penelitian pkm sempaja 2015 semhas

45
STUDI KUALITATIF PELAKSANAAN PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK PADA WARGA RT 3 BATU CERMIN KELURAHAN SEMPAJA UTARA Pembimbing: dr. Hj. Irama Fitamina dr. Riries Choiru, M.Kes disusun oleh: Auliyaa Rahmah Muhammad Gufran Setya Girindra W. Seminar Hasil

Upload: muhammad-gufran

Post on 04-Oct-2015

246 views

Category:

Documents


17 download

DESCRIPTION

dgm dghd

TRANSCRIPT

  • STUDI KUALITATIF PELAKSANAAN PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK PADA WARGA RT 3 BATU CERMIN KELURAHAN SEMPAJA UTARAPembimbing:dr. Hj. Irama Fitaminadr. Riries Choiru, M.Kesdisusun oleh:Auliyaa RahmahMuhammad GufranSetya Girindra W.Seminar Hasil

  • Latar Belakang

  • Rumusan MasalahBagaimana pelaksanaan kegiatan pemberantasan sarang nyamuk pada warga RT 3 Batu Cermin kelurahan Sempaja Utara ?

    Tujuan UmumUntuk mengetahui bagaiamana pelaksanaan kegiatan pemberantasan sarang nyamuk pada warga RT 3 Batu Cermin kelurahan Sempaja Utara

  • Tujuan KhususUntuk mengetahui:Pelaksanaan kegiatan pemberantasan sarang nyamuk oleh masyarakat pada warga RT 3 Batu Cermin kecamatan sempaja.

    Hambatan-hambatan dalam pelaksanaan kegiatan pemberantasan sarang nyamuk oleh masyarakat di RT 3 Batu Cermin kecamatan sempaja.

  • Manfaat Bagi PuskesmasGambaran sejauh mana pelaksanaan kegiatan PSN Sebagai bahan tindakan preventif penanggulangan kasus DBD

    Manfaat Bagi Peneliti pengetahuan dan pengalaman tentang faktor kasus DBD

    Manfaat Bagi Masyarakat wawasan dan pengetahuan penyakit DBD + praktek PSN.

  • TINJAUAN PUSTAKA

  • Demam Berdarah Dengueinfeksi akut yang disebabkan oleh arbovirus (arthropod borne virus) family Flaviviradae dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes (Aedes albopictuse dan Aedes aegypti).

    Ditemukan di daerah tropis dan subtropis, umumnya pada daerah urban dan semi-urban.

  • Manifestasi KlinisDemamPerdarahanHepatomegali Renjatan

  • Aedes aegypti

  • Pemberantasan Sarang Nyamuk

  • Juru Pemantau JentikKelompok kerja kegiatan pemberantasan penyakit demam berdarah dengue di tingkat desa/kelurahan

    Pemeriksaan Jentik Berkala Pemeriksaan tempat-tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti yang dilakukan secara teratur oleh petugas kesehatan atau kader atau petugas pemantau jentik

  • Kerangka Konsep

  • Metode Penelitian

  • Metode PenelitianDefinisi Operasional

  • Metode Penelitian

  • Metode PenelitianAnalisis data dilakukan analisa kualitatifReduksi DataSajian DataPenarikan Kesimpulan

  • Gambaran UmumPemegang Program P2BDBTn. B menjabat selama 11 tahun dan bertugas sbg perawat di IGD PKM Sempaja. Pelaksanaan program kerjasama dengan program PromKes, KesLing, dan Surveilans.Program PSN yang dilakukan antara lain penyuluhan (penyakit DBD, gerakan 4M plus) dan abatesasi.

  • Gambaran UmumPenanggung Jawab Pokja DBDNy. M menjabat selama 2 tahun.Anggota Pokja ada empat orang dengan ketua Pokja Ny. RPelaksanaan program Pokja tidak aktif

  • Gambaran UmumKader JumantikNy. F menjabat kader jumantik yg memegang RT3 Batu CerminMenjadi kader sejak tahun 2011 dan pada tahun 2014 tidak aktifNy. F juga menjadi Kader PosyanduPertemuan rutin kader Jumantik PKM Sempaja tidak pernah ada lagi sejak tahun2014

  • Gambaran UmumWarga RT 3 Batu Cerminsatu orang Ketua RT 3 yaitu Tn. S dan empat orang warga lainnya. Warga yang menjadi informan diambil secara accidental saat penelitian. 2 warga Gang Kami yaitu Ny. W dan Ny. Y, termasuk warga yang anggota keluarganya pernah menderita penyakit DBD. 2 warga Gang Padi yaitu Ny. SR dan Ny. D.

  • Hasil dan PembahasanPenyuluhan (Depkes RI, 2007)Metode dalam promosi kesehatan. Penyuluhan merupakan aktivias petugas dalam menyampaikan informasi tertentu kepada khalayak, sehingga khalayak termotivasi untuk melakukan tindakan tertentu. Metode:metode komunikasi massa, komunikasi kelompok kecil maupun komunikasi interpersonal.

  • Waktu PenyuluhanPenyuluhan tidak dilakukan secara rutin dan dilakukan hanya jika ada kasus DBD berbarengan dg penyelidikan epidemiologi.Tn. S menuturkan penyuluhan tidak pernah, tetapi saya tidak tahu kalau dilakukan saat Posyandu Balita maupun Posyandu Lansia. Mengindikasikan tidak ada penyuluhan kepada warga secara massal oleh petugas kesehatan Puskesmas pada waktu tertentu selain kegiatan posyandu.Jenis penyuluhan yang dimaksud oleh Tn. B mengarah pada penyuluhan interpersonal

  • Waktu PenyuluhanProgram PromKes PKM Sempaja telah melakukan penyuluhan PSN DBD saat Posyandu Lansia Kalpataru di RT 3 pada 23 Februari 2015 dg jmlh audiens 20 org.Penyuluhan interpersonal kelebihan antara lain audiens mendapat keterangan langsung perihal masalah-masalah kesehatan, membina kerakraban, dan tumbuh kepercayaan pada penyuluh bila anjuran-anjurannya diterimaketerbatasan yaitu jumlah kunjungan yang mungkin dilakukan adalah terbatas (Notoatmodjo, 2005).

  • Isi PenyuluhanTn.B menuturkan bahwa isi penyuluhan berupa program 4M plus dan cara menggunakan abateNy. W menuturkan bahwa petugas datang hanya melakukan pendataan penderita DBD, kemudian mengecek tempat penampungan air seperti tempat minum atau tempat mandi burung. Masyarakat mungkin tidak menyadari bahwa saat petugas kesehatan Puskesmas datang memeriksa kemudian berbicara mengenai pencegahan dan PSN dengan warga sudah merupakan suatu bentuk penyuluhan. Warga hanya melakukan penilaian terhadap apa yang dikerjakan oleh petugas.

  • PenyuluhPenyuluh yg dimaksud Tn. B adalah pemegang program P2DBD, Kesling, Surveilan dan Promkes.Ny. M menuturkan ada biasanya bukan POKJA tapi dari puskesmas, kalau ada pasti dikasih tau ke kelurahan, ada surat ke kelurahan agar ada himbauan pada warga, tahun lalu ada dari PuskesmasNy. F selaku kader Jumantik menuturkan bahwa kegiatannya sebagai pemantau jentik juga menyuluhkan tentang penyakit DBD termasuk gerakan PSN.Penyakit DBD tidak dapat diselesaikan hanya dengan peran lintas program (Promosi Kesehatan, Kesehatan Lingkungan, UKS, Badan Litbangkes), dibutuhkan peran serta masyarakat. (DEPKES RI, 2008)

  • AbatesasiAbatesasi oleh Tn. B, dilaksanakan 2x/th dan ini tidak berjalan dengan baik karena logistik abate, pemberian DKK hanya 1 drum abate Seperti yang disampaikan oleh Tn. B:Kalau abatesasi selektif ya andalan kita abatenya, kalau abatenya ngga ada otomatis kita nggak bisa menjalankan dan kita nggak bisa ngerahkan tenaga kan, kita kembali lagi nih, wacananya terakhir itu Bu Dina mengumpulkan kami pemegang program, ada mengeluarkan statement memang stock untuk abate itu dibatasi karena kita melihatnya belanja abate yang sekian ratus juta harganya tetapi kasusnya tetap meningkat akhirnya dikembalikan lagi ke asal, artinya digalakkan lagi 4 M plus, jadi abate hanya jika ada kasus atau diperlukan saja.

  • AbatesasiPemberian abate terutama diberikan saat dilakukan PE, jika ditemukan jentik nyamuk di TPA. Selain itu pemberian abate dilakukan jika ada masyarakat yang meminta saat berkunjung ke puskesmas.Senada dengan yang disampaikan oleh Tn. S. Saat petugas datang, tidak semua warga mendapatkan abate, Saya saja hanya mendapat beberapa bungkus untuk tandon. Menurut Ny. Y saya tidak dikasih abate tetapi petugas langsung menaburkannya di drum depan rumah.

  • AbatesasiTn.S dan Ny. W memaparkan cara penggunaan abate, yaitu dengan membuka bungkusnya lalu ditaburkan merata di tempat penampungan air, 2 bungkus untuk satu drum. Berbeda dengan Ny. S:waktu saya dapat abate dari penjual itu langsung saya gunakan abatenya untuk di drum, saya kasih 2 bungkus. Caranya ya ditaro aja mbak di dalam drum habis dilobang-lobangi (plastiknya)Tn. B memaparkan bahwa cara penggunaan abate yaitu menaburkannya langsung, terutama di sekeliling dinding penampungan air.

  • Kader JumantikTn. B menuturkan bahwa kader Jumantik diambil dari kader Posyandu, dan sudah dilakukan pelatihan. Evaluasi kegiatan dan Laporan ABJ, rutin dilakukan pertemuan di Puskesmas setiap bulannya, tetapi terhenti sejak akhir th 2013. Ny. F saya keliling sesempatnya saya. Sehari bisa dapat 2-3 rumah, kadang seminggu bisa 10 rumah. Bisa juga seminggu ndak jalan karena kadang anak saya kan sakit, yang penting bisa dapat 20 rumah dalam sebulan

  • Kader JumantikKegiatan Ny. F pada saat kunjungan rumah yaitu memeriksa jentik nyamuk, memberikan abate, dan memberikan penyuluhanNy. F mengutarakan kendala yang adaKarna ndak ada abate jadi kalo saya keliling orang pasti nanya, abatenya mana kok gak ada. Kalau dulu dari puskesmas minimal kita dikasih 1 kg tiap kali ngambil, pernah sampai dua kali aja setahun, tergantung stok dari DKK. Habis tu penerimaan masyakat mbak. Karna banyak orang yang jualan abate ke rumah-rumah, masyarakat banyak menganggap kalau abate itu dijual, jadi pas kita ketok pintu rumahnya dikira mau jualan. Selain itu banyak juga yang saya kerjakan, ndak cuma abate dan periksa jentik aja, kadang untuk vitamin A (balita) saya keliling juga, termasuk kalau ada bayi-bayi yang gak pernah ditimbang ke Posyandu saya datengin juga, jadi sudah rangkap-rangkap, sendirian

  • Kader Jumantik

    Hal ini menggambarkan bahwa informan enggan berkeliling karena adanya rasa ketidaknyamanan karena sering ditanyakan abate, sedangkan stok abate dari puskesmas tidak ada. Keengganan ini juga didukung oleh kurangnya penerimaan masyarakat serta tumpah tindihnya tugas kader jumantik dengan tugas sebagai kader Posyandu yang masih aktif dijalaninya hingga sekarang.

  • Pokja DBD

    Gerakan PSN DBD merupakan bagian terpenting dari keseluruhan upaya pemberantasan penyakit DBD dan gerakannya di koordinasikan oleh POKJA DBD (KEMENKES RI, 2011).Menurut Ny. M untuk saat ini POKJA tidak aktif dan kendalanya adalah kelompok kerja ini anggotanya bekerja di kebun sehingga tidak ada waktu untuk menjalankan kegiatan POKJA. Terlihat penanggung jawab POKJA tidak mengetahui kegiatan yang seharusnya dilakukan.

  • Pokja DBDPelaporan kejadian DBD yang diterima oleh POKJA DBD hanya dari keterangan warga dan diteruskan ke Puskesmas kemudian ditindak lanjuti. kelurahan tidak pernah menerima laporan kasus dari Puskesmas. Menurut keterangan Tn. B bahwa Rumah Sakit harus melaporkan 1 x 24 jam setiap ada penderita DBD yang dirawat kepada Puskesmas ataupun Dinas Kesehatan, tetapi hal ini tidak berjalan.

  • Pokja DBDPenggerakan PSN dilakukan dengan kerja bakti yang dilakukan oleh warga. Ny. M mengutarakan POKJA disini tidak ada yang jalan kecuali POKJA I, Kerja bakti dari RT tapi intruksi dari Pak Lurah, hambatan kebanyakan petani-pekebun, ngga ada waktu mending bekerja, jangan kan kerja bakti mungkin berkebun untuk kehidupan sehari-hari masih kurang. Gerakan kerja bakti berdasarkan keterangan ketua RT pada RT 3 Batu Cermin dilakukan satu kali per bulan, dan kegiatannya hanya memberihkan parit.

  • Pokja DBDPokok dan fungsi POKJA DBD adalah menggerakkan peran serta masyarakat dalam PSN-DBD; Menyiapkan data dan informasi; Menganalisa masalah & membuat (MUSRENBANG desa - Pusat); Melakukan bimbingan, pembinaan, fasilitasi, advokasi, pemantauan dan evaluasi rutin; dan Menyampaikan berbagai data, informasi dan masalah kepada instansi/lembaga terkait (KEMENKES RI, 2011).

  • Gerakan PSN MengurasKegiatan menguras dengan cara disikat dinding TPA Ny. Y menuturkan:ya kita kuras, kita pake vortex kita sikat didalam baknya. Soalnya kita pakai air sumur jadi begetah, tiap tiga hari sekali kita sikat karna kuning-kuning dia begetah, kalau setiap hari gak sanggup juga, bisa jebol juga karna pake vortex. Di rumah cuma sama Kai nya, sudah tua juga.Tn.S, Menuturkanya dilakukan sih (dikuras) untuk gentong air minum sama bak mandi. Kalau gentong air ya seminggu sekali kalau habis kita kuras, tapi kalau bak mandi saya punya itu spesial mbak, mungkin sampe 6 bulan baru dikuras, kadang 3 bulan sekali, disikat betul-betul.

  • Gerakan PSN MengurasMenurut Depkes tahun 2007, melakukan kegiatan PSN disesuaikan dengan lokal spesifik daerah terjangkit, salah satunya untuk daerah sulit air atau tidak memungkinkan untuk dikuras maka PSN nya dengan larvasidasi, ikanisasi, maupun abatesasi.Tn. S menuturkan Kalau pakai abate saya jarang, yang waktu ada petugas menyelidiki kasus DBD itu aja saya minta untuk di taro di tandon dan bak mandi, gak pernah pakai ikan juga.

  • Gerakan PSN MenguburKegiatan mengubur di modifikasi dengan membuang barang bekas atau menyimpannya di dalam rumah. Ny.W menuturkan kita kumpul aja terus buang ketempat sampah, kalo untuk membakar gitu atau mengubur-ngubur gitu kita gak punya tanah luas, jadi ya kita buang ke tempat sampah aja kalo sekiranya barangnya memang gak perluSesuai dengan pengamatan kami, jarang ditemukan barang-barang bekas di sekitar rumah yang dapat menampung air.

  • Gerakan PSN MenutupDrum untuk menampung air keperluan sehari-hari, baik di luar rumah maupun di dalam rumah. Beberapa di antaranya menutup drum-drum tersebut, dan hanya dibuka jika akan diambil airnya. Lain halnya dengan Ny. Y yang menuturkanitu drum di depan memang gak ditutup, buat nampung air hujan, soalnya anak-anak juga suka pake buat cuci motor disitu.

  • Gerakan PSN MemantauNy. S menuturkan:tiap hari tempat minum burung ini dibersihkan, kadang sampai dua kali sehari dibersihkan sama bapaknya, takut kali burungnya mati. Kalau tempat mandi burung yang disitu itu dibersihkan ya habis mandiin burung sama bapaknya, airnya juga langsung dibuang.Tampungan tetesan air galon pada dispenser juga selalu dibuang oleh warga karena sering dibuat mainan anak.Hal ini memperlihatkan gerakan memantau terlaksanan karena kebiasaan meskipun mereka tidak mengetahui secara langsung bahwa tindakan tersebut termasuk PSN.

  • Gerakan PSN Pluskebiasaan menggantung pakaian dilakukan oleh beberapa wargaNy.Wdan keluarganya mempunyai kebiasaan menggantung pakaian, namun sejak anaknya terjangkit DBD, Ny.W menjadi lebih waspada terhadap nyamuk, salah satunya dengan tidak menggantung pakaian.Ini memperlihatkan perilaku menggantung pakaian telah menjadi kebiasaan, namun adanya pengalaman terjangkit DBD tampak berpengaruh terhadap kewaspadaan sehingga terjadi perubahan kebiasaan.

  • Gerakan PSN PlusDalam upaya menghindari gigitan nyamuk, warga cenderung menggunakan obat nyamuk bakar, satu di antaranya juga menggunakan anti nyamuk lotion dan raket nyamuk, maupun obat nyamuk semprot. Baik obat nyamuk bakar maupun semprot digunakan keluarga saat akan tidur malam. Hal ini menggambarkan warga tidak menghindari gigitan nyamuk Aedes agypti karena upaya tersebut hanya dilakukan di malam hari.

  • KesimpulanPelaksanaan PSN pada warga RT 3 Batu Cermin masih kurang terlaksana dengan benar Penyuluhan oleh petugas kesehatan bersifat komunikasi interpersonal dan program abatesasi mempunyai kendala logistik.Kegiatan POKJA DBD dan Kader Jumantik tidak aktif

  • SaranPenyuluhan PSN DBD sebaiknya tidak hanya dilakukan saat kejadian KLB DBD, namun penting dilakukan sebagai pencegahan sebelum bulan-bulan yang dimana diperkirakan akan terjadi lonjakan kasus DBD dan diutamakan menggunakan metode komunikasi masa.Diperlukan komunikasi yang efektif lintas sektoralDiperlukannya revitalisasi kegiatan yang belum dan sudah berjalan, sehingga dapat mengaktifkan kembali Pokja DBD dan Kader jumantik

  • TERIMA KASIH

    DemamDemam yang mendadak tanpa sebab yang jelas, continue, bifasik. Biasanya berlangsung 2-7 hari. Naik turun. Tidak berhasil dengan pengobatan antipiretik. Demam biasanya menurun pada hari ke-3 dan ke-7.

    PerdarahanUmumnya muncul pada hari ke 2-3 demam. Bentuk perdarahan dapat berupa uji tourniquet positif yang menandakan fraglita kapiler meingkat Bentuk perdarahan lain : ptekie, purpura, ekomosis, epitaksis dan perdarahan gusi, hematemesisi melena.

    HepatomegaliSifatnya nyeri tekan dan tanpa disertai ikterus.Dimulai dengan hanya dapat diraba hingga 2-4 cm di bawah lengkungan iga kanan

    Renjatan (Syok)Terjadi saat demam mulai menurun di hari ke-3 dan ke-7 sakit.denyut nadi cepat dan lemah disertai penurunan tekanan nadi kurang dari 20 mmHg.Hipotensi dengan tekanan darah kurang dari 80 mmHg.Akral dinginKulit lembab

    *DemamDemam yang mendadak tanpa sebab yang jelas, continue, bifasik. Biasanya berlangsung 2-7 hari. Naik turun. Tidak berhasil dengan pengobatan antipiretik. Demam biasanya menurun pada hari ke-3 dan ke-7.

    PerdarahanUmumnya muncul pada hari ke 2-3 demam. Bentuk perdarahan dapat berupa uji tourniquet positif yang menandakan fraglita kapiler meingkat Bentuk perdarahan lain : ptekie, purpura, ekomosis, epitaksis dan perdarahan gusi, hematemesisi melena.

    HepatomegaliSifatnya nyeri tekan dan tanpa disertai ikterus.Dimulai dengan hanya dapat diraba hingga 2-4 cm di bawah lengkungan iga kanan

    Renjatan (Syok)Terjadi saat demam mulai menurun di hari ke-3 dan ke-7 sakit.denyut nadi cepat dan lemah disertai penurunan tekanan nadi kurang dari 20 mmHg.Hipotensi dengan tekanan darah kurang dari 80 mmHg.Akral dinginKulit lembab

    *DemamDemam yang mendadak tanpa sebab yang jelas, continue, bifasik. Biasanya berlangsung 2-7 hari. Naik turun. Tidak berhasil dengan pengobatan antipiretik. Demam biasanya menurun pada hari ke-3 dan ke-7.

    PerdarahanUmumnya muncul pada hari ke 2-3 demam. Bentuk perdarahan dapat berupa uji tourniquet positif yang menandakan fraglita kapiler meingkat Bentuk perdarahan lain : ptekie, purpura, ekomosis, epitaksis dan perdarahan gusi, hematemesisi melena.

    HepatomegaliSifatnya nyeri tekan dan tanpa disertai ikterus.Dimulai dengan hanya dapat diraba hingga 2-4 cm di bawah lengkungan iga kanan

    Renjatan (Syok)Terjadi saat demam mulai menurun di hari ke-3 dan ke-7 sakit.denyut nadi cepat dan lemah disertai penurunan tekanan nadi kurang dari 20 mmHg.Hipotensi dengan tekanan darah kurang dari 80 mmHg.Akral dinginKulit lembab

    *DemamDemam yang mendadak tanpa sebab yang jelas, continue, bifasik. Biasanya berlangsung 2-7 hari. Naik turun. Tidak berhasil dengan pengobatan antipiretik. Demam biasanya menurun pada hari ke-3 dan ke-7.

    PerdarahanUmumnya muncul pada hari ke 2-3 demam. Bentuk perdarahan dapat berupa uji tourniquet positif yang menandakan fraglita kapiler meingkat Bentuk perdarahan lain : ptekie, purpura, ekomosis, epitaksis dan perdarahan gusi, hematemesisi melena.

    HepatomegaliSifatnya nyeri tekan dan tanpa disertai ikterus.Dimulai dengan hanya dapat diraba hingga 2-4 cm di bawah lengkungan iga kanan

    Renjatan (Syok)Terjadi saat demam mulai menurun di hari ke-3 dan ke-7 sakit.denyut nadi cepat dan lemah disertai penurunan tekanan nadi kurang dari 20 mmHg.Hipotensi dengan tekanan darah kurang dari 80 mmHg.Akral dinginKulit lembab

    *Analisis DataAnalisis data diperoleh secara simultan dengan proses pengumpulan data. Tahap-tahap yang digunakan dalam analisis data adalah:Reduksi DataMerupakan proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan, dan abstraksi dari semua jenis informasi yang tertulis lengkap dalam catatan lapangan (fieldnote). Proses ini berlangsung terus sepanjang pelaksanaan penelitiannya, bahkan prosesnya diawali sebelum pelaksanaan pengumpulan data di lapangan. Reduksi data sudah berlangsung sejak peneliti mengambil keputusan, melakukan pemilihan kasus menyusun pertanyaan penelitian yang menekankan pada fokus tertentu tentang kerangka kerja konseptual dan waktu menentukan cara pengumpulan data yang digunakan. Penelitian ini hanya dibatasi pada evaluasi pelaksanaan pemberantasan sarang nyamuk warga RT 3 Batu Cermin Kelurahan Sempaja Utara. Pembatasan ini bertujuan untuk mempermudah wawancara dan pengumpulan hasil documenter. Sajian DataSajian data ini merupakan susunan kalimat yang disusun secara logis dan sistematis sehingga bila dibaca akan lebih mudah dipahami berbagai hal yang terjadi dan memungkinkan peneliti untuk berbuat sesuatu pada analisis ataupun tindakan lain berdasarkan pemahamannya tersebut.Penarikan KesimpulanSejak awal pengumpulan data, peneliti sudah harus memahami apa arti dari berbagai hal yang ia temui dengan melakukan pencatatan peraturan-peraturan, pola-pola, pernyataan-pernyataan, konfigurasi yang mungkin, dan arahan sebab-akibat.

    *Pemegang ProgramPemegang program Pengendalian Penyakit DBD (P2BDB) di Puskesmas Sempaja adalah Tn. B sebagai informan. Tn. B telah menjadi pemegang program P2DBD sejak tahun 2004 yang ditunjuk oleh Pimpinan Puskemas Sempaja saat itu. Selain sebagai Pemegang program P2DBD Tn. B juga bertugas sebagai perawat di IGD Puskesmas Sempaja. Dalam melaksanakan program kegiatannya, Tn. B melakukan kerjasama lintas program dengan pemegang program Promosi Kesehatan, Kesehatan Lingkungan, dan Surveilans. Adapun program yang berkaitan dengan pemberantasan sarang nyamuk antara lain penyuluhan dan abatesasi. Kegiatan penyuluhan DBD dilakukan oleh petugas kesehatan jika ada kejadian DBD diwilayah kerja Puskesmas Sempaja. Materi penyuluhan yang diberikan berupa gejala penyakit DBD, penggunaan abate dan gerakan 4 M plus. Program abatesasi merupakan kegiatan pemberian abate yang rutin yang dilakukan dua kali dalam satu tahun oleh Puskesmas atau yang disebut abatesasi selektif. Pelaksana abatesasi adalah petugas kesehatan Puskesmas, kader jumantik, maupun mahasiswa-mahasiswa baik magang, KKN, maupun dokter muda.

    *Penanggung Jawab Pokja DBDPenanggung jawab Pokja DBD adalah Ny. M sebagai informan. Anggota Pokja DBD atau Pokja IV yaitu empat orang. Gerakan Pokja DBD saat ini tidak aktif dengan kendala kegiatan tiap anggota sebagai ibu rumah tangga dan bekerja. Pokja DBD pada Kelurhan Sempaja Utara tidak menerima laporan adanya kasus DBD dari Puskesmas Sempaja. warga melapor kasus DBD ke Kesra kelurahan, lalu hubungi Puskesmas, nanti Puskesmas yang mengecek kata Penanggung jawab POkja DBD. Pokja DBD tidak pernah merekrut kader pemantai jentik, yang merekrut adalah dari puskesmas. Pertemuan yang diadakan oleh Pokja DBD dengan Kader Jumantik tidak pernah dilakukan oleh kelurahan, yang rutin di Puskesmas dan tidak ada karena tidak aktif kata penanggung jawab Pokja DBD. Kerja bakti pada pemberantasan sarang nyamuk dilakukan tanpa patokan yaitu bisa tiap minggu atau sekali dalam sebulan. Perintah kerja bakti diberikan oleh Lurah kepada RT.*Kader JumantikKader jumantik (juru pemantau jentik) yang memegang wilayah RT 3 adalah Ny. F. Ny. F sebagai informan, awalnya merupakan kader Posyandu Balita Pepaya dengan wilayah kerja lima RT di Batu Cermin, yang direkrut pada tahun 2009. Kemudian pada tahun 2011, Ny. F dipilih menjadi kader Jumantik. Sejak tahun 2011 tersebut Ny. F mulai melaksanakan tugasnya sebagai kader, dan melaporkan kegiatannya setiap bulan dalam pertemuan rutin kader Jumantik di Puskesmas oleh pemegang program P2DBD, Tn.B. Tidak hanya sebagai kader jumantik, Ny. F juga masih melaksanakan kegiatannya sebagai kader Posyandu, dikarenakan sedikitnya jumlah kader yang ada. Sejak tahun 2014, pertemuan rutin kader Jumantik tidak pernah ada lagi. Menurut Tn. B, hal ini terjadi karena tidak adanya anggaran dana BOK (Bantuan Operasional Kesehatan) yang tersedia untuk kegiatan pertemuan kader Jumantik tersebut, sehingga sejak saat itu terjadi perubahan sistem pelaporan bulanan pemantauan jentik. Kader Jumantik melaporkan kepada Pembina Posyandu, kemudian Pembina Posyandu yang akan menyerahkan kepada pemegang program P2DBD.

    *Warga RT 3 Batu CerminWarga RT 3 Batu Cermin yang menjadi informan terdiri dari satu orang Ketua RT 3 dan empat orang warga lainnya. Warga yang menjadi informan merupakan warga yang kami temui secara accidental saat penelitian. Dua dari empat informan merupakan warga Gang Kami yaitu Ny. W dan Ny. Y, sedangkan dua lainnya merupakan warga Gang Padi yaitu Ny. SR dan Ny. D. Ny. W dan Ny. D termasuk warga yang anggota keluarganya pernah menderita penyakit DBD. *Penyakit DBD merupakan salah satu penyakit yang dapat menimbulkan kekhawatiran masyarakat karena perjalanan penyakitnya yang cepat dan dapat menyebabkan kematian dalam waktu yang singkat. Sampai saat ini, penyakit ini merupakan penyakit menular yang sering menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB). Sudah banyak program yang dilaksanakan oleh pemerintah dalam upaya pencegahan DBD, salah satunya dengan Pemberantasan sarang nyamuk (PSN). Penyakit DBD tidak akan dapat diberantas jika hanya mengandalkan peran petugas kesehatan. Keterlibatan masyarakat sangat membantu dalam pencegahan penyakit DBD melalui gerakan pemberantasan sarang nyamuk.

    *Hasil analisis data dari wawancara yang dilakukan pada informan menggambarkan kegiatan penyuluhan terutama tentang pemberantasan sarang nyamuk. Menurut Tn. B selaku pemegang program P2DBD bahwa penyuluhan dilakukan oleh tenaga kesehatan saat dilakukan penyelidikan epidemiologi pada daerah yang terdapat kasus DBD. Penyuluhan tidak dilakukan secara rutin dan dilakukan hanya jika ada kasus DBD pada daerah wilayah kerja PKM Sempaja. Warga sekaligus ketua RT 3 Batu Cermin yaitu Tn. S menuturkan bahwa penyuluhan tidak pernah, tetapi saya tidak tahu kalau dilakukan saat Posyandu Balita maupun Posyandu Lansia. Narasi tersebut memperlihatkan bahwa tidak ada penyuluhan kepada warga yang diketahuinya dikumpulkan secara massal oleh petugas kesehatan Puskesmas pada waktu tertentu selain kegiatan posyandu.

    *Jenis penyuluhan yang dimaksud oleh Tn. B mengarah pada penyuluhan interpersonal, dimana audien adalah warga yang ada saat dikunjungi dari rumah ke rumah. Pada penyelidikan epidemiologi di RT 3 Batu Cermin bulan Februari 2015 lalu, penyuluhan DBD dilakukan hanya pada rumah penderita DBD oleh petugas kesehatan puskesmas bersama dengan peneliti selaku dokter muda yang sedang bertugas, memberikan penjelasan kepada 1-2 anggota keluarga yang ada di rumah. Penyuluhan ini telah dilakukan pada lima rumah penderita dan beberapa warga sekitarnya. Program Promosi Kesehatan Puskesmas Sempaja juga telah melakukan penyuluhan mengenai PSN DBD dalam kesempatan Posyandu Lansia Kalpataru di RT 3 yang dilaksanakan sesuai jadwalnya pada 23 Februari 2015 lalu dengan jumlah audiens 20 orang.Penyuluhan interpersonal memiliki kelebihan antara lain audiens mendapat keterangan langsung perihal masalah-masalah kesehatan, membina kerakraban, dan tumbuh kepercayaan pada penyuluh bila anjuran-anjurannya diterima. Namun penyuluhan ini juga memiliki keterbatasan yaitu jumlah kunjungan yang mungkin dilakukan adalah terbatas (Notoatmodjo, 2005).

    *5.1.2 Isi PenyuluhanIsi penyuluhan yang diberikan berdasarkan keterangan Tn.B berupa program 4M plus dan cara menggunakan abate. Saat dilakukan penyelidikan epidemiologi rumah yang diperiksa dan diberikan penyuluhan hanya rumah penderita dan suspek penderita DBD yaitu sebanyak lima rumah. Hal ini tidak sejalan dengan peraturan Kementerian Kesehatan RI tahun 2011 yaitu rumah yang dilakukan penyelidikan epidemiologi yaitu rumah dengan radius 100m dari rumah penderita DBD.Menurut Ny. Y selaku warga menuturkan bahwa penyuluhan tentang pemberantasan sarang nyamuk tidak pernah dilakukan, petugas Puskesmas yang datang hanya tanya tentang siapa yang terkena DBD, kemudian memeriksa bak mandi dan gentong. Petugas yang datang tidak membagikan abate, tetapi langsung menaburkannya sendiri di tong penampungan air di depan rumah. Hal serupa dituturkan oleh Ny. W bahwa petugas datang hanya melakukan pendataan penderita DBD, kemudian mengecek tempat penampungan air seperti tempat minum atau tempat mandi burung. Masyarakat terutama keluarga penderita DBD mungkin tidak menyadari bahwa saat petugas kesehatan Puskesmas datang memeriksa kemudian berbicara mengenai pencegahan dan PSN dengan warga sudah merupakan suatu bentuk penyuluhan. Warga hanya melakukan penilaian terhadap apa yang dikerjakan oleh petugas. *Penyuluh yang dimaksud oleh Tn. B adalah pemegang program P2DBD dan petugas Puskesmas lainnya terutama pemegang program Kesehatan Lingkungan dan Promosi Kesehatan, sedangkan untuk kegiatan pemberantasan sarang nyamuk pada warga adalah tanggung jawab POKJA IV Kelurahan Sempaja Utara. Apa yang dituturkan Ny. M selaku pemegang program Pokja tentang penyuluhan ada biasanya bukan POKJA tapi dari puskesmas, kalau ada pasti dikasih tau ke kelurahan, ada surat ke kelurahan agar ada himbauan pada warga, tahun lalu ada dari Puskesmas. Yang dimaksud oleh Ny. M adalah yang memberikan penyuluhan dari Puskesmas dan tahun lalu ada surat himbauan mengumpulkan warga untuk diberikan penyuluhan. Ny. F selaku kader Jumantik menuturkan bahwa kegiatannya sebagai pemantau jentik juga menyuluhkan tentang penyakit DBD termasuk gerakan pemberantasan sarang nyamuk ketika keliling ke rumah warga, namun sudah tidak pernah dilakukan lagi sejak awal tahun 2014. Penyakit DBD tidak dapat diselesaikan hanya dengan peran lintas program (Promosi Kesehatan, Kesehatan Lingkungan, UKS, Badan Litbangkes). Tahun 2004 WHO memperkenalkan suatu pendekatan baru pada pemberantasan sarang nyamuk dengan Komunikasi Perubahan Perilaku/KPP (Communications for Behavioral Impact /COMBI). Promosi kesehatan penyakit DBD tidak sekedar membuat leaflet atau poster saja melainkan suatu komunikasi perubahan perilaku, yaitu suatu kegiatan yang terencana sejak dari tahap analisa situasi, perencanaan kegiatan hingga ke pelaksanaan dan evaluasi. Metode yang digunakan antara lain adalah ceramah, tanya jawab, curah pendapat dan diskusi. (DEPKES RI, 2008)

    *Abatesasi merupakan penaburan bubuk larvasida atau pembunuh jentik untuk memberantas jentik di tempat penampungan air (TPA) untuk keperluan sehari-hari, sehingga populasi nyamuk Aedes aegypti dapat ditekan serendah-rendahnya. Sasaran lokasi yaitu rumah, sekolah, dan fasilitas kesehatan di desa/ kelurahan endemis. Kegiatan dilakukan 4 siklus (3 bulan sekali) dengan menaburkan larvasida pada TPA yang ditemukan jentik (Depkes, 2007).Pemaparan abatesasi oleh Tn. B, program abatesasi merupakan kegiatan yang seharusnya rutin dilakukan dua kali dalam satu tahun atau yang disebut dengan abatesasi selektif. Pada tahun 2014 program ini tidak berjalan dengan baik karena terkendala logistik abate, dimana permintaan dari Puskesmas sebanyak 8 drum, tetapi diberikan dari dinas kesehatan kota hanya 1 drum abate. Abate yang didapat tidak cukup untuk estimasi kebutuhan abate pada PKM Sempaja selama 1 tahun. Cara perhitungan yaitu tiap KK mendapat 2 bungkus abate kemudian dikalikan jumlah KK yang ada di wilayah kerja Puskesmas Sempaja. Satu plastik kecil mengandung dua sendok makan atau setara 20 gr dan diberikan untuk 200 liter air. Seperti yang disampaikan oleh Tn. B:

    *Oleh karena itu pemberian abate terutama diberikan saat dilakukan penyelidikan epidemiologi di daerah yang ada kasus DBD, jika ditemukan di tempat penampungan air di rumah atau sekitar rumah pasien terdapat jentik nyamuk. Selain itu pemberian abate dilakukan jika ada masyarakat yang meminta saat berkunjung ke puskesmas. Senada dengan yang disampaikan oleh Tn. S. Saat petugas datang untuk menyelidiki kasus DBD tidak semua warga mendapatkan abate, Saya saja hanya mendapat beberapa bungkus untuk tandon. Menurut Ny. Y pada saat petugas kesehatan datang mendata penderita DBD, saya tidak dikasih abate tetapi petugas langsung menaburkannya di drum depan rumah.

    *Persepsi cara pemberian abate sendiri di masyarakat cukup bervariasi. Beberapa warga yaitu ketua RT dan Ny. W memaparkan cara pemberian abate yang hampir benar, yaitu dengan membuka bungkusnya lalu ditaburkan merata di tempat penampungan air, dengan ukuran pemberian 2 bungkus abate (20 gr) untuk satu drum. Berbeda halnya dengan yang disampaikan oleh Ny. S:waktu saya dapat abate dari penjual itu langsung saya gunakan abatenya untuk di drum, saya kasih kasih 2 bungkus. Caranya ya ditaro aja mbak di dalam drum habis dilobang-lobangi (plastiknya)Tn. B memaparkan bahwa cara penggunaan abate yang benar yaitu menaburkannya langsung, terutama di sekeliling dinding penampungan air bukan dengan ditusuk-tusuk pada bungkusnya lalu ditaruh di dalam tempat penampungan, karena cara tersebut dapat mengurangi efektifitas dari abate itu sendiri.

    *3 JumantikDalam Modul Program Pengendalian Penyakit DBD yang dikeluarkan oleh Depkes, kelompok kerja (POKJA) yang dibentuk oleh Lurah/ Kades bertugas untuk merekrut dan mengangkat kader jumantik (juru pemantau jentik) yang bertugas untuk mengunjungi rumah-rumah, mengingatkan warga melakukan PSN, dan memeriksa jentik setiap bulannya. Hasil analisis data dari wawancara yang dilakukan pada informan menggambarkan kondisi yang berbeda dengan panduan dari Depkes. Tn. B menuturkan bahwa kader Jumantik yang ada diambil dari kader Posyandu, dan untuk itu juga sudah pernah dilakukan pelatihan terhadap kader jumantik. Untuk evaluasi kegiatan dan laporan angka bebas jentik, rutin dilakukan pertemuan di Puskesmas setiap bulannya. Namun, kegiatan-kegiatan ini terhenti di akhir tahun 2013. Hal serupa juga disampaikan oleh kader jumantik RT 3 Batu Cermin yang saat ini sudah tidak aktif lagi.*3 JumantikDalam Modul Program Pengendalian Penyakit DBD yang dikeluarkan oleh Depkes, kelompok kerja (POKJA) yang dibentuk oleh Lurah/ Kades bertugas untuk merekrut dan mengangkat kader jumantik (juru pemantau jentik) yang bertugas untuk mengunjungi rumah-rumah, mengingatkan warga melakukan PSN, dan memeriksa jentik setiap bulannya. Hasil analisis data dari wawancara yang dilakukan pada informan menggambarkan kondisi yang berbeda dengan panduan dari Depkes. Tn. B menuturkan bahwa kader Jumantik yang ada diambil dari kader Posyandu, dan untuk itu juga sudah pernah dilakukan pelatihan terhadap kader jumantik. Untuk evaluasi kegiatan dan laporan angka bebas jentik, rutin dilakukan pertemuan di Puskesmas setiap bulannya. Namun, kegiatan-kegiatan ini terhenti di akhir tahun 2013. Hal serupa juga disampaikan oleh kader jumantik RT 3 Batu Cermin yang saat ini sudah tidak aktif lagi.*Hal-hal yang dilakukan Ny. F pada saat kunjungan rumah yaitu memeriksa jentik nyamuk, memberikan abate jika ditemukan jentik, dan memberikan penyuluhan mengenai cara pemberian abate dan pelaksanaan 3 M plus. Kegiatan sebagai kader jumantik ini terakhir dilakukan oleh Ny. F di awal tahun 2014, dengan kendala yang diutarakan sebagai berikut:Karna ndak ada abate jadi kalo saya keliling orang pasti nanya, abatenya mana kok gak ada. Kalau dulu dari puskesmas minimal kita dikasih 1 kg tiap kali ngambil, pernah sampai dua kali aja setahun, tergantung stok dari DKK. Habis tu penerimaan masyakat mbak. Karna banyak orang yang jualan abate ke rumah-rumah, masyarakat banyak menganggap kalau abate itu dijual, jadi pas kita ketok pintu rumahnya dikira mau jualan. Selain itu banyak juga yang saya kerjakan, ndak cuma abate dan periksa jentik aja, kadang untuk vitamin A (balita) saya keliling juga, termasuk kalau ada bayi-bayi yang gak pernah ditimbang ke Posyandu saya datengin juga, jadi sudah rangkap-rangkap, sendirianNarasi ini menggambarkan bahwa informan enggan berkeliling karena adanya rasa ketidaknyamanan karena sering ditanyakan abate, sedangkan stok abate dari puskesmas tidak ada. Keengganan ini juga didukung oleh kurangnya penerimaan masyarakat serta tumpah tindihnya tugas kader jumantik dengan tugas sebagai kader Posyandu yang masih aktif dijalaninya hingga sekarang.

    *Gerakan PSN DBD adalah keseluruhan kegiatan masyarakat dan pemerintah untuk mencegah penyakit DBD, yang disertai pemantauan secara terus menerus. Gerakan PSN DBD merupakan bagian terpenting dari keseluruhan upaya pemberantasan penyakit DBD. POKJA DBD merupakan wadah koordinasi pengelolaan suatu program yang memerlukan pembinaan dari unsur pemerintah dan peran serta masyarakat. Penggerakan PSN DBD di desa/kelurahan di koordinasikan oleh POKJA DBD (KEMENKES RI, 2011)Hasil analisis data dari wawancara yang dilakukan pada informan menggambarkan kegiatan kelompok kerja DBD. Menurut Ny. M penanggung jawab POKJA DBD termasuk dalam POKJA IV dan untuk saat ini POKJA tidak aktif. Anggota Pokja DBD terdiri dari empat orang yang direkrut dari kelurahan dan yang dipilih ibu rumah tangga. Ny. M memaparkan tidak aktifnya kelompok kerja ini karena anggotanya bekerja di kebun sehingga tidak ada waktu untuk menjalankan kegiatan POKJA DBD. Terlihat penanggung jawab POKJA tidak mengetahui kegiatan yang seharusnya dilakukan.*Pelaporan yang diterima oleh POKJA DBD hanya dari keterangan warga yang melaporkan bahwa ada kejadian DBD di wilayahnya. Pelaporan dari warga akan diteruskan ke Puskesmas dan Puskesmas akan menindak lanjut kasus tersebut. Sistem pelaporan ini tidak terjadi timbal balik yaitu kelurahan tidak pernah menerima laporan kasus dari Puskesmas. Menurut keterangan Tn. B bahwa Rumah Sakit harus melaporkan 1 x 24 jam setiap ada penderita DBD yang dirawat kepada Puskesmas ataupun Dinas Kesehatan sehingga bisa segera dilakukan PE maupun pelaporan ke kelurahan, tetapi hal ini tidak berjalan.

    *Penggerakan pemberantasan sarang nyamuk dilakukan dengan kerja bakti yang dilakukan oleh warga. Salah satu yang diutarakan oleh Ny. M yaitu POKJA disini tidak ada yang jalan kecuali POKJA I, Kerja bakti dari RT tapi intruksi dari Pak Lurah, hambatan kebanyakan petani-pekebun, ngga ada waktu mending bekerja, jangan kan kerja bakti mungkin berkebun untuk kehidupan sehari-hari masih kurang. Gerakan kerja bakti berdasarkan keterangan ketua RT pada RT 3 Batu Cermin dilakukan satu kali per bulan, dan kegiatannya hanya memberihkan parit.

    *Pokok dan fungsi POKJA DBD adalah menggerakkan peran serta masyarakat dalam PSN-DBD; Menyiapkan data dan informasi; Menganalisa masalah & membuat (MUSRENBANG desa - Pusat); Melakukan bimbingan, pembinaan, fasilitasi, advokasi, pemantauan dan evaluasi rutin; dan Menyampaikan berbagai data, informasi dan masalah kepada instansi/lembaga terkait (KEMENKES RI, 2011). Bulan kewaspadaan pada saat Sebelum Musim Penularan dipimpin oleh kepala wilayah (Camat/Lurah). Tujuannya untuk meningkatkan kewaspadaan dan kepedulian masyarakat memasuki musim penghujan. Kegiatannya meliputi : Penyuluhan intensif, Kerja bakti 4M PLUS, dan Kunjungan rumah (DEPKES RI, 2008)*MengurasSikap pada masing-masing keluarga untuk menguras bak mandi hampir semua sudah tepat, yaitu dengan disikat, karena hampir semua warga di RT 3 Batu Cermin menggunakan air sumur untuk kebutuhan mandi dan mencucinya, sedangkan untuk minum dan memasak menggunkan air galon. Salah satunya seperti yang disampaikan oleh Ny. Y:ya kita kuras, kita pake vortex kita sikat didalam baknya. Soalnya kita pakai air sumur jadi begetah, tiap tiga hari sekali kita sikat karna kuning-kuning dia begetah, kalau setiap hari gak sanggup juga, bisa jebol juga karna pake vortex. Di rumah cuma sama Kai nya, sudah tua juga.Berbeda dengan yang disampaikan oleh Tn.S, bak mandi di rumahnya jarang dikuras karena ukurannya yang terlalu besar:ya dilakukan sih (dikuras) untuk gentong air minum sama bak mandi. Kalau gentong air ya seminggu sekali kalau habis kita kuras, tapi kalau bak mandi saya punya itu spesial mbak, mungkin sampe 6 bulan baru dikuras, kadang 3 bulan sekali, disikat betul-betul.Menurut Depkes tahun 2007, melakukan kegiatan PSN disesuaikan dengan lokal spesifik daerah terjangkit, salah satunya untuk daerah sulit air atau tidak memungkinkan untuk dikuras maka PSN nya dengan larvasidasi, ikanisasi, maupun abatesasi. Namun di keluarga Tn.S, pilihan PSN tersebut juga tidak dilakukan. Kalau pakai abate saya jarang, yang waktu ada petugas menyelidiki kasus DBD itu aja saya minta untuk di taro di tandon dan bak mandi, gak pernah pakai ikan juga, kata Tn.S.

    *MengurasSikap pada masing-masing keluarga untuk menguras bak mandi hampir semua sudah tepat, yaitu dengan disikat, karena hampir semua warga di RT 3 Batu Cermin menggunakan air sumur untuk kebutuhan mandi dan mencucinya, sedangkan untuk minum dan memasak menggunkan air galon. Salah satunya seperti yang disampaikan oleh Ny. Y:ya kita kuras, kita pake vortex kita sikat didalam baknya. Soalnya kita pakai air sumur jadi begetah, tiap tiga hari sekali kita sikat karna kuning-kuning dia begetah, kalau setiap hari gak sanggup juga, bisa jebol juga karna pake vortex. Di rumah cuma sama Kai nya, sudah tua juga.Berbeda dengan yang disampaikan oleh Tn.S, bak mandi di rumahnya jarang dikuras karena ukurannya yang terlalu besar:ya dilakukan sih (dikuras) untuk gentong air minum sama bak mandi. Kalau gentong air ya seminggu sekali kalau habis kita kuras, tapi kalau bak mandi saya punya itu spesial mbak, mungkin sampe 6 bulan baru dikuras, kadang 3 bulan sekali, disikat betul-betul.Menurut Depkes tahun 2007, melakukan kegiatan PSN disesuaikan dengan lokal spesifik daerah terjangkit, salah satunya untuk daerah sulit air atau tidak memungkinkan untuk dikuras maka PSN nya dengan larvasidasi, ikanisasi, maupun abatesasi. Namun di keluarga Tn.S, pilihan PSN tersebut juga tidak dilakukan. Kalau pakai abate saya jarang, yang waktu ada petugas menyelidiki kasus DBD itu aja saya minta untuk di taro di tandon dan bak mandi, gak pernah pakai ikan juga, kata Tn.S.

    *Kegiatan 4 M Plus selanjutnya yaitu mengubur juga telah di modifikasi oleh masyarakat yaitu dengan membuang barang bekas yang tidak dipakai atau menyimpannya di dalam rumah. Seperti yang disampaikan oleh Ny.W: kita kumpul aja terus buang ketempat sampah, kalo untuk membakar gitu atau mengubur-ngubur gitu kita gak punya tanah luas, jadi ya kita buang ke tempat sampah aja kalo sekiranya barangnya memang gak perluSesuai dengan pengamatan kami, jarang ditemukan barang-barang bekas di sekitar rumah yang dapat menampung air. *MenutupHampir semua informan memiliki drum untuk menampung air keperluan sehari-hari, baik di luar rumah maupun di dalam rumah. Beberapa di antaranya menutup drum-drum tersebut, dan hanya dibuka jika akan diambil airnya. Lain halnya dengan Ny. Y yang cucunya sudah pernah mengalami DBD, drum di depan rumah tetap tidak ditutup. Ny.Y berkata:itu drum di depan memang gak ditutup, buat nampung air hujan, soalnya anak-anak juga suka pake buat cuci motor disitu. Ny. Y tidak mengetahui bahwa drum yang terbuka tersebut dapat menjadi tempat perkembangbiakan yang nyaman bagi nyamuk Aedes agypti. Hal tersebut dapat dijelaskan dari narasi berikut:oh nggak tau saya kalau itu bisa jadi sarang nyamuk, soalnya airnya juga dipake terus kok, anak-anak yang biasa pake, habis terisi air ujan dipake lagi. Saya kira hidupnya (nyamuk) di selokan-selokan sama barang-barang bekasNarasi tersebut memperlihatkan bahwa adanya anggota keluarga yang pernah menderita penyakit DBD tidak menjadi suatu jaminan akan muncul sikap yang lebih baik dalam menghindari penyakit dengan pemberantasan sarang nyamuk. *Kegiatan M berikutnya yang merupakan tahapan dari 4 M adalah memantau. Memantau yang dimaksud adalah memantau tempat penampungan air yang dapat menjadi tempat berkembang biak nyamuk. Beberapa keluarga di RT 3 yang dilakukan wawancara, memiliki sarang burung, tempat minum burung tersebut berpotensi menjadi tempat berkembang biak nyamuk Aedes aegypti jika tidak teratur di bersihkan. Berikut penuturan Ny. S:tiap hari tempat minum burung ini dibersihkan, kadang sampai dua kali sehari dibersihkan sama bapaknya, takut kali burungnya mati. Kalau tempat mandi burung yang disitu itu dibersihkan ya habis mandiin burung sama bapaknya, airnya juga langsung dibuang.Tampungan tetesan air galon pada dispenser di rumah Ny. Y juga selalu dibuang:iya itu selalu kita buang, kapan aja ada isinya ya kita buang, soalnya sering dipake mainan sama cucu yang satu ini (menunjuk cucunya yang berusia 3 tahun)Narasi di atas memperlihatkan bahwa tempat yang berpotensi sebagai tempat berkembang biak nyamuk telah diantisipasi oleh warga sebagai suatu kebutuhan mapun kebiasaan meskipun mereka tidak mengetahui secara langsung bahwa tindakan tersebut merupakan salah satu dari pemberantasan sarang nyamuk.*Lain halnya dengan kebiasaan menggantung pakaian, perilaku sehari-hari menggantung pakaian bekas pakai di kamar setrikaan dan belakang pintu kamar telah menjadi kebiasaan keluarga Tn. S, dan menurut beliau hal ini juga telah menjadi kebiasaan masyarakat. Perilaku yang sama dilakukan juga oleh keluarga Ny. Y dan Ny. SR. Berikut penuturan Tn. S nah ini yang susah, hampir semua kebiasaan masyarakat umum ini nngantung baju di kamar, soalnya sudah sehari-hari kalau baju belum terlalu kotor ya sayang masih bisa dipakai lagiSenada dengan yang disampaikan oleh Ny.W, dirinya dan keluarganya juga mempunyai kebiasaan menggantung pakaian, namun sejak anaknya terjangkit DBD bulan lalu Ny.W menjadi lebih waspada terhadap nyamuk, salah satunya dengan tidak menggantung pakaian.Memang menggantung baju itu bikin banyak nyamuk juga kan, biasanya kita masih nggantung baju yang agak-agak bersih gitu di kamar, tapi semenjak anak kita sakit DBD itu kita betul-betul hati-hati, jadi sekarang sudah jarang nggantung-nggantung pakaian gitu.Narasi di atas memperlihatkan perilaku menggantung pakaian telah menjadi kebiasaan bagi sebagian besar masyarakat, namun adanya pengalaman terjangkit DBD pada anggota keluarga tampak berpengaruh terhadap kewaspadaan keluarga Ny. W sehingga terjadi perubahan kebiasaan. *Dalam upaya menghindari gigitan nyamuk, ada beberapa jenis anti nyamuk yang digunakan warga. Tiga informan mengatakan lebih senang menggunakan obat nyamuk bakar, satu di antaranya juga menggunakan anti nyamuk lotion dan raket nyamuk, satu informan lainnya menggunakan obat nyamuk semprot. Baik obat nyamuk bakar maupun semprot digunakan keluarga saat akan tidur malam. Berikut penuturan Ny. SR yang menggunakan obat nyamuk bakar dan lotion.pake obat nyamuk bakar, pake raket nyamuk, kadang ya pake autan (merk obat nyamuk lotion) juga, pake autannya kalo mau tidur, soalnya kadang pake obat nyamuk bakar gitu masih ada (nyamuknya)Narasi di atas menggambarkan bahwa semua informan sudah melakukan upaya menghindari gigitan nyamuk, namun tidak untuk menghindari nyamuk Aedes agypti karena upaya tersebut hanya dilakukan di malam hari. Padahal aktivitas menggigit nyamuk betina Aedes agypti dimulai sejak pagi hingga petang hari, dengan 2 puncak aktivitas antara pukul 09.00-10.00 dan pukul 16.00-17.00. *Pelaksanaan kegiatan PSN pada warga RT 3 Batu Cermin masih kurang terlaksana dengan benar dan belum mengenal 4M plus. Kegiatan menguras dan mengubur yang dilakukan warga sudah benar, tetapi kegiatan menutup belum terlaksana sedangkan kegiatan memantau kebetulan terlaksana. Kegiatan plus pada PSN masih belum terlaksana dgn baik karena kebiasaan warga menggantung pakaian, menggunakan lotion tidak pada waktu yang sesuai, dan cara penggunaan abate kurang tepat. Program kegiatan P2DBD yaitu abatesasi dan penyuluhan berperan cukup penting, dimana penyuluhan penting untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat sehingga dapat terjadi perubahan perilaku. Kegiatan penyuluhan yang yang diberikan oleh petugas kesehatan Puskesmas Sempaja bersifat komunikasi interpersonal yang dilakukan pada rumah penderita DBD saat dilakukan penyelidikan epidemiologi. Program abatesasi mempunyai kendala logistik yang diterima dari dinas kesehatan kota kurang mencukupi.Kegiatan penggerakan PSN-DBD pada dasarnya adalah upaya memotivasi keluarga sebagai anggota masyarakat untuk menjaga rumah dan lingkungannya agar selalu bebas dari jentik dan nyamuk Aedes aegypti. Kegiatan ini perlu dilakukan secara terus menerus dengan melibatkan unsur-unsur dalam masyarakat seperti kader kesehatan, PKK, petugas kesehatan, tokoh masyarakat, lintas sektor, dan sebagainya. Kader jumantik bersama dengan Pokja perannya sangat penting dalam dalam PSN DBD, karena melalui keaktifan kader, masyarakat digerakkan bersama untuk aktif melakukan PSN dan waspada terhadap yamuk DBD. Namun pada kenyataannya Pokja dan kader sama sekali tidak aktif khususnya dalam 1 tahun terakhir.

    *Penyuluhan tentang PSN DBD sebaiknya tidak hanya dilakukan pada saat kejadian KLB DBD terjadi, namun penting dilakukan sebagai pencegahan sebelum bulan-bulan yang dimana diperkirakan akan terjadi lonjakan kasus DBD dan diutamakan menggunakan metode komunikasi masa.Diperlukan komunikasi yang efektif lintas sektoral antara Puskesmas dengan Dinas Kesehatan Kota, Kecamatan, Kelurahan, Pokja, sehingga gerakan PSN dapat berjalan dengan baik.Diperlukannya revitalisasi kegiatan yang belum dan sudah berjalan, sehingga dapat mengaktifkan kembali Pokja DBD dan Kader jumantik

    *