sholat pendahuluan, isi, penutup, daftar pustaka

44
SHALAT Syarat-syarat Sholat Syarat dari sesuatu yaitu apa-apa yang mengakibatkan tiada hasilnya sesuatu bila ia tidak ada, tetapi dengan adanya semata, belum berarti ada atau tidaknya sesuatu itu. Misalnya wudhu bagi sholat, maka tanpa adanya, sholat tidak ada. Tetapi dengan berwudhu semata, belum tentu sholat akan hasil. Syarat-syarat yang harus dipenuhi sebelum melakukan shalat dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) macam yaitu : 1. Syarat-syarat wajib shalat yaitu syarat-syarat diwajibkannya seseorang mengerjakan shalat. Jika seseorang tidak memenuhi syarat-syarat itu, tidak diwajibkan mengerjakan shalat yaitu : a. Islam Orang yang tidak Islam tidak wajib mengerjakan shalat. b. Suci dari Haid dan Nifas Perempuan yang sedang Haid (datang bulan) atau baru melahirkan tidak wajib mengerjakan shalat. c. Berakal Sehat Orang yang tidak berakal sehat seperti orang gila, orang yang mabuk, dan pingsan tidak wajib

Upload: jae-aya

Post on 30-Jun-2015

7.057 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Sholat pendahuluan, isi, penutup, daftar pustaka

SHALAT

Syarat-syarat Sholat

Syarat dari sesuatu yaitu apa-apa yang mengakibatkan tiada hasilnya sesuatu bila

ia tidak ada, tetapi dengan adanya semata, belum berarti ada atau tidaknya sesuatu

itu. Misalnya wudhu bagi sholat, maka tanpa adanya, sholat tidak ada. Tetapi

dengan berwudhu semata, belum tentu sholat akan hasil.

Syarat-syarat yang harus dipenuhi sebelum melakukan shalat dapat

dikelompokkan menjadi 2 (dua) macam yaitu :

1. Syarat-syarat wajib shalat

yaitu syarat-syarat diwajibkannya seseorang mengerjakan shalat. Jika

seseorang tidak memenuhi syarat-syarat itu, tidak diwajibkan mengerjakan

shalat yaitu :

a. Islam

Orang yang tidak Islam tidak wajib mengerjakan shalat.

b. Suci dari Haid dan Nifas

Perempuan yang sedang Haid (datang bulan) atau baru melahirkan tidak

wajib mengerjakan shalat.

c. Berakal Sehat

Orang yang tidak berakal sehat seperti orang gila, orang yang mabuk, dan

pingsan tidak wajib mengerjakan shalat, sebagaimana sabda Rasulullah

Saw. :

"Ada tiga golongan manusia yang telah diangkat pena darinya (tidak diberi

beban syari'at) yaitu; orang yang tidur sampai dia terjaga, anak kecil

sampai dia baligh dan orang yang gila sampai dia sembuh."

(HR. Abu Daud)

d. Baliqh (dewasa)

Orang yang belum baliqh tidak wajib mengerjakan shalat. Tanda-tanda

orang yang sudah baliqh :

- Sudah berumur 10 tahun

Sebagaimana sabda Rasulullah Saw.:

Page 2: Sholat pendahuluan, isi, penutup, daftar pustaka

"Perintahkanlah anak-anak untuk melaksanakan shalat apabila telah

berumur tujuh tahun, dan apabila dia telah berumur sepuluh tahun,

maka pukullah dia kalau tidak melaksanakannya."

(HR. Abu Daud)

- Mimpi bersetubuh

- Mulai keluar darah haid (datang bulan) bagi anak perempuan

e. Telah sampai da'wah kepadanya

Orang yang belum pernah mendapatkan da'wah atau seruan agama tidak

wajib mengerjakan shalat.

f. Terjaga

Orang yang sedang tertidur tidak wajib mengerjakan shalat.

2. Syarat-syarat sah shalat

Yaitu yang harus dipenuhi apabila seseorang hendak melakukan shalat.

Apabila salah satu syarat tidak dipenuhi maka tidak sah shalatnya. Syarat-

syarat tersebut ialah :

a. Masuk waktu shalat

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

�ا �اب �ت ن� ك �ي م�ؤم�ن �ت ع�ل�ى ال �ان �ة� ك �ن� الص�ال إ

�ا م�وق�وت“Sesungguhnya shalat itu merupakan kewajiban yang ditetapkan waktunya

bagi kaum mukminin.”

(QS. An-Nisa`: 103)

Dalam hadits Rasulullah Saw., banyak sekali kita dapatkan dalil

tentang permasalahan ini. Kaum muslimin pun sepakat, akan tidak sahnya

shalat yang dikerjakan sebelum masuk waktunya. Bila seseorang shalat

sebelum waktunya dengan sengaja maka shalatnya batal dan ia tidak selamat

dari dosa. Namun bila tidak sengaja, dalam arti ia mengira telah masuk

waktu shalat padahal belum, maka ia tidak berdosa. Shalatnya tersebut

teranggap shalat nafilah (shalat sunnah) dan ia wajib mengulangi shalatnya

setelah masuk waktunya.

Page 3: Sholat pendahuluan, isi, penutup, daftar pustaka

(Asy-Syarhul Mumti’ 1/398)

b. Suci dari hadats besar dan kecil

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

�ة� �ل�ى الص�ال �م إ �ذ�ا ق�مت �وا إ ن� آم�ن �ذ�ي 'ه�ا ال ي� �ا أ ي

اف�ق� م�ر� �ل�ى ال �م إ �ك د�ي �ي �م و�أ �وا و�ج�وه�ك ل ف�اغس�

ن� �ي �عب ك �ل�ى ال �م إ �ك ل ج� ر� �م و�أ ك ء�وس� �ر� ح�وا ب و�امس�

وا �ا ف�اط�ه�ر� �ب ن �م ج� ت �ن �ن ك و�إ“Wahai orang-orang yang beriman, apabila kalian hendak menegakkan

shalat, basuhlah wajah kalian dan lengan kalian sampai siku, lalu usaplah

kepala kalian dan cucilah kaki kalian sampai mata kaki. Dan jika kalian

junub, bersucilah….”

(QS. Al-Ma`idah: 6)

Dalam ayat di atas ada perintah dari Allah Swt. kepada hamba-hamba-

Nya yang ingin shalat sementara mereka belum bersuci, agar membasuh

wajah dan tangan mereka sampai siku dengan menggunakan air, dan

seterusnya dari amalan wudhu.

(Jami’ul Bayan fit Ta`wil Ayil Qur`an, 4/50)

Al-‘Allamah Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di

rahimahullahu mengatakan bahwa dalam ayat yang agung ini terkandung

banyak hukum, di antaranya:

Disyaratkannya thaharah untuk sahnya shalat, karena Allah Swt.

memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk berthaharah ketika hendak

menunaikan shalat. Sementara, hukum asal suatu perintah adalah wajib.

Thaharah tidak wajib dilakukan ketika telah masuk waktu shalat, namun

thaharah hanya diwajibkan ketika seseorang ingin mengerjakan shalat.

Seluruh amalan yang dinamakan shalat, baik shalat itu wajib atau nafilah,

maupun shalat yang fardhu kifayah seperti shalat jenazah, disyaratkan

thaharah sebelumnya.

(Tafsir Al-Karimir Rahman, hal. 222)

Page 4: Sholat pendahuluan, isi, penutup, daftar pustaka

Abu Hurairah r.a. berkata, Rasulullah Saw. bersabda:

� �و�ض�أ �ت �ى ي �حد�ث� ح�ت �ة� م�ن أ �ل� ص�ال �قب � ت ال“Tidak diterima shalat seseorang yang berhadats hingga ia berwudhu.”

(HR. Al-Bukhari no. 135 dan Muslim no. 536)

Al-Imam An-Nawawi rahimahullahu memaknakan hadits di atas:

“(Tidak diterima shalat seseorang yang berhadats) hingga ia bersuci

dengan air atau tanah/debu. Dalam hadits, Nabi Saw. hanya menyebut

wudhu karena asal mula bersuci itu dengan wudhu (bila tidak ada air, baru

menggantinya dengan yang lain) dan itu yang lebih banyak dilakukan.

Wallahu a’lam.”

(Al-Minhaj, 3/99)

Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata, “Aku mendengar

Rasulullah Saw. bersabda:

Bرر� ط�ه�و �غ�ي �ةD ب �ل� ص�ال �قب � ت ... ال“Tidak diterima shalat tanpa bersuci...”

(HR. Muslim no. 534)

Hadits di atas merupakan nash yang menunjukkan wajibnya thaharah

bila hendak mengerjakan shalat, sementara ia dalam keadaan berhadats. Dan

ulama sepakat bahwa thaharah ini merupakan syarat sahnya shalat.

(Tharhut Tatsrib 2/400, 409, Al-Minhaj 3/98)

Hadats yang dimaksudkan dalam pembahasan di sini mencakup hadats

besar seperti janabah dan hadats kecil seperti buang air besar, kencing,

buang angin, dan sebagainya.

c. Suci badan, pakaian dan tempat shalat dari najis

Dalil tentang sucinya pakaian didapatkan dari firman Allah

Subhanahu wa Ta'ala:

�ك� ف�ط�هFر �اب �ي و�ث“Dan pakaianmu sucikanlah.”

(QS. Al-Mudatstsir: 4)

Page 5: Sholat pendahuluan, isi, penutup, daftar pustaka

Dari As-Sunnah didapatkan banyak dalil, seperti hadits Asma` bintu

Abi Bakr radhiyallahu ‘anhuma berkata,

“Ada seorang wanita bertanya kepada Rasulullah Saw., ‘Ya Rasulullah,

apa pendapatmu bila pakaian salah seorang dari kami terkena darah haid,

apa yang harus diperbuatnya?” Rasulullah Saw. bersabda memberi

bimbingan:

�ن� الد�م� م�ن� �حد�اك �وب� إ ص�اب� ث� �ذ�ا أ إ

�م� �م�اءB ث ض�حه� ب �ن �ت �م� ل �قر�صه� ث ت ض�ة� ف�ل ح�ي ال

ه� �ص�لFي ف�ي �ت ل“Apabila pakaian salah seorang dari kalian terkena darah haid, hendaklah

ia mengeriknya kemudian membasuhnya dengan air. Setelah itu, ia boleh

mengenakannya untuk shalat.”

(HR. Al-Bukhari no. 307 dan Muslim no. 673)

Kata Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-’Asqalani rahimahullahu, dalam hadits

ini terdapat isyarat dilarangnya shalat bila mengenakan pakaian yang

terkena najis.

(Fathul Bari, 1/532)

Demikian pula hadits tentang Rasulullah Saw. melepas sandalnya

ketika shalat, sebagaimana diberitakan Abu Sa’id Al-Khudri r.a.:

�ص�لFي �م� ي ل ه� و�س� �ي ول� الله� ص�ل�ى الله� ع�ل س� �م�ا ر� ن �ي ب

ار�ه�. �س� ه�، ف�و�ض�ع�ه�م�ا ع�ن ي �ي �عل �ع� ن ل �ذ خ� �ه� إ اب صح�� �أ ب

�م�ا ق�ض�ى . ف�ل �ه�م �ع�ال ق�وا ن �ل ق�وم� أ �ك� ال �ى ذ�ل أ �م�ا ر� ف�ل

: �ه� ق�ال� �ت �م� ص�ال ل ه� و�س� �ي ول� الله� ص�ل�ى الله� ع�ل س� ر�

�اك� ن �ي أ �وا: ر� ؟ ق�ال �م �ك �ع�ال �م ن �ك ق�ائ �ل �م ع�ل�ى إ �ك م�ا ح�م�ل

ول� الله� س� �ا. ف�ق�ال� ر� �ن �ع�ال �ا ن ن ق�ي ل� ك� ف�أ �ي �عل ت� ن ق�ي �ل أ

Page 6: Sholat pendahuluan, isi, penutup, daftar pustaka

�م� ال ه� الس� �ي ل� ع�ل ر�ي ب �ن� ج� : إ �م� ل ه� و�س� �ي ص�ل�ى الله� ع�ل

�ذ�ى -. : أ و ق�ال�� ا - أ ه�م�ا ق�ذ�ر� �ن� ف�ي �ي أ ن �ر� ب خ

� �ي ف�أ �ان �ت أ

، ظ�ر �ن ي ج�د� ف�ل م�س �ل�ى ال �م إ �ح�د�ك �ء� أ �ذ�ا جا : إ و�ق�ال�

حه� �مس� ي �ذ�ى ف�ل و أ� ا أ ه� ق�ذ�ر� �ي �عل �ى ف�ي ن أ �ن ر� ف�إ

ه�م�ا �ص�لF ف�ي ي و�ل“Tatkala Rasulullah Saw. sedang shalat bersama shahabat-shahabat

beliau, tiba-tiba beliau melepas kedua sandalnya lalu meletakkannya di

sebelah kiri beliau. Ketika melihat hal tersebut, mereka (para shahabat)

pun melepaskan sandal mereka. Selesai dari shalat, Rasulullah bertanya,

“Ada apa kalian melepaskan sandal-sandal kalian?” Mereka menjawab,

“Kami melihatmu melepas sandalmu maka kami pun melepaskan sandal-

sandal kami.” Rasulullah Saw. menjelaskan, “Tadi Jibril mendatangiku dan

mengabarkan bahwa pada kedua sandalku ada kotoran/najis, maka akupun

melepaskan keduanya.” Beliau juga mengatakan, “Apabila salah seorang

dari kalian datang ke masjid, sebelum masuk masjid hendaklah ia melihat

kedua sandalnya. Bila ia lihat ada kotoran atau najis maka hendaklah

membersihkannya. Setelah bersih, ia boleh shalat dengan mengenakan

kedua sandalnya.”

(HR. Abu Dawud no. 650 dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani

rahimahullahu dalam Shahih Abi Dawud, Irwa`ul Ghalil no. 284 dan

Ashlu Shifati Shalatin Nabi Saw., 1/110)

Mengenai kesucian badan maka tentunya lebih utama daripada

sucinya pakaian yang dikenakan. Di samping ada pula hadits yang

menunjukkan wajibnya membersihkan najis yang ada pada badan seperti

hadits Anas r.a. Ia berkata, Nabi Saw. bersabda:

ر� ق�ب �ن� ع�ام�ة� ع�ذ�اب� ال ، ف�إ �ول� ب ه�وا م�ن� ال �ز� �ن ت

ه� م�ن

Page 7: Sholat pendahuluan, isi, penutup, daftar pustaka

“Bersucilah kalian dari kencing karena kebanyakan adzab kubur

disebabkan kencing.”

(HR. Ad-DaraQathani dalam Sunan-nya hal. 7, dishahihkan Asy-

Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Al-Irwa` no. 280)

Demikian pula hadits ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, ia

berkata:

�ل� أ س� �ن أ �ي أ �حي ت س

� ت� أ �ن � م�ذ�اء� ف�ك ج�ال ت� ر� �ن ك

�ه�، �ت ن �ان� اب �م�ك �م� ل ل ه� و�س� �ي �ي� ص�ل�ى الله� ع�ل �ب الن

: �ه�، ف�ق�ال� ل� أ و�د� ف�س� �س أل ن� ا م�قد�اد� ب ت� ال م�ر

� ف�أ� �و�ض�أ �ت ه� وي �ر� ل� ذ�ك �غس� ي

“Aku seorang lelaki yang banyak mengeluarkan madzi, namun aku malu

menanyakannya langsung kepada Nabi Saw. disebabkan keberadaan putri

beliau (sebagai istriku). Maka aku menyuruh Al-Miqdad ibnul Aswad untuk

menanyakannya. Ia pun bertanya kepada beliau, maka beliau Saw.

memberikan tuntunan, ‘Hendaklah ia mencuci kemaluannya kemudian

berwudhu’.”

(HR. Al-Bukhari no. 132 dan Muslim no. 693)

Adapun dalil tentang kesucian tempat shalat adalah firman Allah Swt.:

�ع� ك ن� و�الر' �ف�ي ع�اك ن� و�ال �ف�ي �لط�ائ �ي� ل ت �ي ا ب �ن ط�هFر� أ

ج�ود� الس'“Bersihkanlah rumah-Ku (Baitullah) (wahai Ibrahim dan Ismail) untuk

orang-orang yang thawaf, yang i’tikaf, yang ruku’, dan yang sujud.”

(Al-Baqarah: 125)

Demikian pula adanya perintah Nabi Saw. untuk menyiram kencing

A’rabi (Arab gunung/Badui) sebagaimana dalam hadits Anas bin Malik r.a.:

Page 8: Sholat pendahuluan, isi, penutup, daftar pustaka

�ال� ج�د� ف�ب م�س �ة� ال ي �اح� �ل�ى ن cا ق�ام� إ �ي اب �عر� �ن� أ أ

ول� الله� س� �اس�. ف�ق�ال� ر� �ه� الن ه�ا، ف�ص�اح� ب ف�ي

غ� �م�ا ف�ر� : د�ع�وه�. ف�ل �م� ل ه� و�س� �ي ص�ل�ى الله� ع�ل

�م� ل ه� و�س� �ي ول� الله� ص�ل�ى الله� ع�ل س� م�ر� ر�� أ

�ه� �ول �وبB ف�ص�ب� ع�ل�ى ب �ذ�ن ب“Ada seorang A’rabi bangkit menuju ke pojok masjid lalu kencing di tempat

tersebut. Melihat hal itu, orang-orang berteriak menghardiknya. Rasulullah

Saw. pun menegur, “Biarkan ia menyelesaikan kencingnya.” Seselesainya

si A’rabi kencing, Rasulullah Saw. memerintahkan agar mengambil air satu

ember penuh, lalu dituangkan di atas kencingnya.”

(HR. Al-Bukhari no. 221 dan Muslim no. 658)

Bila seseorang melihat pada tubuh, pakaian atau tempat shalatnya ada

najis setelah selesai shalatnya, apakah ia harus mengulangi shalatnya?

Dalam masalah ini ada perbedaan pendapat. Namun yang rajih, wallahu

a’lam, orang itu tidak wajib mengulangi shalatnya, baik keberadaan najis

tersebut telah diketahuinya sebelum shalat tapi ia lupa, atau lupa

mencucinya, ataupun ia tidak tahu bila najis itu terkena dirinya, atau ia tidak

tahu kalau itu najis, atau ia tidak tahu hukumnya, atau ia tidak tahu apakah

najis itu mengenainya sebelum shalat ataukah sesudah shalat. Pendapat ini

yang dipilih oleh Al-Muwaffaq Ibnu Qudamah, Al-Majdu, Syaikhul Islam,

Ibnul Qayyim, dan selain mereka rahimahumullah. Dalilnya adalah kaidah

umum yang agung yang Allah Saw. letakkan bagi hamba-hamba-Nya, yaitu

firman-Nya:

�ا ن �خط�أ و أ� �ا أ ن ي �س� �ن ن �ا إ �ؤ�اخ�ذن � ت �ا ال �ن ب ر�

“Wahai Rabb kami, janganlah Engkau menghukum kami jika kami lupa

atau keliru….”

(QS. Al-Baqarah: 286)

Page 9: Sholat pendahuluan, isi, penutup, daftar pustaka

Dan juga hadits Rasulullah Saw. yang melepas sandal beliau dalam

shalatnya setelah Jibril a.s. mengabarkan bahwa pada sandalnya ada

kotoran/najis. Beliau tidaklah membatalkan shalatnya, namun

melanjutkannya setelah melepas kedua sandalnya.

(Al-Mughni, kitab Ash-Shalah fashl Man Shalla Tsumma Ra`a ‘Alaihi

Najasah fi Badanihi au Tsiyabihi, Asy-Syarhul Mumti’ 1/485, Al-

Mulakhkhashul Fiqhi, 1/94, Taudhihul Ahkam 2/33)

d. Menutup aurat,

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

Bج�د �لF م�س د� ك ن �م ع� �ك �ت ن �ي آد�م� خ�ذ�وا ز�ي �ن �ا ب ي“Wahai anak Adam kenakanlah zinah kalian setiap kali menuju masjid.”

( QS.Al-A’raf: 31)

Al-Imam Asy-Syaukani r.a. berkata: “Mereka diperintah untuk

mengenakan zinah ketika datang ke masjid guna melaksanakan shalat atau

thawaf di Baitullah. Ayat ini dijadikan dalil untuk menunjukkan wajibnya

menutup aurat di dalam shalat. Demikian pendapat yang dipegangi oleh

jumhur ulama. Bahkan menutup aurat ini wajib dalam segala keadaan,

sekalipun seseorang shalat sendirian sebagaimana ditunjukkan dalam

hadits-hadits yang shahih.”

(Fathul Qadir, 2/200)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu menyatakan, “(Perintah

Allah Swt. dalam ayat di atas adalah) perintah untuk mengenakan zinah

setiap kali ke masjid, yang dinamakan oleh para fuqaha: bab Sitrul ‘Aurah

fish Shalah (bab Menutup aurat dalam shalat).”

(Hijabul Mar`ah wa Libasuha fish Shalah hal. 14)

Ibnu ‘Abbas r.a. menerangkan sebab turunnya ayat di atas, “Dulunya

di masa jahiliah, wanita biasa thawaf di Ka’bah dalam keadaan tanpa

busana. Yang tertutupi hanyalah bagian kemaluannya. Ia thawaf seraya

bersyair:

Pada hari ini tampak tubuhku sebagiannya atau pun seluruhnya

Maka apa yang nampak darinya tidaklah aku halalkan.

Page 10: Sholat pendahuluan, isi, penutup, daftar pustaka

Lalu turunlah ayat di atas.”

(HR. Muslim no. 7467)

Al-Imam Al-Baghawi rahimahullahu dalam tafsirnya terhadap firman

Allah Swt. di atas menyatakan, “Yang dimaksud dengan zinah adalah

pakaian. Mujahid berkata, ‘(Zinah adalah) apa yang menutupi auratmu

walaupun berupa ‘aba'ah.’ Al-Kalbi berkata, ‘Zinah adalah apa yang

menutupi aurat setiap kali ke masjid untuk thawaf dan shalat’.”

(Ma’alimut Tanzil, 2/157)

Dulunya orang-orang jahiliah thawaf di Ka’bah dalam keadaan

telanjang. Mereka melemparkan pakaian mereka dan membiarkannya

tergeletak di atas tanah terinjak-injak oleh kaki orang-orang yang lalu

lalang. Mereka tidak lagi mengambil pakaian tersebut untuk selamanya,

hingga usang dan rusak. Demikian kebiasaan jahiliah ini berlangsung

hingga datang Islam dan Allah Swt. memerintahkan mereka untuk menutup

aurat: “Wahai anak Adam, kenakanlah zinah kalian setiap kali menuju

masjid.”

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

Dن� يا ت� ع�ر �ي ب �ال �ط�وف� ب � ي ال“Tidak boleh orang yang telanjang thawaf di Ka’bah.”

(HR. Al-Bukhari no. 369, 1622 dan Muslim no. 3274) [Lihat Al-Minhaj

18/357]

Hadits di atas selain dibawakan oleh Al-Imam Al-Bukhari r.a. dalam

Shahih-nya, kitab Al-Hajj bab Tidak boleh orang yang telanjang thawaf di

Baitullah dan tidak boleh orang musyrik melaksanakan haji, dibawakan pula

oleh beliau dalam kitab Ash-Shalah, bab Wajibnya shalat dengan

mengenakan pakaian.

Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-’Asqalani rahimahullahu dalam

penjelasannya terhadap hadits di atas menyatakan:

“Sisi pendalilan hadits ini dengan judul bab yang diberikan Al-Imam Al-

Bukhari rahimahullahu (bab Wajibnya shalat dengan mengenakan pakaian)

adalah apabila dalam thawaf dilarang telanjang, maka larangan hal ini di

Page 11: Sholat pendahuluan, isi, penutup, daftar pustaka

dalam shalat lebih utama lagi. Karena apa yang disyaratkan di dalam

shalat sama dengan apa yang disyaratkan di dalam thawaf, bahkan dalam

shalat ada tambahan. Dan jumhur berpendapat menutup aurat termasuk

syarat shalat.”

(Fathul Bari, 1/604)

Faedah

Perlu diperhatikan di sini, menutup aurat di dalam shalat tidaklah

cukup dengan berpakaian ala kadarnya yang penting menutup aurat, tidak

peduli pakaian itu bau dan kotor misalnya. Namun perlu memerhatikan sisi

keindahan dan kebersihan. Karena Allah Swt. dalam firman-Nya:

“Memerintahkan untuk mengenakan zinah (pakaian sebagai perhiasan)

ketika shalat, sebagaimana dalam ayat di atas. Sehingga sepantasnya

seorang hamba shalat dengan mengenakan pakaiannya yang paling bagus

dan paling indah, karena dia akan ber-munajat dengan Rabb semesta alam

dan berdiri di hadapan-Nya.”

(Al-Ikhtiyarat Ibnu Taimiyyah rahimahullahu hal. 43)

Bedanya Menutup Aurat di Dalam dan di Luar Shalat

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu berkata, “Mengenakan

zinah di dalam shalat merupakan hak Allah Swt., sehingga tidak boleh bagi

seseorang untuk thawaf di Ka’bah dalam keadaan telanjang walaupun

bersendiri di waktu malam. Tidak boleh pula ia shalat dalam keadaan

telanjang walaupun sendirian. Maka mengenakan zinah dalam shalat

bukanlah untuk berhijab (menutup tubuh) dari manusia tapi menunaikan

hak Allah Swt. Dengan demikian, menutup aurat di luar shalat dibedakan

dari menutup aurat di dalam shalat. Kita dapatkan seseorang yang shalat

menutup bagian tubuhnya yang justru boleh tampak bila ia sedang tidak

shalat (di luar shalat). Sebaliknya ia menampakkan dalam shalatnya apa

yang justru harus ditutupnya di luar shalat.”

(Hijabul Mar`ah wa Libasuha fish Shalah hal. 23)

Sebenarnya memang yang diperintahkan dalam shalat adalah berhias

dan berpenampilan bagus karena hendak berdiri di hadapan Allah Swt.. Bila

seseorang merasa malu bertemu dengan seorang raja atau salah seorang

Page 12: Sholat pendahuluan, isi, penutup, daftar pustaka

pembesar di muka bumi ini dengan pakaian kotor, bau, kusut masai, atau

terbuka separuh tubuhnya, lalu bagaimana ia tidak malu berdiri di hadapan

Raja Diraja Penguasa alam semesta Swt. dengan pakaian yang tidak patut

dikenakannya ketika shalat? Karena itulah Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu

‘anhuma pernah bekata kepada maulanya, Nafi’, yang shalat dalam keadaan

tidak menutup kepala (dengan peci dan semisalnya), “Tutuplah kepalamu!

Apakah engkau biasa keluar ke hadapan manusia dalam keadaan membuka

kepalamu?” Nafi’ menjawab, “Tidak pernah.” “Allah adalah Dzat yang

lebih pantas untuk engkau berhias bila hendak menghadap-Nya”, kata

Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma.

(Syarh Ma’anil Atsar, 1/377)

Dengan demikian, semakin fahamlah kita bahwa yang sebenarnya

dituntut dalam shalat bukan sekedar menutup aurat, tapi mengenakan zinah.

Seseorang yang hendak shalat dituntut agar berada dalam penampilan yang

bagus dan indah, karena ia akan berdiri di hadapan Allah Swt.

(Adz-Dzakhirah lil Qarafi 2/102, Al-Mulakhkhashul Fiqhi 1/93)

Hukum Menutup Pundak bagi Laki-laki di Dalam Shalat

Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, Nabi Saw. bersabda:

س� �ي و�اح�د� ل �وب� ال �م ف�ي الث �ح�د�ك �ص�لFي أ � ي ال

Dءي ه� ش� �ق�ي ع�ل�ى ع�ات“Tidak boleh seorang lelaki di antara kalian shalat dengan hanya

mengenakan satu kain sementara tidak ada di atas pundaknya sedikitpun

dari kain tersebut.”

(HR. Al-Bukhari no. 359 dan Muslim no. 1151)

Dalam hadits di atas, Nabi Saw. memberikan bimbingan kepada orang

yang shalat dengan mengenakan satu kain saja tanpa ada pakaian lain, agar

tidak mengikat kainnya pada bagian tengah tubuhnya sehingga dua

pundaknya dibiarkan terbuka. Tapi hendaknya ia berselubung dengan kain

tersebut, dua ujung kainnya diangkat lalu disilangkan dan diikatkannya di

atas pundaknya, sehingga kain tersebut keberadaannya seperti izar dan rida`.

Hal ini mungkin dilakukan bila kainnya lebar/lapang. Namun bila sempit

Page 13: Sholat pendahuluan, isi, penutup, daftar pustaka

maka terpaksa diikatkan pada pinggang sebagaimana ditunjukkan dalam

hadits Jabir radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Saw. bersabda kepadanya:

Fق�ا �ان� ض�ي �ن ك �ه� و�إ �ح�ف ب ت ع�ا ف�ل �ان� و�اس� �ن ك ف�إ

�ه� �ز�ر ب ف�ات“Bila kainmu lebar berselimutlah dengannya (menutupi tubuh bagian

bawah dan atas dengan disilangkan dua ujungnya di atas dua pundak)

namun bila kainmu sempit ikatkanlah pada setengah tubuhmu yang bagian

bawah.”

(HR. Al-Bukhari no. 361) [Syarhus Sunnah Al-Baghawi 2/433]

Dari dua hadits di atas, tergambar bagi kita hukum menutup pundak

dalam shalat. Dalam masalah ini memang ada perselisihan pendapat di

kalangan ahlul ilmi.

Al-Imam Ahmad rahimahullahu dalam pendapatnya yang masyhur

mengatakan wajib bagi orang yang memiliki kemampuan, berdalil dengan

dzahir hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu di atas.

Sementara jumhur ulama, di antaranya imam yang tiga, berpandangan

mustahab, karena yang wajib ditutup hanyalah aurat sementara dua pundak

bukanlah aurat. Adapun larangan dalam hadits tidaklah menunjukkan haram

karena adanya hadits Jabir radhiyallahu ‘anhu di atas. Sehingga larangan

shalat dalam keadaan pundak terbuka mereka bawa kepada nahyut tanzih

wal karahah, yaitu makruh, bukan haram. Wallahu a’lam.

(Al-Umm kitab Ash-Shalah bab Jima’i Libasil Mushalli, Al-Majmu’

3/181, Al-Mughni kitab Ash-Shalah fashl Hukmi Sitril Mankibain,

Raddul Mukhtar ‘Ala Ad-Darril Mukhtar Syarhu Tanwiril Abshar

Ibnu ‘Abidin 2/76, Subulus Salam 1/211, Taisirul Allam 1/259,260,

Tamamul Minnah hal. 163)

Faedah

Apakah shalat seseorang batal bila di tengah shalatnya tersingkap

bagian tubuhnya yang mesti ditutupi dalam shalat?

Asy Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullahu

menerangkan:

Page 14: Sholat pendahuluan, isi, penutup, daftar pustaka

Bila ia melakukannya dengan sengaja maka batal shalatnya, baik sedikit

atau banyak bagian tubuhnya yang tersingkap, lama ataupun hanya

sebentar.

Bila tidak sengaja dan yang tersingkap hanya sedikit, shalatnya tidak

batal.

Bila tidak sengaja namun yang tersingkap banyak dalam waktu yang

singkat, shalatnya tidak batal.

Tersingkap banyak bagian tubuhnya tanpa sengaja dalam waktu yang

lama, ia tidak tahu kecuali di akhir shalatnya atau setelah salam, maka

shalatnya tidak sah.

Misalnya: Seseorang shalat memakai sirwal (celana panjang yang

luas/longgar) dan kain. Selesai salam dari shalatnya, ia dapatkan

sirwalnya sobek besar pada bagian kemaluannya hingga

menampakkannya, maka shalatnya tidak sah dan ia harus mengulangi

shalatnya karena menutup aurat termasuk syarat sahnya shalat. Adapun

bila di tengah shalat, pakaiannya sobek besar namun dengan segera ia

pegang bagian yang sobek maka shalatnya sah. (Asy-Syarhul Mumti’

1/446-447)

e. Menghadap kiblat

Yang dimaukan dengan kiblat adalah Ka’bah. Dinamakan kiblat

karena manusia menghadapkan wajah mereka dan menuju kepadanya.

(Al-Majmu’ 3/193, Ar-Raudhul Murbi’ Syarhu Zadil Mustaqni’, 1/119,

Asy-Syarhul Mumti’ 1/501, Al-Mulakhkhashul Fiqhi, 1/96)

Awalnya Rasulullah Saw. shalat menghadap ke Baitul Maqdis.

Kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan beliau menghadap

ke Ka’bah, kiblat yang beliau cintai. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

�ك� �ن Fي �و�ل �ن م�اء� ف�ل �ق�ل'ب� و�جه�ك� ف�ي الس� ى ت �ر� ق�د ن

ج�د� م�س طر� ال ض�اه�ا ف�و�لF و�جه�ك� ش� �ر �ة� ت ل ق�ب

�م 'وا و�ج�وه�ك �م ف�و�ل ت �ن ث� م�ا ك � و�ح�ي ام ح�ر� ال

Page 15: Sholat pendahuluan, isi, penutup, daftar pustaka

�م�ون� �عل �ي �اب� ل �ت ك �وا ال وت� ن� أ �ذ�ي �ن� ال ه� و�إ طر� ش�

�غ�اف�لB ع�م�ا Fه�م و�م�ا الله� ب ب ح�ق' م�ن ر� �ه� ال ن� أ

�ون� �عم�ل ي“Kami sering melihat wajahmu menengadah ke langit, maka sungguh Kami

akan memalingkanmu ke kiblat yang engkau sukai. Hadapkanlah wajahmu

ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kalian berada, hadapkanlah

wajah-wajah kalian ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang yang

diberi Al-Kitab (dari kalangan Yahudi dan Nasrani) memang mengetahui

bahwa menghadap ke Masjidil Haram itu benar dari Rabb mereka, dan

Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.”

(QS. Al-Baqarah: 144)

Al-Bara` bin ‘Azib radhiyallahu ‘anhu berkata:

�ل�ى �م� إ ل ه� و�س� �ي �يF ص�ل�ى الله� ع�ل �ب ت� م�ع� الن �ي ص�ل

�ى ا، ح�ت هر� ر� ش� �ة� ع�ش� ت م�قد�س� س� ت� ال �ي ب

ث� م�ا ة� }و�ح�ي �ق�ر� ب �ي ف�ي ال �ت �ة� ال آلي ل�ت� ا �ز� ن

ل�ت �ز� ه�{ ف�ن طر� �م ش� 'وا و�ج�وه�ك �م ف�و�ل ت �ن ك

�م� ل ه� و�س� �ي �ي' ص�ل�ى الله� ع�ل �ب �عد�م�ا ص�ل�ى الن ب

�اسB م�ن� �ن �، ف�م�ر� ب ق�وم ج�لD م�ن� ال ط�ل�ق� ر� ف�ان

�وا �ه�م ف�و�ل ، ف�ح�د�ث 'ون� �ص�ل ص�ار� و�ه�م ي �ن أل ا

ت� �ي ب �ل� ال و�ج�وه�ه�م ق�ب“Aku shalat bersama Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menghadap ke

arah Baitul Maqdis selama 16 bulan, hingga turunlah ayat dalam surah Al-

Baqarah: ‘Dan di mana saja kalian berada, palingkanlah (hadapkanlah)

Page 16: Sholat pendahuluan, isi, penutup, daftar pustaka

wajah kalian ke arahnya.’ Ayat ini turun setelah Nabi Shallallahu ‘alaihi

wa sallam shalat. Lalu pergilah seseorang dari mereka yang hadir dalam

shalat berjamaah bersama Nabi. Ia melewati orang-orang Anshar yang

sedang shalat (dalam keadaan masih menghadap ke arah Baitul Maqdis),

maka ia pun menyampaikan kepada mereka tentang perintah perpindahan

arah kiblat. Mendengar hal tersebut orang-orang Anshar pun

memalingkan/menghadapkan wajah-wajah mereka ke arah Baitullah.”

(HR. Muslim no. 1176) [Al-Hawil Kabir 2/68]

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bila bangkit untuk shalat,

beliau menghadap Ka’bah, baik dalam shalat wajib maupun shalat nafilah.

Kata Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu:

“Berita ini merupakan sesuatu yang pasti keberadaannya karena

mutawatirnya….”

(Ashlu Shifati Shalatin Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, 1/55)

Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada orang yang salah

shalatnya:

�م� و�ض�وء� ث �غ� ال ب س� �ة� ف�أ �لى� الص�ال �ذ�ا ق�مت� إ إ

Fر �ب �ة� ف�ك ل ق�ب �ل� ال �قب ت ...اس“Bila engkau bangkit untuk menegakkan shalat maka baguskanlah wudhu

kemudian menghadaplah kiblat, setelah itu bertakbirlah….”

(HR. Al-Bukhari no. 6251 dan Muslim no. 884)

Orang yang Melihat Ka’bah dan yang Tidak Melihatnya

Bagi orang yang shalat dalam keadaan dapat melihat Ka’bah maka

wajib baginya shalat menghadap persis ke Ka’bah, seperti keadaan orang

yang shalat di Masjidil Haram. Adapun orang yang tidak bisa menyaksikan

Ka’bah secara langsung karena negerinya jauh dari Makkah misalnya, maka

wajib baginya menghadap ke arah Ka’bah. Dalam hal ini perkaranya lapang,

dalam arti bila seseorang shalat dalam keadaan menyimpang sedikit dari

arah kiblat maka hal itu tidak menjadi masalah. Karena tetap saja ia

dikatakan menghadap ke arah kiblat, berdasarkan firman Allah Swt.:

Page 17: Sholat pendahuluan, isi, penutup, daftar pustaka

ع�ه�ا � و�س �ال ا إ �فس� �لFف� الله� ن �ك � ي ال“Allah tidak membebani suatu jiwa kecuali sekadar kesanggupannya.”

(Al-Baqarah: 286)

Dan juga berdasarkan hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu,

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

Dة� ل م�غر�ب� ق�ب ـ ر�ق� و�ال م�ش ن� ال �ي م�ا ب“Antara timur dan barat adalah kiblat.”

(HR. At-Tirmidzi no. 342, Ibnu Majah no. 1011, dan selain keduanya.

Dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Al-Irwa` no.

292) [Lihat Al-Umm, kitab Ash Shalah, bab Istiqbalil Qiblah, Al-

Majmu’ 3/195, Subulus Salam 1/214, Asy-Syarhul Mumti’ 1/509, Al-

Mulakhkhashul Fiqhi, 1/96,97, Taudhihul Ahkam 2/17,18]

Keberadaan arah kiblat di antara timur dan barat ini berlaku bagi

penduduk Madinah dan negeri-negeri yang searah dengan Madinah. Dengan

demikian, bagian selatan seluruhnya kiblat bagi mereka. Adapun yang tidak

searah maka tentunya akan berbeda, arah kiblatnya bukan antara timur dan

barat. Seperti kita di Indonesia ini, arah kiblatnya justru antara utara dan

selatan. Wallahu a’lam.

Kapan Gugur Kewajiban Menghadap Kiblat?

Menghadap kiblat sebagai salah satu syarat shalat yang harus dipenuhi

dapat gugur kewajibannya dalam keadaan-keadaan berikut ini:

a. Shalat tathawwu’ (shalat sunnah) bagi orang yang berkendaraan, baik

kendaraannya berupa hewan tunggangan ataupun berupa alat transportasi

modern seperti mobil, kereta api, dan kapal laut.

Jabir bin Abdillah Al-Anshari radhiyallahu ‘anhuma berkata:

�م� ف�ي ل ه� و�س� �ي �ي� ص�ل�ى الله� ع�ل �ب ت� الن �ي أ ر�

�و�جFه�ا �ه� م�ت �ت ل اح� �ص�لFي ع�ل�ى ر� م�ارB ي ن� و�ة� أ غ�ز

�ط�وFع�ا ر�ق� م�ت م�ش �ل� ال ق�ب

Page 18: Sholat pendahuluan, isi, penutup, daftar pustaka

“Aku melihat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam perang Anmar

mengerjakan shalat sunnah di atas hewan tunggangannya sementara

hewan tersebut menghadap ke timur.”

(HR. Al-Bukhari no. 4140)

Jabir radhiyallahu ‘anhu juga mengabarkan:

�م� ل ه� و�س� �ي ول� الله� ص�ل�ى الله� ع�ل س� �ان� ر� ك

�ذ�ا ، ف�إ �و�ج�ه�ت ث� ت �ه� ح�ي �ت ل اح� �ص�لFي ع�ل�ى ر� ي

�ة� ل ق�ب �ل� ال �قب ت ل� ف�اس �ز� ض�ة� ن ف�ر�ي اد� ال ر�� أ

“Adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengerjakan shalat

sunnah di atas hewan tunggangannya ke arah mana saja hewan itu

menghadap. Namun bila beliau hendak mengerjakan shalat fardhu,

beliau turun dari tunggangannya lalu menghadap kiblat.”

(HR. Al-Bukhari no. 400)

Amir bin Rabi’ah radhiyallahu ‘anhu berkata:

�م� ل ه� و�س� �ي ول� الله� ص�ل�ى الله� ع�ل س� ت� ر� �ي أ ر�

ه� س� أ �ر� �وم�ئ� ب ، ي Fح� ب �س� �ة� ي ل اح� و�ه�و� ع�ل�ى الر�

ول� الله� س� �ن ر� �ك �م ي �و�ج�ه�، و�ل يF و�جهB ت� �ل� أ ق�ب

�ك� ف�ي �ع� ذ�ل �صن �م� ي ل ه� و�س� �ي ص�ل�ى الله� ع�ل

�ة� �وب ت م�ك �ة� ال الص�ال“Aku melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat nafilah di

atas hewan tunggangannya menghadap ke arah mana saja hewan itu

menghadap, beliau memberi isyarat dengan kepalanya (ketika

melakukan ruku’ dan sujud). Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam

tidak pernah melakukan hal itu dalam shalat fardhu.”

(HR. Al-Bukhari no. 1097)

Page 19: Sholat pendahuluan, isi, penutup, daftar pustaka

b. Shalat orang yang dicekam rasa takut seperti dalam keadaan perang,

orang yang sakit, orang yang lemah, dan orang yang dipaksa (di bawah

tekanan).

Orang yang tidak mampu menghadap kiblat disebabkan takut,

sakit, atau dipaksa, ataupun dalam situasi berkecamuk perang maka

diberi udzur baginya untuk shalat dengan tidak menghadap kiblat,

berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

ع�ه�ا � و�س �ال ا إ �فس� �لFف� الله� ن �ك � ي ال“Allah tidak membebani suatu jiwa kecuali sekadar kesanggupannya.”

(QS. Al-Baqarah: 286)

�ا �ان ب ك و ر�� � أ �م ف�ر�ج�اال �ن خ�فت ف�إ

“Jika kalian dalam keadaan takut maka shalatlah dalam keadaan

berjalan kaki atau berkendaraan.”

(QS. Al-Baqarah: 239)

Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma setelah menjelaskan tata cara

shalat khauf, pada akhirnya beliau berkata:

'وا ، ص�ل �ك� د' م�ن ذ�ل �ش� �ان� خ�وف� ه�و� أ �ن ك ف�إ

�ا �ان ب ك و ر�� �قد�ام�ه�م أ �ام�ا ع�ل�ى أ � ق�ي ر�ج�اال

ه�ا �ي �ل �قب ت ر� م�س و غ�ي� �ة� أ ل ق�ب �ل�ي ال �قب ت م�س

“Bila keadaan ketakutan lebih dahsyat daripada itu, mereka shalat

dengan berjalan di atas kaki-kaki mereka atau berkendaraan, dalam

keadaan mereka menghadap kiblat ataupun tidak.”

(HR. Al-Bukhari no. 4535)

Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma juga berkata:

ه� �ي ول� الله� ص�ل�ى الله� ع�ل س� وت� م�ع� ر� غ�ز�

�ا ع�د�و�، ف�ص�اف�فن �ا ال ن ي �جدB، ف�و�از� �ل� ن �م� ق�ب ل و�س�

Page 20: Sholat pendahuluan, isi, penutup, daftar pustaka

ه� �ي ول� الله� ص�ل�ى الله� ع�ل س� �ه�م ف�ق�ام� ر� ل

�ا �ن �ص�لFي ل �م� ي ل ...و�س�“Aku pernah berperang bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa

sallam di arah Najd. Kami berhadapan dengan musuh, lalu beliau

mengatur shaf/barisan kami untuk menghadapi musuh. Setelahnya

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat mengimami kami ….”

(HR. Al-Bukhari no. 942)

Hadits di atas menunjukkan ketika situasi perang, seseorang tidak

harus menghadap kiblat. Namun dia bisa menghadap ke mana saja sesuai

dengan keadaan dan posisi musuh. (Al-Umm kitab Ash-Shalah, bab

Al-Halain Al-Ladzaini Yajuzu Fihima Istiqbalu Ghairil Qiblah, Al-

Hawil Kabir 2/70, 72,73, Al-Majmu’ 3/212, 213, Ar-Raudhul Murbi’

Syarhu Zadil Mustaqni’ 1/119, Al-Muhalla bil Atsar 2/257, Adz-

Dzakhirah 2/118,122, Subulus Salam 1/214,215, Al-Mulakhkhashul

Fiqhi, 1/97, Taudhihul Ahkam 2/20,21)

Orang yang Tersamar baginya Arah Kiblat

Amir bin Rabi’ah radhiyallahu ‘anhu mengabarkan:

�م� ف�ي ل ه� و�س� �ي �يF ص�ل�ى الله� ع�ل �ب �ا م�ع� الن �ن ك

ن� �ي �در� أ �م ن �م�ةB ف�ل �ةB م�ظل ل �ي ف�رB ف�ي ل س�

�ه�، �ال ي �ىح� �ا ع�ل ج�لB م�ن �ل' ر� �ة�، ف�ص�ل�ى ك ل ق�ب ال

�يF ص�ل�ى الله� �ب �لن �ك� ل �ا ذ�ل ن �ر �ا ذ�ك ن �ح صب� �م�ا أ ف�ل

�م� و�جه� 'وا ف�ث �و�ل �م�ا ت ن ي� ل� }ف�أ �ز� �م� ف�ن ل ه� و�س� �ي ع�ل

الله�{“Kami pernah bersama Nabi Saw. satu safar di malam yang gelap.

Ketika hendak shalat, kami tidak tahu di mana arah kiblat. Maka

Page 21: Sholat pendahuluan, isi, penutup, daftar pustaka

masing-masing orang shalat menghadap arah depannya. Di pagi

harinya, kami ceritakan hal itu kepada Rasulullah Saw., turunlah ayat

‘Maka ke mana saja kalian menghadap, di sanalah wajah Allah’.”

(HR. At-Tirmidzi no. 345, Ibnu Majah no. 1020. Dihasankan Asy-

Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih At-Tirmidzi, Shahih

Ibni Majah, dan Al-Irwa` no. 291)

Jabir radhiyallahu ‘anhu berkata, “Kami pernah bersama

Rasulullah Saw. dalam satu pasukan perang. Ketika itu, kami ditimpa

mendung hingga kami bingung dan berselisih tentang arah kiblat. Pada

akhirnya masing-masing dari kami shalat menurut arah yang

diyakininya. Mulailah salah seorang dari kami membuat garis di

hadapannya guna mengetahui posisi kami. Ketika pagi hari, kami

melihat garis tersebut dan dari situ kami tahu bahwa kami shalat tidak

menghadap arah kiblat. Kami ceritakan hal tersebut kepada Nabi

Shallallahu ‘alaihi wa sallam, namun beliau tidak menyuruh kami

mengulang shalat. Beliau bersabda: “Shalat kalian telah mencukupi.”

(HR. Ad-DaraQathani, Al-Hakim dll. Dihasankan Asy-Syaikh Al-

Albani rahimahullahu dalam Al-Irwa` 1/323)

Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata, “Tatkala

orang-orang sedang mengerjakan shalat subuh di Quba`, tiba-tiba ada

orang yang datang seraya berkata, ‘Semalam telah diturunkan kepada

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ayat Al-Qur`an. Beliau

diperintah untuk shalat menghadap ke Ka’bah.’ Mendengar hal tersebut,

orang-orang yang sedang shalat itu pun mengubah posisi menghadap ke

arah Ka’bah. Tadinya wajah mereka menghadap ke arah Syam,

kemudian mereka membelakanginya untuk menghadap ke arah Ka’bah.”

(HR. Al-Bukhari no. 403, 4491, 7251 dan Muslim no. 1178)

Hendaknya seseorang mencurahkan segala upayanya untuk

mengetahui arah kiblatnya. Bila jelas baginya setelah selesai shalat

bahwa ia menghadap selain arah kiblat, ia tidak perlu mengulang

shalatnya karena shalat yang telah dikerjakannya telah mencukupi.

(Subulus Salam, 1/213)

Page 22: Sholat pendahuluan, isi, penutup, daftar pustaka

ZAKAT

Harta Yang Wajib Dizakati

Pada hal ini zakat adalah harta pemberian Allah SWT. sebagai tanda syukur

dan terimakasih kepada Allah SWT, disamping pembersih harta milik dan pensuci

badan jasmani, menunjukan kebaktian kepada Allah SWT. serta menghidupkan

kejiwaan tolong menolong.

1. Emas dan Perak

Allah SWT berfirman dalam surat At Taubah ayat 3:

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya sebagian besar dari

orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta

orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan

Allah. dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak

menafkahkannya pada jalan Allah, Maka beritahukanlah kepada mereka,

(bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih.”

Yang dimaksud emas dan perak diatas adalah emas dan perak pada

umumnya, termasuk emas murni dalam berbagai bentuk, uang emas atau perak,

barang hiasan atau pakaian lainya. Emas dan perak yang telah mencapai batas

minimal (nisab) dan mencukupi (haul) maka telah diwajibkan baginya zakat.

Adapun nisab zakat emas adalah 20 dinar , sedangkan perak nisabnya 200

dirham. Dinar adalah mata uang dari emas, sedangkan dirham adalah mata uang

dari perak. Imam malik dalam Al Muwata menetapkan 20 dinar = 200 dirham.

Menurut putusan Majlis Tarjih Muhammadiyah 20 dinar itu = 85 gram emas.

Sedangkan 200 dirham = 672 gram perak.

“Tidak ada kewajiban suatu apapun bagimu dalam hal emas sehingga engkau

memiliki 20 dinar. Jikalau milikmu telah mencapai 20 dinar, dan mencapai

masa 1 tahun, keluarkan zakatnya setengah dinar. Kelebihannya dihitung sama

seperti itu. Tidak wajib zakat pada suatu harta apapun hingga mencapai masa

haulnya”

(HR. Ahmad, Abu Daud, Bayhaqi, serta di syakan oleh Imam Bukhari dari

Sahabat Ali Bin Abi Talib RA).

Page 23: Sholat pendahuluan, isi, penutup, daftar pustaka

Sedangkan untuk perak diterangkan oleh hadist Nabi Muhammad saw.:

”Kurang dari lima awaq perak, maka tidaklah terkena zakat ”

(HR. Muslim dari Sahabat abir)

Barang perhiasan yang terdiri dari emas dan perak termasuk rangkaiannya

seperti permata dalam perhiasan itu, lebih utama dikaitkan perhitungannya

dengan perhiasan dari emas atau perak. Dengan memperhitungkan harga

perhiasan keseluruhan dan dikeluarkan zakatnya 2, 5 %.

2. Zakat dari Hasil Pertanian

Apabila tumbuhnya zakat pertanian itu karena siraman air hujan, sumber

air, bendungan, nisabnya 5 wasaq (± 700 kg) maka zakat yang dikeluarkan 10

%. Apabila tumbuhnya tanaman memakai tenaga manusia atau mesin dengan

biaya pengairan, sama juga 750 kg, sedangkan zakatnya 5%.

”Tidaklah dikenakan zakat atas biji makanan, dan tidak pula terhadap kurma,

sehingga sampai lima wasaq.”

(HR. Muslim dari Abi Sa’id A Khudry)

Nabi Muhammad SAW. bersabda : ”Terhadap tanaman yang disiram

hujan dari langit dan dari mata air, atau yang digenangi air sungai, dikenakan

zakat sepersepuluhnya, sedangkan tanaman yang disiram dengan irigasi

seperdua sepuluhnya”.

(HR.Bukhari dan Ahmad dan Ahlu Sunan dari sahabat Umar)

Dahulu orang berbeda pendapat tentang zakat hasil tanaman selain padi

dan makanan yang mengenyangkan. Karena padi sebenarnya tidak disebutkan

zakatnya, yang disebutkan adalah gandum, kurma. Pendeknya makanan yang

mengenyangkan pada waktu itu. Maksudnya dahulu orang berbeda pendapat

apakah hasil tanaman yang tidak mengenyangkan tetapi mempunyai harga jual

tinggi tidak perlu dizakati? Sebagian ulama berpendapat selain yang

mengenyangkan tidak perlu dizakati, tetapi sebagian lain sekalipun tidak

mengenyangkan perlu dizakati juga. Menurut keputusan Muktamar Tarji di

Garut, tersebut dalam Al Amwaal fil Isam dinyatakan bahwa zakat hasil

tanaman adalah sebagai berikut :

Hasil tanaman (yang dikenakan zakat)

Page 24: Sholat pendahuluan, isi, penutup, daftar pustaka

- Gandum, beras, jagung, cantel dan yang sejenis bahan makanan pokok,

demikian pula buah kurma dan zabib (kismis), dikenakan zakat bila sudah

cukup senisab, yaitu lima wasak (± 7,5 kwintal).

- Hasil tanaman selain tersebut di atas seperti tebu, kayu, getah, kelapa, lada,

cengkeh, buah-buahan, sayur-mayur dan lain-lainnya, ketentuan nisabnya

adalah nilai harga 7,5 kwintal hasil tanaman tersebut di atas.

Dasar pengenaan zakat baik tanaman pokok maupun lainnya adalah firman

Allah surah Al Baqarah ayat 267 dan Surah An An’aam ayat 141.

Artinya : ”Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah)

sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami

keluarkan dari bumi untuk kamu dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk

lalu kamu menafkahkan daripadanya. Padahal kamu sendiri tidak mau

mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya dan

ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.

3. Zakat Tijarah (perniagaan)

Adalah semua bentuk harta yang dipromosikan untuk diperjual belikan

dengan bermacam-macam cara serta membawa manfaat bagi kebaikan dan

kesejahteraan manusia. Firman Allah dalam Surat Al Baqarah ayat 267.

4. Zakat Hewan

Apabila mempunyai hewan ternak yaitu : unta, kambing atau sapi sampai

pada nisabnya, yaitu : 5 ekor unta, 40 ekor kambing, atau 30 ekor sapi, sedang

telah setahun menjadi kepunyaanmu maka kelurakan zakatnya sebagai berikut :

Unta

Nisab:

- 1-4 ekor unta tidak ada zakatnya.

- 5-24 ekor unta, tiap lima ekor unta dikenakan zakatnya seekor kambing.

- 25-35 ekor unta dikenakan zakatnya seekor anak unta betina umur 2 tahun.

- 36-45 ekor unta dikenakan zakatnya seekor anak unta betina umur 3 tahun.

- 46-60 ekor unta, dikenakan zakatnya seekor anak unta betin aumur 4 tahun

- 61-75 ekor unta dikenekan zakatnya seekor anak unta betina umur 5 tahun

- 76-90 ekor unta dikenakan zakatnya 2 ekor anak unta betina umur 3 tahun

- 91-120 ekor unta dikenakan zakatnya 2 ekor anak betina umur 4 tahun.

Page 25: Sholat pendahuluan, isi, penutup, daftar pustaka

Catatan :

Lebih dari 120 ekor, setiap 50 ekor maka zakatnya adalah 1 ekor hiqqoh dan

setiap 40 ekor zakatnya adalah 1 ekor bintu labun.

Bintu makhad betina : Unta yang umurnya genap 1 tahun.

Bintu labun : Unta yang umurnya genap 2 tahun.

Hiqqoh : Unta yang umurnya genap 3 tahun.

Jadz’ah : Unta yang umurnya genap 4 tahun.

Kambing

Nisabnya:

- 40-120 ekor dikenakan zakatnya seekor anak kambing

- 121-200 ekor dikenakan zakatnya 2 ekor kambing.

- 201-300 ekor dikenakan zakatnya 3 ekor kambing

- Lebih dari 300 ekor kambing, maka tiap 100 ekor dikenakan zakatnya seekor

kambing.

Catatan :

Jika ternak kambing / domba jumlahnya lebih dari 400 ekor, maka setiap

kelipatan 100 ekor zakat yang dikeluarkan adalah 1 ekor kambing / domba.

Dalam mengeluarkan zakat kambing atau domba, maka tidak boleh

mengeluarkan :

1. Kambing / domba jantan

2. Kambing / domba yang umurnya telah tua

3. Kambing / domba yang matanya buta semelha

4. Kambing /domba yang sedang hamil,

5. Kambing / domba yang bernilai tinggi.

Jadz’ah dha’n : kambing / domba yang genap berumur 6 bulan

Tsani ma’iz : Kambing / domba yang genap berumur 1 tahun.

Sapi

Nizab

1 - 29 tidak ada zakatnya

30 - 39 zakat yang dikeluarkan sebesar 1 ekor sapi jantan / betina tabi’

40 - 59 zakat yang dikeluarkan sebesar 1 ekor sapi jantan / betina mussinnah

Catatan :

Page 26: Sholat pendahuluan, isi, penutup, daftar pustaka

Jika jumlahnya enam puluh ekor atau lebih, setiap kelipatan 30 ekor sapi, maka

zakat yang harus dikeluarkan adalah 1 ekor tabi’.

Dan untuk kelipatan 40 ekor sapi, maka zakat yang harus dikeluarkan adalah 1

ekor musinnah.

Tabi’ / Tabi’ah : Sapi yang telah berumur 1 tahun

Musinn / Musinnah : Sapi yang telah berumur 2 tahun

Syarat Zakat Hewan

- Milik orang Islam

- Yang memiliki adalah orang merdeka

- Milik penuh (dimiliki dan menjadi hak penuh)

- Sampai nisabnya

- Genap satu tahun

- Makannya dengan pengembalaan, bukan dengan rumput belian

- Binatang itu bukan digunakan untuk bekerja seperti angkutan dan

sebagainya

5. Zakat Rikaz

Harta Rikaz yang berwujud emas atau perak ditemukan peninggalan masa

purba wajib dikeluarkan zakatnya 20 % (seperlima).

Sabda Nabi Muhammad saw. :

Artinya: ”Dari Abu Hurairah telah bersabda Rasulullaah saw ” Zakat Rikaz

seperlimanya”

( HR. Bukhari Muslim)

6. Zakat Purbakala (Ma’din)

Menurut kitab ssulubus menegaskan ma’din adalah hasil yang dikeluarkan

dari dalam bumi laut maupun darat. Sebagai rizki yang dikeluarkan berlimpah

oleh Allah SWT dari dalam bumi. Sesuai penjelasan Qur’an Surat Al Baqarah

ayat 267.

7. Zakat Bagi Pegawai

HTP (Himpunan Putusan Tarjih) dijelaskan :

a. Harta yang diberikan oleh Allah adalah sutau kenikmatan dan amanah allah

perlu disyukuri dan perlu dipenuhi hak-hak dan kewajiban bagi pemiliknya.

Page 27: Sholat pendahuluan, isi, penutup, daftar pustaka

b. Yang dikenai zakat itu semua harta pemberian Allah SWT. hasil usaha

manusia pada umumnya dan hasil usah adari hasil bumi, berdasarkan Al

Baqarah : 267

c. Pengeluaran zakat itu didasarkan pada pemenuhan perintah Allah sebagai

ibadah juga untuk membersihkan harta itu dan hati pemiliknya. Berdasar surat

At Taubah : 103 dan Adz Dzariyat : 19

Artinya : ”Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu

kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka.

Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka dan

Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.”

8. Zakat Uang Koperasi

Bardasarkan keputusan konferensi Lembaga Fiqih Islam yang keempat di

jedah tahun 1998, dimana ketua PP Majlis Tarjih Muhammadiyah turut

menghadirinya sebagai wakil Indonesia. Diputuskan zakat harta saham antara

lain :

a. Wajib mengeluarkan zakat harga saham bagi pemilik-pemilik syirkah (seperti

PT….. koperasi di indonesia)

b. Pengeluaran zakat oleh pemilik Syirkah itu sebagaimana pengeluaran zakat

perorangan untuk hartanya.

Maksudnya ketentuan-ketentuan yang berlaku bagi zakat perorangan itu

menjadi ketentuan zakat yang dilakukan oleh pengurus syirkah. Pengeluaran

zakat harta syirkah ini atas dasar mewakili pemegang saham. Karenanya tidak

perlu dikeluarkan zakat harta yayasan yang bergerak dalam urusan

kesejahteraan umum seperti yayasan yang mengurus wakaf umum dan

yayasan yang mengurus anak yatim dan orang tua jompo.

Melihat keputusan itu koperasi tidak perlu membayar zakatnya

sejumlah 2,5 % kali jumlah modal koperasi pada akhir tahun, sekalipun

jumlah modal mencapai 55 juta lebih melihat ukuran nisab telah tercapai.

9. Zakat Profesi

Profesi dianggap sebagai pendapatan yang wajib dizakati. Adapun batas

nisab untuk profesi adalah senilai nisab emas (85 gram) dan jumlah yang wajib

Page 28: Sholat pendahuluan, isi, penutup, daftar pustaka

dikeluarkan adalah 2,5 %, dengan berpedoman pada harga emas pada saat wajib

mengeluarkan zakat.

Cara mengeluarkan zakat profesi :

- Apabila pendapatan bersih yang diperoleh dari profesi dalam satu waktu,

telah mencapai nisab, maka waktu itu juga wajib mengeluarkan zakat.

- Boleh juga mengeluarkan zakat profesi dengan tanpa ketentuan nisab dan

tahun namun pada waktu diperoleh penerimaan. Ini pendapat Ibnu Abbas,

Ibnu Mas'ud, Mu'awiyah (sahabat), Zuhri, Hasan Basri, beberapa ulama Syiah

seperti Baqir, Shadiq, dan Nasir, demikian juga pendapat Dawud al-Dzahiri.

- Apabila pendapatan bersih dari profesi, bila dijumlah dalam satu tahun

mencapai nisab yang ditentukan, maka harus mengeluarkan zakat dalam

hitungan per tahun.

Yang dimaksud dengan pendapatan bersih adalah pendapatan yang diperoleh

setelah dikurangi beaya kebutuhan sehari-hari.

Page 29: Sholat pendahuluan, isi, penutup, daftar pustaka

DAFTAR PUSTAKA

Bakar, Abu, Jabir Al-Jaza’iri. 2009. Minhajul Muslim. Surakarta: Insan Kamil.

Sabiq, Sayyid. 1973. Fikih Sunnah 1. Bandung: PT. Alma’arif.

http://azurahkio.wordpress.com/2008/09/22/pengertian-zakat-macam-macamnya/

http://amplopzakat.blogspot.com/2009/08/pengertian-zakat.html

http://adheem.blogspot.com/.../macam-macam-zakat-dan-penghitungannya.html

http://fikriyansyah8.wordpress.com/tag/macam-macam-zakat

http://www.asysyariah.com/syariah.php?menu=detil&id_online=540