laporan untuk semhas fix pakan ikan

88
KECERNAAN PROTEIN BIJI KAPUK (Ceiba petandra Gaertn) SECARA IN VITRO UNTUK PAKAN IKAN Skripsi Oleh : Fitry Primadona 41204720109021 PROGRAM STUDI KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NUSA BANGSA

Upload: sonny-arfan

Post on 09-Dec-2014

153 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

Laporan Untuk Semhas Fix Pakan Ikan

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Untuk Semhas Fix Pakan Ikan

KECERNAAN PROTEIN BIJI KAPUK (Ceiba petandra Gaertn)

SECARA IN VITRO UNTUK PAKAN IKAN

Skripsi

Oleh :Fitry Primadona41204720109021

PROGRAM STUDI KIMIAFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NUSA BANGSABOGOR

2012

Page 2: Laporan Untuk Semhas Fix Pakan Ikan

KECERNAAN PROTEIN BIJI KAPUK (Ceiba petandra Gaertn)

SECARA IN VITRO UNTUK PAKAN IKAN

Skripsi

Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sains (S.Si), Pada Program Studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,

Universitas Nusa Bangsa

Oleh :Fitry Primadona41204720109021

PROGRAM STUDI KIMIAFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NUSA BANGSABOGOR

2012

Page 3: Laporan Untuk Semhas Fix Pakan Ikan

LEMBAR PENGESAHAN

Kami menyatakan bahwa Skripsi yang ditulis oleh :

Nama : Fitry Primadona

NIM : 41204720109021

Program Studi : Kimia

Judul : Kecernaan Protein Biji Kapuk (Ceiba petandra Gaertn)

Secara Invitro untuk Pakan Ikan.

Diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sains, pada Program

Studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Nusa

Bangsa Bogor.

Menyetujui,

Prof. Dr. S. Eko Wardoyo, Prof. Ris. Dr. Ir. O. D. Subhakti Hasan,M.Si.

Pembimbing I Pembimbing II

Mengetahui,

Mamay Maslahat, S.Si. M.Si.

Ketua Program Studi Kimia

Page 4: Laporan Untuk Semhas Fix Pakan Ikan

RINGKASAN

Fitry Primadona. Kecernaan Protein Biji Kapuk (Ceiba petandra Gaertn) Secara Invitro untuk Pakan Ikan. (dibawah bimbingan Prof. Dr. S. Eko Wardoyo, Prof. Ris. dan Dr. Ir. O. D. Subhakti Hasan, M.Si.

Pakan ikan masih mengandalkan tepung ikan sebagai sumber protein hewani dan tepung kedelai sebagai sumber protein nabati yang merupakan bahan baku impor, sehingga harga pakan menjadi mahal. Oleh karena itu perlu dilakukan pencarian alternatif sumber bahan baku pakan lokal yang berbasis hasil samping. Biji kapuk merupakan hasil samping industri pertanian yang berpotensi untuk dijadikan bahan baku pakan ikan sebagai sumber protein dan sumber asam lemak essensial. Tepung biji kapuk yang berasal dari buah kapuk merupakan hasil ikutan yang penting karena dua per tiga bagian berat buah kapuk adalah biji. Biji kapuk merupakan hasil sampingan pertanian yang cukup banyak di Indonesia terutama di Pulau jawa dan Sulawesi dengan potensi sekitar 114 ribu ton/tahun (BPTRO 2006). Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kecernaan protein pada biji kapuk dengan perlakuan konsentrasi optimum pepsin yang dibutuhkan sehingga pencernaan dapat berlangsung optimal,dan mengetahui kandungan proksimat (karbohidrat, protein, lemak, serat kasar, air dan abu) dari biji kapuk.

Dalam hal ini digunakan biji kapuk dengan perlakuan yaitu penambahan pepsin dengan konsentrasi tertentu, masing-masing 0%; 0,02%; 0,2%; 2%(pepsin dilarutkan dengan menggunakan larutan HCL 0,075 N). Ulangan yang dilakukan pada analisis tersebut adalah sebanyak dua kali. Konsentrasi penambahan pepsin tersebut di atas berdasarkan analisis tingkat kecernaan bahan baku protein hewani lainnya, seperti tepung daging dan tulang (Meat and Bone Meal), tepung daging (Meat Meal), tepung bulu (Feather Meal) dan lain-lain. Parameter yang akan diukur adalah tingkat kecernaan protein biji kapuk dengan menggunakan pepsin secara invitro, yang kemudian dianalisis berdasarkan metode mikro kjeldahl. Metode ini tidak dapat digunakan untuk protein nabati atau bahan makanan campuran. Penelitian dilakukan melalui tahap untuk menentukan konsentrasi pepsin optimal dan menentukan tingkat kecernaan biji kapuk menggunakan pepsin secara invitro (Pepsin Digest/PD). Dari protein awal dan akhir yang diperoleh, dihitung pepsin indigest (jumlah protein yang tidak tercerna) untuk mendapatkan hasil pepsin digest/PD (jumlah protein yang tercerna) yang optimum.

Page 5: Laporan Untuk Semhas Fix Pakan Ikan

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 21 April 1989 di Cianjur, Anak keempat

dari 4 bersaudara, putri dari Bapak H. Upin Supaindi dan Hj. D. Mintarsih.

Penulis menyelesaikan Sekolah Dasar di SDN 01 Pagelaran, Cianjur (Jawa

Barat) tahun 2001, lulus SMP Negeri 02 Cianjur (Jawa Barat) tahun 2004, lulus

Sekolah Lanjutan Atas di SMAKBo ( Sekolah Menengah Analis Kimia Bogor )

tahun 2008.

Pada bulan Juni 2008 sampai sekarang bekerja sebagai analis laboratorium

dan asisten dosen di Sekolah Tinggi Perikanan Kementrian Kelautan dan

Perikanan Bogor.

Pada tahun 2009, penulis tercatat sebagai mahasiswa Fakultas Matematika

dan Ilmu Pengetahuan Alam, Program Studi Kimia, Universitas Nusa Bangsa di

Bogor.

Page 6: Laporan Untuk Semhas Fix Pakan Ikan

iii

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirrohim

Alhamdulillahi Robbil A’lamin, penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT,

sehingga dapat menyelesaikan Skripsi ini yang berjudul “Kecernaan Protein Biji

Kapuk (Ceiba petandra Gaertn) Secara Invitro untuk Pakan Ikan.”.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar

Sarjana Sains (S.Si), pada Fakultas Kimia Universitas Nusa Bangsa (UNB)

Bogor. Selama penyusunan Skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan dan

arahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima

kasih kepada :

1. Prof. Dr. S. Eko Wardoyo, Prof. Ris. selaku Pembimbing I, dan Dr. Ir. O.

D. Subhakti Hasan, M.Si. selaku Pembimbing II atas bimbingan dan

pengarahan dalam penyusunan skripsi ini. Bapak Dr. Ridha Arrizal, M.Sc.

selaku Dekan Fakultas MIPA Universitas Nusa Bangsa, Ibu Mamay

Maslahat S.Si. M.Si. selaku Ketua Program Studi Kimia.

2. Ketua Jurusan Penyuluhan Perikanan STP Ibu Dra. Ani Leilani, M.Si. dan

rekan-rekan Dosen dan Pegawai (khususnya Ibu Yuke, Anjar, Eka) atas

dukungan tenaga, moril dan materil kepada penulis.

3. Seluruh dosen beserta staff Fakultas MIPA Universitas Nusa Bangsa, serta

keluarga tercinta : Mama, Papa, dan kakak yang telah memberikan

dorongan dan dukungan baik moril maupun meteril.

4. Terima kasih kepada kakak tercinta Sonny Arfan, ST. yang telah banyak

membantu dan memberi semangat hingga skripsi ini selesai, dan juga

rekan-rekan S1: Mega Fitri Awalia, Fachrizka Mubianti, Sarah Terarosa

atas dukungan yang telah diberikan serta semua pihak yang tidak dapat

dituliskan satu persatu. Semoga Allah SWT melimpahkan rahmat-Nya

serta membalas segala amal dan kebaikan yang telah diberikan kepada

penulis.

Semoga Allah SWT memberikan pahala yang berlipat ganda atas segala

bantuan yang telah diberikan.

Page 7: Laporan Untuk Semhas Fix Pakan Ikan

iv

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna karena

keterbatasan pengetahuan dan wawasan penulis dalam bidang ini. Oleh karena itu

penulis mengharapkan saran, masukan, dan kritikan untuk perbaikan penulisan

selanjutnya. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi ilmu

pengetahuan di Indonesia untuk mewujudkan masyarakat perikanan dan kelautan

yang lebih maju dan sejahtera.

Bogor, Januari 2012

Penulis

Page 8: Laporan Untuk Semhas Fix Pakan Ikan

v

DAFTAR ISI

Isi Halaman

KATA PENGANTAR................................................................................. iii

DAFTAR ISI................................................................................................ v

DAFTAR GAMBAR................................................................................... vii

DAFTAR LAMPIRAN................................................................................ viii

DAFTAR TABEL........................................................................................ ix

I. PENDAHULUAN.................................................................................... 1

A. Latar Belakang................................................................................... 1

B. Identifikasi Masalah........................................................................... 2

C. Tujuan Penelitian................................................................................ 2

D. Manfaat Penelitian.............................................................................. 3

E. Kerangka Pemikiran........................................................................... 3

F. Hipotesis.............................................................................................. 3

G. Ruang lingkup.................................................................................... 4

H. Waktu dan Tempat............................................................................. 4

II. TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................... 5

A. Biji Kapuk (Ceiba petandra Gaertn) ................................................. 5

B. Kandungan Kimia Biji Kapuk............................................................ 6

C. Protein dan Asam Amino................................................................... 8

D. Proses Pencernaan Protein Pada Lambung Ikan................................ 10

E. Enzim Pepsin...................................................................................... 12

III. METODOLOGI PENELITIAN............................................................. 14

A. Alat..................................................................................................... 14

B. Bahan.................................................................................................. 14

C. Metode Penelitian............................................................................... 15

1. Rancangan Percobaan..................................................................... 15

2. Kecernaan Protein Pepsin HCl (AOAC 1995)............................... 16

3. Perhitungan dalam Analisa Pepsin................................................. 17

4. Analisis Proksimat.......................................................................... 17

4.1. Penentuan Kadar Air (AOAC 1995)....................................... 17

Page 9: Laporan Untuk Semhas Fix Pakan Ikan

vi

4.2. Penentuan Kadar Abu (AOAC 1995)..................................... 18

4.3. Penentuan Kadar Lemak Kasar (AOAC 1995)....................... 18

4.4. Penentuan Kadar Protein Kasar (AOAC 1995)...................... 18

4.5. Penentuan Kadar Karbohidrat (AOAC 1995)......................... 19

4.6. Penentuan Kadar Serat kasar (AOAC 1995).......................... 19

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................. 20

A. Preparasi Sampel................................................................................ 20

B. Tingkat Cerna Pepsin.......................................................................... 20

C. Analisa Proksimat............................................................................... 22

1. Kadar Air........................................................................................ 22

2. Kadar Abu....................................................................................... 23

3. Kadar Lemak.................................................................................. 24

4. Kadar Protein.................................................................................. 25

5. Kadar Karbohidrat.......................................................................... 26

6. Kadar Serat Kasar........................................................................... 28

V. KESIMPULAN DAN SARAN............................................................... 29

A. Kesimpulan......................................................................................... 29

B. Saran................................................................................................... 29

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 30

LAMPIRAN................................................................................................. 33

Page 10: Laporan Untuk Semhas Fix Pakan Ikan

DAFTAR GAMBAR

1. Biji Kapuk Ceiba petandra.G (Anonim 2005) ............................................6

2. Struktur senyawa asam siklopropenoat (Halver & Hardy 2002)..................7

3. Struktur gossypol (polyphenol) (Cai et al. 2004)………………………....7

4. Pemecahan Polipeptida Menjadi Asam Amino............................................8

5. Struktur Kimia Asam Amino……………………………………………....9

6. Struktur Kimia Ikatan Peptida......................................................................9

7. Struktur Kimia Ikatan Peptida dengan Melepaskan Molekul Air...............10

8. Ikatan Peptida.............................................................................................10

9. Sistem Pencernaan Pada Ikan……………………......................................11

10. Pepsin Bentuk Aktif..................................................................................12

11. Grafik Hasil Uji Kadar Protein Sisa…………………………………… 21

12. Grafik Hasil Uji Kadar Pepsin Indigest....................................................22

13. Grafik Hasil Uji Kadar pepsin Digest......................................................22

14. Grafik Hasil Uji Kadar Air.......................................................................23

15. Grafik Hasil Uji Kadar Abu......................................................................24

16. Grafik Hasil Uji Kadar Lemak..................................................................25

17. Grafik Hasil Uji Kadar Protein.................................................................26

18. Grafik Hasil Uji Kadar Karbohidrat.........................................................27

19. Reaksi Antara Aldehid Dengan Larutan Luff...........................................28

20. Grafik Hasil Uji Kadar Serat Kasar.........................................................29.

iii

Page 11: Laporan Untuk Semhas Fix Pakan Ikan

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Diagram Alir Penelitian..............................................................................36

2. Diagram Alir Analisis Proksimat................................................................37

3. Bagan Alir Pengujian Kadar Air.................................................................38

4. Bagan Alir Pengujian Kadar Abu...............................................................39

5. Bagan Alir Penentuan Kadar Lemak..........................................................40

6. Bagan Alir Pengujian Kadar Protein..........................................................41

7. Bagan Alir Pengujian Kadar Karbohidrat...................................................42

8. Bagan Alir Pengujian Kadar Serat Kasar...................................................43

9. Perhitungan Kadar Protein Sisa..................................................................44

10. Perhitungan Analisis Pepsin.....................................................................45

11. Perhitungan Kadar Air Dengan Metode Gravimetri.................................46

12. Perhitungan Kadar Abu Dengan Metode Gravimetri...............................47

13 Perhitungan Kadar Lemak Dengan Metode Soxhlet.................................48

14. Pehitungan Kadar Protein Dengan Metode Kjedahl.................................49

15. Perhitungan Kadar Karbohidrat Dengan Metode Luff Schoorl................50

16. Konversi mg gula menurut Luff Shcoorl..................................................51

17. Perhitungan Kadar Serat Kasar Dengan Metode Gravimetri....................52

iv

Page 12: Laporan Untuk Semhas Fix Pakan Ikan

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Spesifikasi mutu natrium alginat................................................................25

2. Hasil Uji Kandungan Proksimat.................................................................25

v

Page 13: Laporan Untuk Semhas Fix Pakan Ikan

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kebutuhan masyarakat dunia terhadap protein hewani ikan terus

meningkat seiring dengan peningkatan populasi penduduk dunia. Sejak tahun

1990-an, produksi perikanan tangkap mengalami stagnasi dan cenderung menurun

akibat kerusakan lingkungan laut dan upaya penangkapan ikan illegal. Oleh

karena itu pemenuhan konsumsi ikan dunia hanya diharapkan dari usaha budidaya

ikan.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka perlu dicari bahan baku alternatif

terutama yang memanfaatkan bahan pakan lokal. Bahan pakan tersebut harus

memenuhi beberapa kriteria diantaranya ketersediaan yang melimpah, harga

relatif murah, mudah dicerna oleh ikan, mempunyai kandungan nutrisi yang baik

dan tidak berkompetisi dengan manusia (Suprayudi, 2010). Sumber bahan baku

pakan yang dapat memenuhi kriteria tersebut diantaranya bahan-bahan hasil

samping dari kegiatan agroindustri seperti biji karet, kulit singkong, bungkil

kelapa, Palm Kernel Meal (PKM), dan biji kapuk.

Tepung biji kapuk yang berasal dari buah kapuk merupakan hasil ikutan

yang penting karena dua pertiga bagian berat buah kapuk adalah biji. Biji kapuk

merupakan hasil sampingan pertanian yang cukup banyak di Indonesia terutama

di Pulau jawa dan Sulawesi dengan potensi sekitar 114 ribu ton/tahun (BPTRO

2006). Biji kapuk mengandung protein kasar 28-34%, lemak 22-40% dan bahan

ekstrak tanpa nitrogen 25-35% (Lubis 1963; Parakkasi 1983; Kardivel et al.

1984; Hartutik 2000; Mazida 2007). Minyak biji kapuk mengandung asam oleat

sekitar 50%, asam linoleat 30%, asam palmitat 15%, dan asam lemak linolenat

sebesar 5% (Allen et al. 1984). Berdasarkan karakteristik bahan tersebut maka

biji kapuk dapat dijadikan bahan baku pakan sebagai sumber protein dan asam

lemak.

Informasi kajian ilmiah pemanfaatan biji kapuk pada hewan akuatik masih

sangat jarang. Biji kapas merupakan bahan baku yang menyerupai biji kapuk baik

dalam hal kandungan nutrient. Di Blitang, Sumatra Selatan, (Suyanto,2010)

melaporkan bahwa ikan bawal tawar (Colossoma macropomum) yang memiliki

Page 14: Laporan Untuk Semhas Fix Pakan Ikan

2

lambung dapat hidup dan tumbuh dengan diberi pakan 100% biji kapuk atau

kombinasi antara biji kapuk dan pelet masing-masing sebesar 93% dan 7%, atau

72% dan 28%. Ikan dengan bobot rata-rata awal 10-12,5 g menjadi 100-125

g/ekor setelah dipelihara selama 2-3 bulan dengan konversi pakan berkisar 2,5-

3,5.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui daya cena protein biji kapuk

yang memiliki kandungan protein yang tinggi dengan pepsin pada lambung yang

dilakukan secara invitro. Pepsin merupakan enzim protiolitik, salah satu enzim

utama pemecah sebagai pemecah ikatan polipeptida (protein komplek), yang

meemcah protein menjadi bentuk yang dapat digunakan oleh tubuh. Ikatan dari

protein kompleks tersebut akan dipecah sebagian menjadi peptida dan sebagian

lagi menjadi asam amino.

B. Identifikasi Masalah

Untuk tumbuh dan berkembang ikan membutuhkan nutrien yang cukup

dan berimbang. Kebutuhan nutrien tersebut disuplai melalui pakan buatan.

Hingga saat ini bahan baku penyusun pakan hampir 85% diimpor. Hal itu yang

menjadi salah satu sebab harga pakan meningkat drastis selama 1 dekade ini.

Oleh karena itu perlu dicari alternatif bahan baku dengan persyaratan kualifikasi

berbasis lokal, berkualitas, berbasis industri dan harga kompetitif. Biji kapuk

merupakan salah satu kandidat yang dipilih karena memenuhi kualifikasi bahan

baku pakan ikan. Oleh karena itu diharapkan pada penelitian ini bisa mendapatkan

hasil kecernaan protein yang optimal dan dijadikan model untuk pengkajian bahan

baku lokal lainnya.

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kecernaan protein pada biji kapuk

dengan perlakuan konsentrasi optimum pepsin yang dibutuhkan sehingga pencernaan

dapat berlangsung optimal, dan mengetahui kandungan proksimat (karbohidrat,

protein, lemak, serat kasar, air dan abu) dari biji kapuk.

Page 15: Laporan Untuk Semhas Fix Pakan Ikan

3

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kecernaan protein biji

kapuk sebagai bahan baku pakan yang bermutu tinggi. Untuk menentukan

kelayakan biji kapuk sebagai sumber protein pakan ikan. Dan untuk penelitian

secara invitro, dapat lebih memudahkan penentuan kecernaan yang terkandung

pada biji kapuk dengan menggunakan pepsin, dengan cara lebih efisien dan

efektif, sehingga dapat memberikan informasi kepada penelitian selanjutnya.

E. Kerangka Pemikiran

Biji kapuk merupakan salah satu kandidat yang dipilih karena memenuhi

kualifikasi bahan baku pakan ikan. Selain itu, biji kapuk merupakan bahan baku

sebagai sumber protein nabati yang mudah diperoleh, harga murah dan nutrien

sesuai kebutuhan ikan, sehingga dapat meningkatkan produksi ikan secara efisien.

Pepsin adalah enzim yang berperan dalam pencernaan protein,umumnya

memiliki tingkat keaktifan 1:10.000( AOAC 971,1995)

Jika makromolekul protein dihidrolisis secara terkendali, maka akan

dihasilkan suatu peptida sebagai submakromolekul. Yang kemudian berikutnya

akan dihasilkan asam amino sebagai unit molekul. Enzim utama yang digunakan

untuk menghidrolisis makromolekul protein adalah pepsin (Hawab,2004)

Biji kapuk memiliki kandungan protein sekitar 28-34%. Sehingga

penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat optimal kecernaan biji kapuk

dengan menggunakan variasi konsentrasi pepsin secara invitro.

F. Hipotesis

Enzim bekerja secara optimum pada pH dan konsentrasi tertentu dengan

mengacu psda AOAC sekitar 0,2 % pepsin 0.075 N. Proses optimasi dilakukan

dengan memvariasikan jumlah pepsin yang ditambahkan pada tepung biji kapuk,

sebagai hasilnya dapat diketahui konsentrasi optimum yang memberikan

kecernaan maksimal protein.

Page 16: Laporan Untuk Semhas Fix Pakan Ikan

4

G. Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian ini meliputi,biji kapuk yang diperoleh dilakukan

pembersihan, penghalusan, ekstraksi, perlakuan asam yaitu kecernaan protein

dengan pepsin HCl, kemudian dilakukan pengocokan, inkubasi, filtrasi, destruksi,

dan destilasi. Biji kapuk yang digunakan berasal dari Palembang. Kemudian

dianalisis kandungan kimia yang berupa kadar air, kadar abu, karbohidrat, lemak,

protein, dan kadar serat kasar.

H. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan dari bulan Oktober - Januari di

Laboratorium Kimia Sekolah Tinggi Perikanan Jalan Cikaret No.2 Po.Box 155,

Kelurahan Cikaret, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor 16001.

Page 17: Laporan Untuk Semhas Fix Pakan Ikan

5

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Biji Kapuk (Ceiba petandra Gaertn)

Pohon kapuk (Ceiba petandra Gaertn) termasuk famili Bombaceae mudah

tumbuh di daerah tropis dan tumbuh dengan baik pada ketinggian 100-800 m di

atas permukaan laut, tahan terhadap kekurangan air, sehingga dapat ditanam di

tegalan, pematang sawah, atau tepi jalan (Setiadi 1983). Pohon kapuk dapat

tumbuh hingga mencapai ketinggian 7-30 meter dengan bentuk batang silindris

dan bercabang secara horizontal dengan daun yang jarang. Buah kapuk berbentuk

lonjong dengan kulit keras dan berwarna hijau jika masih muda dan coklat jika

telah tua. Bentuk bijinya bulat, kecil-kecil berwarna hitam dibungkus oleh selapis

serat berwarna putih yang merupakan dinding buah kapuk. Klasifikasi Ceiba

petandra.G menurut Setiadi. (1983) sebagai berikut :

Kerajaan : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Malvales

Famili : Malvaceae (Bombacaceae)

Genus : Ceiba

Spesies : pentandra

Pohon kapuk dapat berproduksi sampai umurnya mencapai 50-60 tahun

(Ochse et al. 1961). Setiap buah kapuk yang masak berisi sekitar 35% serat, 15%

serat dengan kulit buah dan 50% biji kapuk yang beratnya antara 25-40 gram.

Setiap pohon kapuk dapat menghasilkan antara 4000-5000 buah per tahun,

sehingga pohon kapuk dewasa dapat menghasilkan sekitar 100-200 kg biji kapuk

per tahun (Sihombing & Simamora 1979). Biji kapuk merupakan hasil samping

pertanian yang cukup banyak di Indonesia terutama di Pulau Jawa dan Sulawesi

dengan potensi sekitar 114 ribu ton/tahun (BPTRO 2006). Jenis buah kapuk dari

kelompok Magnoliopsida,dapat dilihat pada Gambar 1.

Page 18: Laporan Untuk Semhas Fix Pakan Ikan

6

Gambar 1 Biji Kapuk Ceiba petandra.G (Anonim 2005)

B. Kandungan Kimia Biji Kapuk

Biji kapuk mengandung protein kasar 28-34%, lemak 22-40% dan bahan

ekstrak tanpa nitrogen 25-35% (Lubis 1963; Parakkasi 1983; Kardivel et al.

1984; Hartutik 2000; Mazida 2007).Berdasarkan karakteristik bahan tersebut

maka biji kapuk dapat dijadikan bahan baku sebagai sumber protein.

Pemanfaatan biji kapuk saat ini banyak diolah menjadi minyak goreng non

kolesterol, selain itu biji dan bungkil biji kapuk dapat digunakan sebagai bahan

campuran pakan ternak. Dalam industri non pangan biji kapuk dimanfaatkan

untuk minyak campuran sebagai bahan baku pembuatan sabun serta pembuatan

bahan bakar biodiesel, sedangkan bungkil kapuk digunakan sebagai bahan

membuat pupuk. Namun demikian, biji kapuk juga mengandung zat anti nutrisi

yakni gossypol (FG) dan asam lemak siklopropenoat (ALS). FG merupakan nama

umum dari polyphenol yang terdapat dalam jaringan tanaman bergenus

Gossypium dan beberapa family Malvaceae seperti pada tanaman kapas dan

kapuk. Asam-asam phenolic yang terdapat dalam gossypol dapat membentuk

senyawa komplek dengan protein serta menghambat kerja enzim proteolitik

seperti trypsin dan pepsin (Morgan 1989; Cai et al. 2004). ALS pada konsentrtasi

yang berlebih dapat menyebabkan nekrosis pada organ dan penurunan

pertumbuhan (Muskita 2012; Li dan Robinson 2006; Yildirim et al. 2003;

Herman 1970)

Asam lemak siklopropenoat adalah asam lemak tidak jenuh yang

mempunyai gugus siklis yaitu gugus siklopropena. Dikenal 2 senyawa dimana

Page 19: Laporan Untuk Semhas Fix Pakan Ikan

7

tergantung jumlah karbonnya yaitu asam malvalat dan asam sterkulat. asam

sterkulat adalah asam 8–(2-oktil –1-siklopropenil) heptanoat (Phelps et al. 1964;

Halver & Hardy 2002). Rumus bangun asam tersebut seperti pada Gambar 1.

Gambar 2. Struktur senyawa asam siklopropenoat (Halver & Hardy 2002)

Asam lemak siklopropenoat dapat dinonaktifkan sehingga dapat mengurangi

bahkan menghilangkan sifat toksiknya yaitu dengan hidrogenasi, penambahan

dengan polimerasi, halogenasi, substitusi atom hidrogen secara kimia pada cincin

siklopropenat. Di samping itu dapat juga dilakukan dengan pemanasan,

pengasaman dan sulfitasi yang akan merubah struktur gugus cincin siklopropenat

sehingga tidak bersifat racun lagi bagi ternak (Thalib et al. 1990). Zahirma

(1986) menyatakan bahwa reaksi oksidasi asam sterkulat dengan kalium

permanganat (KMnO4) dalam aseton dan hidrogenasi dengan paladium kalsium

karbonat (Pd-CaCO3) dalam etanol mempunyai arti penting dalam upaya menekan

sifat toksik asam siklopropenoat karena reaksi ini dapat memecahkan gugus cincin

siklo. Sedangkan gossypol merupakan subtansi senyawa phenol berwarna kuning,

mempunyai struktur kimia siklik yang berikatan dengan OH, mempunyai rumus

molekul C30H30O8 dengan bobot molekul 518,54 (Gambar 3).

Gambar 3. Struktur gossypol (polyphenol) (Cai et al. 2004)

Penelitian Yildirim et al. (2004) menunjukkan bahwa yang mengandung

gossypol dengan level lebih dari 800 mg/kg, tidak menunjukkan pengaruh yang

berlawanan terhadap bobot, konsumsi pakan dan efisiensi pakan.

CH3 (CH2)7 C === C (CH2)7 COOH

CH2

Asam Sterkulat

CH3 (CH2)7 C === C (CH2)6 COOH

CH2

Asam Malvalat

Page 20: Laporan Untuk Semhas Fix Pakan Ikan

8

C. Protein dan Asam Amino

Protein memegang peranan yang amat penting dalam tubuh, baik sebagai

pembangun stuktur maupun sebagai protein fungsional yang mengatur

metabolism (enzim dan hormon) dan daya tahan tubuh. Pembuatan molekul

protein fungsional termasuk dalam metabolism protein. Protein merupakan

susunan dari asam-asam amino pembangun yang dapt diserap dari saluran usus.

Kehidupan hewan bersifat “heterotrofik”, dimana kebutuhan asam amino

untuk sintesis protein tubuhnya harus diperoleh dari makhluk lain. Perpaduan

protein nabati dan protein hewani dalam makanan dapat memberikan efek

komplementer yang sangat menguntungkan dan menaikkan nilai protein makanan

pada tingkat yang terbaik. (Hawab,2004).

1. Protein

Kata protein berasal dari bahasa Yunani kuno “proteios”, yang artinya

“yang utama”. Sesudah air, protein merupakan bahan pembangun utama jaringan

tubuh, meliputi sekitar 20-24%. Secara garis besar, fungsi protein dapat

disimpulkan sebagai pembangun struktur, sebagai biokatalisator, sebagai buffer

dalam cairan tubuh, sebagai penyangga racun/penyakit, sebagai hormon, bahkan

sebagai pembawa sifat keturunan dari generasi ke generasi.

Jika makromolekul protein dihidrolisis secara terkendali, maka akan

dihasilkan suatu peptida sebagai makromolekul sampai submakromolekul,

tergantung besarnya bobot molekul peptidanya. Kemudian berikutnya dihasilkan

asam amino sebagai unit molekul. Hasil hidrolisis dari semua protein alamiah

ternyata tetap menghasilkan 20 macam asam amino.

Peptida

Polipeptida + enzim asam amino

Protein (bebas)

Gambar 4. Pemecahan Polipeptida Menjadi Asam Amino dengan Penambahan Enzim

Page 21: Laporan Untuk Semhas Fix Pakan Ikan

9

Protein tersusun dari bahan-bahan yang memiliki sruktur dasar yang sama,

yaitu : R

H2N C COOH

H

Gambar 5. Struktur Kimia Asam Amino

Bahan penyusun ini dikenal dengan nama asam amino. Ada lebih dari 20

asam amino yang dapat dipisahkan dari bahan berprotein. Dalam setiap kasus,

mereka dibedakan berdasarkan sifat gugus R di atas struktur asam amino.

2. Asam Amino

Asam amino sebagai unit terkecil dari makromolekul protein, merupakan

kunci untuk menyusun ragam molekul protein yang banyaknya tidak terhingga.

Sebagian besar asam amino mudah larut dalam pelarut polar, seperti air.

Asam amino tidak larut dalam pelarut nonpolar seperti benzen, heksan atau eter

dan sejenisnya.

Dalam saluran pencernaan, sebuah molekul protein baru dapat diserap jika

molekul protein tersebut telah terputus-putus menjadi asam amino pembentuknya.

Beberapa jenis asam amino dan beberapa protein dimana asam amino tersebut

diturunkan dapat dilihat pada lampiran 9. Sebagai contoh, kita gunakan grup

amino (NH2) sebagai kepala, grup asam karboksilat sebagai buntut.

O H R O H R O

C O H H N C C O H H N C C O H

H H

Gambar 6. Struktur Kimia Ikatan Peptida

Page 22: Laporan Untuk Semhas Fix Pakan Ikan

10

Dalam molekul protein, unit-unit asam amino terhubung kepala ke ekor

seperti yang ditunjukkan di bawah ini :

O H R O H R O

C N C C N C C + 4 H2O

H HGambar 7. Struktur Kimia Ikatan Peptida dengan Melepaskan Molekul Air

Rantai protein dapat terbentuk dengan adanya reaksi antara kepala dari

satu molekul asam amino dengan buntut asam amino yang lain dengan

melepaskan air.

H H

Ikatan C N disebut juga dengan ikatan peptide (Cane, 1973).

Gambar 8. Ikatan Peptida

Alam dapat membentuk molekul protein dari lebih dari 20 asam amino

yang berbeda gugus R-nya, dimana satu sama lain saling berhubungan dalam satu

rantai. Hal ini menunjukkan bahwa molekul asam amino dapat digunakan lebih

dari satu kali dalam pembentukan ikatan protein.

C. Proses Pencernaan Protein pada Lambung Ikan

Protein makanan dapat digunakan dengan memutuskan ikatan polipeptida

dari protein menjadi asam-asam amino.

Proses pencernaan ini melibatkan enzim pencernaan sebagai katalisator

biologis. Pencernaan pakan adalah penyederhanaan pakan yang awalnya berupa

molekul komplek menjadi molekul sederhana. Nutrien yang berbentuk sederhana

inilah yang dapat diserap dan diedarkan ke seluruh tubuh. Selama dalam saluran

pencernaan, pakan dicerna oleh bermacam-macam enzim menjadi bentuk yang

dapat dicerna oleh dinding usus dan masuk ke dalam peredaran darah (Talbot,

1985 dalam Rosmawati, 2005).

Saluran pencernaan pada ikan dimulai dari rongga mulut (cavum oris). Di dalam

rongga mulut terdapat gigi-gigi kecil yang berbentuk kerucut pada geraham bawah

Page 23: Laporan Untuk Semhas Fix Pakan Ikan

11

dan lidah pada dasar mulut yang tidak dapat digerakan serta banyak menghasilkan

lendir, tetapi tidak menghasilkan ludah (enzim). Dari rongga mulut makanan

masuk ke esophagus melalui faring yang terdapat di daerah sekitar insang.

Esofagus berbentuk kerucut, pendek, terdapat di belakang insang, dan bila

tidak dilalui makanan lumennya menyempit. Dari kerongkongan makanan di

dorong masuk ke lambung, lambung pada umum-nya membesar, tidak jelas

batasnya dengan usus. Dari lambung, makanan masuk ke usus yang berupa pipa

panjang berkelok-kelok dan sama besarnya, sari-sari makanan diserap dan

selanjutnya diedarkan oleh darah ke seluruh bagian tubuh. Sisa-sisa makanan

yang tidak diserap dikeluarkan melalui anus.

Gambar 9. Sistem pencernaan pada ikan

Kelenjar pencernaan pada ikan, meliputi hati dan pankreas. Hati

merupakan kelenjar yang berukuran besar, berwarna merah kecoklatan, terletak di

bagian depan rongga badan dan mengelilingi usus, bentuknya tidak tegas, terbagi

atas lobus kanan dan lobus kiri, serta bagian yang menuju ke arah punggung.

Fungsi hati menghasilkan empedu yang disimpan dalam kantung empedu untuk

membantu proses pencernaan lemak. Kantung empedu berbentuk bulat, berwarna

kehijauary terletak di sebelah kanan hati, dan salurannya bermuara pada lambung.

Kantung empedu berfungsi untuk menyimpan empedu dan disalurkan ke usus bila

diperlukan. Pankreas merupakan organ yang berukuran mikroskopik sehingga

sukar dikenali, fungsi pankreas, antara lain menghasilkan enzim – enzim

pencernaan dan hormon insulin.

Page 24: Laporan Untuk Semhas Fix Pakan Ikan

12

Pepsin merupakan enzim proteolitik yang berfungsi untuk memecah

protein ke dalam bentuk yang dapat digunakan oleh tubuh. Di lambung, sel peptik

melepaskan pepsinogen yang bersifat inaktif, dan hanya aktif jika telah mencapai

saluran pencernaan. Asam klorida akan menghasilkan suasana yang sangat asam,

yang membuat pepsinogen tersebut terhidrolisis dengan sendirinya secara

katalitik, sehingga menghasilkan pepsin (bentuk aktif).

H+, dari HCl lambung

Pepsinogen Pepsinbentuk inaktif bentuk aktif

Gambar 10. Pepsin Bentuk Aktif

Lambung berfungsi sebagai penampung makanan dan mencerna makanan

(Halver, 2002). Selanjutnya dikatakan bahwa dalam lambung dilengkapi dengan

kelenjar lambung yang berfungsi untuk mensekresikan enzim pencernaan.

Menurut Gas dan Noaillac-Depeyre (1981) sel-sel kelenjar eksokrin pada segmen

lambung ikan sekaligus mensekresikan pepsin dan asam khlorida (HCl). HCl

secara langsung berperan melunakan makanan sehingga menjadi bentuk bubur

(hyme) dan menurunkan pH isi lambung yang menyebabkan aktivitas enzim

proteolitik terutama pepsin meningkat.

D. Enzim Pepsin

Enzim berperan sebagai katalisator biologis yang akan menghidrolisis

bahan-bahan nutrient sumber energi yang berada dalam pakan sehingga dapat

diserap oleh tubuh dan ditransformasikan menjadi energi. Menurut Weil yang

diacu dalam Affandi et al (1992) dalam Rosnawati (2005), enzim bereran dalam

mengubah laju reaksi sehingga kecepatan laju reaksi yang diperlihatkan dapat

menjadi ukuran keaktifan enzim, Kerja enzim dipengaruhi oleh beberapa faktor,

terutama adalah substrat, suhu, derajat keasama, kofaktor dan inhibitor (soendoro,

1989 dalam Rosmawati, 2005).

Menurut American heritage Dictionary, pepsin berasal dari bahasa Yunani

(Pepsis), yang artinya pencernaan (peptein: mencerna). Pepsin pertama kali

ditemukan oleh Theodor Schwann pada tahun 1836. Dan merupakan ensim

Page 25: Laporan Untuk Semhas Fix Pakan Ikan

13

pertama yang ditemukan pada hewan. Gambar struktur dari pepsin yang

ditemukan pada babi dapat dilihat pada lampiran 4.

Pepsin adalah salah satu enzim protease dalam saluran pencernaan yang

dilepaskan oleh sel peptik pada lambung. Pepsin berfingsi untuk mencerna protein

makanan dan mengubahnya menjadi peptide sederhana yang kemudian akan

dicerna oleh enzim protease lain yang akhirnya dapat diserap oleh tubuh, pepsin

bertanggung jawab atas pemecahan 10-20 % protein.

Pepsin tersimpan dalam tubuh sebagai pepsinogen, yang ajan dilepaskan

jika dibutuhkan dan bekerja secara aktif pada pH 1,8 – 3,5. Pepsin bersifat tidak

aktif di atas pH 5 secara bolak-balik (reversible), dan akan benar-benar tidak aktif

pada pH 7-8.

Page 26: Laporan Untuk Semhas Fix Pakan Ikan

14

III. METODE PENELITIAN

A. Alat

Alat-alat yang digunakan adalah alat agitasi/pengocok (dengan kecepatan

rendah 15 rotasi permenit, diputar terbalik dan alat dioprasikan dalam inkubator

pada suhu 45 ± 2 0C), timbangan analitik (Mettler Toledo XS205 DU), labu

Kjeldahl, , oven merek Binder tipe BD 240, Tanur merek carbolite tipe AAF/ 11/

3/ PID 301, Blender merek Sharp, corong Buchner, water bath, stevens

LRFATexture Analyzer, batang pengaduk, kain penyaring 150 mesh, cawan

porselen, spatula, desicator, incubator, soxhlet, magnetic stirrer, kertas saring

(Whatman 41) ashless, batu didih, kertas lakmus, pipet tetes, pendingin tegak, hot

plate, labu penyaring, peralatan gelas merek pyrex seperti ; gelas piala,

erlenmeyer, buret, pipet volumetrik, pipet mohr, gelas ukur, dan labu ukur.

B. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan adalah biji kapuk Ceiba petandra yang

berasal dari Bogor, enzim pepsin ( porcine gastric mucosa,type P7000 unit/mg 

protein, SIGMA) berbentuk tepung yang kemudian dijadikan larutan dengan

konsentrasi 0,02%; 0,2%; 2% menggunakan HCL 0.075 N, CaO pro analis dari

Merck, NaOH pro analisa dari Merck, HCl pro analisa dari Merck, NaCl pro

analisa dari Merck, Polietilen Glikol (PEG) 6000 teknis, asam borat, indikator

campuran (brom cresolgreen : metil merah), akuades, larutan Luff, Petroleum Eter

pro analisa dari Merck, BaCl2 pro analisa dari Merck, KCl pro analisa dari Merck,

Na-tiosulfat, KIO3, KI pro analisa dari Merck , H2SO4 pro analisa dari Merck,

H2O2 pro analisa dari Merck, BaCl2 pro analisa dari Merck, amilum teknis, aseton

pro analisa dari Merck, dan Selenium.

Page 27: Laporan Untuk Semhas Fix Pakan Ikan

15

C. Metode Penelitian

Contoh biji kapuk bebas lemak dicerna secara invitro dengan

menggunakan larutan pepsin (hangat) dengan proses agitasi ( pengocokan) secara

konstan. Residu yang tidak dapat larut diisolasi dengan menggunakan proses

penyaringan,pencucian,pengeringan, kemudian dilakukan analisa menggunakan

cara kerja untuk protein. Metode ini tidak dapat digunakan untuk protein nabati

atau bahan makanan campuran. Hal ini dikarenakan bahan-bahan yang

mengandung protein nabati atau bahan makanan campuran mengandung

karbohidrat kompleks dan campuran lain yang tidak dapat dicerna oleh pepsin.

Penelitian dilakukan melalui tahap untuk menentukan konsentrasi pepsin optimal

dan menentukan tingkat kecernaan biji kapuk menggunakan pepsin secara invitro

(Pepsin Digest/PD)

Analisis kadar protein biji kapuk awal dilakukan dengan menggunakan

metode mikro Kjeldahl (protein biji kapuk kompleks yang masih mengandung

lemak dan kandungan lain) yang cara kerjanya dapat dilihat pada lampiran 5. Biji

kapuk tersebut kemudian ditambahkan dengan larutan pepsin dengan konsentrasi

tertentu, lalu diinkubasi selama 16 jam. Setiap jamnya diukur pH untuk

mengetahui tingkat kecernaan protein. Selanjutnya hasil inkubasi disaring

menggunakan kertas saring dan residu yang tersisa kemudian dianalisis

proteinnya sebagai kadar protein sisa (protein akhir). Dari protein awal dan akhir

yang diperoleh, dihitung pepsin indigest (jumlah protein yang tidak tercerna)

untuk mendapatkan hasil pepsin digest/PD (jumlah protein yang tercerna) yang

optimum.

1. Rancangan Percobaan

Dalam hal ini digunakan biji kapuk dengan perlakuan yaitu penambahan

pepsin dengan konsentrasi tertentu, masing-masing 0%;0,02%;0,2%, 2% (pepsin

dilarutkan dengan menggunakan larutan HCl 0,075 N). Ulangan yang dilakukan

pada analisis tersebut adalah sebanyak dua kali. Konsentrasi penambahan pepsin

tersebut di atas berdasarkan analisis tingkat kecernaan bahan baku protein hewani

lainnya, seperti tepung daging dan tulang (Meat and Bone Meal), tepung daging

Page 28: Laporan Untuk Semhas Fix Pakan Ikan

16

(Meat Meal), tepung bulu (Feather Meal) dan lain-lain. Parameter yang akan

diukur adalah tingkat kecernaan protein biji kapuk dengan menggunakan pepsin

secara invitro, yang kemudian dianalisis berdasarkan metode mikro kjeldahl.

2. Kecernaan Protein Pepsin HCl ( AOAC 971,1995 )

Ditimbang contoh (biji kapuk yang sudah dihaluskan) sebanyak 1 gram,

kemudian dilakukan penentuan kadar lemak hingga diperoleh contoh yang bebas

lemak. Contoh tepung ikan yang sudah bebas lemak tersebut kemudian dimasukan

kedalam botol dengan tutup berulir, hati-hati jangan sampai contoh

tumpah/terbuang. Kemudian kedalam botol yang berisi contoh, dimasukan

kedalam 150 ml larutan pepsin dengan konsentrasi 0%; 0,02%; 0,2%; 2% yang

telah dihangatkan sebelumnya hingga suhu 42-45oC, larutan pepsin dituangkan

perlahan-lahan dan dipastikan agar seluruh contoh telah dibasahi oleh larutan

tersebut. Setelah itu botol ditiup,kemudian diletakan di dalam air penyangga. Lalu

botol berisi contoh tersebut dikocok/diaduk dengan kecepatan 15 rpm secara

konstan selama 16 jam pada suhu 45 ± 2 0C. Botol kemudian dipindahkan dari alat

penyangga dan diletakan pada suatu rak dengan kemiringan 45 derajat,lalu tutup

botol tersebut dikendurkan, dan residu dibiarkan mengendap selama 15 menit.

Partikel contoh yang menempel pada tutup botol dibilas dengan sedikit air,

kemudian larutan dalam botol dituangkan ke saringan secara perlahan-lahan.

Setelah seluruh isi dalam botol tersaring, botol tersebut dicuci/dibilas dan kertas

saringnya dibilas dengan menggunakan air hangat. Proses pembilasan ini

dilakukan berulang hingga residu bebas asam (minimal pengulangan pencucian

sebanyak 2-3 kali), kemudian dilanjutkan dengan menggunakan 15 ml aseton.

Kemudian kertas saring berisi residu dikeringkan dalam oven, dan didinginkan.

Setelah itu kertas saring yang berisi residu tersebut kemudian dimasukan kedalam

labu kjeldahl, untuk selanjutnya dilakukan penetapan protein yang tidak tercerna

oleh pepsin (kadar protein sisa). Dilakukan penetapan contoh kosong dengan

menggunakan kertas saring. Dan hasil yang diperoleh dikurangi dengan hasil dari

penetapan contoh masing-masing, jika diperlukan.

Page 29: Laporan Untuk Semhas Fix Pakan Ikan

17

3. Perhitungan dalam Analisis Pepsin

- Perhitungan Kadar Protein Kasar (crude protein )

Kadar protein = ml penitar x konsentrasi penitar x 14 x 6.25 x 100%

mg contoh biji kapuk

- Perhitungan kadar protein sisa ( hasil analisis protein setelah penambahan pepsin )

Kadar protein sisa = ml penitar x konsentrasi penitar x 14 x 6.25 x 100%

mg contoh biji kapuk dari penetapan bebas lemak

- Perhitungan kadar protein yang tidak tercerna oleh pepsin ( pepsin indigest)

Kadar Pepsin Indigest = kadar protein sisa x 100%

kadar protein kasar

- Kadar Protein yang tercerna oleh pepsin ( pepsin digest )

Kadar Pepsin Digest = 100% - kadar pepsin indigest

4. Analisis Proksimat

4.1. Penentuan Kadar Air (AOAC 1995)

Ditimbang sebanyak 1 gram sampel dimasukkan ke dalam cawan yang telah

diketahui bobotnya, kemudian cawan berisi sampel dimasukkan ke dalam oven

pada suhu 105 °C hingga mencapai bobot yang konstan. Setelah itu cawan

diangkat dengan penjepit, dan dimasukkan dalam esikator ditunggu hingga dingin,

contoh ditimbang dan bobot yang hilang adalah bobot air.

Perhitungan kadar air (%) %100

sampelawalberat

npengeringaakhirawalselisihberat

4.2. Penentuan Kadar Abu (AOAC 1995)

Ditimbang sebanyak 1 gram sampel dimasukkan dalam cawan yang telah

diketahui bobotnya. Lalu dipanaskan dengan pembakar bunsen sampai tidak

Page 30: Laporan Untuk Semhas Fix Pakan Ikan

18

berasap lagi. Kemudian cawan yang berisi sampel tadi dimasukkan ke dalam tanur

dengan suhu 600 °C selama 5 jam. Setelah itu didinginkan dalam eksikator selama

30 menit, kemudian ditimbang dan dicatat.

Perhitungan kadar abu (%) %100sampelawalberat

abuberat

4.3. Penentuan Kadar Lemak Kasar (AOAC 1995)

Ditimbang sebanyak 1 gram sampel dimasukkan dalam kertas saring bebas

lemak yang telah dibuat selongsong. Selongsong yang berisi sampel dimasukkan

ke dalam alat soxhlet dan diberi pelarut Petroleum Eter sebanyak 150 ml

ditampung ke dalam labu penyaring yang telah diberi beberapa batu didih yang

telah dikeringkan dan diketahui bobotnya, lalu diekstraksi. Ekstraksi dilakukan

selama 4 jam. Setelah diekstraksi, labu penyaring dikeringkan dalam oven pada

105 °C selama 1 jam. Kemudian didinginkan dalam eksikator selama 15 menit

lalu ditimbang dan dicatat.Kadar lemak kasar dihitung.

Perhitungan kadar lemak (%)

4.4. Penentuan Kadar Protein Kasar (AOAC 1995).

Ditimbang dengan teliti sebanyak 1 gram sampel, dimasukkan ke dalam labu

Kjeldahl, ditambahkan 0,65 gram Selenium dan 25 ml H2SO4 pekat. Semua bahan

dalam labu dipanaskan dalam lemari asam sampai cairan berhenti berasap. Setelah

tidak berasap, pemanasan diteruskan dengan api besar sampai mendidih dan

larutan menjadi jernih, kemudian didinginkan. Larutan diencerkan dengan

menambahkan 10 ml akuades. Larutan dipindahkan ke dalam alat destilasi dan

dibilas dua atau tiga kali dengan 3 ml akuades, lalu ditambahkan 10 ml NaOH

40%.Uap air dialirkan melewati alat destilasi dan destilat ditampung ke dalam

erlenmeyer yang berisi 10 ml asam borat dan 2-3 tetes indikator BCG/MM (1:1)

atau Mengsel, waktu destilasi ditentukan selama 5 menit (stopwatch). Erlenmeyer

yang berisi sulingan dititar dengan HCl 0,1 N sampai titik akhir yang ditunjukkan

oleh alat makro kjeldahl.

Page 31: Laporan Untuk Semhas Fix Pakan Ikan

19

Perhitungan kadar protein (%) %100)(

25,6007,14)(

mgsampelberat

HClVN

4.5. Penentuan Kadar Karbohidrat (AOAC 1995)

Ditimbang 1 gram sampel, ditambahkan 25 ml H2SO4 1,25% dan direfluks

selama 2 jam. Kemudian didinginkan dan diatur pH sampai netral dengan larutan

NaOH 3,25%. Selanjutnya larutan dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml dan

ditepatkan dengan akuades. Larutan disaring dengan kertas saring, ditampung

dalam gelas piala.Larutan dipipet 10 ml dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250

mL. Ditambahkan 25 ml larutan luff dan 15 ml akuades, kemudian direfluks

selama 10 menit. Didinginkan, larutan ditambah 10 ml KI 30% dan 25 ml H2SO4

25%. Dititrasi dengan Na2SO3 0,1 N (yang telah distandardisasi). Titrasi

dihentikan sampai kuning muda seulas dan ditambahkan indikator pati hingga

larutan berwarna biru dan titrasi dilanjutkan hingga larutan berwarna putih susu.

Dilakukan penetapan blanko.

Kadar karbohidrat (%) contohmg

glukosamgnpengenceraFaktor %10090,0

4.6. Penentuan Kadar Serat kasar (AOAC 1995)

Prinsip analisis kadar serat kasar adalah menghidrolisis sampel dalam

asam kuat encer dan basa kuat encer, sehingga karbohidrat dan protein juga zat –

zat lain terhidrolisis dan larut. Serat kasar yang tidak larut dipisahkan dengan

penyaringan. Serat kasar yang tertinggal pada kertas serat saring dikeringkan dan

ditimbang sampai berat konstan. Ditimbang 1 gram sampel, ditambahkan 50 ml

H2SO4 1,25%. Dipanaskan dengan refluks selama 30 menit. Ditambahkan 50 ml

NaOH 3,25% dan direfluks selama 30 menit. Disaring, dicuci dengan etanol dan

dikeringkan pada suhu 105oC. Didinginkan dan ditimbang sampai berat konstan.

Perhitungan kadar serat kasar (%)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 32: Laporan Untuk Semhas Fix Pakan Ikan

20

A. Preparasi Sampel

Proses preparasi sampel pada penelitian ini terdiri dari beberapa tahap

yaitu pembersihan, penghalusan, ekstraksi, perlakuan asam yaitu kecernaan

protein dengan pepsin HCL, pengocokan, inkubasi, filtrasi, destruksi, destilasi.

Pada tahap pembersihan dari buah kapuk yang tidak diinginkan, batu-batuan, pasir

dan kotoran lainnya, kemudian biji kapuk dihaluskan sampai berbentuk tepung.

Setelah penghalusan menjadi tepung dilakukan uji kadar protein terlebih

dahulu, kemudian contoh biji kapuk bebas lemak dicerna secara invitro dengan

menggunakan larutan pepsin (hangat) dengan proses agitasi ( pengocokan) secara

konstan. Residu yang tidak dapat larut diisolasi dengan menggunakan proses

penyaringan,pencucian,pengeringan, kemudian dilakukan analisa menggunakan

cara kerja untuk protein. Metode ini tidak dapat digunakan untuk protein nabati

atau bahan makanan campuran. Hal ini dikarenakan bahan-bahan yang

mengadung protein nabati atau bahan makanan campuran mengandung

karbohidrat kompleks dan campuran lain yang tidak dapat dicerna oleh pepsin.

Penelitian dilakukan melalui tahap untuk menentukan konsentrasi pepsin optimal

dan menentukan tingkat kecernaan biji kapuk menggunakan pepsin secara invitro

( Pepsin Digest/PD)

Analisis kadar protein biji kapuk awal dilakukan dengan menggunakan

metode mikro Kjeldahl (protein biji kapuk kompleks yang masih mengandung

lemak dan kandungan lain) yang cara kerjanya dapat dilihat pada lampiran 5. Biji

kapuk tersebut kemudian ditambahkan dengan larutan pepsin dengan konsentrasi

tertentu, lalu diinkubasi selama 16 jam. Setiap jamnya diukur pH untuk

mengetahui tingkat kecernaan protein. Selanjutnya hasil inkubasi disaring

menggunakan kertas saring dan residu yang tersisa kemudian dianalisis

proteinnya sebagai kadar protein sisa (protein akhir). Dari protein awal dan akhir

yang diperoleh, dihitung pepsin indigest (jumlah protein yang tidak tercerna)

untuk mendapatkan hasil pepsin digest/PD (jumlah protein yang tercerna) yang

optimum.

B. Tingkat Cerna Pepsin

Hasil daya cerna pepsin berdasarkan perbandingan kadar protein setelah

ditambahkan pepsin (protein sisa) dengan kadar protein kasar sebelum

Page 33: Laporan Untuk Semhas Fix Pakan Ikan

21

ditambahkan pepsin (crude protein). Kadar crude protein dapat dilihat pada

lampiran 10.

Gambar 11. Grafik Hasil Analisa Protein Sisa, Protein Indigest dan Digest

Berdasarkan gambar diatas dapat dilihat bahwa biji kapuk yang digunakan

sama, dan walaupun dalam kondisi (konsentrasi) pepsin yang berbeda.

Penambahan pepsin menunjukan naiknya nilai tingkat kecernaan. Adapun nilai

Page 34: Laporan Untuk Semhas Fix Pakan Ikan

22

tingkat kecernaan yang diperoleh sama-sama meningkat pada konsentrasi 0%;

0,02%; 0,2%; 2%........................hal ini dikarenakan adanya konsentrasi

pepsin,sehingga semua protein yang terdapat pada biji kapuk dapat dicerna.

Berdasarkan hasil seperti pada Gambar 11mengindikasikan bahwa protein

yang terkandung dalam biji kapuk dapat dihidrolisis oleh enzim pepsin.

Berdasarkan hasil kajian tersebut,protein dalam biji kapuk secara in vitro

dapat dicerna dengan nilai kecernaan (pepsin digest) berturut-turut 92,90%,

76,29% dan 31,43%.

Standar yang berlaku di kalangan pengusaha pakan ternak untuk hasil analisis

pepsin digest berkisar anatara 92-95 %

E. Analisa Proksimat

Kadar Air

Kadar air merupakan karakteristik yang sangat berpengaruh terhadap

pakan, terutama terhadap penampakan dan tekstur. Kadar air yang tinggi

mengakibatkan bakteri, kapang dan khamir mudah tumbuh, sehingga akan terjadi

perubahan pada agar-agar. Air sering dikurangi dengan cara penguapan atau

pengeringan.

10.55%

10.60%

10.65%

10.70%

10.75%

10.80%

simplo duplo triplo

10.80%

10.64%

10.71%

Kadar Air

Gambar 12. Grafik HAsil Analisa Kadar Air

Berdasarkan Gambar 12, menunjukkan kadar air yang diperoleh dari biji

kapuk jenis C.petandra diperoleh sebesar 10.80%, 10.64%, 10.71%. Hasil ini

sesuai dengan syarat mutu yang diijinkan SNI (Standar Nasional Indonesia) yaitu

Page 35: Laporan Untuk Semhas Fix Pakan Ikan

23

12% (Armeidy 1992). Terlihat bahwa kadar air hasil analisa masih dibawah kadar

air standar SNI.

Hasil tersebut menunjukkan umur simpan dan daya tahan tepung agarosa

tersebut masih lebih tinggi dari yang disyaratkan. Semakin sedikit kandungan air

dalam pakan, kemungkinan rusaknya pakan oleh mikroba semakin kecil.

Kandungan air dalam pakan mempengaruhi daya tahan bahan terhadap serangan

mikroba.

Kadar Abu

Abu merupakan unsur mineral zat anorganik yang tidak mudah menguap

dan merupakan sisa yang tertinggal setelah contoh dibakar dan dipijarkan sampai

bebas karbon dan air. Kadar abu dalam pakan ditetapkan dengan menimbang sisa

mineral sebagai hasil pembakaran bahan organik (Istini 1986).

Kadar abu yang terkandung pada suatu pakan, menunjukkan tingkat

kemurnian pakan tersebut. Tingkat kemurnian ini sangat tergantung pada

komposisi dan kandungan mineralnya.

Gambar 13. Grafik Hasil Analisa Kadar Abu

Berdasarkan Gambar 13,menunjukkan biji kapuk C.petandra.Kadar abu

yang diperoleh sebesar 5,79%, 5,90%, 5,88%. Kadar abu yang diijinkan oleh SNI

yaitu maksimum 6% (Sukamulyo 1989). Dari hasil terlihat bahwa biji kapuk

kering C.petandra. Kadar abu yang diperoleh memenuhi syarat dari SNI.

Page 36: Laporan Untuk Semhas Fix Pakan Ikan

24

Kadar Lemak

Lemak merupakan salah satu makro nutrien penting bagi ikan sebagai

sumber energi, juga menyediakan asam lemak essensial yang tidak dapat

disintesis oleh tubuh ikan. Sebagai sumber energi, lemak mendukung fungsi

protein bagi pertumbuhan ikan. Asam lemak sessensial penting untuk

pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan, sumber steroid untuk menjaga sistem

membran, transport lemak, dan sebagai prekusor hormon steroid. Lemak juga

membantu dalam penyerapan vitamin yang larut lemak (vitamin A, D, E, K)

(Millamena et al. 2002).

Gambar 14. Grafik Kadar Lemak

Gambar 14 menunjukkan nilai rataan kadar lemak pada hasil ekstraksi

dengan praperlakuan pemanasan berkisar antara 20.31% - 20.60%.

Kadar Protein Kasar

Protein diperlukan ikan untuk pertumbuhan, memperbaiki dan membangun

jaringan tubuh, pembentukan enzim, hormon, dan antibodi dalam tubuh

(Millamena et al. 2002). Protein merupakan suatu molekul kompleks yang terdiri

dari asam amino esensial dan non-esensial. Asam amino esensial harus diberikan

dari luar tubuh ikan melalui pakan karena tubuh ikan tidak dapat mensintesis

sendiri, sedangkan asam amino non-esensial dapat disintesis oleh tubuh ikan.

Page 37: Laporan Untuk Semhas Fix Pakan Ikan

25

Kandungan kedua asam amino tersebut akan mendukung pertumbuhan ikan secara

maksimal (Lovell 1989).

Gambar 15. Grafik Kadar Protein

Gambar 15 menunjukkan kadar protein pada biji kapuk diperoleh sebesar

27.72% - 28.37.

Kadar Karbohidrat

Karbohidrat mempunyai peranan penting dalam menentukan karakteristik

bahan pakan,warna dan tekstur. Kebanyakan karbohidrat yang ditemukan di alam

terdapat sebagai polisakarida dengan berat molekul yang tinggi (Istini et al. 1986).

Karbohidrat terbentuk dari komponen yang mengandung unsur C, H, dan O.

Karbohidrat tersedia berlimpah di alam dan bersumber dari tumbuhan yang biasa

menyimpan energinya pada biji, akar, dan umbi (Tucker & Hargreaves 2004).

Karbohidrat merupakan sumber energi yang murah dan dapat menggantikan

sumber energi yang mahal dari protein. Protein sparring effect dari karbohidrat

menjadi sumber energi yang ekonomis, banyak karbohidrat yang dapat dicerna,

digunakan dalam formulasi pakan ikan. Sumber karbohidrat seperti pati dapat

digunakan sebagai perekat dalam pakan ikan dan udang untuk meningkatkan

ketahanan pakan di air (Millamena et al. 2002).

Page 38: Laporan Untuk Semhas Fix Pakan Ikan

26

Gambar 11. Grafik Kadar Karbohidrat

Banyak penelitian melaporkan bahwa pakan yang mengandung

karbohidrat tinggi berdampak rendahnya pertumbuhan dan efisiensi pakan ikan.

Terdapat kesulitan untuk menentukan tingkat karbohidrat yang optimum bagi ikan

karena protein dan lemak mendahului fungsi karbohidrat sebagai sumber energi

(Furuichi 1988), dan kegunaan karbohidrat kemungkinan dipengaruhi oleh tingkat

protein dan lemak. Berdasarkan hal tersebut ditentukan tingkat optimum

kebutuhan karbohidrat berkisar 30-40% pada ikan omnivora dan 10-20% pada

ikan karnivora. Takeuchi et al. (2002) menyebutkan kebutuhan karbohidrat pada

ikan mas berkisar 30-40%.

Ikan menggunakan karbohidarat sebagai sumber energi. Studi mengenai

pemanfaatan karbohidrat pada ikan cukup banyak dilakukan. Informasi yang

didapatkan bahwa kemampuan ikan dalam memanfaatkan karbohidrat lebih

rendah dibandingkan hewan darat, dan setiap jenis ikan berbeda pula dalam

kemampuan memanfaatkannya. Karbohidrat merupakan sumber energi yang

murah dan berlimpah di alam, sehingga berpotensi untuk dikembangkan sebagai

pakan ikan (Watanabe 1988). Jenis ikan omnivora seperti nila dan mas lebih

dapat mencerna pati (strach) daripada jenis ikan karnivora. Hal tersebut

dikarenakan kemampuan enzim amilase untuk menghidrolisis pati pada usus jenis

ikan omnivora lebih baik (Furuichi & Yone 1982).

Page 39: Laporan Untuk Semhas Fix Pakan Ikan

27

Metode Luff merupakan metode yang menghidrolisis karbohidrat menjadi

gula pereduksi untuk dapat mereduksi CuO, seperti pada Gambar 11. Kelebihan

CuO akan direduksi dengan KI yang melepaskan I2 yang bebas dalam keadaan

asam, kemudian I2 akan dititrasi oleh Na2S2O3.

O

R

+ 2 CuO

O

R OH

+ Cu 2O

Aldehid Luff Asam karboksilat

Gambar 1. Reaksi Antara Aldehid Dengan Larutan Luff

Kadar Serat Kasar

Serat makanan merupakan bagian dari bahan makanan yang tahan

terhadap proses hidrolisis enzim-enzim pencernaan dalam lambung dan usus

halus. Serat kasar (crude fiber) yang biasa digunakan dalam analisis proksimat

bahan makanan merupakan bagian serat makanan yang tidak dapat dihidrolisis

oleh H2SO4 dan NaOH pada penentuan serat kasar. Menurut Winarno (1996)

hanya sekitar seperlima sampai setengah dari keseluruhan serat kasar yang benar-

benar berfungsi sebagai serat kasar. Serat kasar pada rumput laut adalah

karbohidrat berupa selulosa.

Gambar 16. Grafik Kadar Serat Kasar

Berdasarkan Gambar 16, hasil analisa kadar serat kasar pada biji kapuk

diperoleh sebesar 17.67% - 17.64%.

Page 40: Laporan Untuk Semhas Fix Pakan Ikan

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa :

1. Pada perlakuan Na2CO3 3%, 6% dan 9% pada ekstraksi alginat dari

Sargassum sp. didapatkan rendemen natrium alginat terbanyak dari

perlakuan Na2CO3 9%.

2. Pada hasil proksimat meliputi kadar karbohidrat, kadar protein, kadar serat

kasar dan kadar lemak yang diperoleh dari natrium alginat tidak

dipengaruhi oleh beberapa perlakuan konsentrasi Na2CO3.

B. Saran

1. Pada saat penambahan NaClO, perlu dilakukan dekantasi untuk

mendapatkan kadar serat kasar yang rendah.

2. Penelitian lebih lanjut untuk pemurnian natrium alginat terhadap optimasi

konsentrasi dan penambahan NaOH karena dapat mempengaruhi

viskositas dan kadar abu natrium alginat.

Page 41: Laporan Untuk Semhas Fix Pakan Ikan

29

VI. DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2005. http://www.iptek.net.id/ind/pdkapuk/images/Ceiba.P%20sp.gif [20 Oktober 2011].

[AOAC] Association of Official Analytical Chemists. 1995. Official methods of analysis. 16th edn. AOAC, Arlington, 1094 pp.

Allen PG, LW Botsford, AM Schuur, WE Johnston. 1984. Bioeconomics of aquaculture. Elsevier. Amsterdam. 351p.

Apriyantono A, Dedi F, Ni Luh P, Sedarnawati, Slamet B. 1989. Analisis pangan. Petunjuk Laboratorium. IPB Press. 229 p

Ariaty L. 1991. Morfologi darah ikan mas (Cyprinus carpio), nila merah (Oreochromis sp) dan lele dumbo (Clarias gariepinus) dari Sukabumi. Skripsi. FPIK. IPB. Bogor.

Blom JH, Lee KJ, Rinchard J. Dabrowski K and Ottobre J. 2001. Reproductive efficiency and maternal-offspring transfer of gossypol in rainbow trout (Oncorhynchus mykiss) fed diets containing cottonseed meal. J Anim. Sci. 79: 1533-1539.

[BPTRO] Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. 2011. Biji Kapuk sumber bahan baku minyak diesel nabati. http://www.pustaka.litbang.deptan.go.id/publikasi/wr24202j.pdf

Cai Y, Zhang H, Zeng Y, Mo J, Bao I, Miao C, Bai I, Yann F, Chen F. 2004. An optimazed gossypol high-performance liquid chromatography assay and Its application in evaluatio haln of different gland genotypes of cotton. Journal Bio Sci, 29: 67-71

Cane, Sellwood.1973. Certificate Chemistry 3. England: Chorley & Pickersgill Ltd Leeds.

Dellman HD, and Brown EM. 1989. Buku Teks Histologi Veteriner. Hartono (Penterjemah). UI Press. Jakarta

Hawab,M.2004. Buku Ajar Biokimia Umum. Universitas Nusa Bangsa. Bogor

Halver JE, Hardy RW. 2002. Fish Nutrition (3rd ed). New York – London Academi Press.

Lubis DA. 1963. Ilmu Makanan Ternak. PT. Pembangunan Jakarta.

Page 42: Laporan Untuk Semhas Fix Pakan Ikan

30

Millamena, OM, RM Coloso, and FP Pascual. 2002. Nutrition in tropical aquaculture. SEAFDEC. Tigbauanm lloilo, Philippines. 221pp.

Morgan SE. 1989. Gossypol as a toxicant in livestock, p. 251-263. In: Burrows GE (eds). The Veterinary Clinics of North America: Food Animal Practice. Philadelphia

Muchtadi D. 1989. Evaluasi nilai gizi pangan. Petunjuk Laboratorium, PAU Pangan dan Gizi. IPB

Muskita WH. 2012. Substitusi tepung bungkil kedele, Glycine max, dengan tepung bungkil biji kapuk, Ceiba petandra, dalam pakan juvenil udang vaname Litopenaeus vannamei : Kajian histologi, enzimatik, dan komposisi asam lemak tubuh. Disertasi. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. 120 hlm.

Nabib R dan Pasaribu FH. 1989. Patologi dan Penyakit Ikan. Pusat Antar Institut Pertanian Bogor.

Ochse JJ, MJ Soule Jr, MJ Dijkman, C Wehlberg. 1961. Tropical and Sub-tropical Agriculture. Vol. II. The McMillan Company New York.

Parakkasi A. 1983. Ilmu Gizi Dan Makanan Ternak Monogastrik. Angkasa, Bandung 514 hlm

Raju PK, Reiser R. 1966. Inhibition of acyl desaturase by cyclopropene fatty acids. Journal of biological chemistry. Vol 242, No 34, pp 379-384.

Rosmawati.2005.Hidrolisis Pakan Buatan oleh Enzim Pepsin dan Pankreatin untuk Meningkatkan Daya Cerna dan Pertumbuhan Benih Ikan Gurami ( Osphronemus goursmi Lac.)[tesis]. Bogor: Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.

Setiadi. 1983. Bertanam kapuk randu. PT Penerbit Swadaya. Jakarta.

Sihombing DTH, S Simamora. 1979. Penelitian biji kapuk untuk makanan ternak babi. Prosiding Seminar Penunjang Pembangan Peternakan Lembaga Penelitian Peternakan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.

Sutardi T. 1981. Landasan ilmu nutrisi. Jilid I. Departemen Ilmu Makanan Ternak Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.

Yildirim M, Lim C, Wan P, Klesius PH. 2004. Effect of natural free gossypol and gossypol-acetic acid on growth performance and resistance of channel catfish (Ictalurus puncatutus) to Edwardsiella ictaluri chaleng. AquacultureNutrition, 10, 153-165

Page 43: Laporan Untuk Semhas Fix Pakan Ikan

31

Suprayudi A. 2010. Pengembangan penggunaan bahan baku lokal untuk pakan ikan/udang: status terkini dan prospeknya. Semiloka Nutrisi dan Teknologi Pakan Ikan/Udang. Ispikani. Bogor. 25 hal.

Thalib A, S Irawan, S Dadang, S Ernie. 1990. Perbaikan kualitas bungkil biji kapuk dengan proses sulfitasi. Hasil-hasil Penelitian Tahun Anggaran 1987-1988. Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor.

Phelps RA, Shenstone FS, Kemmerer AR, Evans RJ. 1964. A Review of cyclopropenoid compounds: biological effectof some derivatives. Poultry Sci., 44: 358 - 394.

Zahirma U. 1986. Analisa asam siklopropenoat dari bungkil biji kapuk dengan tehnik kromatografi gas. Skripsi. FMIPA, Universitas Indonesia. Jakarta43 hlm.

Page 44: Laporan Untuk Semhas Fix Pakan Ikan

32

LAMPIRAN

Page 45: Laporan Untuk Semhas Fix Pakan Ikan

33

Lampiran 1. Bagan Alir Penelitian

Filtrat + air hangat ( bebas

Residu dikeringkan dalam oven

1050C

Kadar Protein Kasar (crude

protein )

Biji kapuk kering di timbang

Ekstraksi t= 4 jam, 105˚C(bebas lemak)

Kecernaan pepsin hangat 45˚C ( konsentrasi

0%;0,02%;0,2%,2%)+ 0,075 N HCl

Agitasi kecepatan 15 rpm+ inkubasi

t = 16 jam

Filtrasi

Didestruksi

Didestilasi

Kadar Protein sisa

Kadar Pepsin Indigest

Uji Proksimat

Kadar Pepsin Digest

Page 46: Laporan Untuk Semhas Fix Pakan Ikan

34

Page 47: Laporan Untuk Semhas Fix Pakan Ikan

Lampiran 2. Diagram Alir Analisis Proksimat Biji Kapuk Kering.

BIJI KAPUK KERING

KADAR

AIR

KADAR

ABU

KADAR

LEMAK

KADAR

PROTEIN

KADAR

KARBOHIDRAT

KADAR SERAT

KASAR

KADAR

PROTEIN SISA

Page 48: Laporan Untuk Semhas Fix Pakan Ikan

Lampiran 3. Bagan Alir Pengujian Kadar Air

Botol Timbang Kosong

Didinginkan

Ditimbang botol

timb. kosong

Dikeringkan pada

suhu 105oC selama 1

jam

+ Sampel 1 g

Botol timb. + sampel

dipanaskan pada suhu

105oC selama 4 jam

Didinginkan

Ditimbang botol

timb.

Dihitung

Kadar Air

Page 49: Laporan Untuk Semhas Fix Pakan Ikan

Lampiran 4. Bagan Alir Pengujian Kadar Abu

Cawan Porselen Kosong

Didinginkan

Ditimbang cawan

kosong

Dikeringkan pada

suhu 105oC selama 1

jam

+ Sampel 1 g

Cawan + sampel

diabukan pada suhu

750oC selama 4 jam

Didinginkan

Ditimbang

cawan + abu

Dihitung

Kadar Abu

Page 50: Laporan Untuk Semhas Fix Pakan Ikan

Lampiran 5. Bagan Alir Penentuan Kadar Lemak

Ditimbang labu

+ lemak

Dihitung Kadar

Lemak

Selongsong dimasukkan

ke dalam alat soxhlet

Didinginkan

+ Petroleum

eter 150 ml

Ekstraksi selama 4 jam

Labu lemak dikeringkan pada

suhu 105oC selama 1 jam

Labu lemak kosong

Didinginkan

Ditimbang labu

kosong

Dikeringkan pada

suhu 105oC selama 1

jam

Sampel 1 g dimasukkan ke dalam

selongsong

Page 51: Laporan Untuk Semhas Fix Pakan Ikan

Lampiran 6. Bagan Alir Pengujian Kadar Protein

Erlenmeyer yang berisi sulingan dititrasi

dengan HCl 0,1 N

Diencerkan ke dalam labu ukur

100 ml dengan air suling

Larutan disuling selama 10 menit

Dipipet 10 ml larutan

Ditambah NaOH 40% berlebih yang

ditunjukkan dengan indikator PP

Sampel ditimbang 1 g

Dimasukkan ke labu Kjeldhal

Didestruksi pada suhu 400oC selama 4

jam atau sampai larutan jernih

+ Katalis

+ Batu didih

+ 25ml H2SO4 pekat

Didinginkan

Sebagai penampung

H3BO3 2%

Page 52: Laporan Untuk Semhas Fix Pakan Ikan

Lampiran 7. Bagan Alir Pengujian Kadar Karbohidrat

Ditambah indikator Kanji

Dititrasi kembali dengan

Na2S2O3 hingga larutan

bewarna putih susu

Dipipet 10 ml larutan ke

dalam erlenmeyer

Dititrasi dengan Na2S2O3 0,1 N sampai

kuning muda

+ 25 ml larutan Luff

+ 15 ml air suling

Direfluks selama 10 menit

Larutan didinginkan

Sampel 1 g dimasukkan

ke dalam erlenmeyer

Direfluks selama 1,5-2 jam

Didinginkan dan dimasukkan

ke labu ukur 100 ml

+ 25 ml H2SO4

1,25%

Diencerkan dengan air

suling dan larutan disaring

Diatur sampai pH

netral dengan

NaOH 3,25%

+ 10 ml KI 30%

+ 25 ml H2SO4 25%

Page 53: Laporan Untuk Semhas Fix Pakan Ikan

Lampiran 8. Bagan Alir Pengujian Kadar Serat Kasar

Ditimbang

kertas saring

Dihitung kadar

serat kasar

Didinginkan

Didinginkan

Disaring dan dicuci

dengan etanol

Kertas saring dikeringkan pada

suhu 105oC selama 1 jam

Sampel 1 g dimasukkan

ke dalam erlenmeyer

Direfluks selama 30 menit

+ 50 ml NaOH 3,25%

+ 50 ml H2SO41,25%

Direfluks kembali selama 30 menit

Page 54: Laporan Untuk Semhas Fix Pakan Ikan

Lampiran 9. Kadar Protein Sisa

Sampel Hasil

Bobot Sample (mg) Konsentrasi

0% 843.20.02% 876.60.20% 863.72.00% 899.2

Volume HCl (ml) Konsentrasi

0% 15.90.02% 8.00.20% 7.02.00% 8.0

Normalitas HCl Konsentrasi

0% 0.12820.02% 0.12820.20% 0.12822.00% 0.1282

Kadar Protein sisa % Konsentrasi

0% 21.150.02% 10.240.20% 9.092.00% 9.98

Page 55: Laporan Untuk Semhas Fix Pakan Ikan

Lampiran 10. Perhitungan Analisis Pepsin

Konsentrasi Protein Sisa

(%)Protein

Kasar (%)Pepsin

Indigest (%)Pepsin

Digest (%)0% 21.15 28.78 73.49 26.51

0.02% 10.24 28.78 35.58 64.420.2% 9.09 28.78 31.58 68.422% 9.98 28.78 34.68 65.32

- Perhitungan Kadar Protein Kasar (crude protein )

Kadar protein = ml penitar x konsentrasi penitar x14x 6.25 x 100% mg contoh biji kapuk

= 26 x 0.1282 x14x 6.25 x 100% = 28.68% 1017.1Rata-rata kadar Protein = 28.68% + 28.96% + 28.71% = 28.78%

3

- Perhitungan kadar protein sisa 0.2%

( hasil analisis protein setelah penambahan pepsin )

Kadar protein sisa = ml penitar x konsentrasi penitar x14x 6.25 x 100% mg contoh biji kapuk dari penetapan bebas lemak

= 7.0 x 0.1282 x 14 x 6.25 x 100% = 9.09% 863.7

- Perhitungan kadar protein yang tidak tercerna oleh pepsin 0.2%

Kadar Pepsin Indigest = kadar protein sisa x 100%Kadar protein kasar

= 9.09 x 100% = 31.58 % 28.78

- Kadar Protein yang tercerna oleh pepsin ( pepsin digest )

Kadar Pepsin Digest = 100% - kadar pepsin indigest = 100% - 31.58 %

= 68.42 %

Page 56: Laporan Untuk Semhas Fix Pakan Ikan

Lampiran 10. Perhitungan Kadar Air

Sampel Hasil

Bobot Cawan Kosong (g)

Ulangan

1 28.5406

2 29.1922

3 29.0521

Bobot Cawan + Sample (g)

Ulangan

1 29.5501

2 30.1894

3 30.0544

Bobot Cawan + Sample Setelah di

Oven (g)Ulangan

1 29.4419

2 30.0817

3 29.9477

Kadar Air (%) Ulangan1 10.722 10.803 10.65

Rerata (%) 10.72

Contoh Perhitungan:

Kadar Air (%) = %100SampelBobot

HilangAirBobot

= 29.5501 - 29.4419 x 100%

29.5501 - 28.5406

= 10.72 %

Lampiran 11. Perhitungan Kadar Abu

Page 57: Laporan Untuk Semhas Fix Pakan Ikan

Sampel Hasil

Bobot cawan Kosong (g) Ulangan

128.5146

2 28.6433

3 29.1542

Bobot Cawan + Sample (g)

Ulangan

1 29.52

2 29.6449

3 30.1608

Bobot Cawan + Sample Setelah di tanur (g)

Ulanagn

1 28.5728

2 28.7024

3 29.2134

Kadar Abu (%) Ulangan

1 5.79

2 5.90

3 5.88

Rerata (%)  5.85

Contoh Perhitungan:

Kadar Abu (%) = %100SampelBobot

AbuBobot

Contoh Perhitungan :

Kadar Abu (%) = 28.5728 - 28.5146 x 100 %

29.5200 - 28.5146

= 5.79 %

Lampiran 12. Perhitungan Kadar Lemak

Page 58: Laporan Untuk Semhas Fix Pakan Ikan

Sampel Hasil

Bobot Labu Kosong + Batu Didih (g)

Ulangan

1 108.7223

2 105.2644

3 107.5638

Bobot Sample (g) Ulangan

1 1.0028

2 1.0054

3 1.0007

Bobot Labu + Batu Didih Setelah Ekstraksi (g)

Ulangan

1 108.926

2 105.4697

3 107.7699

Kadar Lemak (%) Ulangan

1 20.31

2 20.42

3 20.60

Rerata (%) 20.44

Contoh Perhitungan:

Kadar Lemak

= 108.926 -108.7223 x 100%

1.0028

= 20.31 %

Lampiran 13 . Perhitungan Kadar Protein

Page 59: Laporan Untuk Semhas Fix Pakan Ikan

Sampel Hasil Biji Kapuk

Bobot Sample (mg) Ulangan1 1017.1

2 1006.93 1015.9

Volume HCl (ml) Ulangan1 26.02 26.03 26.0

Normalitas HCl Ulangan1 0.12822 0.1282

Page 60: Laporan Untuk Semhas Fix Pakan Ikan

3 0.1282

Kadar Protein (%) Ulangan1 28.682 28.973 28.71

Rerata (%) 28.78

Faktor Pengenceran : 50/10Pembakuan HCl

1. HCl 0,1 NBobot Na2CO3 : 507 mgVolume HCl 0,1 N : 9,10 mlBerat Molekul Na2CO3 : 529,9

2. HCl 0,01 NBobot Na2CO3 : 112 mgVolume HCl 0,1 N : 19,20 mlBerat Molekul Na2CO3 : 529,9

Contoh Perhitungan:

Page 61: Laporan Untuk Semhas Fix Pakan Ikan

Lampiran 14. Kadar Karbohidrat

Sampel

Ula

ngan

Bobot

Sampel

(g)

Volume

Na2S2O3

0,1 N

(ml)

mg

Glukosa

(mg)

Volume

Blanko

(ml)

Kadar

(%)

Rata-

rata

(%)

1 1,0152 21,00 9,579

24,70

16.98

16.982 1,0025 21,05 9,446 16.96

3 1,0135 21,00 9,579 17.01

Faktor Pengenceran = 100/5

Pembakuan Na2S2O3

Bobot K2Cr2O7 : 55 mg

Volume Na2S2O3 : 10,5 ml

Berat Molekul K2Cr2O7: 49

N HCl = N1068,05,1049

55

Tabel Luff SchoorlVolume

Na2S2O3 0,1 N

mg

Glukosa

Perbedaan

1 2,4 2,4

2 4,8 2,4

3 7,2 2,5

Page 62: Laporan Untuk Semhas Fix Pakan Ikan

Contoh Perhitungan :

Volume Karbohidrat = Vb – Vc

= 24,70 – 21,00 = 3,70 ml

ml Penitar = 0,1068 N x 3,70 ml

0,1 N

= 3,952 ml jadi 3 ml + 0,952 ml

mg Glukosa = 7,2 mg + (2,5 x 0,952 ml)

= 9,58 mg

Kadar Karbohidratcontohmg

glukosamgnpengenceraFaktor %10090,0

%98,16

2,1015

%10090,058,910/100

Page 63: Laporan Untuk Semhas Fix Pakan Ikan

Lampiran 15. Konversi mg Gula Menurut Luff & Schrool

Page 64: Laporan Untuk Semhas Fix Pakan Ikan

Lampiran 29. Perhitungan Kadar Serat Kasar

SampelKadar Serat

Kasar

Bobot Kertas saring (g)

Ulangan1 1.0955

2 1.10113 1.1257

Bobot Kertas + Serat Kasar (g)

Ulangan1 1.27322 1.2783 1.3033

Bobot Sample (g) Ulangan1 1.00542 1.00163 1.0066

Bobot Serat Kasar (g)

Ulanagn

1 0.1777

2 0.1769

3 0.1776

Kadar Serat kasar (%)

Ulangan1 17.672 17.663 17.64

Rerata (%) 17.65

Contoh Perhitungan:

Kadar Serat Kasar

Contoh Perhitungan :

Kadar Serat Kasar