sin drom

50
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah Anugerah terbesar yang diberikan Tuhan kepada kita umat manusia. Tuhan mempunyai rahasia tersendiri sehingga ada anak yang di lahirkan normal dan ada pula yang di lahirkan "istimewa" salah satunya adalah anak dengan sindrom Down. Anak-anak merupakan sumber senyuman dalam keluarga setiap manusia. Setiap anak-anak memiliki keunikan yang berbeda-beda. Anak-anak memiliki banyak keunikan yang membuat kita tertawa sepanjang hari. Bahkan saat hati kita sedang sedih ketika melihat tingkah laku anak kecil yang ada disekitar kita anak siapapun itu kadang membuat kita tertawa dan melupakan kesedihan yang kita rasakan. Bahkan hanya melihatnya saja hati kita sudah senang dan mungkin sering kita mengatakan seperti ini ya ampun lucu banget si kamu dek, ih anak itu lucu deh pengen dicubit aja, ngegemesin. Namun bagaimana bila kita bertemu dengan anak-anak yang memiliki keistimewaan atau kekurangan yang ada pada dirinya? Akankah kita mengatakan hal yang sama kepada mereka? Atau pantaskah kita melihatnya dengan sebelah mata? Sungguh ironis apabila kita melakukan hal semacam itu kepada anak-anak yang memiliki keistimewaan yang ada

Upload: rajuddin-kwonnie

Post on 01-Dec-2015

30 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: Sin Drom

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anak adalah Anugerah terbesar yang diberikan Tuhan kepada kita umat manusia.

Tuhan mempunyai rahasia tersendiri sehingga ada anak yang di lahirkan normal dan ada

pula yang di lahirkan "istimewa" salah satunya adalah anak dengan sindrom Down.

Anak-anak merupakan sumber senyuman dalam keluarga setiap manusia. Setiap anak-

anak memiliki keunikan yang berbeda-beda. Anak-anak memiliki banyak keunikan yang

membuat kita tertawa sepanjang hari. Bahkan saat hati kita sedang sedih ketika melihat

tingkah laku anak kecil yang ada disekitar kita anak siapapun itu kadang membuat kita

tertawa dan melupakan kesedihan yang kita rasakan. Bahkan hanya melihatnya saja hati kita

sudah senang dan mungkin sering kita mengatakan seperti ini ya ampun lucu banget si kamu

dek, ih anak itu lucu deh pengen dicubit aja, ngegemesin.

Namun bagaimana bila kita bertemu dengan anak-anak yang memiliki keistimewaan

atau kekurangan yang ada pada dirinya? Akankah kita mengatakan hal yang sama kepada

mereka? Atau pantaskah kita melihatnya dengan sebelah mata? Sungguh ironis apabila kita

melakukan hal semacam itu kepada anak-anak yang memiliki keistimewaan yang ada

disekitar kita. Seharusnya kita membantu dia dalam menjalani hari-harinya sama seperti

anak-anak pada umumnya.

Sindrom Down adalah suatu kondisi keterbelakangan perkembangan fisik dan mental

pada anak yang disebabkan adanya abnormalitas perkembangan kromosom. Sindrom Down

dinamai sesuai nama dokter berkebangsaan Inggris bernama Langdon Down, yang pertama

kali menemukan tanda-tanda klinisnya pada tahun 1866. Pada tahun 1959 seorang ahli

genetika Perancis Jerome Lejeune dan para koleganya, mengidentifikasi basis genetiknya.

Manusia secara normal memiliki 46 kromosom, sejumlah 23 diturunkan oleh

ayah dan 23 lainnya diturunkan oleh ibu. Para individu yang mengalami down syndrome

hampir selalu memiliki 47 kromosom, bukan 46. Ketika terjadi pematangan telur, 2

kromosom pada pasangan kromosom 21, yaitu kromosom terkecil gagal membelah diri.

Jika telur bertemu dengan sperma, akan terdapat kromosom 21yang istilah teknisnya adalah

Page 2: Sin Drom

trisomi 21. Sindrom Down bukanlah suatu penyakit maka tidak menular, karena sudah terjadi

sejak dalam kandungan.

Bayi yang mengalami down syndrome jarang dilahirkan oleh ibu yang berusia di bawah

30 tahun, tetapi risiko akan bertambah setelah ibu mencapai usia di atas 30 tahun. Pada usia

40 tahun, kemungkinannya sedikit di atas 1 dari 100 bayi, dan pada usia 50 tahun, hampir 1

dari 10 bayi. Risiko terjadinya sindrom Down juga lebih tinggi pada ibu yang berusia di

bawah18 tahun.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan sindrom Down?

2. Apa penyebab dengan sindrom Down?

3. Bagaimana aspek sitogenetika dengan sindrom Down?

4. Apa manifestasi dari sindrom Down?

5. Bagaimana prevalensi dari sindrom Down?

6. Bagaimana penatalaksanaan terapeutik dari sindrom Down?

7. Penanganan medis dari sindrom Down?

8. Bagaimana pendidikan dari penderita sindrom Down?

9. Bagaimana penyuluhan pada orang tua yang memiliki anak penderita sindrom Down?

10. Bagaimana terapi stimulasi untuk anak penderita sindrom Down?

11. Apa saja permainan yang cocok untuk anak penderita sindrom Down?

12. Bagaimana kualitas hidup penderita sindrom Down?

13. Bagaimana risiko pewarisan dan usaha pencegahan sindrom Down?

14. Bagaimana prognosis sindrom Down?

15. Bagaimana asuhan keperawatan sindrom Down?

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak dan diharapkan mahasiswa

mampu memahami trend keperawatan anak, mortalitas, dan morbiitas Sindrom Down.

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui apa yang dimaksud dengan sindrom Down

b. Mengetahui penyebab dengan sindrom Down

c. Memahami aspek sitogenetika dengan sindrom Down

Page 3: Sin Drom

d. Mengetahui manifestasi dari sindrom Down

e. Mengetahui prevalensi dari sindrom Down

f. Mengetahui penatalaksanaan terapeutik dari sindrom Down

g. Memahami penanganan medis dari sindrom Down

h. Mengetahui pendidikan dari penderita sindrom Down

i. Mengetahui penyuluhan pada orang tua yang memiliki anak penderita sindrom

Down

j. Mengetahui terapi stimulasi untuk anak penderita sindrom Down

k. Mengetahui permainan yang cocok untuk anak penderita sindrom Down

l. Mengetahui kualitas hidup penderita sindrom Down

m. Mengetahui risiko pewarisan dan usaha pencegahan sindrom Down

n. Mengetahui prognosis sindrom Down

o. Mengetahui asuhan keperawatan sindrom Down

Page 4: Sin Drom

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi

Kelainan kromosom yang umum terjadi an mudah dikenali. Nama sindrom Down berasal

dari nama dokter Inggris, Langdon Down. Adanya lipatan pada kelopak mata penderita yaitu

lipatan epikantur, yang memberi kesan seperti ras Mongoloid, menyebabkan sindrom ini

dinamakan juga Mongolisme. Namun, untuk menghindari pelecehan ras tertentu, nama yang

sering digunakan adalah sindrom Down. (Soediono, 2009)

Sindrom Down bukan merupakan suatu penyakit, tetapi merupakan suatu kelainan

genetic yang dapat terjadi pada pria dan wanita. Kelainan ini merupakan hasil dari kelainan

kromosom yang tidak selalu diturunkan kepada keturunan berikutnya. Kelainan yang sering

ditemukan adalah kelebihan kromosom 21 yang dinamakan trisomi 21. (Soediono, 2009)

Insidennya 1 dalam 600 sampai 1 dalam 700 kelahiran, lebih dari separuh bayi yang

terkena mengalami abortus spontan selama kehamilan dini. Di Indonesia ditemukan 1 dalam

600 kelahiran hidup. (Soediono, 2009)

B. Etiologi

Menurut Soetjiningsih (1998) selama satu abad sebelumnya banyak hipotesis tentang

penyebab sindrom Down yang dilaporkan. Tetapi sejak ditemukan adanya kelainan

kromosom pada sindrom Down pada tahun 1959, maka sekarang perhatian dipusatkan pada

kejadian “non-disjunctional” sebagai penyebabnya yaitu:

1. Genetik

Diperkirakan terdapat predisposisi genetic terhadap ”non-disjunctional”. Bukti yang

mendukung teori ini adalah berdasarkan hasil penelitian epidemiologi yang menyatakan

adanya peningkatan resiko berulang bila dalam keluarga terdapat anak dengan sindrom

Down.

2. Radiasi

Radiasi dikatakan merupakan salah satu penyebab terjadinya “non-disjunctional”

pada sindrom Down ini. Uchida 1981 (dikutip Pueschel dkk.) menyatakan bahwa sekitar

30% ibu yang melahirkan anak dengan sindrom Down, pernah mengalami radiasi di

Page 5: Sin Drom

daerah perut sebelum terjadinya konsepsi. Sedangkan penelitian lain tidak mendapati

hubungan antara radiasi dengan penyimpangan kromosom.

3. Infeksi

Infeksi juga dikatakan sebagai salah satu penyebab terjadinya sindrom Down. Sampai

saat ini belum ada peneliti yang mampu memastikan bahwa virus dapat mengakibatkan

terjadinya “non-disjunctional”.

4. Autoimun

Factor lain yang juga diperkirakan sebagai etiologi sindrom Down adalah aotuimun.

Terutama autoimun tiroid atau penyakit yang dikaitkan dengan tiroid. Penelitian Fialkow

1966 (dikutip Pueschel dkk.) secara konsisten mendapatkan adanya perbedaan

autoantibodi tiroid pada ibu yang melahirkan anak dengan sindrom Down dengan ibu

kontrol yang umurnya sama.

5. Umur ibu

Apabila umur ibu di atas 35 tahun, diperkirakan terdapat perubahan hormonal yang

dapat menyebabkan “non-disjunctional” pada kromosom. Perubahan endokrin, seperti

meningkatnya sekresi androgen, menurunnya kadar hidroepiandrosteron, menurunnya

konsentrasi estriadol sistemik, perubahan konsentrasi reseptor hormone, dan peningkatan

secara tajam kadar LH (Lutenizing Hormone) dan FSH (Follicular Stimulating Hormone)

secara tiba-tiba sebelum dan selama menopause, dapat meningkatkan kemungkinan

terjadinya “non-disjunctional”.

6. Umur ayah

Selain pengaruh umur ibu terhadap sindrom Down, juga dilaporkan adanya pengaruh

umur ayah. Penelitian sitogenik pada orang tua dari anak dengan sindrom Down

mendapatkan bahwa 20-30% kasus ekstra kromosom 21 bersumber dari ayahnya. Tetapi

korelasinya tidak setinggi dengan umur ibu.

Faktor lain seperti gangguan intragametik, organisasi nucleolus, bahan kimia dan

frekuensi koitus masih didiskusikan kemungkinan sebagai penyebab dari sindrom Down.

C. Aspek-Aspek Sitogenetika

Dibawah ini dapat dilihat daftar kelainan kromososm pada sindrom Down. Sejauh ini,

temuan yang paling sering dan nyata didapat adalah trisomi 21. Melalui penelitian biologi

molecular, pada 80% kasusu telah terbukti bahwa penambahan kromosom pada kromosom

Page 6: Sin Drom

21 diturunkan dari ibu. Risiko kekambuhan trisomi 21 pada keluarga-keluarga ini sekitar 1

persen. Jika seorang perempuan sindrom Down akibat trisomi 21 hamil, maka kemungkinan

anaknya menderita trisomi 21 adalah 50%. Tetapi bila laki-laki sindrom Down menikah

dengan perempuan normal, maka sangat jarang anaknya menderita trisomi 21. (Hull&Derek,

2008)

Temuan-temuan kromosom pada sindrom Down

Trisomi 21, contoh : 47, XY, +21 95 persen

Mosaik, contoh :46, XX,/47, XX, +21 2 persen

Translokasi Robertsonian yang tidak seimbang

Contoh : 46, XX,-15, +t(15q21q) 3 persen

*Karlotip ini dapat dijelaskan sebagai berikut :pasien adalah seorang wanita (46, XX)

dengan sindrom Down akibat penggantian kromosom 15 (-15) dengan kromosom

translokasi yang merupakan penggabungan lengan-lengan panjang satu kromosom 15

dengan satu kromosom 21+(+t(15q21q)).

Anak-anak dengan sindrom Down mosaik mempunyai gambaran klinis yang biasanya

lebih ringan dibandingkan sindrom Down yang sempurna. Jika hanya sebagian kecil sel yang

trisomi, individu-individu ini dapat hidup normal. Bila mempunyai anak, anak tersebut akan

berisiko relatif tinggi menderita trisomi21 sempurna. Risikonya sebading dengan proporsi

gamet yang membawa kromosom 21 tambahan. (Hull&Derek, 2008)

Jika seorang anak menderita sindrom Down akibat translokasi Robertsonian yang tidak

seimbang, ada kemungkinan sebesar 25% bahwa salah satu orangtuanya membawa sifat ini

dalam bentuk yang seimbang. Pada 75% sisanya, kasus muncul sebagau kejadian de novo

dan membawa risiko kekambuhan hanya sekitar 1 persen. Namun demikian, jika orang tua

terbukti membawa sifat (karier), maka anaknya sangat berisiko mengidap sindrom Down,

biasanya risiko sebesar 2-5% bila pembawa sifatnya laki-laki dan 10-15% bila pembawa

sifatnya perempuan. Pada kasus yang sangat jarang , salah satu orang tua membawa sifat

translokasi Robertsonian 21q21q yang seimbang, maka risiko anak yang terlahir hidup

menderita sindrom Down adalah 100%. (Hull&Derek, 2008)

Page 7: Sin Drom

D. Temuan Seluler

Penderita Sindrom Down mempunyai jumlah kromosom 47 dengan kelebihan pada

kromosom 21 sehingga jumlah kromosom 21 menjadi 3, dan karena itu nama lain dari

Sindrom Down adalah Trisomi 21. Kelebihan satu salinan kromosom 21 di dalam genom

dapat berupa : kromosom bebas (trisomo 21 murni), bagian dari fusi translokasi Robertsonian

(fusi kromosom 21 dengan kromosom akrosentrik lain), ataupun dalam jumlah yang sedikit ;

sebagai bagian dari translokasi resiprokal (timbal balik dengan kromosom lain). Kelebihan

kromosom 21 bebas ini dapat dalam bentuk murni yaitu dalam seluruh metafase atau bentuk

mosaik yaitu dalam satu individu terdapat campuran 2 macam sel dengan ekstra kromosom

21 (47 kromosom) dan sel normal 46 kromosom. Jadi secara sitogenetik terdapat 3 jenis

kasus Sindrom Down yaitu trisomo 21 murni, mosaik dan translokasi. Akan tetapi pada

pemeriksaan klinik, tidak ada perbedaan antara penderita sindrom Down dengan trisomi 21

dan penderita SindromDown dengan translokasi. (Irdawaty & Muhlisin)

E. Temuan Molekuler

Kromosom 21 merupakan kromosom yang pertama kali DNA nya dapat disekuens. Pada

analisis molekuler, DNA kromosom 21 menunjukan kromosom yang mempunyai sedikit

gen-gen, hal ini yang merupakan salah satu alasan mengapa trisomi 21 dapat bertahan hidup.

Lokasi gen yang berhubungan dengan gejala klinik Sindrom Down diduga pada 21q22.3

lebih kurang 5Mb diantara 21S58-52. Untuk deteksi sindrom down janin dalam kandungan

digunakan analisi DNA (PCR), karena akan didapat hasil lebih cepat dan tidak memerlukan

penanaman sel (kultur) seperti pada analisa kromosom. Pada polyacrylamide gel

electrophoresis produk PCR dari lokus gen penderita sindrom down akan ditemukan 3 pita

(band), sedangkan pada individu normal hanya ditemukan 2 pita. Di laboratorium molekuler

yang telah maju produk PCR tidak lagi dianalisis dengan gel electrophoresistetapi fragmen

DNA dianalisis pada mesin automated sequencer (ABI 3100), sehingga didapat hasil lebih

tepat dan dalam waktu 24 jam berupa grafik dari penderita sindrom down yang menunjukkan

puncak grafik yang lebih tinggi bila dibanding individu normal. (Irdawaty & Muhlisin)

F. Manifestasi Klinis

Berat badan pada waktu lahir dari bayi dengan sindrom Down pada umumnya kurang

dari normal. diperkirakan 20% kasus mempunyai berat badan lahir 2500 gram atau kurang.

Komplikasi pada masa neonatal lebih sering daripada bayi yang normal.

Page 8: Sin Drom

Puschel (1983) membuat suatu tabel tentang frekuaensi yang secara fenotip karakteristik

dan paling sering terdapat pada bayi dengan sindrom Down, yaitu :

%

Sugutura fagitalis yang terpisah 98

Fisura palpebralis yang miring 98

Jarak lebar antara jari kaki I dan II 96

Fontanela “palsu” 95

“plantar crease” jari kaki I dan II 94

Hiperfleksibilitas 91

Peningkatan jaringan sekitar leher 87

Bentuk palatum yang abnormal 85

Hidung hipoplastik 83

Kelemahan otot 81

Hipotonia 77

Bercak brushfield pada mata 75

Mulut terbuka 65

Lidah terjulur 58

Lekukan epikantus 57

“Single palmar crease” pada tangan kiri 55

“Single palmar crease” pada tangan kanan 52

“Brachiclinodactily” tangan kiri 51

“Brachiclinodactily” pada tangan kanan 50

Jarak pupil yang lebar 47

Tangan yang pendek dan lebar 38

Oksiput yang datar 35

Ukuran telinga yang abnormal 34

Page 9: Sin Drom

Kaki yang pendek dan lebar 33

Bentuk/struktur telinga yang abnormal\ 28

Letak telinga yang abnormal 16

Kelainan tangan lainnya 13

Kelainan mata lainnya 11

Sindaktili 11

Kelainan kaki lainnya 8

Kelainan mulut lainnya 2

Page 10: Sin Drom

Peneliti yang lain mungkin akan mendiskripsikan fenotip yang berbeda, terutama kalau

ditemukan pada anak dengan anak dengan sindrom Down dengan umur yang lebih besar. Hal

ini disebabkan oleh karakteristik yang berubah dengan bertambahnya umuranak.seperti

lekukan epikatus atau jaringan tebal sekirang leher akan berkurang dengan bertambahnya

umur anak. Sebaliknya celah lidah yang dalam atau kelainan pada gigi akan Nampak jelas

dengan bertambahnya umur anak. Demikian plua dengan retardasi mental ataupun

perawakan pendek akan bertambah jelas dengan bertambahnya umur anak. (Soetjiningsih,

2006)

Berdasarkan atas diketemukannya karakteristik dengan frekuens yang tinggi pada

sindrom Down, maka gejala-gejala tersebut dianggap sebagai “cardinal sign” dan petunjuk

diagnostik dalam mengidentifikasi sindrom Down secara klinis. Tetapi yang perlu diketahui

adalah ada tidaknya kelainan fisik yang terdapat secara konsisten dan patognomonik pada

sindrom Down. Bentuk muka pada anak dengan sindrom Down pada umumnya sama dengan

lainnya, sehingga tampak seperti saudara.

G. Onset

Onset terjadinya down syndrome adalah sejak bayi masih berada dalam kandungan ibu,

yang disebabkan adanya kelainan susunan kromosom ke-21. Tipe gangguan kromosom yang

dialami oleh subyek adalah Non-Disjuction. Hal ini dibuktikan melalui hasil pemeriksan

genetik dimana terdapat kelebihan kromosom pada sel telur yang seharusnya 23 menjadi 24,

Page 11: Sin Drom

penambahan terjadi pada kromosom 22. Hal ini mengakibatkan distribusi kromosom pada

waktu pembelahan sel tidak merata. Penyebab down syndrome pada subyek diketahui

kemungkinan besar dapat disebabkan oleh faktor usia ibu subyek yang ketika hamil sudah

berusia di atas 40 tahun sehingga resiko anak terkena down syndrome lebih besar.

H. Komplikasi

Adapun beberapa komplikasi dari sindrom Down antara lain :

a. Penyakit Alzheimer’s (penyakit kemunduran susunan syaraf pusat)

b. Leukimia (penyakit dimana sel darah putih melipat ganda tanpa terkendalikan)

Insidensi leukemia akut pada anak-anak penderita sindrom Down adalah 20 kali lebih

banyak daripada normal. Kelainan pada kromosom 21 dapat menyebabkan leukemia

akut. (Wiwik&Haribowo, 2008)

Anak-anak yang menderita sindrom Down memerlukan perhatian khusus. Neonatus

yang menderita sindrom Down dapat mengalami sindrom mieloproliferatif sementara

yang menyerupai leukemia kongenital secara keseluruhan kecuali bahwa sindrom ini

mengalami penyembuhan spontan tanpa terapi. Pada anak yang lebih tua yang menderita

sindrom Down dan Leukimia Non Limfosit Akut (ANLL) memiliki prognosis yang lebih

baik daripada rata-rata anak yang menderita ANLL. Alasannya belum jelas. (Schwartz,

2005)

I. Prevalensi

Menurut catatan Indonesia Center for Biodiversity dan Biotechnology (ICBB), Bogor, di

Indonesia terdapat lebih dari 300 ribu anak pengidap down syndrome. Sedangkan angka

kejadian penderita down syndrome di seluruh dunia diperkirakan mencapai 8 juta jiwa

(Aryanto, 2008). Angka kejadian kelainan down syndrome mencapai 1 dalam 1000

kelahiran. Di Amerika Serikat, setiap tahun lahir 3000 sampai 5000 anak dengan kelainan ini.

Sedangkan di Indonesia prevalensinya lebih dari 300 ribu jiwa (Sobbrie, 2008).

Dalam beberapa kasus, terlihat bahwa umur wanita terbukti berpengaruh besar terhadap

munculnya down syndrome pada bayi yang dilahirkannya. Kemungkinan wanita berumur 30

tahun melahirkan bayi dengan down syndrome adalah 1:1000. Sedangkan jika usia kelahiran

adalah 35 tahun, kemungkinannya adalah 1:400. Hal ini menunjukkan angka kemungkinan

munculnya down syndrome makin tinggi sesuai usia ibu saat melahirkan (Elsa, 2003).

Page 12: Sin Drom

Sindrom Down dapat ditemukan pada semua etnik penduduk. Sekitar 1 di antara 700 bayi

yang lahir hidup menderita kelainan ini. Telah diketahui adanya hubungan yang erat antara

kejadian sindrom Down dengan semakin lanjutnya usia ibu, yaitu peningkatan insiden

sebesar 1% bila usia mencapai 40 tahun. Makin lanjutnya usia ayah berpengaruh sangat kecil

terhadap insiden kelainan ini. (Hull, 2008)

J. Pemeriksaan Diagnostik

Sindrom Down biasanya dapat didiagnosis berdasarkan manifestasi klinisnya, tetapi

analisis kromosom harus dilakukan ntuk mempertegas abnormalitas genetic.

KEPALA MULUT*Sutura sagitalis terpisah *palatum tinggi, melengkung, sempit Brakisefali Tulang orbital kecil

Tulang tengkorak membulat dan berukuran kecil Lidah menonjol keluar ; mungkin terpisah di bagian bibir di bawah permukaannya

Frontanela anterior membesar Mandibula hipoplastik

Rambut tipis (variabel) Melengkung ke arah bawah (terutama terlihat ketika menangis

GENITALIA WAJAHPeris kecil Profil datarKriptokordisme KAKI

GIGI*Jarak yang lebar anataraibu jari kai dan jari telunjuk pada jari kaki

Terlambat tumbuh *Lipatan telapak kaki antara ibu jari kaki dan jari telunjuk pada jari kaki

Kesejajaran tidak normal umum terjadi Besar gemuk pendekMikrodontia DADAPenyakit periodontal Tulang iga memendek

Page 13: Sin Drom

HIDUNG Anomali pada iga kedua belas*Kecil Pectus excavatum/carinatum*Jembatan hidung melesak (hidung seperti pelana) LEHER

MUSKULOSKELETAL *Kuli berlipat dan kendur *Hiperfleksibiltas Pendek dan besar*Kelemahan Otot KULIT Hipotonia Kering, pecah-pecah, dan sering etak Ketidakstabilan atlantoksial Cutis marmorata (bercak-bercak)

TELINGA ABDOMENKecil MembuncitDaun telinga pendek (telinga memanjang vertikal) Otot kendur dan lunakTelinga luar bagian atas tumpang tindih Rektus diastasissaluran sempit Hernia umbilikus

MANIFESTASI KLINIS LAIN Penurunan berat badan lahir

*paling sering ditemukan

Beberapa masalah fisik dihubungkan dengan sindrom Down. Banyak anak penserita

sindrom Down memiliki malformsi jantung kongenital, yang merupakan defek septum

terumum. Infeksi saluran pernapasan sangat sering dan jika dikombinasikan dengan anomali

jantung, merupakan penyebab kematian tersering, terutama selama tahun pertama kehidupan.

Hipotnitas dada dan otot abdomen serta disfungsi sitem imun merupakan faktor predisposisi

terjadinya infeksi saluran pernapasan. Masalah fisik lain meliputi tiroid, terutama

hipotiroidisme, dan peningkatan insidens leukemia. (Wong, 2009)

K. Tumbuh Kembang Anak dengan Sindrom Down

Keanekaragaman faktor bilogis, fungsi dan prestasi yang terdapat pada manusia normal,

juga terdapat pada anak yang menderita sindrom Down. Sehingga pada anak dengan kelainan

ini juga terdapat variasi yang luas pada semua aspek kehidupannya. Pada pertumbuhan

fisiknya dapat berkisar dari anak yang sangat pendek sampai yang tinggi di atas rata-rata,

dari anak yang beratnya kurang sampai yang obesitas. Demikian pula dengan kemampuan

intelektual anak, yaitu dari anak yang retardasi mental sampai yang intelegensnya normal.

seperti halnya emosi dan perilakunya yang juga bervaariasi sangat luas. Seorang anak dengan

sindrom Down dapat lemah dan tidak aktif, sedangkan yang lainnya agresif dan hiperaktif.

Sehingga gambaran streotipi di masa lalu tentang anak dengan sindrom Down yang pendek,

gemuk, tak menarik, dengan mulut yang selalu terbuka dan idah yang terjulur keluar, serta

retardasi mental yang berat adalah deskripsi yang tidak selalu benar. (Soetjiningsih, 2006)

Page 14: Sin Drom

Kecepatan pertumbuhan fisik anak dengan sindrom Down lebih endah disbanding dengan

anak yang normal. perlu dilakukan pemantauan pertumbuhan secara berkelanjutan pada anak

ini, karena sering disertai juga adanya hipotiroid. Sehingga kalau pertumbuhannya kurang

dari yang diharapkan, sebaiknya diperiksa kadar hormon tiroidnya. Selain itu, anak dengan

sindrom Down yang disertai masalah pada saluran pencernaan atau dengan penyakit bawaan

yang berat, juga lebih pendek bila dibandingkan dengan yang tanpa komplikasi.

Gangguan makan juga dapat terjadi pada anak yang disertai dengan kelainan kongenital

yang lain, sehingga berat badannyasulit naik pada masa bayi/prasekolah. Tetapi setelah masa

sekolah atau pada masa remaja, malah sering terjadi obesitas. (Soetjiningsih, 2006)

Pada umumnya perkembangan anak dengan sindrom Down, lebih lambat dari anak yang

normal. beberapa faktor seperti kelainan jantung kongenital, hipotonia yang berat, masalah

biologis atau lingkungan lainnya dapat menyebabkan keterlambatan perkembangan motorik

dan keterampilan untuk menolong diri sendiri. Sebaliknya anak yang mendapat program

intervensi dini, orang tua yang memberi lingkungna yang mendukung, serta tanpa adaya

kelainan jantung bawaan,maka perkembangan anak menunjukkan kemajuan yang relatif

pesat. (Soetjiningsih, 2006)

Penelitian terakhir tidak sependapat dengan kesan sebelumnya, bahwa anak dengan

sindrom Down selalu disertai retardasi mental yang berat. Tetapi kebanyakan dari mereka

disertai dengan retardasi mental yang ringan atau sedang. Beberapa anak bahkan taraf IQ nya

“borderline”, hanya sedikit yang retardasi mental berat. (Soetjiningsih, 2006)

Seangkan perilaku anak dengan sindrom Down pada awal kehidupannya tidak

menunjukkan temperamen yang berbeda dengan anak yang normal. demikian pula perilaku

sosialnya mempunyai pola interaksi yang sama dengan anak normal sebayanya. Walaupun

tingkat responnya berbeda secara kuantitatif, tetapi polanya adalah hampir sama.

(Soetjiningsih, 2006)

L. Penatalaksanaan Terapeutik

Walaupun tidak ada obat untuk sindrom Down, sejumlah terapi telah disarankan, seperti

pembedahan untuk mengoreksi anomaly kongenital dan kemungkinan cacat fisik, walaupun

terapi yang disebutkan terakhir controversial. Anak ini jugamendapatkan manfaat dari

perawatan medis yang teratur. Evaluasi penglihatan dan pendengaran penting, dan

pengobatan otitis media diperlukan untuk mencegah kehilangan pendengaran,yang dapat

Page 15: Sin Drom

memengaruhi fungsi kognitif. Pemeriksaan fungsi tiroid secara periodik disarankan, terutama

jika pertumbuhan sangat terlambat. Anak yang ikut serta dalam olahraga yang mungkin

gerakan dalam olahraga tersebut melibatkan tekanan kepala dan leher, seperti senam,

meyelam, gaya kupu-kupu dalam berenang, lompat tinggi, dan sepak bola, harus dievaluasi

secara radiologi terhadap ketidakstabilan atlantoaksial. Gejala gangguan meliputi nyeri leher,

kelemahan, dan tortikolis. Anak yang menderita sindrom Down berisiko mengalami

kompresi medulla spinalis.(Wong,2009)

M. Penanganan Secara Medis

Menurut Soetjiningsih (2006), anak dengan kelainan ini memerlukan perhatian dan

penanganan medis yang sama dengan anak yang normal. mereka memerlukan pemeliharaan

kesehatan, imunisasi, kedaruratan medis, serta dukungan dan bimbingan dari keluarganya.

Tetapi terdapat beberapa keadaan dimana anak dengan sindrom Down memerlukan perhatian

khusus, yaitu dalam hal :

1. Pendengarannya

70-80% anak dengan sindrom Down dilaporkan terdapat ganguan pendengaran.

Oleh karenanya diperlukan pemeriksaan telinga sejak awal kehidupannya, serta

dilakukan tes pendengaran secara berkala oleh ahli THT.

2. Penyakit jantung bawaan

30-40% anak dengan sindrom Down disertai dengan penyakit jantung bawaan.

Mereka memerlukan penanganan jangka panjang oleh ahli jatung anak.

3. Penglihatannya

Anak dengan gangguan ini sering mengalami gangguan penglihatan atau katarak.

Sehingga perlu evaluasi secara rutin oleh ahli mata.

4. Nutrisi

Beberapa kasus, terutama yang disertai kelainan kongenital yang berat lainnya,

akan terjadi gangguan pertumbuhan pada masa bayi/prasekolah. Sebaliknya ada juga

kasus justru terjadi obesitas pada masa remaja atau pada masa dewasa. Sehingga

diperlukan kerja sama dengan ahli gizi.

5. Kelainan tulang

Kelainan tulang juga dapat terjadi pada sindrom Down, yang mencakup dislokasi

patella, subluksasio pangkal paha atau ketidakstabilan atlantoaksial. Bila keadaan

Page 16: Sin Drom

yang terakhir ini sampai menimbulkan depresi medulla spinalis, atau apabila anak

memegang kepalanya dalam posisi seperti tortikolis, maka diperlukan pemeriksaan

radiologis untuk memeriksa spina servikalis dan siperlukan konsultasi neurologis.

6. Lain-lain

Aspek medik lainnya yang memerlukan konsultasi dengan ahlinya, meliputi

masalah imunologi, gangguan fungsi metabolism atau kekacauan biokimiawi.

Pada akhir-akhir ini dengan kemajuan dalam bidang biologi molekuler, amaka akan

memungkinkan dilakukan pemeriksaan secara langsung kelainan geneik yang mendasari

sindrom Down.

N. Pendidikan

Ternyata anak dengan sindrom Down mampu berpartisipasi dalam belajar melalui

intervensi dini, Taman Kanak-Kanak, dan melalui pendidikan khusus yang positif akan

berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak secara menyeluruh.

1. intervensi dini

Dengan intervensi dini yang dilakukan pada bayi dengan sindrom Down dan

keluarganya, menyebabkan kemajuan yang tidak mungkin dicapai oleh mereka yang

tidak mengikuti program tersebut. Pada akhir-akhir ini, terdapat program intervensi

dini yang dipakai sebagai pedoman bagi orang tua untuk memberikan lingkungan

yang memadai bagi anak dengan sindrom Down makin meningkat. Anak akan

mendapat manfaat stimulasi sensoris dni, latihan khusus yang mencakup aktivitas

motorik kasar dan halus, dan petunjuk agar anak dapat berbahasa. Demikian pula

dengan mengajari anak mampu menolong diri sendiri, seperti belajar makan, belajar

buang air besar/kecil, mandi, berpakain, akan member kesempatan anak untuk belajar

mandiri. Telah disepakati secara umum bahwa kualitas rangsangan lebih penting

daripada jumlah rangsangan, dalam membentuk perkembangan fisik maupun mental

anak. Oleh karena itu perlu dipergunakan stimuli-stimuli yang spesifik.

(Soetjiningsih, 2006)

2. Taman Bermain/Taman Kanak-Kanak

Taman Bermain/Taman Kanak-Kanak juga mempunyai peranan yang cukup

penting pada awal kehidupan anak. Anaka akan memperoleh peningkatan

Page 17: Sin Drom

keterampilan motorik kasar dan halus dengan bermain dengan temannya. Anak juga

dapat melakukan interaksi sosial dengan temannya. Dengan memberikan kesempatan

bergaul dengan lingkungan di luar rumah, maka akan memungkinkan anak

berpartisipasi dalam dunia yang lebih luas. (Soetjiningsih, 2006)

3. Pendidikan khusus (SLB-C)

Program pendidikan khusus pada anak dengan sindrom Down akan membantu

anak melihat dunia sebagai suatu tempat yang menarik untuk mengembangkan diri

untuk bekerja. Pengalaman yang diperoleh di sekolah akan membantu mereka

memperoleh perasaan tentang identitas personal, harga diri, dan kesenangan.

Lingkungan sekolah member kepada anak dasar kehidupan dalam perkembangan

keterampilan fisik, akademis dan kemampuan sosial. Sekolah hendaknya memberikan

kesempatan anak untuk menjalin hubungan persahabatan dengan orang lain, serta

mempersiapkannya menjadi penduduk yang produktif. Kebanyakan anak dengan

sindrom Down adalah mampu didik. Dalam pendidikan anak diajari untuk bekerja

dengan baik dan menjalin hubungan yang baik dengan teman-temannya. Sehingga

anak akan mengerti mana yang salah dan mana yang benar, serta bagaimana harus

bergaul dengan masyarakat. Banyak masyarakat yan menerima anak dengan sindrom

Down apa adanya. (Soetjiningsih, 2006)

O. Penyuluhan Pada Orang Tua

Begitu diagonis sindrom Down ditegakkan, para dokter harus menyampaikan hal ini

secara bijaksana dan jujur. Penjelasan pertama sangat menentukan adaptasi dan sikap orang

tua selanjutnya. Dokter harus menyadari bahwa pada waktu memberikan penjelasan yang

pertama kali, reaksi orang tua bervariasi. Penjelasan pertama sebaiknya singkat, oleh karena

pada waktu itu orang tua mungkin masih belum mampu berpikir secara nalar. Mungkin pada

waktu itu mereka dikuasai perasaan sedih ataupun sebagai mekanisme pembelaan dapat saja

mereka bereaksi berupa harapan, tidak mau menerima atau menolak. Dokter harapnya

memberikan cukup waktu, sehingga orang tua telah lebih beradaptasi dengan kenyataan yang

dihadapi. Akan lebih baik apabila kedua orang tua hadir pada waktu kita memberi penjelasan

yang pertama kali, agar mereka dapat saling memberikan dukungan. Dokter harus

menjelaskan bahwa anak dengan sindrom Down adalah individu yang memiliki hak yang

Page 18: Sin Drom

sama dengan anak yang normal, serta pentingnya makna kasih sayang dan pengasuhan orang

tua. (Soetjiningsih, 2006)

Pertemuan lanjutan diperlukan untuk memberikan penjelasan yang lebih lengkap. Waktu

yang diluangkan dokter untuk membicarakan berbagai pokok masalah, akan menyadarkan

orang tua tentang ketulusan hati dokter, dalam menolong mereka dan anaknya. Orang tua

harus diberi penjelasan apa itu sindrom Down, karakteristik fisik yang diketemukan dan

antisipasi masalah umbuh kembangnya. Orang tua harus diberi tahu bahwa fungsi motorik,

perkembangan mental dan bahasa biasanya terlambat pada sindrom Down. Demikian pula

kalau ada hasil analisa kromosom, harus dijelaskan dengan sederhana. Informasi juga

menyangkut tentang risiko terhadpa kehamilan berikutnya. Hal yang penting lainnya adalah

menekankan bahwa bukan ibu ataupun ayah yang dapat dipersalahkan atas kasusu ini. Akibat

terhadap kehidupa keluarga ataupun dampak [ada saudara-saudaranya mungkin pula akan

muncul dalam diskusi. Mungkin orang tua tidak mau meceritakan keadaan anaknya pada

anggota keluarga yang lainnya, untuk itu mereka harus dibesarkan hatinya agar mau terbuka

tentang masalah ini. (Soetjiningsih, 2006)

Walaupun menyampaikan masalah sindrom Down akan menyakitkan baik orang tua

penderita, tetapi ketidakterbukaan justru akan dapat meningkatkan isolasi atau harapan-

harapan yang tidak mungkin dari orang tuanya.

Akan lebih baik, kalau kita dapat melibatkan orang tua lain yang juga mempunyai anak

dengan sindrom Down, agar berbincang-bincang dengan orang tua yang baru punya anak

dengan kelainan yang sama tersebut. Mendengar sendiri tentang pengalaman dari orang yang

senasib biasanya lebih menyentuh perasaannya dan lebih dapat menolong secara efektif.

Sehingga orang tua akan lebih tegar dalam menghadapi kenyataan yang dihadapinya dan

menerima anaknya sebagaimana adanya. (Soetjiningsih, 2006)

P. Terapi Stimulasi

Anak yang mengalami kelainan sindrom down, umumnya memiliki kecerdasan (IQ)

rendah yaitu dibawah 30. Akan tetapi, saat ini dengan deteksi dini serta terapi stimulasi yang

diberikan secara teratur dan intensif, kecerdasan anak yang menderita sindrom Down dapat

diperbaiki hingga sub normal antara 70-90. Bahkan harapan untuk memiliki IQ normal yaitu

lebih dari 90 kini dimungkinkan, meskipun untuk menjadi pandai (IQ lebih dari 110) masih

mustahil. (Irdawati & Muhlisin, 2009)

Page 19: Sin Drom

Untuk merangsang perkembangan IQ anak penderita sindrom Down, terapi stimulasi

diberkan denga melatih gerakan-gerakan motorik anak sejak usia dini. Latihan tersebut dapat

dilakukan sendiri oleh anak dan dapat dibantu oleh ahli fisioterapi. Melalui gerakan-gerakan

motorik itu perkembangan saraf dirangsang sehingga biasa mempengaruhi perkembangan

saraf dan otaknya. (Irdawati & Muhlisin, 2009)

Q. Permainan

Menurut Irdawati & Muhlisin (2011) permainan dapat membantu pemahaman anak-

anak mengenai kehidupan. Melalui permainan juga, anak dengan sindrom Down akan

berupaya memahami hubungan saling terkait, sebab akibat

1. Permainan selidik dan jelajah

a. Terkait pada semua benda

b. Mengintip dan mengambil objek

c. Memutar dan menggosok objek pada permukaan lantai untuk melumat apa

yang terjadi

d. Merangkak dan berlatih serta berkeinginan membuka lemari, laci, bakul, atau kotak.

2. Permainan membina dan kognitif

Misalnya mencantumkan gambar berdasarkan corak, bentuk dan warna

3. Permainan sosial

a. Tertawa apabila digelitik

b. Bermain sembunyi-sembunyi

4. Permainan khayalan

a. Berpura-pura menjadi orang lain dalam suasana berbeda

b. Bermain masak-masak

5. Permainan merangsang pergerakan otot

Berlari, melompat, memanjat, dan menari

6. Permainan bahasa

a. Meniru gaya bicara

b. Menyanyi

Page 20: Sin Drom

R. Kualitas Hidup

Penderita down syndrome pada umumnya mengalami keterbelakangan perkembangan

fisik dan mental, seperti gangguan dalam koordinasi sensori motorik, gangguan dalam

kognitif, dan sebagainya yang seringkali menyebabkan mereka kurang diterima secara sosial,

karena perilakunya yang tidak terkoordinasi dengan baik. Usia rata-rata pada saat kematian

adalah 49 tahun, namun banyak yang mencapai 50 hingga 60 tahun. Tanpa adanya cacat

jantung, sekitar 90% dari anak-anak dengan down syndrome hidup menjadi remaja pada anak

seumuran mereka. Penderita down syndrome mengalami perubahan fisik lebih cepat,

terutama dalam mengalami penuaan. Gejala seperti demensia, alzheimer, kehilangan daya

ingat, penurunan lebih lanjut dalam hal intelek, dan perubahan kepribadian, dapat

berkembang pada usia dini. Penyakit jantung dan leukemia sering menjadi penyebab

kematian anak dengan down syndrome. Namun, hal ini dapat diminimalisir dengan

menggunakan terapi-terapi bagi penderita down syndrome, sehingga mereka juga dapat

berkembang dan menjalani hidup secara lebih optimal. Pada umumnya, penderita down

syndrome selalu tampak gembira, mereka tidak sadar akan cacat yang dideritanya.

Harapan hidup untuk orang dengan down syndrome hanya sekitar 9 tahun. Dengan

perawatan medis yang lebih baik, banyak orang dengan down syndrome sekarang hidup

dengan baik dalam usia 50 tahunan atau lebih (Suryo, 2001).

S. Risiko Pewarisan dan Usaha Pencegahan

Faktor genetika seorang ibu sangat mempengaruhi tingkat kecerdasan seorang anak,

namun kelainan genetika dari seorang ibu juga dapat diturunkan kepada anak- anaknya,

termasuk diantaranya Retardasi Mental. Pengaruh itu sedemikian besar karena tingkat

kecerdasan seseorang terkait dangan kromosom X yang berasal dari ibu.

(Irdawaty&Muhlisin, 2009)

Untuk mengetahui apakah janin mempunyai kelainan genetik, di negara- negara maju

sudah dilakukan pemeriksaan kromosom secara rutin sebelum bayi lahir yang disebut

diagnosis prenatal. Bila seorang ibu umur >35 tahun atau dicurigai akan melahirkan bayi

dengan sindrom down, dilakukan pengambilan cairan ketuban atau sedikit bagian dari

placenta pada minggu ke 8-15 kehamilan. (Irdawaty&Muhlisin, 2009)

Pada diagnosis prenatal, amplifikasi DNA(PCR) dapat dilakukan sekaligus untuk

beberapa lokus pada beberapa kromosom, yang paling sering mengalami aberasi yaitu

Page 21: Sin Drom

kromosom 21, 13, 18, X dan Y dengan metode Multiplex Ligation dependent Probe

Amplification (MLPA), Dengan cara ini maka dalam waktu 24 jam sudah bisa didapatkan

hasi skrining trisomi 21, 13, 18, X dan Y. (Irdawaty&Muhlisin, 2009)

T. Prognosis

Harapan hidup untuk anak yang menderita sindrom Down telah meningkat dalam

beberapa tahun terakhir tetapi lebih rendah dibandingkan populasi umum. Lebih dari 80%

bertahan samapai usia 30 tahun dan di atas 30 tahun. Seiring dengan prognosis yang semakin

baik untuk individu ini, penting untuk memenuhi kebutuhan perawatan kesehatan jangka

panjang, sosial, dan waktu luang mereka (Wong, 2009)

Page 22: Sin Drom

BAB III

Asuhan keperawatan

A. Pengkajian

Menurut Wong, D.L. (2009), pengkajian pada anak dengan sindrom Down adalah

sebagai berikut:

1.      Pengkajian pada orang tua

Melalui teknik wawancara, kita akan mendapatkan riwayat keluarga, terutama yang

berkaitan dengan usia ibu atau anak lain dalam keluarga yang mengalami keadaan serupa.

2.      Pengkajian pada anak

a.       Mengkaji identitas dan keadaan umum anak

Pengkajian ini terdiri dari pemeriksaan secara umum seperti pengkajian identitas

anak, pemeriksaan status kesadaran, status gizi, tanda-tanda vital, dan lain-lain.

(Hidayat, A.A., 2005: 115).

b.      Melakukan pengkajian perkembangan anak

Untuk menilai perkembangan anak pertama yang dapat dilakukan adalah dengan

wawancara tentang factor kemungkinan yang menyebabkan gangguan dalam

perkembangan, kemudian melakukan tes skrining perkembangan anak dengan DDST,

tes IQ, dan tes psikologi lainnya. Selain itu juga dapat dilakukan tes lainnya seperti

evaluasi dalam lingkungan anak yaitu interaksi anak selama ini, evaluasi fungsi

penglihatan, pendengaran, bicara, dan bahasa. (Hidayat, A.A., 2005: 38).

c.       Melakukan pengkajian fisik

Pengkajian fisik yang dapat kita lakukan adalah mengobservasi adanya

manifestasi sindrom Down yang meliputi:

Karakter fisik (paling sering terlihat):

1) Tengkorak bulat kecil dengan oksiput datar

2) Lipatan epikantus bagian dalam dan fisura palpebra serong (mata miring ke atas,

ke luar)

3) Hidung kecil dengan batang hidung tertekan ke bawah (hidung sadel)

4) Lidah menjulur (kadang berfisura)

5) Mandibula hipoplastik (membuat lidah tampak besar)

Page 23: Sin Drom

6) Palatum berlengkung tinggi

7) Leher pendek tebal

8) Muskulatur hipotonik (abdomen buncit, hernia umbilicus)

9) Sendi hiperfleksibel dan lemas

10) Garis simian (puncak transversal pada sisi telapak tangan)

11) Tangan dan kaki lebar, pendek dan tumpul

Intelegensia

1) Bervariasi dari retardasi hebat sampai intelegensia normal rendah

2) Umumnya dalam rentang ringan sampai sedang

3) Kelambatan bahasa lebih berat daripada kelambatan kognitif

Anomali kongenital (peningkatan insidens)

1) Penyakit jantung kongenital (paling umum)

2) Defek lain meliputi:

a) Agenesis renal

b) Atresia duodenum

c) Penyakit Hirscprung

d) Fistula trakeoesofagus

e) Subluksasi pinggul

f) Ketidakstabilan vertebra servikal pertama dan kedua (ketidakstabilan

atlantoaksial)

Masalah sensori (seringkali berhubungan)

Dapat mencakup hal-hal berikut:

1) Kehilangan pendengaran konduktif (sangat umum)

2) Strabismus

3) Myopia

4) Nistagmus

5) Katarak

6) Konjungtivitis

Pertumbuhan dan perkembangan seksual

1)      Pertumbuhan tinggi dan berat badan menurun; umumnya obesitas

2)      Perkembangan seksual terlambat, tidak lengkap atau keduanya

Page 24: Sin Drom

3)      Infertile pada pria, wanita dapat fertile

4)      Penuaan premature umum terjadi; harapan hidup rendah

d.     Untuk memperoleh data penunjang, kita dapat melakukan test diagnostic

(pemeriksaan penunjang) misalnya:

1)      Neuroradiologi

2)      Ekoensefalografi

3)      Biopsy otak

4)      Penelitian biokimiawi

5)      Analisis kromosom

6)      Rontgent dada

7)      Rontgent saluran pencernaan

8)      Ekokardiogram

9)      EKG

10)  Dermatogiflik

11)  Uji intelegensi standar

12)  Uji perkembangan seperti Denver II

13)  Pengukuran fungsi adaptif

B. Diagnosa Keperawatan

Menurut Wong, D.L. (2009),

1. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan hipotonia, peningkatan kerentanan terhadap

infeksi pernapasan

2. Kerusakan menelan berhubungan dengan hipotonia, lidah besar, kerusakan kognitif

3. Risiko tinggi konstipasi berhubungan dengan hipotonia

4. Risiko tinggi cedera berhubungan dengan hipotonia, hiperekstensibilitas sendi,

instabilitas atlantoaksial

5. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak yang mnederita

sindrom Down

6. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan kerusakan fungsi

kognitif

7. Risiko tinggi cedera (fisik) berhubungan dengan faktor usia orang tua

Page 25: Sin Drom

C. Intervensi Keperawatan

1. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan hipotonia, peningkatan kerentanan terhadap

infeksi pernapasan

Sasaran pasien 1 : pasien tidak menunjukkan bukti-bukti infeksi pernapasan

No Intervensi Keperawatan Rasional

1 Ajarkan keluar tentang penggunaan teknik

mencuci tangan yang baik

Mengurangi pemajanan pada

organism infektif

2 Tekankan pentingnya mengganti posisi

anak dengan sering, terutama penggunaan

postur duduk.

Mencegah penumpukan sekresi dan

memudahkan ekspansi paru

3 Dorong penggunaan vaporize r uap dingin Mencegah krusta sekresi nasal dan

mengeringnya membrane mukosa

4 Ajarkan pada keluarga pengisapan hidung

dengan spuit tipe-bulb

Tulang hidung anak yang tidak

berkembang menyebabkan masalah

kronis ketidakadekuatan drainase

mukus

5 Tekankan pentingny perawatan mulut

yang baik (mis. Lanjutkan pemberian

makan dengan air jernih), sikat gigi

Menjaga mulut sebersih mungkin

6 Dorong kepatuhan terhadap imunisasi

yang dianjurkan

Mencegah infeksi

7 Tekankan pentingnyamenyelesaikan

program antibiotik bila diinstruksikan

Keberhasilan penghilangan infeksi

dan mnecegah pertumbuhan

organism resisten

2. Kerusakan menelan berhubungan dengan hipotonia, lidah besar, kerusakan kognitif

Sasaran pasien 1 : Kesulitan pemberian makan pada masa bayi menjadi minimal

No Intervensi Keperawatan Rasional1 Hisap hidung bayi setiap kali sebelum

pemberian makan, bila perlu

Menghilangkan mukus

Page 26: Sin Drom

2 Jadwalkan pemberian makan sedikit tapi

sering; biarkan anak untuk beristirahat

selama pemberian makan

Mengisap dan makan dalam waktu

lama sulit dilakukan dalam waktu

lama

3 Jelaskan pada keluarga bahwa menarik

lidah merupakan respon normal pada

anak dengan lidah menjulur dan tidak

berarti penolakan terhadap makanan

4 Berikan makanan padat dengan

mendorongnya ke mulut bagian belakang

dan samping; gunakan sendok bayi yang

panjang dan bertangkai lurus ; jika

makanan didorong keluar, berikan

kembali makanan ke mulut bayi.

5 Hitung kebutuhan kalori untuk memenuhi

kebutuhan energi; hitung asupan

berdasarkan urutan usia

Pertumbuhan cenderung lebih lambat

pada anak-anak dengan sindrom

Down

6 Pantau tinggi badan dan berat badan

dengan interval yang teratur

Mengevaluasi asupan nutrisi

7 Rujuk ke spesialis untuk maslah makan

yang spesifik

3. Risiko tinggi konstipasi berhubungan dengan hipotonia

Sasaran pasien 1 : Pasien tidak menunjukkan bukti-bukti konstipasi

No Intervensi keperawatan Rasional

1 Pantau frekuensi dan karakteristik

defekasi

Mendeteksi kosntipasi

2 Tingkatkan hidrasi adekuat Mencegah konstipasi

3 Berikan diet tinggi serat pada anak Meningkatkan evakuasi feses

4 Berikan pelunak feses, supositoria, atau

laksatif sesuai kebutuhan dan instruksi

Eliminasi usus

Page 27: Sin Drom

4. Risiko tinggi cedera berhubungan dengan hipotonia, hiperekstensibilitas sendi,

instabilitas atlantoaksial

Sasaran pasien 1 : pasien mengalami cedera yang berkaitan dengan aktivitas fisik

No Intervensi Keperawatan Rasional

1 Anjurkan aktivitas bermain dan olahraga

yang sesuai dengan maturasi fisik anak,

ukuran, koordinasi, dan ketahanan

Menghindari cedera

2 Anjurkan anak untuk berpartisipasi dalam

olahraga yang dapat melibatkan tekanan

pada kepala dan leher (mis. Lompat

tinggi, senam, menyelam) yang

dievaluasi secara radiologis instabilitas

atlantoaksial

Mengurangi gejala instabilitas

atlantoaksial

3 Ajarkan keluarga dan pemberi perawatan

lain (mis. Guru, pelatih) gejala intabilitas

atlantoaksial (nyeri leher, kelemahan,

torikolis)

Perawatan yang tepat dapat

diberikan

4 Laporkan dengan segera adanya tanda-

tanda kompresi medulla spinalis (nyeri

leher menetap, hilangnya keterampilan

motorik stabil dan kandung kemih/usus,

perubahan sensasi)

Mencegah keterlambatan pengobatan

5. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak yang mnederita

sindrom Down

a. Sasaran pasien (keluaraga) 1 : Pasien (keluarga) menunjukkan perilaku keekatan

orang tua dan bayi

No Intervensi Keperawatan Rasional

1 Tunjukkan penerimaan terhadap anak

melalui perilaku anda sendiri

Orangtua sensitive terhadap sikap

afektif orang lain

2 Jelaskan pada keluarga bahwa kurangnya Hal ini mungkin mudah

Page 28: Sin Drom

molding atau clinging pada bayi adalah

karakteristik fisik dari sindrom Down

diinterprestasikan dengan mudah

sebagai tanda ketidakadekuatan atau

penolakan

3 Anjurkan orang ua untuk membendung

atau menyelimuti bayi dengan ketat dalam

selimut

Memberikan kemanan dan

kompensasi terhadap kurangnya

molding atau clinging

Sasaran pasien (keluarga) 2 : Keluarga siap untuk mengahadapi perawatan anak yang

yang berkenaan dengan defek (uraikan)

No Intervensi Keperawatan Rasional

1 Diskusikan dengan orang tua dan anak

(bila tepat) tentang ketakutan mereka dan

masalah defek jantung dan gejala fisiknya

pada anak

Hal ini sering menyebabkan

ansietas/kekhawatiran

2 Kenali kekhawatiran dan kebutuhan akan

informasi dan dukungan

Mengurangi ansietas

3 Dorong keluarga agar terlibat dalam

perawatan anak

Orang tua akan mengetahui

kebutuhan anak

Sasaran pasien (keluarga) 3 : Pasien (keluarga) mendapatkan dukungan yang adekuat

No Intervensi Keperawatan Rasional

1 Rujuk ke pelayanan konseling genetic bila

diindikasin dan/atau diinginkan

Keluarga mendapatkan informasi dan

dukungan

2 Rujuk pada organisasi atau kelompok

orang tua yang dirancang untuk keluarga

dengan anak sindrom Down

Keluarga mendapatkan dukungan

lanjutan

3 Tekankan aspek positif dari merawat anak

di rumah

Membantu keluarga memaksimalkan

potensi perkembangan anak

Page 29: Sin Drom

6. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan kerusakan fungsi

kognitif

Sasaran pasien 1 : Pasien mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal

No Intervensi Keperawatan Rasional

1 Libatkan anak dan keluarga dalam

program stimulasi dini pada bayi

Membantu memaksimalkan

perkembangan anak

2 Kaji kemajuan perkembangan anak

dengan interval regular; buat catatan yang

terperinci untuk membedakan perubahan

fungsi yang samar

Rencana perawatan dapat diperbaiki

sesuai kebutuhan

3 Bantu keluarga menentukan kesiapan

anak untuk mempelajari tugas-tugas

khusus

Kesiapan anak mungkin tidak mudah

dikenali

4 Bantu keluarga menyusun tujuan yang

realistis untuk anak

Mendorong keberhasilan pencapaian

sasaran dan harga diri

5 Berikan penguatan positif atas tugas-tugas

khusus atau perilaku anak

Memperbaiki motivasi dan

pembelajaran

6 Dorong untuk mempelajari keterampilan

perawatan diri segera setelah anak

mencapai kesiapan

Anak mampu melakukan perawatan

diri

7 Kuatkan aktivitas perawatan diri Memfasilitasi perkembangan yang

optimal

8 Dorong keluarga untuk mencari tahu

program khusus perawatan sehari dan

kelas-kelas pendidikan segera

Orang tua mampu membantu anak

melakukan perawatan

9 Tekankan bahwa anak mempunyai

kebutuhan yang sama dengan anak lain

(mis. Bermain, disiplin, interaksi sosial)

Membantu memaksimalkan

perkembangan anak

10 Sebelum remaja, berikan penyuluhan pada

anak dan orang tua tentang maturasi fisik,

perilaku seksual, perkawinan, dan

Memberi informasi mengenai

perubahan diri ketika maturasi

Page 30: Sin Drom

keluarag

7. Risiko tinggi cedera (fisik) berhubungan dengan faktor usia orang tua

Sasaran pasien (keluarga) 1 : Tidak terjadi sindrom Down

No Intervensi keperawatan Rasional

1 Diskusikan dengan wanita berisiko tinggi

tentang bahaya melahirkan anak dengan

sindrom Down

Keluarga dapat membuat keputusan

reproduktif

2 Dorong semua wanita hamil yang

berisiko (lebih dari usia 35, riwayat

keluarga sindrom Down, atau yang

sebelumnya melahirkan anak edngan

sindrom Down) untuk

mempertimbangkan pengambilan sampel

vilus korionik atau amniosintesis

Menyingkirkan sindrom Down pada

janin

3 Diskusikan dengan orang tua anak remaja

sindrom Down tentang kemungkinan

konsepsi pada wanita dan perlunya

metode kontrasepsi

Keluarga dapat membuat keputusan

reproduktif berdasarkan informasi

Page 31: Sin Drom

D. Evaluasi

1. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan hipotonia, peningkatan kerentanan terhadap

infeksi pernapasan

Evaluasi :

Anak tidak menunjukkan bukti infeksi atau distress pernapasan

2. Kerusakan menelan berhubungan dengan hipotonia, lidah besar, kerusakan kognitif

Evaluasi :

a. Bayi mengkonsumsi makanan dengan jumlah yang adekuat yang sesuai dengan usia

dan ukurannya

b. Keluarga malporkan kepuasan dalam meberikana makanan

c. Bayi

d. menambha berat badannya sesuai tabel standar berat badan

e. Keluarga mendapatkan manfaat dari pelayanan spesialis

3. Risiko tinggi konstipasi berhubungan dengan hipotonia

Evaluasi :

Anak tidak mengalami konstipasi.

4. Risiko tinggi cedera berhubungan dengan hipotonia, hiperekstensibilitas sendi,

instabilitas atlantoaksial

Evaluasi :

a. Anak berpartisipasi dalam aktivitas bermain dan berolahraga.

b. Anak tidak mengalami cedera berkaitan dengan aktivitas fisik.

5. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak yang mnederita

sindrom Down

Evaluasi :

Page 32: Sin Drom

a. Orang tua dan anak menunjukkan perilaku kedekatan.

b. Keluarga mampu menghadapi perawatan yang dibutuhkan untuk mengatasi masalah

kesehatan khusus.

c. Anggota keluarga mendapat manfaat dari kelompok pendukung

d. Keluarga menunjukkan sikap positif

6. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan kerusakan fungsi

kognitif

Evaluasi :

Pasien mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal

7. Risiko tinggi cedera (fisik) berhubungan dengan faktor usia orang tua

Evaluasi :

a. Wanita hamil yang berisiko memeriksakan diri untuk kemungkinan sindrom Down.

b. Keluarga menunjukkan pemahaman tentang pilihan yang tersedia untuk mereka

c. Keluarga dari anak perempuan yang menderita gangguan ini mencari alat

kontraseptif.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Sindrom Down merupakan bentuk keterbelakangan mental yang disebabkan karena

adanya abnormalitas kromosom, sehingga berdampak pada kualitas hidup individu.

Walaupun tidak bisa disembuhkan, tetapi penderita ini bisa dilatih dan dididik secara

khusus, dengan cara memberikan keterampilan musik, mengajaknya berinteraksi satu sama

lain, perawatan medis di tempat yang ditentukan, lingkungan keluarga yang kondusif,dan

pelatihan kejuruan dapat meningkatkan perkembangan keseluruhan anak-anak dengan

sindrom Down. Meskipun beberapa keterbatasan genetik fisik sindrom Down tidak dapat

diatasi, pendidikan dan perawatan yang tepat akan meningkatkan kualitas hidup mereka.

Dan hal yang paling penting, adalah sikap memahami dan penerimaan tanpa syarat

(unconditional positive regards) dari orangtua dan keluarga terdekat penderita sindrom

Down, agar mereka juga dapat mengaktualisasikan dirinya dengan segala keterbatasan dan

potensi yang mereka miliki.

Page 33: Sin Drom

B. Saran

Melalui makalah ini kelompok mengharapkan agar pengetahuan mengenai sindrom Down

dapat diketahui oleh para pembaca. Semoga makalah ini bermanfaat buat kehidupan pembaca, baik

dalam aplikasi praktik di lingkungan rumah sakit maupun di lingkungan sekitar sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

Handayani, Wibowo & Haribowo , Andi Sulistyo. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan pada

Klien dengan Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta : Salemba Medika

Hull, david & Derek I. Johnston. 2008. Dasar-Dasar Pediatri. Jakarta : EGC

Schwartz, M.William. 2005. Pedoman Klinis Pediatri. Jakarta : EGC

Soediono, Janti. 2009. Gangguan Tumbuh kembang Dentokraniofasial. Jakarta : EGC

Wong, Donna L. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong. Jakarta : EGC