sepsis forensik

15
REFERAT SEPSIS Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Pendidikan Program Profesi Dokter Stase Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta Disusun Oleh : Hatif Mahendra Parmono, S.Ked Wahyu Faisal Sulaiman, S.Ked Achmad Ludfi, S.Ked Wisnuaji Eko, S.Ked KEPANITERAAN KLINIK STASE ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL

Upload: elena-escaper

Post on 08-Nov-2015

262 views

Category:

Documents


35 download

DESCRIPTION

hhh

TRANSCRIPT

REFERAT

SEPSIS

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Pendidikan Program Profesi Dokter Stase Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta

Disusun Oleh :Hatif Mahendra Parmono, S.KedWahyu Faisal Sulaiman, S.KedAchmad Ludfi, S.KedWisnuaji Eko, S.Ked

KEPANITERAAN KLINIK STASE ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGALRSUD DR. MOEWARDI SURAKARTAFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA2015

BAB IPENDAHULUAN

Sepsis adalah penyebab tersering di perawatan pasien di unit perawatan intensif. Sepsis hampir diderita oleh 18 juta orang di seluruh dunia setiap tahunnya. Insidennya diperkirakan sekitar 50-95 kasus diantara 100.000 populasi dengan peningkatan sebesar 9% tiap tahunnya. Angka kematian sepsis berkisar antara 25 - 80 % diseluruh dunia tergantung beberapa faktor seperti umur, jenis kelamin, ras, penyakit penyerta, riwayat trauma paru akut, sindrom gagal napas akut, gagal ginjal dan jenis infeksinya yaitu nosokomial, polimikrobial atau jamur sebagai penyebabnya.Sepsis dapat mengenai berbagai kelompok umur, pada dewasa, sepsis umumnya terdapat pada orang yang mengalami immunocompromised yang disebabkan karena adanya penyakit kronik maupun infeksi lainnya. Mortalitas sepsis di negara yang sudah berkembang menurun hingga 9% namun, tingkat mortalitas pada negara yang sedang berkembang seperti Indonesia masih tinggi yaitu 50-70% dan apabila terdapat syok septik dan disfungsi organ multiple, angka mortalitasnya bisa mencapai 80%. Peningkatan jumlah pasien yang mengalami immunocompromised dan peningkatan dari penggunaan diagnsosis invasif dan teraupeutik merupakan salah satu faktor predisposisi dalam meningkatnya insiden sepsis yang apabila telat ditangani dapat menjadi sepsis berat dan menjadi syok sepsis yang sebagian besar berujung pada kematian.

BAB IITINJAUAN PUSTAKASEPSIS

I. Etiologi dan PatofisiologiDi Amerika Serikat terdapat 300.000 500.000 kasus sepsis setiap tahun, dan sepsis menimbulkan > 100.000 kematian per tahun. Insidens sepsis dan kematian yang berhubungan dengan sepsis di Amerika Serikat meningkat secara dramatik antara tahun 1979 dan 1987, dilaporkan kasus sepsis meningkat 159% menjadi 425.000 kasus per tahun dan kematian yang berhubungan dengan sepsis meningkat 111%, menjadi 107,525 per tahun. Dan kira-kira 200.000 pasien menjadi shock septic setiap tahun. Shock terjadi pada kira-kira 40% pasien dengan sindroma sepsis, dan 60 80% pasien dengan septic shock meninggal.Penyebab dari sepsis terbesar adalah bakteri gram negative dengan presentase 60-70% kasus yang menghasilkan berbagai produk yang dapat menstimulasi sel imun yang terpacu untuk melepaskan mediator inflamasi.Etiologi dari sepsis termasuk bakteri gram negatif, bakteri gram positif, bakteri anaerob obligate, dan jamur. Infeksi bakteri aerob dan anaerob sering menyebabkan sindroma sepsis. Bakteri enteric aerob gram negatif yang paling sering dan mempunyai prognosis paling jelek ( misalnya Escherichia coli, kelompok Enterobacteriaceae-serrateiea, Klebs iella species, dan Pseudomonas aeruginosa) . Organisme gram positif yang paling umum menyebabkan sindroma sepsis termasuk, Staphylococcus aureus, Streptococcus penumoniae dan Streptococcus species. Organisme-organisme lain yang mungkin dapat menyebabkan sindroma sepsis termasuk mycobacteria, virus, rickettsia dan protozoa.

PatofisiologiPatofisiologis dari sindroma sepsis, rumit, kompleks, dan kurang dipahami pada saat sekarang ini. Keadaan-keadaan penyakit yang paling sering berhubungan dengan sindroma sepsis termasuk penyakit yang menyebabkan kegagalan respons imun host, seperti psoriasis, luka bakar, trauma multiple, penyakit-penyakit autoimun dan penyakit-penyakit neoplasma, khususnya setelah kemoterapi.Kebanyakan pasien-pasien sepsis menunjukan suatu fokus infeksi jaringan sebagai sumber bakteremia, baik intravaskuler atau ekstravaskuler. Jenis bakteremia ini dikenal sebagai secondary bacteremia, dan paling sering berhubungan dengan infeksi traktus urinarius dan respiratorius. Sumber penting yang lain termasuk infeksi intra abdominal ( traktus biliars, abses, enteritis, peritonitis), dan infeksi luka, central nervous system ( CNS), tulang, jaringan lunak kulit, dan kateterisasi intravaskuler atau katub jantung. Dalam jumlah yang bermakna, sumber bakteremia tidak ditemukan, dan keadaan ini disebut sebagai primary bacteremia.Kaskade inflamatory host yang menimbulkan sindroma sepsis dapat diawali oleh toksin-toksin yang dilepaskan dari organisme -organisme. Toksin-toksin yang dilepaskan ini disebut eksotoksin, dijumpai pada Staphylococcus aureus, Clostridium perfringens, dari jamur. Organisme gram-positive dapat mencetuskan sepsis dan septic shock dengan mekanisme ; (1) bakteria seperti staphylococcus atau streptococcus menghasilkan eksotoksin yang bekerja sebagai superantigen, (2) bacteria gram-positive melepaskan fragmen-fragmen membran sel yang dapat mengaktifasi rangkaian dari proses terjadinya septic shock. Superantigen setelah difagosit oleh monosit atau makrofag yang berperan sebagai antigen processing cell yang kemudian ditampilkan sebagai APC (Antigen Presenting Cell). Antigen ini membawa muatan polipeptida spesifik yang berasal dari MHC (Major Histocompatibility Complex). Antigen yang bermuatan MHC akan berikatan dengan CD 4+ (Limfosit Th1 dan Limfosit Th2) dengan perantara T-cell Reseptor. Th1 yang berfungsi sebagai immodulator akan mengeluarkan IFN-, IL2 dan M-CSF (Macrophage Colony Stimulating Factor), sedangkan Th2 akan mengekspresikan IL-4, IL-5, IL-6, IL-10, IFN-g, IFN 1 dan TNF yang merupakan mediator cytokine.Cytokine terbagi dalam proinflamasi dan antiinflamasi. Cytokine yang termasuk proinflamasi seperti TNF , IL-1,interferon yang bekerja membantu sel untuk menghancurkan mikroorganisme yang menyebabkan infeksi. Sedangkan cytokine antiinflamasi yaitu IL-1-reseptor antagonis (IL-1ra), IL-4, IL-10 yang bertugas untuk memodulasi, koordinasi atau represi terhadap respon yang berlebihan. Keseimbangan dari kedua respon ini bertujuan untuk melindungi dan memperbaiki jaringan yang rusak dan terjadi proses penyembuhan. Namun ketika keseimbangan ini hilang maka respon proinflamasi akan meluas menjadi respon sistemik. Respon sistemik ini meliputi kerusakan endothelial, disfungsi mikrovaskuler dan kerusakan jaringan akibat gangguan oksigenasi dan kerusakan organ akibat gangguan sirkulasi.Endotoksin adalah lipopolisakarida dan merupakan bagian dari dinding bakteri dan dilepaskan pada bakteri yang mati. Toksin-toksin ini berhubungan dengan organisme -organisme gram negatif dan juga mampu memulai mediator- mediator seluler dan humoral yang diperkirakan untuk membentuk kaskade inflamatori. Berbagai mediator inflamatori, termasuk cytokine, merupakan protein pengatur soluble yang disekresi oleh berbagai sel termasuk makrofag, dilepaskan oleh host yang menderita.Lipopolysaccharide (LPS) endotoksin memulai reaksi patofisiologis dari sepsis gram negatif, yang ditunjukan oleh : 1. Injeksi LPS pada manusia menginduksi demam, dan shock.2. Kadar LPS yang tinggi dalam plasma berhubugan dengan kematian yang tinggi pada pasien-pasien sepsis.3. Kematian yang disebabkan shock dapat dikurangi dengan antibody LPS.LPS berikatan dengan suatu protein fase akut plasma yang disebut LPS binding protein (LBP), dan kompleks LPS/LBP kemudian berikatan dengan monosit dan makrofag dengan afinitas tinggi. Protein plasma lain, septin, juga mengikat LPS. Kompleks LPS/LBP berikatan ke reseptor membran makrofag CD14, menyebabkan aktifasi makrofag dan meninduksi sintesis dan sekresi cytokine-cytokine, tomor necrosis faktor (TNF/cachectin) dan interleukin 1 (IL-1) oleh monosit dan makrofag.Cytokine menginduksi sintesis dan ekspresi permukaan dari molekul- molekul adhesi endotelium, termasuk E-selectin, intercelluler adhesion molecule 1 (ICAM-1), dan vasculer cell adhesion molecule 1 ( VCAM -1) meningkatkan perlekatan neutrofil ke endotelium vaskuler. Aktifitas cyclooxygenase membran endotelium juga distimulasi dan menghasilkan prostaglandin, vasodilator yang poten. Vasodilatasi dengan meningkatnya aliran darah dan perlekatan neutrofil ke endotelium vaskuler, meningkatkan inflamasi dengan eksudasi dari antibody dan komplemen, dan emigrasi dari sel-sel fagosit ke jaringan yang infeksi. Efek TNF dan IL-1 ditingkatkan oleh kemampuan LPS untuk mengaktifasi jalur alternatif komplemen dan faktor Hagemen (faktor XII). Aktifasi komplemen menghasilkan anafilatoksin, C3a dan C5a yang meningkatkan permeabilitas pembuluh darah dengan merangsang pelepasan histamin dari sel-sel mast jaringan dan basofil darah. C5a juga merupakan chemotaxin kuat dan activator neutrofil darah. Aktifasi faktor XII menghasilkan vasodilator bradikinin.Neutrofil yang beradhesi akan mengeluarkan lisosim yang menyebabkan dinding endotel lisis sehingga endotel akan terbuka dan menyebabkan kebocoran kapiler. Neutrofil juga membawa superoksidan yang termasuk kedalam radikal bebas (nitrat oksida) sehingga mempengaruhi oksigenisasi pada mitokondria sehingga endotel menjadi nekrosis dan terjadilah kerusakan endotel pembuluh darah. Adanya kerusakan endotel pembuluh darah menyebabkan gangguan vaskuler dan hipoperfusi jaringan sehingga terjadi kerusakan organ multiple.

II. Gejala KlinikSepsis adalah Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) yang disebabkan oleh infeksi. SIRS adalah suatu bentuk respon inflamasi terhadap infeksi atau non-infeksi yang ditandai oleh gejala temperature suhu 38 oC, denyut jantung >90 x/menit, hiperventilasi (respirasi rate >20 x/menit atau PaCO2 < 32 mmHg), sel darah putih 12.000 /uL. Kelanjutan sepsis dapat menjadi sepsis berat, yaitu sepsis disertai dengan disfungsi organ, hipoperfusi atau hipotensi yang tidak terbatas hanya pada laktat asidosis, oliguria maupun perubahan mental akut. Sedangkan syok sepsis adalah sepsis dengan hipotensi yang ditandai dengan penurunan TDS< 90 mmHg atau penurunan >40 mmHg dari tekanan darah awal tanpa adanya obat-obatan yang dapat menurunkan tekanan darah.Respons sistemik dari sepsis ditandai dengan demam tiba-tiba, dingin, tachycardia, tachypnea, perubahan status mental, dan /atau hipotensi. Akan tetapi, respons sepsis dapat berjalan secara berangsur-angsur, dan tanda-tanda tersebut tidak dijumpai. Hyperventilasi, disorientasi, dan kebingungan secara diagnostic berguna sebagai tanda-tanda awal. Dapat terjadi hipotensi dan disseminated intravascular coagulation / DIC. Tanda-tanda kulit kering dijumpai, termasuk sianosis dan nekrosis iskemik jaringan perifer, sellulitis, pustula, bula, dan lesi hemoragik.

III. Pemeriksaan Patologi Klinik dan Patologi AnatomiDalam pemeriksaan laboratorium darah, ditemukan jumlah sel darah putih dapat meningkat (leukositosis) atau menurun (leucopenia). Jumlah trombosit dapat meningkat (trombositosis) pada fase akut dan jumlahnya dapat menurun (trombositopenia) pada kasus DIC. Faktor koagulasi meliputi peningkatan level D-dimmer dan pemanjangan PT / PTT. Creatinin meningkat karena terjadi kerusakan ginjal akut. Hiperlactatemia menandakan terjadinya hipoksia jaringan. Peningkatan enzim pada liver (Hiperbilirubinemia, alkali phospatase, AST, ALT) yang mengindikasikan hipoperfusi pada hepatoseluler sehingga terjadi kerusakan akut pada hepatoseluler. Pada serum, phosphate menurun (hypophasphatemia) karena adanya peningkatan cytokine proinflamasi. Plasma Pro-Calcitonin meningkat mengindikasikan adanya fase SIRS yang disebabkan oleh infeksi.Pada patologi anatomi ditemukan gambaran splenitis, limfadenitis, degenerasi organ parenkim (liver, ginjal, jantung, limpa).

IV. Teknik dan Temuannya pada OtopsiDalam hal ada dugaan sepsis diambil darah dari jantung dan sediaan limpa untuk pembiakan kuman. Permukaan jantung dibakar dengan menempelkan spatel yang dipanaskan sampai merah, kemudiaan darah jantung diambil dengan tabung injeksi yang steril dan dipindah dalam tabung reagen yang steril. Permukaan limpa dibakar dengan cara tersebut di atas dan dengan pinset dan gunting yang steril diambil sepotong limpa dan dimasukkan dalam tabung reagen yang steril dan kedua tabung dikirim ke laboratorium bakteriologi.Sediaan histopatologi dari masing-masing organ. Dari tiap organ diambil sediaan sebesar 2 x 2 x1 cm kubik dan difiksasi dalam formalin 10%. Organ yang diambil adalah: paru-paru, hati, limpa, pankreas, otot jantung, arteri koronaria, kelenjar gondok, ginjal, prostat, uterus, korteks otak, basal ganglia dan dari bagian lain yang menunjukkan adanya kelainan. Sediaan apus bagian korteks otak, limpa dan hati mungkin perlu dilakukan untuk melihat parasit malaria. Darah dan cairan cerebrospinalis diambil untuk pemeriksaan analisa biokimia.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2010. Teknik Autopsi Forensik. Tim Pengajar Bagian Kedokteran Forensik FKUI. Jakarta : Bagian Kedokteran Forensik FKUI. p.1 45Astiz ME, Rackow EC, 1998. Septic shock. The Lancet; 351 : 1501 5Braundwald E. Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, eds, 2002. Sepsis And Septic Shock. In : Harrisons manual of medicine. New York : McGraw-Hill: p.129-32.Evans TW, Smithies M, 1999. ABC Of Intensive Care Organ Dysfunction. BMJ; 318 : 1606-9.Glauser MP, 2000. Pathophysiologic Basic Of Sepsis : Consideration For Future Strategies Of Intervention. Crit care med; 28(suppl) : S4 8Guntur H, 2007. Sepsis. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III . Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbit IPD FK UI. 2007;1840-43.Hoyert DL, Anderson RN, 2001. Age-Adjusted Death Rate. Natl Vital Stat Rep; p.49:1-6Leksana, Ery, 2006. SIRS, Sepsis, Keseimbangan Asam-Basa, Syok Dan Terapi Cairan. Bagian Anestesi dan Terapi Intensif RSUP dr. Kariadi Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas DiponegoroMichael R Pinsky, 2012. Shock Septic. http://emedicine.medscape.com/article/168402-overview#a0156 . diakses 10 Mei 2015.Mozayani A, 2006. Toxicology in The Crime Laboratory. In: Mozayani A, Noziglia C, editors. The Forensic Laboratory Handbook Procedures and Practice. New Jersey: Humana Press; p.249-264PAPDI, 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, edisi IV, Departemen Ilmu Penyakit Dalam Jakarta : FKUI

Reinhardt K, Bloos K, Brunkhorst FM, 2005. Pathophysiology Of Sepsis And Multiple Organ Dysfunction. In: Fink MP, Abraham E, Vincent JL, eds. Textbook of critical care. 15th ed. London: Elsevier Saunders Co; p.1249-57. Saito H, 1996. Normal Hemostatic Mechanisms. In : Ratnoff OD, Forbes CD, editors. Disorders of hemostasis. Philadelphia : Saunder: p. 23 52Vervloet MG, Thijs LG, Hack CE, 1998. Derangements Of Coagulation And Fibrinolysis In Critically III Patient With Sepsis And Septic Shock. Seminars in thrombosis and hemostasis; 24 : 33 44