sejarah perkembangan hk ekonomi internasional
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kajian Hukum Ekonomi Internasional dewasa ini semakin penting.
Perkembangan bidang hukum ini bisa dikatakan paling progresif dibandingkan
dengan bidang-bidang hukum lain. Peranannya pun sekarang ini bahkan semakin
sentral seiring dengan arus globalisasi (ekonomi) yang cepat. Di samping itu,
kemajuan teknologi dan komunikasi mengakibatkan aktivitas ekonomi tidak lagi
terbelenggu oleh batas-batas negara. Namun, masalah tingkat perbedaan ekonomi
dan teknologi di antara negara-negara di dunia telah menimbulkan pergeseran
pada perkembangan ekonomi internasional. Perbedaan ini paling tidak
memengaruhi hubungan-hubungan antarnegara, terutama apabila terdapat suatu
negara yang telah maju yang memiliki kemampuan teknologi, ekonomi, atau
militer yang kuat, sedangkan negara-negara lainnya tidak atau kurang memiliki
kemampuan dalam bidang-bidang tersebut. Dalam situasi seperti inilah hukum
ekonomi internasional memainkan peranannya untuk melindungi para pihak,
terutama yang lemah, agar hubungan tersebut berjalan dengan baik.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, maka yang
merupakan rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimanakah perkembangan dari Hukum Ekonomi Internasional?
1
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Setiap kegiatan pasti memiliki tujuan dan diharapkan juga memiliki
manfaat, baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Seperti halnya penulisan
makalah ini, ada beberapa hal yang menjadi tujuan serta manfaatnya. Yang
pertama dan utama adalah bertujuan untuk memenuhi nilai tugas dari mata
kuliah Hukum Ekonomi Internasional, selain itu juga bertujuan untuk
menambah pengetahuan serta pemahaman dalam bidang Hukum Ekonomi
Internasional khususnya dalam hal melihat sejauh mana perkembangan dari
pada Hukum Ekonomi Internasional dalam arus globalisasi (ekonomi) yang
semakin cepat dewasa ini dan yang terakhir untuk melatih kemampuan diri
menulis.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Perkembangan Hukum Ekonomi Internasional
1. Sebelum Perang Dunia II
Menurut Verloren Van Themaat, hukum ekonomi internasional
berkembang pada abad ke 12. Klausul-klausul most-favourednation (MFN)
treatment dan “resipositas” (timbal balik) sudah dikenal pula sejak abad
pertengahan ini. Klausul MFN pertama yang didasarkan pada suatu perjanjian
ditandatangani oleh Inggris dan Burgundy pada tanggal 17 Agustus 1417.
Di abad pertengahan ini, prinsip-prinsip yang terdapat dalam hukum
laut diakui pula telah memberikan sumbangan yang penting terhadap cikal
bakal lahirnya hukum ekonomi internasional. Prinsip tersebut misalnya saja
prinsip kebebasan berlayar (freedom of navigation) dan kebebasan
menangkap ikan (di laut lepas).
Prinsip cabotage adalah contoh prinsip lainnya. Prinsip ini
membolehkan kapal asing (yang merupakan hak bagi negara pantai untuk
memberikannya atau tidak) untuk berlayar guna mengangkut barang dari satu
pelabuhan ke pelabuhan lain dalam suatu wilayah.
Abad ke-19 merupakan abad yang disebut juga sebagai “zaman
liberal” (liberal age). Abad itu dikenal sebagai kulminasi klausul most-
favoured-nation karena pada zaman ini menjadi common commercial law of
the great European powers (Hukum Komersial Negara-negaa Eropa).
Pada masa ini hukum ekonomi internasional umumnya yang berisi
klausul-klausul MFN tertuang dalam bentuk perjanjian-perjanjian bilateral
mengenai perdagangan dan navigasi. Tidak banyak perjanjian (konvensi)
internasional yang dibentuk organisasi-organisasi internasional. Bidang-
3
bidang yang termuat di dalamnya juga masih sangat terbatas, yaitu bidang
pengangkutan, perlindungan hak milik kekayaan dan promosi perdagangan,
seperti: European Convention of the Danuble 1855, Rhine Navigation of
Liberty and Artistic Works 1886, dan the Brussels Union for the Publication
of Customs Tariffs 1890.
Pada tahun 1914 gambarannya telah berubah: campur tangan negra
dalam mengatur hubungan-hubungan ekonomi yang sifatnya lintas batas
mulai tampak. Pada masa ini Liga Bangsa-Bangsa menetapkan salah satu
syarat dari badan dunia ini. Dalam Pasal 23 (e) Piagamnya menyatakan
perlunya equitable treatment for the commerce of all members (perlakuan
yang adil dalam bidang perdagangan bagi semua negara). Bunyi ketentuan-
ketentuan mengenai klausul MFN ini tercantum pula dalam perjanjian-
perjanjian perdamaian setelah Perang Dunia I.
Pada masa ini ditandai pula dengan upaya-upaya LBB melakukan
studi-studi ekstensif mengenai klausul MFN dan masalah-masalah
perdagangan lainnya. Antara lain, studi terhadap klausul ini yang termuat
pada suatu konvensi yang ditandatangani pada tanggal 5 Juli 1980 mengenai
publikasi tarif-tarif cukai (customs tariffs). Juga diselenggarakannya kongres-
kongres yang membahas ketentuan-ketentuan untuk kerja sama penetapan
cukai.
LBB juga mensponsori studi-studi mengenai formalitas-formalitas
pajak (customs) di antara tahun 1923 dan 1936. Prinsip-prinsip yang dibahas
dalam studi-studi ini kemudian menjadi landasan bagi perjanjian-perjanjian
ekonomi internasional setelah Perang Dunia II, misalnya saja GATT.
Pada masa ini, topik-topik pembahasan hukum ekonomi internasional
mendapat perhatian internasional pula seperti masalah yang berkaitan dengan
komunikasi telegrapik (telekomunikasi), perkembangan hak milik
perindustrian, lalu lintas, kereta api, dan lalu lintas jalan raya.
4
2. Pasca Perang Dunia II: Bretton Woods System
Pada waktu berlangsungnya Perang Dunia II, negara-negara sekutu
khususnya Amerika Serikat dan Inggris, memprakarsai pembentukan
lembaga-lembaga ekonomi internasional untuk mengisi tujuan-tujuan
kebijakan perekonomian internasional.
Salah satu dari kebijakan tujuan itu adalah melanjutkan program yang
telah dimulai sejak tahun 1930-an. Amerika Serikat, antara lain,
mengeluarkan the Reciprocal Trade Agreements Act, yakni undang-undang
yang mensyaratkan kewajiban resiprositas (timbal balik) untuk pengurangan-
pengurangan tarif dalam perdagangan.
Tujuan kebijakan kedua adalah memberikan kerangka hukum
ekonomi internasional untuk mengurangi konflik ekonomi yang terjadi di
antara Perang Dunia I dan II. Upaya pengurangan konflik ini penting karena
hal ini dianggap sebagai penyebab timbulnya Perang Dunia II.
Tujuan itu melahirkan diselenggarakannya konperensi Bretton Woods
(1994) dan pendirian International Monetary Fund (IMF) dan the
International Bank for Reconstruction and Development (IBRD). Konperensi
ini, meskipun ditujukan khususnya untuk persoalan-persoalan moneter,
mengakui perlunya inisiatif-inisiatif pengaturan mengenai perdagangan
barang-barang.
Setelah PBB didirikan pada tahun 1945, salah satu tindakan
pertamanya adalah mensponsori konperensi-konperensi persiapan pada tahun
1946 dan 1947. Konperensi bertugas untuk merancang suatu Piagam
Organisasi Perdagangan Internasional (International Trade Organization)
(Piagam Havana). Piagam ini berhasil disahkan di Havana pada tahun 1948
namun tidak pernah berlaku karena Kongres AS tidak menyetujuinya.
Pada pertemuan-pertemuan itu telh dirundingkan pembentukan GATT
yang merupakan rancangan Piagam ITO. Pada mulanya GATT merupakan
suatu persetujuan multilateral yang mensyaratkan pengurangan secara timbal
balik tarif yang berada di bawah naungan ITO. Namun ketika ITO gagal
berdiri, GATT kemudian dijadikan sebagai suatu ‘organisasi’ internasional
5
yang diberlakukan dengan Protocol of Provisional Application yang
ditandatangani pada tahun 1947 dan dibuat untuk menerapkan GATT sebagai
perjanjian internasional yang mengikat.
Sebagai akibatnya GATT meskipun telah menjadi lembaga
perdagangan internasional yang utama, namun ia sebenarnya tidak memenuhi
persyaratan sebagai suatu organisasi. Misalnya ia tidak memiliki anggaran
dasar yang menetapkan struktur organisasi atau tidak adanya ketentuan
mengenai hukum acara sebagai suatu organisasi dan meskipun GATT
memiliki ketentuan mengenai penyelesaian sengketa (Pasal XXII dan XXIII)
namun ketentuan-ketentuan ini tidak jelas dan singkat bahkan telah
mnimbulkan konflik-konflik.
Di samping itu pula, the Protocol of Provisional Application masih
mengizinkan negara-negara untuk melanjutkan praktik-praktik tertentu
berdasarkan ketentuan-ketentuan yang ada sebelumnya (Grandfather Rights)
meskipun praktik-praktik tersebut tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan
GATT.
Lembaga-lembaga ekonomi internasional dalam bidang uang dan
perdagangan ini yaitu IMF dan IBRD dan GATT dianggap sebagai
membentuk “the Bretton Woods System”. Di samping itu telah lahir pula the
Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) pada
tahun 1960. Badan ini dibentuk sebagai pengganti the Organization for
European Economic Cooperation guna mengelola bantuan Marshall Plan.
Dalam perkembangannya kemudian fungsi badan ini diperluas oleh
AS untuk mencakup pula rekonstruksi atas Eropa setelah Perang Dunia II
(European Recovery Program). Dewasa ini badan tersebut memainkan
peranan penting dalam membahas dan merumuskan prinsip-prinsip tindakan-
tindakan negara-negara (maju) dalam transaksi ekonomi internasional.
Keanggotaan OECD mencakup negara-negar industri seperti Jepang,
negara-negara Eropa Barat, AS, Kanada, Australia dan Selandia Baru. Badan-
badan khusus lain telah pula diprakarsai dan dibentuk oleh PBB sehingga
dewasa ini cukup banyak organisasi ekonomi internasional membentuk
6
kerangka yang menjadi landasan dibentuknya hukum ekonomi internasional.
Dalam hal ini badan khusus yang penting adalah the United Nations
Conference on Trade and Development (UNCTAD) yang memainkan peran
penting dalam mewakili kepentingan-kepentingan negara-negara sedang
berkembang.
Pada mulanya the Bretton Woods System ini kurang mendapat
sambutan dari negara-negara Eropa Timur, termasuk Uni Sovyet yang
menolak untuk ikut serta di dalamnya. Menurut mereka, organisasi ini dan
organisasi-organisasi sejenisnya hanya cocok untuk negara-negara yang
menganut prinsip pasar bebas (free market).
Negara-negara sedang berkembang juga mengkritik lembaga-lembaga
ini. Lembaga ini dituding tidak memperhatikan kepentingan atau
permasalahan-permasalahan negara-negara sedang berkembang atau miskin.
Pada mulanya memang negara-negara ini menolak bergabung dengan
organisasi-organisasi hasil dari International Bretton Woods. Namun secara
bertahap negara-negara ini kemudian mau bergabung dan bahkan memainkan
peranan aktif dan penting di dalamnya.
Dalam organisasi-organisasi ini yang menerapkan sistem satu negara
satu suara (one-nation-one vote), mempunyai implikasi penting bagi
perkembangan kebijakan-kebijakan dari organisasi-organisasi internsional
lainnya. Khususnya IMF dan IBRD, kedua badan ini memiliki sistem
pemungutan suara yang ‘diperberat’ (weighted voting system) supaya negara-
negara industri masih memiliki pengaruh, meskipun suara negara-negara
sedang berkembang tampaknya dominan.
Dalam tahun-tahun belakangan ini, kritik terhadap sistem Bretton
Woods ini semakin meningkat dan pada tahun 1960-an, UNCTAD dibentuk
PBB sebagai jawaban atas permintaan-permintaan negara-negara sedang
berkembang. Badan ini sampai sekarang berfungsi sebagai juru bicara bagi
kepentingan-kepentingan negara-negara sedang berkembang.
Negara-negara sedang berkembang telah berupaya bahwa harus ada
suatu ‘TEIB’ (Tata Ekonomi Baru/ New International Economic Order/
7
NIEO), yang akan mengubah beberapa norma dasar dari system Bretton
Woods. Tujuannya adalah agar norma-norma dasar tersebut sesuai dengan
pembangunan di negara-negara ketiga yang sangat dibutuhkan oeh negara-
negara sedang berkembang.
3. Pasca Perang Dingin
Perkembangan hukum ekonomi internasional setelah berakhirnya
Perang Dingin antara blok Timur dan Barat, ditandai dengan adanya
perubahan-perubahan politik an ekonomi yang kedua-duanya saling
berkaitan. Perubahan ini memiliki pengaruh cukup penting terhadap
perkembangan hukum ekonomi internasional.
Perubahan-perubahan politik tampak pada proses demokratisasi pada
negara-negara di Eropa Timur dan Amerika Latin. Umumnya, proses ke arah
demokratisasi ini baru bisa muncul apabila adanya pertumbuhan basis
ekonomi yang stabil. Dan suatu basis ekonomi ini baru bisa terbentuk
manakala hukum ekonomi internasional dapat menciptakan suatu pasar
terbuka dan kompetitif.
Karena itulah hukum ekonomi internasional dalam masa pasca perang
dingin dihadapkan kepada suatu tantangan yang cukup berat yaitu bagaimana
menanggulangi praktik-praktik perdagangan yang dapat menghalangi
pembangunan dan pembentukan pasar terbuka (bebas).
Upaya-upaya dalam menanggulangi permasalahan tersebut merupakan
kecenderungan-kecenderungan yang semakin nyata dewasa ini. Memang
upaya ke arah penghapusan rintangan-rintangan perdagangan sudah tampak
seusai Perang Dunia II seperti misalnya dengan dibentuknya GATT. Namun
upaya nyata dan konstruktif ke arah itu baru muncul setelah selesainya perang
dingin ini.
Peranan hukum ekonomi internasional dalam masa ini ditandai dengan
kecenderungan-kecenderungan berikut.
a) Semakin berperannya organisasi-organisasi intrnasional yang
melahirkan perjanjian-perjanjian internasional guna mengatur
8
kegiatan-kegiatan ekonomi internasional. Misalnya GATT
(kemudian dilebur ke dalam WTO) yang menghasilkan berbagai
peraturan internasional secara komprehensif, atau UNCTAD dan
UNCITRAL yang menghasilkan aturan-aturan atau pedoman-
pedoman aspek-aspek perdagangan internasional tertentu.
b) Seiring dengan semakin kompleksnya hunungan-hubungan atau
transaksi-tranksaksi ekonomi internasional dewasa ini telah
mengakibatkan semakin kompleksnya aturan-aturan hukum
ekonomi internasional yag mengaturnya.
Misalnya, dengan semakin pentingnya peranan jasa, penanaman
modal atau perlindungan hak kekayaan intelektual, telah
melahirkan aturan-aturan perdagangan baru, misalnya, dalam
kerangka WTO. Perdagangan jasa melahirkan GATS (General
Agreement on Trade and Services), perdagangan modal asing
melahirkan TRIMS (Trade Related Investment Measures), atau
perdagangan yang berkaitan dengan perlindungan hak milik
kekayaan intelektual melahirkan TRIPS (Trade Related Aspects of
Intellectual Property Rights and Counterfeit Goods).
c) Konsekuensi lain dari semakin intensifnya transaksi-transaksi
ekonomi internasional telah menyebabkan timbulnya sengketa-
sengketa perdagangan antarnegara. Kecenderungan ini telah
melahirkan suatu perangkat hukum ekonomi internasional
mengenai penyelesaian sengketa guna mengantisipasi
kecenderungan-kecenderungan tersebut. Sewaktu GATT lahir,
masyarakat internasional menganggap pengaturan penyelesaian
sengketa ini belum begitu penting. GATT hanya memuat dua pasal
penyelesaian sengketa (Pasal XXII dan XXIII). Dewasa ini dengan
lahirnya WTO (Badan Perdagangan Dunia), aturan penyelesaian
sengketa mendapat tempatnya yang khusus, yaitu the
Understansing on Rules and Procedures Governing the Settlement
of Disputes, Final Act of the Uruguay Round.
9
d) Berkaitan dengan kedudukan hukum ekonomi internasional dalam
tatanan hukum nasional negara-negara di dunia. Fenomena yang
muncul adalah negara-negara dewasa ini mau tidak mau telah
memaksakan dirinya untuk menyesuaikan hukum nasionalnya
dengan aturan-aturan hukum ekonomi internasional.
B. Perkembangan GATT/ WTO
General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) dibentuk sebagai suatu
dasar (wadah) yang sifatnya sementara setelah Perang Dunia II. Pada masa itu
timbul kesadaran masyarakat internasional akan perlunya suatu lembaga
multilateral di samping Bank Dunia dan International Monetary Fund (IMF).
Ternyata negara-negara yang pertama kali mendirikan GATT (founding
contracting parties) tidak berhasil mendirikan apa yang mereka namakan
International Trade Organization (ITO). Pada mulanya ITO itu akan
dibentuk sebagai Specialized Agency dari PBB. Namun demikian, ITO tidak
dapat terwujud karena Kongres Amerika Serikat tidak menyetujuinya. Setelah
berulang kali diusahakan oleh pihak Eksekutif Amerika Serikat, maka pada
tahun 1951, indikato jelas bahwa Kongres tidak akan menyetujuinya. Dengan
demikian, maka Presiden Amerika Serikat Harry Truman, menarik kembali
usulan ratifikasi Piagam Havana.
Kebutuhan akan adanya suatu lembaga multilateral yang khusus ini pada
waktu itu sangat penting karena mengingat masyarakat internasional
menemui kesulitan dalam mencapai kata sepakat mengenai pengurangan dan
penghapusan berbagai pembatasan kuantitatif serta diskriminasi perdagangan.
Hal ini dilakukan untuk mencegah terulangnya praktik proteksionisme yang
berlangsung pada tahun 1930-an yang sangat memukul perekonomian dunia.
Benih sejarah pembentukan GATT sebenarnya berawal dari waktu
ditandatangani Piagam Atlantik (Atlantic Charter) pada bulan Agustus 1941.
Salah satu tujuan dari piagam ini adalah menciptakan suatu sistem
perdagangan dunia yang didasarkan pada nondiskriminasi dan kebebasan
tukar menukar barang dan jasa.
10
Berdasarkan tujuan tersebut, serangkaian pembahasan dan perundingan
mengenai tujuan itu telah berlangsung antara tahun 1943-1944, khususnya
antara Amerika Serikat, Inggris, dan Kanada. Pada tanggal 4 Desember,
Amerika Serikat pertama kalinya mengusulkan perlunya pembentukan suatu
organisasi perdagangan internasional (ITO). Tujuan organisasi ini menurut
versi Amerika Serikat pada waktu itu adalah untuk menciptakan liberalisasi
perdagangan secara bertahap, memerangi monopoli, dan mengkoordinasikan
kebijakan perdagangan negara-negara.
Usul pembentukan suatu organisasi perdagangan ini disambut baik oleh
The Economic and Social Council (ECOSOC). Badan khusus PBB ini
menyatakan keinginannya untuk menyelenggarakan suatu konferensi. Untuk
maksud tersebut, berhasil dibentuk suatu komisi persiapan. Persidangan-
persidangan komisi ini berlangsung di London mulai tanggal 18 Oktober
sampai dengan 26 Desember 1946. Komisi berhasil mengeluarkan suatu
rancangan piagam London (the London Draft Charter). Namun demikian,
para anggota peserta pertemuan ini gagal mencapai kata sepakat untuk
mengesahkan rancangan piagam tersebut.
Dengan adanya kegagalan ini negara-negara besar tersebut membentuk
suatu komisi perancang yng beranggotakan Amerika Serikat, Kanada, Inggris,
Perancis, dan negara-negara Benelux. Tugas komisi ini adalah mencari
rumusan baru untuk merancang suatu organisasi perdagangan baru.
Pertemuan kedua yang diadakan oleh komisi baru ini berlangsung di Lake
Success, New York, mulai 20 Januari sampai 25 Februari 1947. Pertemuan
tersebut membahas masalah-masalah tertentu saja, tidak membahas masalah-
masalah penting.
Pertemuan penting diselenggarakan di Jenewa mulai April sampai dengan
November 1947. Sejak 10 April sampai 22 Agustus panitia persiapan
melanjutkan tugasnya membuat rancangan Piagam ITO itu, dan sejak 10
April sampai 30 Oktober perundingan-perundingan bilateral berlangsung
antarnegara anggota komisi, antara lain, Brazil, Burma, Ceylon, Pakistan, dan
Rhodesia Selatan. Perundingan-perundingan mengenai konsesi timbal balik
11
(reciprocal tariff concession) yang dihasilkan dari perundingan-perundingan
itu dicantumkan ke dalam GATT, dan ditandatangani pada tanggal 30
Oktober 1947. Hasil perundingan tersebut berisi suatu kodifikasi sementara
mengenai hubungan-hubungan perdagangan di antara negara-negara
penandatangan. Berdasarkan persyaratan-persyaratan protokol tanggal 30
Oktober 1947, the General Agreement ditetapkan sejak 1 Januari 1948,
sambil menunggu berlakunya ITO.
Pertemuan penting keempat berlangsung di Havana sejak tanggal 21
November 1947 sampai dengan 24 Maret 1948. Pertemuan ini membahas
Piagam ITO oleh delegasi dari 66 negara. Pertemuan berhasil mengesahkan
Piagam Havana. Namun demikian, sampai dengan pertengahan tahun 1950-
an negara-negara peserta menemui kesulitan dalam meratifikasinya. Hal ini
lebih disebabkan Amerika Serikat, sebagai pelaku utama dalam perdagangan
dunia tahun 1958, menyatakan bahwa negaranya tidak akan meratifikai
Piagam tersebut. Sejak itu pulalah ITO secara efektif menjadi tidak berfungsi
sama sekali.
Menurut Professor John H. Jackson, salah satu alasan keengganan
Amerika Serikat meratifikasi Piagam tersebut adalah karena pemerintah
Amerika Serikat menganggap bahwa peranan dan kewenangannya dalam
mengadakan perundingan dalam organisasi internasional yang direncanakan
tersebut (ITO) dibatasi oleh Kongres. Meskipun tidak pernah berlaku dan
minimnya ratifikasi tersebut, tidak menyebabkan GATT menjadi tidak
berlaku. Para perunding GATT mengeluarkan suatu perjanjian internasional
baru, yaitu the Protocol of Provisional Application. Sejak dikeluarkan
protokol inilah GATT terus berlaku sampai saat ini.
Adapun tujuan utama GATT, sebagaimana terdapat pada preambule-nya
adalah:
1. Meningkatkan taraf hidup manusia;
2. Meningkatkan kesempatan kerja;
3. Meningkatkan pemanfaatan kekayaan lam dunia; dan
4. Meningkatkan produksi dan tukar menukar barang.
12
Dalam pada itu, Olivier Long mengatakan bahwa tujuan GATT adalah
menciptakan suatu iklim perdagangan internasional yang aman dan jelas bagi
masyarakat bisnis dan menciptakan liberalisasi perdagangan yang
berkelanjutan di dalam penanaman modal, lapangan kerja, dan penciptaan
iklim perdagangan yang sehat. Dengan tujuan tersebut, sistem perdagangan
internasional yang diupayakan GATT adalah sistem yang dapat
meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan di seluruh dunia.
Sementara itu fungsi yang ingin dicapai oleh GATT adalah sebagai berikut:
1. Sebagai suatu perangkat ketentuan (aturan) multilateral yang mengatur
perdagangan yang dilakukan oleh para pemerintah dengan memberikan
suatu perangkat ketentuan perdagangan (the rules of the road for trade).
2. Mengupayakan agar praktek perdagangan dapat dibebaskan dari
rintangan-rintangan yang mengganggu (liberalisasi perdagangan).
3. GATT adalah sebagai suatu ‘pengadilan’ internsional yang para
anggotanya menyelesaikan sengketa dagangnya dengan anggota-anggota
GATT lainnya.
13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sejarah Perkembangan Hukum Ekonomi Internasional
Sebelum Perang Dunia II
Menurut Verloren Van Themaat, hukum ekonomi internasional
berkembang pada abad ke 12. Klausul-klausul most-favourednation (MFN)
treatment dan “resipositas” (timbal balik) sudah dikenal pula sejak abad
pertengahan ini. Klausul MFN pertama yang didasarkan pada suatu perjanjian
ditandatangani oleh Inggris dan Burgundy pada tanggal 17 Agustus 1417.
Di abad pertengahan ini, prinsip-prinsip yang terdapat dalam hukum
laut diakui pula telah memberikan sumbangan yang penting terhadap cikal
bakal lahirnya hukum ekonomi internasional. Prinsip tersebut misalnya saja
prinsip kebebasan berlayar (freedom of navigation) dan kebebasan
menangkap ikan (di laut lepas).
Pasca Perang Dunia II: Bretton Woods System
Pada waktu berlangsungnya Perang Dunia II, negara-negara sekutu
khususnya Amerika Serikat dan Inggris, memprakarsai pembentukan
lembaga-lembaga ekonomi internasional untuk mengisi tujuan-tujuan
kebijakan perekonomian internasional.
Pada mulanya the Bretton Woods System ini kurang mendapat
sambutan dari negara-negara Eropa Timur, termasuk Uni Sovyet yang
menolak untuk ikut serta di dalamnya. Menurut mereka, organisasi ini dan
14
organisasi-organisasi sejenisnya hanya cocok untuk negara-negara yang
menganut prinsip pasar bebas (free market).
Negara-negara sedang berkembang juga mengkritik lembaga-lembaga
ini. Lembaga ini dituding tidak memperhatikan kepentingan atau
permasalahan-permasalahan negara-negara sedang berkembang atau miskin.
Pada mulanya memang negara-negara ini menolak bergabung dengan
organisasi-organisasi hasil dari International Bretton Woods. Namun secara
bertahap negara-negara ini kemudian mau bergabung dan bahkan memainkan
peranan aktif dan penting di dalamnya.
Negara-negara sedang berkembang telah berupaya bahwa harus ada
suatu ‘TEIB’ (Tata Ekonomi Baru/ New International Economic Order/
NIEO), yang akan mengubah beberapa norma dasar dari system Bretton
Woods. Tujuannya adalah agar norma-norma dasar tersebut sesuai dengan
pembangunan di negara-negara ketiga yang sangat dibutuhkan oeh negara-
negara sedang berkembang.
Pasca Perang Dingin
Perkembangan hukum ekonomi internasional setelah berakhirnya
Perang Dingin antara blok Timur dan Barat, ditandai dengan adanya
perubahan-perubahan politik an ekonomi yang kedua-duanya saling
berkaitan. Perubahan ini memiliki pengaruh cukup penting terhadap
perkembangan hukum ekonomi internasional.
Perubahan-perubahan politik tampak pada proses demokratisasi pada
negara-negara di Eropa Timur dan Amerika Latin. Umumnya, proses ke arah
demokratisasi ini baru bisa muncul apabila adanya pertumbuhan basis
ekonomi yang stabil. Dan suatu basis ekonomi ini baru bisa terbentuk
manakala hukum ekonomi internasional dapat menciptakan suatu pasar
terbuka dan kompetitif.
Karena itulah hukum ekonomi internasional dalam masa pasca perang
dingin dihadapkan kepada suatu tantangan yang cukup berat yaitu bagaimana
15
menanggulangi praktik-praktik perdagangan yang dapat menghalangi
pembangunan dan pembentukan pasar terbuka (bebas).
Perkembangan GATT/ WTO
General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) dibentuk sebagai suatu
dasar (wadah) yang sifatnya sementara setelah Perang Dunia II. Pada masa itu
timbul kesadaran masyarakat internasional akan perlunya suatu lembaga
multilateral di samping Bank Dunia dan International Monetary Fund (IMF).
Ternyata negara-negara yang pertama kali mendirikan GATT (founding
contracting parties) tidak berhasil mendirikan apa yang mereka namakan
International Trade Organization (ITO). Pada mulanya ITO itu akan
dibentuk sebagai Specialized Agency dari PBB. Namun demikian, ITO tidak
dapat terwujud karena Kongres Amerika Serikat tidak menyetujuinya. Setelah
berulang kali diusahakan oleh pihak Eksekutif Amerika Serikat, maka pada
tahun 1951, indikato jelas bahwa Kongres tidak akan menyetujuinya. Dengan
demikian, maka Presiden Amerika Serikat Harry Truman, menarik kembali
usulan ratifikasi Piagam Havana.
Usul pembentukan suatu organisasi perdagangan ini disambut baik oleh
The Economic and Social Council (ECOSOC). Badan khusus PBB ini
menyatakan keinginannya untuk menyelenggarakan suatu konferensi. Untuk
maksud tersebut, berhasil dibentuk suatu komisi persiapan. Persidangan-
persidangan komisi ini berlangsung di London mulai tanggal 18 Oktober
sampai dengan 26 Desember 1946. Komisi berhasil mengeluarkan suatu
rancangan piagam London (the London Draft Charter). Namun demikian,
para anggota peserta pertemuan ini gagal mencapai kata sepakat untuk
mengesahkan rancangan piagam tersebut.
Adapun tujuan utama GATT, sebagaimana terdapat pada preambule-nya
adalah:
5. Meningkatkan taraf hidup manusia;
6. Meningkatkan kesempatan kerja;
16
7. Meningkatkan pemanfaatan kekayaan lam dunia; dan
8. Meningkatkan produksi dan tukar menukar barang.
17
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Bacaan :
Huala Adolf. Hukum Ekonomi Internasional Suatu Pengantar, Rajawali Pers,
Jakarta, 2005 (cetakan keempat)
Nurdin MH. Indonesia Dalam Lipatan Ekonomi Global (GATT/WTO), Sophia
Center, Banda Aceh, 2007.
18