seminar 3 me
TRANSCRIPT
LAPORAN KASUS I
MODUL ORGAN MENTAL EMOSIONAL
Seorang Wanita dengan Keluhan Mengigau, Teriak-
Teriak, dan Kedua Kaki Nyeri
KELOMPOK VII
03009159 Muhammad Aries Fitrian
03009160 Muhammad Taufiq Hidayat
03009161 Muthi Melatiara
03009162 Mutiara Citraristi
03009163 Nabila Syafira Audi S
03009223 Sara Vigorousty Loppies
03009225 Sartika Rixky Hapsari
03009226 Satria Pinandita Suhartoyo P
03009227 Savitri Sirait
03009229 Sela Arini Putri
03009270 Windy Ayu Safitri
03009272 Yani Nur Indrasari
03009273 Yehezkiel Kurniawan
Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti
Jakarta, 11 Mei 2012
1
BAB I
PENDAHULUAN
Demam tifoid, juga dikenal sebagai demam enterik, adalah suatu penyakit yang
berpotensi menyebabkan gejala multisistemik yang fatal, disebabkan oleh Salmonella
typhi. Gejala klinis yang klasik termasuk demam, malaise, nyeri abdomen yang difus, dan
konstipasi. Demam typhoid masih merupakan masalah besar di indonesia bersifat sporadik
endemik dan timbul sepanjang tahun. Kasus demam typhoid di Indonesia, cukup tinggi
berkisar antara 354-810/100.000 penduduk pertahun. Di Palembang dari penelitiaan
retrospektif selama periode 5 tahun (2003-2007) didapatkan sebanyak 3 kasus (21,5%)
penderita demam typhoid dengan hasil biakan darah salmonella positif dari penderita yang
dirawat dengan klinis demam tifoid.
Apabila tidak diobati, demam tifoid dapat menjadi penyakit yang merepotkan yang
dapat berkembang menjadi delirium, obtundasi, perdarahan intestinal, perforasi usus, dan
kematian. Orang yang selamat dapat mengalami komplikasi neuropsikiatri jangka panjang
atau permanen. Pada kasus ini akan dijelaskan lebih rinci tentang timbulnya gejala
neuropsikiatri yang timbul dengan didahului adanya penyakit demam tifoid. Kelainan
neuropsikiatri tersebut dapat timbul pada pasien ini karena endotoksin dari bakteri tersebut
beredar dan berikatan dengan struktur basis kranii menimbulkan enselopati dengan cincin
perdarahan, thrombus kapiler, mielitis dan sindroma guillian barre yang nantinya
mengganggu system saraf. Sedangkan gangguan mental bisa juga terjadi di sebabkan karena
sumbatan fibrin pada pembuluh darah otak (DIC). Untuk selanjutnya, di makalah ini akan di
jelaskan lebih detail tentang penyakit tifoid dan gangguan psikiatri.(1)
BAB II
LAPORAN KASUS
I. SKENARIO KASUS
Skenario I
2
Nn. I, 21 tahun dibawa ke Untit Gawat Darurat RSP Trisakti Sabar- Subur Cimone
Tanggerang oleh ibunya dengan keluhan mengigau ,teriak – teriak, kedua kaki nyeri dan
lemah/ tidak kuat untuk berjalan sendiri.
Skenario II
Pagi itu anda sebagai seorang koasisten yang sedang bertugas di UGD setelah pasien Nn. I
diberi kartu berobat dan anda mendapat giliran memeriksa paksien,maka anda menuju meja
periksa dengan percaya diri layaknya seorang dokter muda karena telah mempunyai bekal
untuk pemeriksaan dari hasil diskusi skenario I.
Pasien didorong naik kursi roda oleh ibunya kearah meja periksa, kemudian didudukan pada
kursi yang tersedia didepan meja pemeriksa. Ibu pasien menyatakan bahwa dirinya sangat
terkejut ketika pasien mengigau berteriak-teriak kemudian esok harinya minta ditopang
bahunya untuk dapat berjalan ketempat tidur ” kaki saya lemas dua-duanya,pegal pegal dan
linu –linu seperti lumpuh ”.
Skenrio III
Ibunya mengatakan bahwa putrinya sebelum memperlihatkan keanehan ini mengalami pusing
dan tidak enak badan, BAB 4-5 kali/hari dengan konsistensi cair. Sejak 4 hari yang lalu,
makan sedikit karena merasa mual disertai muntah. Anaknya mulai mengigau memanggil –
manggil almarhum neneknya dan berteriak ada temannya yang berniat menjahati dirinya.
Nn I mengatakan bahwa dirinya tidak sakit, memang benar melihat neneknya yang sudah
meninggal datang berkali-kali,namun hanya mendatanginya dan tidak mau diajak bicara.
Teman kerjanya iri pada dirinya dan selalu menceritakan akan mencelakainya.
Skenario IV
Pada pemeriksaan didapati:
3
Kesadaran Fluktuatif ,kontak psikis tidak baik, pasien tampak gelisah dan gugup,pucat dan
tampak lelah. Suhu 38,5C, tekanan darah 110/80 ,nadi 98/menit – kuat teratur, pernafasan
20/menit teratur lega.
Pada perkusi dan auskultasi tidak ada kelainan toraks ,pulmo,cor ,hepar maupun
lien,THT,mata,gigi mulut baik,peristaltik abdomen meningkat, ekstremitas atas baik dan
ekstremitas bawah lemah.
Skenario V
Pada pemeriksaan tungkai bawah:
Kedua kaki supel bila digerak-gerakan tidak ada kaku atau hambatan sekali kali ada kontraksi
otot-otot tungkai dan jari-jari kakinya refleksiologis positif, refleks patologis (-) tetapi nyeri
di otot.
Pada pemeriksaan saraf: - N I – N XII baik
- Tidak tampak kaku kuduk,tremor ataupun kaku-kaku.
Pada pemeriksaan psikiatri: - Afek dan emosi distim
Jalan dan isi pikir terdapat waham
Sikap tidak kooperatif dan tidak mengikuti dan melaksanakan semua perintah yang diberikan.
Pasien tidak tenang,agak cemas.
Selama pemeriksaan pasien menunjukkan adanya perasaan ketakutan yang jelas menonjol.
Pasien anak bungsu dari 5 bersaudara , 2 laki-laki dan 3 wanita. Saat kecil sampai lulus SMP
tampak ibu dan ayah termasuk kakak memanjakan pasien. Pasien diam saja bila dirinya diatur
orang lain,kurang percaya akan kemampuan diri,pasien tidak tahan dengan celaan dan pasien
menarik diri dari hubungan social karena takut tidak diterima oleh lingkungan tersebut.
Pasien tidak pernah tinggal kelas dan tamat SMU Gunung Kidul saat usia 18 tahun ,teman
banyak tetapi sangat mudah dipengaruhi teman –temannya.
Pemeriksaan laboratorium:4
Hb: 10,5 ; AE : 4 juta; AL: 4000
Elektrolit : K : 1,5
Urin protein +
Imunologi normal
Foto toraks normal
Widal O = 1/320
BAB III
PEMBAHASAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn. I
Umur : 21 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Nama orang tua : -
Agama : -
5
Alamat : -
Asal : -
Pekerjaan : Bekerja (pekerjaan tidak diketahui)
Anak Ke : Anak ke 5 dari 5 bersaudara
II. ANAMNESIS
A. Autoanamnesis
Apa pekerjaan Saudari? (untuk mengetahui faktor resiko penyakit)
Apakah sebelumnya ada mengalami trauma seperti kecelakaan, terjatuh atau
terbentur atau dipukul?
Apakah ada demam ? (kemungkinan infeksi sistemik )
Apakah ada kelainan di tulang belakang? Apakah disertai nyeri punggung dan
gangguan buang air? (kelainan di tulang belakang dapat menyebabkan
kelumpuhan kedua tungkai)
Apakah ada keluhan penyerta? (untuk memperkuat diagnostic)
Apakah pernah menderita hal seperti ini sebelumnya? (akut,kronik atau sering
relaps.)
Apakah ada orang di sekitar saudara ada menderita hal yang serupa?
Bagaimana hubungan Anda dengan keluarga, pertemanan, lingkungan sekitar?
Apakah punya pacar? Apakah Anda pernah mendapat terror? Apa yang Anda
pikirkan? (Untuk mencari adanya stressor)
Apakah telah ada penurunan berat badan? (pasien depresi terjadi penurunan
berat badan karena mempengaruhi mood dan pikiran.)
Apakah Anda merasa diri Anda atau sekitar Anda berubah?
Alasan: menilai daya nilai realita pasien.
Adakah pikiran untuk bunuh diri?
Alasan: mengetahui apakah pasien telah masuk ke tahap depresi atau belum
karena rata-rata pasien depresi dekat hubungannya dengan pikiran bunuh diri.
Apakah ada gangguan konsentrasi? Apakah tidak focus atau perhatian
terpecah? (menilai kemampuan berpikirnya.)
6
Apakah ada keyakinan yang sangat diyakini? Atau mempunyai obsesi
tertentu?(untuk menilai apakah telah terjadi waham atau belum pada pasien.
dan obsesi yang berlebihan dapat menimbulkan gangguan pada emosi pasien.)
Apa yang sebenarnya dikatakan oleh teman kerja Anda? Bagaimana bentuk
ancaman?
Bagaimana prestasi kerja Anda? bagaimana hubungan dengan teman kerja
Anda?
Bagaimana pekerjaan Anda dalam waktu terakhir ini?
Alasan: untuk menilai apakah problem pada pasien telah menimbulkan efek
pada pekerjaannya.
(perhatikan cara pasien saat menceritakan keadaannya, apakah benar-benar
takut atau biasa-biasa saja).
B. Alloanamnesis
Bagaimana kesadaran pasien? (ada gangguan organic bila ada penurunan
kesadaran.)
Dimana alamat atau tempat tinggal ibu dan pasien?
Bagaimana keadaan social ekonomi?(bisa menjadi faktor resiko.)
Apakah ada riwayat keganasan pada keluarga? Karena ostosarcoma dan
osteomyeloma dapat menyebabkan gangguan seperti pada pasien.
Untuk mengetahui apakah ada penyakit organic yang dapat menyebabkan
lemah dan perasaan lumpuh pada kaki pasien.
Apakah pasien mempunyai penyakit bawaan sejak kecil atau riwayat
penyakit? (Untuk mencari penyakit organic.)
Apakah pasien mempunyai riwayat gangguan jiwa?
Untuk membantu menegakkan diagnosis. Mungkin saja pasien mempunyai
riwayat gangguan jiwa sebelumnya.
Apakah serangan ini baru pertama kali atau sudah berkali-kali? Melihat
perjalanan penyakit pasien.
Apakah ada peristiwa lain sebelum pasien berteriak?
Apa yang diucapkan pasien saat mengigau? (untuk melihat apa yang
dipikirkan oleh pasien hingga terbawa ke alam bawah sadarnya.)
Apa yang dilakukan ibu saat kejadian?
7
Untuk mengetahui bagaimana sikap ibu menanggapinya. Dan dapat
mengetahui dengan cara apa dapat meredakan keadaan pasien. sehingga dapat
membantu menegakkan diagnosis.
Mengapa hanya ibunya yang mengantar?
Untuk mengetahui alasan mengapa keluarga yang lain tidak ikut mengatar
berkaitan dengan hubungan/ keharmonisan keluarga tersebut.
Apakah pasien pernah bercerita tentang kehidupan pribadinya (curhat)?
Adakah hal serius yang dapat ditanggapi?
Dapat membantu menegakkan apakah ada permaslahan selama ini yang terjadi
pada pasien.
Bagaimana dengan nafsu makannya?
Untuk mengetahui apakah pasien mengalami gangguan depresi atau tidak.
Untuk pasien yang mengalami depresi gejala yang tampak bisa nafsu
makannya meningkat atau bisa saja menurun.
Bagaimana sikap pasien dalam satu minggu terakhir ini? Apakah sedih,
murung, atau biasa-biasa saja? Adakah perubahan yang signifikan pada
pasien? (Untuk mengetahui mood pasien.)
Bagaimana dengan aktivitas anak? Apakah terjadi penurunan aktivitas atau
seperti kehilangan minat? Apakah kegiatan sehari-harinya masih rutin
dilakukan?(menganalisis apakah ada depresi atau tidak).
Bagaimana riwayat hidup Conny? Bagaimana sikapnya dalam menghadapi
permasalahan? (Untuk mengetahui kepribadian pasien.)
Bagaimana keharmonisan keluarga? Bagaimana hubungan pasien dengan
lingkungan sekitarnya? Bagaimana interaksi social anak?
Untuk mengetahui apakah ada stressor dari keluarga maupun lingkungan
sekitar.
Apakah pasien tipe orang yang suka merajuk?
Karena orang yang suka merajuk bisa timbul histrionic.
Apakah pasien sudah mempunyai pacar?
Permasalahan remaja, konflik berat dengan pacar dapat menjadi faktor resiko
gangguan jiwa.
Bagaimana hubungan paisen dengan almarhum neneknya? Kapan neneknya
meninggal?Untuk mengetahui bagaimana kedekatannya. Mungkin pasien
8
berhalusinasi dengan neneknya karena dia belum bisa menerima kepergian
neneknya yang baru saja meninggalkannya.
III. PENGKAJIAN MASALAH
Diagnosis Kerja Masalah Bukti
Gangguan mental
organik
1. Gangguan
Organik
Anamnesis
- Kedua kaki yang lemah dan nyeri/tidak kuat
untuk berjalan sendiri.
- Ibu pasien menyatakan bahwa pasien meminta
untuk ditopang bahunya karena pasien merasa
kakinya lemas, pegal, dan linu seperti lumpuh.
- Dirasa pusing dan tidak enak badan.
- B.A.B. 4-5x sehari dengan konsistensi cair.
- Sejak 4 hari yang lalu pasien makan sedikit sekali
karena merasa mual disertai muntah.
Pemeriksaan Fisik
- Kesadaran Fluktuatif
- Pucat dan tampak lelah
- Suhu 38,5oC
- Nadi 98x/menit (ambang atas)
- Pernapasan 20x/menit (ambang atas)
- Peristaltik abdomen meningkat
- Ekstremitas bawah lemah
Pemeriksaan Laboratorium
- Hb : 10, 5 = anemia
9
- Leukosit : 4.000 = leukopenia
- Elektrolit : 1,5 = hipokalemi
- Tes Widal O+ 1/320 = Thypoid fever
Psikopatologis
- Afek dan emosi distim
- Jalan dan isi piker terdapat waham
- Mengigau dan berteriak-teriak
- Pasien mengaku melihat neneknya yang sudah
meninggal dan merasa teman-temannya iri
kepadanya dan ingin mencelakainya
- Pasien menyangkal bahwa dirinya sakit
- Sikap tidak kooperatif
Pasien tidak tenang dan agak cemas
2. Gangguan
Psikotik
-Adanya perasaan ketakutan yang menonjol
- Kepribadian dependent
- Pasien menarik diri dari hubungan social karena
takut tidak diterima di lingkungan tersebut
- Pasien sangat mudah dipengaruhi oleh teman-
temannya
IV. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL
Status mental Keterangan yang didapat Interpretasi
Penampilan Tampak gelisah dan gugup,
pucat, dan lelah
Pasien mengalami gangguan cemas
(anxietas) organik yaitu terdapat
10
kecemasan/gelisah yang timbul akibat
gangguan organic yang dialami pasien
seperti demam, diare, mual, muntah
Kesadaran biologis Kesadaran fluktuatif, kontak
psikis tidak baik, dan
orientasi tidak baik
Pasien memiliki gejala psikiatrik yang
disertai dengan gejala organic
Keadaan social Menarik diri dari hubungan
social karena takut tidak
diterima oleh lingkungan
tersebut. Selain itu pasien
memiliki sikap tidak
cooperative, tidak dapat
mengikuti dan melaksanakan
semua perintah yang
diberikan, mudah dipengaruhi
teman-temannya
Pasien menarik diri dari lingkungannya
karena merasa kurang percaya akan
kemampuan diri sendiri tergolong
dalam kepribadian dependent yaitu
kepribadian yang sangat tergantung
dengan orang lain misalnya dalam
menyelesaikan masalahnya
Perilaku dan aktifitas
psikomotor
Sering mengigau dan
berteriak-teriak
Pasien mengalami halusinasi visual dan
halusinasi auditorik dimana keduanya
termasuk dalam halusinasinosis organic
Pembicaraan Baik, tidak menunjukkan
kelainan
Pasien tidak mengalami alogia yaitu
suatu keterbatasan pembicaraan dan
pikiran
V. INTERPRETASI PEMERIKSAAN FISIK DAN PSIKIATRI
Pada pemeriksaan tungkai ditemukan refleks fisiologis positif dan refleks patologis negatif
yang berarti normal. Tidak ditemukan adanya kaku otot, tapi sekali-sekali terjadi kontraksi
otot serta terdapat nyeri otot. Hal ini disebabkan oleh penurunan K+ darah.
Pemeriksaan saraf (N.I - N.XII) normal, serta tidak ditemukan tanda-tanda radang pada
selaput otak.
11
Pada pemeriksaan psikiatri:
- Afek dan emosi distim yang berarti pasien suasana perasaan pasien yang tidak enak.
Sering ditemukan pada gangguan delusional.
- Ditemukan waham
- Perasaan takut menonjol
- Anak bungsu dari 5 orang bersaudara (2 laki-laki 3 perempuan), selalu dimanjakan
- Diam bila diatur orang, kurang percaya diri
- Tidak tahan celaan, menarik diri dari hubungan sosial karena takut tidak diterima.
- Mudah dipengaruhi orang lain
Dari hasil pemeriksaan di atas (yang dicetak miring), dapat ditarik kesimpulan bahwa pasien
memiliki ciri kepribadian cemas (anxiety personality disorder). Diagnosis ini dibuat karena
memenuhi kriteria:
- Perasaan takut dan tegang yang menetap dan pervasif
- Merasa diri tidak mampu, tidak menarik, dan lebih rendah dari orang
- Pre-okupasi yang berlebihan terhadap kritik dan penolakan dalam situasi sosial
(kemungkinan merupakan penyebab masalah yang timbul dengan teman kantor)
- Keengganan untuk terlibat dengan orang kecuali merasa yakin akan disukai
Pada pasien dengan gangguan kepribadian ini, mereka cenderung hipersensitif terhadap
penolakan oleh orang lain. Saat berbicara dengan orang, mereka akan menunjukkan
“ketidakpastian”, dan kepercayaan diri yang rendah. Dalam keseharian, orang dengan
gangguan kepribadian ini biasanya tidak mau memasuki persahabatan karena kecuali mereka
yakin akan diterima tanpa kritik, Pada umumnya sifat kepribadian mereka malu-malu.
VI. INTERPRETASI PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil pemeriksaan penunjang:
- Hb 10,5 (N. 12-14) rendah sesuai dengan klinis pasien terlihat pucat.
- Eritrosit 4 juta, masih dalam batas normal.
- Leukosit 4000, terjadi leukopeni. Hasil ini mendukung hipotesis ke arah typhoid, di
mana pada penyakit ini terjadi leukopenia.
12
- Elektrolit K+ 1,5 (N 3,5-5,5) yang berarti terjadi hipokalemia. Hal ini disebabkan oleh
gangguan gastrointestinal yang terjadi. Terlalu banyak cairan yang dikeluarkan
sehingga pasien dehidrasi dan terjadi penurunan nilai elektrolit dalam hal ini K+.
Hipokalemia ini kemudian akan mengakibatkan gangguan pada kontraksi otot, terjadi
kelemahan otot. Hal ini sesuai dengan gejala klinis bahwa pasien tidak datang dnegan
keluhan lemah pada kedua kaki sehingga tidak bisa berjalan.
- Urin protein +. Kemungkinan terjadi karena dehidrasi, menyebabkan vaskularisasi ke
organ menurun, termasuk ke ginjal, kemudian terjadi gangguan ginjal, akhirnya
ditemukan protein +.
- Foto thoraks normal.
- Tes Widal + 1/320. Berarti pasien positif menderita demam typhoid (didukung
dengan gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium).
VII. PATOFISIOLOGI
Perjalanan penyakit pada penyakit Demam Typhoid berawal dari masuknya kuman
Salmonella Typhosa ke dalam saluran cerna, bersama makanan dan minuman yang
terkontaminasi. Di lambung sebagian besar organisme akan mati oleh asam lambung HCL
dan sebagian ada yang lolos (hidup). Pengosongan lambung yang bersifat lambat merupakan
faktor pelindung terhadap terjadinya infeksi. Setelah melalui barier asam lambung
mikroorganisme sampai di usus halus dan menemui dua mekanisme pertahanan tubuh yaitu
motilitas dan flora normal usus. Flora normal usus berada di lapisan mukus atau menempel di
epitel saluran cerna dan akan berkompetisi untuk mendapatkan kebutuhan metabolik untuk
keperluan pertumbuhan, memproduksi asam amino rantai pendek serta menurunkan suasana
asam serta memproduksi zat antibakteria seperti colicin. Di usus halus mikroorganisme ini
bersinggungan dengan ujung villi usus halus dan berkembang biak terlebih dahulu selama
beberapa hari. Kemudian melakukan penetrasi endotoksin berupa molekul polisakarida
sebagai pathogen usus ke dalam mukosa pada manusia berlangsung di jejunum. Pada saat ini
biakan tinja positif beberapa hari setelah menelan mikroorganisme dan menjadi negative
ketika timbul gejala klinis bakteriemia Selanjutnya sel yang sudah terinfeksi berjalan melalui
nodus limfe intestinal regional dan duktus thorasikus menuju system sirkulasi sistemik dan
menyebar serta menginfeksi system retikuloendotelial di hati dan limpa. Di organ RES ini 13
sebagian kuman akan difagosit dan sebagian yang tidak difagosit akan berkembang biak dan
akan masuk pembuluh darah sehingga menyebar ke organ lain, terutama usus halus sehingga
menyebabkan peradangan yang mengakibatkan malabsorbsi nutrien dan hiperperistaltik
usus sehingga terjadi diare. Pada kasus sudah disebutkan bahwa pasien mengalami diare.
Setelah dilakukan pemeriksaan juga di temukan adanya infeksi bakteri typhoid. Ini sudah
berlangsung selama 4 hari dan pasien mengaku kurang makan. Diare yang berlangsung ini
nantinya akan menyebabkan dehidrasi tubuh terutama kalium. Kekurangan jumlah kalium
tubuh akan menyebabkan gejala seperti kelemahan otot dan apabila sangat parah akan terjadi
“cardiac arrest”. Pasien ini mengeluh nyeri pada otot dan tidak bisa berjalan. Menurut
kelompok kami, pasien mengalami hal ini karena kekurangan dari kalium.
Pada hipotalamus akan menekan termoregulasi yang mengakibatkan demam remiten (suhu
pasien di dapatkan 38,50 celcius) dan terjadi hipermetabolisme tubuh akibatnya tubuh
menjadi mudah lelah.
Anemia dapat terjadi pada penderita disebabkan antara lain karena pengaruh berbagai sitokin
dan mediator sehingga terjadi depresi sum-sum tulang dan penghentian tahap pematangan
eritrosit maupun kerusakan langsung pada eritrosit yang tampak sebagai hemolisis ringan.
Selain itu anemia bisa di sebabkan karena perdarahan usus. Pengaruh depresi sum-sum tulang
yang lain adalah leukopeni dan trombositopeni.
Pathogenesis kelainan neuropsikiatri karena endotoksin yang di hasilkan oleh bakteri beredar
dan berikatan dengan struktur basis kranii menimbulkan enselopati dengan cincin perdarahan,
thrombus kapiler, mielitis dan sindroma guillian barre dengan manifestasi klinis
waham,halusinasi daya nilai terhadap realita terganggu dan penurunan kesadaran. Sedangkan
Gangguan mental dapat terjadi di sebabkan karena sumbatan fibrin pada pembuluh darah otak
(DIC). Sehingga pada pasien ini terdapat gejala-gejala kesadaran Fluktuatif ,kontak psikis
tidak baik, pasien tampak gelisah dan gugup.(2)
VIII. Pemeriksaan Penunjang Anjuran(2)
Pemeriksaan darah lengkap
Pada pemeriksaan darah lengkap terdapat gambaran leukopenia dan limfositosis
relative. Hitung jenis leukosit biasanya normal atau bergeser sedikit ke kiri tergantung
beratnya jenis infeksi. Eosinofili dan basofil menghilang diikuti dengan penurunan 14
limfosit, secara bertahap eosinofil dan basofil muncul kembali diikuti meningkatnya
limfosit dan monosit setelah minggu kedua. Pada saat ini terjadi limfositosis relative
dan eosinofilia dan pergeseran ke kiri kembali normal. Dapat pula terjadi berbagai
gangguan system hematologic yaitu perdarahan akut, sindroma uremia hemolitik, dan
DIC. Terjadi pula gangguan system pembekuan darah yang sesuai dengan keadaan
DIC termasuk trombositopenia, hipofibrinogenemia.
Pemeriksaan tinja
Untuk mengetahui apakah ada mikroba yang menyebabkan diare atau tidak dan
memperkuat hipotesis juga menyingkirkan hipotesis yang sudah ada. Pemeriksaan ini
dapat menjadi diagnosis pasti demam typhoid bila di temukanbakteri Salmonella typi
dalam biakan dari feses.
EMG
Untuk mengetahui apakah mslah kelumpuhannya ini disebabkan pada otot yang
kekurangan impuls saraf juga ada gangguan neurologi.
IX. DIAGNOSIS KERJA
Diagnosis multiaksial
Aksis I F09. Gangguan mental organik atau Simtomatik YTT
Aksis II F60.7 Gangguan kepribadian dependen
Kurangnya percaya akan kemampuan diri sendiri dan membiarkan dirinya
diatur orang lain.
Aksis III Adanya infeksi typhoid
Adanya tes widal positif.
Aksis IV Adanya masalah pekerjaan
Adanya persaingan dengan rekan kerja yang membuat pasien merasa tidak
nyaman
15
Aksis V GAF = 40 (pada saat masuk RS)
Pada pasien terdapat masalah pada pekerjaannya
Adanya masalah serius pada hubungan pasien dengan temannya
Adanya masalah pada penilaian (kurangnya kemampuan untuk
mengambil keputusan, adanya kebingungan atau adanya disorientasi)
Adanya simptom lain seperti : halusinasi
X. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan yang menjadi prioritas pada pasien ini tentu saja dirujuk kepada dokter ilmu
penyakit dalam, untuk memperbaiki keadaan umum dan mengeradikasi penyebab organic
pada pasien ini yaitu demam tifoidnya. Pasien ini harus dirawat di rumah sakit karena
penurunan kesadaran pada pasien ini perlu dipantau dan juga pasien ini mengalami
hipokalemi yang jika tidak ditangani dapat menyebabkan aritmia otot jantung.
Terapi medikamentosa
Untuk demam tifoidnya :
1. Infus KCL 0,3% + NaCl 0,9% sebagai pelarut 40 mEq/L, pantau kadar kalium setiap
4 jam.
2. Ceftriaxone 2g i.v per hari 10-14 hari.
3. Dexamethasone diawali dosis single 3mg/kg diikuti 8 dosis 1mg/kg diberikan setiap 6
jam.
Infus KCL + NaCl digunakan untuk memperbaiki hipokaleminya. Target terapi
kalium pada pasien ini adal 3.0 mEq/L. Pemberian 40-60 mEq/L akan menaikan kadar
kalium 1-1,5 mEq/L tetapi sifatnya sementara karena kalium akan kembali kedalam sel (3).
Pemantauan serum kalium diperlukan untuk memastikan defisit kalium terkoreksi.
Ceftriaxone merupakan obat lini pertama pada demam tifoid dikarenakan merebaknya
salmonela thypi yang resisten terhadap golongan kloramfenikol(4). Ceftriaxone merupakan
antibiotik golongan cephalosporin generasi ketiga, sifatnya lebih aktif pada kuman gram
negatif dan positif, walaupun aktivitas pada kuman gram positif kurang dibanding dengan
cephalosporin generasi pertama(5). Waktu paruh ceftriaxone mencapai 8 jam dan obat ini juga
16
menjadi pilihan utama bagi uretitis oleh gonokokus tanpa komplikasi. Efek sampingnya
seperti reaksi anafilaksis, depresi sumsum tulang walaupun jarang, nefrotoksik tapi masih
lebih ringan dibanding golongan aminoglikosida. Pemberian dexamethasone diberikan pada
kasus-kasus demam tifoid dimana pasien mengalami gangguang kesadaran. Pada tahun 1980
di Jakarta pernah dicoba pemberian dexamethasone pada kasus-kasus tifoid dengan
penurunan kesadaran dan menurunkan mortalitas dari 56% menjadi 10%.. Pemberian
dexamethasone mengurangi proses inflamasi pada otak karena adanya toxin salmonela typhi.
Keadaan psikologik pasien juga perlu ditangani, terlihat gejala psikotik dan anxietas
pada pasien ini. Setelah prioritas pertama kita tangani, segera tangani kelainan psikologisnya.
Berikut untuk mengatasi gejala psikotik dan anxietasnya : Sulpiride 200mg/hari bisa dibagi 2-
3 dosis sehari
Sulpiride merupakan antipsikotik atipikal yang menghambat receptor dopamin D2 dan
D3. Efek antipsikotiknya lebih lemah dibanding dengan CPZ tetapi sulpiride mempunyai efek
antiaxietas. Efek ini terlihat dari interaksinya yang mengaktifkan receptor GABA. GABA
merupakan neurotransmiter inhibitory, oleh karena itu sulpiride merupakan efek antiaxietas,
sehingga obat ini digunakan pada pasien dengan harapan dapat menekan kecemasan dan
gejala psikotik pasien. Sulpiride diserap dengan lambat peroral, bioavailbilitasnya 25-35%.
Mencapai kadar puncak plasma pada 4,5 jam dan waktu paruh 6-8 jam dan dieksresi melalui
urin.
Psikoterapi
Psikoterapi dilakukan setelah penyebab organic selesai ditangani, kesadarannya pulih
dan respon psikisnya sudah mulai bagus karena dengan kesadaran dan respon psikis yang
buruk psikoterapi akan menjadi percuma karena pasien tidak mau mendengarkan apa yang
dikatakan oleh psikiater. Psikoterapi dipusatkan untuk memperbaiki kepribadian pasien ini
yang mempunyai ciri kepribadia dependent. Pasien harus diberi dukungan agar pasien bisa
mandiri dan tidak mudah tergantung maupun ikut-ikutan orang lain. Pembinaan raport yang
baik merupakan suatu hal yang wajib dilakukan oleh klinisi dalam menghadapi pasien, agar
klinisi mengerti sebernanya masalah yang diderita pasien. Kepribadian dan mental pasien
harus dibina agar dewasa dalam menyikapi masalah dan lingkungan sekitarnya oleh karena
peran keluarga dibutuhkan agar tidak terlalu memanjakan pasien. Biarlah saja keluarga
berikan dukungan tetapi pasien dilatih untuk menghadi masalah.
17
Terapi psikososial juga diberikan pada pasien ini mengingat hubungan yang kurang
harmonis dengan teman sekerjanya. Diharapkan dengan terapi ini hubungan pasien
dengan lingkungan sosial menjadi lebih harmonis, sekaligus membentuk kepribadian
dewasa yang diharapkan pada pasien ini.
XI. PROGNOSIS
Penyebab dari kondisi pasien ini adalah infeksi s.thypi yang cukup banyak terdapat pada
indonesia. Penangan terhadap demam tifoid cukup memberikan hasil yang memuaskan
bahkan strain-strain salmonela yang dulu resisten sudah bisa diatasi dengan antibiotika
golongan kuinolon maupun flurokuinolon seperti levofloksasin. Gangguan mental organik
dengan penyebab infeksi maupun obat-obatan jika diterapi dengan cepat dan tepat akan
memberikan pemulihan yang sempurna seperti sebelum terkena infeksi(6). Yang berbahaya
jika demam tifoid tersebut tidak diterapi dengan adekuat dapat menimbulkan kematian
maupun kecacatan pada fungsi otak.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Latar Belakang DEMAM TIFOID(7-8)
Demam tifoid, juga dikenal sebagai demam enterik, adalah suatu penyakit yang berpotensi
menyebabkan gejala multisistemik yang fatal, disebabkan oleh Salmonella typhi. Gejala
klinis yang klasik termasuk demam, malaise, nyeri abdomen yang difus, dan konstipasi.
Apabila tidak diobati, demam tifoid dapat menjadi penyakit yang merepotkan yang dapat
berkembang menjadi delirium, obtundasi, perdarahan intestinal, perforasi usus, dan kematian.
Orang yang selamat dapat mengalami komplikasi neuropsikiatri jangka panjang atau
permanen.
Salmonella typhi sudah menjadi bakteri patogen yang mayor bagi manusia selama ribuan
tahun, menyerang pada kondisi lingkungan yang kebersihannya buruk dan padat. Nama
Salmonella typhi berasal dari bahasa Yunani typhos, yang berarti asap halus yang dipercaya
18
dapat menyebabkan wabah dan kekacauan. Meskipun antibiotik sudah mengurangi frekuensi
demam tifoid secara universal, tapi masih bersifat endemik pada negara berkembang.
Penularan Salmonella typhi tidak memerlukan manusia sebagai vektor-nya. Cara
penularannya adalah melalui makanan yang sudah terkontaminasi oleh bakteri, faecal-oral
akibat penggunaan toilet dan kebersihan tangan yang kurang higienis, serta air yang
terkontaminasi seperti selokan atau sungai yang kurang bersih. Inokulum sekecil 100,000
organisme memiliki kemungkinan menginfeksi orang sehat lebih dari 50%.
A. Patofisiologi Tifoid Umum dan Neurologis
Bakteri Salmonella typhi yang sudah teringesti kebanyakan akan memasuki sistem tubuh
pejamu melalui ileum distal. S typhi memiliki fimbriae yang dapat melekat pada epitel
jaringan limfoid di ileum (plaque Peyeri), titik utama untuk makrofag berpindah dari usus ke
sistem limfatik. S typhi memiliki kapsul yang membantu menghindari inflamasi neutrofil.
Bakteri tersebut kemudian menginduksi makrofag pejamu untuk memanggil makrofag-
makrofag yang lainnya.
S typhi memanfaatkan sistem sel makrofag untuk reproduksi diri sementara melewati nodus
limfatikus mesentrikus lalu ke duktus torakikus dan pembuluh-pembuluh limfatik dan menuju
ke jaringan retikuloendotelial liver, lien, sum-sum tulang, dan nodus limfatikus. Bakteri lalu
diam dan berkembang biak sampai jumlah yang diperlukan kemudian akan menginduksi
makrofag untuk apoptosis yang menyebabkan bakteri-bakteri menuju aliran darah dan
menginvasi seluruh tubuh.
Pada demam tifoid, komplikasi atau gejala neuropsikiatri sudah umum di dapatkan pada
setiap stadium demam tifoid (45-76%), meskipun gejala depresif masih jarang ditemukan.
Kebanyakan kasus yang muncul seperti ini dipertimbangkan sebagai “tifoid toksikemia”,
dimana pasien mengalami delirium dan merasa bingung selama stadium awal penyakit
bersama dengan demam tinggi, dan biasanya membaik dalam waktu 1-2 hari penurunan suhu
badan sampai normal.
Penyebab manifestasi neurologis pada tifoid masih belum jelas. Berbagai macam teori telah
dikemukakan, termasuk kemungkinan peran toxin dari Salmonella typhi, infeksi langsung
sistem saraf pusat, ketidakseimbangan elektrolit dan cairan, gangguan nutrisi dan
19
kemungkinan fenomena autoimun. Bagaimanapun juga, analisis serologi dan otopsi pada
pasien yang meninggal akibat tifoid dengan manifestasi neurologis belum berhasil
membuktikan teori-teori tersebut. Kesimpulannya, pasien dengan demam onset akut dan
tingkah laku abnormal pada negara tropis disarankan untuk dievaluasi akan adanya gejala
penyakit lain seperti ensefalitis.
B. Gejala Tifoid Umum dan Neurologis
Demam tifoid dimulai 7-14 hari setelah ingesti S typhi. Pola demamnya bertahap, dengan ciri
meningkatnya temperatur seiring waktu dan menurun pada pagi harinya.
Setelah minggu pertama, gejala gastrointestinal yang buruk dapat terjadi. Gejala-gejala yang
dimaksud adalah nyeri abdomen dengan tanda Blumberg positif dan, pada beberapa kasus,
nyeri perut pada kuadran kanan atas. Plaque Peyeri dapat mengalami inflamasi dan
menyempitkan rongga usus akibat infiltrasi monositik, yang dapat menyebabkan konstipasi.
Penderita kemudian dapat mengalami gejala seperti batuk kering hingga gejala neural seperti
nyeri kepala frontal yang tumpul, delirium, dan malaise diikuti stupor yang meningkat.
Selain delirium, contoh gejala-gejala neuropsikiatri yang terjadi adalah delirium, myelitis
serebellitis, parkinsonisme, psikosis akut, meningo-ensefalitis dan kelainan anxietas umum.
Gejala neuropsikiatri dari demam tifoid sangat bervariasi, sehingga demam tifoid sering salah
didiagnosa sebagai pasien dengan kelainan psikis yang primer dan mendapatkan penanganan
yang salah. Namun –seperti yang telah dikatakan– gejala depresif pada demam tifoid jarang
terjadi. laporan insiden gejala depresif demam tifoid sedikit diduga karena gejala tersebut
tidak diketahui oleh praktisi non-psikiatri.
C. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah kultur, polymerase chain reaction
(PCR) dan tes serologis spesifik.
Kultur merupakan pemeriksaan penunjang yang sudah menjadi standar diagnosa demam
tifoid dengan menemukan Salmonella typhi pada hasil kultur. Kultur yang paling baik adalah
20
kultur aspirasi sum-sum tulang yang kesensitifannya mencapai 90%, namun hasil akan
menurun setelah hari ke-5 atau setelah penggunaan antibiotik. Kultur darah dan faeces juga
memiliki kesensitifan yang cukup baik untuk masa inkubasi sampai minggu pertama (40-
80%).
Tes serologis yang umum dilakukan adalah tes Widal, yang digunakan untuk mengukur
aglutinasi antibodi melawan antigen H dan O dari Salmonella typhi. Namun tentu tes ini tidak
dapat menjadi patokan utama dalam mendiagnosa demam tifoid karena kurang spesifik dan
kurang sensitif.
D. Tatalaksana
Secara medikamentosa, hal yang pertama dilakukan adalah pemberian antibiotik spektrum
luas selagi menunggu hasil kultur beserta serologis keluar. Setelah hasil kultur dan serologis
didapatkan, antibiotik spektrum luas dapat diganti menjadi antibiotik yang lebih spesifik.
Antibiotik yang diberikan harus bersifat empiris karena Salmonella typhi sudah menjadi
bakteri yang resisten terhadap banyak antibiotik contohnya kloramfenikol yang dulu sempat
menjadi obat pilihan demam tifoid. Sekarang antibiotik yang disarankan adalah
fluorokuinolon yang dapat digunakan untuk demam tifoid dengan atau tanpa komplikasi.
Untuk daerah yang ternyata sudah resisten terhadap fluorokuinolon, sefalosporin generasi
ketiga merupakan obat yang disarankan.
Bedah dilakukan apabila terjadi perforasi intestinal. Kebanyakan pembedahan dilakukan
dengan pembukaan kecil pada intestinal, lalu perforasi di-drainase. Reseksi kecil pada usus
dilakukan apabila perforasinya multipel.
E. Prognosis
Prognosis pasien demam tifoid sangat bergantung pada seberapa cepat penyakit terdiagnosa
dan tatalaksana yang tepat yang dilakukan secepat mungkin. Umumnya, demam tifoid yang
tidak ditangani memiliki tingkat mortalitas 10-20%. Pada demam tifoid yang ditangani
dengan baik, mortalitas dibawah 1%.21
BAB IV
KESIMPULAN DAN PENUTUP
Pada hasil anamnesis didapatkan keterangan bahwa sejak 4 hari yang lalu pasien mengeluh
merasa mual disertai muntah dan mengalami diare. Di dalam pemeriksaan laboratorium dan
fisik didapatkan bahwa pasien terkena demam typhoid. Tetapi saat di bawa ke dokter yang
dikeluhkan adalah gejala-gejala neuropsikiatrik berupa sering teriak-teriak, mengigau, dan
kaki lemah yang di pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan pada kedua kaki.
Kemungkinan gejala- gejala ini muncul karena endotoxin dari bakteri penyebab demam
typhoid sudah menyebar ke otak. Tetapi dengan pengobatan yang baik untuk menyembuhkan
penyebab dan monitoring berkala, pasien dapat diprognosiskan ke arah yang bonam.
Demikian makalah laporan hasil diskusi ini kami susun. Makalah ini dapat selesai
dengan bantuan berbagai pihak. Dalam kesempatan ini kami ingin mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada tutor yang telah membantu memandu jalannya diskusi dengan
baik. Banyak terima kasih juga kami sampaikan kepada dosen – dosen yang telah
22
memberikan kuliah – kuliah yang bermanfaat bagi kami. Kami menyadari bahwa makalah
ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami memohon maaf yang sebesar-besarnya
apabila terdapat banyak kekurangan dan kesalahan dalam makalah ini, baik dalam isi apabila
kurang lengkap, ejaan, ataupun susunan penulisannya. Kami mengharapkan saran dan kritik
yang bersifat membangun agar menjadi masukan bagi kami untuk makalah berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim. Available at :
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/103/jtptunimus-gdl-sunitig0a0-5108-1-bab1.pdf
Accessed 10 Mei 2012 .
2. Anonim. Available at :
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/110/jtptunimus-gdl-yanhadiono-5463-2-babii.pdf.
Accessed 10 Mei 2012.
3. Graber MA. Terapi Cairan, Elektrolit dan Metabolik 3rd editon. Jakarta : Farmedia.
2010.p. 37-8.
4. Lesser CF, Miller SI. Salmonellosis in Harrison’s Principle of Internal Medicine 15th
edition. Braunwald E, et al, edt. SanFrancisco:McGrawHill. 2001.p.972.23
5. Gunawan SG, Setiabudi R, Nafrialdi, edt. Farmakologi dan Terapi 5th edition.
Jakarta : FKUI. 2007.
6. Goldman HH, edt. Review of General Psychiatry 5th editon. Baltimore:McGrawHill.
2000. p. 204.
7. Brusch JL, Cunha BA. Typhoid Fever. September 21st, 2011. Available at :
http://emedicine.medscape.com/article/231135. Accessed on May 9th, 2012.
8. Ukwaja KN. Typhoid fever presenting as a depressive disorder – a case report. May
12th, 2010. Available at :
http://www.rrh.org.au/publishedarticles/article_print_1276.pdf. Accessed on May 9th,
2012.
24