seminoma

37
REFERAT SEMINOMA TESTIS Disusun oleh : AA GD ARY KUSUMA H, S.Ked 07700133 Pembimbing : dr.Duriyanto Oesman, Sp.B, FInaCS Disusun untuk melaksanakan tugas Kepaniteraan Klinik Madya Di Lab/SMF Ilmu Bedah FK UWKS/RSD dr.Soebandi Jember 1

Upload: ajikndut89

Post on 16-Apr-2015

272 views

Category:

Documents


30 download

DESCRIPTION

referat

TRANSCRIPT

Page 1: seminoma

REFERAT

SEMINOMA TESTIS

Disusun oleh :

AA GD ARY KUSUMA H, S.Ked

07700133

Pembimbing :

dr.Duriyanto Oesman, Sp.B, FInaCS

Disusun untuk melaksanakan tugas

Kepaniteraan Klinik Madya Di Lab/SMF Ilmu Bedah

FK UWKS/RSD dr.Soebandi Jember

LAB/SMF ILMU BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA/ RSD dr.SOEBANDI JEMBER

1

Page 2: seminoma

2012

DAFTAR ISI

HALAMAN DEPAN .................................................................................. 1

DAFTAR ISI ............................................................................................... 2

I. PENDAHULUAN ........................................................................ 3

II. ANATOMI DAN HISTOLOGI TESTIS ..................................... 3

III. SEMINOMA TESTIS ................................................................... 8

Definisi .......................................................................................... 6

Epidemiologi ................................................................................. 7

Faktor Risiko ................................................................................. 7

Onkogen dan Tumor Supressor Gene pada Kanker Pankreas....... 12

Gejala Klinis.................................................................................. 13

Patologi.......................................................................................... 15

Pemeriksaan Penunjang................................................................. 18

Terapi............................................................................................. 21

IV. KEPUSTAKAAN ........................................................................ 24

2

Page 3: seminoma

1. PENDAHULUAN

Tumor testis berasal dari sel germinal atau jaringan stroma testis. Lebih

dari 90% berasal dari sel germinal. Tumor ini memiliki derajat keganasan tinggi

tetapi dapat sembuh bila diberi penanganan yang adekuat. Tumor ini memiliki

petamda tumor sejati yang berharga sekali untuk diagnosis, rencana terapi dan

kontrol4,5.

Tumor testis sel germinal merupakan tumor yang agak jarang ditemukan

dan meliputi kurang lebih 1% dari keganasan lelaki. Kebanyakan ditemukan pada

usia antara 20 sampai 36 tahun4,5.

Faktor penyebab karsinoma testis tidak jelas, faktor genetic, infeksi virus

atau penyebab lain atau trauma testis tidak mempengaruhi terjadinya tumor ini.

Penderita kriptokismus atau bekas kriptokismus mempunyai risiko lebih tinggi

untuk tumor testis ganas. Walaupun pembedahan kriptokismus pada usia muda

mengurangi insiden tumor testis sedikit, risiko terjadinya tumor tetap tinggi.

Rupanya kriptokismus merupakan suatu ekspresi disgenesia gonad yang

berhubungan dengan transformasi ganas4,5.

Penggunaan hormone dietilstilbestrol yang terkenal sebagai DES, oleh ibu

pada kehamilan dini meningkatkan risiko tumor ganas pada alat-alat kelamin bayi

pada usia dewasa muda, yang berarti karsinoma testis untuk janin lelaki4,5.

Dari berbagai klasifikasi tumor testis ganas, klasifikasi WHO makin sering

dipakai. Selain seminoma yang memang berasal dari sel germinal, terdapat

karsinoma embrional, teratoma, dan koriokarsinoma yang digolongkan

nonseminoma, yang dianggap berasal dari sel germinal pada tahap perkembangan

lain histogenesis. Seminoma meliputi sekitar 40% dari tumor ganas testis.

Koriokarsinoma jarang sekali ditemukan (1%)4,5.

Seminoma testis adalah tumor ganas yang berasal dari sel germinal yaitu

berasal dari spermatogonium. Seminoma cenderung tumbul secara lebih lambat

dibanding dengan tumor germinal lainnya. Pada penampilan klinisnya, 75% akan

3

Page 4: seminoma

melibatkan testis, 15% melibatkan kelenjar limfe regional, dan 10% telah

menyebar sampai ke visera atau nodus limfatikus yang jauh4,5.

Secara keseluruhan angka bertahan hidup adalah 85%, dengan lebih dari

90% bertahan bila tumor hanya terdapat di testis. Seminoma sangat radiosensitif.

HCG dihasilkan oleh 5% sampai 10%, tapi tidak ada seminoma diferensiasi buruk

yang memproduksi AFP. Peningkatan kadar AFP mengekslusikan diagnosis

seminoma diferensiasi buruk. Seminoma memiliki beberapa subtype diantaranya

seminoma klasik (85%), seminoma anaplastikj (10%) dan seminoma

spermatositik (5%)4,5.

Gambaran khas seminoma sama seperti tumor testis lainnya yaitu adanya

benjolan dalam skrotum yang tidak nyeri dan tidak diafan. Gejala lain seperti

nyeri pinggang, perut kembung, dispnea atau batuk dan ginekomastia, gejala-

gejala ini menunjukkan metastase yang luas. Radioterapi masih merupakan terapi

yang paling baik untuk seminoma, karena seminoma merupakan kanker yang

radiosensitif4,5.

4

Page 5: seminoma

2. TESTIS

2.1 Anatomi dan Histologi

Setiap testis dikelilingi oleh simpai tebal jaringan ikat kolagen, yaitu

tunika albuginea. Tunika albuginea menebal pada permukaan posterior testis dan

membentuk mediastinum testis, tempat penjuluran septa fibrosa ke dalam

kelenjar, yang membagi kelenjar menjadi sekitar 250 kompartemen pyramid yang

disebut lobulus testis. Setiap lobulus dihuni oleh 1-4 tubulus seminiferus yang

terpendam dalam dasar jaringan ikat longgar yang banyak mengandung pembuluh

darah dan limfe, saraf dan sel interstitial (leydig). Tubulus seminiferus

menghasilkan sel kelamin pria, yaitu spermatozoa, sedangkan sel interstitial

menyekresikan androgen testis1,6,9,11.

Gambar 1. Anatomi Testis12.

5

Page 6: seminoma

Testis berkembang secara retroperitoneal dalam dinding dorsal rongga

abdomen. Testis bermigrasi selama perkembangan fetus dan akhirnya turun ke

dalam skrotum, setiap testis membawa serta suatu kantung serosa, yakni tunika

vaginalis, yang berasal dari peritoneum. Tunika ini berasal dari lapisan parietal di

luar dan lapisan visceral di sebelah dalam, yang membungkus tunika albuginea

pada sisi anterior dan lateral testis4,5.

Tubulus Seminiferus

Gambar 2. Gambaran Histologis Tubulus Seminiferus dan Jaringan Interstitial Testis.

Tubulus seminiferus dibatasi oleh epitel bertingkat yang terdiri dari sel dengan berbagai

tingkat spermatogenesis dan spermiogenesis. Sel yang nonspermatogenik adalah sel

sertoli12.

Spermatozoa dihasilkan di tubulus seminiferus. Setiap testis memiliki 250-

1000 tubulus seminiferus . setiap tubulus seminiferus dilapisi oleh epitel berlapis

majemuk, garis tengahnya lebih kurang 150-250 µm dan panjangnya 30-70 cm.

panjang seluruh tubulus satu testis mencapai 250 m. tubulus itu berkelok-kelok

dan berawal sebagai saluran buntu. Diujung setiap lobules, lumennya menyempit

6

Page 7: seminoma

dan berlanjut ke dalam ruas pendek yang dikenal sebagai tubulus rectus, atau

tubulus lurus yang menghubungkan tubulus seminiferus dengan labirin saluran

berlapis epitelyang beranastomosis, yaitu rete testis. Kira-kita 10 sampai 20

duktuli efferentes menghubungkan rete testis dengan bagian sefalik epididimis.

Tubulus seminiferus terdiri atas suatu lapisan jaringan ikat fibrosa, lamina basalis

yang berkembang baik, dan suatu epitel germinal atau seminiferus, yang

kompleks. Tunika propria fibrosa yang membungkus tubulus seminiferus terdiri

atas beberapa lapis fibroblast, lapisan terdalam melekat pada lamina basalisterdiri

aatas sel mioid gepeng, yang memperlihatkan cirri otot polos. Sel-sel interstitial

menempati sebagian besar ruang diantara tubulus seminiferus6.

Gambar 3. Tubulus seminiferus

Gambaran ini menunjukkan diferensiasi deret spermatozoa yang berasal dari

spermatogonium (SG) yang berada di basal. Spermatosit primer yang besar (SC)

merupakan hasil pembagian meiosis yang pertama. Spermatid yang kecil dan haploid

(ST) memiliki inti yang bulat pada awalnya, namun bentuk dewasanya akan berubah

memiliki inti yang memanjang, dan flagella sehingga disebut spermatozoa (SZ). Sel

Sertoli (S) diidentifikasi dari bentuk nukleinya yang oval atau seperti mutiara yang berada

di lamina basalis, dan intinya prominen. Tubulus dikelilingi oleh sel mioid peritubular

(M) dan sekelompok sel endokrin yaitu sel Leydig yang tampak pada jaringan

interstitial12.

7

Page 8: seminoma

Epitel tubulus seminiferus terdiri atas dua sel yaitu sel sertoli atau sel

penyokong dan sel-sel yang membentuk garis keturunan spermatogenik. Sel-sel

turunan spermatogenik tersebar dalam 4 sampai 8 lapisan. Fungsinya adalah

menghasilkan spewrmatozoa. Produksi spermatozoa disebut spermatogenesis,

yaitu suatu proses yang emncakup pembelahan sel melalui mitosis dan meiosis

serta diferensiasi akhir spermatozoa yang disebut spermiogenesis6.

Spermatogenesis

Spermatogenesis merupakan proses pembentukan spermatozoa. Proses ini

dimulai dengan sel benih primitive, spermatogonium, yang reltif kecil,

berdiameter sekitar 12 µm, dan berada dekat dengan lamina basal epitel. Pada saat

terjadinya pematangan sistem kelamin, sel ini mulai mengalami mitosis, dan

menghasilkan generasi sel-sel yang baru. Sel-sel yang baru dibentuk dapat

mengikuti satu dari dua jalur; sel ini dapat terus membelah sebagai sel induk, yang

dcisebut juga spermatogonium tipe A dan bisa berdiferensiasi selama siklus

mitosis yang progresif mnenjadi spermatogonium tipe B. spermatogonium tipe B

merupakan sel progenitor yang akan berdiferensiasi menjadi spermatosit primer6.

Dari pembelahan meiosis pertama ini timbul sel yang berukutran lebih

kecil disebut spermatosit sekunder, pembelahan spermatosit sekunder

menghasilkan spermatid. Hormon merupakan faktor yang paling berpengaruh

pada spermatogenesis. Spermatogenesis bergantunng pada kerja FSH dan LH dari

hipofisis pada sel-sel testis. LH bekerja pada sel-sel interstitial yang merangsang

pembentukan testosterone yang diperlukan untuk perkembangan normal sel dari

keturunan spermatogenik. FSH diketahui bekerja pada sel sertoli, yang

merangsang adenilil siklase dan akhirnya meningkatkan keberadaan cAMP; FSH

juga memudahkan sintesis dan sekresi protein pengikat androgen. Protein ini

bergabung dengan testosterondan mengangkutnya ke dalam lumen tubulus tubulus

seminiferus, spermatogenesis dirangsang oleh testosterone dab dihambat oleh

estrogen dan progesteron6.

Suhu sangat penting dalam regulasi spermatogenesis, yang hanya

berlangsung pada suhu dibawah suhu tubuh sebesar 370C. besar suhu testis sekitar

8

Page 9: seminoma

350C dan dikendalikan oleh beberapa mekanisme. Suatu pleksus vena yang luas

(pleksus pampiniformis) mengelilingi setiap arteri testikularis dan membentuk

sistem arus balik sistem pertukaran panas yang penting untuk mempertahankan

suhu testis yang rendah. Faktor lainnya adalah penguapan keringat dari skrotum

yang membantu pengeluaran panas dan kontraksi m.kremaster di funikulus

spermatikus, yang menarik testis dari kanalis inguinalis, tempat terjadinya

peningkatan suhu testis6.

Gambar 4. Proses Spermatogenesis5.

Spermiogenesis

9

Page 10: seminoma

Spermiogenesis merupakan tahap akhir produksi spermatozoa.

Spermiogenesis adalah proses transformasi spermatid menjadi spermatozoa, yaitu

sel yang sangat dikhususkan untuk menyampaikan DNA pria kepada ovum. Tidak

terjadi pembelahan sel selama proses ini berlangsung6,7.

Spermatid dapat dikenali dari ukurannya yang kecil dan intinya dengan

daerah kromatin padat . letak spermatid dalam tubulus seminiferus adalah dekat

lumen. Spermiogenesis adalah suatu proses perkembangan yang rumit

yang mencakup pembentukan akrosom, pemanjangan dan pembentukan inti,

pembentukan flagellum dan hilangnya sebagian besar sitoplasma. Hasil akhirnya

adalah spermatozoa matang, yang kemudian dilepaskan ke dalam lumen tubulus

seminiferus. Spermiogenesis dapat dibagi menjadi 3 fase6,7:

1. Fase Golgi

Sitoplasma spermatid mengandung kompleks golgi yang mencolok

di dekat inti, mitokondria, sepasang sentriol, ribosom bebas, ribosom

bebas, dan tubulus reticulum endoplasma halus, granula proakrosom kecil

yang memberikan hasil positif terhadap reaksi PAS, berkumpul di

kompleks golgi dan kemudian menyatu membentuk satu granula akrosom

yang terdapat dalam vesikel akrosom berbatas membrane. Sentriol

bermigrasi ke posisi di dekat permukaan sel dan berhadapan dengan

akrosom yang sedang terbentuk. Aksonema berflagela mulai terbentuk dan

sentriol bermigrasi ke posisi di dekat permukaan sel dan berhadapan

dengan akrosom yang sedang terbentuk. Aksonema berflagela mulai

terbentuk dan sentriol bermigrasi kembali kearah inti, sambil memilin

komponen aksonema sewaktu sentriol berpindah.

2. Fase Akrosom

Vesikel dan granula akrosom menyebar untuk menutupi belahan

anterior inti yang memadat dan kini dikenal sebagai akrosom. Akrosom

mengandung beberapa enzim hidrolitik, seperti hialuronidase,

neuramidase, fosfatase asam, dan suatu protease yang memiliki aktivitas

seperti tripsin. Jadi, akrosom berfungsi sebagai lisosom berjenis khusus.

Enzim-enzim ini diketahui diketahui berfungsi melepaskan sel dari korona

10

Page 11: seminoma

radiata dan mencerna zona pelusida, yaitu struktur yang mengelilingi

oosit. Selama fase spermiogenesis ini, inti spermatid akan terorientasi kea

rah basis tubulus seminiferus, dan aksonema terjulur ke dalam lumennya.

Selain itu, inti menjadi lebih panjang dan lebi padat. Salah satu dari

sentriol tumbuh secara bersama yang membentuk flagellum. Mitikondria

berkumpul di sekitar bagian proksimal flagellum dan membentuk bagian

tebal yang dikenal sebagai bagian tengah, yaitu tempat bangkitnya

pergerakan spermatozoa.

Perpindahan mitokondria ini merupakan contoh lain dari

pemusatan organel tersebut di tempat-tempat yang berhubungan dengan

berhubungan dengan pergerakan sel dan konsumsi energi yang tinggi,

gerakan flagellum merupakan fungsi dari mikrotubulus, ATP, dan dinein,

yaitu suatu protein dengan aktivitas ATPase.

3. Fase Pematangan (Maturasi)

Sitoplasma residu dibuang dan difagositosis oleh sel sertolidan

spermatozoa dilepaskan ke dalam lumen tubulus.

11

Page 12: seminoma

Gambar 5. Mekanisme Spermiogenesis6.

12

Page 13: seminoma

3. SEMINOMA TESTIS

Definisi

Seminoma testis adalah salah satu jenis karsinoma testis yang berasal dari

sel germinativum turunan gonadal dengan gambaran histopatologis yang ditandai

oleh bentukan sel besar dengan batas yang jelas, sitoplasma jernih kaya akan

glikogen dan nucleus bulat dengan nucleolus jelas1,2,3.

Epidemiologi

Kanker testis, secara histopatologis oleh WHO dikalsifikasikan menjadi

sel tumor germinal dan sel tumor nongerminal. 95% tumor testis berasal dari

tumor germinal, tumor germinal terdiri atas seminoma dan nonseminoma.

Seminoma berdasarkan histopatologisnya Secara keseluruhan, germinal sel tumor

adalah tumor ganas yang paling sering pada laki-laki muda. Di Amerika tahun

2005, diperkirakan terdapat 8000 kasus diagnosa baru kanker testis, sedikit lebih

sering dibanding limfoma Hodgkin. Germinal sel tumor memiliki distribusi umur

bimodal, sebagian besar didiagnosa pada laki-laki berumur 15 sampai 25 tahun,

dan yang kedua, puncak yang lebih kecil pada usia 60 tahun. Diantara kanker

germinal, yang paling besar insidensinya adalah seminoma, dan memiliki

histologis yang berbeda serta biologi yang kurang agresif dibanding yang

lainnya1,2,3.

Faktor Risiko

Tidak ada etiologi yang jelas yang telah disimpulkan untuk kanker testis,

beberapa tampilan klinis telah ditemukan berhubungan dengan insidensi kanker

testis1,2,3.

Beberapa penelitian case control dan cohort telah menyimpulkan bahwa

kriptokismus adalah faktor risiko mayor yang telah diidentifikasi dalam

terjadinya kanker testis, meski hanya 10% kasus yang berhunungan dengan faktor

13

Page 14: seminoma

risiko ini. Saat muncul, kriptokismus menyumbakan risiko relative sebesar 2,5

smapai 17,1. Luasnya kisaran risiko relative ini terjadi karena adanya

kebingungan diagnosis yang konsisten antara kriptokismus yang sebenarnya

dengan retraktil testis, dan testis yang terlambat mengalami desensus padahal

kemudian akan mengalami desensus. sangat penting bahwa risiko ini juga terjadi

pada testis kontralateral yang secara normal mengalami desensus. dilakukannya

orkidopeksi memberikan efek protektif telah menjad i suatu simpulan.

Berdasarkan latar belakang biologic, adanya prosedur orkidopeksi dan insidens

kontralateral kanker secara kuat menunjukkan bahwa risiko terjadinya kanker

testis adalah krna adanya abnormalitas perkembangan gonad yang lebih donminan

dibandingkan dengan malposisi anatomi1,2,3.

Laki-laki dengan riwayat kanker testis memiliki kira-kira 24 kali lipat

peningkatan risiko kanker testis pada kontralateral testis, semakin memperkuat

peran predisposisi genetik dalam pathogenesis kanker testis1,2,3.

Kejadian Familial pada kanker testis germinal jarang, terhitung hanya

sekitar 1,5 % dari semua pasien yang telah didiagnosis. Sehingga, observasi

sangat penting dilakukan untuk mereka yang memiliki hubungan keluarga saat

berusia 15-25 tahun dimana pada usia tersebut berisiko tinggi untuk terkena

kanker testis. Beberapa faktor tambahan telah diduga berhubungan dengan kanker

testis. Diantaranya adalah trauma skrotum, namun sulit menemukan

hubungannya. Beberapa pajanan toksin diduga berhubungan dengan terjadinya

kanker testis, yang paling sering disebutkan adalah pajanan diethylstilbestrol

(DES) saat dalam rahim. Selain DES, tidak ada pajanan toksin yang secara jelas

meningkatkan risiko terjadinya kanker testis. Seperti daintaranya riwayat hernia

inguinal, orkitis virus, peningkatan suhu skrotum, varikokel dan infeksi HIV

dihubung-hubungkan dengan tejadinya kanker testis germinal, namun tidak ada

data pasti yang menyimpulkan peranan toksin tersebut terhadap terjadinya kanker

sel germinal1,2,3.

14

Page 15: seminoma

Gejala Klinis

Hampir duapertiga pasien dengan kanker testis datang dengan keluhan

testis yang membesar atau membengkak, atau benjolan pada testis yang tidak

nyeri. Diantara 30% kasus pembesaran testis dapat disertai dengan nyeri sekunder

akibat perdarahan atau infark yang terjadi karena tumor. Adanya nyeri disertai

dengan riwayat trauma dan tanda-tanda peradangan, harus dipikirkan differensial

diagnosis lainnya seperti diantaranya torsio testis, epididimitis, orkhitis, hidrokel,

spermatokel dan hematoma. Harus sangat dipikirkan bahwa tidak adanya nyeri,

pada semua massa intraskrotal harus diduga kea rah adanya keganasan2.

Seminoma biasanya paling awal akan melibatkan nodus retroperitoneal

sebagai daerah metastase awalnya. Mereka memiliki kecenderungan untuk

meloncati nodus mediastinal untuk kemudian bernetastase dan melibatkan nodus

supraklavikular sinistra. Paru-paru dan tulang adalah area paling sering sebagai

metastase non kelenjar getah bening. Penyebaran ke otak tidak teradi. Gejala

konstitusional biasanya tidak sering terjadi, namun rasa nyeri dari kelenjar getah

bening retroperitoneal yang membesar adalah gejala yang lebih sering muncul1,2,3.

Evaluasi Radiografi

USG adalah sarana diagnostic yang reliable dan efektif untuk

membedakan abnormalitas testicular dan paratestikular. USG transskrotal adalah

pilihan pertama untuk mengevaluasi lebih lanjut pasien dengan massa dan atau

nyeri di testis. Testis yang normal memiliki echotekstur yang normal, sementara

kanker testis biasanya muncul sebagai lesi hipoekoik soliter. Dalam kasus dimana

terdapat perdarahan atau nekrosis intratumor akan didapatkan gambaran ekogenik

yang lebih heterogen. Secara jarang, MRI testis digunakan bila hasil dari USG

meragukan. Sangat penting diingat bahwa, semua pasien memerlukan evaluasi

bilateral agar insiden penyakit bilateral sangat meningkat2,3.

15

Page 16: seminoma

Gambar 6. Gambaran USG Seminoma Testis2

Gambar 7. Gambaran MRI Seminoma Testis2

Diagnosis Jaringan

Biopsy transkrotal dikontraindikasikan untuk mendiagnosis massa yang

diduga neoplasma testis kartena prosedur ini merusak sistem limfatik regional,

dan secara potensial menganggu penyebaran nodus yang telah diprediksikan. hal

ini akan memiliki implikasi terapetik pasien yang seharusnya mendapatkan

kemoterapi. Jadi yang terbaik adalah dilakukan radikal orkiektomi, dan dilakukan

biopsy terbuka melalui insisi inguinal untuk dapat dilakukan pemeriksaan yang

diperlukan dan sampling jaringan dengan risiko kontaminasi scrotal dan inguinal

yang minimal1,2,3.

16

Page 17: seminoma

Gambar 8. Gambaran Histopatologis Seminoma9.

Marker Tumor Karsinoma Testis

Marker serum, terutama human chorionic gonadotropin (hCG), alpha-

fetoprotein (AFP), dan lactate dehydrogenase (LDH; particularly isoenzyme 1),

memiliki diagnostic unik dan signifikansi prognostic pada germinal sel tumor.

Penanda tumor yang paling sering diperiksa pada tumor testis adalah1,2,3 :

1. alpha-fetoprotein (AFP) adalah suatu glikoprotein yang diproduksi

oleh karsinoma embrional, teratokarsinoma, atau tumor yolk sac, tetapi

tidak diproduksi oleh koriokarsinoma murni dan seminoma murni.

Penanda tumor ini memiliki masa paruh 5-7 hari.

2. human chorionic gonadotropin (hCG) adalah suatu glikoprotein yang

pada keadaan normal diproduksi oleh jaringan trofoblas. Penanda

tumor ini meningkat pada semua pasien koriokarsinoma, pada 40-60%

pasien karsinoma embrional, dan 5-10% pasien seminoma murni. HCG

mempunyai waktu paruh 24-36 jam.

17

Page 18: seminoma

Diagnosis dan Histologi Seminoma

Sebagai salah satu jenis dari Germinal Cell Tumor (GCT), dikatakan

seminoma bila memiliki dua kriteria: (1) tumor sel germinal yang terdiri secara

eksklusif gambarang histopatologis seminoma, dan (2) AFP serum yang normal.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, AFP hanya berasal dari sel tumor

embrional, tumor sinus endodermal, atau bagian dari teratoma, dan bila kada AFP

naik (yang tidak disebabkan oleh penyakit liver atau kaussa lain yang tidak dapat

diidentifikas0) meskipun terdapat gambaran histopatologis seminoma, tumor akan

diklasifikasikan sebagai tumor campuran atau nonseminomatous germ cell tumor

(NSGCT)1,2,3.

Seminoma adalah tipe dari GCT, terhitumg setidaknya mendekati 50%

kasus, dan terhitung kebanyakan kasus GCT didiagnosa pada laki-laki diatas 50

tahun. Dua jenis subkelas seminoma telah diidentifikasi: yaitu seminoma klasik

dan spermatositik seminoma. Seminoma klasik lebih sering, dan lebih

berhubungan dengan kriptokismus. Hal ini cenderung bilateral. Secara histologis,

tumor ini didefinisikan sebagai proliferasi monoton sel yang besar, dan bentuknya

bulat, oleh karenanya disebut "fried egg" appearance yang tersusun dalam barisan

dengan nuclei dan nucleolus yang bwsar dan berada di sentral. Tumor ini sering

terlihat dengan adanya infiltrate limfositik. Pada literature lainnya disebutkan

bahwa gambaran histopatologis seminoma adalah sel besar dengan batas jelas,

sitoplasma jernih kaya akan glikogen dan nucleus bulat dengan nucleolus yang

jelas. Sel sering tersusun dalam lobulus-lobulus kecil dengan sekat fibrosa

diantaranya. Biasanya juga terdapat sebukan sel limfositik yang menutupi sel

neoplastik . secara makroskopis seminoma biasanya ditandai dengan tumor besar,

lunak, berbatas tegas, biasanya homogen dan berwarna putih abu-abu yang

menonjol1,2,3.

18

Page 19: seminoma

Gambar 9. Gambaran Histopatologis Seminoma Klasik12

Gambar 10. Gambaran Histopatologis Seminoma Spermatositik12

Spermatositik seminoma adalah variasi seminoma yang tidak sering,

terhitung setidaknya 10% dari semua kasus seminoma. Kanker ini biasanya terjadi

pada laki-laki diatas 50 tahun dan bilateral pada 10% kasus. Secara histopatologis,

tumor ini mengandung campuran sel yang berukuran sedang, sel tumor besar

berinti satu atau banyak dan sel kecil dengan nucleus bulat yang mirip dengan

spermatosit sekunder. Tumor ini cebderung untuk tumbuh secara sangat lambat

dan menunjukkan kecenderungannya untuk bermetastase rendah. Mereka

memiliki prognosis yang sangat baik dan jarang membutuhkan terapi apa apa

selain reseksi1,2,3.

19

Page 20: seminoma

Gambar 11. Staging Seminoma Testis13.

Managemen Seminoma Testis13

Managemen untuk tumor Primer

Orchiectomy adalah pilhan standar yang dapat dilakukan dan partial

orchiectomy mungkin dilakukan pada kondisi yang spesifik. Pembedahan pada

langkah primer harus dilakukan sebelum terapi lainnya, kecuali terdapat metastase

yang mngancam jiwa dan telah tegak diagnosis germinal sel tumor melalui adanya

peningkatan tumor marker yang membutuhkan kemoterapi sesegera mungkin.

Tumor marker harus dilakukan pemeriksaannya sebelum pembedahan dan bila

20

Page 21: seminoma

meningkat, 7 hari setelah pembedahan untuk mebedakan kinetika waktu paruh

tumor tersebut. Tumor marker harus dimonitor sampai normal. Marker juga harus

diperiksa setelah pembedahan meskipun nilai tumor marker tersebut normal.

Radikal Orkiektomi

Radikal orkiektomi dilakukan melalui insisi inguinal. Berbagai bu=iopsi

transkrotal kontraindikasi untuk dilakukan. Tumor yang berada di testis direseksi

beserta dengan funikulus spermatikusnya sampai pada level cincin inguinal.

Dilakukan pula biopsi frozen section pada kasus yang meragukan sebelum

pembedahan definitif.

Partial Orkiektomi

Partial orkiektomi harus dilakukan pada pembedahan untuk

menyelamatkan suatu organ, hanya dilakukan di center-center dengan pengalaman

yang tinggi. Dan beberapa, pada kasus tumor testis bilateral yang sinkron, tumor

testis yang soliter dan atrofi testis kontralateral dengan fungsi endokrin yang baik.

Setelah reseksi lokal, daerah sekitar lokasi reseksi biasanya mengandung TIN,

namun bisa dihancurkan oleh radioterapi adjuvant.

Biopsy kontralateral untuk diagnosis TIN

Beberapa, 3-5% dari pasien yang memiliki karsinoma testis memilki risiko

untuk terjadi keganasan pada testis kontralateralnya. Bila tidak mendapatkan

terapi, TIN akan berkembang menjadi karsinoma pada &)% pasien yang positif

terdapat TIN di testis kontralateralnya dalam 7 tahun. Sensitifitas dan spesifitas

biopsy random sangat tinggi untuk mendeteksi TIN. Bila pasien telah

mendapatkan kemoterapi biposi tidak boleh dilakukan saat < 2 tahun sebelum

terapi.

Terapi TIN

Bila TIN telah didiagnosis, maka terapi definitive sesegera mungkin

dibutuhkan. Bila fertilitas tidak menjadi bahan pertimbangan, maka iradiasi

21

Page 22: seminoma

dengan 16–20 Gy (2 Gy fraction,5x/minggu) harus diberikan. Pada pasien \

dengan TIN dan tanpa tumor gonad, orchiectomy lebih dipilih dibanding iradiasi

karena berpotensi merusak testis yang kontralateralnya. Pada pasien TIN yang

menerima kemoterapi, kemoterapi mengeradikasi TIN pada dua pertiga pasien.

Kesimpulannya, terapi pada TIN hanya diindikasikan bila biopsy ulang setelah

kemoterapi dipertimbangkan; namun tidak kurang dari 2 tahun setelah

kemoterapi.

Terapi untuk Stadium 1

75% pasien dengan seminoma yang didiagnosis sedang berada pada

stadium 1, dengan angka bertahan hidup >99% dengan strategi terapi terpilih.

Terapi aktif melalui kemoterapi adjuvant harus dicegah dan digantikan dengan

surveilen risiko individual untuk kambuh.

Angka kekambuhan 5 tahun adalah 12%, 16% dan 32% pada pasien tanpa

faktor risiko, dengan satu faktor risiko dan dengan dua faktor risiko (ukuran tumor

‡4 cm; invasi pada rete testis). Pada 97% kekambuhan terjadi pada nodus

retroperitoneal atau iliaca atas. Kekambuhan setelah 10 tahun adalah kasus yang

sangat jarang. Dengan strategi surveilen tersebut, hampir 88% pasien populasi

standar tidak membutuhkan suatu terapi setelah ablasi tumor lokal. Bila surveilen

tidak diterapkan, ajuvan paling efektif adalah carboplatin (satu siklus) atau ajuvan

radioterapi (20 Gy dalam 2 Gy fractions; para-aorticfields).

Terapi Stadium IIA (lymph nodes1–2 cm)/borderline IIB (lymph nodes 2–2.5

cm)

Stadium klinik seminoma IIA harus diverifikasi dengan imaging standar

contohnya seperti biopsy, sebelum dilakukan kemoterapi sistemik awal..

Terapi standar radioterapi pada para-aortic dan iliaka ipsilateral

radiotherapy 30 Gy dalam 2 Gy fractions. Chemotherapy (PEB untuk tiga siklus

atau PE untuk empat siklus, bila ada argumentasi yang tidak setuju terhadap

bleomicin) adalah pilihan ekuivalen dengan toksistas yang berbeda dan lebih akut

namun menurunkan risiko kanker sekunder.

22

Page 23: seminoma

Terapi stadium IIB (lymph nodes 2.5–5 cm)

PEB untuk 3 siklus adalah standarnya (untuk jadwal 3 sampai 5 hariuntuk

pasien yang menolak atau bukan kandidat untuk menerima kemoterapi para-

aortic dan ililaka ipsilateral iliac dipajankan dengan radiotherapy sampai 36 Gy

dalam 2 Gy fractions adalah standar.

Terapi untuk seminoma tahap lanjut IIC/III

Kemoterapi dengan PEB adalah terapi standar: tiga siklus untuk pasien

dengan prognosis baik (jadwal 3 atau sampai 5 hari) dan 4 siklus untuk pasien

dengan prognosis intermediet (5jadwal 5 hari). pada kasus dengan peningkatan

risiko terhadap bleomicin yang menginduksi toksisitas terhadap paru-paru, maka

tiga siklus PEB pada pasien dengan prognosis yang baik digantikan dengan empat

siklus PE. Pada pasien dengan prognosis intermediet, pengganti bleomicin adalah

ifosphamide, tanpa meningkatkan jumlah siklus.

Kemoterapi terdiri dari PEB diberikan jadwal 5- atau 3-day untuk pasien

dengan prognosis yang baik dan jadwal 5-hari untuk prognosis intermediet.

Jadwal 5 hari adalah cisplatin 20 mg/m2 (30–60 min), hari pertama sampai

kelima; etoposide 100 mg/m2 (30–60 min), hari kesatu sampai kelima; bleomycin

30 mg (absolute) bolus, hari 1, 8 dan 15.

Protokol 3 hari adalah cisplatin 50 mg/m2 (30–60 min), hari 1–2;

etoposide 165 mg/m2 (30–60 min), hari ke 1–3; bleomycin 30 mg (absolute)

bolus, hari ke 1, 8 dan 15. Pada kasus dengan respon yang lengkap, follow up

dibutuhkan. Pada kasus dengan tumor residual >3 cm, PET scan (minimal 6

minggu setelah kemoterapi) direkomendasikan, tatpi hanya pilihan bila tumor

residual <3 cm).

Bila PET scan menunjukkan tumor residual yang masih aktif, maka

reseksi lokal dibutukan. Bila PET scan negatif, hanya dilakukan follow-up tanpa

terapi aktif. Bila tidak ada PET Scan, lesi >3 dapat direseksi dapat juga ditunggu

sampai mengalami resolusi atau progresi.

23

Page 24: seminoma

Gambar 3. Alogaritma Tatalaksana Seminoma Testis4

24

Page 25: seminoma

IV. KEPUSTAKAAN

1. Guyton, A. C., Hall, J. E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (Edisi 11). Alih Bahasa oleh Irawati et al. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

2. Anderson, MD. 2005. Mannual of Medical Oncology. Texas : Mc. Graw hill.

3. Chabner, B.A., et all., 2007. Harrison’s Mannual of Oncology. London : Mc. Graw Hill.

4. Jong, W.D. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah.Jakarta : EGC.

5. Price, S. A. & Wilson, L. M. 2006. Patofisiologi (Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit) (Edisi Keenam). Alih Bahasa oleh Brahm U. Pendit et al. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

6. Faiz, O., and Davidz, M. 2002. At a glance Anatomy. London : Blackwell Science.

7. Hellman, et all., 2001. Cancer: Principles and Practice of Oncology 6th edition. William & Wilkins Publishers.

8. Kumar and Kotran. 2007. Buku Ajar Patologi Robins 7th. Jakarta : EGC

9. Junqueira and Carneiro. 2004. Histologi Dasar Edisi 10. Alih bahasa oleh Jan Tambayong et al. Jakarta: EGC

10. William and Weinberg. 2002. Rules for Making Human Tumor Cells. http://nejm.org//021902

11. Putz and Pabs. 2007. Atlas Anatomi Sobotta. Alih bahasa oleh Joko Suyono, dkk. Jakarta : EGC.

12. Isabell A, et al. 2004. Pathology of Germ Cell Tumors of the Testis. Department of Genitourinary Pathology at the Armed Forces Institute of Pathology,Washington, DC.

13. Schmoll, et al. 2009. Testicular seminoma: ESMO Clinical

Recommendations for diagnosis, treatment and follow-up. Annals of

Oncology 20 (Supplement 4): iv83–iv88, 2009

25