sepsis

6

Click here to load reader

Upload: ihdinz

Post on 11-Aug-2015

73 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

pdf

TRANSCRIPT

Page 1: Sepsis

Artikel Penelitian

Maj Kedokt Indon, Volum: 61, Nomor: 3, Maret 2011

Sepsis pada Anak:Pola Kuman dan Uji Kepekaan

Rismala Dewi

Departemen Ilmu Kesehatan Anak, RS Dr Cipto Mangunkusumo,

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta

Abstrak: Sepsis merupakan penyakit yang sering dijumpai di unit perawatan intensif anak.

Diagnosis sepsis ditegakkan berdasarkan atas manifestasi klinis yang menunjukkan kegagalan

multiorgan serta diduga atau terbukti ditemukan mikroorganisme di dalam darah. Sepsis pada

anak memerlukan tata laksana yang komprehensif sehingga prognosis menjadi lebih baik.

Pemberian antibiotik yang sesuai merupakan salah satu kriteria dalam tata laksana sepsis.

Kesulitan mendapatkan hasil kultur berupa jenis bakteri dan uji kepekaan antibiotik dengan

segera menyebabkan masalah pada pemilihan jenis, waktu, dan lama pemberian antibiotik.,

sehingga pemberian antibiotik hanya berdasarkan empiris yang berpotensi menimbulkan

resistensi di kemudian hari. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan jenis bakteri penyebab

sepsis dan uji kepekaan antibiotik, sehingga dapat digunakan sebagai pedoman pengobatan

sepsis. Penelitian ini menggunakan desain potong lintang pada anak usia lebih dari 1 bulan

sampai kurang dari 18 tahun yang dirawat di unit perawatan intensif anak RSCM, Jakarta

sejak Januari sampai dengan Oktober 2010. Sebanyak 42 subjek dengan diagnosis sepsis

memenuhi kriteria inklusi, tetapi hanya 39 sampel yang dianalisis terkait kelengkapan data.

Sebanyak 21 sampel didapatkan kultur dengan hasil positif dengan bakteri terbanyak adalah

Klebsiella pneumoniae (24%), Serratia marcescens (14%), dan Burkholderia cepacia (14%),

sedangkan antibiotik yang masih sensitif terhadap bakteri tersebut adalah sefepim dan

levofloksasin. Kuman penyebab sepsis pada anak yang terbanyak adalah Klebsiella pneumoniae,

Serratia marcescens, dan Burkholderia cepacia dengan antibiotik yang masih sensitif adalah

sefepim dan levofloksasin.

Kata kunci: Sepsis, anak, kuman, uji kepekaan.

101

Page 2: Sepsis

Maj Kedokt Indon, Volum: 61, Nomor: 3, Maret 2011102

Sepsis in Children: Microbial Pattern and Susceptibility Test

Rismala Dewi

Department of Child Health, Cipto Mangunkusumo General Hospital,

Faculty of Medicine University of Indonesia, Jakarta

Abstract: Sepsis is a disease commonly found in pediatric intensive care unit. Diagnosis of sepsis

is established based on clinical manifestation that presents multiple organ failure with the suspi-

cion or confirmation of microorganism finding in blood. Sepsis in children requires comprehen-

sive treatment to improve the prognosis, with antibiotics considered as essential sepsis manage-

ment. The antimicrobial selection, length and duration of treatment become a challenge because of

difficulties in obtaining quick blood culture and susceptibility test results. Thus, antimicrobial

treatment should be given merely based on empirical application to prevent drug resistency. The

aim of the study is to obtain data on type of pathogenic bacteria responsible for sepsis andits

susceptibility to antibacterial agents available. The result would be beneficial as guidance for

sepsis management within our unit. The design of the study was cross-sectional. Samples were

retrieved between January and October 2010 in pediatric intensive unit at Ciptomangunkusumo

Hospital, Jakarta. The subjects were children aged between 1 month to 18 years old. There were

42 subjects fulfilled inclusion criteria, but only 39 samples were analyzed due to the completeness

of the data. The most common pathogen is Klebsiella pneumoniae (21%), followed by Serratia

marcescens (14%), and Burkolderia cepacia (14%). Antibiotics which are found to be responsive

to above pathogens are Cefepime and Levofloxacin.

Keywords: sepsis, children, microbacterial, susceptibility test

Sepsis pada Anak: Pola Kuman dan Uji Kepekaan

Pendahuluan

Sepsis masih merupakan salah satu penyebab utama

mortalitas dan morbiditas pada anak di negara industri dan

negara berkembang. Data di Amerika Serikat menunjukkan

kejadian sepsis pada pasien yang dirawat di unit perawatan

intensif anak (pediatrics intensive care unit/PICU) mencapai

lebih dari 42 000 kasus dengan angka kematian sebesar

10,3%.1 Sepsis adalah systemic inflammation respons syn-

drome (SIRS) yang disertai dugaan atau bukti ditemukan

infeksi di dalam darah. Diagnosis SIRS dapat ditegakkan jika

ditemukan minimal 2 gejala seperti instabilitas suhu (suhu

lebih dari 38,5 0C atau kurang dari 36 0C), takikardia, takipnea,

dan/atau peningkatan maupun penurunan jumlah leukosit,

atau neutrofil imatur lebih dari 10%.2 Standard baku diagno-

sis sepsis adalah dengan ditemukannya bakteri dalam darah

ditambah dengan gejala klinis berupa gangguan multi or-

gan. Jenis kuman penyebab sepsis beragam, tetapi bakteri

merupakan penyebab terbanyak termasuk bakteri Gram positif

dan Gram negatif, dengan profil sensitivitas yang bervariasi.

Dalam terapi, klinisi perlu memastikan bahwa antibiotik yang

digunakan efektif dalam mengatasi kuman penyebab sep-

sis.3 Sementara itu, golongan antibiotik yang digunakan

secara empiris, seperti golongan sefalosporin, karbapenem,

tampaknya mulai resisten dalam penggunaannya di PICU.4

Pemberian antibiotik yang tepat sejak dini pada pasien sep-

sis perlu dilakukan, dengan pilihan obat yang sesuai dengan

pola kuman di komunitas dan rumah sakit tersebut.3,5

Penyelidikan kuman secara berkala pada pasien sepsis di

PICU penting untuk mengetahui pola kuman dan kepekaan

antibiotik yang dapat dipakai secara empiris.

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan jenis bakteri

penyebab sepsis dan uji kepekaan antibiotik, sehingga dapat

digunakan sebagai pedoman pengobatan sepsis.

Metode

Penelitian ini menggunakan desain potong lintang.

Penelitian dilakukan di Departemen Ilmu Kesehatan Anak

FKUI-RSCM Jakarta sejak Januari sampai dengan Agustus

2010. Kriteria inklusi adalah anak usia 1 bulan atau lebih

sampai dengan kurang dari 18 tahun dengan diagnosis sep-

sis tanpa melihat penyakit primernya. Kriteria eksklusi adalah

data tidak lengkap.

Seluruh subjek yang didiagnosis sepsis berdasarkan

klinis dimasukkan dalam penelitian ini. Diagnosis SIRS

ditegakkan jika ditemukan minimal 2 gejala, yaitu instabilitas

suhu (suhu ketiak lebih dari 38,5 oC atau kurang dari 36 oC),

Page 3: Sepsis

Sepsis pada Anak: Pola Kuman dan Uji Kepekaan

Maj Kedokt Indon, Volum: 61, Nomor: 3, Maret 2011 103

takikardia (rerata denyut nadi sesuai usia lebih dari 2 SD di

atas normal tanpa stimulus eksternal, penggunaan obat-

obatan kronis, atau stimulus nyeri), takipnea (rerata frekuensi

napas sesuai usia lebih dari 2 SD di atas normal), dan atau

peningkatan maupun penurunan jumlah leukosit sesuai usia

(bukan sekunder karena kemoterapi), atau neutrofil imatur

lebih dari 10%.2 Nilai untuk diagnosis SIRS sesuai usia dapat

dilihat pada tabel 1. Sepsis didefinisikan sebagai SIRS

ditambah dugaan atau bukti ditemukan infeksi. Definisi sep-

sis berat adalah sepsis disertai salah satu dari berikut:

disfungsi organ kardiovaskular ATAU sindrom distres

respiratorik akut ATAU disfungsi dua organ atau lebih.2

Setelah diagnosis sepsis ditegakkan, pasien menan-

datangani informed consent untuk dilakukan pemeriksaan

kultur darah. Spesimen untuk kultur darah diambil dari vena

brakialis, lalu dimasukkan ke dalam tabung BactT/Alert dan

dikirim ke laboratorium Patologi Klinik RSCM. Kultur positif

jika terdapat pertumbuhan kuman pada tabung tersebut

dalam 5 hari. Jika pada pemeriksaan kultur ditemukan jamur,

maka pemeriksaan dilanjutkan dengan media yang sesuai

untuk jamur dan dikirim ke laboratorium parasitologi.

Selanjutnya, dilakukan subkultur dengan bahan yang diambil

dari pertumbuhan di tabung BacT/Alert. Subkultur dilakukan

di media agar darah dan MacConkey selama 18-24 jam,

kemudian dilakukan tes biokimia untuk menentukan jenis

spesies. Pemeriksaan kepekaan antibiotik dilakukan dengan

melihat pertumbuhan kuman pada media yang diberikan

berbagai cakram antibiotik. Setelah didapatkan hasil peme-

riksaan kultur darah dan kepekaan antibiotik, data dimasukkan

ke dalam formulir yang disediakan untuk selanjutnya diolah

menggunakan piranti lunak komputer dan disajikan dalam

bentuk tabel. Penelitian ini telah melalui kaji etik.

Hasil

Sebanyak 42 subjek telah memenuhi kriteria inklusi,

tetapi 3 subjek dikeluarkan karena data yang tidak lengkap,

sehingga hanya 39 subjek yang dianalisis. Dari 39 subjek

sepsis berdasarkan kriteria inklusi, didapatkan 21 subjek

dengan hasil kultur positif dan 18 subjek dengan hasil kultur

negatif.

Dari 21 sampel dengan hasil kultur darah positif,

didapatkan jenis kuman terbanyak adalah Klebsiella

pneumoniae (24%) diikuti oleh Serratia marcescens (14%),

Tabel 1. Nilai Tanda Vital dan Variabel Laboratorium untuk Diagnosis SIRS Sesuai Usia2

Kelompok Usia Denyut Jantung Frekuensi Hitung Leukosit Tekanan Darah

(denyut/menit) Pernapasan (Leukositx103/mm3) Sistolik (mmHg)

Takikardia Bradikardia

1 bulan- 1 tahun >180 <90 >34 >17,5 atau <5 <100

2-5 tahun >140 TA >22 >15,5 atau <6 <94

6-12 tahun >130 TA >18 >13,5 atau <4,5 <105

13 hingga <18 tahun >110 TA >14 >11 atau <4,5 <117

Keterangan: TA, tidak ada keterangan

SEPSIS (n=42)

Subjek dengan kriteria inklusi (n:39) Eksklusi (n:3)

Biakan (+) (n:21) Biakan (-) (n:18)

Gambar 1. Alur Penelitian

Tabel 2. Karakteristik Subjek

Karakteristik Jumlah (n=39)

Jenis kelamin - Laki-laki 25 (64 %)

- Perempuan 14 (36 %)

Usia >12 bulan 18 (46 %)

>12 bulan 21 (54 %)

Penyakit primer* - Sistem Respiratorik 16 (76%)

- Susunan saraf pusat 10 (48%)

- Traktus gastrointestinal 21 (100%)

- Traktus urinarius 14 (67%)

Keterangan: *setiap pasien dapat memiliki lebih dari satu sistem

organ yang mengalami penyakit primer.

dan Burkholderia cepacia (14%) (Tabel 3). Selain itu, juga

ditemukan Fungi (19.0%), termasuk di dalamnya adalah Can-

dida albicans dan Candida tropicana.

Dalam tabel 4 tercantum antibiotik yang masih sensitif

dan mulai resisten terhadap kuman yang ditemukan. Sefepim

dan levofloksasin adalah antibiotik yang masih sensitif

terhadap kedua kuman penyebab sepsis terbanyak, se-

dangkan sefotaksim dan meropenem mulai mengalami

resistensi.

Diskusi

Studi ini terbatas pada pasien PICU yang dirawat karena

sepsis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kuman

penyebab sepsis terbanyak di PICU RSCM adalah Klebsiella

Page 4: Sepsis

Sepsis pada Anak: Pola Kuman dan Uji Kepekaan

Maj Kedokt Indon, Volum: 61, Nomor: 3, Maret 2011104

250 bp

Tabel 3. Hasil Kultur Darah

Jenis kuman Jumlah spesies

Klebsiella pneumoniae 5 (24%)

Serratia marcescens 3 (14%)

Burkholderia cepacia 3 (14%)

Acinetobacter sp. 2 (9%)

Klebsiella oxytoca 1 (4%)

Staphylococcus epidermidis 2 (9%)

Staphylococcus aureus 1 (4%)

Streptococcus pneumoniae 1 (4%)

Fungi (termasuk Candida sp.) 4 (18%)

Keterangan: Pada subjek dapat ditemukan lebih dari satu jenis kuman

yang hasilnya positif. Persentase didapatkan dari perhi-

tungan jumlah spesies yang ditemukan dibandingkan

dengan total kuman yaitu 22.

pneumoniae (26%), Serratia marcescens (14%), dan

Burkholderia cepacia (14%). Sebagian besar kuman yang

ditemukan adalah kuman gram negatif. Levy et al6 juga

menemukan hal yang serupa pada penelitian tahun 1996.

Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa bakteri Gram negatif

menyebabkan lebih dari 50% dari seluruh kasus bakteremia

pada anak, dengan Klebsiella pneumoniae sebagai penyebab

terbanyak. Penggunaan antibiotik secara luas saat rawat jalan,

peningkatan penggunaan NICU dan PICU, penggunaan

kateter intravena sentral jangka lama, kemoterapi, dan

kortikosteroid menyebabkan bakteremia Gram negatif menjadi

masalah yang bermakna di rumah sakit tersier.

Hasil ini tidak sesuai dengan pernyataan bahwa telah

terjadi pergeseran etiologi sepsis dalam beberapa tahun

terakhir. Sebuah studi di Amerika tahun 2000 menunjukkan

bahwa bakteri Gram positif merupakan penyebab hingga

52,1% dari seluruh pasien sepsis.7 Pergeseran ini dapat pula

terjadi pada PICU RSCM di kemudian hari seiring dengan

bertambahnya berbagai kuman multi-resisten, seperti

Tabel 4. Hasil Pemeriksaan Kultur Darah dan Uji Kepekaan Antibiotik

Jenis antibiotik Klebsiella Serratia Burkhol- Acineto Klebsiella Staphylo- Staphylo- Strepto- Resistensi

pneumonia marcescens deria ce- bacter sp. oxytoca coccus epi- coccus coccus antibiotik

pacia dermidis aueus pneumo- (%)

niae

S R S R S R S R S R S R S R S R

Sefotaksim 1 2 - - 1 1 - - 0 1 0 1 1 0 - - 62

Meropenem 2 1 3 0 1 0 0 2 - - 0 2 1 0 - - 42

Piptazolam - - 1 0 1 0 - - - - - - 1 0 1 0 0

Sefepim 1 0 2 0 - - 1 0 - - 1 0 - - - - 0

Amikasin 1 0 1 0 - - - - - - 0 1 - - - - 33

Levofloksasin 2 0 3 0 - - - - - - - - - - - - 0

Gentamisin 1 0 0 1 - - - - - - - - - - - - 50

Seftriakson 1 0 - - - - - - - - - - 1 0 - - 0

Keterangan: S, sensitif. R, resisten. –, tidak ada data. Pada tabel 4 ditampilkan jumlah subjek yang terinfeksi spesies yang sensitif

maupun yang resisten dengan antibiotik tertentu. Hasil ini didapatkan dari hasil uji kepekaan. Persentase resistensi anti-

biotik didapatkan dari jumlah subjek yang resisten terhadap antibiotik tersebut dibandingkan dengan total subjek yang

terinfeksi. Dapat dilihat bahwa seluruh bakteri yang diuji dengan sefepim, levofloksasin, piptazolam, maupun seftriakson

masih sensitif.

Methycilline Resistance in Staphylococus aureus (MRSA).

Hal ini perlu diwaspadai karena patofisiologi antara sepsis

Gram positif dan Gram negatif berbeda, sehingga memerlukan

terapi yang berbeda pula.6,8

Ditemukannya Serratia marcescens memerlukan per-

hatian khusus. S. marcescens merupakan patogen nosokomial

yang terlibat dalam banyak kejadian luar biasa dan infeksi

nosokomial endemis. Terdapat beberapa laporan yang terkait

dengan kejadian luar biasa bakteremia S. marcescens di

bangsal anak. Di Korea ditemukan bahwa kejadian luar biasa

tersebut disebabkan oleh botol nebulisasi yang terkonta-

minasi. S. marcescens peka terhadap amikasin, quinolon,

sefepim, seftazidim, dan imipenem, serta resisten terhadap

amoksisilin-klavulanat, sefotaksim, gentamisin, dan

tetrasiklin. 9,10

Ditemukan pula hasil kultur berupa jamur, termasuk di

dalamnya adalah Candida sp. Kolonisasi Candida sp. dapat

ditemukan pada pasien PICU seperti dilaporkan oleh Singhi

et al.11 bahwa pasien dengan kondisi kritis dan status

imunokompromais merupakan target infeksi oportunistik

Candida sp. Mekanisme pertahanan lokal berupa keasaman

lambung, peristaltik, sekresi substansi antibakteri, dan flora

endogen mengalami perubahan pada pasien kritis sehingga

terjadi kolonisasi dan pertumbuhan berlebihan Candida sp.

Pada pasien sepsis, penggunaan antibiotik spektrum luas

menekan flora normal gastrointestinal dan paparan korti-

kosteroid dosis tinggi membuka jalan untuk proliferasi Can-

dida sp. Sehingga menyebabkan perkembangan yang

berlebihan. Menurut Singhi et al, insidens kolonisasi Can-

dida sp. sangat tinggi pada pasien PICU yang dirawat lebih

dari 5 hari. Sebagian besar kolonisasi tersebut berhubungan

dengan ragi yang dibawa oleh tenaga medis. Pemantauan

kolonisasi Candida dapat membantu memrediksi infeksi oleh

Page 5: Sepsis

Maj Kedokt Indon, Volum: 61, Nomor: 3, Maret 2011

Sepsis pada Anak: Pola Kuman dan Uji Kepekaan

105

galur identik berikutnya pada pasien PICU yang sedang

menjalani terapi sepsis, sehingga dapat memberikan kesem-

patan intervensi, seperti terapi profilaksis antifungal.11 Terapi

profilaksis dengan antifungal berupa amfoterisin B oral pada

pasien yang dirawat selama lebih dari tujuh hari di PICU

dapat menurunkan infeksi Candida sp. secara bermakna. 12

Pada penelitian ini ditemukan sefalosporin generasi

keempat (sefepim) masih sensitif terhadap berbagai kuman

Gram negatif penyebab sepsis di PICU RSCM, sementara

sefalosporin generasi ketiga, yaitu sefotaksim, mulai resisten.

Hal ini sesuai dengan penelitian Jones et al.13 yang mem-

bandingkan sefepim dengan sefalosporin generasi ketiga

(seftriakson dan seftazidim) untuk melawan Klebsiella sp.

Dalam penelitiannya, sefepim (99,0%) lebih aktif diban-

dingkan dengan seftriakson (96,4%) dan seftazidim (95,1%).

Sefepim masih merupakan sefalosporin dengan spektrum

terluas dan merupakan alternatif untuk pengobatan infeksi

anak yang sangat poten.13

Dalam panduan internasional Surviving Sepsis Cam-

paign 2008 direkomendasikan untuk memberikan terapi

antibiotik empiris sedini mungkin, dalam waktu satu jam

setelah diagnosis syok septik (1B) dan sepsis berat tanpa

syok sepsis (1D). Antimikroba yang diberikan termasuk satu

atau lebih obat yang aktif melawan semua kemungkinan

patogen (bakteri) dan dapat berpenetrasi dalam konsentrasi

yang adekuat ke organ yang dicurigai merupakan sumber

infeksi (1B). Pemilihan antibiotik empiris terkait dengan an-

amnesis pasien, penyakit primer, dan pola sensitivitas kuman

di rumah sakit tersebut. Tidak disebutkan jenis antibiotik

secara spesifik dalam panduan tersebut.14

Rekomendasi dari literatur menyebutkan bahwa

monoterapi antibiotik karbapenem, sefalosporin generasi

ketiga atau keempat sama efektifnya dengan terapi kombinasi

antibiotik β-laktam dan aminoglikosida sebagai terapi empiris

pada pasien sepsis atau syok septik. Penggunaan antibiotik

β-laktam spektrum luas sebagai monoterapi sama efektifnya

dan kurang nefrotoksik dibandingkan dengan kombinasi β-

laktam dan aminoglikosida. Pemilihan antibiotik monoterapi

yang digunakan, yaitu yang dapat mencakup patogen

penyebab yang dicurigai dari fokus infeksi, memiliki potensi

resistensi rendah, dan profil keamanan yang baik.15

Namun, monoterapi tidak dapat dipilih sebagai terapi

antibiotik empiris secara universal. Pemilihan antibiotik

empiris bergantung pada beberapa faktor, terkait dengan latar

belakang pasien (termasuk intoleransi obat-obatan), penyakit

penyerta, dan pola kuman di lingkungan rumah sakit. Pilihan

rejimen antibiotik inisial harus cukup luas untuk melawan

semua kemungkinan patogen.5 Penggunaan terapi kombinasi

dua antibiotik dapat memperluas spektrum anti-bakteri,

memiliki efek sinergis yang meningkatkan aktivitas anti-

bakteri, dan mengurangi resistensi bakteri atau superinfeksi.16

Terapi kombinasi dapat digunakan dalam konteks resistensi

antibiotika yang tinggi, atau pengobatan pasien curiga infeksi

Pseudomonas sp.5,15 Terapi antibiotik Gram negatif secara

empiris dilakukan dengan indikasi infeksi nosokomial, pasien

neutropenia atau imunokompromais. Sedangkan terapi

antibiotik Gram positif secara empiris (vankomisin atau

antibiotik Gram-positif lainnya) diberikan pada komunitas

endemis MRSA tingkat tinggi, pasien neutropenia, infeksi

kateter intravaskular, dan pneumonia. Pemberian antifungal

secara empiris (triazol, ekinokandin, amfoterisin B) dilakukan

bila pasien tidak responsif terhadap terapi antibiotik standar,

pada kasus yang memerlukan terapi antibiotik spektrum luas

jangka lama, hasil kultur jamur positif, imunokompromais,

dan pada pasien berisiko tinggi dengan syok septik.3,15

Penggunaan golongan azol (flukonazol) dan ekinokandin

(kaspofungin) direkomendasikan untuk pengobatan pasien

dengan kandidemia. Rejimen ini sama efektifnya namun

kurang toksik jika dibandingkan dengan amfoterisin B. 5

Kesimpulan

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kuman

penyebab sepsis terbanyak di PICU RSCM adalah Klebsiella

pneumoniae, Serratia marcescens, dan Burkholderia

cepacia, dengan antibiotik yang masih sensitif adalah

sefepim dan levofloksasin, dan antibiotik yang sudah mulai

resisten adalah sefotaksim dan meropenem.

Daftar Pustaka

1. Watson RS, Carcillo JA, Linde-Zwirble WT, Clermont G, Lidicker

J, Angus DC. The epidemiology of severe sepsis in children in the

United States. Am J Respir Crit Care Med. 2003;1;167(5):695-

701.

2. Goldstein B, Giroir B, Randolph A. International pediatric sepsis

consensus conference: definitions for sepsis and organ dysfunc-

tion in pediatrics. Pediatr Crit Care Med. 2005;6(1):2-8.

3. Sharma S, Kumar A. Antimicrobial management of sepsis and

septic shock. Clin Chest Med. 2008;29(4):677-87.

4. Toltzis P, Dul M, O’Riordan MA, Melnick D, Lo M, Blumer J.

Meropenem use and colonization by antibiotic-resistant Gram-

negative bacilli in a pediatric intensive care unit. Pediatr Crit

Care Med. 2009;10(1):49-54.

5. Bochud PY, Bonten M, Marchetti O, Calandra T. Antimicrobial

therapy for patients with severe sepsis and septic shock: an

evidence-based review. Crit Care Med. 2004;32(11 Suppl):S495-

512.

6. Levy I, Leibovici L, Drucker M, Samra Z, Konisberger H,

Ashkenazi S. A prospective study of Gram-negative bacteremia

in children. Pediatr Infect Dis J. 1996;15(2):117-22.

7. Leaver S, Gaffney AB, Leaver TW. Gram-positive and Gram-

negative sepsis: two disease entities? In: Vincent JL, editor. Year-

book of intensive care medicine; 2008.p.395-403.

8. Sriskandan S, Cohen J. Gram-positive sepsis. Mechanisms and

differences from gram-negative sepsis. Infect Dis Clin North

Am. 1999;13(2):397-412.

9. Dessi A, Puddu M, Testa M, Marcialis MA, Pintus MC, Fanos V.

Serratia marcescens infections and outbreak in neonatal inten-

sive care units. J Chemother. 2009;21(5):493-9.

10. Kim JH, Choi WH, Yun SW, Chae SA, Yoo BH. An outbreak of

Serratia marcescens sepsis in a pediatric ward. Clin Pediatr (Phila).

2010;49(10):1000-2.

11. Singhi S, Rao DS, Chakrabarti A. Candida colonization and

candidemia in a pediatric intensive care unit. Pediatr Crit Care

Med. 2008;9(1):91-5.

12. Ben-Ari J, Samra Z, Nahum E, Levy I, Ashkenazi S, Schonfeld

Page 6: Sepsis

Sepsis pada Anak: Pola Kuman dan Uji Kepekaan

Maj Kedokt Indon, Volum: 61, Nomor: 3, Maret 2011106

TM. Oral amphotericin B for the prevention of Candida blood-

stream infection in critically ill children. Pediatr Crit Care Med.

2006;7(2):115-8.

13. Jones RN, Sader HS, Fritsche TR, Pottumarthy S. Comparisons

of parenteral broad-spectrum cephalosporins tested against bac-

terial isolates from pediatric patients: report from the SENTRY

Antimicrobial Surveillance Program (1998-2004). Diagn

Microbiol Infect Dis. 2007;57(1):109-16.

14. Dellinger RP, Levy MM, Carlet JM, Bion J, Parker MM, Jaeschke

RJ, et al. Surviving sepsis campaign: international guidelines for

management of severe and septic shock: 2008. Intensive Care

Med. 2008;34:17-60.

15. Kumar A. Optimizing antimicrobial therapy in sepsis and septic

shock. Crit Care Clin. 2009;25(4):733-51.

16. Paul M, Leibovici L. Combination antimicrobial treatment ver-

sus monotherapy: the contribution of meta-analyses. Infect Dis

Clin North Am. 2009;23(2):277-93.

HO/SO