sepsis

18
I. Definisi dan Terminologi Definisi: Sepsis adalah suatu sindroma klinik yang terjadi oleh karena adanya respon tubuh yang berlebihan terhadap rangsangan produk mikroorganisme. Ditandai dengan panas, takikardia, takipnea, hipotensi dan disfungsi organ berhubungan dengan gangguan sirkulasi darah. Pengertian yang lain : Sepsis sering didefinisakan sebagai adanya mikroorganisme patogenik atau toksinnya berada di dlaam aliran darah. (Hudak&Gallo, 1996) Sindroma sepsis didefinisikan sebagai respon sistemik terhadap sepsis, diwujudkan sebagai tachycardia, demam atau hypothermia, takipnea dan tanda – tanda perfusi organ yang tidak mencukupi. (Hudak&Gallo, 1996). Syok sepsis adalah suatu bentuk syok (sindroma sepsis yang disertai hipotensi) yang menyebar dan vasogenik dicirikan oleh adanya penurunan daya tahan vascular sistemik serta adanya penyebaran yang tidak normal dari volume vascular. (Hudak&Gallo, 1996) Sepsis adalah suatu keadaan ketika mikroorganisme menginvasi tubuh dan menyebabkan respon inflamasi sitemik. Respon yang ditimbulkan sering menyebabkan penurunan perfusi organ dan disfungsi organ. Jika disertai dengan hipotensi maka dinamakan Syok sepsis. ( Linda D.U, 2006) Sepsis is a condition in which the body is fighting a severe infection that has spread via the bloodstream. (emedicinehealth.com) Terminologi: Terminologi mengenai sepsis yang banyak dipakai saat ini adalah hasil konferensi American Collage of Chest Physician/Society of Critical Care Medicine pada tahun 1992, yang menghasilkan suatu konsensus : - Infeksi merupakan suatu fenomena mikrobiologi yang ditandai dengan adanya invasi terhadap jaringan normal/sehat/steril oleh mikroorganisme atau hasil produk dari mikroorganisme tersebut (toksin).

Upload: desi-r-aisy

Post on 24-Nov-2015

22 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

definisi, etiologi

TRANSCRIPT

I. Definisi dan TerminologiDefinisi:Sepsis adalah suatu sindroma klinik yang terjadi oleh karena adanya respon tubuh yang berlebihan terhadap rangsangan produk mikroorganisme. Ditandai denganpanas, takikardia, takipnea, hipotensidandisfungsi organberhubungan dengan gangguansirkulasi darah.Pengertian yang lain : Sepsis sering didefinisakan sebagai adanya mikroorganisme patogenik atau toksinnya berada di dlaam aliran darah. (Hudak&Gallo, 1996) Sindroma sepsis didefinisikan sebagai respon sistemik terhadap sepsis, diwujudkan sebagai tachycardia, demam atau hypothermia, takipnea dan tanda tanda perfusi organ yang tidak mencukupi. (Hudak&Gallo, 1996). Syok sepsis adalah suatu bentuk syok (sindroma sepsis yang disertai hipotensi) yang menyebar dan vasogenik dicirikan oleh adanya penurunan daya tahan vascular sistemik serta adanya penyebaran yang tidak normal dari volume vascular. (Hudak&Gallo, 1996) Sepsis adalah suatu keadaan ketika mikroorganisme menginvasi tubuh dan menyebabkan respon inflamasi sitemik. Respon yang ditimbulkan sering menyebabkan penurunan perfusi organ dan disfungsi organ. Jika disertai dengan hipotensi maka dinamakan Syok sepsis. ( Linda D.U, 2006) Sepsis is a condition in which the body is fighting a severe infection that has spread via the bloodstream. (emedicinehealth.com)Terminologi:Terminologi mengenai sepsis yang banyak dipakai saat ini adalah hasil konferensi American Collage of Chest Physician/Society of Critical Care Medicinepada tahun 1992, yang menghasilkan suatu konsensus : Infeksimerupakan suatu fenomena mikrobiologi yang ditandai dengan adanya invasi terhadap jaringan normal/sehat/steril oleh mikroorganisme atau hasil produk dari mikroorganisme tersebut (toksin). Bakteriemiaberarti terdapatnya bakteri dalam aliran darah, akibat suatu fokus infeksi yang disertai dengan adanya bakteri yang terlepas / lolos ke dalam sistem sirkulasi. SIRS(Sistemic Inflamatory Response Syndrome) adalah respon inflamasi sistemik yang dapat dicetuskan oleh berbagai insult klinis yang berat. Respon ini ditandai dengan dua atau lebih dari gejala-gejala berikut : demam (suhu tubuh > 38oC) atau hipotermia (< 36oC) takhikardi (denyut nadi > 90 x/menit) takhipneu (frekuensi respirasi > 20 x/menit) atau Pa CO212000/mm3) atau leukopenia (jumlah leukosit < 4000/mm3) atau adanya bentuk leukosit yang immature > 10%. Sepsisadalah suatu SIRS yang disertai oleh suatu proses infeksi. Sepsis Berat(Severe Sepsis) adalah bentuk sepsis yang disertai disfungsi organ, hipoperfusi jaringan (dapat disertai ataupun tidak disertai keadaan asidosis laktat, oliguria, gangguan status mental/kesadaran) atau hipotensi. Syok Septikdiartikan sebagai sepsis yang disertai dengan hipotensi dan tanda-tanda perfusi jaringan yang tidak adekuat walaupun telah dilakukan resusitasi cairan (asidosis laktat, oliguria, gangguan status mental/kesadaran). Hipotensiadalah suatu keadaan yang ditandai dengan tekanan darah sistolik < 90 mmHg atau adanya penurunan > 40 mmHg dari tekanan darah dasarnya. MODS(Multiple Organ Dysfunction Syndrome) adalah keadaan perubahan fungsi organ dengan ditandai keadaan homeostasis tidak dapat dipertahankan tanpa adanya intervensi terapi. MOSF(Multiple Organ System Failure) adalah keadaan terganggunya sistem organ sistemik pada keadaan akut walaupun telah dilakukan tindakan stabilisasi homeostasis.

II. Epidemiologi Dari studi epidemiologis yang dilakukan Martin et al (2003), menunjukan bahwa di Amerika Serikat dari tahun 1979 sampai dengan tahun 2000 (22 tahun) dilaporkan terdapat 10.319.418 kasus sepsis (merupakan 1.3% dari semua kasus rawat inap). Jumlah pasien sepsis yang dirawat setiap tahun meningkat dari 164.072 pada tahun 1979 menjadi 659.935 pada tahun 2000 (meningkat 13,7% per tahun). Karakteristik demografi dan kondisi yang menyertai pada populasi pasien sepsis dari masing-masing subperiode dapat dilihat dari tabel 1 dibawah ini. Usia rata-rata pasien sepsis meningkat dari 57, 4 tahun pada subperiode pertama menjadi 60,8 tahun pada subperiode terakhir. Usia rata-rata pasien wanita yang terkena sepsis adalah 62,1 tahun sedangkan pada pria adalah 56,9 tahun.Dari penelitian ini juga diketahui bahwa dari tahun 1979 sampai 1987, bakteri penyebab sepsis yang dominan adalah bakteri Gram negatif, sedangkan pada subperiode berikutnya adalah bakteri Gram positif. Diantara mikroba yang menyebabkan sepsis pada tahun 2000, bakteri Gram positif merupakan 52,1% kasus, sedangkan bakteri Gram negatif 37,6%, infeksi polimikroba 4,7%, anaerob 1% dan infeksi jamur 4,6%.Selama penelitian tersebut, didapat angka kematian akibat sepsis rata-rata adalah 27,8% pada subperiode pertama dan menurun menjadi 17,9% pada subperiode terakhir. Proprosi pasien sepsis yang mengalami kegagalan organ, suatu petanda keparahan sepsis, meningkat dari 19,1% pada 11 tahun pertama menjadi 30,2% pada tahun-tahun terakhir. Kegagalan organ terjadi pada 33,6% pasien selama subperiode terakhir (1995 2000). Kegagalan organ juga mempengaruhi angka mortalitas: kurang lebih 15% pasien tanpa kegagalan organ meninggal dunia, sementara 70% pasien dengan kegagalan 3 organ atau lebih meninggal dunia. Organ yang paling sering mengalami kegagalan adalah paru-paru (18%) dan ginjal (15%); sedangkan yang lebih jarang adalah kegagalan kardiovaskular (7%), kegagalan hematologis (7%), kegagalan metabolik (7%) dan kegagalan neurologis (2%).

III. Etiologi Mayoritas dari kasus-kasus sepsis disebabkan oleh infeksi-infeksi bakteri gram negatif (-) dengan persentase 60-70% kasus, beberapa disebabkan oleh infeksi-infeksi jamur, dan sangat jarang disebabkan oleh penyebab-penyebab lain dari infeksi atau agen-agen yang mungkin menyebabkan SIRS. Agen-agen infeksius, biasanya bakteri-bakteri, mulai menginfeksi hampir segala lokasi organ atau alat-alat yang ditanam (contohnya, kulit, paru, saluran pencernaan, tempat operasi, kateter intravena, dll.). Agen-agen yang menginfeksi atau racun-racun mereka (atau kedua-duanya) kemudian menyebar secara langsung atau tidak langsung kedalam aliran darah. Ini mengizinkan mereka untuk menyebar ke hampir segala sistim organ lain. Kriteria SIRS berakibat ketika tubuh mencoba untuk melawan kerusakan yang dilakukan oleh agen-agen yang dilahirkan darah ini.Sepsis bisa disebabkan oleh mikroorganisme yang sangat bervariasi, meliputi bakteri aerobik, anareobik, gram positif, gram negatif, jamur, dan virus (Linda D.U, 2006) Bakteri gram negative yang sering menyebabkan sepsis adalah E. Coli, Klebsiella Sp. Pseudomonas Sp, Bakteriodes Sp, dan Proteus Sp. Bakteri gram negative mengandung liposakarida pada dinding selnya yang disebut endotoksin. Apabila dilepaskan dan masuk ke dalam aliran darah, endotoksin dapat menyebabkan bergabagi perubahan biokimia yang merugikan dan mengaktivasi imun dan mediator biologis lainnya yang menunjang timbulnya shock sepsis. Organisme gram positif yang sering menyebabkan sepsis adalah staphilococus, streptococcus dan pneumococcus. Organime gram positif melepaskan eksotoksin yang berkemampuan menggerakkan mediator imun dengan cara yang sama dengan endotoksin.Sepsis merupakan respon terhadap setiap kelas mikroorganisme. Dari hasil kultur darah ditemukan bakteri dan jamur 20-40% kasus dari sepsis. Bakteri gram negatif dan gram positif merupakan 70% dari penyebab infeksi sepsis berat dan sisanya jamur atau gabungan beberapa mikroorganisme. Pada pasien yang kultur darahnya negatif, penyebab infeksi tersebut biasanya diperiksa dengan menggunakan kultur lainnya atau pemeriksaan mikroskopis (Munford, 2008). Penelitian terbaru mengkonfirmasi bahwa infeksi dengan sumber lokasi saluran pernapasan dan urogenital adalah penyebab paling umum dari sepsis (Shapiro, 2010) Penyebab umum sepsis pada orang sehatSumber lokasi Mikroorganisme

Kulit Staphylococcus aureus dan gram positif bentuk cocci lainnya

Saluran kemih Eschericia coli dan gram negatif bentuk batang lainnya

Saluran pernafasan Streptococcus pneumonia

Usus dan kantung empedu Enterococcus faecalis, E.coli dan gram negative bentuk batang lainnya, Bacteroides fragilis

Organ pelvis Neissseria gonorrhea,anaerob

Sumber: Moss et.al,2012Penyebab umum sepsis pada pasien yang dirawatMasalah klinis Mikroorganisme

Pemasanagan kateter Escherichia coli, Klebsiella spp., Proteus spp., Serratia spp., Pseudomonas spp.

Penggunaan iv kateter Staphylococcus aureus, Staph.epidermidis, Klebsiella spp., Pseudomonas spp., Candida albicans

Setelah operasi: Wound infection

Deep infection Staph. aureus, E. coli, anaerobes(tergantung lokasinya)

Tergantung lokasi anatominya

Luka bakar coccus gram-positif, Pseudomonas spp., Candida albicans

Pasien immunocompromised Semua mikroorganisme diatas

Sumber: Moss et.al,2012

IV. Prognosis Dokter harus mengidentifikasi tingkat keparahan penyakit pada pasien dengan infeksi dan memulai resusitasi agresif bagi pasien dengan potensi tinggi untuk menjadi kritis. Meskipun pasien telah memenuhi kriteria SIRS, ini sendiri hanya mampu memberikan sedikit prediksi dalam menentukan tingkat keparahan penyakit dan mortalitas. Angka Mortalitas di Emergency Department Sepsis (MEDS) telah membuat skor sebagai metode untuk mengelompokkan resiko mortalitas pasien dengan sepsis. Skor total dapat digunakan untuk menilai risiko kematian. Jadi, semakin besar jumlah faktor risiko, semakin besar kemungkinan pasien meninggal selama di ICU/UPI (Shapiro et.al,2010).Prognosis Mortalitas di Emergency Department Sepsis (MEDS)Faktor resiko Skor MEDS

Penyakit terminal (kemungkinan kematian dalam 30 hari) 6 poin

Takipnea dan hipoksia 3 poin

Syok Sepsis 3 poin

Trombosit 5% 3 poin

Umur >65 tahun 3 poin

Pneumoniae 2 poin

Pasien panti jompo 2 poin

Perubahan status mental 2 poin

Resiko Kematian Total skor MEDS (% dari kematian akibat sepsis)

Sangat rendah 0-4 (1,1%)

Rendah 5-7 (4,4%)

Sedang 8-12 (9,3%)

Tinggi 13-15 (16,1%)

Sangat tinggi >15 (39%)

Sumber: Shapiro et.al,2010

V. Patofisiologi Inflamasi yang merupakan respon tubuh proteksi yaitu melokalisir area yang cedera atau destruksi jaringan yang bertujuan merusak, mengencerkan, atau membatasi penyebab trauma dan kerusakan jaringan tersebut. Pada tahap awal reaksi inflamasi, apapun pemicunya (pemicu yang berbeda) selalu melibatkan aktivasi sinyal-sinyal intraseluler (genes expressing cytokines intraselulerdanmediator-producing enzymes). Respon inflamasi ditandai dengan : aktivasi sistem kaskade inflamasi : komplemen, koagulasi, kinin, fibrinolisis respon dari efektor sel-sel radang : sel endotel, lekosit, monosis, makrofag, sel mast. Tipe sel efektor yang pertama kali diaktivasi sangat tergantung pada tipe pemicu cedera (perdarahan, iskemia, kontaminasi bakteri). Sel efektor melepaskan mediator dan sitokin : oxygen radicals, histamin, eicosanoid, faktor koagulasi.Seluruh proses saling terkait satu sama lain melalui mekanisme peningkatan (up-regulatory mechanism) atau penurunan reaksi inflamasi (down-regulatory mechanism) yang sangat komplek. Walaupun pemicunya berbeda, tetapi patofisiologinya tidak lepas dari penyebabnya adalah infeksi atau non-infeksi dan bentuk akhirnya adalah sama. Oleh karena itu saat ini mekanisme seperti itu disebut sebagaicommon pathway of inflamatory respons.Infeksi lokal pada lokasi anatomi tertentu didefinisikan sebagai aktivasi lokal respon inflamasi tubuh, akibat proliferasi bakteri patogen di jaringan tersebut. Intensitas dari respon inflamasi tersebut merupakan refleksi biologik yang bergantung pada hebat serta intensitas trauma yang terjadi atau berat-ringannya infeksi yang menyebabkannya. Suatu trauma atau infeksi ringan menyebabkan respon inflamasi lokal terbatas atau LIRS (Local Inflamatory Respon Syndrome). Namun apabila luka traumatik tersebut luas dan berat atau infeksi yang masif maka akan terjadi respon inflamasi sistemikatau Sistemic Inflamatory Response Syndrome(SIRS). Respon inflamasi hebat yang disertai dengan terjadi LIRS pada organ jauh (remote organ) akibat dilepaskannya zat kemokin ke dalam sirkulasi sistemik akan mengakibatkan terjadinya MODS (Multiple Organ Dysfunction Syndrome).Terdapatnya SIRS menggambarkan terjadi kegagalan kemampuan organ melokalisir suatu proses inflamasi lokal. Hal ini dapat terjadi akibat :(1)Kuman patogen merusak/menembus pertahanan lokal dan berhasil masuk ke sirkulasi sistemik.(2)Terlepasnya endotoksin/eksotoksin hasil kuman patogen berhasil masuk ke dalam sirkulasi sistemik walaupun mikroorganisme terlokalisir.(3)Inflamasi lokal berhasil mengeradikasi mikroorganisme/produk tetapi intensitas respon lokal sangat hebat mengakibatkan terlepas dan terdistribusi sinyal-sinyal mediator inflamasi ke sirkulasi sistemik (sitokin kemoatraktan (chemokines), sitokin pro-inflamasi : TNF, interleukin 1,6,8,12,18, interferon-, sitokin antiinflamatory : interleukin 4,10; komplemen,cell-derived mediator: sel mast, lekosit (PMNs), makrofag,reactive oxygen species(ROS),nitrit oxide(NO), eicosanoids, platelet actvating factor(PAF).Reaksi inflamasi dipicu oleh berbagaiinjury events(activators), yaitu :1. MikroorganismeMekanisme pertahanan normal tubuh terhadap infeksi terdiri dari pertahanan fisik (kulit-membran mukosa), pertahanan kimia, sistem fagosit (PMNs, makrofag, monosit), humoral immunity (sistem antibodi, komplemen) dan cellular immunity.Faktor-faktor penentu dapat atau tidak terinfeksi oleh mikroorganisme pada individu adalah patogenitas mikroorganisme, status pertahanan tubuh host, lingkungan dan benda asing.2. Endotoksin dan eksotoksinEndotoksin berasal dari bagian dinding sel bakteri gram-negatif, yang terdiri dari lapisan membran dalam dan luar. Pada lapisan luar terdapat lipopolisakarida (LPS), suatu protein yang mempunyai efek toksik langsung dan tidak langsung pada berbagai jenis sel efektor, seperti pemicu lepasnya mediator endogen dari berbagai sel efektor (mediator primer). Target sel utama atau efektor utama yang dipicu endotoksin adalah sel endotel dari pembuluh darah.Endotoksin merupakan stimulan makrofag yang sangat kuat secara langsung atau melalui aktivasi bioaktif fosfolipid. LPS berinteraksi dengan membran sel sel makrofag melalui terjadinya reaksi reseptor-antigen yang menyebabkan terangsangnya sekresi bermacam-macam sitokin.3. Jaringan nekrotik Merupakan aktivator untuk aktifnya makrofag Memberikan lingkungan baik bagi pertumbuhan maupun invasi kuman4. Trauma jaringan lunak Inisiator inflamasi akan teraktivasi sehingga terjadi perluasan pelepasan mediator sekunder atau sinyal pada sel efektor.5. Ischaemic-reperfusion Terjadi iskemia akibat hipoperfusi dan hipotensi jaringan sehingga oksigenisasi jaringan akan berkurang, yang berakibat timbulnya perubahan dari metabolisme aerob menjadi anaerob di tingkat seluler. Terjadi reperfusi akibat membaiknya kembali hipoperfusi-hipotensi disertai dengan oksigenisasi yang baik pada sel/jaringan pasca iskemia.Aktivator-aktivator tersebut akan memicu aktivasi 5inisiatorinflamasi. Inisiator tersebut akan memicu pula pelepasan mediator atau merupakan sinyal pada efektor sekunder yang bertanggung jawab sebagai elemen-elemen dari komponen respon inflamasi. Kelima inisiator tersebut akan saling mempengaruhi dan saling meningkatkan respon fisiologik yang spesifik dalam bentuk berbagai elemen komponen inflamasi, yaitu :a. Aktivasi protein koagulasi (coagulation protein).Merupakan prinsip, bahkan yang terpenting sebagai inisiator inflamasi. Cedera pada jaringan dan pembuluh darah kecil akan merangsang terjadinya kaskade pembekuan(coagulation cascade)untuk mencapai hemostasis lokal, tetapi aktivasi protein koagulasi akan menghasilkan produk yang dapat merangsang terjadinya reaksi inflamasi.Faktor XII(juga dikenal sebagaiFaktor Hageman) yang aktif adalah suatu mediator penting untuk terjadinya perubahan mikrosirkulasi pada luka. Walaupun efek langsungnya minimal, namun faktor ini sangat berpengaruh dalam stimulasi dan penguatan inisiator yang lain.b. Platelet aktif.Platelet seperti layaknya kaskade pembekuan, biasanya diasosiasikan dengan proses trombosis dan hemostasis.Platelet yang aktifakan melepaskan enzim yang merangsang respon inflamasi. Larutan platelet yang lisis merupakan aktivator inflamasi yang poten bila disuntikkan pada jaringan hewan percobaan. Peran vasoaktif produk platelet telah diketahui, terutama tromboxan A2sebagai vasokonstriktor yang poten.c. Sel mastMast selyang distimulasi oleh faktor XII aktif dan produk platelet merangsang dilepaskannya histamin dan produk vasoaktif yang lain. Histamin yang khas dari mast sel akan segera merelaksasi otot polos pembuluh darah dan merangsang vasodilatasi mikrosirkulasi pada jaringan disekitar luka. Vasodilatasi ini akan mengakibatkan peningkatan permeabilitas vaskuler, peningkatan aliran darah dan penurunan kecepatan aliran darah.d. Contact activating system.Pre-kalikrein adalah serum protein yang ada dimana-mana dan menunggu aktivasi oleh stimulus yang tepat. Keberadaan faktor XII yang aktif akan menyebabkan konversi prekalikrein menjadi kalikrein. Kalikrein ini kemudian berperan sebagai katalisator pembentukan bradikinin dari kininogen berat molekul tinggi.Bradikininadalah kode yang poten yang akan terikat pada endotel reseptor dan merangsang pembentukan nitrit oksida pada sel tersebut. Nitrit oksida ini akan berdifusi ke otot polos pembuluh darah dan akan menyebabkan relaksasi. Efek yang terjadi sama dengan histamin, yaitu vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas mikrovaskuler tetapi dengan mekanisme yang unik dan berbeda dengan histamin.e. Kaskade komplemen (complement cascade).Aktivasi komplemen dapat terjadi melalui dua cara, yaitu cara konvensional dan cara alternative. Aktivasi ini akan menghasilkan suatu bentukan protein yang akan melarutkan sel patogen. Lebih penting lagi, aktivasi kaskade komplemen oleh inflamasi akan menghasilkan produk yang berperan penting dalam fungsi vasoaktif dan chemoattractant. Hal yang menarik adalah aktivasi protein komplemen akan juga mengaktivasi protein koagulasi, platelet, mast sel dan secara tidak langsung produksi bradikinin.

Dengan demikian dapat terlihat bahwa aktivasi dari salah satu inisiator akan mengaktivasi inisiator yang lain. Efek yang dihasilkan adalah : peningkatan permeabilitas mikrovaskuler, peningkatan aliran mikrovaskuler, penurunan kecepatan aliran dan pembentukan edema jaringan lunak. Yang terpenting, semua produk hasil pemecahan dan enzim protein yang dihasilkan dalam aktivasi inisiator ini menciptakan situasi lokal disekitar trauma yang kaya akan chemoattracttant.Menurutteori henti mikrosirkulasi(microcirculatory arrest) tentang terjadinya MOF (Multiple Organ Failure), setiap proses biologi dalam luka trauma sederhana atau infeksi jaringan lunak yang tampak tenang diperankan oleh mediator dan efektor yang sama untuk terjadinya SIRS maupun sekuele-nya.Berikut ini adalah 10 langkah dalam hipotesis tersebut :1.Aktivasi reaksi inflamasi.Rangsang biologis yang sama pada luka yang tenang dapat merangsang reaksi inflamasi sistemik, meskipun infeksi berat tetap merupakan faktor risiko terpenting terhadap terjadinya SIRS. Pada infeksi yang berat ini, insult terus terjadi dengan adanya proliferasi mikroba yang terus menerus mendorong berlangsungnya reaksi kaskade inflamasi. Tidak seperti pada trauma, proses infeksi adalah proses yang berlangsung terus menerus hingga mempunyai kemungkinan besar pada suatu saat akan melewati batas ambang yang menyebabkan terjadinya reaksi sistemik. Namun perlu digarisbawahi bahwa penyebaran kuman pathogen atau produk kuman tersebut bukan merupakan syarat untuk terjadinya reaksi sistemik.Aktivasi inflamasi sistemik biasanya bukan karena insult tunggal, biasanya disebuttwo-hithipotesis dari gagal organ. Hipotesis ini menyebutkan dibutuhkannya dua pencetus sebelum terjadinya reaksi inflamasi sistemik. Insult inisial seperti perdarahan, trauma berat atau operasi besar akan menimbulkan reaksi inflamasi yang bila diikuti oleh aktivator kedua (seperti infeksi, perdarahan ulang, operasi ulang) dalam jangka waktu yang pendek akan mengakibatkan SIRS.2.Aktivasi inisiatorAktivasikaskade pembekuan(Coagulation Cascade) akan mengakibatkan DIC (Disseminated Intravascular Coagulation) tanpa tanda klinis perdarahan. Pasien akan mengalami pemanjangan PT (Prothrombine Time) dan APTT (Activated Partial Thromboplastin Time) sebagai akibat penggunaan protein koagulasi. Biasanyan juga terjadi trombositopenia. Juga terjadi aktivasi protein komplemen. Efek bradikinin dan histamin akan terlihat jelas pada fase ketiga.

3.Konsekuensi sistemik fase pertamaMediator yang dihasilkan pada fase pertama, seperti bradikinin dan histamin akan mengakibatkanvasodilatasipada mikrosirkulasi, baik arteri maupun vena, dengan akibat menurunnya tahanan vaskuler sistemik dan meningkatnya kapasitas vaskuler. Bila tidak ada dukungan preload yang cukup maka pasien akan mengalami hipotensi karena hipovolemia relative. Bila ada dukungan preload yang cukup maka akan terjadi peningkatan Cardiac Index. Perubahan ini juga menghasilkan peningkatan permeabilitas mikrosirkulasi dengan akibat terjadinya edema sistemik.4.Distribusi sistemik chemoattracttant dankode Sitokin Proinflamasi(Proinflamatory cytokine).Aktivasi inisiator akan mengakibatkan didistribusikannya chemoattracttant secara sistemik. Produk hasil penguraian protein dan enzim sel yang biasanya hanya ada pada jaringan lunak didistribusikan secara sistemik. Chemoattracttant ini akan menempel pada netrofil dan akan memberikan kode pada seluruh sel endotel maupun monosit. Monosit ini menjadi diliputi oleh chemoattracttant dan tidak bergerak ke daerah trauma namun menghasilkan sitokin proinflamasi yang disekresi ke cairan ekstrasel.5.Penempelan netrofil.Distribusi sistemik chemoattracttant mengakibatkan aktivasi proses adhesi sel endotel dengan netrofil. Proses ini bias terjadi pada seluruh mikrosirkulasi namun nampak lebih banyak terjadi pada sirkulasi viseral daripada sirkulasi sistemik. Sistem organ yang menjadi target MODS (yaitu paru, hati, usus) nampak mempunyai tingkat penempelan netrofil yang terbesar.6.Aktivasi penuh penempelan netrofil olehchemoattracttant.Seperti disebutkan diatas, pada luka yang normal, netrofil seharusnya berperan sebagai proses fagositosis, tetapi rangsangan sitokin proinflamasi seperti TNF mengakibatkan kekacauan perilaku fagositosis termasuk pelepasan zat reaktif oksigen dan enzim lisosom. Zat beracun ini segera dikeluarkan di luar dinding pembuluh darah, peroksidase lemak dan self-digestion mulai terjadi.7.Trauma dan vasokonstriksi pada mikrosirkulasi.Pelepasan zat toksik lisosom dari netrofil yang terstimulasi trauma pada sel endotel dan merupakan tambahan rangsang bagi kaskade inflamasi. Trauma pada sel endotel mengakibatkan hilangnya regulasi otot polos pembuluh darah. Reaksi pembekuan teraktivasi dan agregasi platelet terjadi pada tempat trauma kimiawi oleh zat reaktif oksigen dan enzim toksik lisosom yang lain. Respon yang dihasilkan adalah vasokonstriksi yang mungkin disebabkan oleh thromboxane A2. Terbentuk juga trombus lokal pada tempat trauma endotel di dalam mikrosirkulasi.8. Terhentinya mikrosirkulasi.Efek gabungan dari vasokonstriksi dan pembentukan trombus pada mikrosirkulasi adalah penurunan yang drastic atau bahkan penghentian aliran darah pada mikrosirkulasi. Walaupun trombosis total dan vasokonstriksi merupakan strategi yang normal dalam melokalisir trauma dan infeksi, trombosis dan vasokonstriksi ini dapat menjadi dasar terjadinya gangguan fungsi suatu organ.9.Nekrosis fokal.Akibat proses trombosis dan vasokonstriksi adalah hilangnya perfusi efektif dengan akibat nekrosis fokal. Nekrosis fokal ini terjadi karena jumlah netrofil yang jauh lebih kecil dari jumlah sel endotel, namun seiring dengan berlangsungnya reaksi inflamasi yang akan terus memproduksi netrofil dengan akibat makin banyak jaringan fungsioanl yang mengalami nekrosis sehingga proses disfungsi pada MODS terus berlangsung.10.Prosesself-energizingdanself-recyclingHipotesis berhentinya mikrosirkulasi ini nampak sederhana, dengan dihilangkannya rangsang atau aktivator, maka seharusnya produksi chemoattracttant akan berhenti dan seluruh proses juga akan menurun. Namun pada kenyataannya proses inflamasi sistemik ini menghasilkan trauma pada jaringan dan nekrosis yang juga mengakibatkan inflamasi sistemik. Dengan demikian lesi pada suatu end-organ juga merupakan aktivator baru terhadap reaksi inflamasi.Sejalan dengan patofisiologi diatas, maka mediator reaksi inflamasi dapat diidentifikasi dan dapat digunakan untuk mengetahui adanya reaksi sepsis. Peningkatan beberapa kadar sitokin sepertiTNF-(Tumor nekrosis Faktor -), Interleukin (IL-6, IL-8 dan IL-10)memang terlihat pada pasien sepsis dan biasanya berhubungan dengan outcome yang jelek. Interleukin-6 biasanya digunakan sebagai indicator dalam penelitian pengobatan sepsis.Pertanda biologis lain yang paling terkenal dan paling umum dipakai adalahCRP (C-reactive Protein). CRP adalah protein yang diproduksi di hati pada fase akut, kadarnya dalam plasma meningkat dalam keadaan infeksi sebagai respon adanya sitokin dalam plasma. CRP disebut sebagai pertanda yang sangat berguna pada sepsis dan lebih peka dibandingkan lekosit dan suhu tubuh.Prokalsitonin, precursor kalsitonin juga disebut sebagai salah satu pertanda sepsis. Kadar plasma prokalsitonin digunakan untuk membedakan infeksi dari proses inflamasi yang lain, juga dilaporkan mempunyai nilai prediksi yang lebih baik dibandingkan CRP maupun IL-6. Peneli lain melaporkan prokalsitonin mempunyai spesifisitas dan sensitivitas yang lebih baik dibandingkan dengan CRP, leukosit maupun suhu tubuh pada peningkatan kadar TNF dan IL-6. Pertanda yang lain adalah neopterin, elastase dan fosfolipase A2.

VI. Tanda dan GejalaManifestasi dari respon sepsis biasanya ditekankan pada gejala dan tanda-tanda penyakit yang mendasarinya dan infeksi primer. Tingkat di mana tanda dan gejala berkembang mungkin berbeda dari pasien dan pasien lainnya, dan gejala pada setiap pasien sangat bervariasi. Sebagai contoh, beberapa pasien dengan sepsis adalah normo-atau hipotermia, tidak ada demam paling sering terjadi pada neonatus, pada pasien lansia, dan pada orang dengan uremia atau alkoholisme (Munford, 2008). Pasien dalam fase awal sepsis sering mengalami cemas, demam, takikardi, dan takipnea (Dasenbrook & Merlo, 2008). Tanda-tanda dari sepsis sangat bervariasi. Berdasarkan studi, demam (70%), syok (40%), hipotermia (4%), ruam makulopapular, petekie, nodular, vesikular dengan nekrosis sentral (70% dengan meningococcemia), dan artritis (8%). Demam terjadi pada 20 x/menit atau PaCO2< 32 mmHg WBC > 12.000/mm3atau < 4.000/mm3atau 10% bentuk immatureKriteria Diagnostik sepsis menurut ACCP/SCCM th 2001 dan International Sepsis Definitions Conference, Critical Care Medicine, th 2003 :a) Variabel Umum Suhu badan inti > 380C atau 9O;/menit Tachipnea Penurunan status mental Edema atau balance cairan yang positif > 20ml/kg/24 jam Hiperglikemia > 120 mg/dl pada pasien yang tidak diabetes.b) Variable Inflamasi WBC > 12.000/mm3atau < 4.000/mm3atau 10% bentuk immature Peningkatan plasma C-reactive protein Peningkatan plasma procalcitoninc) Variabel Hemodinamik Sistolik < 90mmHg atau penurunan sistolik . 40>mmHg dari sebelumnya. MAP 70% Cardiak Indeks >3,5 L/m/m3d) Variable Perfusi Jaringan Serum laktat > 1mmol/L Penurunan kapiler refile) Variable Disfungsi Organ PaO2/ Fi O2 0,5 mg/dl INR >1,5 atau APTT > 60 detik Ileus Trombosit < 100.000mm3 Hiperbilirubinemia (plasma total bilirubin > 4mg/dl)

Dapus 1.Baue AE. History of MOF and Definition of Organ Failure. In :Multiple Organ Failure Patophysiology, Prevention and Therapy. Baue AE, Faist E, Fry DE (Eds). Springer-Verlag, New York, 2000:3-11.2.Fry DE. Systemic Inflamatory Response and Multiple Organ Dysfunction Syndrome : Biologic Domino Effect. In :Multiple Organ Failure Patophysiology, Prevention and Therapy. Baue AE, Faist E, Fry DE (Eds). Springer-Verlag, New York, 2000:23-9.3.Fry DE. Microsirculatory Arrest Theory of SIRS and MODS. In :Multiple Organ Failure Patophysiology, Prevention and Therapy. Baue AE, Faist E, Fry DE (Eds). Springer-Verlag, New York, 2000:92-100.4.Hotchkiss RS, Karl IE. The Pathophysiology and Treatment of Sepsis.N Engl J Med2003, 348; 138-50.5.Marshall JC. SIRS, MODS and the Brave New World Of ICU Acronyms : Have They Helped us. In :Multiple Organ Failure Patophysiology, Prevention and Therapy. Baue AE, Faist E, Fry DE (Eds). Springer-Verlag, New York, 2000:14-22.6.Martin GS, Mannino, DM, Eaton S, Moss M. The Epidemiology of Sepsis in the United States from 1979 through 2000.N Engl J Med2003, 348; 1546-54.7.Rivers E, Nguyen B, Havstad S et al. Early Goal-Directed Therapy in Treatment of Severe Sepsis and Septic Shock.N Engl J Med2001, 345; 1368-77.

http://tumortulang1.blogspot.com/2013/06/sepsis-dan-sirs.htmlhttp://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39924/4/Chapter%20II.pdfhttp://copyaskep.wordpress.com/2011/08/17/sepsis/