simulasi pengadaan obat gliklazid

13
TUGAS FARMASI RUMAH SAKIT “SIMULASI PADA PENGELOLAAN OBAT GLIKLAZID” DISUSUN OLEH : ARINI EKA PRATIWI 1111102000051 FARMASI 7B PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2014

Upload: arini-eka-pratiwi

Post on 21-Nov-2015

101 views

Category:

Documents


24 download

DESCRIPTION

Farmasi Rumah Sakit

TRANSCRIPT

  • TUGAS FARMASI RUMAH SAKIT

    SIMULASI PADA PENGELOLAAN OBAT GLIKLAZID

    DISUSUN OLEH :

    ARINI EKA PRATIWI

    1111102000051

    FARMASI 7B

    PROGRAM STUDI FARMASI

    FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

    2014

  • I. Pemilihan Obat

    1.1. Pendahuluan

    Gliklazid merupakan antidiabetik oral golongan sulfonilurea generasi kedua

    yang digunakan pada pengobatan diabetes melitus tipe 2. Gliklazid menunjukkan

    toleransi yang baik dan insiden hipoglikemik yang rendah. Hal tersebut

    menjadikan gliklazid sebagai obat terpilih dalam terapi jangka panjang dari

    diabetes mellitus tipe 2 (Demirturk & Oner, 2004).

    Gliklazid

    Karakteristik gliklazid berupa serbuk putih atau hampir putih, praktis tidak

    larut dalam air, mudah larut dalam metilen klorida, larut dalam aseton, sedikit

    larut dalam alcohol. Gliklazid mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak

    lebih dari 101,0% 1-(hexahydrocyclopenta [c]pyrrol-2(1H)-yl)-3-[(4-

    methylphenyl)sulphonyl] urea, dihitung dari serbuk yang telah dikeringkan. Suhu

    lebur berkisar pada 181C. Susut pengeringan kurang dari 0,25%, digunakan 1

    gram zat dikeringkan dalam oven pada suhu 100C-105C selama 2 jam (British

    Comission Secretariat, 2007; Moffat, Osselton, & Widdop, 2005).

    1.2. Mekanisme Kerja

    Pada umumnya mekanisme kerja golongan sulfonilurea adalah dengan

    merangsang sekresi insulin dari granul-granul sel-sel Langerhans pankreas.

    Rangsangannya melalui interaksinya dengan ATP-sensitive K channel pada

    membran sel-sel yang menyebabkan depolarisasi membran dan keadaan ini akan

    membuka kanal Ca. dengan terbukanya kanal Ca, maka ion Ca2+

    akan masuk ke

    sel-sel , merangsang granula yang berisi insulin dan akan terjadi sekresi insulin

  • dengan jumlah yang ekuivalen dengan peptida-C. Selain itu, golongan

    sulfonylurea dapat mengurangi klirens insulin di hepar (Suherman, 2007).

    1.3. Farmakokinetik/Farmakodinamik (Drug Information Handbook, 2008)

    Parameter Nilai

    Absorpsi Cepat

    Pengikatan protein 94%

    Metabolisme Hati, untuk metabolit tidak aktif

    Waktu paruh eliminasi 10 jam

    Waktu puncak 4-6 jam

    Ekskresi Urin (60% sampai 70%) dan feses (10% sampai

    20%) sebagai metabolit

    1.4. Produk Gliklazid (MIMS Indonesia Edisi 11 dan DPHO, 2013)

    Produk Gliklazid yang telah beredar di Indonesia adalah sebagai berikut:

    No. Produk Sediaan Dosis Harga (Rp)

    1. Gored Tablet 80 mg 242/tablet

    2. Diamicron MR 60 mg Tablet 60 mg 605/tablet

    3. Fredam Tablet 80 mg 310/tablet

    4. Glicab Tablet 80 mg 310/tablet

    5. Glidabet Tablet 80 mg 750/tablet

    6. Glikamel Tablet 80 mg 310/tablet

    7. Glucodex Tablet 80 mg 310/tablet

    8. Glukolos Tablet 80 mg 1745/tablet

    9. Meltika Tablet 80 mg 5625/tablet

    10. Nufamicron Tablet 80 mg 1742/tablet

    11. Pedab Tablet 80 mg 1350/tablet

    12. Xepabet Tablet 80 mg 1250/tablet

    13. Zumadiac Tablet 80 mg 1445/tablet

  • 1.5. Drug of choice berdasarkan evidence based

    Gliklazid mempunyai efek hipoglikemik sedang sehingga tidak begitu sering

    menyebabkan efek hipoglikemik. Mempunyai efek anti agregasi trombosit yang

    lebih poten. Dapat diberikan pada penderita gangguan fungsi hati dan ginjal yang

    ringan.

    Tiga studi yang dilakukan untuk menilai efektivitas berbagai sulfonilurea

    dalam pengelolaan gagal diet pasien NIDDM. Pada studi pertama, 224 pasien

    yang tidak cukup dikendalikan oleh diet saja atau dengan obat hipoglikemik oral

    yang menerima gliclazide selain diet atau di tempat obat yang ada untuk tiga

    bulan. Dosis telah disesuaikan untuk mendapatkan kontrol yang memadai atau

    sampai dengan dosis maksimum yang dianjurkan. Kontrol glikemik yang baik

    dicapai pada 65% pasien. Konversi dari obat hipoglikemik oral untuk gliklazid

    membawa perbaikan dalam kontrol kecuali dalam kasus-kasus sebelumnya yang

    diobati dengan glibenclamide. Dalam studi kedua, kontrol diabetes dibandingkan

    pada 112 pasien NIDDM yang dirawat bersamaan selama satu tahun dengan

    klorpropamid, glipizide, glikuidon, glibenclamide atau gliclazide. Berdasarkan

    tingkat HbA1, hasil terbaik diperoleh dengan glibenclamide dan gliklazid, yang

    mengarah ke tingkat HbA1 normal pada 74% dan 80% dari pasien, masing-

    masing. Dalam penelitian ketiga, tingkat kegagalan sekunder dinilai dalam 248

    pasien NIDDM yang dirawat selama lima tahun dengan gliklazid, glibenklamid

    atau glipizide. Gliclazide memiliki tingkat kegagalan terendah sekunder (7%) dan

    secara signifikan lebih baik daripada glipizide (25,6% kegagalan dalam lima

    tahun), tetapi perbedaan relatif terhadap glibenclamide (17,9%) hanya gagal

    mencapai ambang signifikansi (Yasuo Akanuma et al., 1988).

  • Berdasarkan paparan di atas mengenai efikasi dari gliklazid, maka gliklazid

    dipilih sebagai salah satu perbekalan farmasi di rumah sakit. Dari sekian banyak

    produk gliklazid yang telah beredar di Indonesia, maka dipilih produk yang

    harganya paling terjangkau. Berdasarkan DPHO 2013, produk gliklazid yang

    paling terjangkau adalah Gored dari Bernofarma.

    II. Pengelolaan Obat

    Perencanaan perbekalan farmasi adalah salah satu fungsi yang menentukan dalam

    proses pengadaan perbekalan farmasi di rumah sakit. Tujuan perencanaan perbekalan

    farmasi adalah untuk menetapkan jenis dan jumlah perbekalan farmasi sesuai dengan

    pola penyakit dan kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit.

    Obat antidiabetes merupakan salah satu obat yang harus ada di rumah sakit. Salah

    satu obat antidiabetes yang sangat diperlukan adalah dari golongan sulfonilurea. Obat

    golongan sulfonilurea merupakan antidiabetik oral yang lebih efektif dibandingkan

    golongan lain, di mana golongan ini dapat menurunkan kadar glukosa darah pada 85-

    90% pasien diabetes mellitus tipe 2. Dari penelitian di suatu rumah sakit swasta,

    gliklazid merupakan obat antidiabetes golongan sulfonilurea yang paling sering

    diresepkan, 39,02% dari 1435 lembar resep dari bulan Januari-Maret 2013 yang di

    analisis mengandung obat gliklazid. Gliklazid mempunyai efek hipoglikemik sedang

    sehingga tidak begitu sering menyebabkan efek hipoglikemik (Utami, 2013).

  • Gliklazid adalah obat yang termasuk dalam Formularium Spesialistik.

    Formularium Spesialistik merupakan suatu buku yang berisi informasi lengkap obat-

    obat yang paling dibutuhkan oleh dokter spesialis bidang tertentu, untuk pengelolaan

    pasien dengan indikasi penyakit tertentu.

    Sehingga perlu dilakukan perencanaan pengadaan obat yang meliputi pemilihan,

    kompilasi penggunaan, perhitungan kebutuhan, dan evaluasi perencanaan. Kompilasi

    penggunaan obat gliklazid perlu dilakukan untuk mengetahui penggunaan bulanan

    gliklazid di unit pelayanan selama setahun dan sebagai data pembanding bagi stok

    optimum. Hal-hal yang perlu dilakukan dalam kompilasi penggunaan (pengelolaan)

    gliklazid adalah sebagai berikut:

    2.1. Perhitungan Kebutuhan

    a. Perhitungan kebutuhan Gliklazid Tablet

    Selama tahun 2013 (Januari Desember) pemakaian gliklazid (gored)

    sebanyak 300 dus (dus 10 x 10 tablet) untuk pemakaian selama 12 (dua belas)

    bulan.

    1) Pemakaian nyata per tahun (12 bulan)

    Pemakaian nyata per th = stok awal + penerimaan sisa stok jmlh obt

    rusak

    = 300 + 0 0 - 0

    = 300 dus

    2) Menghitung pemakaian rata-rata per bulan (12 bulan)

    Pemakaian av per bulan = pemakaian nyata per th : jml bulan

    = 300 / 12

    = 25 dus

    3) Menghitung kebutuhan obat sesungguhnya per tahun

    Karna penggunaan obat penuh 12 bulan, maka:

    Kebutuhan obat sesungguhnya = pemakaian nyata per tahun

    = 300 dus

    4) Menghitung kebutuhan obat tahun yang akan datang

    Anggap tren peningkatan pertahun 5%.

    kebutuhan obt akan datang = kebutuhan sesungguhnya+(kebutuhan

    sesungguhnya x A%)

    = 300 dus + (300 dus x 5%)

    = 300 dus + 15 dus

  • = 315 dus

    5) Menghitung kebutuhan Lead Time (Waktu tunggu)

    Anggap waktu tunggu obat 3 bulan.

    Kebutuhan lead time = pemakaian av per bulan x waktu tunggu

    = 25 x 3

    = 75 dus

    6) Menghitung stok pengaman (safety stock)

    Menggunakan metode waktu tunggu. Oleh karena waktu tunggu 3 bulan,

    maka stok pengaman setara dengan 5 minggu (35 hari) stock kerja.

    safety stock = kesetaraan waktu tunggu : jml hari (sebulan) x pemkaian av

    per bulan

    = 35 / 30 x 25

    = 30 dus

    7) Menghitung jumlah obat yang diprogramkan tahun yang akan datang

    Menggunakan metode waktu tunggu.

    Jml obt yg diprogram = kebutuhan obat th depan + lead time + buffer

    stock

    = 315 dus + 75 dus + 30 dus

    = 420 dus

    8) Menghitung jumlah obat yang akan dianggarkan

    Menggunakan metode waktu tunggu.

    Jml obat yg dianggarkan = jml obt yg diprogramkan sisa stock

    = 420 dus 0

    = 420 dus

    2.2. Evaluasi Perencanaan

    - Menggunakan analisa ABC

    Gliklazid tablet dan injeksi merupakan kelompok obat yang jumlah nilai

    rencana pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar 20% dari jumlah

    obat keseluruhan (dalam kategori B).

    Tabel : data analisa ABC gliklazid yang digunakan di IFRS

    No. Nama

    obat

    Jml Harga

    (Rp)

    Biaya

    (Rp)

    Kumulatif

    (Rp)

    % biaya Kel.

    1. Gored 300 242/tablet 7.260.000 7.260.000 1 B

  • Tab dus

    III. Pengadaan Obat

    Pengadaan obat dilakukan dengan cara pembelian langsung kepada pihak

    produsen, karena jumlah anggaran belanja

  • VI. Distribusi Obat Kepada Pasien

    Rumah Sakit harus menentukan sistem distribusi yang dapat menjamin

    terlaksananya pengawasan dan pengendalian obat gliklazid di unit pelayanan. Sistem

    distribusi gliklazid di unit pelayanan dapat dilakukan dengan cara:

    a. Sistem Persediaan Lengkap di Ruangan (floor stock)

    1) Pendistribusian gliklazid untuk persediaan di ruang rawat disiapkan dan

    dikelola oleh Instalasi Farmasi.

    2) Gliklazid tablet yang disimpan di ruang rawat harus dalam jenis dan jumlah

    yang sangat dibutuhkan.

    3) Dalam kondisi sementara di mana tidak ada petugas farmasi yang mengelola

    (di atas jam kerja) maka pendistribusiannya didelegasikan kepada penanggung

    jawab ruangan.

    4) Setiap hari dilakukan serah terima kembali pengelolaan obat floor stock kepada

    petugas farmasi dari penanggung jawab ruangan.

    5) Apoteker harus menyediakan informasi, peringatan dan kemungkinan interaksi

    Obat gliklazid yang disediakan di floor stock.

    b. Sistem Resep Perorangan

    Pendistribusian sediaan gliklazid berdasarkan Resep perorangan/pasien rawat jalan

    dan rawat inap melalui Instalasi Farmasi.

    c. Sistem Unit Dosis

    Pendistribusian sediaan gliklazid berdasarkan Resep perorangan yang disiapkan

    dalam unit dosis tunggal atau ganda, untuk penggunaan satu kali dosis/pasien.

    Sistem unit dosis ini digunakan untuk pasien rawat inap.

  • Sistem distribusi Unit Dose Dispensing (UDD) gliklazid sangat dianjurkan untuk

    pasien rawat inap mengingat dengan sistem ini tingkat kesalahan pemberian obat dapat

    diminimalkan sampai kurang dari 5% dibandingkan dengan sistem floor stock atau

    Resep individu yang mencapai 18%. Sistem distribusi gliklazid dirancang atas dasar

    kemudahan untuk dijangkau oleh pasien dengan mempertimbangkan:

    a. efisiensi dan efektifitas sumber daya yang ada; dan

    b. metode sentralisasi atau desentralisasi.

    VII. Rasionalisasi Penggunaan Obat

    7.1. Indikasi

    NIDDM (tipe 2) pada orang dewasa bila pengaturan pola makan, olahraga

    dan penurunan berat badan belum mencukupi untuk mengontrol kadar gula darah

    (pionas.pom.go.id).

    7.2. Dosis dan Aturan Pakai

    Dosis awal 40-80 mg 1 kali sehari; ditentukan berdasarkan respon: hingga

    160 mg diberikan bersama sarapan, dosis lebih tinggi diberikan terbagi, maksimal

    240 mg/hari dalam 1-2 kali (pionas.pom.go.id).

    7.3. Interaksi Obat (Drug Information Handbook, 2008)

    Alkohol (Ethyl): Sulfonilurea dapat meningkatkan efek merugikan/toksisitas

    dari Alkohol (Ethyl). Reaksi pembilasan dapat terjadi. Risiko C: Monitor

    terapi.

    Kloramfenikol: Dapat menurunkan metabolisme Sulfonilurea. Risiko C:

    Monitor terapi.

    Simetidin: Dapat menurunkan metabolisme Sulfonilurea. Risiko C: Monitor

    Terapi.

    Kortikosteroid (oral/inhalasi): Dapat mengurangi efek hipoglikemik agen

    antidiabetes. Dalam beberapa kasus, corticosteroid-mediated HPA axis

    suppression telah menyebabkan episode krisis adrenal akut, yang dapat

    bermanifestasi pada peningkatan hipoglikemia, terutama dalam pengaturan

    insulin atau penggunaan agen antidiabetes lain. Risiko C: Monitor terapi.

    Kortikosteroid (sistemik): Dapat mengurangi efek hipoglikemik dari agen

    antidiabetes. Dalam beberapa kasus, corticosteroid-mediated HPA axis

    suppression telah menyebabkan episode krisis adrenal akut, yang dapat

  • bermanifestasi pada peningkatan hipoglikemia, terutama dalam pengaturan

    insulin atau penggunaan agen antidiabetes lain. Risiko C: Monitor terapi.

    Antidepresan Siklik: Dapat meningkatkan efek hipoglikemik dari Sulfonilurea.

    Risiko C: Monitor terapi.

    Siklosporin: Sulfonilurea dapat meningkatkan konsentrasi serum siklosporin.

    Risiko C: Monitor terapi.

    Derivat Asam fibrat: Dapat meningkatkan efek hipoglikemik dari

    Sulfonilurea. Risiko C: Monitor terapi.

    Flukonazol: Dapat meningkatkan konsentrasi serum Sulfonilurea. Risiko C:

    Monitor terapi.

    Herbal: Dapat meningkatkan efek hipoglikemik dari agen hipoglikemik.

    Risiko C: Monitor terapi.

    Luteinizing Hormone-Releasing Hormone Analog: Dapat mengurangi efek

    terapi agen antidiabetes. Risiko C: Monitor terapi

    Pegvisomant: Dapat meningkatkan efek hipoglikemik dari agen antidiabetes.

    Risiko C: Monitor terapi.

    Antibiotik kuinolon: Dapat meningkatkan efek hipoglikemik dari Sulfonilurea.

    Hal ini tampaknya khususnya mengenai awal perjalanan dari terapi kombinasi.

    Antibiotik kuinolon dapat mengurangi efek hipoglikemik dari Sulfonilurea.

    Dengan kombinasi jangka panjang, ada risiko yang lebih besar dari

    hiperglikemia. Risiko C: Monitor terapi.

    Rifampisin: Dapat meningkatkan metabolisme Sulfonilurea. Risiko C:

    Monitor terapi.

    Salisilat: Dapat meningkatkan efek hipoglikemik dari Sulfonilurea. Risiko C:

    Monitor terapi.

    Somatropin: Dapat mengurangi efek hipoglikemik dari agen antidiabetes.

    Risiko D: Pertimbangkan modifikasi terapi.

    Derivat sulfonamida: Dapat meningkatkan efek hipoglikemik dari

    Sulfonilurea. Pengecualian: sulfacetamide. Risiko C: Monitor terapi.

    Etanol: Hindari etanol (dapat menyebabkan hipoglikemia dan/atau reaksi

    disulfiram jarang).

    Herb/Nutraceutical: Hindari kromium, bawang putih, Gymnema (dapat

    menyebabkan hipoglikemia).

  • 7.4. Kontraindikasi

    Sulfonilurea sedapat mungkin dihindari pada gangguan fungsi hati; gagal

    ginjal dan pada porfiria. Sulfonilurea sebainya tidak digunakan pada ibu menyusui

    dan selama kehamilan sebaiknya diganti dengan terapi insulin. Sulfonilurea

    dikontraindikasikan jika terjadi ketoasidosis (pionas.pom.go.id).

    7.5. Potensi ESO

    Umumnya ringan dan jarang, diantaranya gangguan gastrointestinal seperti

    mual, muntah, diare dan konstipasi. Sulfonilurea dapat menyebabkan gangguan

    fungsi hati, yang mungkin menyebabkan jaundice kolestatik, hepatitis dan

    kegagalan fungsi hati meski jarang. Gangguan darah juga jarang yaitu leukopenia,

    trombositopenia, agranulositosis, pansitopenia, anemia hemolitik, dan anemia

    aplastik (pionas.pom.go.id).

    Efek samping lainnya lebih jarang dilaporkan yaitu: reaksi pada kulit dan

    jaringan subkutan (rash, pruritus, urtikaria, eritema, maculopapular rashes,

    bullous reaction, allergic vasculitis dilaporkan pada penggunaan sulfonilurea

    lain), gangguan hematologi, gangguan sistem hepato-biliari, peningkatan kadar

    enzim hati, dan gangguan visual (pionas.pom.go.id).

  • DAFTAR PUSTAKA

    British Comission Secretariat. 2007. British Pharmacopoeia. London: British Comission

    Secretariat.

    Demiturk, E., Oner, L. 2004. Solubility and Dissolution Properties of Gliclazide. FABAD J.

    Pharm. Sci., 21-25.

    Djuanda, Adhi et al. 2011. MIMS Indonesia Edisi 11. Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer.

    Harrower, A.D., Efficacy of gliclazide in comparison with other sulphonylureas in the

    treatment of NIDDM. Diabetes Res Clin Pract, 1991. 14 Suppl 2: p. S65-7.

    Lacy, Charles et al. 2008. Drug Information Handbook 17th

    Edition. Amerika: Lexi Comp.

    Moffat, A., Osselton, M., & Widdop, B. 2005. Clarkes Analysis of Drugs and Poisons Third

    Edition. London: Pharmaceutical Press.

    Suherman, S.K. 2007. Insulin dan Antidiabetik Oral. Dalam: Gunawan, GS. 2007.

    Farmakologi dan Terapi, Ed. V. Bagian Farmakologi FKUI. Jakarta: Gaya Baru.

    Utami, Mega Gustiani. 2013. Analisis Potensi Interaksi Obat Antidiabetik Oral pada Pasien

    di Instalasi Rawat Jalan Askes Rumah Sakit Dokter Soedarso Pontianak Periode

    Januari- Maret 2013. Pontianak: Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran

    Universitas Tanjungpura.

    Yasuo Akanuma, Kinori Kosaka, Yasunori Kanazawa, Masato Kasuga, Masatoshi Fukuda,

    Shigenobu Aoki : Long-term comparison of oral hypoglycemic agents in diabetic

    retinopathy Gliclazide vs. other sulfonylureas, Diabetes Research and Clinical

    Practice, Volume 5, Issue 2, 13 July 1988 , 81-90. Dalam Sarkar, Ananya et al. 2011.

    Pharmacological and Pharmaceutical Profile of Gliclazide: A Review. Journal of

    Applied Pharmaceutical Science 01 (09): 11-19.

    pionas.pom.go.id