semhas dibaikin

101
PENELITIAN LAPORAN KASUS KEMATIAN PERINATAL DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS LEMPAKE SAMARINDAPERIODE JANUARI-APRIL 2015 Disusun oleh : Nadila Lupita Puteri (0910015046) Dinar Wulan Haeruddin (0910015051) Chika Ahsanu Amala (0910015052) Finda Rahmanisa (0910015053) M. Rozaqy Ishaq (0910015056) PEMBIMBING: dr. Solihin Wijaya dr. Riries Choiru, M. Kes dr. Zulhijran Noor FAKULTAS KEDOKTERAN PROGRAM STUDI KEDOKTERAN UMUM UNIVERSITAS MULAWARMAN 1

Upload: dinar-wulan-lovegood

Post on 16-Dec-2015

25 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

semhas

TRANSCRIPT

PENELITIAN

PENELITIANLAPORAN KASUS KEMATIAN PERINATAL DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS LEMPAKE SAMARINDAPERIODE JANUARI-APRIL 2015

Disusun oleh :

Nadila Lupita Puteri

(0910015046)

Dinar Wulan Haeruddin (0910015051)

Chika Ahsanu Amala (0910015052)

Finda Rahmanisa

(0910015053)

M. Rozaqy Ishaq

(0910015056)

PEMBIMBING:

dr. Solihin Wijaya

dr. Riries Choiru, M. Kesdr. Zulhijran Noor

FAKULTAS KEDOKTERAN

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN UMUM

UNIVERSITAS MULAWARMAN

SAMARINDA

2015

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan penulisan Skripsi yang berjudul Hubungan Jenis Sumber, Akses dan Pengelolaan Air Bersih dengan Kejadian Diare di Puskesmas Temindung Samarinda dapat terselesaikan dengan baik.

Pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:

Bapak Prof. Dr. H. Zamruddin Hasid, SE, SU selaku Rektor Universitas Mulawarman.

dr. Emil Bachtiar, Sp. P selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman.

dr. Ika Fikriah, M. Kes selaku Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Mulawarman.

Dr. dr. Swandari Paramita, M. Kes selaku dosen Pembimbing I atas segala kesabaran, bimbingan, arahan, motivasi dan kesediaan waktu yang selalu diberikan kepada penulis hingga selesainya skripsi ini.

drg. Verry Asfirizal, M. Kes selaku dosen Pembimbing II yang senantiasa menyediakan waktu untuk membimbing dan memberikan masukan yang sangat dibutuhkan untuk menyempurnakan skripsi ini.

dr. Oswald Simatupang, MPPM selaku dosen Penguji I yang telah banyak membantu mengoreksi dan memberikan masukan dalam penyempurnaan skripsi ini.

drg. Masyhudi, M. Si selaku dosen penguji II yang memberikan arahan, kritik , dan saran demi penyempurnaan skripsi ini.

dr. Abdillah Iskandar, M. Kes selaku dosen wali yang telah memberikan arahan dan motivasi selama penulis menjalani proses perkuliahan

dr. Rony Isnuwardana, MIH yang telah memberikan bimbingan dan masukan dalam penyusunan skripsi ini.

Seluruh dosen pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman atas ilmu yang telah diberikan.

dr. Solihin Wijaya selaku pimpinan Puskesmas Temindung Samarinda, yang telah membantu dan memberikan izin dalam pengumpulan data penelitian ini.

dr. Andy, dr. Nindy, Bu Sri, Bu Made, Mbak Fanny dan Mbak Dewi dan seluruh staff Puskesmas Temindung di Poliklinik Anak yang telah banyak membantu serta memberikan waktu dan tempat dalam melakukan penelitian ini.

Seluruh staff akademik dan kemahasiswaan yang telah banyak membantu dalam proses pengerjaan skripsi maupun selama proses perkuliahan.

Orangtua tercinta, ibu saya, dra. Hj. Yusnaniah yang senantiasa memberikan dukungan moral dan material yang tak terhingga serta selalu mendoakan kebaikan dan keberhasilan Ananda dan Almarhum ayah saya, Amang Kalimantoro yang semangatnya senantiasa berada di hati Ananda.

Yangkung, drs. H. Anwar Chananie dan Yangtie, Hj. Mamie Chanani yang selalu memberikan dukungan dan doanya.

Saudara-saudara tercinta sekaligus sahabat saya, Bunga, Denis, Mbak Eva dan Dika yang telah memberikan doa, dukungan dan semangatnya.

Setya Girindra Wardana, S. Ked yang telah senantiasa memberikan doa, semangat, bantuan, perhatian dan waktunya untuk selalu ada setia mendampingi penulis.

Sahabat-sahabat tercinta saya, Meyliana Primavita Asharie, S. Ked, Mirza Syarischa, Yosi, Fatia, Syefira, Eka, Ira, Nilam, Danti, Vianny, Bonis, Eko, Ryckie dan Abdi yang telah memberikan tawa, inspirasi, doa, dukungan dan semangatnya.

Kak Budi Kuncoro dan kelompoknya yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini.

Teman teman senasib dan seperjuangan, Glosso 2009 tercinta yang tidak dapat disebutkan satu persatu, serta semua pihak yang telah banyak membantu dan memberikan dorongan semangat dalam penulisan skripsi ini.

Akhir kata penulis menyadari bahwa penulisan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis membuka diri untuk segala saran dan kritik yang membangun.Akhirnya, besar harapan penulis semoga tulisan in dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan serta bagi mereka yang membutuhkannya.

Samarinda, 3 Mei 2013

Penulis

ABSTRAK

Nama : Nadila Lupita Puteri, Dinar Wulan Haeruddin, Chika Ahsanu Amala, Finda Rahmanisa, M. Rozaqy IshaqJudul : STUDI EKSPLORASI FAKTOR RISIKO KEMATIAN NEONATUS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS LEMPAKE SAMARINDA PERIODE JANUARI-APRIL 2015

Pada Upaya Pelayanan Kesehatan Kesehatan Ibu dan Anak Puskesmas Lempake Samarinda, didapatkan prioritas masalah tertinggi yaitu kematian neonatus. Penyebab kematian yang ditemukan ialah asfiksia berat dan BBLR serta hipotermia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor risiko kematian neonatus, yang meliputi faktor dari ibu, faktor tenaga kesehatan dan faktor tenaga non medis yang mengakibatkan kejadian kematian neonatus di wilayah kerja Puskesmas Lempake. penelitian eksploratif kualitatif yang telah dilakukan pada bulan Juni 2015 dengan pengambilan sampel dengan cara purposive sampling dan cara pengumpulan data menggunakan observasi dan wawancara mendalam kepada informan Bidan Praktek Mandiri (6), dukun (1) dan ibu yang mengalami kematian neonatus (2). Darihasilpenelitiandapat disimpulkan bahwakematian neonatal di wilayah kerja Puskesmas Lempake disebabkan oleh berbagai faktor yaitu persalinan yang ditolong oleh dukun, rendahnya pengetahuan ibu, dan pelayanan kesehatan yang masih belum sesuai standar acuan.

Kata kunci:Kematian Neonatal , Tenaga Kesehatan, Pengetahuan Ibu, DukunABSTRACT

Name : Nadila Lupita Puteri, Dinar Wulan Haeruddin, Chika Ahsanu Amala, Finda Rahmanisa, M. Rozaqy IshaqTitle: EXPLORATION STUDY OF NEONATAL MORTALITIES RISK FACTORS IN LEMPAKE PUBLIC HEALTH CENTER WORKING REGION SAMARINDA PERIOD JANUARY-APRIL 2015Efforts Health Services Maternal and Child Health Center Lempake Samarinda, obtained the highest priority issue was neonatal mortalities. Causes of death were found is severe asphyxia and low birth weight and hypothermia. This study aims to determine the risk factors for neonatal mortality, which includes factors from the mother, factors health professionals and non-medical personnel factors that resulted in the incidence of neonatal death in Lempake PHC. Qualitative exploratory study was done in June 2015 with sample by purposive sampling and collecting data through observation and in-depth interview to the informant Midwives Independent Practice (6), shaman (1) and a mother who suffered neonatal deaths (2). From the results of this study concluded that neonatal mortality in Puskesmas Lempake caused by various factors, births attended by shamans, low maternal knowledge, and health services are still not appropriate reference standard.

Keywords: Neonatal mortality, Medics, Mothers Knowledge, ShamanDAFTAR ISI

HALAMAN JUDULi

viKATA PENGANTAR

xiABSTRAK

xiiABSTRACT

xiiiDAFTAR ISI

xviiDAFTAR TABEL

DAFTAR LAMPIRAN

viii1BAB 1 PENDAHULUAN

11.1Latar Belakang

31.2Rumusan Masalah

31.3Tujuan Penelitian

31.3.1Tujuan Umum

31.3.2Tujuan Khusus

31.4Manfaat Penelitian

5BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

23BAB 3 KERANGKA KONSEP

25BAB 4 METODE PENELITIAN

32BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 6 39PEMBAHASAN

BAB 7 47KESIMPULAN DAN SARAN

48DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN.

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1.PenyebabKematian Neonatal 0-6 hari...................................................15

Tabel 5.1. Identitas Bidan Praktik Mandiri......................................................................28

Tabel 5.2 Identitas Ibu yang Mengalami Kematian Neonatus.........................................29

Tabel 5.3 Identitas Dukun yang Menolong Persalinan.....................................................29

Tabel 5.4. Gambaran Pelatihan yang Telah diikuti Bidan

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar Informasi Penelitian 51

Lampiran 2 Informed Consent 52

Lampiran 3 Data Karakteristik Informan55

Lampiran 4 Daftar Pertanyaan Wawancara58

Lampiran 5 Tabel Skor Poedji Rochjati

Lampiran 5 Dokumentasi62

Lampiran 6 Surat Tugas Penelitian..

BAB 1PENDAHULUAN

LatarBelakang

Tujuan pembangunan kesehatan Indonesia diarahkan untuk meningkatkan derajat kesehatan dan kualitas sumber daya manusia, yang dapat dilihat dengan upaya meningkatkan usia harapan hidup, menurunkan angka kematian ibu dan anak, meningkatkan kesejahteraan keluarga, meningkatkan produktifitas kerja, sertameningkatkan kesadaran masyarakat untuk berperilaku hidup sehat (Depkes RI, 2005). Salah satu upaya untuk mencapai tujuan nasional adalah menurunkan angka kematian bayi, yang saat ini masih menjadi program prioritas pemerintah. Kematian neonatal (bayi umur 028 hari) di negara-negara berkembang sampai dengan saat ini masih tinggi (Adisasmito, 2007). Hasil Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 diperoleh Angka Kematian Bayi (AKB) 34 per 1000 KH, dan Angka Kematian Neonatal 20 per 1000 KH. Target Pemerintah dalam program Millenium Development Goals (MDGs) adalah AKB menjadi 23 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015. Penyebab kematian neonatal adalah BBLR (30,3%),asfiksia (27%), tetanus (9,5%), masalah gangguan pemberian ASI (9,5%), masalah hematologi (5,6%), infeksi (5,4%) dan lainnya (12,7%) (Impact, 2005). Di Indonesia angka kematian neonatal masih cukup tinggi yaitu sebesar 25 per seribu kelahiran hidup (Suryatni, 2004).

Pada salah satu program kerja Upaya Pelayanan Kesehatan (UPK) Wajib Puskesmas Lempake Samarinda, yaitu UPK Kesehatan Ibu dan Anak didapatkan prioritas masalah tertinggi adalah kematian neonatus. Prioritas masalah ini dihitung berdasarkan Pan American Health Organization (PAHO). Pada daerah Samarinda, di wilayah kerja Puskesmas Lempake periode Januari-April 2015 didapatkan kejadian kematian neonatus sebanyak 2 orang. Pada tahun 2014 tidak ditemukan kematian neonatus di wilayah ini. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat peningkatan angka kematian neonatus pada daerah Samarinda wilayah kerja Puskesmas Lempake. Penyebab kematian yang ditemukan ialah asfiksia berat dan BBLR serta hipotermia (Data statistik PKM lempake 2015).

Derajat kesehatan neonatal itu sendiri sangat terkait dengan kesehatan ibu semasa kehamilan, pertolongan persalinan dan perawatan bayi baru lahir. Untuk itu berbagai upaya yang dinilai mempunyai dampak ungkit besar terhadap penurunan angka kematian bayi telah dilaksanakan antara lain melalui peningkatan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan dasar di tingkat masyarakat, upaya pendayagunaan dan intensifikasi posyandu untuk kegiatan KIA dasar dan keluarga berencana, termasuk di dalamnya pendekatantempat pelayanan yakni dengan ditempatkannyatenaga bidan di desa dan pembangunan pondokbersalin desa (Depkes RI, 2005).

Bebarapa faktor yang berpengaruh terhadap kematian neonatal adalah faktor ibu yaitu pengetahuan ibu mengenai kehamilan dan pemeriksaan kehamilan, sosial budaya, dan rendahnya peran serta masyarakat. Terkait dengan hal itu, menurut Azrul Azwar, ada 3 terlambat yaitu terlambat mengambil keputusan mencari pelayanan kesehatan terampil, terlambat tiba di rumah sakit karena masalah transportasi, terlambat dalam tindakan medis. Keluarga belum berdaya dalam mencegah terjadinya 4 terlalu dalam kehamilan/persalinan yaitu terlalu muda hamil, terlalu tua hamil, terlalu pendek jaraknya dan terlalu banyak hamil atau paritas (Impact, 2005).Faktor tenaga kesehatan dalam hal ini adalah seluruh Bidan Praktik Mandiri di wilayah kerja Puskesmas Lempake yaitu faktor standar pelayanan ibu hamil mulai dari ANC, pertolongan persalinan sampai PNC, pengetahuan dan penanganan kehamilan risiko tinggi, standar asuhan bayi baru lahir serta penanganan kegawatdaruratan bayi baru lahir sudah sejalan dengan rujukkan Depkes atau belum. Pada penelitian ini juga didapatkan faktor dari tenaga non medis. Berdasarkan uraian di atas, mengetahui faktor risiko dan kualitas sistem pelayanan kesehatan memiliki hubungan erat dengan gangguan kesehatan ibu baik saat hamil maupun bersalin, dimana efek tersebut akan turut berpengaruh pula pada kesehatan bayi yang dilahirkan (neonatal). Dengan mengetahui faktor risiko dan kualitas sistem pelayanan kesehatan diharapkan kehamilan dan persalinan ibu mendapat perhatian lebih sehingga kesehatan ibu dan bayi tercapai. Kematian neonatus menjadi salah satu masalah UPK dengan prioritas masalah tertinggi di Puskesmas Lempake Samarinda, sehingga peneliti tertarik melakukan penelitian untuk mengetahui faktor-faktor risiko dari ibu, tenaga kesehatan dan tenaga non medis yang berperan dan berpengaruh pada kejadian kematian neonatus serta bagaimana sistem pelayanan kesehatan yang ada. Penelitian ini dilakukan di beberapa rumah warga yang terkait dengan kasus kematian neonatus dan Puskesmas Lempake Samarinda.

Rumusan Masalah

Bagaimana faktor ibu, faktor tenaga kesehatan dan faktor tenaga non medis terhadap kejadian kematian neonatus di wilayah kerja Puskesmas Lempake?Tujuan

Tujuan UmumMengetahui faktor dari ibu, faktor tenaga kesehatan dan faktor tenaga non medis yang mengakibatkan kejadian kematian neonatus di wilayah kerja Puskesmas Lempake

Tujuan Khusus

Mengetahui faktor risiko apa saja yang kemungkinan berperan serta atas kejadian kematian neonatus di Puskesmas Lempake Samarinda

Mengetahui sistem pelayanan kesehatan ibu hamil di Bidan Praktek Mandiri yang berada di wilayah kerja Puskesmas Lempake Samarinda

Manfaat

Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi bagi pihak Puskesmas terkait faktor risiko apa saja yang berperan serta atas kejadian kematian neonatus di Puskesmas Lempake Samarinda.Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi tentang gambaran sistem pelayanan kesehatan ibu hamil di Bidan Praktek Mandiri yang berada di wilayah kerja Puskesmas Lempake Samarinda.Manfaat Ilmiah

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan ilmiah untuk memperbanyak hasanah ilmu pengetahuan mengenai pencegahan kematian neonatus.Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi petugas kesehatan dalam menjalankan sistem pelayanan kesehatan ibu hamil sesuai dengan standar operasional sehingga dapat mengurangi terjadinya kematian neonatus di Puskesmas Lempake Samarinda.Manfaat bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan peneliti dalam menulis karya ilmiah dan menambah bekal peneliti ketika menjadi dokter agar memperhatikan faktor risiko kematian neonatus.Penelitian ini diharapkan dapat menambah kemampuan dan keterampilan peneliti dalam mencegah terjadinya kematian neonatus.Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengalaman peneliti mengenai sistem pelayanan kesehatan ibu hamil di Puskesmas Lempake Samarinda.

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA

Definisi

Neonatus (bayi baru lahir) adalah bayi dari saat lahir sampai usia 4 minggu pertama kehidupan (Wong,2004). Periode neonatal dimulai saat bayi lahir sampai 28 hari setelah kelahiran (WHO,2008). Bayi sangat mudah terserang penyakit akibat terjadi transisi di dalam kandungan ke kehidupan diluar kandungan (ekstra uterus) yang memerlukan beberapa penyesuaian fisiologi dan biokimia agar bayi bisa bertahan hidup. Pada masa transisi ini sebagian besar masalah yang terjadi adalah lemahnya adaptasi bayi akibat asfiksia, kelahiran prematur, dan efek yang terjadi akibat proses persalinan (Kliegman, dkk,2011).

Kematian neonatal menurut ICD 10 adalah kematian yang terjadi selama 28 hari pertama kehidupan setelah bayi dilahirkan. Kematian neonatal dibagi atas : kematian neonatal dini dan kematian neonatal lanjut. Kematian neonatal dini merupakan kematian seorang bayi dari mulai setelah dilahirkan sampai 7 hari pertama kehidupan (0-6 hari) sedangkan kematian neonatal lanjut adalah kematian bayi setelah 7 hari sampai sebelum 28 hari pertama kehidupan (7-27 hari) (WHO,2006).

Angka Kematian Neonatal (Depkes RI, 2010)Angka kematian bayi berhasil diturunkan secara tajam dari 68 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 1990an menjadi 34 per 1.000 kelahiran hidup (SDKI, 2007). Penurunan kematian neonatal berlangsung lambat yaitu dari 32 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 1990an menjadi 19 per 1.000 kelahiran hidup, dimana 55,8% dari kematian bayi terjadi pada periode neonatal, sekitar 78.5% nya terjadi pada umur 0-6 hari (Riskesdas, 2007). Penyebab kematian neonatal di Indonesia disajikan pada tabel berikut:

Tabel 2.1.PenyebabKematian Neonatal 0-6 hariMasalah utama bayi baru lahir pada masa perinatal dapat menyebabkan kematian, kesakitan dan kecacatan. Hal ini merupakan akibat dari kondisi kesehatan ibu yang jelek, perawatan selama kehamilan yang tidak adekuat, penanganan selama persalinan yang tidak tepat dan tidak bersih, serta perawatan neonatal yang tidak adekuat. Perawatan antenatal dan persalinan harus sesuai standar, harus disertai dengan perawatan neonatal yang adekuat dan upaya-upaya untuk menurunkan kematian bayi akibat bayi BBLR, infeksi pasca lahir, hipotermia dan asfiksia. Sebagian besar kematian neonatal yang terjadi disebabkan oleh penyakit-penyakit yang dapat dicegah dan diobati misalnya intervensi imunisasi Tetanus Toxoid pada ibu hamil menurunkan kematian neonatal hingga 33-58% (Buku Saku Pelayanan Kesehatan Neonatal, 2010).Salah satu tujuan Millenium Development Goal (MDGs) 2015 di bidang kesehatan adalah menurunkan angka kematian anak. Dalam 20 tahun terakhir, angka kematian balita di dunia menurun cukup tajam dari 12 juta pada 1990 menjadi berkisar 7,6 juta pada 2010 (dari 88 per 1.000 kelahiran hidup menjadi 57 per 1.000 kelahiran hidup). Namun dipihak lain, angka kematian bayi menurun sangat lambat. Di Indonesia, angka kematian bayi sangat tinggi yaitu angka kematian bayi 32 per 1.000 kelahiran hidup. Setiap 1 jam terdapat 10 kematian bayi di Indonesia. Salah satu penyebab kematian bayi terbanyak adalah prematuritas dan infeksi.Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tahun 2007, penyebab kematian neonatus 0-6 hari di Indonesia adalah asfiksia (37 persen), prematuritas (34 persen), dan sepsis (12 persen). Sementara itu, penyebab kematian neonatus 7-28 hari adalah sepsis (20,5persen), kelainan kongenitall (19 persen), pneumonia (17 persen), respiratory distress syndrome/ RDS (14 persen), dan prematuritas (14 persen). Sedangkan di Divisi Perinatologi RSUPN Cipto Mangunkusumo sendiri, angka kematian neonates karena sepsis mencapai 30 persen dari angka kematian neonates yaitu 42,7 per 1000 kelahiran hidup pada 2009.Faktor faktor yang berhubungan dengan Kematian NeonatalFaktor yang berpengaruh terhadap kelangsungan hidup neonatal terdiri dari faktor sosial ekonomi dan faktor terdekat. Faktor terdekat tersebut terdiri dari faktor ibu, faktor bayi, faktor sebelum melahirkan, faktor saat melahirkan, faktor sesudah melahirkan dan faktor pelayanan kesehatan (Titaley,dkk, 2008).Faktor Ibu (Maternal Factor)

Umur ibu

Pada umur dibawah 20 tahun, rahim dan panggul seringkali belum tumbuh mencapai ukuran dewasa. Akibatnya, ibu hamil pada usia itu dapat mengalami persalinan lama/ macet. Pada umur 35 tahun atau lebih, kesehatan ibu sudah menurun, akibatnya ibu hamil pada usia tersebut mempunyai kemungkinan lebih besar untuk mempunyai anak cacat dan perdarahan. (Kemenkes RI, 2011). Hasil penelitian menunjukkan bahwa 51% kematian neonatal terjadi pada ibu usia muda 15-24 tahun (Yego dkk,2013).

Umur ibu memiliki pengaruh terhadap kematian neontal. Ibu yang melahirkan pada kelompok umur kurang dari 20 tahun dan kelompok umur lebih dari 30 tahun memiliki peluang lebih besar untuk terjadinya kasus kematian neonatus dibandingkan umur 20-30 tahun ( 30 tahun = OR 1.46) (Faisal,2010). Hasil penelitian kualitatif pada masyarakat etnik Madura Jawa Timur, menemukan umumnya remaja putri menikah sebelum menyelesaikan pendidikan pesantren sekitar usia 17 tahun (Kemenkes RI, 2012).Paritas ibu

Paritas merupakan klasifikasi perempuan berdasarkan jumlah bayi lahir hidup dan lahir mati yang dilahirkannya pada umur kehamilan lebih dari 20 minggu. Pada masa kehamilan, rahim ibu teregang oleh adanya janin. Apabila terlalu sering melahirkan, rahim akan semakin lemah. Apabila ibu telah melahirkan 3 anak atau lebih, perlu diwaspadai adanya gangguan pada waktu kehamilan, persalinan dan nifas (Kermenkes RI,2012). Paritas lebih dari 3 menunjukkan adanya hubungan dengan kematian neonatus (Chaman dkk,2009). Jarak kelahiran pendek berhubungan dengan kematian neonatus (Titaley dkk, 2008).

Hasil penelitian kualitatif bahwa nilai anak bagi orang Toraja sangat penting. Sehingga memiliki banyak anak menjadi pandangan utama bagi penduduknya. Progam Keluarga Berencana (KB) dari pemerintah yang mengarahkan dua anak lebih baik tidak berlaku bagi orang Toraja. Bagi mereka istilah tersebut menjadi keluarga besar untuk melanjutkan banyaknya jumlah anak yang mereka miliki (Kemenkes RI,2012).

Kelahiran Prematur (IDAI, 2014)

Bayi kelahiran premature mudah mengalami penurunan suhu dibawah normal (kurang dari 36,5 derajat celcius). Penurunan suhu ini dapat mengakibatkan bayi mengalami sesak nafas, lemah, pucat, ataupun berwarna biru karena kekurangan oksigen. Apabila tidak dapat diatasi dengan segera, penurunan suhu ini dapat mengakibatkan kematian. Salah satu usaha yang dapatdilakukan oleh masyarakat untuk mencegah penurunan suhu bayi premature adalah menggunakan topi dan perawatan metode kanguru (PMK). Perawatan metode kanguru adalah perawatan bayi baru lahir dengan melekatkan bayi di dada ibu dan anggota keluarga lain (kontak kulit dengan bayi) sehingga suhu bayi tetap hangat. Perlengkapan perawatan metode kanguru yang digunakan pada ibu adalah pakaian untuk ibu yang nyaman dan hangat pada suhu ruangan dan Supportbinder (ikatan/ pembuluh penahan si bayi agar terus berada di posisi dada ibu). Supportbinder adalah baju kanguru dan kain yang dilipat diagonal dan dibuat simbul pengaman. Sedangkan perlengkapan yang digunakan pada bayi adalah topi, popok, dan kaos kaki. Syarat-syarat yang dilakukan sebelum dilakukan perawatan metode kanguru adalah mencuci tangan yang baik dan benar. Posisi yang digunakan pada PMK adalah bayi diletakkan secara tegak lurus menempel antara kulit di dada ibu di antara kedua payudara, bayi dalam keadaan telanjang dan hanya menggunakan popok, topi dan kaos kaki, ibu dan bayi diselimuti oleh kain khusus atau baju, perlekatan kulit harus seluas-luasnya dan langsung melekat tanpa perantara. Setelah posisi bayi baik, baju kanguru diikat untuk menyangga bayi. Selanjutnya ibu dapat beraktivitas seperti biasa sambil membawa bayinya dalam posisi tegak lurus di dada ibu (skin to skin contact) seperti kanguru.Perawatan metode kanguru memberikan manfaat pada bayi, ibu, ayah. Manfaat perawatan metode kanguru pada bayi seperti denyut jantung stabil, pernapasan lebih teratur, saturasi oksigen stabil, suhu lebih stabil, waktu tidur lebih panjang, pemakaian kalori lebih hemat, kenaikan berat badan lebih cepat, perkembangan otak lebih baik, lebih jarang menangis, lebih berhasil menyusu langsung pada ibu, memperpanjang durasi menyusu. Manfaat perawatan metode kanguru pada ibu seperti ibu lebih percaya diri dalam merawat bayi prematurnya dan merasa mempunyai peranan penting, hubungan lekat antara ibu dan bayi lebih baik, mempromosikan pemberian ASI eksklusif, mengurangi penelantaran anak. Sementaraitu, manfaat perawatan metode kanguru pada ayah seperti ayah merasa mempunyai peranan besar dalam merawat bayinya dan hubungan lekat antara ayah dan ibu lebih baik.

Sering bayi prematur yang lahir di fasilitas terbatas dirujuk ke fasilitas kesehatan yang lengkap dengan hanya dibalut selimut tebal. Keadaan ini masih dapat mengakibatkan suhu bayi tetap di bawah normal dan kondisi bayi semakin memburuk. Oleh karena itu, masyarakat dan tenaga medis dapat menggunakan PMK untuk mencegah kematian dan penurunan suhu pada bayi prematur yang akan dibawa ke fasilitas kesehatan.

Pemeliharaan Kehamilan (POGI, 2006)

DefinisiSuatu program berkesinambungan selama kehamilan, persalinan,kelahiran dan nifas yang terdiri atas edukasi, skreening, deteksi dini,pencegahan,pengobatan, rehabilitasi yang bertujuan untuk memberikanrasa aman dan nyaman, sehingga ibu mampu merawat bayi dengan baik.Prinsip Dasar

Tabulasi faktor risiko

Skreening dan deteksi dini

Evaluasi pertumbuhan janin : deteksi pertumbuhan janin terhambat

Evaluasi dan rencana kelahiran

Evaluasi dan penilaian nifas

Konseling Nutrisi, Gerak Badan (Exercise), Medis, Genetik. Tambahankalori yang dianjurkan rata rata 200 kal/hari

Tidak ada bukti bahwa asuhan antenatal harus melibatkan dokter (Ib-A).

Bila risiko rendah, jumlah asuhan 5 kali dianggap cukup menjamin luaran.

Diagnosis

Anamnesis

Pemeriksaan Fisik

USG : rutin pada 10-14 minggu, dan tambahan bila ada indikasi.

Laboratorium

Pendekatan dengan skor risiko dapat meramal efek samping namun tak jelaspengaruhnya dalam penurunan kematian ibu perinatal (IV-C). .

Manajemen

Suplemen asam folat pada periode perikonsepsi perlu diberikan padasemua perempuan untuk mengurangi risiko pada cacat bumbungsyaraf (Ia-A)

Trimester I

Pemastian kehamilan

Pemastian intrauterin - hidup

Pemastian kehamilan tunggal/multipelPemastian usia kehamilan

Pemastian faktor risiko : USG NT pada 10-14 minggu dapat dipakai untuk identifikasi sindrom Down.

Persiapan dan pemeliharaan payudara

Skreening Thalasemia, Hepatitis B, Gol. Darah- Rhesus

Trimester II

Skreening defek bumbung saraf (Neural Tube Defect)

Skreening defek jantung

Evaluasi pertumbuhan janin

Evaluasi toleransi maternal

Skreening servikovaginitis

Skreening infeksi saluran kemih- (UTI)

Skreening diabetes melitus (DM) pada 28-30 minggu

Trimester III

Evaluasi pertumbuhan janin

Evaluasi toleransi maternal

Evaluasi rute persalinan/kelahiran

Evaluasi fasilitas kelahiran/perawatan neonatal

Prognosis

Sangat variatif, namun pada risiko rendah prognosis baik.2.3.2. Faktor Neonatal

Infeksi

Asfiksia, kelahiran prematur, kelainan kongenitall merupakan penyebab terbanyak yang mengakibatkan buruknya adaptasi bayi terhadap lingkungan di luar rahim (Kliegman, dkk., 2011). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyebab utama kematian neonatal dini adalah asfiksia (45%), infeksi (22%) dan kelainan kongenital (11%)(Djaja, dkk., 2005).Pada saat baru lahir, fungsi pernapasan yang adekuat pada bayi sangat penting agar berhasil beradaptasi dengan kehidupan di luar rahim. Pada janin, organ pertukaran gas adalah plasenta sedangkan pada saat lahir, paru-paru mengambil alih fungsi pernapasan secara kontinu, dan mempertahankan area kontak antara gas alveolus dengan darah kapiler yang cukup besar agar efek perpindahan gas dapat memenuhi kebutuhan metabolik (Rudolph, dkk, 2007).

Indikasi yang relatif tidak membahayakan pada orang dewasa bisa bersifat fatal jika terjadi pada bayi.gejala infeksi pada bayi, sehingga pengenalan terhadap gejala infeksi pada bayi menjadi sangat penting. pintu masuk infeksi bisa melalui saluran pernapasan, saluran pencernaan, saluran kemih, dan kulit (proce & Gwin, 2005).Penelitian lainnya menunjukkan bahwa pneumonia merupakan salah satu dari tiga penyebab utama kematian neonatal yang berkontribusi terhadap perbedaan kematian antara area rural dan urban pada kematian neonatal (Yanpimg, dkk., 2010). asfiksia, infeksi, dan kelainan kongenital; merupakan faktor yang berpengaruh terhadap kematian neonatal dini (Sriasih, 2012). Hasil penelitian Baqui, dkk (2009) menunjukkan bahwa asfiksdia, infeksi dan pneumonia merupakan penyebab utama kematian pada neonatal. Penelitian yang dilakukan Yego, dkk., (2013) juga menunjukkan bahwa asfiksia merupkan salah satu penyebab utama kematian neonatal. Jenis Kelamin Bayi

Jenis kelamin merupakan karakteristik fisik seseorang sebagai pria atau wanita (Andrews, 2009).Bayi laki-laki cenderung lebih rentan terhadap penyakit dibandingkan dengan bayi perempuan.Secara biologis, bayi perempuan mempunyai keunggulan fisiologi pada tubuhnya jika dibandingkan dengan bayi laki-laki.(Wels, 2000).bayi laki-laki berisiko mengalami kematian neonatal sebesar 1.4 kali dibandingkan dengan bayi perempuan. Berapa penelitian lainnya juga menunjukkan adanya hubungan antara jenis kelamin dengan kematian neonatal (Pertiwi, 2010).Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)

Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi baru lahir yang berat badannya saat lahir kurang dari 2500 gram (Saifuddin, dkk., 2009). BBLR sangat terkait dengan kelahiran prematur dimana terjadi fungsi organ belum matang, komplikasi akibat terapi dan gangguan-gangguan tertentu (Kliegmann, dkk., 2011).Hasil penelitian menunjukkan bahwa kematian menjadi lebih tinggi pada neonatus dengan berat badan lahir kurang dari 2500 gram (Onwuanaku, dkk., 2011). Anak lahir dengan BBLR mempunyai kecenderungan untuk mengalami kejadian kematian bayi sebesar 3.53 kali lebih besar dibandingkan dengan ibu yang memilki bayi lahir berat cukup (Faisal, 2010).

Kelahiran Prematur

Persalinan prematur adalah persalinan yang terjadi pada kehamilan kurang dari 37 minggu (antara 20-37 minggu) (Saifuddin, dkk., 2009). Penelitian yang dilakukan Schoeps, dkk.(2007) menunjukkan terdapat hubungan antara kelahiran prematur dengan kematian neonatal.

Inisiasi Menyusu Dini (IMD)

ASI dapat memberikan keuntungan imunitas, gizi, dan psikososial. Selain menyediakan nilai gizi, ASI juga memberikan perlindungan dalam melawan sejumlah besar infeksi (Kliegmann, dkk., 2011). Hasil penelitian menunjukkan bahwa IMD memberikan risiko rendah terhadap kejadian kematian neonatal pada bayi dengan BBLR (RR=0.580) dan bayi dengan infeksi yang berhubungan dengan kematian neonatal (RR=0.55) (Debes, dkk., 2013).

2.3.3. Faktor Sosio-ekonomi

Pendidikan Ibu

Semakin meningkatnya level pendidikan ibu dapat meningkatkan kemampuan ibu untuk memperoleh, memproses, dan memahami informasi dasar kesehatan tentang manfaat pelayanan sebelum melahirkan dan informasi pelayanan kesehatan reproduksi yang dibutuhkan.oleh dirinya (Karlsen, dkk., 2011).Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pendidikan ibu berhubungan dengan kejadian kematian neonatal. Semakin rendah tingkat pendidikan ibu akan semakin besar peluang terjadinya kasus kematian bayi (ibu tidak pernah sekolah, OR : 2.48; ibu berpendidikan rendah,OR : 1.57) (Faisal, 2010).

Penelitian kualitatif pada masyarakat suku Dayak Siang Murung Raya, menemukan bahwa remaja yang masih duduk di bangku sekolah bahkan yang belum mengalami menstruasi sudah menikah.Hal tersebut terjadi karena diketahui sebagian besar pendidikan masyarakat setempat masih rendah (Kemenkes RI, 2012).Pekerjaan Ibu

Ibu yang melakukan pekerjaan saat hamil, ibu memiliki kemungkinan terkena pajanan terhadap fetotoksik, ketegangan fisik yang berlebihan dan terlalu lelah (Ladewig, dkk., 2006).Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara status pekerjaan ibu dengan kematian neonatal.Ibu yang bekerja mempunyai kecenderungan untuk mengalami kematian neonatal 1.52 kali lebih besar dibandingkan ibu yang tidak bekerja (Faisal, 2010).

Pada masyarakat Etnik Ngalum Distrik Oksibil Kabupaten Pegunungan Bintang Provinsi Papua ditemukan kebiasaan ibu yang tetap dilakukan walaupun saat hamil yaitu menyiapkan sarapan untuk keluarga, memetik hasil kebun dan menjualnya ke pasar dimana jarak rumah ke pasar cukup jauh.Ibu hamil dan ibu-ibu lainnya kemudian menggunakan hasil penjualannya untuk membeli kebutuhan keluarga. Selanjutnya ibu menyiapkan makan siang untuk keluarganya dan setelah semua selesai ibu melakukan pekerjaan lain seperti mencuci pakaian, mencuci piring, mengangkat air dan bahkan kembali lagi ke kebun untuk mencari kayu bakar sebagai persediaan di rumah (Kemenkes RI, 2012).Indeks Kekayaan Rumah Tangga

Indeks kekayaan rumah tangga memiliki hubungan dengan kejadian kematian neonatal. Rumah tangga dengan indeks kekayaan rumah tangga terendah memiliki kemungkinan 1.6 kali untuk mengalami kematian neonatal dibanding dengan rumah tangga dengan indeks kekayaan tinggi (Bashir, dkk., 2013). Rumah tangga miskin yang tinggal jauh dari fasilitas kesehatan memiliki risiko yang meningkat terhadap kematian neonatal (Mekomen, dkk., 2013).

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN

Kerangka Konsep

BAB 4METODE PENELITIAN

Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksploratif kualitatif yang berusaha mengetahui faktor risiko apa saja yang menyebabkan kematian neonatus di wilayah kerja Puskesmas Lempake Samarinda.Lokasi dan Waktu PenelitianLokasi penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Tanah Merah dan Kelurahan Lempake Samarinda.

Waktu penelitian

Penelitian dilakukan pada minggu ke-3 sampai minggu ke-4 bulan Juni 2015

Cara Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dengan cara purposive sampling. Cara ini dipilih dengan mengambil sampel atau responden yang telah ditetapkan dengan pertimbangan tertentu.

Sumber Data

Data Primer

Data primer yang dikumpulkan adalah data kualitatif. Data tersebut didapatkan dengan melakukan wawancara (indepth interview) terhadap informan yaitu ibu yang terkait dengan kematian neonates, Bidan Praktik Mandiri di wilayah kerja Puskesmas Lempake dan dukun terkait yang mengalami kematian neonatus.Ibu

Umur: Umur informan, yang disampaikan oleh informan kepada penelitiPendidikan : Tingkat pendidikan terakhir yang ditempuh oleh informan dan disampaikan kepada peneliti.Pengetahuan Ibu Hamil : segala sesuatu yang diketahui oleh informan mengenai pemeriksaan kehamilan yang bisa diukur dari jawaban atas pertanyaan yang disampaikan oleh peneliti.Sosial-Budaya : kepercayaan dan perilaku ibu yang mempengaruhi kehamilan dan persalinan.Fungsi dan peran buku KIA bagi ibu hamil : Tanggapan dan pemahaman ibu mengenai fungsi dan peran buku KIA bagi ibu hamilBidan

Aspek Pelayanan Kesehatan Dasar Ibu Hamil

ANC : Pelayanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan yaitu bidan kepada ibu hamil yang berkunjung ke tempat prakteknya.Pertolongan Pesalinan oleh Tenaga Kesehatan yang Memiliki Kompetensi Bidan : cara menolong persalinan yang dilakukan informan ke Ibu bersalin sesuai dengan komptensi yang telah didapatkan.Pelayanan Nifas : Pelayanan oleh informan yang diberikan kepada ibu dan neonatal pada masa 6 jam sampai dengan 42 hari pasca persalinan sesuai standar.Pengetahuan Bidan Mengenai Kehamilan Risiko Tinggi : Pengakuan lisan bidan yang didapatkan dari wawancara tentang pengetahuan bidan mengenai kehamilan risiko tinggi berdasarkan skor Poedji Rochjati.Penanganan Bidan Terhadap Kehamilan Risiko Tinggi : Pengakuan lisan bidan yang didapatkan dari wawancara tentang penanganan bidan terhadap kehamilan risiko tinggi berdasarkan klasifikasi kelompok risiko skor Poedji Rochjati.Standar Pelayanan Kesehatan Asuhan Bayi Baru Lahir Pengakuan lisan bidan yang didapatkan dari wawancara tentang standar pelayanan kesehatan asuhan bayi baru lahir yang biasa dilakukan di tempat praktik bidan tersebut berdasarkan rujukan Depkes yaitu Pelayanan Kesehatan Asuhan Bayyi Baru Lahir Berbasis Perlindungan Anak dan Manajemen Bayi Baru Lahir.

Gambaran Proses Rujukan di Bidan Praktek Mandiri

Persiapan Merujuk : Hal-hal yang dilakukan atau dipersiapkan sebelum merujuk ibu hamil atau bayi baru lahirKendala Merujuk : Hal-hal yang meyebabkan keterlambatan dalam proses merujuk.

Aspek Kompetensi Bidan dan Pelatihan Tambahan : Pengakuan lisan bidan mengenai tingkatan pendidikan bidan, dan pelatihan-pelatihan yang telah diikuti.

Faktor tenaga nonmedis

Pengetahuan menolong persalinan : segala sesuatu yang diketahui informan mengenai cara menolong persalinan

Kemitraan bidan dukun : bentuk kerjasama antara bidan dan dukun dalam menolong persalinan.

Intensitas menolong persalinan : jumlah menolong persalinan menurut pengakuan informan.

Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari Laporan Tahunan Puskesmas Lempake, Audit Maternal Perinatal (AMP), rekam medik ibu hamil yang berkunjung ke Bidan Praktek Mandiri (BPM).

Teknik Analisis Data1. Reduksi data

Data yang diperoleh dari laporan jumlahnya cukup banyak, untuk itu maka perlu dicatat secara teliti dan rinci. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya.

2. Penyajian Data

Penyajian data penelitian kualitatif bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, dan sejenisnya.

3. Verifikasi atau penyimpulan Data

Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali kelapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.

Instrumen Penelitian

Instrumen utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah peneliti yang mempergunakan kuisioner dengan pertanyaan terbuka sebagai penuntun proses indepth interview.

Alur Penelitian

BAB 5

HASIL PENELITIAN

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan mengunjungi ibu yang mengalami kematian neonatus, dukun, dan bidan praktek mandiri di wilayah kerja Puskesma Lempake pada tahun 2015. Alamat rumah dan tempat praktek diperoleh dari lembar audit dan data bidan praktek mandiri di puskesmas. Terdapat 1 ibu yang mengalami kematian neonatus di wilayah Kelurahan Tanah Merah dan 1 ibu di wilayah Kelurahan Lempake, 1 dukun di Kelurahan Lempake RT 04. Pada wilayah Kelurahan Tanah Merah terdapat 3 Bidan Praktek Mandiri dan wilayah Kelurahan Lempake 3 Bidan Praktek Mandiri. Kunjungan rumah dilakukan pada tanggal 22 Juni - 27 Juni 2015.

Karakteristik Informan

Informan penelitian terdiri dari Bidan Praktek Mandiri, dukun dan ibu yang mengalami kematian neonatus. Karakteristik informan disajikan dalam tabel 5.1 berikut :

Tabel 5.1. Identitas Bidan Praktik Mandiri

Nama BidanUsiaLama KerjaPendidikanJumlah Persalinan normal yang di tolongJumlah Persalinan Patologis yang di tolong

Bid. EW44 Tahun24 tahunD III Kebidanan10 persalinan/bulan1x Sungsang

1x Asfiksia ringan

Bid. S40 Tahun21 tahunD III Kebidanan1 persalinan/bulan2x Sungsang

Bid. DI38 Tahun19 tahunD IV Kebidanan1 persalinan/bulan1x Sungsang

1x Partus lama

1x Ketuban Mekonium

1x Lilitan tali pusat

Bid.A40 Tahun21 tahunDIII Kebidanan2 persalinan/bulan3-4x Sungsang

1x Gemelli

Bid. SJ42 Tahun22 TahunDIII Kebidanan2 persalinan/bulan

Bid. TY40 Tahun14 tahunDIII Kebidanan1 persalinan/bulan-

Sumber : Olahan Data Primer

Berdasarkan Tabel 5.1 didapatkan bahwa usia Bidan berkisar 38-44 tahun dengan lama praktek sekitar 14 - 24 tahun. Persalinan patologis yang ditolong oleh BPM lebih sering adalah persalinan sungsang. Bidan yang telah mengikuti pelatihan APN dan resusitasi hanya 2 orang dari 6 Bidan yang praktek mandiri.

Tabel 5.2 Identitas Ibu yang Mengalami Kematian Neonatus

Nama IbuUsiaJumlah ParitasANCPendidikan Pekerjaan

Bu K26 Tahun21xSMPIRT

Bu S19 Tahun12xSDIRT

Sumber : Olahan Data Primer

Tabel 5.3 Identitas Dukun yang Menolong Persalinan

Nama DukunUsiaJumlah Persalinan yang di tolongPendidikanKerja sama dengan BidanPekerjaan

Bu SY60 Tahun4x dalam 1 tahunTidak SekolahTidakDukun Urut

Sumber : Olahan Data Primer

Faktor ibu

Gambaran Pengetahuan Ibu Hamil tentang ANCDari hasil penelitian, dapat dilihat bahwa 1 orang ibu hamil sudah mengetahui tentang ANC sedangkan 1 orang sisanya tidak mengetahui tentang ANC. Ibu hamil yang mengetahui ANC menyebutkan bahwa ANC dimulai saat awal kehamilan, dilakukan secara rutin yaitu minimal 4x selama masa kehamilan. Sedangkan ibu hamil yang tidak mengetahui ANC, tidak tahu berapa kali seharusnya dilakukan pemeriksaan kehamilan.Bu K: Ya, langsung periksa, waktu awal kehamilan, rutin biasa kan, yang ini ga rutin.

Minimal 4 kali kah itu.

Ya dikasih tau bu bidannya, Bu Sarpiah.

Ya, diperiksa detak jantungnya, posisinya..

Bu S: Tidak tahu, saya hanya tahu jika hamil perut membesar saja.

Faktor Sosial BudayaDari hasil penelitian, didapatkan bahwa ibu K tidak memeriksakan kehamilan rutin karena rasa malu dikarenakan anak pertamanya yang masih kecil. Sedangkan Ibu S dan suami masih mempercayai persalinan ditolong oleh dukun.

Bu K: Yaa, malu mas nanti dibilang anaknya masih kecil, apa gitu..

Bu S: Setelah suami pulang kerja, langsung dibawa ke tempat dukun, lalu di cek sudah masuk masa persalinan, kemudian dukun menawarkan untuk bersalin disini atau di bidan, saya setuju untuk melahirkan di dukun. Lalu sore hari sudah ditolong mbokde sekitar pukul 4 sore. (pada umur kehamilan 8 bulan).

Edukasi Ibu Hamil Selama Memeriksakan Diri

Dari hasil penelitian, didapatkan bahwa kedua ibu hamil mendapatkan edukasi dari bidan setempat selama memeriksakan kehamilan. Ibu yang pertama mendapatkan edukasi mengenai posisi kepala bayi, namun untuk lebih memastikan pemeriksaan, pasien dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan USG. Pada ibu yang kedua, edukasi yang diberikan oleh bidan saat dilakukan pemeriksaan kehamilan adalah mengurangi aktivitas.

Bu K: Kata bidannya kan kepalanya udah dibawah tinggal tunggu waktunya

Informasi selama kehamilan, ga ada, Cuma dikasi tau kalo ini posisi yang pertama dibilang normal siap melahirkan, trus disuruh USG, disuruh sebulan lagi lah, ternyata pas mau USG sudah keburu mau melahirkan.

Bu S: Jangan banyak beraktifitas karena dibilang ada lemah kandungan.

Fungsi dan Peran Buku KIA Bagi Ibu Hamil

Dari hasil penelitian, kedua ibu hamil memiliki tanggapan yang hampir sama mengenai fungsi dan peran buku KIA bagi ibu hamil. Keduanya mengatakan buku KIA memiliki peran penting dengan fungsi sebagai tempat pencatatan hasil pemeriksaan, petunjuk-petunjuk dan cara-cara melahirkan, vitamin-vitamin yang diberikan, dan memantau perkembangan bayi.

Bu K: Ada, tapi pas mau melahirkan aja, selama hamil ga ada dikasih. Pas pertama periksa katanya habis.

Ya cuma nanti kan ada timbang-timbangan itu nah. Kalo saya baca petunjuk-petunjuk pas mau melahirkan, cara-cara apa, vitamin-vitamin gitu pas saya hamil yang anak pertama.

Ya penting.

Bu S: Ya dapat, dari bidan, sekarang sudah tidak ada

Penting sih, soalnya disitu ada gambar-gambarnya kan mbak, terus ada hasil pemeriksaan saya disitu, ya untuk tahu bayi saya sehat atau nggak.

Faktor Pelayanan Kesehatan

Aspek Pelayanan Kesehatan Dasar Ibu Hamil

Antenatal Care (ANC)

Hasil penelitian di dapatkan bahwa bidan praktek mandiri telah melakukan ANC sesuai dengan standar yang digunakan yaitu 10T, namun untuk pemeriksaan Laboratorium, pemeriksaan gigi, konsultasi gizi, imunisasi TT sejak Maret 2015 ibu hamil di rujuk ke Puskesmas. Seperti yang di utarakan oleh Bidan.

Bidan S: Kalau dulu kan kalau dia baru datang periksa tinggi badan, lila nya, terus ditanya sudah periksa dimana, tapi kalau sekarang mulai Maret kemaren kan untuk menyamakan,ee pemeriksaan fisik, pemeriksaan gizi, pemeriskaan gigi,jadi kemaren dari Puskesmas cuman bilang untuk biar rata semua pencakupan K1nya itukan jadi dialihkan ke puskesmas semua, pemberian buku KIAnya. Selama ini sebelum itu kan di drop ke bidan bidan. Karena mungkin K1nya kurang, jadi ya gitu sekalian cek gizi,gigi di Puskesmas.

Bidan A: Yang jelas anamnesa, kemudian pemeriksaan yang standar ya tinggi badan, berat badan, tensi

He em, 10 T ya ada tambahan, tinggi fundus uteri segala macem, standar sih.

Iya, tapi untuk TT itu kan kita ngedrop nya dari Puskesmas jadi kalau kita ga dapet dari Puskesmas ya, suruh aja pasiennya ke Puskesmas aja. Apalagi untuk kunjungan pertama ini kan baru aja dikasih tahu buku ga boleh kita sediakan di BPM jadi semua harus melalui Puskesmas

Sebenarnya Hb ada, cuma untuk stik nya mahal dan saya tidak mau membebani pasien. Kan ada Puskesmas yang gratis ngapain kalau ada yang gratis kita bayar.Pertolongan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan yang Memiliki Kompetensi Bidan

Dari hasil wawancara didapatkan semua bidan praktek mandiri melakukan pertolongan persalinan normal sesuai dengan APN (Asuhan Persalinan Normal) dan memberikan motivasi dan penjelasan mengenai cara bersalin. Namun walaupun mereka mengetahui mengenai cara pertolongan yang benar, tidak semua menerapkannya saat menolong persalinan. Bidan DI: Adaa.. Kita kan sesuai APN

Bidan S: Kalau mau melahirkan ya kita pokoknya memberikan motivasi, pokoknya melahirkan itu seperti ini, kita jelaskan kalau pembukaanya itu dari 0 sampai 10, terus dari waktu-waktunya itu tiap jam, kalau anak pertama itu perlu proses berapa jam. Kalau anak kedua bisa juga seperti itu. Tapi kan harus diingat juga kan anak kedua ketiga kan tidak selalu sama. Sama selalu dikasih motivasi misalanya kalau gini gak boleh ngejen, dikasih kayak gitu ibunya.

Bidan DI: Ada sih, tapi jarang dipake.. Heee (Tertawa). Soalnya kan repot lagi kan make-make kayak gitu.Pelayanan Nifas

Berdasarkan wawancara didapatkan hasil 3 bidan praktek mandiri ada yang melakukan kegiatan kunjungan rumah terhadap ibu yang baru melahirkan sedangkan 3 bidan lain lebih memilih untuk menghubungi ibu yang telah melahirkan dan jika terdapat keluhan bidan tersebut meminta ibu untuk datang ke praktek.

Bidan S: Terus kalau nifas biasanya itu kita kan kunjungan rumah, untuk mengetahui keluhannya ibunya selama ini terus apa, dilanjutkan ASI ekslusifnya terus perawatan tali pusat, makanan, personal higinenya, kalau misalnya sudah seminggu apakah kunjungan rumah atau bisa ibunya datang kesini, itu kan imunisasi.

Bidan DI : Ibu-ibu yang melahirkan disini kan memang kita homecare, kan soalnya kita laporan ke Puskesmas kan emang ada kalo ade bayi kan KN1, KN2, KN3. Kalau yang ibu nifas kan ada KF 1, KF2.Bidan TY: Ga ada home care, biasanya pasiennya kita suruh datangGambaran Pengetahuan Bidan Mengenai Kehamilan Risiko Tinggi

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan terhadap 6 Bidan Praktek Mandiri, didapatkan bahwa hasil pengetahuan mengenai kehamilan risiko tinggi sesuai dengan skor Poedji Rochjati (Depkes RI, 2012) yaitu baik. Seperti halnya yang dikatakan oleh Bidan E dan Bidan T. Y.

Bidan E: Kita ada penapisan, penapisan skor Poedji Rochjati itu nah, trus kita juga ada penapisan, ada di poster. Jadi standarnya G4, primi kurang dari 17 tahun, primi lebih dari 35 tahun, hamil kembar, riwayat letsu, SC, polihdramnion,

Bidan TY: Oh, ibu hamil kan yang usia kurang dari 16 tahun, tinggi kurang dari 145 cm, terus tekanan darah lebih dari 140/90 kan masuk PER trus ada riwayat bedah sesar, trus riwayat perdarahan, dari hasil USG plasenta previa itu kan masuk juga trus solusio plasent, ibu anemia, gizi buruk, lila kurang dari 23,5 cm , usia ibu lebih dari 35 tahun anak lebih dari 4 trus hamil, jarak kehamilan kurang dari 2 tahun, itu semua anu tu kita kategorikan kehamilan resiko tinggi tu,..Gambaran Penanganan Bidan Terhadap Kehamilan Risiko Tinggi

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan terhadap 6 Bidan Praktek Mandiri, didapatkan hasil bahwa penanganan kehamilan risiko tinggi sesuai dengan skor Poedji Rochjati yaitu baik. Seperti halnya yang dikatakan oleh Bidan DI.

Bidan D.I.: PEB iya langsung kita rujuk. Ya kalau PEB kan kalau sudah tekanannya naik, ada edema, terus cek proteinurianya juga lebih dari +2 sudah kita kasih ke RS biasanya walau sudah disuruh siap-siapin aja itu kartu Jamkesdanya kah apa, buat bantu persalinan ke RS.

Gambaran Standar Asuhan Bayi Baru Lahir

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan terhadap 6 Bidan Praktek Mandiri, didapatkan hasil bahwa standar bayi baru lahir sesuai dengan Panduan Yankes Asuhan Bayi Baru Lahir (Depkes RI, 2010) atau Metode HAIKAL sudah baik, seperti yang dikatakan oleh Bidan DI, Bidan SJ, dan Bidan E.

Bidan DI: Yaa.. kayak biasanya, pake HAIKAL. Kalau memang dari HAIKAL ga ada masalah, kita lanjut IMD, habis itu satu jam injeksi Neo-K sama HbO, mandiin setelah 6 sampai 8 jam

Bidan SJ: HAIKAL, Antibiotik untuk mata, injeksi vitamin K, vaksin seusai jadwal

Bidan E: Kita HBo. Teknik HAIKAL dulu, baru IMD. Sama dengan KN kan, kunjungan KN nya kesini sampai KN 3 kan, sekalian ibunya 40 hari. Kalo BCG kita rujuk ke induk. Hepatitis sama Neo-K kita kasih di sini. Baru lahir Neo-K, 3 hari atau seminggu baru hepatitis.

Gambaran Pencegahan dan Penanganan Kegawatdaruratan Neonatus

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan terhadap 6 Bidan Praktek Mandiri, didapatkan hasil bahwa pencegahan dan penanganan kegawatdaruratan neonates berdasarkan Panduan Yankes Asuhan Bayi Baru Lahir (Depkes RI, 2010) sudah baik, seperti yang dikatakan oleh Bidan E dan Bidan T.Y..

Bidan E: Ada ambu bag, oksigen.Karena kita dari awal DJJ, saya ada pemantauan persalinan disitu kita liat DJJ, saya sih tetap standby, tapi untuk observasi setengah jam setengah jam itu kan ada adek bidan yang magang, dari DJJ kita pantau naik turunnya. Saya terkenal pasien bidan rujuk, saya takut DJJ berubah jauh aja, bisa lilitan, tali pusat pendek, posisi agak mereng saya rujuk.

Bidan TY: biasanya sih kalo jawat janin kan, kalo udah dari bunya sudah gawat janin ya sudah kita rujuk sebelum partus. ya kita atasi oksigennya yaa, cepet-cepet juga kita rujuk

Gambaran Proses Rujukan di Bidan Praktek Mandiri

Persiapan Merujuk

Dari hasil wawancara didapatkan bahwa saat mengalami kondisi yang gawat darurat, bidan praktek mandiri segera merujuk pasien untuk mendapatkan pertolongan lebih lanjut, sebelum merujuk bidan memberikan resusitasi terlebih dahulu dan mempersiapkan hal-hal yang dibutuhkan dalam merujuk seperti surat rujukan, oksigen dan lain-lain.

Bidan A: Yang jelas surat rujukan, riwayat persalinannya, sama oksigen cepatBidan S: Persiapan itu kalau mau rujuk itu harus ada bidannya, terus ada kendaraan, terus transport kayak mobil terus sekarang itu kan ada kayak BAKSOKU, Bakso kan Bidan, Alat, Kendaraan, Sarana dan Prasarana, Obat, Keluarga U nya Uang. Itu kayaknya, kalau gak salah gitu (tertawa)Kendala Merujuk

Berdasarkan wawancara, diperoleh hasil pada umumnya tidak terdapat kendala dalam merujuk khususnya wilayah kelurahan Lempake terkecuali kendala dalam meminta persetujuan keluarga untuk merujuk pasien. Sedangkan untuk wilayah kelurahan Tanah merah kendala yang sering di alami adalah jarak, ketersediaan transportasi dan asisten bidan.

Bidan EW: Kendalanya malah kadang pasiennya yang ga mau. Ya kita tahan dlu beberapa jam baru kita rujuk kalo ga gitu ngomel-ngomel nanti keluarganya belum apa apa kok udah dirujuk.

Bidan S: Pengalaman ibu kayaknya jarang yang kendala betul ya, kendaraan itu susah, kan ambulance itu kan cuman satu, terus kadang gak ada supirnya, terus keluarga pasien itu kadang tidak ada yang bisa menyupir, terus jarak, kalau misalnya jauh gitu kan bisa menginggal juga di perjalanan. Terus ibunya, kita kan memotivasi ibunya sama keluarga kan agak susah ya. Tapi kita memotivasi kan biar mau, tapi kalo sudah gawat darurat kondisi ibunya ya kita tolong baru rujuk. Tapi ya kendalanya ya itu. Sarana dan prasarana, jarak.

Bidan S: ...udah saya Resusitasi pake tangan, saya suntik epinefrin kah itu, berapa strip e agak baguslah, sudah larikan aja karena sudah ada mobil. Karena itu kan sudah saya epis juga untuk membantu itu kan biar cepet keluar, bilang saya gak ikut ini larikan ke Kurata Ayun ini supaya cepat, karena kan tembuninya juga belum keluar, nanti tambah perdarahan lagi.Gambaran Distribusi Buku KIAPada awalnya pembagian buku KIA di bagikan pada masing-masing Bidan Praktek Mandiri, namun sejak bulan Maret 2015 pembagian buku KIA hanya dapat dilakukan di Puskesmas, sehingga K1 dilakukan di Puskesmas agar target pencapaian angka K1 di Puskesmas wilayah Lempake tercapai. Seperti yang telah di utarakan Bidan SJ selaku bidan koordinator dan Bidan S berikut:

Bidan SJ: Ya, tahun 2014 bisa dapat dari bidan praktek dan karena perubahan tahun 2015 maka pemberian buku KIA dari puskesmas.

Bidan S: Kalau selama ini kan di drop, kalau misal punya saya habis, minta ke bidan koordinatornya. Kadang 10 kadang 20. Tapi karena mungkin ada pencapaian K1 kan yang dibilang ... mulai Maret kemaren ada pertemuan, mungkin karena pencapaian tidak tercapai jadi ya mungkin drop drop buku KIA ibu hamil itu bukan di bidan lagi, jadi ibunya yang harus kesana.

Aspek Kompetensi Bidan dan Pelatihan Tambahan

Hasil wawancara yang telah kami lakukan mendapatkan hasil bahwa bidan yang praktek di wilayah kerja Puskesmas Lempake merupakan lulusan DIII Kebidanan dan telah menjalani profesi bidan selama 19-24 tahun. Namun dari 6 Bidan yang praktek mandiri hanya 2 orang saja yang telah mengikuti pelatihan APN dan 3 orang yang telah mengikuti pelatihan Asfiksia dan resusitasi neonatus. Distribusi frekuensi berdasarkan pelatihan yang telah diikuti bidan disajikan pada tabel 5.4.

Tabel 5.4. Gambaran Pelatihan yang Telah diikuti Bidan

No.Identitas BidanPelatihan APNPelatihan Lain

1.Bid. EWYaPelatihan asfiksia dan resusitasi

2.Bid. STidakPelatihan asfiksia dan resusitasi

3.Bid. DITidakTidak

4.Bid.AYaTidak

5.Bid. SJTidakPelatihan asfiksia dan Resusitasi

6.Bid. TYTidakTidak

Faktor Tenaga Nonmedis

Aspek pertolongan persalinan normalMendapatkan pengetahuan tentang pertolongan persalinanHasil penelitian di dapatkan bahwa dukun mendapatkan ilmu menolong persalinan dari orang tua, hal ini menyebabkan dukun bersifat turun temurun. Sesuai yang di utarakan oleh dukun.Ny. SY : kan mamak saya dulu ya sering nolongi orang yang mau melahirkan, jadi turun.

Teknik persalinanHasil penelitian di dapatkan bahwa dukun hanya melakukan manajemen kala II dan III saja, dan selama persalinan menggunakan alat yang tidak steril. Semua hal yang dilakukan selama persalinan ini tidak memiliki dasar karena berdasarkan kebiasaan saja. Sesuai yang diutarakan oleh dukun.Manajemen kala IINy. SY : Karena kalau sudah keliatan kepala kan langsung tinggal saya pegang kepala gini (Memperagakan mengeluarkan bayi). Bayinya langsung loncat , langsung loncatnya ya di tangan saya. Terus saya taroh, terus saya pegang di ari-ari perutnya kan takutnya nanti naik kan. Nah terus sudah gitu kan tak suruh ngejen keliatan tak tarik ari-arinya sudah.

Manajemen aktif kala IIINy. SY : Jadi motong saya ya pake silet (seyum). Terus terang aja memang pake silet. Kan sudah tau kan yang dipotong yang kan ada tanda-tandanya. Jadi iket pake benang, diliati tanda-tandanya yang mau dipotongkan tau gitu nah.

Resusitasi neonatusHasil penelitian di dapatkan bahwa dukun sendiri tidak berani untuk menangani bayi yang mengalami kegawatan, disini dukun lebih menyarankan untuk membawa ke bidan maupun ke rumah sakit, menurut dukun tanda kegawatan yang dia ketahui adalah ketika bayi keluar hanya merintih. Sesuai yang diutarakan oleh dukunNy. SY : Oh kalo sudah lahirkan umpama umurnya apa kurang umurkah atau lewat bulan kan saya suruh ke bidan . Kalau yang sudah lahirkan ya itu saya mandikan sama urut orang tuanya. Kalau sekarang kan saya gak kuat jalan, jadi ya suruh bawa kesini bayinya.

Ny. SY : oh waktu bayi itu kah? Merintih-merintih.

Ny. SY : biasanya kan di kasih tau di bawa di rumah sakit aja. Kan kalo di rumah sakit kan bisa di oven.

Aspek Kemitraan Bidan DukunHasil penelitian di dapatkan bahwa dukun tidak mengetahui adanya kerjasama antara dukun dan bidan. Dari wawancara yang didapatkan disini, dukun menyatakan jaman dulu tidak diketahui hal ini pada tahun berapa. Sesuai yang di utarakan oleh dukun.Ny: SY : Tidak, jaman dulu kan nda ada bidan-bidan orang kampung

Aspek Intensitas Menolong PersalinanHasil penelitian didapatkan bahwa dukun masih sering melakukan bantuan persalinan yaitu sebanyak 4 kali sejak tahun 2014. Sesuai yang di utarakan oleh dukun.Ny. SY : ya itu cucunya pak S itu dua-duanya ya cuma sama saya. Itu baru satu taun sudah hamil lagi kan sama yang diperumahan sana juga pernah.

BAB 6

PEMBAHASAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran mengenai faktor-faktor yang menyebabkan kejadian kematian neonatal di wilayah kerja Puskesmas Lempake periode Januari-April 2015 berdasarkan faktor yang berasal dari ibu seperti pengetahuan, tingkat pendidikan dan sosial budaya, faktor pelayanan kesehatan dalam hal ini bidan praktek mandiri serta tenaga nonmedis. Rancangan penelitian ini mengunakan kualitatif dengan metode wawancara mendalam serta data sekunder berupa rekam medis.

Jumlah Kasus

Selama periode Januari-April tahun 2015 pada wilayah kerja Puskesmas Lempake terdapat 2 kasus kematian neonatus. Dibandingkan dengan data sebelumnya pada tahun 2014 tidak ditemukan adaya kasus kematian neonatus di wilayah kerja Puskesmas Lempake. Hasil ini ditunjang dengan hasil penjaringan K1 ibu hamil di Puskesmas Lempake, dimana didapatkan selama periode bulan Januari-April 2015 didapatkan jumlah kunjungan hanya 59,8% dimana target pencapaian seharusnya 100%. Jumlah kasus didapatkan hasil pencatatan oleh UPK KIA.

Faktor Ibu

Ibu memegang peranan penting dalam menentukan kondisi bayi baru lahir, kondisi tubuh ibu yang sehat akan melahirkan bayi yang sehat pula. Umur ibu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya kematian neonatal dini. Dari hasil penelitian didapatkan umur kedua ibu adala 26 dan 19 tahun. Risiko kematian neonatal yang tinggi terjadi pada ibu yang berumur dibawah 20 tahun dan yang berumur lebih dari 35 tahun. Rentang umur 20-35 tahun adalah periode yang paling aman untuk melahirkan karena organ-organ reproduksi telah berkembang dengan sempurna. Dari segi medis, ibu dengan umur dibawah 20 tahun memiliki alat reproduksi yang perkembangannya belum optimal, sehingga sering menyebabkan adanya penyulit kehamilan diantaranya persalinan belum cukup umur (prematur) dan pertumbuhan janin yang belum sempurna (Depkes RI, 2011).

Pada hasil penelitian didapatkan pendidikan ibu adalah SD dan SMP. Hal ini menunjukkan salah satu faktor yang berperan dalam kejadian kematian neonatal adalah pendidikan ibu yang rendah. Ibu yang berpendidikan rendah kurang memperhatikan kondisi kehamilan dan persalinannya, sehingga menyebabkan terjadinya gangguan selama kehamilan ataupun persalinan yang dapat mengakibatkan kematian neonatus. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Astri, Rahma, Ikhsan (2012) yang mendapatkan bahwa ibu yang berpendidikan rendah memiliki banyak kasus kematian neonatal yaitu 30%. Pendidikan merupakan bimbingan dari seseorang kepada orang lain ditujukan agar orang tersebut dapat memahami. Semakin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah seseorang menerima informasi. Semakin banyak seseorang menerima informasi semakin banyak pengetahuan yang dimiliki. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Djaja, Dwi, Ning, dkk (2009) yang menyatakan bahwa ibu yang berpendidikan SD-SMP akan melahirkan neonatal yang mempunyai risiko 1,8 kali untuk meninggal daripada neonatal yang dilahirkan oleh ibu yang berpendidikan SMA keatas.

Pengetahuan yang baik akan mempengaruhi seseorang dalam menentukan alternatif yang terbaik untuk kepentingannya serta keluarganya. Orang yang memiliki pendidikan lebih tinggi biasanya akan bertindak lebih rasional (Notoatmodjo, 2003). Pada hasil penelitian, didapatkan bahwa 1 orang ibu sudah mengetahui tentang ANC, dan 1 orang sisanya tidak mengetahui tentang ANC. ANC sendiri merupakan pemeriksaan kehamilan yang dilakukan untuk memeriksa keadaan ibu dan janin secara berkala yang diikuti dengan upaya koreksi terhadap penyimpangan yang ditemukan. Pemeriksaan antenatal secara teratur oleh ibu hamil akan memungkinkan untuk melakukan deteksi dini terhadap kehamilan dengan risiko tinggi sehingga dengan mengetahui apa itu ANC yang diikuti dengan perilaku kesehatan yang baik, upaya preventif maupun kuratif dapat dilakukan secara optimal. ANC dilakukan minimal 4x dimana terdiri dari kunjungan 1x pada trimester pertama, kunjungan 1x pada trimester kedua, dan kunjungan 2x pada trimester ketiga (Depkes RI, 2011).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua ibu memiliki masing-masing 1 faktor sosial budaya yang berpengaruh terhadap kehamilannya. Ibu K tidak memeriksakan kehamilan rutin karena rasa malu dikarenakan anak pertamanya yang masih kecil. Sedangkan Ibu S dan suami masih mempercayai persalinan ditolong oleh dukun. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa faktor yang mendasari suatu kepercayaan dan perilaku masyarakat dalan menjaga kehamilan sangat erat. Kepercayaan dan perilaku masyarakat tentang kehamilan, persalinan, dan perawatan bayi baru lahir masih dipengaruhi oleh dasar pemikiran, kepercayaan terhadap apa yang dikatakan orang tua, kebiasaan, serta adat istiadat yang diturunkan generasi sebelumnya, bukan disebabkan oleh karena kurang pengetahuan saja, tetapi mempunyai akar masalah yang lebih dalam. Hal ini sesuai dengan penelitian Swasono dan Meutia tentang kehamilan, persalinan, serta perawatan ibu dan bayi dalam konteks budaya, belum ada perubahan dari tahun ke tahun (Machmud & Yunarti, 2010). Besarnya peran lingkungan dalam mengambil keputusan juga perlu mendapat perhatian khusus bagi petugas kesehatan pada program penyuluhan, dalam penelitian ini, disebutkan oleh ibu bahwa suami membawanya langsung ke tempat dukun. Pengadaan promosi kesehatan harus memperhatikan target dari sasaran kesehatan, tidak hanya ibu tetapi melibatkan keluarga karena keluarga turut mempengaruhi keselamatan persalinan (Machmud & Yunarti, 2010).

Dari hasil penelitian, kedua ibu hamil memiliki tanggapan yang hampir sama mengenai fungsi dan peran buku KIA bagi ibu hamil. Keduanya mengatakan buku KIA memiliki peran penting dengan fungsi sebagai tempat pencatatan hasil pemeriksaan, petunjuk-petunjuk dan cara-cara melahirkan, vitamin-vitamin yang diberikan, dan memantau perkembangan bayi. Ibu K tidak memiliki buku KIA, sedangkan ibu S memiliki buku KIA namun sudah hilang. Buku KIA adalah buku catatan terpadu yang digunakan dalam keluarga dengan tujuan meningkatkan praktik keluarga dan masyarakat dalam pemeliharaan atau perawatan kesehatan ibu dan anak serta meningkatkan kualitas pelayanan KIA (Depkes RI, Petunjuk Teknis Penggunaan Buku KIA, 2005). Buku KIA berfungsi sebagai alat komunikasi antara tenaga kesehatan dengan pasien, ditujukan agar meningkatkan partisipasi masyarakat untuk mengontrol kesehatan ibu. Pada buku KIA terdapat catatan-catatan penting yang dapat dibaca oleh tenaga kesehatan lain, ibu, maupun keluarga berupa keluhan, hasil pemeriksaan, hasil pemeriksaan tambahan, rujukan, catatan persalinan, dan pelayanan apa saja yang telah diberikan kepada ibu, bayi ataupun balita. Adapun manfaat dari buku KIA tersebut adalah sebagai alat pencatatan, pemantauan dan rujukan kesehatan ibu dan anak, alat komunikasi dan penyuluhan KIA, serta alat untuk mendeteksi dini gangguan kesehatan ibu dan anak (Sistiarani, Gamelia, & Sari, 2014). Ibu yang mempunyai buku KIA tidak berhubungan dengan pengetahuan yang lebih besar, tetapi memiliki kecenderungan besar untuk mengetahui kepentingan ANC serta pemberian imunisasi (Sistiarani, Gamelia, & Sari, 2014). Pada penelitian ini, ibu yang memiliki buku KIA melakukan pemeriksaan antenatal secara rutin. Faktor Pelayanan Kesahatan

Pelayanan Kesehatan Dasar Ibu Hamil

Kualitas Pelayanan AntenatalKualitas pemeriksaan ANC di bidan terdiri dari kelengkapan pemeriksaan antenatal dan frekuensi kunjungan. Dari hasil wawancara didapatkan bahwa bidan praktek mandiri di wilayah kerja Puskesmas Lempake telah melakukan pemeriksaan ANC sesuai dengan standart yaitu 10 T (Kemenkes,2010). Namun pemeriksaan ANC tidak semua dapat dilakukan di tempat praktek, melainkan harus di rujuk ke Puskesmas karena keterbatasan alat dan biaya. Seperti untuk pemeriksaan Hb, pemeriksaan gigi, Imunisasi TT, dan konseling gizi.

Antenatal yang berkualitas dimulai dari pelayanan di tempat pendaftaran, pelayanan kesehatan (meliputi anamnesis, pelayanan fisik maupun laboratorium), penyuluhan perorangan atau konseling sampai dengan pelayanan obat dan rujukan. Proses pelayanan tersebut diantaranya dipengaruhi tenaga profesional, dana, sarana, dan prosedur kerja yang tersedia agar mendapatkan kualitas yang baik (DepKes RI, 2001).

Namun, walaupun ibu hamil telah dirujuk ke Puskesmas tidak semua mendapatkan pelayanan dengan lengkap seperti yang diutarakan Bidan S: ....cuman kemaren ada beberapa orang yang pasien saya itu ya disana kok ya gak di ukur tingginya, gak di ukur Lila,saya liatin bukunya, kan kalau dari sana kembali ke bidan lagi untuk diperiksa, itu gak ada Lilanya, gak ada tingginya, terus yang periksa Hb itu gak tau saya ..... . Pemeriksaan antenatal yang tidak baik dapat menjadi faktor penyebab dari kematian neonatus seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Anwar (2005) didapatkan bahwa bayi yang dilahirkan dari ibu yang menerima pemeriksaan ANC tidak baik mempunyai risiko 5 kali untuk mengalami kematian perinatal dibanding dengan bayi yang dilahirkan dari ibu yang menerima pemeriksaan antenatal yang baik.

Semakin baik antenatal yang diterima oleh ibu selama masa kehamilannya semakin inggi perlindungan yang diberikan terhadap ancaman kematian janin yang dikandungannya, dimana dalam buku pedoman pelayanan antenatal ditetapkan bahwa pemeriksaan antenatal aling sedikit dilakukan 4 kali yakni pada trimester I ; 1 kali, trimester II: 1 kali dan trimester III: 2 kali. (Anwar, 2005; Kemenkes, 2010)

Pertolongan Persalinan

Dari ke-6 bidan yang diwawancarai, mereka telah melakukan pertolongan persalinan tidak semua sesuai dengan standar Asuhan Persalinan Normal. Cara pertolongan persalinan yang telah sesuai dengan APN seperti yang dilakukan bidan S dimana memberikan motivasi dan edukasi cara mengejan yang benar. Bidan S: ...Kalau mau melahirkan ya kita pokoknya memberikan motivasi,... Sama selalu dikasih motivasi misalanya kalau gini gak boleh ngejen, dikasih kayak gitu ibunya. Namun ada hal-hal yang tidak mereka lakukan saat menolong persalinan seperti penggunaan Alat Perlindungan Diri (APD). Mereka tidak menggunakan APD dengan alasan lupa, beban kerja yang tinggi dan tidak mau repot sehingga hal ini menjadi hal rutin yang dilaksanakan oleh bidan tanpa mempertimbangkan risikonya terhadap bayi.

Bidan DI: Ada sih, tapi jarang dipake.. Heee (Tertawa). Soalnya kan repot lagi kan make-make kayak gitu.

Serta pencatatan di lembar partograf dari keenam bidan hanya 2 bidan yang rutin menggunakan partograf selama proses persalinan. Bidan yang jarang menggunakan partograf mengatakan bahwa karena sudah lama praktek sehingga walaupun tidak mencatat di partograf, mereka sudah bisa memperkirakan apakah persalinan ibu tersebut bisa ditolong atau harus dirujuk.

Bidan A: : Kalau saya jarang nyimpan arsip partograf. ... Kan kadang-kadang bidan itu kalau sudah saking kita anu, kita sudah terlalu banyak pasien ya sudah, kan kita sudah tahu ini loh yang harus diwaspadai.

Pelayanan Nifas

Tiga orang Bidan praktek di wilayah kerja Puskesmas Lempake memberikan pelayanan nifas dengan cara melakukan kunjungan ke rumah ibu, sedangkan 3 bidan yang lain memberikan pelayanan nifas di tempat praktiknya saja. Dalam pelaksanaan pelayanan nifs dilakukan juga pelayanan neonatus sesuai standar sedikitnya 3 kali, pada 6-24 jam setelah lahir, pada 3-7 hari dan pada 28 hari setelah lahir yang dilakukan difasilitas kesehatan maupun kunjungan rumah.(DepKes RI, 2008)

Pelayanan nifas yang dilakukan dengan kunjungan rumah memiliki keuntungan antara lain seperti : bidan dapat melihat dan berinteraksi dengan keluarga dalam lingkungan yang alami dan aman serta bidan mampu mengkaji kecukupan sumber yang ada, keamanan dan lingkungan di rumah. Sedangkan keterbatasan dari kunjungan rumah adalah memerlukan biaya yang banyak, jumlah bidan terbatas dan kekhawatiran tentang keamanan untuk mendatangi pasien di daerah tertentu. Gambaran Pengetahuan Bidan Mengenai Kehamilan Risiko Tinggi

Hasil wawancara yang dilakukan terhadap 6 Bidan Praktek Mandiri didapatkan bahwa pengetahuan mengenai kehamilan risiko tinggi sudah sesuai dengan pedoman skoring Puji Rochjati yang dianjurkan oleh Depkes sebagai pedoman deteksi kehamilan risiko tinggi. Hal tersebut dapat dilihat dari pernyataan Bidan E.

Bidan E: Kita ada penapisan, penapisan skor Poedji Rochjati itu nah, trus kita juga ada penapisan, ada di poster. Jadi standarnya G4, primi kurang dari 17 tahun, primi lebih dari 35 tahun, hamil kembar, riwayat letsu, SC, polihdramnion,

Kartu Skor Poedji Rochjati (KSPR) digunakan untuk mendeteksi dini risiko tinggi pada ibu hamil, pelaksanaannya dilakukan dengan kontak I- kontak IV yakni temu muka, temu wicara, temu faktor risiko dan temu ibu hamil bersama keluarga dan suami di BPM, Posyandu, Polindes, Puskesmas dan Rumah Sakit (Sugiarti & Soedirham, 2009). Skor Poedj Rochjati dapat dilihat pada lampiran 4

Namun semua bidan mengatakan bahwa skor Poedji Rochjati tidak dipakai untuk skoring, hanya dipakai kontennya saja untuk memenuhi kriteria kehamilan risiko tinggi tersebut, seperti halnya yang dikatakan oleh Bidan D. I.

Bidan D.: Kalau sekarang sih kita sudah ga pakai itu asal lihat oh ini sudah otomatis aja

Temuan kehamilan risiko tinggi diskoring, kemudian jumlah total skor yang didapatkan diklasifikasikan menjadi Kelompok Risiko Rendah, Kelompok Risiko Tinggi dan Kelompok Risiko Sangat Tinggi yang akan dijelaskan pada sub-bab berikutnya.

6.3.3 Gambaran Penanganan Bidan terhadap Kehamilan Risiko Tinggi

Hasil wawancara yang dilakukan terhadap 6 Bidan Praktek Mandiri didapatkan bahwa penanganan kehamilan risiko tinggi berdasarkan pedoman klasifikasi kelompok risiko skoring Puji Rochjati yang dianjurkan oleh Depkes yaitu baik. Hal tersebut dapat dilihat dari pernyataan Bidan D. I., Bidan E,.

Bidan D.I.: PEB iya langsung kita rujuk. Ya kalau PEB kan kalau sudah tekanannya naik, ada edema, terus cek proteinurianya juga lebih dari +2 sudah kita kasih ke RS biasanya walau sudah disuruh siap-siapin aja itu kartu Jamkesdanya kah apa, buat bantu persalinan ke RS.

Bidan E : Kita dari awal contoh G2 dengan riw SC, dari awal sudah kita catat kalo dia scoring resti SC, melahirkan harus di RS, motivasi dari awal, penanganannya harus lebih intesnsif di trimester 3, karena kalo post SC risiko rupture uteri, perdarahan.

Penanganan atau tindak lanjut terhadap kehamilan risiko tinggi, berangkat dari klasifikasi kelompok risiko skor Poedji Rochjati yang telah diakumulasikan berdasarkan temuan risiko tinggi yang ada. Jika termasuk dalam risiko sangat tinggi maka pasien tersebut harus dirujuk ke rumah sakit untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut.

Hasil wawancara yang dilakukan didapatkan bahwa klasifikasi kehamilan risiko tinggi berdasarkan Poedji Rochjati ini dikemukakan oleh salah satu informan penelitian ini, yaitu Bidan S. J.

Bidan S. J.: Ada 3, resiko rendah, tinggi dan sangat tinggi, perdarahan, letak sungsang atau solusio plasenta merupakan resiko sangat tinggi maka harus dirujuk. Anemia, riwayat obstetri buruk merupakan resiko tinggi dan biasanya dilakukan penanganan utama dari bidan praktek

6.3.4 Gambaran Standar Asuhan Pelayanan Bayi Baru Lahir

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan terhadap 6 Bidan Praktek Mandiri, didapatkan hasil bahwa standar bayi baru lahir sesuai dengan Panduan Yankes Asuhan Bayi Baru Lahir (Depkes RI, 2010) atau Metode HAIKAL sudah baik, seperti yang dikatakan oleh Bidan DI, Bidan SJ., dan Bidan E.

Bidan DI: Yaa.. kayak biasanya, pake HAIKAL. Kalau memang dari HAIKAL ga ada masalah, kita lanjut IMD, habis itu satu jam injeksi Neo-K sama HbO, mandiin setelah 6 sampai 8 jam

Bidan SJ: HAIKAL, Antibiotik untuk mata, injeksi vitamin K, vaksin seusai jadwal

Bidan E: Kita HBo. Teknik HAIKAL dulu, baru IMD. Sama dengan KN kan, kunjungan KN nya kesini sampai KN 3 kan, sekalian ibunya 40 hari. Kalo BCG kita rujuk ke induk. Hepatitis sama Neo-K kita kasih di sini. Baru lahir Neo-K, 3 hari atau seminggu baru hepatitis.

Metode HAIKAL merupakan singkatan agar mudah diingat dari langkah awal resusitasi yang sering digunakan dalam penanganan awal bayi baru lahir dalam mencegah atau mengatasi asfiksia ringan. Metode ini juga terangkum dalam Asuhan Pelayanan Kesehatan Bayi Baru Lahir yang dikeluarkan oleh Depkes. Berikut Asuhan Pelayanan Kesehatan Bayi Baru Lahir: (Depkes RI, 2010)

Pencegahan infeksiPenilaian awalHangatkan bayi. Bayi diletakkan dengan posisi terlentang di bawah lampu pemanas, dan pertahankan selimut pada bayi.

Atur posisi bayi. Kepala bayi diposisikan setengah ekstensi untuk membuka jalan napas.

Isap lendir. Pengisapan dilakukan dengan pengisap De Lee pada mulut (