sebagai pakan ternak ruminansia austina...

66
PENGGUNAAN STARTER DAN VARIASI LAMA WAKTU  DALAM FERMENTASI JERAMI PADI SECARA IN VITRO  SEBAGAI PAKAN TERNAK RUMINANSIA       AUSTINA LUTHFIYANTI                        PROGRAM STUDI BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2019 M / 1441 H

Upload: others

Post on 11-Feb-2020

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PENGGUNAAN STARTER DAN VARIASI LAMA WAKTU 

DALAM FERMENTASI JERAMI PADI SECARA IN VITRO 

SEBAGAI PAKAN TERNAK RUMINANSIA

 

 

    

AUSTINA LUTHFIYANTI      

                  

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2019 M / 1441 H

PENGGUNAAN STARTER DAN VARIASI LAMA WAKTU 

DALAM FERMENTASI JERAMI PADI SECARA IN VITRO 

SEBAGAI PAKAN TERNAK RUMINANSIA

 

 

      

SKRIPSI  

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains

Pada Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

      

AUSTINA LUTHFIYANTI

11150950000042  

                  

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2019 M / 1441 H        

ii

 

 

     

 

iii

 

 

 

  

iv

 

 

      

v

 

 

ABSTRAK   

Austina Luthfiyanti. Penggunaan Starter dan Variasi Lama Waktu dalam Fermentasi Jerami Padi secara In Vitro sebagai Pakan Ternak Ruminansia. Skripsi. Program Studi Biologi. Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2019. Dibimbing oleh Firsoni dan Etyn Yunita.

 Jerami padi berpotensi sebagai pengganti hijauan rumput untuk pakan ruminansia tetapi jerami padi memiliki kecernaan dan kandungan nutrisi yang rendah. Penggunaan starter dapat membantu mempercepat proses fermentasi jerami padi. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan starter mikrostar LA2 dan isi rumen serta mengetahui lama waktu terbaik untuk fermentasi jerami padi. Rancangan yang digunakan rancangan acak lengkap faktorial 2x3 dengan 4 pengulangan. Faktor pertama adalah penggunaan starter (mikrostar LA2 dan isi rumen) dan faktor kedua adalah lama fermentasi (11 hari, 16 hari, 21 hari). Parameter yang diamati analisis proksimat, produksi gas, in vitro true digestibility (IVTD). Hasil penelitian menunjukkan nilai bahan kering jerami padi dipengaruhi (p<0,05) oleh lama waktu fermentasi pada hari ke-21 81,47 %. Nilai bahan organik terdapat interaksi pada kedua perlakuan dimana penggunaan mikrostar LA2 dengan lama fermentasi 21 hari memiliki hasil yang nyata sebesar 64,10 %BK. Nilai lemak kasar, neutral detergent fiber, acid detergent fiber, produksi gas maksimum (a+b), laju degradasi gas (c), dan IVTD tidak dipengaruhi oleh kedua faktor perlakuan (p>0,05). Laju produksi gas dipengaruhi oleh penggunaan starter dimana mikrostar LA2 menghasilkan produksi gas lebih tinggi sampai inkubasi 48 jam sebesar 28,52 ml/200mgBK. Kesimpulan penelitian ini bahwa starter mikrostar LA2 dan isi rumen tidak menunjukkan hasil yang berbeda dalam fermentasi jerami padi dan lama waktu 11,16,21 hari tidak menunjukkan adanya waktu yang paling baik dalam fermentasi jerami padi .

 Kata kunci : Fermentasi, In Vitro, Jerami Padi, Kecernaan, Starter

                          

vi

 

 

ABSTRACT  

Austina Luthfiyanti. Utilization Starter and Variations Length of Time to Fermentation Rice Straw In Vitro as Ruminansia Animal Feeds. Undergraduete Thesis. Departement of Biology. Faculty of Science and Technology. State Islamic University Syarif Hidayatullah Jakarta. 2019. Advised by Firsoni and Etyn Yunita

 Rice straw has the potential to substitute forage grass for ruminant feed but rice straw has low digestibility and nutrient content. The use of a starter (inoculant) can help speed up the process of fermentation of rice straw. The study was conducted to compare a starter mikrostar LA2 and rumen contents and find out the best time to ferment rice straw.The study used a completely randomized factorial design of 2x3 with 4 repetitions. The first factors is the utilization of a starter (mikrostar LA2 and rumen contents) and the second factors is the variation fermentation time (11 days, 16 days, 21 days). The parameters observed were proximate analysis, gas production, in vitro true digestibility (IVTD). The results showed the value of dry matter was affected (p<0.05) by the length of time fermentation on 21 days 81.47%. The value of organic matter was an interaction in both treatments where the use of mikrostar LA2 with a fermentation time of 21 days had a significantly different result of 64.10% BK. The value of crude fat, neutral detergent fiber, acid detergent fiber, maximum gas production (a + b), gas degradation rate (c), and IVTD are not affected by both treatment factors (p> 0.05). The The rate of gas production is influenced by the use of a starter where mikrostar LA2 produces higher gas production up to 48 hours incubation of 28.52 ml / 200mgBK. It was concluded microstar LA2 and rumen contents did not show different results in fermentation of rice straw and the length of time 11,16,21 days did not show the best time for fermentation of rice straw.crude protein using mikrostar LA2 was higher than the rumen contents.

 Keywords: Digestibility, Fermentation, In Vitro, Rice Straw, Starter

 

                          

vii

 

 

KATA PENGANTAR   

Syukur Alhamdulilah, saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala

kelimpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis diberikan kemudahan

dalam menyusun skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana

sains pada Program Studi Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Skripsi berjudul “Penggunaan Starter

dan Variasi Lama Waktu dalam Fermentasi Jerami Padi secara In Vitro

sebagai Pakan Ternak Ruminansia”.

Penulis menyampaikan rasa terimakasih kepada semua pihak atas segala  

bimbingan dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis selama menyusun

skripsi ini. Ucapan terimakasih terutama ditujukan kepada :

1. Prof. Dr. Lily Surayya Eka Putri, M.Env.Stud selaku Dekan Fakultas Sains

dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Priyanti, M.Si selaku Ketua Program Studi Biologi Fakultas Sains dan

Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ir. Firsoni, M.P selaku pembimbing 1 yang telah membimbing saya dalam

menyusun skripsi.

4. Etyn Yunita, M.Si selaku pembimbing 2 yang telah membimbing saya

dalam menyusun skripsi.

5. Dr. Megga Ratnasari Pikoli, M.Si selaku penguji 1 seminar proposal dan

seminar hasil yang telah memberikan masukan dalam menyusun skripsi.

6. Dr. Fahma Wijayanti, M.Si selaku penguji 2 seminar proposal dan seminar

hasil yang telah memberikan masukan dalam menyusun skripsi.

7. Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi Badan Tenaga Nuklir Nasional (PAIR-

BATAN) Laboratorium Biologi, bidang nutrisi ternak dan lahan rumput

yang telah menyediakan tempat, alat, bahan, dan arahan dalam

pelaksanaan penelitian.

8. Teguh Wahyono, S.Pt, M.Si dan Shintia Nugrahini Wahyu Hardani, A.md

selaku peneliti muda yang telah membimbing kerja di Laboratorium.

9. Orang tua penulis yang telah memberikan dukungan dan motivasi dalam

melaksanakan perkuliahan jenjang S1.  

   

viii

 

 

10. Nurdia Ekani, Santika Indriyani, Nariswari Fidara selaku rekan kerja

dalam melaksanakan penelitian .

11. Teman-teman program studi Biologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Angkatan 2015 yang telah memberikan banyak dukungan moril kepada

penulis.

Demikianlah skripsi ini disusun, semoga dapat bermanfaat bagi para pembaca

untuk menambah ilmu pengetahuan dan wawasan.

 Jakarta, 21 Oktober 2019

     

Penulis                                               

ix

 

 

DAFTAR ISI   

Halaman  

LEMBAR PENGESAHAN ................................ Error! Bookmark not defined. PENGESAHAN UJIAN...................................... Error! Bookmark not defined. ABSTRAK ............................................................................................................ vi KATA PENGANTAR ....................................................................................... viii

DAFTAR ISI.................................................................................................... x DAFTAR TABEL ................................................................................................ xi DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................ 1 1.1. Latar Belakang.................................................................................. 1 1.2. Rumusan Masalah............................................................................. 3 1.4. Tujuan Penelitian .............................................................................. 3 1.5. Manfaat Penelitian ............................................................................ 3 1.6. Kerangka Berpikir ............................................................................ 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..................................................................... 5 2.1. Jerami Padi ....................................................................................... 5 2.2. Pakan Ternak Ruminansia ................................................................ 6 2.3. Fermentasi ........................................................................................ 7 2.4. Mikroba Starter................................................................................. 8 2.5. Metode In Vitro .............................................................................. 10 2.6. Metode Gas Test .................................................................................. 10

BAB III METODE PENELITIAN .................................................................... 12 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian .............................................................. 12 3.2. Alat dan Bahan .................................................................................... 12 3.3. Rancangan Penelitian ........................................................................... 12 3.4. Cara Kerja ............................................................................................ 13 3.5. Parameter Pengamatan ......................................................................... 20 3.6. Analisis Data ........................................................................................ 20

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................. 22 4.1. Analisis Nilai Proksimat Jerami Padi Fermentasi ................................ 22 4.2. Profil Fraksi Serat ................................................................................ 26 4.3. Evaluasi Bahan Pakan Secara In Vitro ................................................ 28

BAB V PENUTUP ............................................................................................... 35 5.1. Kesimpulan .......................................................................................... 35 5.2. Saran .................................................................................................... 35

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 36

LAMPIRAN ......................................................................................................... 41       

x

 

 

DAFTAR TABEL  

Halaman

Tabel 1. Komposisi nutrisi jerami padi (Sarwono & Arianto, 2003) ...................... 5 Tabel 2. Persyaratan mutu pakan konsentrat sapi potong (Badan Standardisasi

Nasional, 2009) ........................................................................................ 6 Tabel 3. Kebutuhan nutrisi untuk ternak ruminansia besar (National Research

Council, 2001) .......................................................................................... 7 Tabel 4. Formula komposisi jerami padi fermentasi ............................................ 13 Tabel 5. Nilai bahan kering jerami padi fermentasi ............................................. 22 Tabel 6. Nilai bahan organik jerami padi fermentasi ........................................... 23 Tabel 7. Nilai protein kasar jerami padi fermentasi ............................................. 24 Tabel 8. Nilai lemak kasar jerami padi fermentasi ............................................... 25 Tabel 9. Nilai neutral detergent fiber (NDF) jerami padi fermentasi .................. 26 Tabel 10. Nilai acid detergent fiber (ADF) jerami padi fermentasi ..................... 27 Tabel 11. Laju produksi gas 3, 6, 9, 12, 24 dan 48 jam ....................................... 31 Tabel 12. Karakteristik gas hasil fermentasi rumen secara in vitro ..................... 33 Tabel 13. Nilai IVTD jerami padi fermentasi secara in vitro ............................... 34

                                          

 xi

 

 

DAFTAR GAMBAR  

  

Halaman  

Gambar 1. Kerangka berpikir penelitian ................................................................. 4 Gambar 2. Nilai pH secara in vitro ...................................................................... 28 Gambar 3. Nilai amonia (NH3) ............................................................................ 29 Gambar 4. Grafik laju produksi gas selama 48 jam ............................................. 32

                                                           

xii

 

 

DAFTAR LAMPIRAN  

Halaman

Lampiran 1. Analisis Pengaruh Perlakuan Terhadap Bahan Kering (BK) ............................................................................................................................... 41 Lampiran 2. Pengaruh Perlakuan Terhadap Bahan Organik (BO) ............................................................................................................................... 42 Lampiran 3. Analisis Pengaruh Perlakuan Terhadap Lemak Kasar (LK) ............................................................................................................................... 43 Lampiran 4. Analisis Pengaruh Perlakuan Terhadap Fraksi Serat ............................................................................................................................... 44 Lampiran 5. Analisis Pengaruh Perlakuan Terhadap Produksi Gas Jam Ke-3 .. 45 Lampiran 6. AnalisisPengaruh Perlakuan Terhadap Produksi Gas Jam Ke-6 ... 46 Lampiran 7. Analisis Pengaruh Perlakuan Terhadap Produksi Gas Jam Ke-9 .. 47 Lampiran 8. Analisis Pengaruh Perlakuan Terhadap Produksi Gas Jam Ke-12 48 Lampiran 9. Analisis Pengaruh Perlakuan Terhadap Produksi Gas Jam Ke-24 49 Lampiran 10. Pengaruh Perlakuan Terhadap Gas Test Jam Ke-48 ............................................................................................................................... 50 Lampiran 11. Analisis pengaruh perlakuan terhadap Karakteristik Gas ............................................................................................................................... 51 Lampiran 12. Analisis Pengaruh Perlakuan Terhadap Nilai In Vitro True

Digestibility (IVTD) ........................................................................ 52                                           

 

  

 xiii

 

 

BAB I

PENDAHULUAN

 1.1. Latar Belakang

 

Jerami padi merupakan hasil samping pertanian yang berpotensi menjadi

bahan pakan alternatif pengganti hijauan rumput. Potensi jerami padi sebagai

bahan pakan karena keberadaanya yang mudah diperoleh dan tersedia sepanjang

tahun. Jerami padi masih belum banyak dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak

ruminansia hanya sekitar 31 %, sisanya 62 % dibakar dan 7 % dijadikan bahan

baku industri (Martawidjaja, 2003).

Kendala utama kurangnya pemanfaatan jerami padi sebagai bahan pakan

ternak karena jerami padi memiliki kandungan serat yang tinggi sehingga

menyebabkan daya cerna dan kandungan nutrisi rendah. Jerami padi memiliki

kandungan lignin sebesar 5-24 % (Marxen, Klotzbücher, Jahn, & Kaiser, 2015).

Tingginya kandungan lignin yang berikatan dengan selulosa dan hemiselulosa

pada jerami padi dapat menurunkan tingkat kecernaanya. Jerami padi juga

memiliki kandungan protein kasar yang rendah sekitar 2-5 % (Wanapat, Kang,

Hankla, & Phesatcha, 2013). Rendahnya daya cerna dan rendahnya nilai nutrisi

jerami padi menjadikan jerami padi sebagai pakan ternak ruminansia bermutu

rendah. Upaya untuk meningkatkan daya cerna dan nilai nutrisi pada jerami padi

salah satunya melalui fermentasi dengan bantuan penambahan starter.

Adanya penambahan sumber biakan mikroba tertentu atau biasa disebut

dengan starter dapat membantu berjalannya proses fermentasi. Penambahan starter

berfungsi untuk membantu mendegradasi kandungan serat dan mempercepat

proses fermentasi jerami padi. Hasil penelitian Prihartini, Soebarinoto, Chuzaemi,

& Winugroho (2006) penggunaan inokulum lignolitik dapat menurunkan kadar

serat kasar sampai 27,58%, penggunaan inokulum jamur Aspergillus terreus dapat

menurunkan selulosa sampai 38,36% (Jahromi et al., 2010), dan penggunaan EM-

4 dapat meningkatkan protein kasar jerami padi sampai 7,05% (Iqbal, Usman, &

Wajizah, 2016).

Penelitian ini menggunakan starter mikrostar LA2 dan isi rumen dalam

membantu memfermentasi jerami padi. Mikrostar LA2 merupakan starter yang

dihasilkan oleh peneliti dari Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN). Mikrostar  

 

1

2    

LA2 terbuat dari bahan campuran yang terdiri dari isi rumen dalam bentuk yang

sudah dikeringkan, ragi tape, dan susu skim. Menurut Andini & Firsoni (2012)

penggunaan mikrostar LA2 yang mengandung ragi tape dapat merengggangkan

dan memecah ikatan lignoselulosa pada jerami padi. Hasil penelitian Andini &

Firsoni (2012) fermentasi jerami sorgum menggunakan mikrostar LA2 dapat

meningkatkan nilai protein sampai 9,73%. Isi rumen sapi yang diperoleh dari

rumah potong hewan juga berpotensi digunakan sebagai starter dalam proses

fermentasi. Isi rumen sapi mengandung berbagai macam mikroba pendegradasi

pakan salah satunya mikroba lignolitik dan selulolitik (Sukaryani, 2018). Mikroba

lignolitik dan selulolitik mampu memecah ikatan kompleks lignoselulosa pada

bahan pakan sehingga lignin dan selulosa dapat terlepas dari ikatan lignoselulosa

(Sitorus, Achmadi, & Sutrisno, 2007). Hasil penelitian Sukaryani (2018)

menyatakan bahwa penambahan bakteri Rhizobium sp. dan bakteri isi rumen sapi

dapat menurunkan kadar lignin jerami padi sebesar 6,86% dari kadar lignin

14,14%.

Lama waktu fermentasi juga salah satu faktor penting yang harus

diperhatikan dalam proses fermentasi. Lama waktu fermentasi semakin lama

maka akan semakin banyak juga zat makanan yang dapat dirombak oleh

mikroorganisme. Kandungan serat sebagian besar dapat terdegradasi oleh adanya

enzim selulase setelah hari ke-10 fermentasi (Gupte, Gupte, & Patel, 2007). Hasil

penelitian Kasmiran (2011) bahwa terjadi penurunan serat kasar pada jerami padi

sampai 77,76% pada lama fermentasi 21 hari. Penelitian ini menggunakan variasi

lama waktu 11 hari, 16 hari, dan 21 hari dalam proses fermentasi jerami padi.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh penggunaan starter

mikrostar LA2 dan isi rumen pada lama waktu yang berbeda dalam fermentasi

jerami padi. Variabel jerami padi fermentasi yang diukur adalah analisis

proksimat (bahan kering, bahan organik, protein kasar, lemak kasar), kandungan

profil serat neutral detergent fiber (NDF) dan acid detergent fiber (ADF),

produksi gas, pH , amonia (NH3), dan in vitro true digestibility (IVTD).

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi manfaat penggunaan  

starter mikrostar LA2 dan isi rumen serta lama waktu fermentasi terbaik dalam

fermentasi jerami padi sebagai pakan ruminansia.

3  

    

1.2. Rumusan Masalah  

1) Apakah starter mikrostar LA2 lebih baik dibandingkan starter isi rumen

untuk fermentasi jerami padi?

2) Berapakah lama waktu terbaik untuk fermentasi jerami padi?  

  

1.3. Hipotesis  

1) Penggunaan starter mikrostar LA2 lebih baik dibandingkan starter isi

rumen untuk fermentasi jerami padi

2) Lama waktu 21 hari dapat menghasilkan fermentasi jerami padi lebih baik  

  

1.4. Tujuan Penelitian  

1) Membandingkan starter mikrostar LA2 dan isi rumen untuk fermentasi

jerami padi

2) Mengetahui lama waktu terbaik untuk fermentasi jerami padi  

  

1.5. Manfaat Penelitian  

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada peternak atau

petani tentang manfaat penggunaan starter antara mikrostar LA2 dan isi rumen

serta lama waktu terbaik untuk fermentasi jerami padi sebagai pakan ternak

ruminansia.

11 hari

16 hari

21 hari

   

1.6. Kerangka Berpikir

Adapun kerangka berpikir penelitian terlihat pada gambar dibawah ini

(Gambar 1) : Ketersediaan jerami padi

 

   

Alternatif pakan ternak ruminansia  

   

Rendahnya nilai cerna dan nilai nutrisi

    

Fermentasi   

Mikrostar LA2

  

Isi rumen

   

Penambahan starter

 

  

Lama waktu fermentasi

   

Meningkatkan kualitas jerami padi

    

Analisis kandungan nutrisi dan nilai cerna jerami padi

secara in vitro     

Gambar 1. Kerangka berpikir penelitian penggunaan beberapa starter dan variasi lama waktu fermentasi dalam meningkatkan kualitas jerami padi secara in vitro sebagai pakan ternak ruminansia

 

 

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

 2.1. Jerami Padi

 

Jerami padi merupakan tangkai dan batang tanaman padi yang telah kering,

setelah gabah dan tangkainya dipisahkan (Gambar 2). Jerami padi merupakan

limbah pertanian yang ketersediannya melimpah dan belum sepenuhnya

dimanfaatkan. Petani menggunakan jerami sebagai pakan ternak ruminansia di

sebagai pengganti hijauan pada musim kemarau. Jerami padi memiliki faktor

penghambat utama sebagai pakan ternak karena rendahnya nilai cerna dan nilai

nutrisi bahan yang dapat berpengaruh pada produktifitas daging dan susu pada

hewan ternak ruminansia. Kualitas nutrisi jerami padi dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi nutrisi jerami padi (Sarwono & Arianto, 2003)  

Zat-Zat Makanan Komposisi

Bahan Kering (%) 92,00

Protein Kasar (%) 5,31

Lemak Kasar (%) 3,32

Serat Kasar (%) 32,14

BETN (%) 36,68

NDF (%) 73,82

ADF (%) 51,53

Keterangan : BETN= Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen, NDF= Neutral Detergent  

Fiber, ADF= Acid Detergent Fiber  

Jerami padi didominasi oleh kandungan silika 10,7% (Marxen et al., 2015),

selulosa 32-47%, hemiselulosa 19-27%, lignin 5-24%, kadar abu 18,8%

(Tsunatu, Atiku, Samuel, Hamidu, & Dahutu, 2017). Jerami padi memiliki

kandungan lignoselulosa tinggi dan serat kasar yang tinggi sehingga koefisien

nilai cerna dan nilai nutrisi bahan tersebut terbilang rendah (Sujani, Piyasena,

Seresinhe, Pathirana, & Gajaweera, 2017). Jerami padi memiliki nilai kecernaan

yang rendah karena struktur jaringan penyangga tanaman tersebut sudah tua dan

sudah mengalami lignifikasi. Komposisi kimia limbah pertanian maupun limbah  

    

5

6    

kayu tergantung pada spesies tanaman, umur tanaman, kondisi lingkungan tempat

tumbuh dan langkah pemprosesan.

 2.2. Pakan Ternak Ruminansia

 

Pakan merupakan sumber energi dan materi bagi pertumbuhan dan

kehidupan makhluk hidup. Pakan mempunyai peranan sangat penting sebagai

sumber energi untuk pemeliharaan tubuh, pertumbuhan dan perkembangbiakan.

Pakan berkualitas adalah pakan yang kandungan protein, lemak, karbohidrat,

mineral dan vitaminnya seimbang. Jumlah kebutuhan nutrisi yang melebihi batas

aman didesain khusus untuk memenuhi variasi yang dibutuhkan pada tiap

individu (McDonald et al., 2011).

Pakan sangat penting diperlukan untuk pertumbuhan ternak karena

mengandung zat gizi yang dibutuhkan oleh karena itu pakan harus tersedia terus

menerus. Pakan umumnya diberikan pada ternak berupa hijauan dan makanan

penguat (konsentrat). Standar pakan menetapkan klasifikasi, persyaratan mutu,

dan pengujian pakan konsentrat untuk ternak ruminansia .

Tabel 2. Persyaratan mutu pakan konsentrat sapi potong (Badan Standardisasi

Nasional, 2009)  

 

Jenis pakan Kadar Air

(%) (maksimal)

 

Abu (%) (maksimal

Protein kasar (%) (minimal)

Lemak kasar (%)

(maksimal)

 

NDF (%) (maksimal)

Penggemukan 14 12 13 7 35 Induk 14 12 14 6 35 Pejantan 14 12 12 6 30 Keterangan : NDF = Neutral Detergent Fiber

Pakan dapat dikatakan berkualitas baik jika mampu memberikan seluruh

kebutuhan nutrisi secara tepat, baik jenis, jumlah, serta imbangan nutrisi tersebut

bagi ternak. Pakan yang berkualitas baik akan mempengaruhi proses metabolisme

yang terjadi di dalam tubuh ternak sehinggga produktivitas yang dihasilkan ternak

lebih baik. Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan menyesuaikan

ketersediaan pakan dan dapat dimanfaatkan secara efisien. Berikut ini merupakan

standar kebutuhan nutrisi (energi dan protein) untuk beberapa ternak ruminansia

(Tabel 3).

Tabel 3. Kebutuhan nutrisi untuk ternak ruminansia besar (National Research Council, 2001)

Sapi

Jenis ternak Kebutuhan

TDN (%)

Kebutuhan PK (%)

Pejantan 55 10 Dara (Umur 6-12 Bulan) 61-66 12 Masa Pengeringan 56 12 Laktasi (Produksi susu 7-10 kg/hari) 63-67 12-15

Keterangan : TDN = Total Digestive Nutrient , PK = Protein Kasar   

2.3. Fermentasi  

Fermentasi adalah proses pemecahan ikatan-ikatan kimia kompleks menjadi

sederhana yang melibatkan aktivitas mikroba (Deliani, 2008). Proses fermentasi

terjadi akibat kinerja dari berbagai macam mikroba pengurai seperti selulolitik,

lignolitik, lipolitik dan bahan-bahan yang bersifat fiksasi nitrogen non simbiotik.

Faktor-faktor yang mempengaruhi fermentasi diantaranya :

Kadar Air, sebagian besar aktivitas mikroba dipengaruhi oleh kadar air. Hal

ini sesuai dengan penjelasan di dalam Al-Qur’an :

لا◌ م◌ ا ء◌ ◌ ه

م◌

ى◌ ل ا◌ ج◌ ع◌ و◌

م◌ ا◌◌ ى◌ ق◌ ت◌ ف◌ ف ها◌ ق◌ ت ر◌ ا◌

و ا◌ ت◌ ك ض◌ ◌ ا

ر◌ ◌ ا ل ◌

و◌

◌ات و◌

ام◌

◌الس

ن◌

◌ أوا ◌ ز

ف◌ ك◌ ه◌

ذ◌ ي◌ لا ز◌

ل◌ م◌ ي◌◌ و◌ أ

◌ ؤ◌ م◌ و◌ ى ن◌ ل ◌ ي◌ ي◌ ◌ ف◌ أ ح◌

ء◌ ي◌

ل◌ ش◌ ك◌

 

“Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan

bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian kami pisahkan

antara keduanya. Dan dari air kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka

mengapakah mereka tiada juga beriman? “ (Q.S. Al-Anbiyaa : 30)

Ayat tersebut menyatakan bahwa setiap makhluk hidup berasal dari air atau

membutuhkan air sebagi sumber kehidupannya. Air adalah bahan pertama untuk

membentuk sel hidup, tanpa ada air tidak akan ada kehidupan.

Kondisi pH, mempengaruhi respon terhadap aktivitas metabolit. Nilai pH

merupakan salah satu faktor yang mendukung keberhasilan proses fermentasi

karena pertumbuhan mikroba berpengaruh pada nilai pH. Pertumbuhan bakteri

sebagian besar berkisar pada nilai pH 6,5 - 7,5 kecuali bakteri asam asetat.

Khamir hidup pada kisaran pH 4 – 5 dan dapat tumbuh pada kisaran pH 2,5 – 8,5,

8    

sedangkan pertumbuhan kapang pH optimum antara 5 – 7 dan dapat tumbuh pada

kisaran pH 3 – 8 (Maryam, 2008).

Konsentrasi Substrat dan Nutrien, proses fermentasi dapat terus berlangsung

dengan memanfaatkan nutrien sebagai sumber energi. Nutrien yang dibutuhkan

oleh semua mikroba untuk pertumbuhannya, yaitu sebagai sumber karbon,

nitrogen, energi, vitamin, dan mineral.

Lama Inkubasi, berpengaruh pada nutrien di dalam medium semakin

berkurang seiring bertambahnya lama fermentasi, dengan adanya jumlah sel yang

semakin bertambah dapat mengakibatkan kompetisi dan akhirnya akan memasuki

fase kematian (Kusumaningati, Nurhatika, & Muhibuddin, 2013).

Dosis Inokulum, dengan konsentrasi yang tepat, mempengaruhi aktivitas

enzim yang akan dihasilkan oleh mikroba.

Fermentasi merupakan metode yang cara pengolahan relatif murah dan

praktis. Fermentasi merupakan salah satu cara pengolahan pakan sebelum

diberikan pada ternak. Keunggulan antara lain dapat memberikan manfaat dan cita

rasa yang khas, menurunkan senyawa beracun serta meningkatkan nilai nutrisi.

 

2.4. Mikroba Starter  

Starter merupakan bahan tambahan yang digunakan pada tahap awal proses

fermentasi. Starter merupakan biakan mikroba tertentu yang ditumbuhkan di

dalam substrat atau medium untuk tujuan proses yang diinginkan (Kusumaningati

et al., 2013). Penggunaan strater kultur dalam proses fermentasi, menyebabkan

bakteri yang diinginkan menjadi dominan dan fermentasi dapat berjalan dengan

cepat. Penambahan starter dalam proses fermentasi dapat berupa starter tunggal,

starter campuran, ataupun starter yang berasal dari cairan fermentasi spontan

bahan pangan. Starter yang digunakan adalah Mikrostar LA2 dan isi rumen.

Mikrostar LA2 merupakan produk yang dibuat oleh peneliti bidang nutrisi

pakan ternak di BATAN. Mikrostar LA2 ini berisi komposisi berupa ragi tape, isi

rumen sapi yang sudah dikeringkan dan susu skim. Ragi tape mengandung

populasi campuran yang terdiri dari genus Aspergilius, Saccharomyces, Candida,

Hansenulla, dan bakteri Acetobacter (Oktaviana, Suherman, & Sulistyowati,

2015). Mikrostar LA2 juga mengandung isi rumen yang didalamnya terdapat

berbagai populasi mikroorganisme pendegradasi serat yang potensial

9    

menfermentasi karbohidrat komplek yaitu lignoselulosa, selulosa dan

hemiselulosa yang ada pada jerami (Andini & Firsoni, 2012). Susu skim

merupakan bagian dari susu yang tertinggal setelah lemak dipisahkan melalui

proses separasi. Susu skim ini mengandung laktosa yang merupakan karbohidrat

utama yang digunakan sebagai sumber energi bagi mikrooganisme starter untuk

perkembangan dan pertumbuhannya (Septiani, Kusrahayu, & Legowo, 2013).

Penggunaan kultur campuran ini dibuat untuk membantu fermentasi jerami

sebagai pakan ternak yang dapat membantu meningkatkan daya cerna dan nilai

nutrisinya. Keuntungan lain mikrostar LA2 ini bisa dibuat sendiri oleh peternak

dibandingkan yang komersial. Penggunaan biostarter mikrostar LA2 mampu

meningkatkan kadar protein pada jerami sorgum fermentasi sebesar 9,73%

dibandingkan dengan penggunaan biostarter komersial seperti biofad (Andini &

Firsoni, 2012).

Penggunaan isi rumen sapi juga sangat berpotensial dijadikan starter bagi

bahan pakan untuk fermentasi, karena isi rumen merupakan bahan yang melimpah

akan nutrisi dan mikroba. Isi rumen sendiri mengandung bakteri, protozoa, dan

fungi. Populasi bakteri rumen dapat mencapai 1010 - 1012 cfu/ml cairan rumen,

sedangkan populasi protozoa adalah 105– 106 cfu/ml cairan rumen (Sitorus et al.,

2007). Komposisi dan populasi mikroba pada rumen ruminansia tergantung dari

bahan pakan yang dikonsumsi dan interaksi mikroba didalamnya.

Bakteri dalam rumen dapat dibagimenjadi 7 (tujuh) kelompok utama, yaitu  

(1) kelompok pencerna selulosa, (2) kelompok pencerna hemiselulosa, (3)

kelompok pencerna pati, (4) kelompok pencerna gula, (5) kelompok pemakai

laktat, (6) kelompok pembentuk metan, dan (7) kelompok bakteri proteolitik

(Purbowati, Rianto, Dilaga, Lestari, & Adiwinarti, 2014). Bakteri selulolitik

merupakan salah satu mikroba dominan yang ditemukan di rumen sapi terutama

sapi-sapi yang pakannya mengandung serat kasar tinggi. Menurut (Hernawati,

Lamid, Hermadi, & Warsito, 2010), Jumlah bakteri selulolitik di dalam isi rumen

sapi lokal berkisar 8,1 x 104 sel/gram isi rumen. Bakteri selulolitik aerob yang

ditemukan pada cairan rumen sapi diperoleh beberapa spesies bakteri yaitu,

Nitrosomonas europae, Bacillus sphaericus, Cellulomonas cellulans, Cytophaga

10    

hutchinsoi, Acidothermus cellulyticus, Lactobacillus acidophilus, dan Cellvibrio

mixtus (Lamid, Nugroho, Chusniati, & Rochiman, 2011).

 2.5. Metode In Vitro

 

Metode in vitro merupakan proses pengukuran fermentabilitas dan

kecernaan pakan. Prinsip metode in vitro dilakukan dengan kondisi dan

lingkungan dibuat seperti di dalam rumen hewan ternak ruminansia. Kondisi yang

dapat dimodifikasi dalam hal ini antara lain penggunaan larutan penyangga dan

media nutrisi, bejana fermentasi, pengadukan dan fase gas, suhu fermentasi, pH

optimum, sumber inokulum, kondisi anaerob, periode waktu fermentasi serta

akhir proses fermentasi (Citra, 2012). Metode in vitro sering digunakan karena

memberikan hasil yang cepat, murah, penggunaan jumlah pakan yang relatif lebih

sedikit, dan hasil yang didapat hampir mirip dengan teknik in vivo. Sampai saat

ini metode in vitro masih dianggap teliti dan dapat dipercaya pada berbagai

kondisi serta berkorelasi antara in vitro dengan in vivo.

Menurut Makkar (2002) ada 3 teknik utama pengukuran kecernaan dan

pengukuran fermentabilitas secara in vitro, yaitu kecernaan dengan menggunakan

mikroorganisme rumen atau menggunakan mertode gas tes oleh, inkubasi in situ

dengan menggunakan kantong nilon di dalam rumen dan cell-free fungal. Alat

yang lebih efisiensi untuk mengukur kecernaan bahan pakan, yaitu menggunakan

peralatan DaisyII Incubator, alat tersebut memungkinkan inkubasi secara simultan  

dari bahan baku yang berbeda dalam kantong poliester tertutup dalam wadah

inkubasi yang sama. Metode ini menetapkan bahan yang hilang dari kantong

selama inkubasi dianggap dapat dicerna, dimana pengukuran nilai kecernaan

bahan kering menggunakan referensi Tilley dan Terry (Mabjeesh, Cohen, &

Arieli, 2010).

 2.6. Metode Gas Test

 

Metode in vitro lainya untuk mengukur produksi gas dan laju fermentasi

pakan dalam rumen adalah gas test. Menurut Firsoni & Lisanti (2017) produksi

gas menggambarkan jumlah bahan organik yang dapat dicerna oleh mikroba

rumen. Produksi gas yang dihasilkan menunjukkan terjadinya proses fermentasi

pakan oleh mikroba rumen, yaitu terjadinya hidrolisis karbohidrat menjadi

11    

monosakarida dan disakarida yang kemudian difermentasi menjadi asam lemak

terbang (VFA), terutama asam asetat, propionat dan butirat serta gas metan (CH4)

dan CO2 (McDonald et al., 2011). Teknik pengukuran produksi gas Hohenheim

mengukur laju produksi CO2 dan CH4 yang dihasilkan selama inkubasi bahan

pakan dalam cairan rumen. Bahan pakan menunjukkan laju dan jumlah produksi

gas yang berbeda selama waktu inkubasi sesuai dengan kecernaan masingmasing

bahan.

Kelebihan metode ini selain dapat menghitung kecernaan bahan, juga dapat

digunakan untuk menentukan besarnya energi yang termetabolis (EM) serta dapat

pula untuk menghitung produksi asam lemak terbang (volatile) atau VFA yang

merupakan asam lemak penentu produksi dan kualitas susu dan daging (Citra,

2012). Kelebihan lain dari metode ini adalah dapat mengetahui aktivitas zat anti-

nutrien yang dapat menghambat proses pencernaan zat makanan. Metode ini dapat

digunakan sebagai pedoman dalam formulasi pakan ternak sehingga lebih efisien,

yang artinya meningkatkan produktivitas ternak. Selain itu, uji ini dapat

digunakan untuk mengatur produksi gas metan (CH4) dalam rumen.

 

 

BAB III

METODE PENELITIAN

 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

 

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kelompok Produksi Ternak

Bidang Pertanian Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi, Badan Tenaga Nuklir

Nasional (PAIR-BATAN), Jalan Lebak Bulus Raya No.49, Jakarta Selatan yang

dilakukan pada bulan Maret – September 2019.

 3.2. Alat dan Bahan

 

Alat-alat yang digunakan dalam penlitian ini adalah plastik sampel, nampan,

gunting, termos, wadah plastik, kapas, kain, alumunium foil, kertas saring

whatman, spatula, penjepit, batang pengaduk, desikator, kertas sampel ankom,

cawan petri, cawan porselen, tabung sentrifuse, mikropipet, tip, erlenmeyer, gelas

piala, mortar, alu, buret, statif, magnetic stirrer, timbangan pakan (Henherr),

timbangan analitik (Fujitsu), hot plate (Ika®rh Basic), oven 105°C (Fisher), tanur  

listrik (Pyrolabo), pH meter (Hanna Instrument) , cawan conway, Protein

Analyzer (Opsis Liquid Line), Analytic Titroline 5000, DaisyII Incubator (Ankom),

Fiber Analyzer (Ankom200), mesin penggiling 1 mesh (Fritsch), dan Soxhlet

(Labconco).

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah, sampel jerami padi dari

BATAN, urea, molases, dedak, Mikrostar LA, isi rumen dan cairan rumen sapi

dengan pakan yang diberikan sebagian besar berupa hijauan diambil dari rumah

pemotongan hewan di Jombang Ciputat, akuades, larutan kloroform dan metanol

2:1, selenium, larutan aseton, vaseline, bubuk ADS, sodium sulfat, glukose, alfa

amylase, bubuk NDS, larutan McDougall (larutan makromineral, mikromineral,

buffer, resazurin), HCl 05 N, HCl 0,01 N, HCl 0,2 N, NaOH 40 %, K2CO3

indikator pp (phenolptalein), H3BO3, K2SO4, CuSO4, H3BO3, NaOH, H2SO4.

 3.3. Rancangan Penelitian

 

Metode pada penelitian ini merupakan metode eksperimental dengan

menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial 2x3. Faktor pertama,

yaitu penggunaan jenis starter (mikrostar LA2 dan isi rumen). Faktor kedua, yaitu

variasi lama waktu fermentasi (11,16,21 hari) dengan 4 pengulangan.

 

12

13 

i d k l k Ai

   

3.4. Cara Kerja  

3.4.1. Persiapan Sampel Jerami Padi  

Jerami padi yang sudah disediakan dari BATAN. Jerami padi segar

dikeringkan terlebih dahulu di bawah sinar matahari dari pukul 10.00 – 13.00

selama ±7 hari sampai jerami padi benar-benar kering. Setelah itu jerami padi

dimasukkan ke dalam karung dan disimpan di dalam ruangan panas dengan suhu

55°C sampai jerami padi digunakan.

Pembuatan sampel jerami padi fermentasi dilakukan dengan menambahkan

bahan tambahan yang sesuai dengan komposisi yang sudah dimodifikasi dari

penelitian (Firsoni & Lisanti, 2017) (Tabel 1). Sebanyak 400 g jerami padi dan

bahan tambahan lainya dimasukkan ke dalam plastik ukuran (40 x 60 cm) dibuat

dalam 4 kali ulangan. Plastik yang berisi sampel ditekan sampai udara didalamnya

tidak tersisa dan diikat dengan menggunakan karet. Lalu sampel dimasukkan

kembali ke dalam plastik dan diikat dengan rapat untuk mendapatkan kondisi

anaerob. Setelah itu sampel jerami padi fermentasi disimpan dalam ruangan gelap

pada suhu kamar dengan lama waktu fermentasi sesuai perlakuan.

Tabel 4. Formula komposisi jerami padi fermentasi    

Perlakuan

    

(g)

    

(%)

    

(%)

    

(%)

    

LA2 (%)

 

Isi

Rumen

(%)

    

(ml)

A 400 0,50 0,15 0,40 0,75 0 50

B 400 0,50 0,15 0,40 0 0,75 50

Keterangan : A = komposisi jerami padi fermentasi dengan mikrostar LA2, B = komposisi jerami padi fermentasi dengan isi rumen.

Sampel jerami padi fermentasi yang sudah dipanen diambil sebanyak ±70

g sesuai lama waktu fermentasi untuk dilakukan pengujian bahan kering (bk) dan

bahan organik (bo). Sisa sampel jerami fermentasi yang sudah dipanen diangin-

anginkan dan dimasukkan ke dalam kantong terbuat dari koran yang sebelumnya

sudah ditimbang. Sisa sampel jerami padi lalu dikeringkan di oven dengan suhu

55°C selama 4-5 hari. Setelah itu sampel digiling dengan mesin penggiling

Fritsch ukuran 1 mesh dan dimasukkan ke dalam plastik. Sampel yang sudah

digiling juga dilakukan pengujian analisis proksimat (bahan kering, bahan

14    

organik, lemak kasar, protein kasar NDF, ADF), laju produksi gas test, analisis in

vitro true digestibility dengan Daisy Incubator (IVTD).

 3.4.2. Analisis Proksimat

 

3.4.2.1. Pengukuran Bahan Kering (BK) dan Bahan Organik (BO) (AOAC, 2012) Pengukuran BKBO disiapkan terlebih dahulu cawan porselen yang sudah

 

dipanaskan di dalam oven 105oC selama 1 hari, setelah itu dimasukkan ke dalam

desikator selama 30 menit dan ditimbang (a). Sampel jerami padi sebelum

fermentasi dan sampel jerami padi fermentasi yang sudah dipanen, ditimbang

dengan timbangan analitik sebanyak 2 g ke dalam cawan porselen dengan 4 kali

pengulangan (b). Cawan porselen yang telah berisi sampel dikeringkan dioven

105oC selama 1 hari, lalu dimasukkan ke dalam desikator selama 30 menit dan

ditimbang kembali beratnya (c). Sampel yang telah ditimbang, dimasukkan ke

dalam tanur 600oC selama 6 jam, lalu dimasukkan ke dalam desikator selama 30

menit dan ditimbang beratnya (d). Selanjutnya dilakukan perhitungan untuk

mengetahui % bahan kering (BK), bahan organik (BO), dan abu.

 

 

       

Keterangan :  

a: berat cawan kosong (g)  

b: berat cawan yang diisi sampel (g)

c: berat cawan setelah dari oven (g)

d: berat cawan setelah dari tanur (g)

 

3.4.2.2. Pengukuran Protein Kasar (AOAC, 2012)  

Metode Kjeldhal digunakan untuk mengukur kadar protein kasar pada

sampel. Sampel jerami padi dimasukkan ke dalam tabung reaksi sebanyak 1 g,

ditambahkan 1 g selenium mix dan 5 ml H2SO4 pekat. Sampel didestruksi selama

2 jam hingga larutan berubah menjadi jernih. Tabung reaksi dipasang pada  

rangkaian alat Protein Analyzer Opsis Line. Selanjutnya alat tersebut secara

15    

otomatis akan mengambil 40 ml NaOH 40%, 30 ml H3BO3 dan akuades 70 ml.

Hasil destilasi ditampung dalam erlenmeyer yang yang sebelumnya telah diisi

dengan 2 tetes metyl red, proses destilasi selama 5 menit dengan hasil destilasi

berwarna ungu. Destilat yang berwarna ungu kemudian dititrasi dengan HCl 0,2 N

pada alat Analytic Titroline 5000, hingga terbentuk warna merah muda yang tidak

hilang selama 30 detik. Kadar protein dihitung menggunakan rumus. Kadar

protein dihitung dengan rumus :

      

 

3.4.2.3. Analisis Lemak Kasar (AOAC, 2012)  

Metode pengukuran lemak kasar diawali dengan menimbang kantong filter

yang sudah diberi label dengan pensil (W0). lalu ditambahkan sampel jerami padi

yang sudah digiling seberat 0,40 - 0,45 g ke dalam kantong filter (W1). Kertas

saring yang telah diisi sampel direkatkan menggunakan alat perekat dan

dipanaskan ke dalam oven 105oC selama 1 hari. Setelah sampel dioven

dimasukkan ke dalam desikator plastik ankom selama 30-45 menit, lalu ditimbang

kembali (W2). Sampel lalu dimasukkan ke dalam Soxhlet yang telah yang telah

dihubungkan dengan labu didih yang diisi dengan pelarut Chloroform ditambah

Etanol 2:1. Kemudian soxhlet dihibungkan dengan kondensor dan dialirkan air ke

dalamnya. Pemanas dinyalakan selama 8 jam. Setelah 8 jam pemanas dimatikan

dan aliran air ditutup. Sampel dalam soxhlet diambil dan diletakkan di cawan

kawat untuk dipanaskan di dalam oven 105oC selama 1 hari. Lalu diukur berat

sampel tersebut (W3).

    

Keterangan :  

W0 : berat kantong filter (g)

W1 : berat sampel (g)

W2 : berat sampel setelah dioven 105oC (g)  

W3 : berat sampel setelah didestruksi (g)

16    

3.4.3. Profil Fraksi Serat  

3.4.3.1. Pengukuran NDF (Neutral Detergent Fiber) (Soest, Robertson, & Lewis, 1991)

Pengukuran Neutral Detergent Fiber (NDF) dilakukan dengan membuat  

larutan Neutral Detergent Solution (NDS) terlebih dahulu. Bahan-bahan seperti

NDS konsentrat 119,96 g, sodium sulfite 40 g, glycol 20 ml, H2O 2000 ml, dan

enzim alfa amylase 8 ml. Pembuatan Reagent NDS dibuat dengan menambahkan

NDS konsentrat 119,96 g, sodium sulfite 40 g, glycol 20 ml, H2O 2000 ml ke

dalam gelas beker, sedangkan enzim alfa amylase 4 ml sebagai larutan pembilas

ditambahkan dengan H2O 2000 ml. Siapkan larutan pembilas dalam 3 erlenmeyer.

Erlenmeyer ketiga tanpa penambahan enzim alfa amylase.

Langkah kedua yaitu, kantong saring yang telah disiapkan diberi label

menggunakan spidol permanen kemudian ditimbang menggunakan timbangan

analitik lalu di catat berat nya (W1). Kantong saring yang telah ditimbang diisi

sampel sebanyak 0,4 g – 0,45 g, lalu ditimbang dan dicatat berat nya (W2).

Sisakan 1 kantong saring kosong sebagai blanko (C1). Kemudian dimasukkan ke

dalam inkubator dan diisi dengan larutan NDS. Setelah itu diberi pemberat lalu

ditutup dan dikunci. Kemudian mesin dijalankan dengan menekan tombol power,

heat, dan agitate. Mesin dibiarkan bekerja selama 75 menit. Setelah selesai,

ditekan kembali tombol agitate dan heat.

Kemudian dibuka katup disamping kiri untuk membuang air dalam

inkubator Fiber AnalyzerAnkom200. Kemudian katup ditutup kembali jika air

dalam inkubator sudah habis, lalu dilakukan pembilasan sebanyak 3 kali

menggunakan akuades 2000 ml dengan suhu 80oC. Pembilasan pertama dan

kedua, ditambahkan enzim alfa amylase masing-masing 4 ml. Proses pembilasan

dilakukan selama 10 menit. Kantong saring dikeluarkan dari inkubator dan baki

kemudian direndam kembali di dalam aseton selama 5 menit dan dikeringkan di

atas baki. Kantong saring yang telah kering dipanaskan didalam oven selama 2

jam. Setelah itu disimpan dalam desikator selama 45 menit. Kemudian ditimbang

dan dicatat berat nya (W3). Hasil yang didapatkan dihitung menggunakan rumus:

17

 

 

 

Keterangan :  

W1 : berat kertas saring (g)

W2 : berat sampel (g)

W3 : berat kering serat setelah ekstraksi (g)

C1: berat kantong blanko koreksi (g)

 3.4.3.2. Pengukuran ADF (Acid Detergent Fiber) (Soest et al., 1991)

 

Proses pengukuran Acid Detergent Fiber (ADF) sama seperti NDF.

Dilakukan pembuatan larutan Acid Detergent Solution (ADS) terlebih dahulu.

Bahan-bahan yang telah disiapkan seperti ADS powder 40 g, H2SO4 55,6 ml, H2O

1945 ml dimasukkan ke dalam gelas beker. Larutan pembilas dibuat sebanyak 3

kali dengan H2O 2000 ml dengan suhu 80oC. Proses pengukuran ADF

menggunakan sampel dari NDF. Sampel yang telah selesai diukur langsung

dimasukkan kedalam baki ANKOM dan dimasukkan kedalam inkubator Fiber

AnalyzerAnkom200 dengan katup air tertutup dan diletakkan pemberat diatas baki

pertama. Kemudian larutan Acid Detergent Solution (ADS) dimasukkan dan

inkubator ditutup. Mesin dinyalakan dengan menekan tombol power, heat,

kemudian agitate. Mesin dibiarkan bekerja selama 60 menit.

Setelah selesai, tombol heat dan agitate ditekan kembali dan katup air

dibuka. Katup ditutup kembali jika air dalam inkubator telah habis. Kemudian

inkubator diisi kembali menggunakan akuades sebanyak 2000 ml dengan suhu

80oC untuk membilas. Mesin dinyalakan kembali dan ditunggu selama 10 menit.

Proses pembilasan dilakukan sebanyak 3 kali lalu sampel untuk menghilangkan

kandungan detergen pada sampel. Sampel direndam dalam aseton selama 5 menit

dan dikeringkan diatas baki. Setelah itu dipanaskan dalam oven 100oC selama 2

jam dan dimasukkan ke dalam desikator selama 45 menit. Setelah itu sampel

dapat diukur berat nya menggunakan neraca analitik (W3) dan dihitung

menggunakan rumus:

18

 

 

 

Keterangan :  

W1 : berat kantong saring (g)

W2 : berat sampel (g)

W3 : berat kering serat setelah ekstraksi (g)

C1 : berat Kantong Blanko koreksi (g)

 3.4.4. Prosedur Uji In Vitro

 

3.4.4.1. Persiapan Sampel Rumen  

Pengambilan sampel rumen sapi yang diberi pakan rumput dari rumah

pemotongan hewan di Ciputat Jombang, Tangerang Selatan. Rumen sapi lalu

dimasukkan ke dalam termos yang sebelumnya diisi air panas dengan suhu 39°C.

Isi rumen sapi yang sudah diperas dengan menggunakan kain kasa disiapkan

untuk uji in vitro analisis gas test dan DaisyII Incubator. Sampel rumen yang

sudah disaring lalu diukur nilai pH dan NH3.

 3.4.4.2. Analisis Gas Test (Menke et al., 1979)

 

Sampel jerami padi yang sudah digiling ditimbang sebanyak 200 mg dan

dimasukkan ke dalam syringe glass ukuran 100 ml model Hohenheim.

Selanjutnya cairan rumen yang sudah diperas dimasukkan ke dalam erlenmeyer

yang berisi media reagent dan diisi gas CO₂. Larutan yang sudah siap diambil sebanyak 30 ml melalui selang dan diinjeksikan dengan dispenser yang sudah

 

diatur volumenya. Setelah itu syringe diinkubasi di dalam waterbath dengan suhu

37 – 39°C selama 48 jam. Variabel yang diukur adalah produksi gas pada lama

waktu inkubasi 0, 3, 6, 9, 12, 24, 48 jam, potensi produksi gas (a+b) dan laju

degradasi gas (c). Setelah itu dilakukan pengukuran pH dan NH3 setelah 48 jam.

 

 Keterangan :

PGt = produki gas waktu t jam (ml)  

PGo = produki gas waktu 0 jam (ml)  

Kinetika gas juga diukur menggunakan model eksponensial Orskov dan

McDonald p = a+b (1-e-ct). Konstanta a dan b berturut turut adalah fraksi mudah

19    

larut dan fraksi tidak larut tetapi dapat terdegradasi. Konstanta c adalah laju

kelarutan fraksi secara konstan per t satuan waktu. Kalkulasi fraksi a, b dan c

menggunakan perangkat lunak fitcurve Neway®.

 3.4.4.3. Pengukuran pH (AOAC, 2012)

 

Sampel campuran rumen dan pakan produksi gas sebanyak 30 ml

dipindahkan ke erlenmeyer 100 ml untuk dilakukan pengukuran pH menggunakan

pH meter (Hanna Instrument).

 3.4.4.4. Pengukuran Konsentrasi Amonia (NH3) (Conway, 1950)

 

Sampel campuran rumen dan pakan produksi gas dari pengukuran pH

diambil 1 ml kemudian ditempatkan di salah satu ujung alur cawan Conway,

ujung satunya dimasukkan 1 ml larutan K2CO3 jenuh ditempatkan (tidak boleh

tercampur), bagian tengah diisi larutan asam borat (H3BO3) berindikator metil

merah dan brom sebanyak 1 ml. Cawan Conway yang sudah diolesi vaselin

ditutup rapat hingga kedap udara, larutan K2CO3 dicampur dengan sampel hingga

merata dengan cara menggoyang-goyangkan dan memiringkan cawan tersebut.

Setelah itu dibiarkan selama 2 jam dalam suhu kamar. Setelah 2 jam pada suhu

kamar tutup cawan dibuka, asam borat berindikator dititrasi dengan HCL

0,014125 N sampai terjadi perubahan warna dari biru menjadi merah. Perhitungan

Kadar N-NH3 dihitung dengan rumus:

3.4.4.5. Pengukuran Kecernaan In Vitro dengan DaisyII Incubator (Kilic &

 

Gulecyuz, 2017)

Prosedur studi kecernaan in vitro menggunakan DaisyII IncubatorAnkom

yang dioperasikan sesuai yang disarankan oleh Ankom. Kantong filter direndam

dalam larutan aseton selama 3-5 menit. Kemudian kantong dikeringkan dan

ditimbang berat nya (W1). Sampel pakan dimasukkan kedalam kantong yang

telah ditimbang seberat 0,4 g – 0,45 g (W2) dan ditutup menggunakan mesin

perekat. Satu kantong filter tidak diisi dengan sampel dijadikan sebagai blanko

(C1). Metode ini menggunakan beberapa larutan buffer (buffer A dan buffer B)

yang telah dibuat sebelum inkubasi dengan suhu 39oC dan pH 6,8. Larutan buffer

20    

B sebanyak 266 ml dicampur dengan larutan buffer A sebanyak 1330 (rasio 1:5)

di dalam toples silinder. Tabung silinder akan diinkubasi dalam mesin DaisyII

Incubator Ankom dengan berisi campuran larutan buffer A dan B, larutan

inokulum (rumen) sebanyak 400 ml, 25 kantong sampel. Sebelum dimasukkan

inokulum dan sampel, tabung silinder diinkubasi agar suhu nya tetap terjaga.

Cairan rumen yang sudah disiapkan lalu dicampur dengan larutan buffer dalam

tabung silinder. Kantong filter berisi sampel dimasukkan kedalam tabung inkubasi

kemudian di beri CO2 dan tabung silinder ditutup dengan rapat. Tabung silinder

yang telah diisi inokulum dan sampel dimasukkan kembali dalam inkubator untuk

dilakukan uji kecernaan selama 48 jam. Setelah diinkubasi selama 48 jam,

kantong filter dikeluarkan dari tabung silinder dan dicuci dengan air mengalir lalu

dikeringkan. Kantong filter yang telah kering dimasukkan ke dalam mesin Fiber

Analyzer Ankom200 untuk diukur kandungan NDF setelah diinkubasi 48 jam (W3).

Kemudian dihitung menggunakan rumus:

Keterangan :

 

W1 : berat kantong filter (g)

W2 : berat sampel (g)

W3 : berat akhir setelah in vitro dan NDF (g)

C1 : blanko (g)

 3.5. Parameter Pengamatan

 

Parameter pengamatan terdiri dari nilai proksimat bahan kering (BK), bahan

organik (BO), lemak kasar (LK), protein kasar (PK), fraksi serat neutral detergent

fiber (NDF) dan acid detergent fiber (ADF), laju produksi gas test, pH, NH3,

kecernaan in vitro true digestibility (IVTD).

 3.6. Analisis Data

 

Hasil data dianalisis secara deskripstif dan statistik. Parameter protein kasar,

pH, dan Amonia (NH3) dianalisis secara deskriptif. Analisis statistik dilakukan

pada parameter nilai proksimat seperti Bahan Kering (BK), Bahan Organik (BO),

21    

Lemak Kasar (LK), fraksi serat Neutral Detergent Fiber (NDF), acid Detergent

Fiber (ADF), In Vitro True Digestibility (IVTD), laju produksi gas test.

Data dianalisis secara statistik menggunakan sidik ragam Two Way Anova

menggunakan program Microsoft Excel dan jika hasilnya berbeda nyata (p<0,05)

maka akan diuji lanjut dengan uji LSD.

 

 

BAB IV  

HASIL DAN PEMBAHASAN   

4.1. Analisis Nilai Proksimat Jerami Padi Fermentasi  

Indikator kualitas jerami padi fermentasi sebagai pakan ternak dapat dilihat

dari analisis proksimatnya. Analisis proksimat adalah metode analisis kimia untuk

mengidentifikasi kandungan zat makanan dari suatu bahan pakan. Salah satunya

adalah nilai bahan kering (bk), bahan organik (bo), protein kasar (pk) dan lemak

kasar (lk).

 4.1.1. Bahan Kering (BK)

 

Hasil analisis keragaman (Lampiran 1) menunjukkan bahwa perlakuan

penggunaan starter dengan lama fermentasi tidak terdapat interaksi dalam

mempengaruhi nilai bahan kering. Penggunaan starter tidak berpengaruh nyata

(p>0,05) terhadap nilai bahan kering tetapi lama fermentasi berpengaruh sangat

nyata (p<0,05) terhadap nilai bahan kering (Tabel 5).

Tabel 5. Nilai bahan kering jerami padi fermentasi  

Jenis Lama Fermentasi (Hari) Parameter Rataan

Starter 11 16 21  

 

BK (%)

 

MS 82,61±0,45 82,32±0,15 81,58±0,41 82,17±0,56  

IR 83,38±1,34 83,36±0,66 81,35±0,62 82,70±1,30

Rataan 83,00±1,01b 82,84±0,71b 81,47±0,50a

Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (p<0,05). BK = Bahan Kering, MS = Mikrostar LA2, IR = Isi Rumen

 

Hasil uji lanjut menunjukkan bahwa rataan nilai bahan kering pada

perlakuan lama fermentasi selama 21 hari berbeda nyata lebih rendah

dibandingkan dengan jerami padi yang difermentasi 11 hari dan 16 hari (Tabel 5).

Indikasi rendahnya bahan kering jerami padi pada lama fermentasi 21 hari

dikarenakan semakin lama fermentasi maka kandungan nutrien akan banyak

didegradasi oleh mikroorganisme. Degradasi bahan kering pada jerami padi

dikarenakan adanya aktivitas mikroorganisme pada starter. Salah satu

mikroorganisme yang terdapat pada starter adalah mikroorganisme lignolitik.

Mikroorganisme lignolitik mampu memecah ikatan lignoselulosa sehingga

 

22

23    

selulosa ataupun hemiselulosa terlepas dan dapat dimanfaatkan mikroba untuk

dikonversi menjadi gula sederhana (Hanum & Usman, 2011). Menurut Allaily,

Ramli, Ridwan (2011) nilai bahan kering yang tinggi dapat menghambat fase

fermentasi karena terbatasnya karbohidrat yang dapat terlarut sebagai sumber

energi bagi mikroorganisme.

Penurunan bahan kering jerami padi juga dapat dipengaruhi oleh

peningkatan kadar air selama fermentasi yang dihasilkan mikroorganisme pada

starter. Peningkatan kadar air selama proses fermentasi menunjukkan adanya

aktivitas mikroorganisme dalam memanfaatkan substrat sebagai sumber energi

untuk tumbuh dan berkembang (Amin, Hasan, Yanuarianto, & Iqbal, 2015).

Semakin banyak air yang dihasilkan selama proses fermentasi, maka kandungan

bahan kering akan menurun.

 4.1.2. Bahan Organik (BO)

 

Hasil analisis keragaman (Lampiran 2) menunjukkan bahwa perlakuan

penggunaan starter dengan lama fermentasi terdapat interaksi dalam

mempengaruhi nilai bahan organik (p<0,05). Interaksi yang terjadi ini

menunjukkan bahwa perlakuan penggunaan starter mikrostar LA2 dan isi rumen

serta lama waktu fermentasi mampu memberikan pengaruh yang nyata dalam nilai

bahan organik jerami padi (Tabel 6).

Tabel 6. Nilai bahan organik jerami padi fermentasi  

Jenis  

Lama Fermentasi (Hari) Parameter Rataan

Starter 11 16 21  

BO

(%BK)

 

MS 67,94±0,29b 67,29±0,20b 64,10±0,59a 66,45±1,78a

IR 68,16±1,38b 67,74±1,82b 67,00±0,68b 67,63±1,34b

Rataan 68,05±0,93b 67,52±1,22b 65,55±1,66a

 

Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (p<0,05). BO = Bahan Organik, MS = Mikrostar LA2, IR = Isi Rumen

 

Hasil penelitian ini nilai bahan organik pada hari ke-21 dengan penggunaan

starter mikrostar LA2 berbeda nyata dibandingkan perlakuan lainya (Tabel 6). Hal

ini menunjukkan adanya interaksi antara perlakuan starter mikrostar LA2 dan

lama fermentasi 21 hari mampu mempengaruhi nilai bahan organik jerami padi.

24    

Menurut Amin et al. (2015) semakin lama proses fermentasi akan mempengaruhi

kerja mikroorganisme untuk mendegradasi bahan organik lebih banyak lagi untuk

pertumbuhanya. Adanya peran mikroorganisme pada starter mampu mendegradasi

bahan organik seperti protein, karbohidrat, hemiselulosa dan selulosa untuk

pertumbuhannya.

Penggunaan mikrostar LA2 pada jerami padi yang difermentasi selama 21

hari menghasilkan nilai bahan organik paling rendah dikarenakan adanya faktor

peningkatan kadar air. Mikrostar LA2 didalamnya terdiri dari isi rumen, ragi tape,

dan susu skim. Mikroorganisme campuran tersebut mampu mengubah karbohidrat

(pati) lebih banyak lagi menjadi gula sederhana (glukosa) yang selanjutnya diubah

menjadi alkohol (Yumas & Rosniati, 2014). Semakin lama fermentasi

menyebabkan mikroorganisme pada mikrostar LA2 mampu memanfaatkan

karbohidrat yang tersedia dan kadar alkohol yang dihasilkan semakin meningkat.

Adanya alkohol ini menyebabkan kadar airnya meningkat sehingga menyebabkan

kehilangan bahan organik yang lebih besar dalam proses fermentasi (Surono,

Soejono, & Budhi, S, P, 2006).

 4.1.3. Protein Kasar (PK)

 

Nilai protein kasar pada jerami padi merupakan faktor yang mampu

mendukung nilai nutrisi suatu pakan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa

lama fermentasi menghasilkan nilai protein kasar jerami padi yang berbeda (Tabel

7). Nilai rataan protein kasar pada jerami padi menggunakan starter yang berbeda

juga menyebabkan nilai protein yang berbeda (Tabel 7).

Tabel 7. Nilai protein kasar jerami padi fermentasi  

 

Parameter Jenis   Lama Fermentasi (Hari)    

Rataan Starter 11 16 21

PK* MS 8,56 9,07 9,59 9,08

(%BK) IR 8,18 8,87 9,27 8,77

  Rataan 8,37 8,97 9,43  

Keterangan : PK = Protein Kasar, MS = Mikrostar LA2, IR = Isi Rumen (*) = Tanpa adanya ulangan pengukuran

 

Nilai protein kasar jerami padi lebih tinggi pada penggunaan mikrostar LA2  

dibandingkan dengan starter isi rumen. Hal ini dikarenakan pada starter mikrostar

25 

  Starter 11 16 21  

LK MS 3,31±0,66 3,31±0,74 2,13±0,12 2,92±0,78

(%BK) IR 2,33±0,87 2,43±0,62 2,44±0,49 2,40±0,62

  Rata 2,82±0,89 2,87±0,79 2,28±0,37  

   

LA2 terdapat kandungan susu skim. Susu skim mengandung protein dan kadar air

sebesar 5% (Handayani, Ida, & Rusmin, 2014). Adanya penambahan susu skim

ini dapat meningkatkan nilai protein kasar pada pakan yang akan difermentasi dan

sebagai sumber energi bagi mikrooganisme starter untuk perkembangan dan

pertumbuhannya (Septiani et al., 2013).

Hasil penelitian diatas (Tabel 7) juga menunjukkan rataan nilai protein kasar

jerami padi lebih tinggi pada lama fermentasi hari ke-21 dibandingkan hari ke-11

dan ke-16. Hal ini dikarenakan semakin lama waktu fermentasi maka semakin

banyak jumlah mikroorganisme yang berkembang sehingga menyebabkan nilai

protein pada bahan pakan meningkat. Menurut Sandi, Laconi, Sudarman,

Wiryawan, & Mangundjaja (2010) sebagian besar komponen penyusun

mikroorganisme adalah protein sehingga adanya peningkatan mikroorganisme

dapat menambah nilai protein kasar pada bahan pakan.

 4.1.4. Lemak Kasar (LK)

 

Hasil analisis keragaman (Lampiran 3) menunjukkan bahwa perlakuan

penggunaan starter dengan lama fermentasi tidak terdapat interaksi dalam

mempengaruhi nilai lemak kasar (p>0,05). Penggunaan starter dan lama

fermentasi juga tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap nilai lemak kasar

(Tabel 8).

Tabel 8. Nilai lemak kasar jerami padi fermentasi  

Jenis  

Lama Fermentasi (Hari) Parameter Rata-Rata

 

       

Keterangan : LK = Lemak Kasar, MS = Mikrostar LA2, IR = Isi Rumen  

Faktor perlakuan pada penelitian ini tidak memberikan pengaruh yang nyata

terhadap kadar lemak kasar jerami padi. Hal ini dapat disebabkan kemampuan

mikroorganisme lipolitik pada starter dalam memecah lemak sebagai nutrisi

dalam pertumbuhannya memiliki pengaruh yang sama sehingga kadar lemak

kasar yang dihasilkan memiliki pengaruh yang tidak berbeda nyata. Nilai yang

tidak berbeda nyata ini juga dapat disebabkan karena sebagian asam lemak yang

26 

  Starter 11 16 21  

NDF MS 61,80±5,04 60,54±4,29 57,53±4,00 59,96±4,45

(%BK) IR 61,69±1.,44 63,04±1,87 60,32±2,85 61,68±2,25

  Rata 61,84±3,43 61,79±3,34 56,42±3,54  

   

terbentuk oleh mikroorganisme pada starter mengalami penguapan. Kandungan

lemak kasar bahan pakan itu sendiri terdiri dari ester gliserol, asam-asam lemak

dan vitamin-vitamin yang larut dalam lemak sehingga mudah menguap (Pratiwi,

Fathul, & Muhtarudin, 2015). Namun kadar lemak kasar pada penelitian ini masih

dalam kisaran normal, dimana kandungan lemak dalam pakan disarankan tidak

melebihi 5% (Haryanto, 2012). Hal ini dikarenakan kandungan lemak yang lebih

dari 5% akan menurunkan populasi mikroba pencerna serat pada rumen.

 

4.2. Profil Fraksi Serat 4.2.1. Nilai Neutral Detergent Fiber (NDF)

 

Hasil analisis keragaman (Lampiran 4) menunjukkan bahwa perlakuan

penggunaan starter dengan lama fermentasi tidak terdapat interaksi dalam

mempengaruhi kadar NDF jerami padi fermentasi. Penggunaan starter dan lama

fermentasi juga tidak berbeda nyata dalam mempengaruhi kadar NDF jerami padi

fermentasi (p>0,05).

Tabel 9. Nilai neutral detergent fiber (NDF) jerami padi fermentasi   

Parameter

 

Jenis  

Lama Fermentasi (Hari)   

Rata - Rata         

Keterangan : NDF = Neutral Detergent Fiber, MS = Mikrostar LA2, IR = Isi Rumen

 

Hasil penelitian diatas (Tabel 9) menunjukkan bahwa penggunaan starter

dan lama waktu fermentasi tidak berpengaruh nyata dalam menurunkan nilai NDF

jerami padi. Hal ini diduga mikroorganisme pada starter belum mampu

menurunkan fraksi serat NDF sampai lama fermentasi 21 hari secara nyata

sehingga perlu adanya variasi lama waktu yang lebih lama. Menurut Yunus

(2017) semakin lama waktu fermentasi menyebabkan aktivitas mikroorganisme

lebih lama lagi mendegradasi komponen dinding sel yang mudah dicerna seperti

selulosa dan hemiselulosa.

Nilai fraksi serat NDF tidak berbeda nyata terhadap pengaruh perlakuan

juga dapat disebabkan karena kemampuan mikroorganisme untuk menghasilkan

27 

Starter 11 16 21  

ADF MS 49,71±3,37 49,03±3,81 45,55±4,47 48,10±4,02

(%BK) IR 48,79±2,48 50,61±1,74 48,90±3,16 49,43±2,45

  Rata 49,25±2,78 49,82±2,87 47,22±4,01  

   

asam-asam organik sedikit. Hal ini dikarenakan keberadaan substrat yang tidak

terpenuhi juga dapat menyebabkan nutrisi bagi mikroorganisme tidak terpenehuhi

dan terjadi akumulasi zat-zat metabolik yang menghambat pertumbuhan. Menurut

Pratiwi et al., (2015) ketersediaan karbohidrat terlarut bagi mikroorgansme yang

belum terpenuhi menyebabkan gula-gula sederhana yang dapat diubah menjadi

asam organik dalam mendegradasi fraksi serat terutama selulosa dan hemiselulosa

menjadi kurang maksimal.

 4.2.2. Nilai Acid Detergent Fiber (ADF)

 

Hasil analisis keragaman (Lampiran 5) menunjukkan bahwa perlakuan

penggunaan starter dengan lama fermentasi tidak terdapat interaksi dalam

mempengaruhi kadar ADF jerami padi fermentasi. Penggunaan starter dan lama

fermentasi juga tidak berpengaruh nyata (p>0,05) pada nilai ADF jerami padi

fermentasi (Tabel 10).

Tabel 10. Nilai acid detergent fiber (ADF) jerami padi fermentasi  

Jenis  

Lama Fermentasi (Hari) Rata - Rata Parameter

        

Keterangan : ADF = Acid Detergent Fibers, MS = Mikrostar LA2, IR = Isi Rumen

Hasil penelitian ini nilai NDF tidak berbeda nyata sehingga kadar ADF

jerami padi juga tidak berbeda nyata. Hal ini dikarenakan nilai NDF dan ADF

memiliki karakteristik degradasi yang sama hanya larutan dan fraksi serat yang

terlarut yang membedakan. Komponen penyusun ADF berikatan kuat dengan

lignin yang mengakibatkan komponen ADF sulit didegradasi oleh

mikroorganisme pada starter. Nilai fraksi serat ADF erat kaitanya dengan nilai

fraksi serat NDF karena keduanya berhubungan erat dengan konsumsi pakan

(Yanuartono, Purnamaningsih, Indarjulianto, & Nururrozi, 2017). Namun NDF

memiliki fraksi yang lebih mudah dicerna di dalam rumen, sedangkan ADF lebih

sulit dicerna karena kandungan lignin dan silika yang sulit dicerna ternak.

28 

pH

   

4.3. Evaluasi Bahan Pakan Secara In Vitro 4.3.1. Nilai pH

 

Hasil analisis pH cairan rumen pada syringe selama 48 jam dapat dilihat

pada Gambar 2. Nilai pH yang dihasilkan pada penelitian ini pH berkisar 6,75-

6,83 (Gambar 2). Adanya perubahan nilai pH ini menunjukkan adanya aktivitas

metabolisme mikroorganisme dalam melakukan fermentasi bahan pakan.

6.9  

 

6.85  

 

6.8  

 

6.75

 

 

6.82  

 

6.75

 

  

6.79 6.8

 

6.83   

6.79

      

Mikrostar

LA2 Isi

Rumen  

6.7  

6.65  

 

Hari ke-11 Hari ke-16 Hari ke-21  

 

Gambar 2. Nilai pH secara in vitro  

Hasil penelitian diatas menunjukkan bahwa penggunaan starter mikrostar

LA2 berpengaruh terhadap nilai pH yang lebih tinggi dibandingkan dengan starter

isi rumen. Hal ini dikarenakan pada starter mikrostar LA2 terdapat

mikroorganisme isi rumen dan ragi tape. Adanya mikroorganisme campuran

dalam proses fermentasi mampu mempercepat dan menghasilkan kadar asam

laktat yang lebih tinggi (Oktaviana et al., 2015). Lama fermentasi juga

mempengaruhi nilai pH dimana hari ke-16 dan ke-21 pada starter mikrostar LA2

mengalami peningkatan dari hari ke-11. Hal ini dikarenakan semakin lama waktu

fermentasi maka aktivitas mikroorganisme memanfaatkan substrat lebih banyak

lagi. Adanya fase pertumbuhan dari khamir yang terdapat pada ragi tape

menyebabkan peningkatan gugus OH yang bersifat basa akibat dari penguraian

gula menjadi etanol meningkat sehingga terjadi kenaikan nilai pH (Yumas &

Rosniati, 2014).

Hasil pH diatas menunjukkan kisaran pH yang normal bagi aktivitas

mikroorganisme rumen. Nilai pH bagi pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme

rumen, yaitu 6-7 (Kusumaningrum, Hardani, Poetri, Mulyana, & Suharyono,

29 

NH

3 (m

g/10

0ml)

   

2017). Menurut Usman (2013) nilai pH pada kisaran 6,5-7 merupakan nilai pH

yang efektif bagi mikroorganisme rumen untuk mendegradasi pakan serat tetapi

nilai pH pada kisaran 6,2 akan mengakibatkan aktivitas mikroorganisme pencerna

serat akan melambat.

 4.3.2. Nilai Amonia (NH3)

 

Amonia (NH3) adalah salah satu produk hasil degradasi protein oleh

mikroorganisme rumen menjadi asam amino sebagai komponen penting sintesis

protein mikroorganisme (Wahyono, Sasongko, Sholihah, & Ratnasari, 2017).

Hasil nilai konsentrasi amonia pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.  

55 54 53

52 50.35 51

49.62 50 49 48 47 46 45 44

    

50.29  

49.39

 

52.82        

48.22

 

        

Mikrostar LA2

Isi Rumen

Hari ke-11 Hari ke-16 Hari ke-21  

Gambar 3. Nilai Amonia (NH3)  

Hasil penelitian diatas (Gambar 3) menunjukkan bahwa perlakuan

penggunaan starter mikrostar LA2 memiliki nilai NH3 lebih tinggi dibandingkan

dengan penggunaan starter isi rumen. Hal ini dikarenakan nilai NH3 erat kaitanya

dengan nilai protein kasar pada pakan yang pada penelitian ini nilai protein kasar

jerami padi dengan perlakuan mikrostar LA2 lebih tinggi dibandingkan isi rumen.

Protein rendah pada bahan pakan akan mengakibatkan kadar NH3 dalam rumen

menurun menyebabkan pertumbuhan mikroorganisme menurun sehingga

pemecahan karbohidrat menjadi lambat (McDonald et al., 2011).

Lama fermentasi juga melihatkan hasil yang berbeda dimana pada perlakuan

starter mikrostar LA2 nilai NH3 mengalami kenaikan seiring lama fermentasi

tetapi nilai NH3 mengalami penurunan seiring lama fermentasi pada starter isi

30    

rumen. Hal ini dikarenakan pada starter isi rumen hanya memanfaatkan sumber

energi dari bahan pakan fermentasi sehingga pada lama fermentasi degradasi

karbohidrat mulai lambat. Starter mikrostar LA2 didalamnya terdapat susu skim

yang merupakan sumber karbohidrat bagi mikroorganisme isi rumen dan ragi

tape. Susu skim ini mengandung laktosa yang merupakan karbohidrat utama yang

digunakan sebagai sumber energi bagi mikrooganisme starter untuk

perkembangan dan pertumbuhannya sehingga sumber energi bagi

mikroorganisme akan tercukupi selama proses fermentasi (Septiani, Kusrahayu, &

Legowo, 2013).

Nilai NH3 pada penelitian ini melebihi batas normal pada aktivitas di dalam

rumen yaitu sebesar 5 mg/100 ml pada sistem kultur in vitro secara tertutup

(Wanapat, Kang, & Phesatcha, 2013). Nilai NH3 yang tinggi ini dikarenakan

proses degradasi protein pakan lebih cepat daripada proses pembentukan protein

mikroba, sehingga amonia yang dihasilkan terakumulasi dalam rumen (Putri,

Rianto, & Arifin, 2013). Tingginya konsentrasi NH3 ini juga dapat disebabkan

karena tidak terjadinya penyerapan amonia dalam sistem in vitro sehingga NH3

terakumulasi di dalam syringe (Andini & Firsoni, 2012).

 4.3.3. Produksi Laju Gas Test

 

Produksi gas yang dihasilkan merupakan representatif terjadinya proses

fermentasi pakan oleh mikroba rumen, yaitu terjadinya hidrolisis karbohidrat

menjadi monosakarida dan disakarida yang kemudian difermentasi salah satunya

menjadi gas. Nilai laju produksi gas pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel

11. Hasil analisis keragaman (Lampiran 6) menunjukkan bahwa tidak terdapat

interaksi antara perlakuan penggunaan starter dan lama fermentasi dalam laju

produksi gas. Hasil analisis keragaman bahwa penggunaan starter berpengaruh

nyata (p<0,05) terhadap produksi gas 3,6,9,12,24,48 jam, tetapi lama fermentasi

tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap produksi gas (Tabel 11).

Hasil laju produksi gas pada penelitian ini (Tabel 11) bahwa penggunaan

starter mikrostar LA2 cenderung lebih banyak menghasilkan gas dibandingkan

penggunaan isi rumen (p<0,05). Adanya produksi gas juga dapat disebabkan

karena adanya peran mikroorganisme pada isi rumen yaitu mikroba selulolitik

mendegradasi selulosa pada jerami padi sehingga lebih mudah dicerna oleh

31 

  

Gas Test

Starter  

MS

11 

3,85±0,51

16 

4,31±0,37

21 

4,34±0,39

  

4,16±0,45b

Jam ke-3 IR 3,09±0,50 3,42±0,57 3,33±0,32 3,28±0,45a

  Rata 3,47±0,62 3,86±0,65 3,83±0,64  

Gas Test MS 6,80±0,52 7,16±0,35 7,40±0,53 7,12±0,50b

Jam ke-6 IR 5,79±0,90 6,15±0,65 5,97±0,41 5,97±0,64a

  Rata 6,29±0,87 6,66±0,73 6,68±0,88  

Gas Test MS 8,62±0,47 9,16±0,47 9,45±0,94 9,08±0,70b

Jam ke-9 IR 7,62±0,46 7,50±0,10 7,62±0,10 7,58±0,26a

  Rata 8,12±0,68 8,33±0,94 8,53±1,16  

Gas Test MS 10,66±0,62 11,37±0,55 11,69±0,78 11,24±0,74b

Jam ke-12 IR 9,82±0,50 9,75±0,67 9,51±0,37 9,69±0,50a

  Rata 10,24±0,69 10,56±1,04 10,60±1,30  

Gas Test MS 18,39±1,16 19,32±0,49 20,02±0,46 19,24±0,99b

Jam ke-24 IR 17,77±1,11 16,94±0,91 16,71±0,36 17,14±0,91a

  Rata 18,08±1,10 18,13±1,44 18,36±1,81  

Gas Test MS 27,72±1,41 28,71±0,69 29,14±0,46 28,52±1,05b

Jam ke-48 IR 26,88±1,24 26,10±1,39 25,71±1,46 26,23±1,34a

  Rata 27,30±1,31 27,41±1,73 27,42±2,09  

   

ternak. Adanya degradasi karbohidrat membuat adanya penyederhanaan

perubahan dari selulosa menjadi selubiosa dengan bantuan enzim selulase,

selanjutnya selubiosa disederhanakan menjadi glukosa (Irwansyah, 2016). Protein

kasar juga dapat meningkatkan kecernaan pakan yang pada penelitian ini

penggunaan starter mikrostar LA2 memiliki nilai protein lebih tinggi

dibandingkan dengan isi rumen. Menurut Jayanegara, Sofyan, Makkar, & Becker

(2009) kandungan protein pada bahan pakan yang tinggi dapat meningkatkan

kecernaan nutrien tersebut sehingga dapat direpresentasikan dengan peningkatan

produksi gas.

Tabel 11. Laju produksi gas 3, 6, 9, 12, 24 dan 48 jam  

Jenis  

Lama Fermentasi (Hari) Parameter Rata-Rata

                                      

 

Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (p<0,05). MS = mikrostar LA2, IR = isi rumen

32 

ml/20

0mgB

   

Hasil kurva laju produksi gas dapat terlihat pada Gambar 4. Kurva tersebut

menggambarkan peningkatan laju produksi gas dimana terjadi kenaikan produksi

gas dari waktu inkubasi ke 0 tetapi produksi gas yang tinggi setelah inkubasi 12

jam. Sedangkan pada waktu inkubasi setelah 24 jam peningkatan produksi gas

cenderung menurun jika dibandingkan dengan peningkatan produksi gas pada

waktu inkubasi 0 sampai 24 jam (Gambar 4).  

35  

30  

25  

20  

15  

10  

5  

0    3    6    9   12  15  18  21  24  27  30  33  36  39  42  45  48 

Waktu (Jam) 

 MS 11 

 

MS 16  

MS 21  

IR 11  

IR 16  

IR 21 

 

 

Gambar 4. Grafik laju produksi gas selama 48 jam.  

Produksi gas merupakan representasi dari banyaknya bahan organik yang

dapat dicerna di dalam rumen. Adanya penurunan volume produksi gas setelah

waktu inkubasi 24 jam disebabkan kandungan zat organik pada bahan pakan

mulai berkurang untuk dapat dimanfaatkan oleh mikroorganisme di dalam rumen

(Firsoni, Sulistyo, Tjakradidjaja, & Suharyono, 2008). Hal ini menunjukkan

bahwa laju produksi gas in vitro semakin menurun seiring dengan meningkatnya

waktu inkubasi, hal ini disebabkan substrat yang dapat difermentasi juga semakin

menurun jumlahnya (Jayanegara et al., 2009). Semakin lama pakan berada di

dalam rumen maka semakin berkurang zat nutrisi yang dapat diubah menjadi gas,

sehingga laju degradasi untuk produksi gas menjadi semakin menurun.

Parameter karakteristik produksi gas merupakan indikator evaluasi

fermentabilitas uji pakan secara in vitro. Produksi gas total maksimum adalah

total produksi gas yang dihasilkan dari gabungan fraksi a dan b, yaitu fraksi bahan

33    

yang mudah larut dan fraksi yang dapat didegradasi mikroba rumen. Laju

degradasi (c) merupakan kecepatan gas dalam mendegradasi substrat.

Tabel 12. Karakteristik gas hasil fermentasi rumen secara in vitro  

Kinetik Gas Perlakuan  

a+b (ml) c (ml/jam) MS 11 39,57±2,00 0,025±0,003 MS 16 40,17±1,56 0,026±0,004 MS 21 38,97±2,36 0,028±0,003 IR 11 38,67±2,49 0,025±0,005 IR 16 39,72±3,42 0,022±0,002 IR 21 38,92±6,31 0,023±0,004

Keterangan : a+b = produksi gas total maksimum, c = laju degradasi gas, MS 11 = mikrostar LA2+ lama fermentasi 11 hari, MS 16 = mikrostar LA2 + lama fermentasi 16 hari, MS 21 = mikrostar LA2 + lama fermentasi 21 hari, IR 11 = isi rumen + lama fermentasi 11 hari, IR 16 = isi rumen + lama fermentasi 16 hari, IR 21 = isi rumen + lama fermentasi 21 hari

 

Hasil analisis keragaman (Lampiran 6) menunjukkan bahwa penggunaan

starter dan lama fermentasi tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap nilai

potensi produksi gas maksimum (a+b) dan laju degradasi gas (c) (Tabel 12). Hal

ini dikarenakan nilai potensi produksi gas maksimum dipengaruhi oleh nilai NDF

pada bahan pakan dalam hal ini jerami padi. Nilai NDF pada penelitian ini tidak

memberikan hasil yang nyata. Menurut Wahyono et al. (2017) nilai NDF

merepresentasikan degradasi pakan yang dilihat dari laju produksi gas

dikarenakan nilai NDF merupakan faktor utama dalam kecernaan pakan.

 4.3.4. Nilai Kecernaan In Vitro True Digestibility (IVTD) Jerami Padi

Fermentasi

Hasil analisis keragaman (Lampiran 7) menunjukkan bahwa perlakuan  

penggunaan starter dengan lama fermentasi tidak terdapat interaksi dalam

mempengaruhi kadar In Vitro True Digestibility (IVTD) jerami padi fermentasi.

Penggunaan starter dan lama fermentasi juga tidak mempengaruhi kadar IVTD

jerami padi fermentasi secara nyata (p> ,05).

34 

Starter 11 16 21  

IVTD MS 50,68±3,67 51,46±4,94 47,46±2,05 49,87±3,83

(%BK) IR 48,79±1,04 47,86±2,35 49,23±1,35 48,63±1,63

  Rataan 49,74±2,69 49,66±4,07 48,34±1,86  

   

Tabel 13. Nilai IVTD jerami padi fermentasi secara in vitro  

Jenis  

Lama Fermentasi (Hari) Parameter Rataan

        

Keterangan : IVTD = In Vitro True Digestibility, MS = Mikrostar LA2, IR = Isi Rumen

 

Nilai IVTD pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 13. Nilai IVTD pada

suatu bahan mencerminkan banyaknya nutrisi yang dapat dicerna oleh tubuh

ternak. Penggunaan starter dan lama waktu fermentasi tidak mempengaruhi nilai

IVTD secara signifikan (p>0,05). Hal ini dikarenakan nilai IVTD dipengaruhi

oleh nilai fraksi serat pada jerami padi dimana nilai fraksi serat NDF dan ADF

pada jerami padi pada penelitian ini tidak berbeda nyata. Menurut Ozcan & Kilic

(2018) nilai degradabilitas (IVTD) suatu bahan pakan dipengaruhi oleh perbedaan

nutrisi dinding sel, konten serat, konten bahan mineral, dan konten lemak kasar.

 

 

BAB V

PENUTUP

 5.1. Kesimpulan

 

1) Penggunaan starter mikrostar LA2 dan isi rumen keduanya tidak

menunjukkan adanya hasil yang lebih unggul dalam fermentasi jerami

padi. Namun laju produksi gas menggunakan starter mikrostar LA2 lebih

tinggi dibandingkan dengan isi rumen.

2) Lama waktu hari ke-11, ke-16, dan ke-21 dalam fermentasi jerami padi

tidak menunjukkan adanya lama fermentasi yang paling baik. Namun pada

lama fermentasi hari ke-21 mampu menurunkan bahan kering dan bahan

organik.

 5.2. Saran

 

Penelitian ini perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengidentifikasi

mikroorganisme yang terkandung pada masing-masing starter (mikrostar LA2 dan

isi rumen) sehingga bisa mengetahui peran dari mikroorganisme tersebut.

Penelitian ini juga perlu penambahan unit parameter lain untuk mengetahui peran

lebih lanjut dari perbedaan kedua starter dan perlu adanya perlakuan lama hari

fermentasi yang lebih lama untuk mencari lama fermentasi yang optimal dalam

fermentasi jerami padi.

                          

 

35

 

 

DAFTAR PUSTAKA   

Amin, M., Hasan, S. D., Yanuarianto, O., & Iqbal, M. (2015). Pengaruh lama fermentasi terhadap kualitas jerami padi amoniasi yang ditambah probiotik Bacillus Sp . Jurnal Ilmu Dan Teknologi Peternakan Indonesia, 1(1), 11–17.

 Andini, L., & Firsoni. (2012). Uji Potensi fermentasi jerami sorgum menggunakan

Mikrostar La2. In Prosiding Seminar dan Pameran Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi (Vol. 1, pp. 361–370).

 AOAC. (2012). Official Methods Of Analysis. (G. W. Latimer, Ed.) (19th ed.).

Maryland, USA: AOAC International.  

Badan Standardisasi Nasional. (2009). Pakan konsentrat bagian 2. No.314.2. Jakarta.

 Citra, D. F. (2012). Karakteristik In vitro dan produksi gas test serat kelapa sawit

yang difermentasi dengan pleurotus ostreatus untuk pakan hijauan alternatif. Institut Pertanian Bogor.

 Conway, E. J. (1950). Microdiffusion analysis and volumetric error. London:

Crosby Lockwood.  

Firsoni, & Lisanti, E. (2017). Potensi pakan ruminansia dengan penampilan produksi gas secara in vitro. Peternakan Indonesia, 19(3), 136–144.

 Firsoni, Sulistyo, J., Tjakradidjaja, A. S., & Suharyono. (2008). Uji fermentasi in

vitro terhadap pengaruh suplemen pakan dalam pakan komplit. In Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp. 233–240).

 Gupte, A., Gupte, S., & Patel, H. (2007). Ligninolytic Enzyme production under

solid-state fermentation by white rot fungi. Journal of Scientific & Industrial Research, 66, 611–614.

 Handayani, G. N., Ida, N., & Rusmin, A. (2014). Pemanfaatan susu skim sebagai

bahan dasar dalam dangke dengan bantuan bakteri asam laktat. UIN Alauddin Makassar.

 Hanum, Z., & Usman, Y. (2011). Analisis proksimat amoniasi jerami padi dengan

penambahan isi rumen. Journal Agripet, 11(1), 39–44.  

Haryanto, B. (2012). Perkembangan penelitian nutrisi ruminansia. Jurnal Wartazoa, 22(4), 169–177.

 Hernawati, T., Lamid, M., Hermadi, H. A., & Warsito, S. H. (2010). Bakteri

seluloltik untuk meningkatkan kualitas pakan komplit berbasis limbah pertanian. Journal Veterinaria, 3(3), 205–208.

 

   

36

37    

Iqbal, Z., Usman, Y., & Wajizah, S. (2016). Evaluasi kualitas jerami padi fermentasi dengan tingkat penggunaan EM-4 yang berbeda. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian Unsyiah, 1(1), 655–664.

 Irwansyah. (2016). Pengaruh lama pemeraman terhadap kandungan protein

kasar dan serat kasar tape jerami padi. Universitas Mataram.  

Jahromi, M. F., Liang, J. B., Rosfarizan, M., Goh, Y. M., Shokryazdan, P., & Ho, Y. W. (2010). Effects of Aspergillus niger (K8) on nutritive value of rice straw. African Journal of Biotechnology, 9(42), 7043–7047.

 Jayanegara, A., Sofyan, A., Makkar, H. P. S., & Becker, K. (2009). Kinetika

Produksi Gas , Kecernaan bahan organik dan produksi gas metana in vitro pada hay dan jerami yang disuplementasi hijauan mengandung tanin. Jurnal Media Peternakan, 32(2), 120–129.

 Kasmiran, A. (2011). Pengaruh lama fermentasi jerami padi dengan

mikroorganisme lokal terhadap kandungan bahan kering , bahan organik , dan abu. Jurnal Lentera, 11(1), 48–52.

 Kilic, U., & Gulecyuz, E. (2017). Effects Of some additives on in vitro true

digestibility of wheat and soybean straw pellets. Open Life Science, 12, 206– 213.

 Kusumaningati, M. A., Nurhatika, S., & Muhibuddin, A. (2013). Pengaruh

konsentrasi inokulum bakteri Zymomonas mobilis dan lama fermentasi pada produksi etanol dari sampah sayur dan buah. Jurnal Sains Dan Seni Pomits, 2(2), 2337–3520.

 Kusumaningrum, C. E., Hardani, S. N. W., Poetri, A., Mulyana, N., & Suharyono.

(2017). Pengaruh penambahan Aspergillus niger iradiasi sinar gamma dosis rendah pada jerami padi fermentasi dan evaluasi kualitasnya sebagai pakan ternak ruminansia secara in vitro. Jurnal Ilmiah Aplikasi Isotop Dan Radiasi, 13(2), 23–30.

 Lamid, M., Nugroho, T. P., Chusniati, S., & Rochiman, K. (2011). Eksplorasi

bakteri selulolitik asal cairan rumen sapi potong sebagai bahan inokulum limbah pertanian. Jurnal Ilmiah Kedokteran, 4(1), 37–42.

 Mabjeesh, S. J., Cohen, M., & Arieli, A. (2010). In vitro methods for measuring

the dry matter digestibility of ruminant feedstuffs: comparison of methods and inoculum source. Journal of Dairy Science, 83(10), 2289–2294.

 Makkar, H. P. S. (2002). Applications of the in vitro gas method in the evaluation

of feed resources, and enhancement of nutritional value of tannin-rich tree/browse leaves and agro-industrial by-products. Animal Production and Health Section, 23–41.

38    

Martawidjaja, M. (2003). Pemanfaatan Jerami Padi Sebagai Pengganti Rumput. Jurnal Wartazoa, 13(3), 119–127.

 Marxen, A., Klotzbücher, T., Jahn, R., & Kaiser, K. (2015). Interaction between

silicon cycling and straw decomposition in a silicon deficient rice production system. Plant Soil, 398(1–2), 153–163.

 Maryam, S. (2008). Pengaruh penambahan starter pada fermentasi jerami

sorgum terhadap tingkat kecernaan ruminansia secara in vitro. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

 McDonald, P., Edwards, R. A., Greenhalgh, J. F. D., Morgan, C. A., Sinclair, L.

A., & Wilkinson, R. G. (2011). Animal Nutrition (7th ed.). Harlow, United Kingdom: Pearson Education.

 Menke, K., Raab, L., Salewski, A., Steingass, H., Fritz, D., & Schneider, W.

(1979). The estimation of the digestibility and the metabolizable energy content of ruminant feedingstuffs from the gas production when they are incubated with rumen liquor in vitro. Journal Of Agricultural Science, 93, 217–222.

 National Research Council. (2001). Nutrient requirement of dairy cattle.

Washington, D.C: National Academic Press.  

Oktaviana, A. Y., Suherman, D., & Sulistyowati, E. (2015). Pengaruh ragi tape terhadap pH, bakteri asam laktat dan laktosa yogurt. Jurnal Sain Peternakan Indonesia, 10(1), 22–31.

 Ozcan, U., & Kilic, U. (2018). Effect of additives on the forage quality of pelleted

hazelnut husks. Asian Journal of Animal and Veterinary Advances, 13(2), 189–196.

 Pratiwi, I., Fathul, F., & Muhtarudin. (2015). Pengaruh penambahan berbagai

starter pada pembuatan silase ransum terhadap kadar serat kasar , lemak kasar , kadar air , dan bahan ekstrak tanpa nitrogen silase. Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu, 3(3), 116–120.

 Prihartini, I., Soebarinoto, Chuzaemi, S., & Winugroho, M. (2006). Karakteristik

nutrisi dan degradasi jerami padi fermentasi oleh inokulum lignolitik TLiD dan BOpR. Journal Animal Production, 11(1), 1–7.

 Purbowati, E., Rianto, E., Dilaga, W. S., Lestari, C. M. S., & Adiwinarti, R.

(2014). Karakteristik cairan rumen, jenis, dan jumlah mikrobia dalam rumen sapi jawa dan peranakan ongole. Buletin Peternakan, 38(1), 21–26.

 Putri, L. D. N. A., Rianto, E., & Arifin, M. (2013). Pengaruh imbangan protein

dan energi pakan terhadap produk fermentasi di dalam rumen pada sapi madura jantan. Animal Agriuculture Journal, 2(3), 94–103.

39    

Sandi, S., Laconi, E. B., Sudarman, A., Wiryawan, K. G., & Mangundjaja, D. (2010). Kualitas nutrisi silase berbahan baku singkong yang diberi enzim cairan rumen sapi dan Leuconostoc mesenteroides. Jurnal Media Peternakan, 33(1), 25–30.

 Sarwono, B., & Arianto, H. B. (2003). Penggemukan sapi potong secara cepat.

Depok: Penebar Swadaya.\  

Septiani, A. H., Kusrahayu, & Legowo, A. M. (2013). Pengaruh penambahan susu skim pada proses pembuatan frozen yogurt yang berbahan dasar whey terhadap total asam, ph dan jumlah bakteri asam laktat. Animal Agriuculture Journal, 2(1), 225–231.

 Sitorus, T. F., Achmadi, J., & Sutrisno, C. I. (2007). Kecernaan jerami padi secara

in vitro yang difermentasi dengan aras ragi isi rumen dan waktu yang berbeda. Journal Indonesia Tropical Animal Agricuture, 32(3), 173–178.

 Soest, P. J. V, Robertson, J. B., & Lewis, B. A. (1991). Methods for dietary fiber,

neutral detergent fiber, and nonstarch polysaccharides in relation to animal nutrition. Journal of Dairy Science, 74(10), 3583–3597.

 Sujani, S., Piyasena, T., Seresinhe, T., Pathirana, I., & Gajaweera, C. (2017).

Supplementation of rice straw ( Oryza sativa ) with exogenous fibrolytic enzymes improves in vitro rumen fermentation characteristics. Turkish Journal of Veterinary and Animal Sciences, 41, 25–29.

 Sukaryani, S. (2018). Kajian kandungan lignin dan selulosa jerami padi

fermentasi. Agrisaintifika, 2(2), 160–164.  

Surono, Soejono, M., & Budhi, S, P, S. (2006). Kehilangan bahan kering dan bahan organik silase rumput gajah pada umur potong dan level aditif yang berbeda. Journal of the Indonesian Tropical Animal Agriculture, 31(1), 62– 68.

 Tsunatu, D. Y., Atiku, K. G., Samuel, T. T., Hamidu, B. I., & Dahutu, D. I.

(2017). Production of bioethanol from rice straw using yeast extracts peptone dextrose. Nigerian Journal of Technology, 36(1), 296–301.

 Usman, Y. (2013). Pemberian pakan serat sisa tanaman pertanian ( jerami kacang

tanah , jerami jagung , pucuk tebu ) terhadap evolusi ph , n-nh3 dan vfa di dalam rumen sapi. Jurnal Agripet, 13(2), 53–58.

 Wahyono, T., Sasongko, W. T., Sholihah, M., & Ratnasari, M. (2017). Pengaruh

penambahan tanin daun nangka (Artocarpus heterophyllus) terhadap nilai biologis daun kelor (Moringa oleifera) dan jerami kacang hijau (Vigna radiata) secara in vitro. Buletin Peternakan, 41(1), 15–25.

 Wanapat, M., Kang, S., Hankla, N., & Phesatcha, K. (2013). Effect Of rice straw

40    

treatment on feed intake , rumen fermentation and milk production in lactating dairy cows. African Journal of Agricultural, 8(17), 1677–1687.

 Wanapat, M., Kang, S., & Phesatcha, K. (2013). Enhancing Buffalo Production

Efficiency through Rumen manipulation and nutrition. Buffalo Bulletin, 32(1), 258–275.

 Yanuartono, Purnamaningsih, H., Indarjulianto, S., & Nururrozi, A. (2017).

Potensi jerami sebagai pakan ternak ruminansia. Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan, 27(1), 40–62.

 Yumas, M., & Rosniati. (2014). Pengaruh konsentrasi starter dan lama fermentasi

pulp kakao terhadap konsentrasi etanol. Jurnal Biopropal Industri, 5(1), 13– 22.

 Yunus, H. (2017). Pengaruh waktu fermentasi terhadap kandungan bahan kering

dan bahan organik silase pakan komplit berbahan utama azolla. Universitas Hasanuddin Makasar.

 

 

Sumber Keragaman DB JK KT F Hit F Tabel

p

,05) Perlakuan 5 14,80 2,96 5,88 2,77 0,002

Starter 1 1,67 1,67 3,32 4,41 0,085

Lama Fermentasi 2 11,37 5,68 11,28* 3,55 0,001

Starter * Lama Fermentasi 2 1,76 0,88 1,75 3,55 0,202Galat 18 9,07 0,50    

Total 23 23,88 1,04    

 

LAMPIRAN   

Lampiran 1 .Analisis pengaruh perlakuan terhadap bahan kering (BK)

Uji ANOVA bahan kering (BK)

(0          

Keterangan: db = derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah; Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data; F0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05); * = berbeda nyata

 Uji lanjut lsd bahan kering (BK) faktor lama waktu fermentasi

  

Perlakuan Superskrip

A B Hari 21 Hari 16

81,47 82,84

Hari 11 83,00  

                                 

41

42 

 

Sumber Keragaman DB JK KT F Hit F Tabel

p (0,05) Perlakuan 5 44,98 9,00 8,78 2,7 0,0002

Starter 1 8,45 8,45 8,24* 4,4 0,0102

Lama Fermentasi 2 27,74 13,87 13,53* 3,5 0,0003

Starter * Lama Fermentasi 2 8,80 4,40 4,29* 3,5 0,0300Galat 18 18,45 1,03    

Total 23 63,44 2,76    

   

Lampiran 2. Pengaruh perlakuan terhadap bahan organik (BO)

Uji ANOVA bahan organik (BO)

 

          

Keterangan: db = derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah; Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data; F0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05); * = berbeda nyata

 Uji lanjut lsd bahan organik (BO) faktor penggunaan starter

 

Perlakuan Superskrip A B

Mikrostar LA 66,45 Isi Rumen 67,63

 

Uji lanjut lsd bahan organik (BO) faktor lama waktu fermentasi  

 

Perlakuan Superskrip

A B Hari 21 Hari 16

65,55 67,52

Hari 11 68,05

43 

 

Sumber Keragaman DB JK KT F Hit F T

abel p

Perlakuan 5 5,36 1,07 2,70 2,77 0,055Starter 1 1,60 1,60 4,03 4,41 0,057

Lama Fermentasi 2 1,69 0,85 2,13 3,55 0,141Starter * Lama Fermentasi 2 2,06 1,03 2,60 3,55 0,096

Galat 18 7,15 0,40    

Total 23 12,50 0,54    

   

Lampiran 3. Analisis pengaruh perlakuan terhadap lemak kasar (LK)

Uji ANOVA terhadap lemak kasar (LK)

 

(0,05)          

Keterangan: db = derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah; Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data; F0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05); * = berbeda nyata

44

Lampiran 4. Analisis pengaruh perlakuan terhadap fraksi serat

 

 

Uji ANOVA terhadap neutral detergent fiber (NDF)  

 

Sumber Keragaman DB JK KT F Hit F Tabel

p

(0,05) Perlakuan 5 71,10 14,22 1,16 2,77 0,358

Starter 1 17,86 17,86 1,46 4,41 0,240

Lama Fermentasi 2 43,00 21,50 1,75 3,55 0,195

Starter * Lama Fermentasi 2 10,24 5,12 0,42 3,55 0,664Galat 18 220,58 12,25    

Total 23 291,68 12,68    

Keterangan: db = derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah; Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data; F0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05); * = berbeda nyata

 Uji ANOVA terhadap acid detergent fiber (ADF)

  

Sumber Keragaman DB JK KT F Hit F Tabel

p

(0,05) Perlakuan 5 58,84 11,77 1,09 2,77 0,401

Starter 1 10,71 10,71 0,99 4,41 0,333

Lama Fermentasi 2 29,76 14,88 1,37 3,55 0,279

Starter * Lama Fermentasi 2 18,37 9,19 0,85 3,55 0,445Galat 18 195,06 10,84    

Total 23 253,90 11,04    

Keterangan: db = derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah; Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data; F0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05); * = berbeda nyata

45

Lampiran 5. Analisis pengaruh perlakuan terhadap produksi gas jam ke-3

Uji ANOVA Produksi Gas Jam Ke-3

 

  

Sumber Keragaman DB JK KT F Hit F Tabel

p

(0,05) Perlakuan 5 5,55 1,11 5,38 2,77 0,0034

Starter 1 4,73 4,73 22,93* 4,41 0,0001

Lama Fermentasi 2 0,75 0,38 1,82 3,55 0,1907

Starter * Lama Fermentasi 2 0,07 0,03 0,16 3,55 0,8541Galat 18 3,72 0,21    

Total 23 9,27 0,40    

Keterangan: db = derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah; Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data; F0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05); * = berbeda nyata

 Uji lanjut lsd produksi gas jam ke-3 faktor penggunaan starter

 

Perlakuan Superskrip A B

Isi Rumen 3,28 Mikrostar LA2 4,16

46 

 

Sumber Keragaman DB JK KT F Hit F T

abel p

Perlakuan 5 8,99 1,80 5,20 2,77 0,0040Starter 1 8,00 8,00 23,12* 4,41 0,0001

Lama Fermentasi 2 0,76 0,38 1,10 3,55 0,3553

Starter * Lama Fermentasi 2 0,23 0,12 0,34 3,55 0,7194Galat 18 6,23 0,35    

Total 23 15,22 0,66    

   

Lampiran 6. Analisis pengaruh perlakuan terhadap produksi gas jam ke-6

Uji ANOVA produksi gas jam ke-6

 

(0,05)          

Keterangan: db = derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah; Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data; F0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05); * = berbeda nyata

 Uji lanjut lsd produksi gas jam ke-6 faktor penggunaan starter

 

Perlakuan Superskrip A B

Isi Rumen 5,97 Mikrostar LA2 7,12

47 

 

Sumber Keragaman DB JK KT F Hit F Tabel p (0,05)

2,77 4.62E-054,41 1.14E-063,55 3.00E-01

Perlakuan 5 14,83 2,97 11,37 Starter 1 13,39 13,39 51,32*

Lama Fermentasi 2 0,67 0,34 1,29 Starter * Lama

Fermentasi 2 0,76 0,38 1,46 3,55 2.57E-01

Galat 18 4,70 0,26      

Total 23 19,52 0,85      

   

Lampiran 7. Analisis pengaruh perlakuan terhadap produksi gas jam ke-9

Uji ANOVA produksi gas jam ke-9

            

Keterangan: db = derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah; Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data; F0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05); * = berbeda nyata

 Uji lanjut lsd produksigas jam ke-9 faktor penggunaan starter

 

Perlakuan Superskrip A B

Isi Rumen 7,58 Mikrostar LA2 9,08

48 

 

Sumber Keragaman DB JK KT F Hit F Tabel p (0,05)

2,77 0,00014 4,41 0,00001 3,55 0,43265

Perlakuan 5 16,85 3,37 9,49 Starter 1 14,42 14,42 40,62*

Lama Fermentasi 2 0,62 0,31 0,88 Starter * Lama

Fermentasi 2 1,81 0,90 2,55 3,55 0,10617

Galat 18 6,39 0,36      

Total 23 23,24 1,01  

   

Lampiran 8.Analisis pengaruh perlakuan terhadap produksi gas jam ke-12

Uji ANOVA produksi gas jam ke-12

            

Keterangan: db = derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah; Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data; F0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05); * = berbeda nyata

 Uji lanjut LSD produksi gas jam ke-12 faktor penggunaan starter

  

Perlakuan Supers

A krip

B Isi Rumen 9,69  

Mikrostar LA2 11,24

49 

 

Sumber Keragaman DB JK KT F Hit F Tabel p (0,05)

2,77 8.6E-05 4,41 5.9E-06 3,55 7.6E-01

Perlakuan 5 34,38 6,88 10,32 Starter 1 26,59 26,59 39,91*

Lama Fermentasi 2 0,37 0,18 0,27 Starter * Lama

Fermentasi 2 7,43 3,71 5,57* 3,55 1.3E-02

Galat 18 11,99 0,67      

Total 23 46,37 2,02      

    

 

Lampiran 9. Analisis pengaruh perlakuan terhadap produksi gas jam ke-24

Uji ANOVA produksi gas jam ke-24

            

Keterangan: db = derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah; Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data; F0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05); * = berbeda nyata

 Uji lanjut Lsd produksi gas jam ke-24 faktor penggunaan starter

  

Perlakuan Supersk

A B Isi Rumen 17,14

Mikrostar LA2 19,24

50 

 

Sumber Keragaman DB JK KT F Hit F Tabel p (0,05)

2,77 0,0028 4,41 0,0001 3,55 0,9746

Perlakuan 5 38,63 7,73 5,60 Starter 1 31,58 31,58 22,87*

Lama Fermentasi 2 0,07 0,04 0,03 Starter * Lama

Fermentasi 2 6,98 3,49 2,53 3,55 0,1078

Galat 18 24,85 1,38      

Total 23 63,48 2,76  

   

Lampiran 10. Pengaruh perlakuan terhadap gas test jam ke-48

Uji ANOVA gas test jam ke-48

            

Keterangan: db = derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah; Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data; F0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05); * = berbeda nyata

 Uji lanjut Lsd produksigas jam ke-48 untuk faktor penggunaan starter

  

Perlakuan Supersk

A

B Isi Rumen 26,23  

Mikrostar LA2 28,52

51 

 

Sumber Keragaman DB JK KT F Hit F Tabel (0,05)

 

p

Perlakuan 5 6,56 1,31 0,11 2,77 0.99 Starter 1 1,31 1,31 0,11 4,41 0.74

Lama Fermentasi 2 4,53 2,26 0,19 3,55 0.82 Starter * Lama

Fermentasi 2 0,72 0,36 0,03 3,55 0.97

Galat 18 209,01 11,61      

Total 23 215,57 9,37  

   

Lampiran 11. Analisis pengaruh perlakuan terhadap karakteristik gas

Uji Anova produksi gas maksimum (a+b)

            

Keterangan: db = derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah; Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data; F0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05); * = berbeda nyata

 Uji ANOVA laju degradasi gas (c)

  

Sumber Keragaman  

DB JK KT F Hit F Tabel (0,05)

 

p

Perlakuan 5 0,00010 0,000019 1,49 2,77 0,24Starter 1 0,00005 0,000052 3,99 4,41 0,06

Lama Fermentasi 2 0,00001 0.000004 0,29 3,55 0,75 Starter * Lama

Fermentasi 2 0,00004 0,000019 1,44 3,55 0,26

Galat 18 0,00023 0,000013      

Total 23 0,00033 0,000014      

Keterangan: db = derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah; Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data; F0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05); * = berbeda nyata

52    

Lampiran 12. Analisis pengaruh perlakuan terhadap nilai in vitro true digestibility  

(IVTD)   

Uji ANOVA in vitro true digestibility (IVTD)  

 

Sumber Keragaman  

DB JK KT F Hit F Tabel (0,05)

 

p

Perlakuan 5 48,92 9,78 1,14 2,77 0,36Starter 1 9,53 9,53 1,11 4,41 0,31

Lama Fermentasi 2 9,54 4,77 0,55 3,55 0,57 Starter * Lama

Fermentasi 2 29,85 14,92 1,73 3,55 0,20

Galat 18 155,10 8,62      

Total 23 204,017 8,87      

Keterangan: db = derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah; Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data; F0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05); * = berbeda nyata