seminar 3 me

36
LAPORAN KASUS I MODUL ORGAN MENTAL EMOSIONAL Seorang Wanita dengan Keluhan Mengigau, Teriak-Teriak, dan Kedua Kaki Nyeri KELOMPOK VII 03009159 Muhammad Aries Fitrian 03009160 Muhammad Taufiq Hidayat 03009161 Muthi Melatiara 03009162 Mutiara Citraristi 03009163 Nabila Syafira Audi S 03009223 Sara Vigorousty Loppies 03009225 Sartika Rixky Hapsari 03009226 Satria Pinandita Suhartoyo P 03009227 Savitri Sirait 03009229 Sela Arini Putri 03009270 Windy Ayu Safitri 03009272 Yani Nur Indrasari 03009273Yehezkiel Kurniawan 1

Upload: muhammad-ridhwan-fatharanifurqan

Post on 02-Dec-2015

193 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Seminar 3 Me

LAPORAN KASUS I

MODUL ORGAN MENTAL EMOSIONAL

Seorang Wanita dengan Keluhan Mengigau, Teriak-

Teriak, dan Kedua Kaki Nyeri

KELOMPOK VII

03009159 Muhammad Aries Fitrian

03009160 Muhammad Taufiq Hidayat

03009161 Muthi Melatiara

03009162 Mutiara Citraristi

03009163 Nabila Syafira Audi S

03009223 Sara Vigorousty Loppies

03009225 Sartika Rixky Hapsari

03009226 Satria Pinandita Suhartoyo P

03009227 Savitri Sirait

03009229 Sela Arini Putri

03009270 Windy Ayu Safitri

03009272 Yani Nur Indrasari

03009273 Yehezkiel Kurniawan

Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti

Jakarta, 11 Mei 2012

1

Page 2: Seminar 3 Me

BAB I

PENDAHULUAN

Demam tifoid, juga dikenal sebagai demam enterik, adalah suatu penyakit yang

berpotensi menyebabkan gejala multisistemik yang fatal, disebabkan oleh Salmonella

typhi. Gejala klinis yang klasik termasuk demam, malaise, nyeri abdomen yang difus, dan

konstipasi. Demam typhoid masih merupakan masalah besar di indonesia bersifat sporadik

endemik dan timbul sepanjang tahun. Kasus demam typhoid di Indonesia, cukup tinggi

berkisar antara 354-810/100.000 penduduk pertahun. Di Palembang dari penelitiaan

retrospektif selama periode 5 tahun (2003-2007) didapatkan sebanyak 3 kasus (21,5%)

penderita demam typhoid dengan hasil biakan darah salmonella positif dari penderita yang

dirawat dengan klinis demam tifoid.

Apabila tidak diobati, demam tifoid dapat menjadi penyakit yang merepotkan yang

dapat berkembang menjadi delirium, obtundasi, perdarahan intestinal, perforasi usus, dan

kematian. Orang yang selamat dapat mengalami komplikasi neuropsikiatri jangka panjang

atau permanen. Pada kasus ini akan dijelaskan lebih rinci tentang timbulnya gejala

neuropsikiatri yang timbul dengan didahului adanya penyakit demam tifoid. Kelainan

neuropsikiatri tersebut dapat timbul pada pasien ini karena endotoksin dari bakteri tersebut

beredar dan berikatan dengan struktur basis kranii menimbulkan enselopati dengan cincin

perdarahan, thrombus kapiler, mielitis dan sindroma guillian barre yang nantinya

mengganggu system saraf. Sedangkan gangguan mental bisa juga terjadi di sebabkan karena

sumbatan fibrin pada pembuluh darah otak (DIC). Untuk selanjutnya, di makalah ini akan di

jelaskan lebih detail tentang penyakit tifoid dan gangguan psikiatri.(1)

BAB II

LAPORAN KASUS

I. SKENARIO KASUS

Skenario I

2

Page 3: Seminar 3 Me

Nn. I, 21 tahun dibawa ke Untit Gawat Darurat RSP Trisakti Sabar- Subur Cimone

Tanggerang oleh ibunya dengan keluhan mengigau ,teriak – teriak, kedua kaki nyeri dan

lemah/ tidak kuat untuk berjalan sendiri.

Skenario II

Pagi itu anda sebagai seorang koasisten yang sedang bertugas di UGD setelah pasien Nn. I

diberi kartu berobat dan anda mendapat giliran memeriksa paksien,maka anda menuju meja

periksa dengan percaya diri layaknya seorang dokter muda karena telah mempunyai bekal

untuk pemeriksaan dari hasil diskusi skenario I.

Pasien didorong naik kursi roda oleh ibunya kearah meja periksa, kemudian didudukan pada

kursi yang tersedia didepan meja pemeriksa. Ibu pasien menyatakan bahwa dirinya sangat

terkejut ketika pasien mengigau berteriak-teriak kemudian esok harinya minta ditopang

bahunya untuk dapat berjalan ketempat tidur ” kaki saya lemas dua-duanya,pegal pegal dan

linu –linu seperti lumpuh ”.

Skenrio III

Ibunya mengatakan bahwa putrinya sebelum memperlihatkan keanehan ini mengalami pusing

dan tidak enak badan, BAB 4-5 kali/hari dengan konsistensi cair. Sejak 4 hari yang lalu,

makan sedikit karena merasa mual disertai muntah. Anaknya mulai mengigau memanggil –

manggil almarhum neneknya dan berteriak ada temannya yang berniat menjahati dirinya.

Nn I mengatakan bahwa dirinya tidak sakit, memang benar melihat neneknya yang sudah

meninggal datang berkali-kali,namun hanya mendatanginya dan tidak mau diajak bicara.

Teman kerjanya iri pada dirinya dan selalu menceritakan akan mencelakainya.

Skenario IV

Pada pemeriksaan didapati:

3

Page 4: Seminar 3 Me

Kesadaran Fluktuatif ,kontak psikis tidak baik, pasien tampak gelisah dan gugup,pucat dan

tampak lelah. Suhu 38,5C, tekanan darah 110/80 ,nadi 98/menit – kuat teratur, pernafasan

20/menit teratur lega.

Pada perkusi dan auskultasi tidak ada kelainan toraks ,pulmo,cor ,hepar maupun

lien,THT,mata,gigi mulut baik,peristaltik abdomen meningkat, ekstremitas atas baik dan

ekstremitas bawah lemah.

Skenario V

Pada pemeriksaan tungkai bawah:

Kedua kaki supel bila digerak-gerakan tidak ada kaku atau hambatan sekali kali ada kontraksi

otot-otot tungkai dan jari-jari kakinya refleksiologis positif, refleks patologis (-) tetapi nyeri

di otot.

Pada pemeriksaan saraf: - N I – N XII baik

- Tidak tampak kaku kuduk,tremor ataupun kaku-kaku.

Pada pemeriksaan psikiatri: - Afek dan emosi distim

Jalan dan isi pikir terdapat waham

Sikap tidak kooperatif dan tidak mengikuti dan melaksanakan semua perintah yang diberikan.

Pasien tidak tenang,agak cemas.

Selama pemeriksaan pasien menunjukkan adanya perasaan ketakutan yang jelas menonjol.

Pasien anak bungsu dari 5 bersaudara , 2 laki-laki dan 3 wanita. Saat kecil sampai lulus SMP

tampak ibu dan ayah termasuk kakak memanjakan pasien. Pasien diam saja bila dirinya diatur

orang lain,kurang percaya akan kemampuan diri,pasien tidak tahan dengan celaan dan pasien

menarik diri dari hubungan social karena takut tidak diterima oleh lingkungan tersebut.

Pasien tidak pernah tinggal kelas dan tamat SMU Gunung Kidul saat usia 18 tahun ,teman

banyak tetapi sangat mudah dipengaruhi teman –temannya.

Pemeriksaan laboratorium:4

Page 5: Seminar 3 Me

Hb: 10,5 ; AE : 4 juta; AL: 4000

Elektrolit : K : 1,5

Urin protein +

Imunologi normal

Foto toraks normal

Widal O = 1/320

BAB III

PEMBAHASAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Nn. I

Umur : 21 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Nama orang tua : -

Agama : -

5

Page 6: Seminar 3 Me

Alamat : -

Asal : -

Pekerjaan : Bekerja (pekerjaan tidak diketahui)

Anak Ke : Anak ke 5 dari 5 bersaudara

II. ANAMNESIS

A. Autoanamnesis

Apa pekerjaan Saudari? (untuk mengetahui faktor resiko penyakit)

Apakah sebelumnya ada mengalami trauma seperti kecelakaan, terjatuh atau

terbentur atau dipukul?

Apakah ada demam ? (kemungkinan infeksi sistemik )

Apakah ada kelainan di tulang belakang? Apakah disertai nyeri punggung dan

gangguan buang air? (kelainan di tulang belakang dapat menyebabkan

kelumpuhan kedua tungkai)

Apakah ada keluhan penyerta? (untuk memperkuat diagnostic)

Apakah pernah menderita hal seperti ini sebelumnya? (akut,kronik atau sering

relaps.)

Apakah ada orang di sekitar saudara ada menderita hal yang serupa?

Bagaimana hubungan Anda dengan keluarga, pertemanan, lingkungan sekitar?

Apakah punya pacar? Apakah Anda pernah mendapat terror? Apa yang Anda

pikirkan? (Untuk mencari adanya stressor)

Apakah telah ada penurunan berat badan? (pasien depresi terjadi penurunan

berat badan karena mempengaruhi mood dan pikiran.)

Apakah Anda merasa diri Anda atau sekitar Anda berubah?

Alasan: menilai daya nilai realita pasien.

Adakah pikiran untuk bunuh diri?

Alasan: mengetahui apakah pasien telah masuk ke tahap depresi atau belum

karena rata-rata pasien depresi dekat hubungannya dengan pikiran bunuh diri.

Apakah ada gangguan konsentrasi? Apakah tidak focus atau perhatian

terpecah? (menilai kemampuan berpikirnya.)

6

Page 7: Seminar 3 Me

Apakah ada keyakinan yang sangat diyakini? Atau mempunyai obsesi

tertentu?(untuk menilai apakah telah terjadi waham atau belum pada pasien.

dan obsesi yang berlebihan dapat menimbulkan gangguan pada emosi pasien.)

Apa yang sebenarnya dikatakan oleh teman kerja Anda? Bagaimana bentuk

ancaman?

Bagaimana prestasi kerja Anda? bagaimana hubungan dengan teman kerja

Anda?

Bagaimana pekerjaan Anda dalam waktu terakhir ini?

Alasan: untuk menilai apakah problem pada pasien telah menimbulkan efek

pada pekerjaannya.

(perhatikan cara pasien saat menceritakan keadaannya, apakah benar-benar

takut atau biasa-biasa saja).

B. Alloanamnesis

Bagaimana kesadaran pasien? (ada gangguan organic bila ada penurunan

kesadaran.)

Dimana alamat atau tempat tinggal ibu dan pasien?

Bagaimana keadaan social ekonomi?(bisa menjadi faktor resiko.)

Apakah ada riwayat keganasan pada keluarga? Karena ostosarcoma dan

osteomyeloma dapat menyebabkan gangguan seperti pada pasien.

Untuk mengetahui apakah ada penyakit organic yang dapat menyebabkan

lemah dan perasaan lumpuh pada kaki pasien.

Apakah pasien mempunyai penyakit bawaan sejak kecil atau riwayat

penyakit? (Untuk mencari penyakit organic.)

Apakah pasien mempunyai riwayat gangguan jiwa?

Untuk membantu menegakkan diagnosis. Mungkin saja pasien mempunyai

riwayat gangguan jiwa sebelumnya.

Apakah serangan ini baru pertama kali atau sudah berkali-kali? Melihat

perjalanan penyakit pasien.

Apakah ada peristiwa lain sebelum pasien berteriak?

Apa yang diucapkan pasien saat mengigau? (untuk melihat apa yang

dipikirkan oleh pasien hingga terbawa ke alam bawah sadarnya.)

Apa yang dilakukan ibu saat kejadian?

7

Page 8: Seminar 3 Me

Untuk mengetahui bagaimana sikap ibu menanggapinya. Dan dapat

mengetahui dengan cara apa dapat meredakan keadaan pasien. sehingga dapat

membantu menegakkan diagnosis.

Mengapa hanya ibunya yang mengantar?

Untuk mengetahui alasan mengapa keluarga yang lain tidak ikut mengatar

berkaitan dengan hubungan/ keharmonisan keluarga tersebut.

Apakah pasien pernah bercerita tentang kehidupan pribadinya (curhat)?

Adakah hal serius yang dapat ditanggapi?

Dapat membantu menegakkan apakah ada permaslahan selama ini yang terjadi

pada pasien.

Bagaimana dengan nafsu makannya?

Untuk mengetahui apakah pasien mengalami gangguan depresi atau tidak.

Untuk pasien yang mengalami depresi gejala yang tampak bisa nafsu

makannya meningkat atau bisa saja menurun.

Bagaimana sikap pasien dalam satu minggu terakhir ini? Apakah sedih,

murung, atau biasa-biasa saja? Adakah perubahan yang signifikan pada

pasien? (Untuk mengetahui mood pasien.)

Bagaimana dengan aktivitas anak? Apakah terjadi penurunan aktivitas atau

seperti kehilangan minat? Apakah kegiatan sehari-harinya masih rutin

dilakukan?(menganalisis apakah ada depresi atau tidak).

Bagaimana riwayat hidup Conny? Bagaimana sikapnya dalam menghadapi

permasalahan? (Untuk mengetahui kepribadian pasien.)

Bagaimana keharmonisan keluarga? Bagaimana hubungan pasien dengan

lingkungan sekitarnya? Bagaimana interaksi social anak?

Untuk mengetahui apakah ada stressor dari keluarga maupun lingkungan

sekitar.

Apakah pasien tipe orang yang suka merajuk?

Karena orang yang suka merajuk bisa timbul histrionic.

Apakah pasien sudah mempunyai pacar?

Permasalahan remaja, konflik berat dengan pacar dapat menjadi faktor resiko

gangguan jiwa.

Bagaimana hubungan paisen dengan almarhum neneknya? Kapan neneknya

meninggal?Untuk mengetahui bagaimana kedekatannya. Mungkin pasien

8

Page 9: Seminar 3 Me

berhalusinasi dengan neneknya karena dia belum bisa menerima kepergian

neneknya yang baru saja meninggalkannya.

III. PENGKAJIAN MASALAH

Diagnosis Kerja Masalah Bukti

Gangguan mental

organik

1. Gangguan

Organik

Anamnesis

- Kedua kaki yang lemah dan nyeri/tidak kuat

untuk berjalan sendiri.

- Ibu pasien menyatakan bahwa pasien meminta

untuk ditopang bahunya karena pasien merasa

kakinya lemas, pegal, dan linu seperti lumpuh.

- Dirasa pusing dan tidak enak badan.

- B.A.B. 4-5x sehari dengan konsistensi cair.

- Sejak 4 hari yang lalu pasien makan sedikit sekali

karena merasa mual disertai muntah.

Pemeriksaan Fisik

- Kesadaran Fluktuatif

- Pucat dan tampak lelah

- Suhu 38,5oC

- Nadi 98x/menit (ambang atas)

- Pernapasan 20x/menit (ambang atas)

- Peristaltik abdomen meningkat

- Ekstremitas bawah lemah

Pemeriksaan Laboratorium

- Hb : 10, 5 = anemia

9

Page 10: Seminar 3 Me

- Leukosit : 4.000 = leukopenia

- Elektrolit : 1,5 = hipokalemi

- Tes Widal O+ 1/320 = Thypoid fever

Psikopatologis

- Afek dan emosi distim

- Jalan dan isi piker terdapat waham

- Mengigau dan berteriak-teriak

- Pasien mengaku melihat neneknya yang sudah

meninggal dan merasa teman-temannya iri

kepadanya dan ingin mencelakainya

- Pasien menyangkal bahwa dirinya sakit

- Sikap tidak kooperatif

Pasien tidak tenang dan agak cemas

2. Gangguan

Psikotik

-Adanya perasaan ketakutan yang menonjol

- Kepribadian dependent

- Pasien menarik diri dari hubungan social karena

takut tidak diterima di lingkungan tersebut

- Pasien sangat mudah dipengaruhi oleh teman-

temannya

IV. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL

Status mental Keterangan yang didapat Interpretasi

Penampilan Tampak gelisah dan gugup,

pucat, dan lelah

Pasien mengalami gangguan cemas

(anxietas) organik yaitu terdapat

10

Page 11: Seminar 3 Me

kecemasan/gelisah yang timbul akibat

gangguan organic yang dialami pasien

seperti demam, diare, mual, muntah

Kesadaran biologis Kesadaran fluktuatif, kontak

psikis tidak baik, dan

orientasi tidak baik

Pasien memiliki gejala psikiatrik yang

disertai dengan gejala organic

Keadaan social Menarik diri dari hubungan

social karena takut tidak

diterima oleh lingkungan

tersebut. Selain itu pasien

memiliki sikap tidak

cooperative, tidak dapat

mengikuti dan melaksanakan

semua perintah yang

diberikan, mudah dipengaruhi

teman-temannya

Pasien menarik diri dari lingkungannya

karena merasa kurang percaya akan

kemampuan diri sendiri tergolong

dalam kepribadian dependent yaitu

kepribadian yang sangat tergantung

dengan orang lain misalnya dalam

menyelesaikan masalahnya

Perilaku dan aktifitas

psikomotor

Sering mengigau dan

berteriak-teriak

Pasien mengalami halusinasi visual dan

halusinasi auditorik dimana keduanya

termasuk dalam halusinasinosis organic

Pembicaraan Baik, tidak menunjukkan

kelainan

Pasien tidak mengalami alogia yaitu

suatu keterbatasan pembicaraan dan

pikiran

V. INTERPRETASI PEMERIKSAAN FISIK DAN PSIKIATRI

Pada pemeriksaan tungkai ditemukan refleks fisiologis positif dan refleks patologis negatif

yang berarti normal. Tidak ditemukan adanya kaku otot, tapi sekali-sekali terjadi kontraksi

otot serta terdapat nyeri otot. Hal ini disebabkan oleh penurunan K+ darah.

Pemeriksaan saraf (N.I - N.XII) normal, serta tidak ditemukan tanda-tanda radang pada

selaput otak.

11

Page 12: Seminar 3 Me

Pada pemeriksaan psikiatri:

- Afek dan emosi distim yang berarti pasien suasana perasaan pasien yang tidak enak.

Sering ditemukan pada gangguan delusional.

- Ditemukan waham

- Perasaan takut menonjol

- Anak bungsu dari 5 orang bersaudara (2 laki-laki 3 perempuan), selalu dimanjakan

- Diam bila diatur orang, kurang percaya diri

- Tidak tahan celaan, menarik diri dari hubungan sosial karena takut tidak diterima.

- Mudah dipengaruhi orang lain

Dari hasil pemeriksaan di atas (yang dicetak miring), dapat ditarik kesimpulan bahwa pasien

memiliki ciri kepribadian cemas (anxiety personality disorder). Diagnosis ini dibuat karena

memenuhi kriteria:

- Perasaan takut dan tegang yang menetap dan pervasif

- Merasa diri tidak mampu, tidak menarik, dan lebih rendah dari orang

- Pre-okupasi yang berlebihan terhadap kritik dan penolakan dalam situasi sosial

(kemungkinan merupakan penyebab masalah yang timbul dengan teman kantor)

- Keengganan untuk terlibat dengan orang kecuali merasa yakin akan disukai

Pada pasien dengan gangguan kepribadian ini, mereka cenderung hipersensitif terhadap

penolakan oleh orang lain. Saat berbicara dengan orang, mereka akan menunjukkan

“ketidakpastian”, dan kepercayaan diri yang rendah. Dalam keseharian, orang dengan

gangguan kepribadian ini biasanya tidak mau memasuki persahabatan karena kecuali mereka

yakin akan diterima tanpa kritik, Pada umumnya sifat kepribadian mereka malu-malu.

VI. INTERPRETASI PEMERIKSAAN PENUNJANG

Hasil pemeriksaan penunjang:

- Hb 10,5 (N. 12-14) rendah sesuai dengan klinis pasien terlihat pucat.

- Eritrosit 4 juta, masih dalam batas normal.

- Leukosit 4000, terjadi leukopeni. Hasil ini mendukung hipotesis ke arah typhoid, di

mana pada penyakit ini terjadi leukopenia.

12

Page 13: Seminar 3 Me

- Elektrolit K+ 1,5 (N 3,5-5,5) yang berarti terjadi hipokalemia. Hal ini disebabkan oleh

gangguan gastrointestinal yang terjadi. Terlalu banyak cairan yang dikeluarkan

sehingga pasien dehidrasi dan terjadi penurunan nilai elektrolit dalam hal ini K+.

Hipokalemia ini kemudian akan mengakibatkan gangguan pada kontraksi otot, terjadi

kelemahan otot. Hal ini sesuai dengan gejala klinis bahwa pasien tidak datang dnegan

keluhan lemah pada kedua kaki sehingga tidak bisa berjalan.

- Urin protein +. Kemungkinan terjadi karena dehidrasi, menyebabkan vaskularisasi ke

organ menurun, termasuk ke ginjal, kemudian terjadi gangguan ginjal, akhirnya

ditemukan protein +.

- Foto thoraks normal.

- Tes Widal + 1/320. Berarti pasien positif menderita demam typhoid (didukung

dengan gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium).

VII. PATOFISIOLOGI

Perjalanan penyakit pada penyakit Demam Typhoid berawal dari masuknya kuman

Salmonella Typhosa ke dalam saluran cerna, bersama makanan dan minuman yang

terkontaminasi. Di lambung sebagian besar organisme akan mati oleh asam lambung HCL

dan sebagian ada yang lolos (hidup). Pengosongan lambung yang bersifat lambat merupakan

faktor pelindung terhadap terjadinya infeksi. Setelah melalui barier asam lambung

mikroorganisme sampai di usus halus dan menemui dua mekanisme pertahanan tubuh yaitu

motilitas dan flora normal usus. Flora normal usus berada di lapisan mukus atau menempel di

epitel saluran cerna dan akan berkompetisi untuk mendapatkan kebutuhan metabolik untuk

keperluan pertumbuhan, memproduksi asam amino rantai pendek serta menurunkan suasana

asam serta memproduksi zat antibakteria seperti colicin. Di usus halus mikroorganisme ini

bersinggungan dengan ujung villi usus halus dan berkembang biak terlebih dahulu selama

beberapa hari. Kemudian melakukan penetrasi endotoksin berupa molekul polisakarida

sebagai pathogen usus ke dalam mukosa pada manusia berlangsung di jejunum. Pada saat ini

biakan tinja positif beberapa hari setelah menelan mikroorganisme dan menjadi negative

ketika timbul gejala klinis bakteriemia Selanjutnya sel yang sudah terinfeksi berjalan melalui

nodus limfe intestinal regional dan duktus thorasikus menuju system sirkulasi sistemik dan

menyebar serta menginfeksi system retikuloendotelial di hati dan limpa. Di organ RES ini 13

Page 14: Seminar 3 Me

sebagian kuman akan difagosit dan sebagian yang tidak difagosit akan berkembang biak dan

akan masuk pembuluh darah sehingga menyebar ke organ lain, terutama usus halus sehingga

menyebabkan peradangan yang mengakibatkan malabsorbsi nutrien dan hiperperistaltik

usus sehingga terjadi diare. Pada kasus sudah disebutkan bahwa pasien mengalami diare.

Setelah dilakukan pemeriksaan juga di temukan adanya infeksi bakteri typhoid. Ini sudah

berlangsung selama 4 hari dan pasien mengaku kurang makan. Diare yang berlangsung ini

nantinya akan menyebabkan dehidrasi tubuh terutama kalium. Kekurangan jumlah kalium

tubuh akan menyebabkan gejala seperti kelemahan otot dan apabila sangat parah akan terjadi

“cardiac arrest”. Pasien ini mengeluh nyeri pada otot dan tidak bisa berjalan. Menurut

kelompok kami, pasien mengalami hal ini karena kekurangan dari kalium.

Pada hipotalamus akan menekan termoregulasi yang mengakibatkan demam remiten (suhu

pasien di dapatkan 38,50 celcius) dan terjadi hipermetabolisme tubuh akibatnya tubuh

menjadi mudah lelah.

Anemia dapat terjadi pada penderita disebabkan antara lain karena pengaruh berbagai sitokin

dan mediator sehingga terjadi depresi sum-sum tulang dan penghentian tahap pematangan

eritrosit maupun kerusakan langsung pada eritrosit yang tampak sebagai hemolisis ringan.

Selain itu anemia bisa di sebabkan karena perdarahan usus. Pengaruh depresi sum-sum tulang

yang lain adalah leukopeni dan trombositopeni.

Pathogenesis kelainan neuropsikiatri karena endotoksin yang di hasilkan oleh bakteri beredar

dan berikatan dengan struktur basis kranii menimbulkan enselopati dengan cincin perdarahan,

thrombus kapiler, mielitis dan sindroma guillian barre dengan manifestasi klinis

waham,halusinasi daya nilai terhadap realita terganggu dan penurunan kesadaran. Sedangkan

Gangguan mental dapat terjadi di sebabkan karena sumbatan fibrin pada pembuluh darah otak

(DIC). Sehingga pada pasien ini terdapat gejala-gejala kesadaran Fluktuatif ,kontak psikis

tidak baik, pasien tampak gelisah dan gugup.(2)

VIII. Pemeriksaan Penunjang Anjuran(2)

Pemeriksaan darah lengkap

Pada pemeriksaan darah lengkap terdapat gambaran leukopenia dan limfositosis

relative. Hitung jenis leukosit biasanya normal atau bergeser sedikit ke kiri tergantung

beratnya jenis infeksi. Eosinofili dan basofil menghilang diikuti dengan penurunan 14

Page 15: Seminar 3 Me

limfosit, secara bertahap eosinofil dan basofil muncul kembali diikuti meningkatnya

limfosit dan monosit setelah minggu kedua. Pada saat ini terjadi limfositosis relative

dan eosinofilia dan pergeseran ke kiri kembali normal. Dapat pula terjadi berbagai

gangguan system hematologic yaitu perdarahan akut, sindroma uremia hemolitik, dan

DIC. Terjadi pula gangguan system pembekuan darah yang sesuai dengan keadaan

DIC termasuk trombositopenia, hipofibrinogenemia.

Pemeriksaan tinja

Untuk mengetahui apakah ada mikroba yang menyebabkan diare atau tidak dan

memperkuat hipotesis juga menyingkirkan hipotesis yang sudah ada. Pemeriksaan ini

dapat menjadi diagnosis pasti demam typhoid bila di temukanbakteri Salmonella typi

dalam biakan dari feses.

EMG

Untuk mengetahui apakah mslah kelumpuhannya ini disebabkan pada otot yang

kekurangan impuls saraf juga ada gangguan neurologi.

IX. DIAGNOSIS KERJA

Diagnosis multiaksial

Aksis I F09. Gangguan mental organik atau Simtomatik YTT

Aksis II F60.7 Gangguan kepribadian dependen

Kurangnya percaya akan kemampuan diri sendiri dan membiarkan dirinya

diatur orang lain.

Aksis III Adanya infeksi typhoid

Adanya tes widal positif.

Aksis IV Adanya masalah pekerjaan

Adanya persaingan dengan rekan kerja yang membuat pasien merasa tidak

nyaman

15

Page 16: Seminar 3 Me

Aksis V GAF = 40 (pada saat masuk RS)

Pada pasien terdapat masalah pada pekerjaannya

Adanya masalah serius pada hubungan pasien dengan temannya

Adanya masalah pada penilaian (kurangnya kemampuan untuk

mengambil keputusan, adanya kebingungan atau adanya disorientasi)

Adanya simptom lain seperti : halusinasi

X. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan yang menjadi prioritas pada pasien ini tentu saja dirujuk kepada dokter ilmu

penyakit dalam, untuk memperbaiki keadaan umum dan mengeradikasi penyebab organic

pada pasien ini yaitu demam tifoidnya. Pasien ini harus dirawat di rumah sakit karena

penurunan kesadaran pada pasien ini perlu dipantau dan juga pasien ini mengalami

hipokalemi yang jika tidak ditangani dapat menyebabkan aritmia otot jantung.

Terapi medikamentosa

Untuk demam tifoidnya :

1. Infus KCL 0,3% + NaCl 0,9% sebagai pelarut 40 mEq/L, pantau kadar kalium setiap

4 jam.

2. Ceftriaxone 2g i.v per hari 10-14 hari.

3. Dexamethasone diawali dosis single 3mg/kg diikuti 8 dosis 1mg/kg diberikan setiap 6

jam.

Infus KCL + NaCl digunakan untuk memperbaiki hipokaleminya. Target terapi

kalium pada pasien ini adal 3.0 mEq/L. Pemberian 40-60 mEq/L akan menaikan kadar

kalium 1-1,5 mEq/L tetapi sifatnya sementara karena kalium akan kembali kedalam sel (3).

Pemantauan serum kalium diperlukan untuk memastikan defisit kalium terkoreksi.

Ceftriaxone merupakan obat lini pertama pada demam tifoid dikarenakan merebaknya

salmonela thypi yang resisten terhadap golongan kloramfenikol(4). Ceftriaxone merupakan

antibiotik golongan cephalosporin generasi ketiga, sifatnya lebih aktif pada kuman gram

negatif dan positif, walaupun aktivitas pada kuman gram positif kurang dibanding dengan

cephalosporin generasi pertama(5). Waktu paruh ceftriaxone mencapai 8 jam dan obat ini juga

16

Page 17: Seminar 3 Me

menjadi pilihan utama bagi uretitis oleh gonokokus tanpa komplikasi. Efek sampingnya

seperti reaksi anafilaksis, depresi sumsum tulang walaupun jarang, nefrotoksik tapi masih

lebih ringan dibanding golongan aminoglikosida. Pemberian dexamethasone diberikan pada

kasus-kasus demam tifoid dimana pasien mengalami gangguang kesadaran. Pada tahun 1980

di Jakarta pernah dicoba pemberian dexamethasone pada kasus-kasus tifoid dengan

penurunan kesadaran dan menurunkan mortalitas dari 56% menjadi 10%.. Pemberian

dexamethasone mengurangi proses inflamasi pada otak karena adanya toxin salmonela typhi.

Keadaan psikologik pasien juga perlu ditangani, terlihat gejala psikotik dan anxietas

pada pasien ini. Setelah prioritas pertama kita tangani, segera tangani kelainan psikologisnya.

Berikut untuk mengatasi gejala psikotik dan anxietasnya : Sulpiride 200mg/hari bisa dibagi 2-

3 dosis sehari

Sulpiride merupakan antipsikotik atipikal yang menghambat receptor dopamin D2 dan

D3. Efek antipsikotiknya lebih lemah dibanding dengan CPZ tetapi sulpiride mempunyai efek

antiaxietas. Efek ini terlihat dari interaksinya yang mengaktifkan receptor GABA. GABA

merupakan neurotransmiter inhibitory, oleh karena itu sulpiride merupakan efek antiaxietas,

sehingga obat ini digunakan pada pasien dengan harapan dapat menekan kecemasan dan

gejala psikotik pasien. Sulpiride diserap dengan lambat peroral, bioavailbilitasnya 25-35%.

Mencapai kadar puncak plasma pada 4,5 jam dan waktu paruh 6-8 jam dan dieksresi melalui

urin.

Psikoterapi

Psikoterapi dilakukan setelah penyebab organic selesai ditangani, kesadarannya pulih

dan respon psikisnya sudah mulai bagus karena dengan kesadaran dan respon psikis yang

buruk psikoterapi akan menjadi percuma karena pasien tidak mau mendengarkan apa yang

dikatakan oleh psikiater. Psikoterapi dipusatkan untuk memperbaiki kepribadian pasien ini

yang mempunyai ciri kepribadia dependent. Pasien harus diberi dukungan agar pasien bisa

mandiri dan tidak mudah tergantung maupun ikut-ikutan orang lain. Pembinaan raport yang

baik merupakan suatu hal yang wajib dilakukan oleh klinisi dalam menghadapi pasien, agar

klinisi mengerti sebernanya masalah yang diderita pasien. Kepribadian dan mental pasien

harus dibina agar dewasa dalam menyikapi masalah dan lingkungan sekitarnya oleh karena

peran keluarga dibutuhkan agar tidak terlalu memanjakan pasien. Biarlah saja keluarga

berikan dukungan tetapi pasien dilatih untuk menghadi masalah.

17

Page 18: Seminar 3 Me

Terapi psikososial juga diberikan pada pasien ini mengingat hubungan yang kurang

harmonis dengan teman sekerjanya. Diharapkan dengan terapi ini hubungan pasien

dengan lingkungan sosial menjadi lebih harmonis, sekaligus membentuk kepribadian

dewasa yang diharapkan pada pasien ini.

XI. PROGNOSIS

Penyebab dari kondisi pasien ini adalah infeksi s.thypi yang cukup banyak terdapat pada

indonesia. Penangan terhadap demam tifoid cukup memberikan hasil yang memuaskan

bahkan strain-strain salmonela yang dulu resisten sudah bisa diatasi dengan antibiotika

golongan kuinolon maupun flurokuinolon seperti levofloksasin. Gangguan mental organik

dengan penyebab infeksi maupun obat-obatan jika diterapi dengan cepat dan tepat akan

memberikan pemulihan yang sempurna seperti sebelum terkena infeksi(6). Yang berbahaya

jika demam tifoid tersebut tidak diterapi dengan adekuat dapat menimbulkan kematian

maupun kecacatan pada fungsi otak.

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

Latar Belakang DEMAM TIFOID(7-8)

Demam tifoid, juga dikenal sebagai demam enterik, adalah suatu penyakit yang berpotensi

menyebabkan gejala multisistemik yang fatal, disebabkan oleh Salmonella typhi. Gejala

klinis yang klasik termasuk demam, malaise, nyeri abdomen yang difus, dan konstipasi.

Apabila tidak diobati, demam tifoid dapat menjadi penyakit yang merepotkan yang dapat

berkembang menjadi delirium, obtundasi, perdarahan intestinal, perforasi usus, dan kematian.

Orang yang selamat dapat mengalami komplikasi neuropsikiatri jangka panjang atau

permanen.

Salmonella typhi sudah menjadi bakteri patogen yang mayor bagi manusia selama ribuan

tahun, menyerang pada kondisi lingkungan yang kebersihannya buruk dan padat. Nama

Salmonella typhi berasal dari bahasa Yunani typhos, yang berarti asap halus yang dipercaya

18

Page 19: Seminar 3 Me

dapat menyebabkan wabah dan kekacauan. Meskipun antibiotik sudah mengurangi frekuensi

demam tifoid secara universal, tapi masih bersifat endemik pada negara berkembang.

Penularan Salmonella typhi tidak memerlukan manusia sebagai vektor-nya. Cara

penularannya adalah melalui makanan yang sudah terkontaminasi oleh bakteri, faecal-oral

akibat penggunaan toilet dan kebersihan tangan yang kurang higienis, serta air yang

terkontaminasi seperti selokan atau sungai yang kurang bersih. Inokulum sekecil 100,000

organisme memiliki kemungkinan menginfeksi orang sehat lebih dari 50%.

A. Patofisiologi Tifoid Umum dan Neurologis

Bakteri Salmonella typhi yang sudah teringesti kebanyakan akan memasuki sistem tubuh

pejamu melalui ileum distal. S typhi memiliki fimbriae yang dapat melekat pada epitel

jaringan limfoid di ileum (plaque Peyeri), titik utama untuk makrofag berpindah dari usus ke

sistem limfatik. S typhi memiliki kapsul yang membantu menghindari inflamasi neutrofil.

Bakteri tersebut kemudian menginduksi makrofag pejamu untuk memanggil makrofag-

makrofag yang lainnya.

S typhi memanfaatkan sistem sel makrofag untuk reproduksi diri sementara melewati nodus

limfatikus mesentrikus lalu ke duktus torakikus dan pembuluh-pembuluh limfatik dan menuju

ke jaringan retikuloendotelial liver, lien, sum-sum tulang, dan nodus limfatikus. Bakteri lalu

diam dan berkembang biak sampai jumlah yang diperlukan kemudian akan menginduksi

makrofag untuk apoptosis yang menyebabkan bakteri-bakteri menuju aliran darah dan

menginvasi seluruh tubuh.

Pada demam tifoid, komplikasi atau gejala neuropsikiatri sudah umum di dapatkan pada

setiap stadium demam tifoid (45-76%), meskipun gejala depresif masih jarang ditemukan.

Kebanyakan kasus yang muncul seperti ini dipertimbangkan sebagai “tifoid toksikemia”,

dimana pasien mengalami delirium dan merasa bingung selama stadium awal penyakit

bersama dengan demam tinggi, dan biasanya membaik dalam waktu 1-2 hari penurunan suhu

badan sampai normal.

Penyebab manifestasi neurologis pada tifoid masih belum jelas. Berbagai macam teori telah

dikemukakan, termasuk kemungkinan peran toxin dari Salmonella typhi, infeksi langsung

sistem saraf pusat, ketidakseimbangan elektrolit dan cairan, gangguan nutrisi dan

19

Page 20: Seminar 3 Me

kemungkinan fenomena autoimun. Bagaimanapun juga, analisis serologi dan otopsi pada

pasien yang meninggal akibat tifoid dengan manifestasi neurologis belum berhasil

membuktikan teori-teori tersebut. Kesimpulannya, pasien dengan demam onset akut dan

tingkah laku abnormal pada negara tropis disarankan untuk dievaluasi akan adanya gejala

penyakit lain seperti ensefalitis.

B. Gejala Tifoid Umum dan Neurologis

Demam tifoid dimulai 7-14 hari setelah ingesti S typhi. Pola demamnya bertahap, dengan ciri

meningkatnya temperatur seiring waktu dan menurun pada pagi harinya.

Setelah minggu pertama, gejala gastrointestinal yang buruk dapat terjadi. Gejala-gejala yang

dimaksud adalah nyeri abdomen dengan tanda Blumberg positif dan, pada beberapa kasus,

nyeri perut pada kuadran kanan atas. Plaque Peyeri dapat mengalami inflamasi dan

menyempitkan rongga usus akibat infiltrasi monositik, yang dapat menyebabkan konstipasi.

Penderita kemudian dapat mengalami gejala seperti batuk kering hingga gejala neural seperti

nyeri kepala frontal yang tumpul, delirium, dan malaise diikuti stupor yang meningkat.

Selain delirium, contoh gejala-gejala neuropsikiatri yang terjadi adalah delirium, myelitis

serebellitis, parkinsonisme, psikosis akut, meningo-ensefalitis dan kelainan anxietas umum.

Gejala neuropsikiatri dari demam tifoid sangat bervariasi, sehingga demam tifoid sering salah

didiagnosa sebagai pasien dengan kelainan psikis yang primer dan mendapatkan penanganan

yang salah. Namun –seperti yang telah dikatakan– gejala depresif pada demam tifoid jarang

terjadi. laporan insiden gejala depresif demam tifoid sedikit diduga karena gejala tersebut

tidak diketahui oleh praktisi non-psikiatri.

C. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah kultur, polymerase chain reaction

(PCR) dan tes serologis spesifik.

Kultur merupakan pemeriksaan penunjang yang sudah menjadi standar diagnosa demam

tifoid dengan menemukan Salmonella typhi pada hasil kultur. Kultur yang paling baik adalah

20

Page 21: Seminar 3 Me

kultur aspirasi sum-sum tulang yang kesensitifannya mencapai 90%, namun hasil akan

menurun setelah hari ke-5 atau setelah penggunaan antibiotik. Kultur darah dan faeces juga

memiliki kesensitifan yang cukup baik untuk masa inkubasi sampai minggu pertama (40-

80%).

Tes serologis yang umum dilakukan adalah tes Widal, yang digunakan untuk mengukur

aglutinasi antibodi melawan antigen H dan O dari Salmonella typhi. Namun tentu tes ini tidak

dapat menjadi patokan utama dalam mendiagnosa demam tifoid karena kurang spesifik dan

kurang sensitif.

D. Tatalaksana

Secara medikamentosa, hal yang pertama dilakukan adalah pemberian antibiotik spektrum

luas selagi menunggu hasil kultur beserta serologis keluar. Setelah hasil kultur dan serologis

didapatkan, antibiotik spektrum luas dapat diganti menjadi antibiotik yang lebih spesifik.

Antibiotik yang diberikan harus bersifat empiris karena Salmonella typhi sudah menjadi

bakteri yang resisten terhadap banyak antibiotik contohnya kloramfenikol yang dulu sempat

menjadi obat pilihan demam tifoid. Sekarang antibiotik yang disarankan adalah

fluorokuinolon yang dapat digunakan untuk demam tifoid dengan atau tanpa komplikasi.

Untuk daerah yang ternyata sudah resisten terhadap fluorokuinolon, sefalosporin generasi

ketiga merupakan obat yang disarankan.

Bedah dilakukan apabila terjadi perforasi intestinal. Kebanyakan pembedahan dilakukan

dengan pembukaan kecil pada intestinal, lalu perforasi di-drainase. Reseksi kecil pada usus

dilakukan apabila perforasinya multipel.

E. Prognosis

Prognosis pasien demam tifoid sangat bergantung pada seberapa cepat penyakit terdiagnosa

dan tatalaksana yang tepat yang dilakukan secepat mungkin. Umumnya, demam tifoid yang

tidak ditangani memiliki tingkat mortalitas 10-20%. Pada demam tifoid yang ditangani

dengan baik, mortalitas dibawah 1%.21

Page 22: Seminar 3 Me

BAB IV

KESIMPULAN DAN PENUTUP

Pada hasil anamnesis didapatkan keterangan bahwa sejak 4 hari yang lalu pasien mengeluh

merasa mual disertai muntah dan mengalami diare. Di dalam pemeriksaan laboratorium dan

fisik didapatkan bahwa pasien terkena demam typhoid. Tetapi saat di bawa ke dokter yang

dikeluhkan adalah gejala-gejala neuropsikiatrik berupa sering teriak-teriak, mengigau, dan

kaki lemah yang di pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan pada kedua kaki.

Kemungkinan gejala- gejala ini muncul karena endotoxin dari bakteri penyebab demam

typhoid sudah menyebar ke otak. Tetapi dengan pengobatan yang baik untuk menyembuhkan

penyebab dan monitoring berkala, pasien dapat diprognosiskan ke arah yang bonam.

Demikian makalah laporan hasil diskusi ini kami susun. Makalah ini dapat selesai

dengan bantuan berbagai pihak. Dalam kesempatan ini kami ingin mengucapkan terima kasih

yang sebesar-besarnya kepada tutor yang telah membantu memandu jalannya diskusi dengan

baik. Banyak terima kasih juga kami sampaikan kepada dosen – dosen yang telah

22

Page 23: Seminar 3 Me

memberikan kuliah – kuliah yang bermanfaat bagi kami. Kami menyadari bahwa makalah

ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami memohon maaf yang sebesar-besarnya

apabila terdapat banyak kekurangan dan kesalahan dalam makalah ini, baik dalam isi apabila

kurang lengkap, ejaan, ataupun susunan penulisannya. Kami mengharapkan saran dan kritik

yang bersifat membangun agar menjadi masukan bagi kami untuk makalah berikutnya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim. Available at :

http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/103/jtptunimus-gdl-sunitig0a0-5108-1-bab1.pdf

Accessed 10 Mei 2012 .

2. Anonim. Available at :

http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/110/jtptunimus-gdl-yanhadiono-5463-2-babii.pdf.

Accessed 10 Mei 2012.

3. Graber MA. Terapi Cairan, Elektrolit dan Metabolik 3rd editon. Jakarta : Farmedia.

2010.p. 37-8.

4. Lesser CF, Miller SI. Salmonellosis in Harrison’s Principle of Internal Medicine 15th

edition. Braunwald E, et al, edt. SanFrancisco:McGrawHill. 2001.p.972.23

Page 24: Seminar 3 Me

5. Gunawan SG, Setiabudi R, Nafrialdi, edt. Farmakologi dan Terapi 5th edition.

Jakarta : FKUI. 2007.

6. Goldman HH, edt. Review of General Psychiatry 5th editon. Baltimore:McGrawHill.

2000. p. 204.

7. Brusch JL, Cunha BA. Typhoid Fever. September 21st, 2011. Available at :

http://emedicine.medscape.com/article/231135. Accessed on May 9th, 2012.

8. Ukwaja KN. Typhoid fever presenting as a depressive disorder – a case report. May

12th, 2010. Available at :

http://www.rrh.org.au/publishedarticles/article_print_1276.pdf. Accessed on May 9th,

2012.

24