sindrom parkinson
DESCRIPTION
referat neuroTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit parkinson merupakan penyakit neurodegeneratif dengan prevalensi
terbanyak kedua setelah penyakit Alzheimer, penyakit ini ditemukan diseluruh dunia,
dalam semua etnik dan dapat mengenai pria maupun wanita, terutama usia lanjut.1
Penyakit parkinson atau lebih tepat bila disebut sebagai sindroma parkinson,
pertama kali ditemukan oleh seorang dokter inggris yang bernama James Parkinson
pada tahun 1817. Penyakit ini merupakan suatu kondisi ketika seseorang mengalami
ganguan pergerakan.2
Sindroma parkinson menyerang hampir 1 juta orang Amerika dan merupakan
penyebab utama disabilitas. Sindroma parkinson merupakan penyakit yang
berkembang lambat pada usia pertengahan dan lanjut, dengan awitan biasanya setelah
usia 60 tahun. Insidens sindroma parkinson di Inggris kira – kira 20/100.000 dan
prevalensinya 100-160/100.000. Prevalensinya kira – kira 1 % pada umur 65
tahundan meningkat 4 – 5 % pada usia 85 tahun.3
Sindroma parkinson dapat dianggap sebagai keadaan dimana didapatkan
insufisiensi relatif dari dopamin di susunan saraf pusat. Sistem dopaminergik serebral
tertekan dan didapatkan ketidakseimbangan aktivitas dan interaksi antara sistem
dopaminergik dengan sistem lain di otak. Kriteria untuk menggolongkan ke dalam
sindroma parkinson ialah adanya rigiditas, tremor dan bradikinesia.4,5
Pengobatan sindroma parkinson bertujuan untuk mengurangi gejala motorik
dan memperlambat progresivitas penyakit, saat ini terapi obat yang diberikan
terutama ditujukan untuk memperbaiki sistem dopaminergik di otak.3,5
1
BAB II
ISI
2.1 Definisi
Parkinsonism (Sindrom Parkinson) adalah suatu sindrom yang gejala
utamanya adalah tremor waktu istirahat, kekakuan (rigidity), melambatnya gerakan
(akinesia) dan isntabilitas postural (postural instability) akibat penurunan kadar
dopamine dengan berbagai macam sebab.
2.2 Jenis Parkinsonism
Berdasarkan penyebabnya parkinsonism dibagi menjadi 4 jenis:
a. Primary/idiopathic parkinsonism
Penyakit Parkinson, genetic parkinson’s disease
b. Secondary/acquired parkinsonism
Akibat dari infeksi, obat, toksin, vascular, trauma, lain-lain (hipotiroidea,
tumor, normal pressure hydrocephalus, obstructive hydrocephalus)
c. Parkinson plus syndrome/multiple system degeneration
Parkinson plus syndrome adalah primary parkinsonism dengan gejala-gejala
tambahan. Termasuk Lewy Body Dementia (LBD), Progressive Supranuclear
Palsy (PSP), Multiple System Atrophy (MSA), Striatonigral Atrophy ( SNA)
Olivopontocerebellar (CBD), Parkinsonism-Dementia- ALS Complex of
Guam (PDACG), Progressive Pallidal Atrophy. Neuroacanthocytosis.
d. Hereditary parkinsonism
Hereditary Juvenile Dystonia Parkinsonism, Lewy Body Disease,
Huntington’s Disease, Wilson’s Disease
2
A. Primary/Idiopathic Parkinsonism
Penyakit Parkinson
Definisi
Penyakit Parkinson merupakan penyakit neurodegeneratif sistem
ekstrapiramidal, yang secara patologis ditandai oleh adanya degenerasi ganglia
basalis terutama di subtansia nigra pars kompakta yang disertai adanya inklusi
sitoplasmik eosinofilik (lewy bodies).3,4
Parkinsonism adalah suatu sindroma yang ditandai oleh tremor pada waktu
istirahat, rigiditas, bradikinesia dan hilangnya refleks postural akibat penurunan
dopamine dengan berbagai macam sebab.3,5
Etiologi
a. Usia
Peran penuaan yang mungkin dalam patogenesis parkinson adalah sering terjadi
pada usia pertengahan-akhir dan prevalensi semakin meningkat seiring
bertambahnya usia. Namun, sampai sekarang masih belum jelas peran yang tepat
dari penuaan sehingga bermain dipatogenesis.9
b. Faktor lingkungan
Tahun 1983 ditemukan kalau N-methyl-4-phenyl-1,2,3,6-
tetrahydropyridine(MPTP) berpotensi menginduksi parkinson pada manusia.
Banyak studi telah menunjukkan asosiasi antara tinggal di pedesaan, terpapar
herbisida/pestisida beresiko berkembang menjad parkisnson. Akan tetapi, masih
sulit dipahami peran suatu senyawa terhadap parkinson.9
c. Genetik
Selama bertahun-tahun, faktor genetik dianggap tidak mungkin untuk
memainkan peran penting dalam patogenesis parkinson. Namun, dalam penelitian
baru-baru ini mutasi telah diidentifikasi spesifik penyebab parkinson, sehingga
3
memungkinkan untuk pertama kalinya untuk mulai
menjelajahi patogenesis pada tingkat molekuler.9
Klasifikasi
Umumnya diagnosis sindroma Parkinson mudah ditegakkan, namun harus
diusahakan menentukan jenisnya untuk mendapat gambaran mengenai etiologi,
prognosis, serta penatalaksanaannya. Secara garis besar penyakit Parkinson dibagi
menjadi 3 bagian, yaitu;5,6
a. Primer atau idiopatik
Bentuk Parkinson yang paling sering ditemui, yang disebut juga sebagai paralisis
agitans. Kira – kira 7 dari 8 kasus Parkinson termasuk jenis ini.
b. Sekunder atau simtomatik
Penyebabnya siketahui, berbagai kelainan atau penyakit dapat mengakibatkan
sindroma Parkinson, diantaranya dapat disebut sebagai arteriosklerosis, anoksia
atau iskemia serebral, obat – obatan zat toksik, penyakit (ensefalitis viral, sifilis
meningo-vaskular, pasca ensefalitis).
c. Paraparkinson (Parkinson plus)
Pada kelompok ini gejala Parkinson hanya merupakan sebgaian dari gambaran
penyakit keseluruhan. Dari segi terapi dan prognosis perlu dideteksi jenis ini,
misalnya didapat pada penyakit Wilson, Huntington, sindroma Shy Drager,
hidrosfalus normotesif.
Patofisiologi
a. Anatomi ganglia basalis
Ganglia basalis terdiri dari striatum, globus palidus dan nucleus
subthalamikus. Disebut ganglia basalis karena hamper seluruhnya terletak di
basal hemisfer serebri. Striatum merupakan target dari input korteks putamen.
Globus palidus merupakan sumber output terhadap thalamus dan dibagi
menjadi segmen interna dan segmen eksterna.
4
Ganglia basalis menerima input dari korteks serebri di striatum,
kemudian input diteruskan ke globus pallidus dan kemudian menuju
substansia nigrea. Kemudian sinyal diteruskan kembali ke korteks cerebri
melalui thalamus. Fungsi otot yang diperlukan untuk mempertahankan tonus
otot yang diperlukan untuk menstabilkan posisi sendi. Adanya kerusakan pada
struktur ganglia basalis menyebabkan gerakan yang tidak terkontrol seperti
tremor. Berkurangnya dopaminergic (neurotransmitter dopamine) dari
subtansia nigra ke striatum terjadi pada penyakit Parkinson. Ganglia basalis
mendapat masukan saraf aferren dari korteks serebri dan thalamus. Pintu
masuk saraf aferen ke basal ganglia adalah putamen (striatu), sedangkan pintu
keluarnya adalah globus pallidus. Saraf aferen dari ganglia basalis ini
selanjutnya menuju ke thalamus dan korteks motoric (serebri)
b. Autoregulasi dopamin
Dopamin adalah katekolamin yang disintesis dari tirosin di terminal
neuron dopaminergic. Dopamine melewati sawar darah otak melalui transport
aktif, peubahan L-tyrosin menjadi L-dihydroxyphenylalanin (L dopa)
dikatalisis oleh enzimtyrosin hydroxylase yang ada dalam neuron
katekolaminergik. L dopa diubah secara cepat menjadi dopamine oleh
arimatic L-amino acid decarboxylase. Didalam ujung saraf dopamine dibawa
ke vesikel oleh protein pembawa dan dilepaskan dari ujung saraf dopamine
dibawa ke vesikel oleh protein pembawa dan dilepaskan dari ujung saraf
melalui eksositosis, suatu proses yang dirangsang oleh depolarisasi akibat
masuknya Ca2+ ke dalam sel. Kerja dopamine di celah sinaps dapat diakhiri
dengan 2 cara. Pertama, dopamine dapat diambil kembali oleh protein karier
membrane. Kedua, dopamine dapat didegradasi oleh oxidase type B (MAO-
B).
Kerja dopamine di otak di perantarai reseptor protein dopamine. Ada 5
reseptor dopamine yang berbeda. Kelima reseptor dapat dibagi menjadi 2
kelompok, yaitu kelas reseptor D1 yang menstimulasi sintesis intraselular
5
cAMP dan reseptor D2 yang menghambat sintesis cAMP, menghambat arus
Ca2+ dan meningkatkan arus K+. yang termasuk kelas reseptor D1 adalah
protein D1 dan D5, sedangkan protein D2,D3, dan D4 termasuk kelas reseptor
D2. Protein D1 dan D2 banyak ditemukan di striatum.
c. Patofisiologi parkinsonisme
Masalah utama pada penyakit Parkinson adalah hilangnya neuron di
substansia nigra pars kompakta yang memberikan ibervasi dopaminergic ke
striatum (putamen dan nucleus kaudatum). Penyakit Parkinson terjadi karena
penurunan kadar dopamine akibat kematian neuron di substansia nigra pars
kompakta, suatu area otak yang berperan dalam mengontrol gerakan dan
keseimbangan, sebesar 40-50%.
Substansia nigra merupakan sumber neuron dopaminergic yang
berakhir dalam striatum. Cabang dopaminergic dari substanisa nigra ini
mengeluarkan pacu secara tonik, bukan berdasarkan respon gerakan muscular
spesifik ataupun input sensorik. Sistem dopaminergic memberikan pengaruh
yang bersifat tonik, terus menerus selama aktivitas motoric, bukan hanya
dalam gerakan-gerakan tertentu.
Striatum dan substansia nigra dihubungkan oleh neuron yang
mengeluarkan transmitter inhibitor GABA di terminalnya dalam substansia
nigra. Sebaliknya sel-sel substansia nigra mengirim neuron ke striatum dengan
transmitter dopamine di ujung terminalnya. Pada penyakit Parkinson,
destruksi sel dalam substansi nigra menimbulkan degenerasi neuron sehingga
sekresi dopamine dalam neostriatum menurun. Berkurangnya pengaruh
dopamine dalam neostriatum menyebabkan menurunnya control gerakan otot
pada penyakit Parkinson.
Gejala utama sindroma Parkinson ialah bradikinesia, rigiditas dan tremor,
yang sebagian disebabkan oleh tidak seimbangnya aktivitas motor alfa dengan motor
gamma. Didapatkan aktivitas gamma dan peningkatan aktivitas alfa.6,7
6
Secara umum dapat dikatakan bahwa penyakit Parkinson terjadi karena
penurunan kadar dopamine akibat kematian neuron di pars kompakta subtansia nigra
sebesar 40 – 50% yang disertai dengan adanya inklusi sitoplasmik eosinofilik (Lewy
bodies).
Ganglia Basalis adalah sekelompok massa subtansia grisea yang terletak yang
terletak didalam setiap hemispherium cerebri. Massa – massa tersebut adalah corpus
striatum, nucleus amygdala, claustrum.8
7
Terminologi yang umum digunakan untuk mendeskripsikan Nucleus Basalis
Struktur Neurologis Nucleus Basalis
Nucleus caudatus
Nucleus lentiformis
Claustrum
Corpus Striatum
Neostriatum
Corpus amygdaloideum
Neucleus caudatus
Globus palidus dan putamen
Claustrum
Nucleus caudatus dan nucleus lentiformis
Nucleus caudatus dan putamen
Nucleus amygdala
Nuclei basalis berperan penting dalam mengatur postur dan gerakan
volunteer. Dimana dalam menjalankan fungsinya Nuclei basalis berhubungan erat
dengan nuclei subthalamicus, subtansia nigra, nucleus ruber tetapi tidak termasuk
dalam kelompok nuclei basalis. Talamus berfungsi untuk mempengaruhi aktivitas
motorik.7,8
Subtansia nigra di mesencephalon dan nucleus subthalamicus di dienchepalon
secara fungsional berhubungan erat dengan nuclei basalis. Neuron – neuron
disubtansia nigra bersifat dopaminergik dan bersifat inhibisi serta memiliki banyak
hubungan dengan corpus striatum. Neuron – neuron di subthalmicus bersifat
glutaminergik dan eksitasi serta memiliki banyak hubungna dengan globus palidus
dan subtansia nigra.7,8
Neuron striatum diaktivasi oleh neuron di korteks melalui glutamat yang
interkoneksi dibagian dalam ganglia basalis terutama berasal dari transmitter
inhibitorik asam aminobutirat γ (GABA). Akhirnya ganglia basalis memiliki efek
inhibisi pada thalamus melalui neuron GABAnergik dibagian palidum dan subtansia
nigra pars reticulatum. Neuron ini diaktifkan melalui glutamate dari neuron di
nucleus subtalamus. Akhirnya neuron striatum sebagian dihambat oleh dopamine dari
subtansia nigra pars compacta dan juga diaktifkan melalui neuron kolinergik.
8
Ketidakseimbangan antara penghambatan dan pengaktifan memiliki efek yang
berbahaya pada fungsi motorik. Jika penghambatan kuat terjadi di nucleus thalamus
menyebabkan hipokinetik, jika penghambatan terlalu sedikit pada nucleus thalamus
menyebabkan hiperkinetik.7,8
Penyebabnya penyakit Parkinson sering kali bersifat hederiter, yang pada usia
pertengahan hingga usia tua menyebabkan degenerasi neuron dopaminergik di
subtansia nigra, penyebab laian adalah trauma, peradangan, gangguan sirkulasi,
tumor, keracunan. Hal ini menyebabkan berkurangnya pelepasan neurotransmitter
dopamine dalam corpus striatum. Hal ini mengakibatkan hipersensitivitas reseptor
dopamine pada neuron – neuron post sinaps didalam striatum. Gangguan gearakan
terutama terjadi akibat defek pada jalur dopaminergik (penghasil dopamin) yang
menghubungkan substansia nigra dengan korpus striatum (nucleus kaudatus dan
lentikularis). Ganglia basalis merupakan bagian dari system ekstrapiramidal;
mempengaruhi awal, modulasi, dan akhir pergerakan dan mengatur gerakan
automatis. 7,8
Kehilangan sel disubtansia nigra akan menurunkan persarafan dopaminergik
di striatum yang sesuai. Pertama, hal ini akan mengurangi penghambatan neuron
glutaminergik di nucleus subtalamus sehingga meningkatkan aktivasi di bagian dalam
palidum dan pars retikulatum subtansia nigra. Kedua, aktivasi dopaminergik di
neuron striatum akan berhenti, yang normalnya hal ini secara langsung menghambat
neuron di subtansia nigra pars retikulatum dan bagian dalam palidum. Proses ini
secara bersama – sama akhirnya menyebabkan penghambatan thalamus yang
berlebihan (transmitter GABA).7,8
Penghambatan thalamus akan menghambat pergerakan volunteer, pasien akan
merasa sulit memulai pergerakan dan hanya dapat melakukan pergerakkan sebagai
reaksi terhadap perangsangan dari luar (hopokinesia). Tonus otot akan meningkat
(rigiditas), sering tremor pada waktu istirahat. Hipokinesia biasanya akan memaksa
pasien untuk membentuk postur agak membungkuk dan akan menyebabkan ekspresi
wajah yang kaku, mikrografia, bicara menjadi pelan, monoton dan tidak jelas.
9
Akhirnya berbagai kelainan lainnya terjadi misal produksi saliva yang meningkat,
depresi, dementia. Gejala klinis timbul apabila lebih dari 70 % neuron di subtansia
nigra pars kompakta telah rusak.6,7,8
Dasar patologinya mencakup lesi di ganglia basalis (kaudatus, putamen,
palidum, nukleus subtalamus) dan batang otak (substansia nigra, nukleus rubra, lokus
seruleus). Secara sederhana, penyakit atau kelainan sistem motorik dapat dibagi
sebagai berikut :6,7
Piramidal : kelumpuhan disertai reflek tendon yang meningkat dan reflek
superfisial yang abnormal.
Ekstrapiramidal : didomonasi oleh adanya gerakan-gerakan involunter.
Serebelar : ataksia alaupun sensasi propioseptif normal sering disertai nistagmus.
Neuromuskuler : kelumpuhan sering disertai atrofi otot dan reflek tendon yang
menurun.
Gambaran Klinis
Tanda penting parkinsonisme adalah rigiditas, tremor (khususnya saat
istirahat), akinesia atau bradikinesia dan hilangnya refleks tubuh. Disfungsi ini
bersifat kronik dan progresif.4,5
a. Rigiditas mungkin hanya terbatas pada satu kelompok otot dan terutama
unilateral atau dapat menyebar dan bilateral. Jika rigiditas melibatkan truncus,
rigiditas bertanggung jawab terhadap gaya berjalan dan masalah posisi tubuh
akibat parkinson. Pasien membungkuk ketika berdiri sehingga dagu maju jatuh
kedepan daripada ibu jarinya, berjalan sambil menyeret kakinya, terburu – buru,
langkah semakin cepat seperti bila tersandung ke depan dan mencoba untuk cepat
mengembalikan kaki mereka pada keadaan semula.
b. Tremor timbul saat istirahat, ketika otot menegang untuk melakukan tindakan
yang bertujuan biasanya tremor akan berhenti. Tremor yang melibatkan tangan
dijelaskan sebagai pill rolling dan mengakibatkan gerakan ritmis ibu jari dan jari
pertama dan kedua.
10
c. Akinesia ditandai dengan penurunan gerakan spontan dan kesulitan dalam
memulai gerakan baru atau spontan. Bradikinesia ditandai dengan gerakan yang
melambat secara abnormal. Gerakan akinesia maupun bradikinesia sangat jelas
ketika pasien berusaha melakukan berbagai aktivitas volunteer seperti berjalan,
berbicara, menulis. Wajah pasien tanpa ekspresi dengan suara monoton.
Mikrografia adalah tulisan tangan yang kecil dan pada akhirnya hanya
menyerupai jejak yang tidak dapat diartikan.
Gambaran tambahan parkinsonisme adalah:4
Gangguan okulomotorius; pandangan yang kabur bila melihat kesuatu titik
akibat ketidakmampuan untuk mempertahankan kontraksi otot okuler.
Krisis okulogirik; spasme otot mata untuk berkonjugasu dengan mata yang
terfiksasi (biasanya pada pandangan keatas) selama beberapa menit hingga
beberapa jam, berkaitan dengan penyebab eksogen.
Kelelahan dan nyeri otot yang sangat pada kelelahan otot akibat rigiditas.
Hipotensi postural
Gangguan fungsi pernafasan yang berkaitan dengan hipoventilasi, inaktivitas,
aspirasi makanan atau saliva dan berkurangnya bersihan jalan nafas.
Diagnosis
Dengan melakukan anamnesis dan pemeriksaan yang seksama umumnya
diagnosis sindrom Parkinson sudah dapat ditegakkan. Hanya sedikit saja pemeriksaan
penunjang lain yang dibutuhkan setelah evaluasi klinik lengkap:5,6,9
Anamnesis : riwayat trauma, infeksi, riwayat penyakit sebelumnya, riwayat
pengobatan.
Pemeriksaan fisik, pada tiap kunjungan diperoleh:
o Tekanan darah, yang diukur dalam keadaan berbaring dan berdiri untuk
mendeteksi hipotensi ortostatis, yang dapat pula diperberat oleh medikasi.
11
o Menilai respon terhadap stress, penderita disuruh melakukan tugas sederhana,
seperti berdiri dengan tangan diekstensikan dan disuruh dengan cepat mebuka
dan menutup jari – jarinya di satu sisi dan pada waktu yang bersamaan disuruh
menghitung surut daru angka seratus. Stress ringan ini biasanya telah cukup
menimbulkan peningkatan tremor dan rigiditas pada ekstremitas lainnya.
o Mencatat dan mengikuti kemampuan fungsional, penderita disuruh menulis
nama dari tanggal diatas kertas dan menuliskan kalimat sederhana dan
menggambarkan lingkaran konsentris dengan tangan kanan dan kiri.
Pemeriksaan Penunjang
o EEG menunjukkan perlambatan progresif dengan memburuknya penyakit
o CT – Scan otak menunjukkan atrofi kortikal difus dengan melebarnya sulci dan
hidrosefalus eka vakuo pada kasus lanjut.
Kriteria Diagnosis
o Kriteria Diagnosis Klinis
- Didapatkan 2 dari 3 tanda kardinal gangguan motorik: tremor, rigiditas,
bradikinesia.
- Didapatkan 3 dari 4 tanda motorik: tremor, rigiditas, bradikinesia,
ketidakstabilan postural.
- Respons nyata terhadap terapi L-Dopa
o Kriteria Diagnosis menurut Hughes
- Diagnosis possible (mungkin) : adanya salah satu gejala tremor, rigiditas,
akinesia atau bradikinesia, gangguan refleks postural.
- Diagnosis probable (kemungkinan besar): ada dua gejala dari gejala otorik
- Diagnosis definite (pasti): ada tiga dari gejala utama.
o Kriteria Diagnosis menurut Koller
- Didapatkan 2 dari 3 tanda cardinal gangguan motorik: tremor, rigiditas atau
gangguan refleks postural, bradikinesia yang berlangsung satu tahun atau
lebih.
12
- Respon terhadap terapi levodopa yang diberikan sampai perbaikan sedang
dan lama perbaikan 1 tahun atau lebih.
Untuk menentukan berat ringannya penyakit, digunakan penetapan stadium klinis
penyakit Parkinson berdasarkan Hoehn dan Yahr:
- Stadium 1 : Unilateral, ekspresi wajah berkurang, posisi fleksi lengan yang
terkena, tremor, ayunan lengan berkurang
- Stadium 2 : Bilateral, postur membungkuk kedepan, gaya jalan lambat dengan
langkah kecil – kecil, sukar membalikkan badan
- Stadium 3 : Gangguan gaya berjalan menonjol, terdapat ketidakstabilan postural.
- Stadium 4 : Disabilitas jelas, berjalan terbatas tanpa bantuan, lebih cenderung
jatuh.
- Stadium 5 : Hanya berbaring atau duduk dikursi roda, tidak mampu berdiri/
berjalan meskipun dibantu, bicara tidak jelas, wajah tanpa ekspresi, jarang
berkedip.
Penatalaksanaan
Secara garis besar konsep terpai farmakologis maupun pembedahan pada
penyakit Parkinson dibedakan menjadi 3 hal yaitu:9
Simptomatik, untuk memperbaiki gejala dan tanda penyakit
Protektif, dengan cara mempengaruhi patofisiologi penyakit
Restoratif, mendorong neuron baru atau merangsang pertumbuhan dan fungsi sel
neuron yang masih ada.
Non farmakologi
a. Terapi Fisik dan terapi wicara, terapi ini dapat dilakukan dirumah dengan
memberikan petunjuk atau latihan contoh di klinik terpai fisik. Program terapi
fisik pada penyakit Parkinson merupakan terapi jangka panjang dan jenis
13
terapiini disesuaikan dengan perkembangan dan perburukan penyakit, misalnya
perubahan pada rigisitas, tremor dan hambatan lainnya.
b. Edukasi dan nutrisi
c. Terapi rehabilitasi, rehabilitasi pada penderita Parkinson sangat penting, tanpa
rehabilitasi penderita Parkinson akan kehilangan kemampuan aktivitas fungsional
kehidupan sehari – hari. Latihan yang diperlukan berupa:
Fisioterapi: latihan gelang bahu dengan tongkat, latihan ekstensi truncus,
latihan frenkle untuk berjalan dengan menapakkan kaki pada tanda – tanda
dilantai, latihan isometric untuk otot kuadriseps femoris dan otot ekstensor
panggul agar memudahkan menaiki tangga dan bangkit dari kursi.
Okupasi, memerlukan pengkajin lingkungan tempat tinggal atau pekerjaan
dengan berbagai macam strategi:
o Strategi kognitif : untuk menarik perhatian penuh/ konsentrasi, bicara
jelas dan tidak cepat, mampu menggunakan tanda – tanda verbal maupun
visual.
o Strategi gerak : bila akan berbelok saat berjalan gunakan tikungan yang
agak lebar, jarak kedua kaki harus lebar bila ingin memungut sesuatu sari
lantai.
o Strategi keseimbangan: melakukan aktivitas fungsional sehari – hari
dengan duduk dan berdiri dengan kedua kaki terbuka lebar dan
berpengangan pada dinding.
Psikoterapi
d. Pembedahan
Terapi Ablasi lesi otak
o Temasuk thalamotomy dan pallidotomy
o Pada prosedur ini dokter bedah melakukan penghancuran di pusat lesi
otak dengan menggunakan kauterisasi
14
o Tidak ada instrument apapun yang dipasang diotak setelah
penghancuran tersebut.
o Efek terapi bersifat permanen seumur hidup
Terapi stimulasi otak dalam (deep brain stimulation)
o Dokter bedah menempatkan semacam elektroda pada beberapa pusat
lesi di otak yang dihubungkan dengan alat pemacunya yang dipasang
dibawah kulit dada seperti alat pemicu jantung.
Farmakologi
Beberapa terapi farmakologi yang bisa diberikan untuk pasien Parkinson:5,9
Meningkatkan kadar dopamine endogen:
o Levodopa
o Carbidopa, benserazid : menghambat metabolism perifer oleh dopa
dekarboksilase.
o Entacapon, tolcapon: menghambat degrasi dopa oleh ometiltransferase
o Selegin: menghambat degradasi Dopa oleh MAO B
o Amantadin : meningkatkan sintesis dan pelepasan dopamine serta menghambat
reuptake.
Mengaktifkan reseptor dopamine dengan agonis
o Bromokriptin, lisurid sebagai agonis D2
o Pramipeksol, ropinirol sebagai agonis D2 dan D3
o Pergolid, apomorfin sebagai agonis D1 dan D2
Menekan aktivitas kolinergik dengan obat – obat antikolinergik
o Benztropin, triheksifenidil
a. Levodopa
Levodopa merupakan pengobatan utama untuk penyakit Parkinson, bila gejala
masih ringan dan tidak menganggu sebaiknya terapi jangan dengan levodopa jangan
15
dimulai. Hal ini mengingat bahwa efektivitas levodopa berkaitan dengan lama waktu
pemakainnya. Bila sudah beberapa bulan atau tahun digunakan sering timbul
komplikasi misalnya gejala on – off mendadak penderita beberapa saat menjadi
imobil, gerakan seolah – olah membeku, terhenti.
Mekanisme kerja : Dopamin tidak dapat melewati sawar darah otak, tapi Levodopa
adalah suatu prekursor metabolik dopamin dapat melewati sawar darah otak.
Levodopa melintasi sawar darah otak dan memasuki susunan saraf pusat. Disini
levodopa mengalami prose enzimatik menjadi dopamine. Dopamin menghambat
aktivitas neuron di ganglia basalis. Levodopa mengurangi tremor, kekakuan otot dan
memperbaiki gerakan.
Efek samping:
Nausea, muntah, distress abdominal. Untuk mencegah efek samping tersebut,
dapat diberikan kombinasi dengan inhibitor dopa dekarboksilase seperti karbidopa
dan benserasid.
Hipotensi postural
Sesekali akan didapatkan aritmia jantung, terutama pada penderita yang berusia
lanjut. Efek ini diakibatkan oleh efek beta-adrenergik pada sistem konduksi
jantung. Ini bisa diatasi dengan obat beta blocker seperti propanolol.
Diskinesia, yang paling sering ditemukan melibatkan anggota gerak, leher atau
muka. Diskinesia sering terjadi pada penderita yang berespon baik terhadap terapi
levodopa. Efek samping levodopa pada pemakaian bertahun-tahun adalah
diskinesia yaitu gerakan motorik tidak terkontrol pada anggota gerak maupun
tubuh.
Abnormalitas laboratorium. Granulositopenia, fungsi hati abnormal dan ureum
darah yang meningkat merupakan komplikasi yang jarang terjadi pada terapi
levodopa.
b. Inhibitor dopa dekarboksilasi dan levodopa
Untuk mencegah agar levodopa tidak diubah menjadi dopamin di luar otak,
maka levodopa dikombinasikan dengan inhibitor enzim dopa dekarboksilase. Untuk
16
maksud ini dapat digunakan karbidopa atau benserazide ( madopar ). Dopamin dan
karbidopa tidak dapat menembus sawar-otak-darah. Dengan demikian lebih banyak
levodopa yang dapat menembus sawar-otak-darah, untuk kemudian dikonversi
menjadi dopamine di otak. Efek sampingnya umumnya hampir sama dengan efek
samping yang ditimbulkan oleh levodopa.
c. Bromokriptin
Bromokriptin adalah agonis dopamin, obat yang langsung menstimulasi
reseptor dopamine; diciptakan untuk mengatasi beberapa kekurangan levodopa.
Bromokriptin diindikasikan bila terapi dengan levodopa atau karbidopa tidak
atau kurang berhasil, atau apabila terdapat diskinesia atau gejala on off. Efek samping
sama dengan levodopa.
Dosis bromokriptin dimulai dengan 2,5 mg sehari, ditingkatkan menjadi 2 x
2,5 mg dan kemudian ditingkatkan sampai 40 – 45 mg sehari tergantung respons.
d. Obat antikolinergik
Obat ini menghambat system kolinergik di ganglia basal, system kolinergik
secara normal diinhibisi oleh system dopaminergik dari nigrostriatal. Berkurangnya
input inhibisi mengakibatkan aktivitas yang berlebihan pada sitem kolinergik.
Pada penderita penyakit Parkinson yang ringan dengan gangguan ringan obat
antikolinergik paling efektif.
Obat antikolinergik triheksilfenidil (HCL artane), Benztropin (Cogentin),
biperidin (Akineton) merupakan obat yang paling efektiif terhadap sindroma
Parkinson, juga yang diakibatkan oleh obat – obatan seperti fenotiazin atau
butirofenon. Obat antikolinergik mempunyai efek adaptif bila dimakan bersama
levodopa.
Efek samping yang ditimbulkan adalah mulut kering, konstipasi, retensio
urin merupakan komplikasi yang sering terjadi.
17
e. Antihistamin
Kerja antihistamin pada penyakit Parkinson belum terungkap, sebagian besar
obat antihistamin mempunyai sifat antikolinergik ringan, terutam berkhasiat
mengontrol tremor.
Pada stadium dini obat ini dapat digunakan tunggal, bila penyakit sudah
lanjut obat ini digunakan sebagai tambahan pada levodopa dan bromokriptin. Efek
samping adalah mengantuk dan toleransi timbul cepat.
Salah satu obat nya adalah Difenhidramin (Benadryl), dosis 3 – 4 x 50 mg
sehari.
f. Amantadin
Obat ini digunakan sebagai adjuvant, yang kemungkinan membebaskan sisa
dopamine dari simpanan presinaptik di jalur nigrostriatal yang dapat memberikan
perbaikan lebih lanjut pada penderita yang tidak dapat mentoleransi dosis levodopa
atau bromokriptin yang tinggi.
Efek samping dari obat ini berupa edema ekstremitas bawah, insomnia,
mimpi buruk, jarang dijumpai hipotensi postural, retensio urin, dan gagal jantung.
Obat ini tersedia dalam bentuk kapsul dengan dosis 2 x 100 mg.
g. Selegine
Selegine adalah inhibitor MAO jenis B yang cukup selektif dan dapat
dikombinasi dengan levodopa. Inhibitor MAO diduga berupa penyakit Parkinson
karena neurotransmisi dopamine dapat ditingkatkan dengan mencegah
perusakkannya.
Obat (generik/ paten)
Dosis penggunaan Mekanisme kerja Efek samping obat
Levodopa (Dopa)
2000 – 500 mg/hari dalam dosis terbagi
Meningkatkan ketersediaan
dopamine dengan adakan precursor
metabolic
Nausea, vomitus, anoreksia, diskinesia, hipoteni
ortostatik, gangguan
perilaku, mimpi
18
Karbidopa (Lydosyn)
Karbidopa-levodopa (Sinemet)
Amantadin
Bromokriptin
Pramipreksol (MIrapeks)
Triheksilphenidil (Artane)
Sampai 100 mg/ hari dalam dosis terbagi
40/400-200/2000 mg/hari dalam dosis
terbagi
100-300 mg/hari
1-1,5mg 3-4 x/hari ditingkatkan sampai maks 100-200mg/
dosis terbagi
3x0,5-1 mg/hari
2-20mg/ hari dosis terbagi
Turunkan metabolism
Tingkatkan ketersediaan
dopamin
Tingkatkan pelepasan dopamin. Aktivasi langsung reseptor dopamine
Agonis dopamin
Turunkan efek asetilkolin, bantu
seimbangkan sistem kolinergik dan dopamiergik
visual, halusinasi
Dapat tingkatkan toksisitas levodopa.
Seperti diatas
Delirium dan halusinasi
Delirium dan halusinasi, perubahan perilaku,
hipotensi, nausea.
Halusinasi
Mulut kering, konstipasi, retensi urin, pandangan
kabur, eksaserbasi glaukoma, takikardia, perubahan perilaku
Selegine
Benztropin
10 mg/hari sekali sehari
0,5 – 8 mg. hari dosis
Menghambat monoamin
oksidase tipe B
Turunkan efek
Nausea, agitasi, insomnia, gerakan
involunter.
Mulut kering,
19
terbagi asetilkolin, bantu seimbangkan
sistem kolinergik dan dopaminergik
konstipasi, retensi urin, pandangan
kabur, eksaserbasi glaucoma, takikardia, perubahan perilaku
B. Secondary/Acquired Parkinsonism
Merupakan kelainan yang menyerupai penyakit Parkinson dimana penyebabnya
diketahui atau terjadinya gejala seperti penyakit Parkinson akibat dari efek eksposur
bahan-bahan tertentu seperti obat-obatan, toksin, gangguan vascular atau kelainan
neurodegenerative lainnya.
a. Parkinson yang di sebabkan obat
Secara garis besar obat dapat menyebabkan terjadinya gangguan gerak. Obat
yang dapat menimbulkan Parkinson sekunder antara lain:
- Inhibitors of dopamine synthesis or formation of a false neurotransmitter
Alpha methyl-paratyrosin
Alpha metyldopa
- Inhibitors of presynaptic dopamine storage
Reserpine
Tetrabenazin
- Blockade of postsynaptic D2 reseptor
Neuroleptic Chlorpromazine
Prochloperazin Thiethylperazin
Perperazin dan amitriptilin Perphenazin
Thiordazin Haloperidol
Promethazine Metoclopramide
Fluphenazin Veralipride
20
Mesoridazin Molindon
Trifluoperazin Loxapin
Patofisioogi
Terjadinya drug induce parkinsonism adalah akibat dari obat-obatan di atas
adalah akibat dari obat tersebut yang dapat menurunkan dopamine, terutama
di basal ganglia. Di samping akibat dari sifat obat tersebut yang bersifat
antagonis dopamine, faktor genetic juga mempengaruhi sehingga individu
yang terpapar obat-obatan tersebut akan mengalami parkinsonism sekunder.
Gejala klinis
Gejala klinis parkinsonism yang timbul akibat efek samping umumnya
bilateral. Gejala tremor waktu istirahat dan bradikinesia merupakan gejala
yang muncul kurang lebih 50% dari penderita drug induces parkinsonism.
b. Parkinsonism karena toksik
Beberapa bahan yang bersifat toksik dapat menimbulkan parkinsonism adalah
akibat eksposur dari bahan tersebut yang bisa berlangsung secara pelan-pelan.
Gejala parkinsonism yang muncul biasanya dalam waktu yang cukup lama
(tahunan)
Gejala klinis
Secara umum gejala klinis tidak berbeda dengan penyakit Parkinson, namun
perbedaannya terlihat dari gejala penyerta yang berbeda untuk masing-masing
bahan yang menyebabkan toksik parkinsonism tersebut. Di bawah ini dijelaskan
gejala tambahan yang spesifik untuk masing-masing bahan yang menyebabkan
parkinsonism tersebut
- Carbon disulfide
Bahan ini umumnya ada pada bahan pestisida, zat-zat untuk fumigasi dan
obat-obatan untuk pengobatan penderita dengan alcoholism. Gejala
parkinsonism yang terjadi akibat eksposur bahan tersebut akan menetap cukup
lama. Disamping gejala parkinsonism, juga di temukan gejaladisfungsi
serebellum, gangguan pendengaran, gangguan sensoris yang mirip dengan
21
poli neuropati, kadang terjadi gangguan pyramidal dan gangguan memori
yang mirip dengan sindrom lobus frontalis.
- Carbon monoksida
Bahan ini terdapat pada gas pembuangan kendaraan bermotor, gas/asap dari
memasak. Carbon monoksida jarang menyebabkan parkinsonism
dibandingkan dengan carbon disulfide, namun eksposur dari bahan ini lebih
banyak dapat menyebabkan gangguan kesadaran. Gangguan klinis yang
terjadi akibat keracunan bahan ini adalah akibat dari terganggunya
hemoglobin yang merupakan alat transfor dari oksigen sehingga otak akan
kekurangan oksigen, akibatnya terjadilah penurunan kesadaran. Lama
kelamaan akan menimbulkan gejala Parkinson meskipun jarang, gejala klinis
yang muncul selain gejala parkinsonism adalah gangguan memori, gangguan
buang air kecil (inkontinensia), dan munculnya reflex primitive mirip dengan
tanda demensia.
- Copper
Abipan paparan copper akan menimbulkan oenyakit Wilson yang terkadang
bercampur dengan gejala Parkinsonism. Terakumulasinya copper ini dalam
jaringan otak adalah akibat inhalaso dan melalui makanan. Penyakit Wilson
adalah penyakit akibat kelainan genetic yang mengakibatkan terakumulasinya
copper dalam tubuh. Copper ini dapat berasal dari alat masak, cat atau
konsumsi coper melalui suplemen makanan. Akibat dari tertimbunnya copeer
ini akan mengakibatkan terbentuknya copper-dopamin kompleks yang
mengakibatkan oksidasi dopamine menjadi aminochrome sehingga kadar
dopamine akan menurun.
- MPTP
MPTP adalah bahan kimia yang di hasilkan dari pengolahan bahan obat
MPTP (1 methyl-4-Phenyl-4-Propalonoxypiperidine). Bahan kimia ini
awalnya di temukan untuk percobaan binatang untuk membuat kondisi
parkinsonism pada binatang percobaan. Tahun 1982 MPTP di pakai sebagai
22
obat substitusi heroin untuk mengurangi kecanduan. Ternyata MPTP pada
percobaan binatang mengakibatkan kerusakan substansia nigra sehingga
menimbulkan gejala parkinsonism.
Penatalaksanaan
1. Pengurangan / penghentian obat-obatan dan bahan-bahan yang diduga
sebagai penyebab
2. Pengobatan farmakologi:
- Dopaminergic: carbidopa + levodopa 10/100 mg, 25/100 mg, benzerazide
+ levodopa 50/100mg, levodopa 100 mg/200 mg + carbidopa 25/50 mg +
entacapone 200 mg
- Antikolinergik: trihexyphenidyl 1-5 mg/hr
- Dopamine agonis: pramipexole: 1,5-4,5 mg/hr
3. Pengobatan non farmakologi:
- Fisioterapi
- Konseling psikiatri
c. Parkinsonism vascular
Sebagai bagian dari gangguan gerak involunter pasca stroke, parkinsonism
vascular timbul berkaitan dengan infark unilateral atau bilateral ganglia basalis
pada striatum atau nucleus lentiformis, tetapi juga karena infark unilateral atau
bilateral ganglia basalis pada daerah mesensefalik dan frontal.
Klasifikasi
- Parkinsonism vascular dengan onset akut yang berkaitan dengan infark
ganglia basalis
- Parkinsonism vascular dengan perkembangan tersamar yang kemungkinan
berkaitan dengan iskemia substansia alba subkortikal.
Patofisiologi
Klinis Parkinson berkaitan dengan lesi vascular yang merusak lintasan serabut
atau jaras yang menghubungkan inti-inti ganglia basalis, juga serabut
penghubung dengan thalamus, korteks motoric yang tidak saja memutus integrasi
23
sosiomotor, tetapi juga jalur reticular desenden ke sejumlah besar pusat –pusat
yang ada di batang otak.
Daerah-daerah otak yang terpengaruh secara spontan oleh penyakit Parkinson
dapat juga dipengaruhi oelh stroke yang berlangsung lama pada orang yang
memiliki faktor resiko stroke.
Gambaran Klinis
Keluhan awal adalah sulit berjalan atau melangkah. Gangguan gaya berjalan
(gait) yang timbul berkaitan dengan keadaan yang ditandai oleh berjalan dengan
kaki di seret, langkah pendek-pendek. Gambaran klinis lain berupa maslah
menelan, kognisi, inkontinensia urin dan alfi.
Diagnosis
Berdasarkan skala yang dikembangkan oleh Winikates dan Jonkovic
Nilai
Fakta angiografi dari penyakit vascular 2
Onset parkinsonism dalam 1 bulan setelah stroke 1
Riwayat 2 kali atau lebih stroke 1
Riwayat 2 kali atau lebih faktor resiko vascular untuk stroke 1
Fakta neuroimaging penyakit vascular pada > 2 wilayah vascular 1
Parkinsonism vascular= parkinsonism + skor vascular > 2
Penatalaksanaan
Setiap orang yang di duga menderita parkinsonism vascular hendaknya diberikan
levodopa dengan dosis yang adekuat untuk kecukupan jangka waktu setidaknya 3
bulan sebelum menyimpulkan ada tidaknya respon pengobatan. Respon
pengobatan yang baik, tidak dapat diprediksi dengan mendasarkan pada tipe
penyakit, lokasi gambaran klinis, atau gambaran klinis mana yang dominan.
Disamping levodopa, amantadine dapat juga digunakan. Fisioterapi sangat
diperlukan untuk berbagai kondisi klinis.
24
C. Parkinson plus syndrome/multiple system degeneration
a. Progressive supranucleaar palsy (PSP)
Merupakan penyakit degenerative yang di tandai dengan gejala parkinsonism
simetris, gangguan kognitif, disatria dan disfagia.
Patologi
PSP merupakan penyakit dalam kelompok neuropathy yang berhubungan
dengan agregasi protein. Secara patologi PSP mempunyai ciri khas seperti
degenerasi beberapa struktur korteks, substansia nigra, nucleus subtalamikus
dan midbrain.
Gejala Klinis
- Motorik
pada stadium awal ada bradikinesia, hypomimia, hypophonia, dan postural
instability seperti parkinsonism pada umumnya. Pada PSP respon terhadap
pemberian levodopa minimal atau tidak ada respon, dan tidak di temukan
adanya tremor istirahat serta adanya gangguan motoric yang simetris.
- Gangguan gerak mata
Pada PSP yang spesifik adalah kesulitan melirik kebawah, nistagmus
vertical dan gangguan akomodasi. Gangguan pada korteks frontal
menimbulkan gangguan apraxia saccadic yaitu kesulitan melakukan
gerakan bola mata berupa melihat benda yang berada di atas pasien,
sedangkan lesi pada tectal center menimbulkan gangguan atensi visual,
kesulitan mengancingkan baju sampai apatis dan instabilitas postural.
- Tingkah laku abnormal
Disfungsi lobus frontal sering di dapat pada PSP berupa gangguan kognitif
progresif, gangguan behavior pada 22% pasien PSP dimana menyebabkan
gangguan progresifitas sampai 80%. Demensia dalam beberapa kondisi
amnestic, visuospatial, afasik dementia seperti apatis, proses intelektual
lamban, gagalnya fungsi eksekutif. Fungsi eksekutif gangguan mental,
25
pemilihan pengurutan, pemikiran abstrak, inhibisi motorik, kelancaran
berbahasa. Pasien mudah menangis maupun tertawa.
- Gangguan otonom
Gangguan otonom pada PSP hanya minimal, ini berbeda dengan MSA
dimana gangguan otonom sebagai gejala awal dan spesifik. Pada PSP
respon growth hormone terhadap clonidine untuk mendeteksi orthostatic
hypertension. Tidak di temukan aritmia ventrikel.
Diagnosis
Sampai saat ini belum tersedia tes diagnostic untuk PSP. Diagnosis tetap
menggunakan pendekatan diagnosis secara klinis.
Pemeriksaan penunjang yang mendukung diagnosis antara lain:
1. Pada MRI, tampak gambaran atrofi pedunkulus serebri superior, atrofi
midbrain,
2. Disfungsi otonom pada kardiovaskular tidak ditemukan, meskipun
gangguan kandung kemih sering dijumpai.
Panatalaksanaan
Belum ada pengobatan yang mampu menghentikan perjalanan penyakit PSP.
Terapi yang bersifat suportif terutama untuk membantu menelan dan
mencegah jatuh dapat memperbaiki kualitas hidup dan memperpanjang usia
pasien PSP. Beberapa otot yang dapat digunakan untuk memperbaiki kualitas
hidup pasien antara lain:
- Dopaminergik
Pemberian levodopa mempunyai sedikit manfaat pada tipe PSP-P,
terutama jika dosis levodopa dinaikkan hampir dua kali dosis pada
penyakit Parkinson. Dosis dapat dititrasi mencapai 150 mg per hari.
Agonis dopamin tidak bermanfaat, meskipun lebih bermanfaat
dibandingkan dengan placebo untuk gejala rigiditas, bradikinesia,
dissatria, dasn disfagia.
26
- Kolinergik dan antikolinergik
Obat amantadine merupakan obat dopaminergic dan antiglutamatergik
untuk PSP. Amantadin dimulai pada dosis 100mg/hari maksimum 100 mg
dua kali/hari. Jika amantadine sudah tidak bermanfaat dapat dicoba obat
kolinergik seperti donepezil.
- Antidepresan
Amitiptilin memperbaiki gait dan rigiditas pada 3 dari 4 pasien. Manfaat
hampir sama dengan pemberian levodopa atau amantadine. Dosis dimulai
10 mg malam hari dan dapat dinaikkan tiap minggu sampai 2x20mg per
hari.
- Botulinum toksin
Pemberian injeksi botulinum pada otot orbital kebanyakan berhasil
mengatasi apraksia dan blefarospasme saat membuka kelopak mata pada
PSP. Injeksi botox juga bermanfaat untuk dystonia fokal.
- Farmakoterapi lain
Gangguan buang air kecil bisa diberikan antikolinergilk. Dystonia
asimetrik dapat berespon terhadap pemberian baclofen. Obat sedative
ringan atau antidepresan trisiklik dapat diberikan saat mau tidur jika
pasein mengalami gangguan tidur.
b. Multiple System Atrophy
Merupakan suatu penyakit degenerative yang mempunyai gejala khas
parkinsonism dan atau tanda serebelar dan gangguan otonom.
Gejala klinis
MSA terbagi menjadi 2, yaitu:
- MSA-P (Dominan parkinsonism) dengan gejala khas parkinsonism
disertai dengan gangguan fungsi otonom yaitu penurunan tekanan darah
postu0ral sistolik > 30 mmHg dan diastolic < 15 mmHg, inkontinensia
urin dan disfungsi ereksi.
27
- MSA-C (Dominan tanda serebelar dengan tanda khas adanya nistagmus,
ataksia, dan tanda gangguan fungsi otonom
Sejumlah gejala klinis lain yang terjadi pada MSA dapat membantu dalam
membedakan ari penyakit parkinsonism lain. Gejala ini dapat muncul
beberapa tahun sebelum onset gejala parkinsonism atau tanda serebelar,
gejala yang termasuk dalam “red flags” ini adalah:
Instabilitas postural dan jatuh pada gejala awal
Dystonia orofasial secara spontan atau dimulai ketika pengobatan
levodopa
Dystonia yang mempengaruhi tubuh dan leher sehingga terjadi
anterokolis dan tulang belakang fleksi ke lateral
Bicara monoton nada tinggi
Stridor, dan sleep apnea
Tangan dan kaki dingin
Menangis dan tertawa tidak sesuai keadaan
Tanda pyramidal (reflex meningkat, Babinski positif tetapi tidak ada
kelemahan
Gejala yang menyingkirkan diagnosis MSA:
Tremor saat istirahat
Halusinasi
Onset setelah usia 75 tahun
Riwayat keluarga dengan ataksia atau parkinsonism
Dementia
Multiple lesi pada substansia alba pada serebral
Diagnosis
Kriteria diagnosis probable MSA adalah:
Onset penyakit usia diatas 30 tahun, progresif ditandai oleh:
28
Kegagalan fungsi otonom: inkontinensia urin (disertai disfungsi ereksi
pada laki-laki) atau penurunan tekanan darah ortostatik dalam 3 menit
berdiri minimal sistolik 30 mmHg atau distolik 15 mmHg
Parkinsonism minimal respon terhadap levodopa
Sindrom serebelar (ataksia anggota gerak dan disatria)
Penatalaksanaan
a. Parkinsonism:
Pemberian amantadine dapat bermanfaat untuk memperbaiki gejala
gangguan berjalan
b. Hipotensi ortostatik
Diit tinggi garam, menghindari obat hipotensi, dan makan dalam jumlah
banyak. Dapat di berikan efedrin 15-45 mg/hari, fludrocortisone 100-
300µg sehari.
c. Disfungsi urinary
Oxybutynin dapat membantu untuk hiperrefleksia otot detrusor dan
kateterisasi intermiten untuk volume residu urin yang banyak.
d. Disfungsi ereksi
Sildenafil efektif, tetapi dapat memperburuk hipotensi ortostatik. Injeksi
intrakavernosus papverin atau penile implans dapat efektif tanpa
memperburuk hipotensi
e. Inkontinensia urin
Obat antikolinergik dan penggunaan kateter
f. Ataksia
Suportif dengan tongkat atau kursi roda untuk mobilitas pasien
29
BAB III
KESIMPULAN
Parkinsonism adalah suatu sindroma yang ditandai oleh tremor pada waktu
istirahat, rigiditas, bradikinesia dan hilangnya refleks postural akibat penurunan
dopamine dengan berbagai macam sebab.
Berdasarkan penyebabnya parkinsonism dibagi menjadi 4 jenis:
Primary/idiopathic parkinsonism (Penyakit Parkinson, genetic parkinson’s disease),
Secondary/acquired parkinsonism (Akibat dari infeksi, obat, toksin, vascular, trauma,
lain-lain (hipotiroidea, tumor, normal pressure hydrocephalus, obstructive
hydrocephalus)), Parkinson plus syndrome/multiple system degeneration (Parkinson
plus syndrome adalah primary parkinsonism dengan gejala-gejala tambahan.
Termasuk Lewy Body Dementia (LBD), Progressive Supranuclear Palsy (PSP),
Multiple System Atrophy (MSA), Striatonigral Atrophy ( SNA) Olivopontocerebellar
(CBD), Parkinsonism-Dementia- ALS Complex of Guam (PDACG), Progressive
Pallidal Atrophy. Neuroacanthocytosis), Hereditary parkinsonism (Hereditary
Juvenile Dystonia Parkinsonism, Lewy Body Disease, Huntington’s Disease,
Wilson’s Disease)
Penatalaksaan sindroma Parkinson dapat dilakukan sesuai dengan penyebab
dari sindrom Parkinson itu sendiri.
30
DAFTAR PUSTAKA
1. Henry A. Pengaruh kebiasaan merokok terhadap resiko timbulnya penyakit
Parkinso: studi analitik (skripsi). Semarang: Fakultas Kedokteran UNDIP; 2011.
2. National Institute of Neurological Disorders and Stroke, 2007. “Parkinson’s
Disease: Hope Through Research”,http://www.ninds.nih.gov/
disorders/parkinsons_disease/detail_parkinsons_disease.htm#toc, 3 Juni 2008.
3. Silitonga R. Faktor – faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup penderita
penyakit Parkinson di poliklinik saraf RS DR Kariadi: observasinal secara cross
sectional (Tesis Dokter Spesialis). Semarang: Bagian Saraf RS DR Kariadi; 2007.
4. Harwig Mary S. Gangguan Neurologis dengan simtomatologi Generalisata. Editor
Sylvia Anderson. Patofisiologi Konsep Klinis Proses – proses penyakit. Edisi ke-
enam. Volume 2. Jakarta: EGC.2005. hal.1139-1144,1041.
5. PERDOSSI. Buku ajar neurologi klinis. Jakarta: Gajah Mada University Press;
2008.hal.233-243.
6. Sidharta P. Neurologi klinis dalam praktek umum. Jakarta: Dian Rakyat;
2009.hal.362-378.
7. Silbernagl S, Lang F. Teks atlas berwarna patofisiologi. Jakarta: EGC,
2006.hal.312-313.
8. Snell RS. Neuroanatomi klinik. Edisi ke – 5. Jakarta: EGC. 2006.hal.351-360.
9. Rahayu RA. Penyakit Parkinson. Editor: Aru W. Sudoyo. Buku ajar ilmu penyakit
dalam. Edisi ke-4. Jilid 3. Jakarta: FKUI.2007.hal.1373-1377.
31