakan pada pasien SLE, neruropati IgA, dan nefritis Henoh-Schonlein purpura. Kombinasi methylprednisolon dan cyclophsphamide oral efektif pada pasien dengan Wegener granulomatosis. Fungsi renal dapat diterapi dengan plasmapheresis ( lasma exchange) intensif dikombinasikan p dengan steroid dan agen sitotoksik pada sindrom Goodpasture. RPGN lain juga berespon baik pada penggunaan steroid dan sitotoksin agen. Transplantasi dilakukan pada stadium lanjut. IV. Sindrom nefrotik Kerusakan glomerular dengan sindrom nefrotik berkaitan dengan munculnya gejala proteinuria masif (>3,5 gr/24 jam/1,73 m2) atau 40-50 mg/kg/hari, hipoalbuminemia, edema anasarca extreme generalized edema , hiperlipidemia, dan lipiduria. Etiologi dari sindrom nefrotik meliputi membranous nefropati (40%), minimal change disease (15%), focal glomerulosclerosis (15%), membranoproliferative GN (7%), mesangioproliferative GN 10

(5), Immunotactoid and fibrilary GN. Sedangkan penyebab sistemiknya dapat meliputi Diabetes melitus, SLE, Amyloidosis, nefropati berkaitan dengan HIV, penggunaan obat-obatan seperti goldpeniciliamine-probenecid-street heroin-captopril-NSAIDs, infeksi (bakterial endocarditis, hepatitis B, shunt infection, difilis,malaria, hepatic schostosomiasis, keganasan (MM, light chain deposition disease, hodkin s and other lymphomas, leukemia, ca payudara, ca GIT.) Patogenesis sindroma nefrotik secara singkat dapat dilihat pada skema 1.Sindrom nefrotik

Peningkatan filtrasi albumin

Retensi sodium ginjal primer

sintesis albumin hati sub-optimal

Katabolisme di tubulus

Albuminuria Ekspansi volume ekstraselular

Hipoalbuminemia

Tekanan onkotik menurun

Tekanan hidrostatik kapiler meningkat

Mekanisme lokal untuk mencegah edema

Sindrom nefrotikSkema 1. Patogenesis sindrom nefrotik

Pada pemeriksaan laboratorium, dapat dilakukan baik pemeriksaan urin, maupun pemeriksaan plasma. Pada pemeriksaan urin, ditemukan specific gravity , pH , proteinuria massive, Leukocyturia, Haematuria, double refractile lipoid bodies, hyaline cast . sedangkan pada pemeriksaan plasma, akan ditemukan. Plasma :Hb , Ht , hypoalbuminaemia, reverse ratio alb/glob, hypercholesterolaemia, normal: ureum, creatinine Proteinuria Mekanisme penghalang pada membran basal glomerulus adalah berdasarkan ukuran molekul dan berdasarkan muatan listrik. Pada sindrom nefrotik kedua mekanisme penghalan tersebut ikut terganggu. Proteinuria dibedakan menjadi selektif dan non selektif berdasarkan ukuran molekul protein yang keluar melalui urin. Protein selektif apabila yang keluar adalah molekul kecil seperti albumin, sedangkan nonselektif apabila protein yang keluar adalah molekul yan besar seperti g immunoglobulin.

11

P

Be e

s y

e

y

se e

e

es

e

s

e e

s

e

s

es s e

Ed e S e e e und f dan ov f . Te und f menje as an bahwa hipoalbuminemia me upakan faktor kunci terjadinya edema pada S . Hipoalbunimenia menyebabkan penurunan tekanan onkotik plasma sehingga cairan bergeser dari intravaskular ke jaringan interstitium dan terjadi edema. kibat penurunan tekanan onkotik plasma dan bergesernya cairan plasma terjadi hipovolemia, dan ginjal melakukan kompensasi dengan meningkatkan retensi natrium dan air. Mekanisme kompensasi ini akan memperbaiki volume ekstra vaskular tetapi juga akan mengeksaserbasi terjadinya hipoalbuminemia sehingga edema semakin berlanjut. Teori ov f menjelaskan bahwa retensi natrium adalah defek renal utama. Retensi natrium oleh ginjal menyebabkan cairan ekstraselular meningkat sehingg terjadi edema. Penurunan laju a filtrasi glomerulus akibat kerusakan ginjal akan menambah retensi natrium dan edema. Kedua mekanisme ini ditemukan secara bersama pada pasien sindrom nefrotik.4 3 ))( ' & 5 210 ))( ' & ))( ' & 1 % ! 6 ))( ' &

$ # # " !

Hipo lbu in i se s e e e e e s e

s

e

e

s

P

s e

e

e e

s

es s se

s

e

e

s

es s

Pe

e s

y

e

G

b

5 G j l Sind o

N f oti (A anasarca (B pittin o d

(C Ascit s (D) Scrotal dan Labial edema

A

8 C A A A D C C B 9A 8 9 7 7 A @ 97 87

e

e

se e

e ye

e

e e

e

es s

ss s e s

12

Keseimbangan nitrogen Proteinuria massif pada sindrom nefrotik pada SN akan menyebabkan keseimbangan nitrogen menjadi negatif. Penurunan massa otot sering ditemukan tetaoi gejala ini tertutup oleh gejala edema anasarka dan baru tampak setelah edema menghilang. Kehilangan massa otot sebesar 10 20% dari masa tubuh (lean body mass) tidak jarang dijumpai pada sindrom nefrotik. Hiperlipidemia dan Lipiduria Hiperlipidemia merupakan keadaan yang sering menyertai sindrom nefrotik. Kadar kolesterol umumnya meningkat sedangkan trigliserid bervariasi dari normal sampai sedikit meninggi, Peningkatan kadar kolesterol disebabkan meningkatnya LDL, lipoprotein utama pengangkut kolesterol. Kadar trigliserid yang tinggi dikaikan dengan peningkatan VLDL . Selain itu ditemukan pula peningkatan IDL(intermediate density lipoprotein) dan lipoprotein (Lp)-a, sedangkan HDL cenderung normal atau rendah. Mekanisme hiperlipidemia pada sindrom ne frotik dihubungkan dengan peningkatan sintesis lipid dan lipoprotein hati, dan menurunnya katabolisme. Tingginya kadar LDL pada sindrom nefrotik disebabkan peningkatan sintesis hati tanpa gangguan katabolisme. Peningkatan sintesis hati dan gangguan konvers VLDL dan IDL menjadi LDL i menyebabkan kadar VLDL tinggi pada sindrom nefrotik. Menurunnya aktivitas enzim LPL (lipoprotein lipase) diduga menrupakan penyebab berkurangnya katabolisme VLDL pada sindrom nefrotik. Peningkatan sintesis lipoprotein hati terjadi akibat tekanan onkotik plasma atau viskositas yang menurun. Penurunan kadar HDL pada sindrom nefrotik diduga akibat berkurangnya aktivitas enzim LCAT (lecithin cholesterol acyltransferase) yang berfungsi katalisasi pembentukan HDL. Enzim ini juga berperan mengangkut kolesterol dari sirkulasi menuju hati untuk katabolisme. Lipiduria sering ditemukan pada sindrom nefrotik dan ditandai dengan akumulasi lipid pada debris sel dan cast seperti badan lemak berbentuk oval (oval fat bodies) dan fatty cast. Lipiduria lebih dikaitkan dengan proteinuria daripada hiperlipidemia. Minimal change disease Minimal change disease/minimal change nephrotic syndrome/nil disease/lipoid nephrosis/idiopathic nephrotic syndrome of childhood adalah gangguan yang relatif jinak, me rupakan penyebab paling sering sindrom nefrotik pada anak. Pemeriksaan dengan mikroskop cahaya memberikan gambaran normal, sedangkan dengan menggunakan mikroskop elektron akan memperlihatkan hilangnya tonjolan-tonjolan kaki (foot processus) sel epitel visera Patogenesis. Minimal change disease dihubungkan dengan faktor sirkulasi yang dapat menginduksi proteinuria yang disekresikan sel limfoid dan berfungsi sebagai faktor permeabiliran vascular atau secara langsung mempengaruhi sel podosit. Induksi dari rem obat-obat isi imunosupresif membuktikan terjadinya penghambatab faktor sirkulasi yang disekresikan sel imun. Pada minimal change disease terdapat gangguan sel T yang mekanismenya belum dipahami sepenuhnya, namun fungsi sel T untuk mengeluarkan faktor dalam upaya pencegahan timbulnya kerusakan tonjolan kaki sel epitel dan proteinuria. Faktor-faktor ini diantaranya IL-8, TNF, hemopexin, IL-4, VEGF, faktor permeabilitas non-Ig molekul berat rendah (90%) dengan minimal change disease berespon cepat dengan pengobatan kortikosteroid. Namun, proteinuria mungkin bersifat recurrent, dan beberapa pasien dapat menjadi steroid dependant maupun resistant. Baiknya, prognosis ke depannya cukup baik, bahkan pasien steroid dependant sembuh pada masa remajanya. Bila terjadi pada dewasa, walaupun responsnya lambat, namun prognosis masih baik. Ditemukan juga bahwa minimal change disease pada dewasa dapat berkaitan dengan lymphoma hodgkin, serta leukemia dan lymphoma lain dalam jumlah kecil. Sebagai tambahan, minimal change disease sekunder dapat menyertai penggunaan NSAIDs. C. Daftar pustakayKumar V, Abbas AK, Fausto N, Aster JC. Robbins and cotran pathologic basis of disease. 8 ed. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2010.th

y y yy y y

Pudjiastuti P. Glomerulopathy in Children: Clinical Aspects. Jakarta: Department of Child Health Faculty of Mediine, University of Indonesia, 2009. Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF. Nelson Textbook of Pe diatrics. 18th edition. Philadelphia: Elsevier, 2007. Tanurahardja B. Glomerular Disease. Jakarta: Anatomical Pathology Department Faculty of Medicine University of Indonesia, 2009.Bawazier LA. Buku ajar ilmu penyakit dalam: proteinuria. Ed 5. Jakarta: Internapublishing; 2010. p.956-61. Prodjosudjadi W. Buku ajar ilmu penyakit dalam: glomerulonefritis. Ed 5. Jakarta: Internapublishing; 2010. p.969-73. Kashif W, Siddiqi N, Dincer HE. Proteinuria: how to evaluate an important finding. 2003. Cleveland Clinic Journal of Medicine. Diunduh dari http://medres.med.ucla.edu/Education/Lectures_and_Conferences/IMS_pdf/proteinuriaarticle3.pdf (5 April 2011, pukul 19.00) Anonymous. Pyuria. 2010. Diunduh dari http://www.nmihi.com/p/pyuria.htm (5 April 2011, pukul 18.15). Anonymous. Glomerulonephritis. 2007. Diunduh dari http://www.impcna.com /intranet/Nelson %20Pediatric /Kidney-Urinary% 20Tract/Glomerulonephritis%5B1%5D.pdf (5 April 2011, pukul 20.00). Prodjosudjadi W. Buku ajar ilmu penyakit dalam: sindrom nefrotik. Ed 5. Jakarta: Internapublishing; 2010. p.999-1001. Lohr JW. Glomerulonephritis, Rapidly Progressive. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article /240457-overview#a0104 (6 April 2011, pukul 20.15).

y y y y

14