personalitas ngos dalam perkembangan hukum internasional
TRANSCRIPT
Jurnal Muhakkamah Vol. 5 No. 1 Juni 2020 P-ISSN : 2528-681X E-ISSN : 2598-8042
PERSONALITAS NGOs
DALAM PERKEMBANGAN HUKUM INTERNASIONAL MASA KINI
Oleh :
Hassya Aulia Nissa
Fakultas Hukum Universitas Udayana
Abstrak
Sepak terjang NGOs sebagai lembaga independen yang menjadi garda terdepan
penegakan dan perlindungan hak asasi manusia dengan lingkup kegiatan yang lintas negara,
memberikan kontribusi yang tidak bisa di ingkari dalam perkembangan hukum internasional.
Terlebih dengan ikut sertanya NGO sebagai pihak yg aktip terlibat pada lembaga peradilan
internasional, dan keterlibatannya dalam penyusunan beberapa deklarasi penting dalam
masyararakat internasional. Sejalan dengan semakin banyaknya peran NGOs dalam
masyarakat internasional, maka dipertanyakan pula kedudukan dan kapasitas NGOs, sehingga
penulis menarik permasalahan tentang personalitas NGOs dalam perkembangan hukum
internasional masa kini. Penulisan ini merupakan penelitian hukum normatif (penelitian
doktrinal), dengan menitikberatkan pada konsepsi yuridis personalitas NGOs dalam Hukum
Internasional saat ini. Pembahasan di mulai dengan uraian definisi dan sejarah NGOs, berlanjut
pada kiprah NGOs selama ini khususnya di dalam penegakan hak asasi manusia, berikut
partisipasinya secara aktif dalam konvensi internasional yang di akhiri pada simpulan, bahwa
NGOs diakui sebagai subyek hukum internasional yang memiliki legal standing untuk menjadi
peserta baik dalam lembaga kuasi internasional maupun dalam forum konvensi internasional
dengan status personalitas yang terbatas.
Kata Kunci: Personalitas, NGOs, subyek hukum internasional.
Abstract
The actions of NGOs as an independent institution are at the forefront of enforcement
and protection of human rights with activities that cross national borders, make a contribution
that cannot be denied in the development of international law. Especially with the participation
of NGOs as those who are actively involved in international justice institutions, and his
involvement in the preparation of several important declarations in the international
community. with the increasing role of NGOs in the international community, hence the
position and capacity of NGOs is also questioned so the author draws a problem about the
personality of NGOs in the development of international law today. This article is a normative
legal research (doctrinal research), by focusing on the juridical conception of NGO
personalities in International Law. The discussion begins with a description of NGOs'
definitions and history, continued in the progress of NGOs so far, especially in the enforcement
of human rights, following his active participation in international conventions which
concluded at the conclusion, that NGOs are recognized as subjects of international law who
have legal standing to be participants in both quasi-international institutions and in
international convention forums with limited personality status.
Keywords: Personality, NGOs, subjects of international law.
38
Hassya Aulia Nissa : Personalitas NGos Dalam Pekembangan…………………………………….....38-51
A. Latar Belakang
Dimulai dari negara sebagai subyek
hukum internasional yang penuh, kemudian
berkembang dengan kemunculan individu,
Vatikan, Organisasi Internasional, Palang
Merah Internasional, Pemberontak dan
Perusahaan Multi Nasional yang diakui
sebagai entitas subyek hukum internasional
dengan kapasitas terbatas.
Perkembangan terkini, lembaga atau
organisisa non pemerintah (Non
Governmental Organizationa) sering disebut
sebagai NGOs banyak melakukan kiprak
dalam masyarakat internasional sehingga
keberadaannya sebagai entitas internasional
mulai di pertanyakan. Apakah bisa
dikualifikasi sebagai subyek hukum
internasional atau tidak.
Program Sustainable Development
pertama kali pada United Nation Conference
on Environment and Development Rio de
Janeiro, Brazil, 3 to 14 June 1992, Agenda 21
merupakan titik awal munculnya NGOs di
lingkungan masyarakat Internasional. Padal
saat itu negara peserta bersepakat untuk
membentuk satu wadah baru dibidang
kerjasama dalam rangka mewujudkan
penyelenggaraan pembangunan yang
berkesinambungan.
Ini tercemin dalam Chapter 2 of the
United Nations Conference on Environment and
Development Rio de Janeiro, Brazil, 3 to 4 June
1992, Agenda 21;
The partnership commits all
states to engafe in a continuous and constructive
dialoge, inspired by the need to achieve a more
efficient and equitable world economy, keeping in
view the increasing iterdepedense of the
community of nations and that sutainable
development should become a priority item on the
agenda of the international community. It is
recognized that, for the success of this new
partnershp, it is important to overcome
confrontation and to foster a climate of genuine
cooperation and solidarity. It is equally
important to strengthen national an international
policies and multinational cooperation to adapt
to the new realities.
Dalam kesepakatan tersebut,
pelaksanaan program-program kerjasama
pembangunan yang berkelanjutan, pelibatan
pihak pihak lain selain pemerintah, yaitu
individi, kelompok, Perusahaan
Multinasilan, organisasi pemerintah dan
NGOs dianggap penting.
Sebelumnya, rintisan pelibatan NGOs
dalam masyarakat Internasional muncul
dalam resolusi 288 (x) ECOSOC pada 27
Februari 1950 yang menyatakan : “setiap
organisasi internasional yang tidak didirikan
atas dasar sebuah perjanjian internasional...”.
Pada sebuah dokumen World Bank,
Working with NGOs, dijelaskan bahwa
NGOs diartikan sebagai semua organisasi nir
laba (non profit organization) yang tidak
terkait dengan pemerintahan. Pada tingkat
teknis, NGOs diartikan sebagai organisasi
swasta yang menjalankan kegiatan untuk
meringankan penderitaan, mengentaskan
kemuskinan, memelihara lingkungan hidup,
menyediakan layanan sosial dasar atau
melakukan kegiatan pengembangan
masyarakat.
Berkaitan dengan status
NGOs, para ahli hukum terpecah dalam 2
(dua) kelompok; yaitu kelompok yang
mengakui NGOs sebagai subjek hukum
internasional dan kelompok yang tidak
mengakui NGOs sebagai subjek baru dalam
hukum internasional.
Kelompok pertama,
mengakui NGOs sebagai subjek hukum
internasional karena melihat persamaannya
dengan palang merah internasional,
sedangkan kelompok yang menolak
menyatakan bahwa meskipun NGOs sering
ikut serta dalam hubungan hubungan antar
negara dan ada penerimaan dari masyarakat
internasional atas keberadaan NGOs, namun
39
Jurnal Muhakkamah Vol. 5 No. 1 Juni 2020 P-ISSN : 2528-681X E-ISSN : 2598-8042
itu hanya sebatas partisipan, dan
sesungguhnya tidak ada kejelasan mengenai
hak dan kewajiban NGOs dalam hukum
internasional.1
NGOs pada dasarnya adalah
organisasi yang bersifat non profit,
keanggotaannya bersifat sukarela. Sesuai
luas lingkup bidangnya, NGOs dapat dikelola
pada tingkatpada tingkat lokal, nasional
maupun internasional.2 Dalam rentang
waktu yang relatif singkat, NGOs telah
banyak berkontribusi pada perkembangan,
penyusunan, interpretasi, implementasi dan
penegakan hukum internasional.3 Moment
pelaksanaan Declaration of Millenium
Development Goals (MDGs) pada tahun
2000 memberikan panggung yang sangat
besar bagi NGOs. Ini tergambar pada Part
Values and Principles Paragraph (1) and (2) of the
United Nations Millenium Declaration:
“(1) We, heads of State a6 to 8 September
2000, at tje dawn of a new millennium, to reaffirm
our faith in the organization and its charter as
indispensable foundations of a more peaceful,
prosperous and just world; (2) we recoqnize that,
in addition to our separate responsibility to our
individual societies, we have a collective
responsibility to uphold the principle of human
dignity, equality and equity at the global level. As
leaders we have a duty therefore to all the worlds
people, especially the most vulnerable and, in
particular, the children of the world, to whom the
future belongs”
Peranan NGOs dalam perkembangan
hukum internasional semakin besar seiring
dengan keterlibatannya dalam pembuatan
kebijakan (micro dan small) hingga ke
tingkat nasional dan internasional. Beberapa
sumbangsih NGOs terlihat pada instrumen
1 Ian Brownwlie, 2008, Principles of Public
International Law, 7th ed., Oxford University Press,
Oxford,h. 35; 2 Anton Vedder, 2007 Questioning the
legitimacy of non govermental organization ini NGOs
Involvement in International Governce and Policy,
Sources of Legitimacy, Chapter 1, Nijhoff Law
Universal Declaration of Human Right
(UDHR)/Deklarasi Universal Hak Asasi
Manusia (DUHAM); dimana NGO
membantu para diplomat untuk merancang
substansi deklarasi; termasuk Instrumen
internasional baru mengenai perlindungan
terhadap indigenous peoples (orang
pribumi/masyarakat adat);4 dan Deklarasi
Rio 1992, Agenda 21; the Land Min Ban
Treaty 1997 tentang Larangan Penggunaan,
Produksi ataupun Penyimpanan Ranjau Darat
dan Statuta Roma 1998 mengenai Statuta
Mahkamah Pidana Internasional.
Berdasarkan hal tersebut, peranan
NGOs dalam perkembangan hukum
internasional semakin besar dan dapat
diterima oleh masyarakat internasional,
bahkan pada kasus kasus penting NGOs bisa
mengajukan amicus curiae ke Mahkamah
Internasional atau Internasional Court of
Justice (ICJ) dan Dispute Settlement Body
(DSB) World Trade Organization (WTO).
Dilain pihak, karena merupakan hal
yang baru, maka kiprah NGOs sering kali
dipertanyakan personalitasnya dalam hukum
internasional saat ini.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan hal tersebut, maka
rumusan masalah yang di ambil pada
penulisan ini adalah: Bagaimana personalitas
NGOs dalam perkembangan hukum
internasional masa kini?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan ini adalah untuk
mengetahui bagaimana perkembangan
NGOs dan pengaturan personalitasnya dalam
Hukum Internasional saat ini.
Specials, Volume 72, Martinus Nijhoff Publishers,
The Netherlans,h. 2-3 3 Steve Charnovitz, 2006, Non Governmental
Organizations and International Law, The America
Journal of International Law, vol. 100, No.2
(Apr.2006), h. 352. 4 Ibid,-
40
Hassya Aulia Nissa : Personalitas NGos Dalam Pekembangan…………………………………….....38-51
D. Metode Penelitian
Penulisan ini merupakan penelitian
hukum normatif (penelitian doktrinal),
dengan menitikberatkan pada konsepsi
yuridis personalitas NGOs dalam Hukum
Internasional saat ini.
E. Pembahasan
Personalitas NGOs Dalam Perkembangan
Hukum Internasional
a) Klasifikasi NGOs
Tidak setiap NGOs memiliki
kapasitas yang sama dalam pergaulan di
masyarakat Internasional. Seperti hal nya
organisasi pada umumnya, terdapat NGOs
yang diakui memiliki kredibiltas yang
melakukan kegiatan sesuai dengan tujuan di
canangkan (bereputasi), dan ada NGOs yang
tidak memiliki kejelasan status karena
ketidak jelasan program dan kompetensinya.
Beberapa karakter yang digunakan
untuk mengkualifikasi sebuah NGOs sebagai
NGOs yang bereputasi sehingga dapat diakui
sebagai subyek hukum internasional, adalah;
- Nilai (values),
- Kompetensi (competency) dan
- integritas (integrity)
Parameter diatas digunakan
mengingat sejarah munculnya NGOs yang
pada awalnya memperjuangkan terwujudnya
perlindungan Hak Asasi Manusia.
Menurut Anna Meijknecht ada 3
(tiga) syarat yang harus melekat pada sebuah
subjek hukum internasional, yaitu: otonomi,
keinginan dan pengakuan. Otonomi dan
keinginan menunjukkan sebuah subyek
hukum memiliki nilai (value), kompetensi
(competency) dan integritas (integrity) yang
5 Anna Meijknecht, 2001, Towards
International Personality; The Positions of Minorities
and Indigenous Peoples in International Law,
Internesntia-Hart, Antwerpen-Groningen Oxford., h.
34
akhirnya akan menghasilkan pengakuan dari
subjek hukum lainnya.5
Nilai (value), kompetensi (competency)
dan integritas (integrity) yang akan
digunakan sebagai syarat untuk menentukan
sebuah NGOs yang bereputasi dan tidak
bereputasi.
a. Nilai (value)
Adalah suatu ide/konsep dari
individu/kelompok individu tentang sesuatu
nilai yang dianggap pantas, yang dicita-
citakan serta baik atau buruk. Sehingga dapat
dikatan nilai merupakan konsep ideal tentang
apa yang dianggap baik, yang di idamkan,
menjadi tujuan kehidupan.
NGOs pertamakali didirikan pada
tahun 1977 dengan nama The Pennsylvania
Society untuk menghapus perbudakan.6
Tujuan The Pennsylvania Society
menghapus praktek perbudakan adalah
menjunjung tinggi HAM, memberikan
perlindungan kepada kaum marginal/rentan
(yaitu: para budak) dan tentunya semua itu
bertujuan untuk mewujudkan keadilan bagi
para budak.
Pada umumnya, NGOs diartikan
sebagai organisasi privat, tidak didirikan oleh
negara dan bebas dari pengaruh negara
(Independen), tidak melakukan fungsi
publik, bersifat non profit (tidak mencari
keuntungan), bertujuan untuk memberikan
perlindungan terhadap hak asasi manusia,
lingkungan hidup dan dibidang humaniter7
serta mewakili kepentingan/kebutuhan
komunitas marginal/rentan/lemah. Nilai-nilai
ini menjadikan NGOs sebagai
lembaga/badan/organisasi yang unik dan
penting untuk diakui sebagai salah satu
subjek hukum internasional.
6 Steve Charnovitz, Op.cit.,h. 192. 7 Claudie Barrat, 2014, Status of NGOs in
International Humanitarian Law, Graduate Institute of
International and Development Studies, vol. 14, Brill
Nijhoff, The Netherlands, h. 11-15.
41
Jurnal Muhakkamah Vol. 5 No. 1 Juni 2020 P-ISSN : 2528-681X E-ISSN : 2598-8042
b. Kemampuan
NGOs selama ini berkontribusi pada
perkembangan instrumen internasional di
bidang perlindungan hak asasi manusia. Para
NGOs yang bergerak di bidang HAM
mengumpulkan informasi dan data
pelanggaran HAM yang seterusnya
ditindaklanjuti dalam bentuk proposal atau
laporan perkembangan serta implementasi
Hukum HAM internasional. Pola-pola ini
membuat NGOs dapat mempengaruhi opini
publik, sehingga organisasi internasional dan
negara-negara membentuk ketentuan HAM
internasional yang baru.8
Di lembaga penyelesaian sengketa
internasional, NGOs dapat mengajukan
amicus curiae (friends of the court) yaitu
ringkasan yang dibuat oleh pihak ketiga
(bukan pihak yang sedang berperkara)
berisikan informasi dan analisis hukum untuk
membantu hakim/hakim arbiter memutuskan
perkara dengan seadil-adilnya.
Pada Pengadilan Hak Asasi Manusia
Eropa (European Court of Human
Rights/EctHR), proses amicus curiae dikenal
dengan beberapa klasifikasi:
- NGOs sebagai solo players (mengajukan amicus
curiae secara mandiri)
- NGOs joint intervention (gabungan dari
beberapa NGOs)
- NGOs yang mewakili kelompok lain
Pada NGOs sebagai solo players,
biasanya merupakan NGOs kecil yang memiliki
keahlian khusus pada bidang hak asasi manusia
dengan kekhususan tertentu. Berbeda dengan
pola NGOs joint intervention (gabungan dari
beberapa NGO), dengan pola ini mereka
diuntungkan bisa berbagi beban pekerjaan,
menghindari pengulangan pengajuan amicus
8 Ibid, h. 7 9 Iriawan Hartanam 2016, Tips Profesional
Integritas dan Komitmen dalam Bekerja,
https://ot.id/tips-profesional/integritas-dan-
komitmen-dalam-bekerja.
curiae untuk kasus yang sama dan ahli di
berbagi bidang HAM)
c. Integritas (Integrity)
Integritas berasal dari bahasa latin
“integer” yang mengandung 2 (dua) makna ,
yaitu (1) sikap berpegang teguh pada prinsip;
menjadi dasar yang tidak dapat dipisahkan
dengan pribadi seseorang sebagai nilai-nilai
moral; (2) kualitas, sifat atau kondisi yang
menunjukkan kesatuan utuh, tidak dapat
dipisahkan sehingga mempunyai
kemam;puan yang memperlihatkan kejujuran
serta kewibawaan. Dapat dikatrakan
integritas terbntuk dari 3 (tiga) elemen
penting, yakni: nilai (values), konsistensi dan
komitmen.9
Nilai-nilai yang dimiliki oleh NGOs
tampak pada kegiatan yang konsisten
sehingga menunjukkan komitmennya dalam
penegakan hak asasi manusia dalam
masyarakat internasional. Sehingga dapat
dikatakan, karakteristek integritas NGOs
muncul karena konsistensi mereka dengan
komitmennya untuk menjunjung tinggi Hak
Asasi Manusia.
b) Legal Capacity dalam Hukum
Internasional.
Pengertian subjek hukum
internasional dapat dilihat di Advisory
Opinion of The Reparation for Injuries Case
yang dikeluarkan Mahkamah Internasional
(The International Court of Justice/IJC);
“...what it does mean is that it is a
subject of international law and capable of
possesing international rights and duties,
and that it has capacity to maintain its rights
by bringing international claims.”10
10 ICJ, 1949, Reparation for Injuries Suffered
in The Service of The United Nations, April 11th
1949,h. 179.
42
Hassya Aulia Nissa : Personalitas NGos Dalam Pekembangan…………………………………….....38-51
Berdasarkan paparan diatas, maka
dapat diuraikan bahwa subjek hukum
internasional adalah entitas yang memiliki
kemampuan untuk mendukung hak dan
kewajiban internasional dan dapat
mengajukan klaim melalui lembaga
penyelesaian sengketa internasional.
Ian Brownlie berpendapat bahwa Subjek
hukum internasional adalah:
En entity of a type recognized by
customary las as capable of possessing rights
and duties and of bringing international
claims, and having these capasities conferres
upon it, is a legal person. If the first condition
is not satisfied, the entity concerned may still
have lagal personality of very restrictes kind,
dependent on the agreement or acquiescense
of recognized legal persons...11
Entitas yang diakui sebagai subjek
hukum internasional dipastikan memiliki
personalitas hukum internasional. Indikator
kemampuan hukum (legal capacity) sebuah
entitas/subjek hukum untuk dapat memiliki
personalitas hukum internasional, yaitu:
....“capacity to makeclaims in respect
of breaches of international law, capacity to
make treaties and agreements valid on the
international plane, and the enjayment of
privileges and immunities from national
jurisdictions.12
Malcolm N. Shaw berpendapat
bahwa personalitas hukum merupakan hal
yng penting sebab tanpa personalitas hukum
sebuah lembaga/institusi/kelompok tidak
dapat beroperasi. Personalitas hukum
diperlukan untuk mempertahankan dan
mengajukan klaim. Sistem hukumlah yang
akan menentukan ruang lingkup dan karakter
dari personalitas. Penentuan personalitas
suatu entitas membutuhkan pengujian
beberapa konsep dalam hukum, sperti status,
11 Ian Brownlie, Op.cit.,h.60 12 Ibid.
kapasitasm kompetensi termasuk karakter
dan lingkup dari hak dan kewajiban
tertentu.13
Beberapa definisi diatas
menunjukkan adanya kaitan yang erat antara
subjek hukum internasional dengan
personalitas hukum. Setiap entitas/subjek
merupakan pendukung atau pemegang
sejumlah hak dan kewajiban yang ditentukan
dalam suatu sistem hukum. Berkenaan
dengan itu, Hukum Internasional
berkembang dengan munculnya entitas baru,
seperti Perusahaan Transnasional
(Transnasional Corporation) dan Organisasi
Non Pemerintah (Non Governmental
Organizations) yang memiliki peranan di
dalam pergaulan masyarakat internasional,
hukum lingkungan, hak asasi manusia
maupun hukum humaniter.
Rosalyn Higgins memiliki pandangan
yang berbeda, ia menghindari penggunaan
istilah subjek hukum internasional.
Menurutnya Istilah “subjek” hukum
internasional menimbulkan dikotomi antara
subjek/entitas dengan objek hukum
internasional yang akan menyulitkan
eksistensi dari entitas-entitas baru selain
Negara dalam hukum Internasional. Tidak
digunakannya istilah subjek hukum
internasional dianggap lebih membantu,
mendekati realitas, mengembalikan
pandangan terhadap hukum internasional
sebagai sebuah proses pembuatan aturan. Di
dalam proses yang bersifat dinamis tersebut,
ada berbagai pihak yang terlibat secara nyata
dalam proses pembuatan keputusan di hukum
internasional. Istilah para pihak/ partisipan
bersifat lebih fleksibel sehingga negara-
negara, organisasi internasional, individu-
individu, perusahaan ptransnasional dan
13 Ibid.,h. 176
43
Jurnal Muhakkamah Vol. 5 No. 1 Juni 2020 P-ISSN : 2528-681X E-ISSN : 2598-8042
NGOs adalah aktor didalam sistem hukum
internasional.
Dalam pandangan konvensial
Personalitas Hukum Internasional adalah
sebuah entitas yang mempunyai kemampuan
untuk menguasai sejumlah hak dan
kewajiban internasional untuk
mempertahankan hak-haknya.14
Menurut Roland Portmann
perkembangan berapa konsep personalitas
hukum internasional adalah:
1. The State-Only Conception (Konsep
Hanya Negara sebagai Subjek Hukum
Internasional)
2. The Rcognition Conception (Konsep
Pengakuan)
3. The Individualistic Conception (Konsep
Individualistik)
4. The formal Conception (Konsep Formal)
Advisory Opinion Mahkamah
Internasional meneguhkan bahwa untuk
menjadi sebuah subjek hukum internasional
yang mempunyai personalitas internasional
harus memiliki kemampuan untuk
mempertahankan haknya mengajukan klaim
ke lembaga penyelesaian sengketa
internasional termasuk untuk
mempertanggungjawabkan perbuatannya
jika melanggar kewajiban internasional.
Personalitasn internasional selalu
berkaitan dengan Kewajiban internasional
dari subjek hukum internasional. Ini
seringkali berkaitan dengan hukum HAM,
hukum humaniter dan hukum pidana
internasional. Kewajiban internasional pada
dasarnya bersumber pada jus cogens. Jus
cogen adalah norma wajib/norma yang
mutlak harus ditaati tidak dapat dikurangi
kandungan normanya dan hanya dapat
dimodifikasi oleh norma yang memiliki
karakter yang sama.15
14 Ibid
Ini berkorelasi dengan pendapat
Kelsesn terkait basic norm/grundnorm atau
norma dasar. Jus Cogens ini melahirkan
kewajiban internasional yang seringkali
disebut dengan erga omnes.
Erga omnes adalah kewajiban yang
dimiliki oleh seluruh masyarakat
internasional dengan konsekuensi
menimbulkan hak untuk bereaksi jika terjadi
pelanggaran terhadap suatu norma. Hak ini
tidak hanya dimiliki oleh Negara atau
Negara-negara yang menderita atau
dirugikan secara langsung oleh pelanggaran
tersebut tetapi juga dimiliki oleh seluruh
negara.
Persoalan Personalitas yang penting
lainnya adalah international legal standing
atau locus standi atau jus standi yaitu
kemampuan yang dimiliki oleh subyek
hukum untuk menyatakan/menyampaikan
gugatan/pengaduan mereka ke pengadilan
internasional bila terjadi sengketa.
c) Perwujudan pengaturan NGOs
Pengaturan NGOs sangat diperlukan
untuk mengisi kekosongan norma hukum
mengenai status kesubjekannya. Tidak
adanya instrumen hukum internasional yang
mengakui status kesubjekan NGOs dalam
hukum internasional akan menyulitkan
NGOs untuk melaksanakan peran dan
fungsinya dalam penyelenggaraan hukum
internasional. Kebutuhan atas aturan hukum
internasionanl yang mengatur secara eksplisit
status hukum NGOs sebagai salah satu
subjek hukum internasional dengan derajat
personalitasnya, merupakan hal yang sangat
penting.
Dalam instrumen hukum
internasional, dikenal adanya soft law dan
hard law sebagai perwujudan hukum. Dan
aturan internasional yang berkaitan dengan
NGOs terikat dengan hal itu, karena dua
15 Kutipan pasal 53 Konvesi Wina 1969
44
Hassya Aulia Nissa : Personalitas NGos Dalam Pekembangan…………………………………….....38-51
wujud aturan tersebut saling mengikat satu
sama lainnya.
Sebagaimana instrumen hukum
lainnya, bentuk hukum internasional dikenal
dalam dua bentuk, yaitu soft law dan hard
law. Oleh karenanya, aturan hukum
internasional mengenai NGOs tentunya harus
mengikuti pola yang sama.
Keberadaan soft law dan hard law
didalam hukum internasional saling
melengkapi melalui 2(dua) cara: Pertama,
soft law yang tidak mengikat dapat berubah
menjadi hard law yang mempunyai kekuatan
hukum mengikat (legally binding); kedua
hard lau yang mengikat secara hukum dapat
dikembangkan melalui soft law.16
Jeffrey L. Dunoff mengemukakan
bahwa instrumen-instrumen hukum
internasional dalam bentuk soft law secara
sadar digunakan untuk membantu
membentuk norma hukum kebiasaan
internasional (hard law). Perjanjian
perjanjian internasional dan praktek negara
negara memberikan kesempatan kepada soft
law untuk melengkapi/menambahkan dan
mengawali adanya perjanjian dan norma
kebiasaan.17
Adanya kelemahan mendasar dari
sifat kekakuan hard law, maka soft law dapat
menjadi alternatif pencarian perwujudan
hukum internasional tentang NGOs, seperti
kita ketahui bersama, kelemahan hard law
adalah:
(1) pembentukannya membutuhkan waktu
lama karena perlu adanya penyesuaian
16 Gregory C. Shaffer & Mark A. Pollack,
2010, Hard vs Soft Law: Alternatives, Complements,
and Antagonist in Internasional Governance, Minesota
Law Review, Vol. 94, No. 3, 17 Jeffrey L. Dunoff et.,al, 2006,
Internastional Law Norms, Actors, Process A problem
Oriented Approach, Aspen Casebook Series, Second
Edition, Wolters Kluwer, New York, h. 95. 18 David M. Trubek et.al.,2006, Soft Law,
Hard Law and EUINtegration dalam Grainne de Burca
dari negara-negara yang berujung pada
tingginya biaya yang diperlukan;
(2) membutuhkan keseragaman diantara
perbedaan kebutuhan negara-negara; (3)
adanya kemauan/kehendak negara secara
sendiri-sendiri untuk mau atau tidak mau
terikat akan instrumen hukum
internasional yang sah secara hukum
berdasarkan prinsip kedaulatanl
(4)kesulitan untuk mengamandemen
ataupun beradaptasi dengan
perubahan/perkembangan hukum
internasional.18
Soft law bisa ditempatkan sebagai
sampan darurat ketika hard law belum
terwujud (meskipun dalam praktekteknya,
kelemahan soft law adalah sifatnya yang
terlalu cair dan tidak tegas mengikat),
sehingga tidak terjadi kekosongan hukum
dalam praktek hukum internasional.
Berbeda dengan soft law, hard law
memiliki karakter yang lebih mengikat
(mempunyai legally binding dan legal
certanly). Sebagai bentuk perwujudan hukum
internasional yang idel, hard law
menimbulkan kewajiban hukum yang
mengikat (jelas sebstansi hukumnya; apa
yang harus ditaati dan apa sanksinya jika
tidak ditaati) dan adanya delegasi
kewenangan untuk menginterpretasikan dan
mengimplementasikan hukum terkait.19
Instrumen hukum internasional
tentang NGOs dalam bentuk hard law
terwujud berdasarkan kehendak negara-
negara untuk membuat, terikat dan
& Joanne Scott, 2006, Law and New Governance in
the EU and the US, Hart Publishing, Oregon,
(Selanjutnya disebuti David,M, Trubekl II), h. 65-67, 19 Kenneth W. Abbott et al, 2000, The
Concept of Legalization, International Organization
Journal, Volume 54, Issue 3, Summer 2000,
https://www.princeton.edu/amoraves/library/concept.
pdf, h. 418,
45
Jurnal Muhakkamah Vol. 5 No. 1 Juni 2020 P-ISSN : 2528-681X E-ISSN : 2598-8042
melaksanakannya. Hal ini dapat terlihat dari
Resolusi Dewan Ekonomi dan Sosial PBB
1996/31 tentang keberadaan NGOs yang
dapat terlibat dalam kinerja PBB, melibatkan
NGOs sebagai salah satu penyusun instrumen
hukum internasional, memasukkan NGOs
sebagai salah satu stakeholders dalam konsep
pembangunan ekonomi internasional.
Status legal standing atas NGOs pada
instrumen law hard bisa di lihat pada EctHR
dan lembaga kuasi yudisial menegaskan
bahwa negara negara sebagai subjek hukum
internasional utama mengakui eksistensi
NGOs sebagai salah satu subjek hukum
internasional dengan personalitas hukum
internasional yang terbatas.
d) Personalitas Hukum Internasional
Non Governmantal Organitation
Personalitas hukum Internasional
NGOs, diawali pada Advisory Opinion
Reparation for Injuries Case 1949.
Setiap peserta/entitas yang terlibat di
dalam proses pembentukan instrumen hukum
internasional dapat dikualifikasikan sebagai
subjek hukum internasional jika memenuhi
beberapa persyaratan;
1) Kemunculannya karena memang
dibutuhkan oleh masyarakat
internasional;
2) Secara nyata subjek hukum itu memang
eksis
3) Eksistensinya menunjukkan adanya
keinginan (will) dan kemampuan
(capacity)
Sebagai subjek hukum internasional
yang sudah diakui, NGOs mempunyai
kewajiban internasional (erga omnes).
Kewajiban internasional (erga omnes) NGOs
dibagi menjadi 2 (dua) bidang, yaitu:
1) Bidang Hak asasi Manusia.
20 Selanjutnya disebut dengan The United
Nations Declaration on Human Rights Defenders
Tanggung jawab NGOs secara umum
di bidang Hak Asasi Manusia dapat
ditemukan pada Resolusi Majelis Umum
PBB A/RES/53/144 Declaration on the Right
and Responsibility of Individuals, Groups
and Organs of Society to promote and
Protect Universally Recognized Human Rigts
and Fundamental Freedom.20
Pasal 18 ayat (2) dan (3) The United
Nations Declaration on Human Rigts
Defender menyatakan:
...(2) Individuals, group, institution
and non governmental organizations have an
important role to play and responsibility in
safeguarding democracy, promoting human
rigts and fundamental freedom and
contributing to the promotion and
advancement of democratic societies,
institutios and processes.
(3) Individuals, groups, institutions
and non govermental organizations also have
an important role and a responsibility in
contributing, as appropriate, to the
promotion of the right of everyone to a social
and international order in which the rights
and freedoms set forth in the Universal
Declaration of Human Rights and other
human rights instruments can be fully
realized.
Selain pada instrumen hukum
internasional, Kewajiban internasional para
NGOs juga dapat dilihat pada masing masing
statuta pendiriannya.
Statute of Amnesty International
yang diamandeman terakhir pada tahun 2017:
(1) membantu masyarakat internasional
untuk dapat menikmati/memenuhi HAM
yang tertuang dalam UDHR dan
instrumen HAM Internasional lainnya.
46
Hassya Aulia Nissa : Personalitas NGos Dalam Pekembangan…………………………………….....38-51
(2) berkwajiban melakukan penelitian dan
aksi untuk mencegah dan mengakhiri
pelanggaran HAM.
(3) berkewajiban untuk memastikan negara-
negara meratifikasi dan
mengimplementasikan instrument HAM
internasional.
(4) membuat laporan bayangan (shadow
report) mengenai keadaan HAM disuatu
negara yang di-submit kepada Human
Rights Council (HRC) PBB.
2) Bidang Hukum Pidana dan Humanitarian
International
Konvensi Jenewa 1949 Article 3 ayat
(2) menyebutkan bahwa
badan/lembaga/organisasi independen di
bidang kemanuasiaan, seperti ICRC dapat
memberikan bantuan kepada para pihak yang
terlibat konflik. Berdasarkan pasal 9
Commentary I Konvensi Jenewa I disebutkan
bahwa organisasi humanitarian selain ICRC
haruslah bergerak di bidang humanitarian
dan bersifat imparsial namun tidak
disyaratkan harus bersifat Internasional.21
Dari penjelasan tersebut, dapat ditarik
pengertian bahwa selain ICRC, NGOs yang
bergerak di bidang humanitarian dan bersifat
imparsial, dapat dikategorikan sebagai
organisasi humanitarian, sepanjang NGOs
terkait tidak berada dibawah pengaruh politik
ataupun militer dari pihak manapun.
ICTY juga melalui keputusannya
menegaskan bahwa tidak hanya negara tetapi
subjek hukum negara, seperti grup teroris
atau organisasi dapat dimintai
pertanggungjawaban atas tindakannya
melakukan genosida dan kejahatan
kemanusiaan.22
21 Jean S. Pictet, 1952, Commentary Geneva
Convention for the Amelioration of the Condition of
the Wounded and Sick in Armed Forces in the Field,
Geneva International Committee of the Red Cross,
Switzerland, h. 108,
Statuta Roma 1998 adalah dasar
kewajiban internasional di bidang
humanitarian bagi subjek hukum bukan
negara.23 Sehingga menempatkan subjek
hukum bukan negara mutlak berkewajiban
untuk tidak melalukan kejahatan genosida
dan kejahatan kemanusiaan. Dan NGOs,
selaku subyek hukum internasional terikat
terhadap ketentuan tersebut.
e) Hak Hak Internasional
Hak-hak internasional melekat pada
NGOs karena NGOs memiliki keinginan
untuk melindungi hak-hak tersebut dan sudah
menjadi fungsi hukum untuk memberikan
jaminan kepastian hukum. Keinginan NGOs
ini bersumber pada legalitas dan personalitas
yang dimilikinya berdasarkan eksistensi
nyata di dalam penyelenggaraan hukum
internasional.
Padasisi lain, hak-hak internasional
NGOs muncul karena kepentingan dan
aktifitas mereka untuk melindungi HAM,
mengimplementasikan HAM yang dimuat
dalam UDHR dan mengawasi implementasi
HAM oleh negara-negara.
Beberapa hak internasional yang dimiliki
oleh NGOs:
(a) Hak untuk menyusun/membentuk
perjanjian Internasional.
Partisipasi NGOs dalam menyusun
perjanjian internasional dimulai sejak
prepatory work/travaux preparatoires
sampai dengan konferensi internasional.
Beberapa instrumen hukum
internasional yang melibatkan para NGOs
dalam penyusunannya, yaitu:
- UDHR 1948,
22 ICTY, 1997, Prosecutor v. Dusko Tadic
a/k/a Dule, Judgment of 7 May 1997, 23 Anna Karin Lindblom, 2005, Non
Governmental Organisations in International Law,
Cambridge University Press, United Kingdom,
www.cambrige.org/9780521850889, h. 204.
47
Jurnal Muhakkamah Vol. 5 No. 1 Juni 2020 P-ISSN : 2528-681X E-ISSN : 2598-8042
- Convention on the Prohibition of the Use,
Stocpilling, Production and Transfer of
Anti Personel Mines and on Their
Destruction 1997 dan
- Statuta Roma 1998.
Tidak setiap NGOs dapat berperan
aktip dalam pembentukan perjanjinan
internasional. Ada Persyaratan bagi para
NGOs yang berpartisipasi dalam penyusunan
perjanjian internasional, yaitu:
- NGOs mempunyai nilai (value),
- kemampuan (capacity) dan
- integrity (integrity),
- mempunyai consultative status di Dewan
Ekonomi dan Sosial PBB (diutamakan
yang memiliki general consultative status
dan special consultative status),
- tidak pernah terlibat dalam tindak pidana
(nasional maupun internasional).
(b) Hak untuk berperkara di Lembaga
Penyelesaian Sengketa Internasional
Ada beberapa lembaga penyelesaian
sengketa internasional dalam bentuk
pengadilan dan kuasi yudisial yang dapat
digunakan oleh NGOs untuk berperkara,
yaitu:
- The European Court of Justice (ECJ)
- The European Court of Human Rights
(EctHR)
- The Intern American Court and
Commision of Human Rights (IACtHR)
- The African Court and Commision on
Human and Peoples Rights (AfCtHPR)
- World Banks Inspections Panel;
- Mekanisme Investigasi melalui North
American Free Trade Agreement
(NAFTA) Side Agreement.
(c) Hak untuk Hukum Humaniter
Internasional
1. Hak NGOs untuk memberikan bantuan
pada saat terjadi konflik dimuat dalam
24 UN Security Council, Resolution 770, 13
Agustus 1992, htps://documents-dds-
Common Article 3 dari Konvensi Jenewa
1949, Pasal 9/9/9/10 Konvensi Jenewa
1949, Pasal 5 dan 81 Protokol Tambahan
I (1977) Konvensi Jenewa 1949, Pasal 18
Protokol Tambahan II (1977) Konvensi
Jenewa 1949 tentang perlindungan
korban konflik bersenjata yang tidak
bersifat internasional.
2. NGOs memiliki hak untuk mempunyai
akses terhadap orang yang perlu
dilindungi dalam konflik bersenjata. Hak
NGOs untuk mempunyai akses ini
didasari oleh kebebasan untuk bergerak
(freedom of movement) sehingga negara-
negara yang berkonflik harus
memastikan bahwa para NGOs dan
organisasi humaniter lainnya diberikan
hak/akses agar dapat melaksanakan
fungsinya untuk melindungi orang-orang
(protected persons).
Pasal 125 Konvensi Jenewa III 1949
dan Pasal 142 Konvensi Jenewa IV 1949
menyatakan bahwa memberikan jaminan
kepada organisasi religious, komintas
pembebasan/pertolongan atau organisasi
lainnya membantul mengunjungi para
tahanan perang atau protected persons.
Dewan keamanan PBB mengadopsi 2 (dua)
resolusi di tahun 1992, Resolution 770
(1992)24 terkait keadaan di Former
Yugoslavia. Pada kedua resolusi tersebut,
Dewan Keamanan PBB memberikan jaminan
segera, tanpa rintangan dan berkelanjutan
kepada organisasi humaniter (termasuk
NGOs) untuk dapat mempunyai akses ke
camp penampungan, penjara di wilayah
Former Yugoslavia.
3. NGOs memiliki hak untuk menyediakan
pertolongan kepada protected dalam
konflik bersenjata.
ny.un.org/doc/UNDOC/GEN/N92/379/66/IMG/N923
7966.pdf?OpenElement, Bagian pembukaan,.
48
Hassya Aulia Nissa : Personalitas NGos Dalam Pekembangan…………………………………….....38-51
Pada Common Articles 9/9/9/10
Konvensi Jenewa; Pasal 15,59 dan 61
Konvensi Jenewa IV; Pasal 60 dan 81
Protokol Tambahan I (1977) Konvensi
Jenewa 1949, diberikan hak tersebut kepada
organisasi humaniter yang imparsial.
Jika dilihat di dalam Pasal 8 ayat (2)
(b) (xxv) Statuta Roma 1998 menyebutkan
sengaja menghalangi bantuan pembebasan
atau pertolongan terhadap penduduk sipil
diklasifikasikan sebagai salah satu bentuk
kejahatan perang dalam konflik bersenjata
internasional.
4. NGOs memiliki hak untuk dihormati dan
dilindungi.
NGOs beserta anggotanya
diinterpretasikan sebagai non combatan
sehingga tidak boleh menyerang dan diserang
pada saat berada di wilayah konflik
bersenjata baik yang nasional maupun
internasional.
Pasal 8 ayat (2) Statuta Roma 1998
dan Pasal 4 Pengadilan Spesial Siere Leone
menyatakan bahwa jika ada pihak dengan
sengaja secara langsung menyerang personil
yang terlibat dalam misi bantuan
kemanusiaan sesuai dengan piagam PBB
adalah sebuah kejahatan perang. Kewajiban
untuk menghormatidan melindungi NGOs
juga dimuat dalam beberapa resolusi PBB.
Presiden dari Dewan Keamanan PBB pada
tahun 1997 mengenai keadaan di Angola
mengemukakan bahwa anggotanya berhak
untuk keamanan organisasi atau agen
humaniter/kemanusiaa atau menghukum
penyerangan terhadap mereka.25
f) Keistimewaan (Privileges) dan
Kekebalan (Immunities)
Para NGOs tidak mempunyai hak
akan keistimewaan dan kekebalan di dalam
25 UN Security Council, Statement by
President, UN Doc.S/PRST/1997/39, 23 Juli 1997,
https://undocs.org/S/PRST/1997/39, h.1,
hukum internasional. NGOs tidak
menjalankan fungsinya sebagai organ negara
tetapi lebih pada fungsi sebagai media atau
fasilitator antara masyarakat dan pemerintah.
Pada saat menjalankan fungsinya di bidang
humaniter/kemanusiaan maka NGOs dan
anggotanya berhak untuk dihormati dan
dilindungi oleh negara-negara yang terlibat
konflik namun bukan berarti mereka
memiliki keistimewaan dan kekebalan dari
yurisdiksi nasional suatu negara.
g) Substansi Norma Pengturan
Organisasi Non Pemerintah (Non
Governmental Organization) dalam
Hukum Internasional.
Tujuan diakuinya eksistensi NGOs di
dalam instrumen hukum internasional tidak
lain untuk mewujudkan kepastian hukum itu
sendiri. Setelah eksistensi NGOs didalam
hukum internasional diakui sebagai subjek
hukum internasional maka memberikan
keadilan, baik bagi NGOs sendiri (tidak
hanya dibebani kewajiban internasional saja
tetapi NGOs juga mempunyai hak
internasional) maupun masyarakat (dapat
menyauarakan aspirasi dan kepentingannya_.
Keberadaan NGOs juga memberikan
kemanfaatan kepada Pemerintah dan
masyarakat internasional. Para NGOs
menjunjung tinggi nilai HAM sehingga
mereka bfungsi sebagai media/fasilitator
antara pemerintah dan masyarakat
internasional sekaligus sebagai pengawas
Pemerintah dalam mengimplementasikan
HAM. Berdasarkan peran dan fungsi nyata
NGOs dalam hukum internasional maka
pengakuannya sebagai salah satu subjek
hukum internasioanl harus dituangkan dalam
sebuah instrumen hukum internasional agar
memberikan jaminankepastian hukum di
49
Jurnal Muhakkamah Vol. 5 No. 1 Juni 2020 P-ISSN : 2528-681X E-ISSN : 2598-8042
dalam hubungan internasional dengan
subjek-subjek hukum internasional lainnya.
Berdasarkan aliran hukum positif,
hukum adalah undang-undang. Jadi jika
dikaitkan dengan eksistensi NGOs di dalam
hukum internasional (seperti yang sudah
diuraikan pada bab-bab sebelumnya), maka
kedepannya (ius constituendum) harus
dibuatkan suatu pengturan yang mengakui
status NGOs sebagai salah satu subjek
hukum internasional dengan kapasitas
hukum terbatas, mengatur hak dan kewajiban
NGOs ternasuk pertanggungjawab NGOs
didalam hukum internasional.
Penyusunan Substansi norma
pengaturan NGOs dalam hukum
internasional bersumber pada teori orientasi
kebijakan dari MCDouglas yang
mensyaratkan konstruksi norma harus
disesuaikan dengan karakteristik objek
pengaturan. Dan Teori Legislasi Demokratis
dari Seidman yang mengemukakan bahwa
produk hukum yang baik mampu
mengakomodasi kepentingan para
stakehorders secara seimbang.
Seperti yang telah diuraikan pada
bagian sebelumnya, tujuan dibentuknya
pengaturan NGOs dalam hukum
internasional adalah mewujudkan kepastian
hukum: (1) pengakuan NGOs sebagai salah
satu subjek hukum internasional dengan
derajat personalitas hukum internasional
terbatas, (2) memaksimalkan peran dan
fungsinya dalam hukum internasional; serta
(3) mengurangi dampak negatif dari NGOs
itu sendiri. Dampak negatif NGOs yang telah
dikemukakan sebelumnya terkait dengan
kurangnya legitimasi (legitimacy),
transparansi (Transparency) dan
akuntabilitas (accountability), lembaga
independen sebagai pengawasl NGOs dan
lembaga penyelesaian sengketa internasional
khusus NGOs. Pengurangan dampak negatif
NGOs sudah sesuai dengan prinsip-prinsip
good governance yang diperlukan dalam
perancangan instruman hukum internasioanl
maupun dalam implementasi hubungan
antara NGOs dengan negara dan NGOs
dengan subjek hukum lainnya bukan negara.
F. Penutup
Berdasarkan paparan diatas, maka
dapat disimpulkan bahwa NGO memiliki
status legal standing instrumen law hard pada
hukum internasional dan lembaga kuasi
yudisial menegaskan bahwa negara negara
sebagai subjek hukum internasional utama
mengakui eksistensi NGOs sebagai salah satu
subjek hukum internasional dengan
personalitas hukum internasional yang
terbatas.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Anna Karin Lindblom, 2005, Non
Governmental Organisations in
International Law, Cambridge,
University Press, United Kingdom,
www.cambrige.org/9780521850889
Anna Meijknecht, 2001, Towards
International Personality; The
Positions of Minorities and
Indigenous Peoples in International
Law, Internesntia-Hart, Antwerpen-
Groningen Oxford.
Anton Vedder, 2007 Questioning the
legitimacy of non govermental
organization ini NGOs Involvement
in International Governce and Policy,
Sources of Legitimacy, Chapter 1,
Nijhoff Law Specials, Volume 72,
Martinus Nijhoff Publishers, The
Netherlans.
Claudie Barrat, 2014, Status of NGOs in
International Humanitarian Law,
50
Hassya Aulia Nissa : Personalitas NGos Dalam Pekembangan…………………………………….....38-51
Graduate Institute of International
and Development Studies, vol. 14,
Brill Nijhoff, The Netherlands
David M. Trubek et.al.,2006, Soft Law, Hard
Law and EUINtegration dalam
Grainne de Burca & Joanne Scott,
2006, Law and New Governance in
the EU and the US, Hart Publishing,
Oregon
Ian Brownwlie, 2008, Principles of Public
International Law, 7th ed., Oxford
University Press, Oxford.
Made Pasek Diantha, 2016, Metodologi
Penelitian Hukum Normatif dalam
Justifikasi Teori Hukum, Prenada
Media Group, Jakarta
Jean S. Pictet, 1952, Commentary Geneva
Convention for the Amelioration of
the Condition of the Wounded and
Sick in Armed Forces in the Field,
Geneva International Committee of
the Red Cross, Switzerland
Jeffrey L. Dunoff et.,al, 2006, Internastional
Law Norms, Actors, Process A
problem Oriented Approach, Aspen
Casebook Series, Second Edition,
Wolters Kluwer, New York
Malcolm Shaw, 2008, International Law,
Cambrige University Press,
Cambrige
Lili Rasjidi, 1981, Dasar-Dasar Filsafat
Hukum, Alumni, Bandung.
JURNAL
Gregory C. Shaffer & Mark A. Pollack, 2010,
Hard vs Soft Law: Alternatives,
Complements, and Antagonist in
Internasional Governance, Minesota
Law Review, Vol. 94
Kenneth W. Abbott et al, 2000, The Concept
of Legalization, International
Organization, Journal, Volume 54,
Issue 3, Summer 2000,
https://www.princeton.edu/amoraves
/library/concept.pdf.
Steve Charnovitz, 2006, Non Governmental
Organizations and International
Law, The America Journal of
International Law, vol. 100, No.2
(Apr.2006).
Bahan Hukum Lain
ICJ, 1949, Reparation for Injuries Suffered in
The Service of The United Nations,
April 11th 1949
ICTY, 1997, Prosecutor v. Dusko Tadic a/k/a
Dule, Judgment of 7 May 1997
UN Security Council, Resolution 770, 13
Agustus 1992, htps://documents-dds-
ny.un.org/doc/UNDOC/GEN/N92/37
9/66/IMG/N9237966.pdf?OpenElem
ent, Bagian pembukaan
UN Security Council, Statement by
President, UN Doc.S/PRST/1997/39,
23Juli1997,https://undocs.org/S/PRS
T/1997/39
Iriawan Hartanam 2016, Tips Profesional
Integritas dan Komitmen dalam
Bekerja,https://ot.id/tips
profesional/integritas-dan-komitmen-
dalam-bekerja.
51