s_d025_030326_chapter2

23
9 BAB II PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 5E UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR A. Proses Belajar Mengajar Menurut Pandangan Konstruktivisme Menurut Suparno (1997), Piaget adalah orang pertama yang mengembangkan prinsip konstruktivisme dalam proses memperoleh pengetahuan. Ia menjelaskan bagaimana seseorang memperoleh pengetahuan, dan teori pengetahuan adalah teori adaptasi pikiran ke dalam suatu realitas, seperti organisme beradaptasi ke dalam lingkungannya. Pengetahuan diperoleh ketika seseorang mengadaptasikan dan mengorganisasikan diri dengan lingkungan baru. Menurut Dahar (1996), jika pengalaman baru bersesuaian dengan skema awalnya, maka skema itu hanya mengalami sedikit perubahan (asimilasi), tetapi jika pengalaman baru tidak sesuai skema awal, maka skema yang ada dalam struktur kognitifnya dimodifikasi sehingga cocok dengan pengalaman baru itu, atau membentuk skema baru yang cocok dengan pengalaman baru (akomodasi). Dilain pihak, Ausubel (Nurbandiyah, 2005: 14) mengingatkan para guru tentang bahayanya belajar yang dapat mengarah pada sekedar hapalan jika pembelajaran tidak bermakna bagi siswa. Untuk membuatnya bermakna, maka bahan yang dipelajari siswa haruslah dekat dengan pengalaman mereka sehari-

Upload: iqbal-kurniawan

Post on 25-Nov-2015

10 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

File ini ditujukan untuk mahasiswa yang sedang mencari bahan untuk membuat proposal

TRANSCRIPT

  • 9

    BAB II

    PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 5E UNTUK MENINGKATKAN

    HASIL BELAJAR

    A. Proses Belajar Mengajar Menurut Pandangan Konstruktivisme

    Menurut Suparno (1997), Piaget adalah orang pertama yang

    mengembangkan prinsip konstruktivisme dalam proses memperoleh

    pengetahuan. Ia menjelaskan bagaimana seseorang memperoleh pengetahuan,

    dan teori pengetahuan adalah teori adaptasi pikiran ke dalam suatu realitas,

    seperti organisme beradaptasi ke dalam lingkungannya.

    Pengetahuan diperoleh ketika seseorang mengadaptasikan dan

    mengorganisasikan diri dengan lingkungan baru. Menurut Dahar (1996), jika

    pengalaman baru bersesuaian dengan skema awalnya, maka skema itu hanya

    mengalami sedikit perubahan (asimilasi), tetapi jika pengalaman baru tidak

    sesuai skema awal, maka skema yang ada dalam struktur kognitifnya

    dimodifikasi sehingga cocok dengan pengalaman baru itu, atau membentuk

    skema baru yang cocok dengan pengalaman baru (akomodasi).

    Dilain pihak, Ausubel (Nurbandiyah, 2005: 14) mengingatkan para guru

    tentang bahayanya belajar yang dapat mengarah pada sekedar hapalan jika

    pembelajaran tidak bermakna bagi siswa. Untuk membuatnya bermakna, maka

    bahan yang dipelajari siswa haruslah dekat dengan pengalaman mereka sehari-

  • 10

    hari. Guru perlu memperkenalkan materi pelajarannya dengan sebanyak mungkin

    dikaitkan dengan apa yang telah diketahui siswa.

    Bell (dalam Sudiatmika, 1996: 19) merangkum komponen-komponen

    utama model konstruktivisme dalam belajar sebagai berikut:

    1. siswa secara aktif memilih dan mengamati beberapa informasi baru dalam

    lingkungannya;

    2. pengetahuan yang dimiliki siswa mempengaruhi stimulus mana yang akan

    diikuti;

    3. masukan yang dipilih dan diperlihatkan tidak segera mempunyai makna bagi

    siswa;

    4. siswa menyusun hubungan-hubungan antara informasi baru dan ide-ide yang

    ada pada dirinya yang dianggapnya relevan;

    5. siswa mengkonstruk makna dari hubungan-hubungan antara informasi baru

    dan pengetahuan yang telah dimilikinya;

    6. siswa mungkin menguji makna-makna yang disusunnya, yang berlawanan

    dengan memori dan pengalaman yang dirasakannya; dan

    7. siswa mungkin memasukan konstruk-konstruk ke dalam salah satu

    memorinya yang menghubungkannya dengan ide-ide yang ada atau dengan

    cara membangun kembali ide-idenya.

    Dari komponen di atas, jelas tampak bahwa konstruktivisme dalam belajar

    dapat disimpulkan sebagai berikut:

  • 11

    Pertama, memberi tekanan pada pengkonstruksian makna secara aktif oleh

    siswa, dengan menggunakan pengetahuannya yang telah ada sebelumnya dan

    informasi baru, serta memberi tekanan pada pentingnya pembuatan

    hubungan-hubungan oleh siswa didalam mengkonstruksi makna.

    Kedua, hubungan-hubungan dalam rangka mengkonstruksi makna, mungkin

    antara ide-ide yang telah mereka miliki dan informasi baru yang dipilih;

    mungkin antara pengalaman mereka sebelumnya dalam dunia mereka sehari-

    hari dan ide-ide yang mereka temui dalam pelajaran IPA di sekolah; dan

    mungkin antara ide-ide ilmiah yang berbeda.

    Jadi, belajar menurut konstruktivisme dilakukan dengan memodifikasi ide-ide

    yang ada pada diri siswa, karena itu berupa pengembangan pengertian, sebagai

    konsekuensi guru harus memberi perhatian yang besar terhadap pengetahuan

    awal para siswa dalam upaya meningkatkan kualitas belajar siswa. Setelah

    diketahuinya pengetahuan awal siswa, barulah diterapkan strategi belajar

    mengajar model konstruktivisme yang dalam hal ini menerapkan siklus belajar

    (learning cycle).

    B. Model Siklus Belajar (Learning Cycle)

    Seperti telah dikemukakan di atas, Siklus Belajar (Learning Cycle) adalah

    suatu model yang mengacu pada pandangan konstruktivisme. Model

    dikembangkan pertama kali Pada awalnya Karplus dan Thier (Lawson, 1994

  • 12

    dalam Kartika, 2007: 17) mengemukakan bahwa ketiga tahapan dalam siklus

    belajar adalah exploration, invention, dan discovery, tetapi hal ini terus

    mengalami perkembangan hingga Lawson (1994: 136) mengemukakan bahwa

    ada tiga tahapan dalam siklus belajar, yaitu eksplorasi, pengenalan konsep, dan

    aplikasi konsep, seperti ditunjukkan dalam diagram berikut :

    Gambar 2.1 Tiga Tahapan Learning Cycle

    Dalam siklus belajar, dari satu pembelajaran terhadap pembelajaran

    lainnya ada suatu keterkaitan yang saling berhubungan sehingga jika kita

    gambarkan, siklus belajar ini akan membentuk diagram spiral seperti

    ditunjukkan gambar di bawah ini :

    Eksplorasi

    Tanya jawab Tes awal Demonstrasi Percobaan

    Pengenalan Konsep

    Diskusi Kosep baru Penjelasan Pemantapan Penyimpulan

    Aplikasi Konsep

    Contoh lain Demonstrasi

    kembali kegiatan

  • 13

    Gambar 2.2 Diagram spiral Learning Cycle

    Diagram di atas berbentuk spiral yang menunjukkan ketika siklus belajar

    digunakan dalam pembelajaran yang baru, maka konsep pembelajaran yang lalu

    kadang-kadang masih berhubungan dan kemudian kita gunakan sebagai salah

    satu fungsi asimilasi bagi siswa (Lawson dalam Kartika, 2007:18). Asimilasi

    merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan intelektual siswa

    dalam teori belajar konstruktivisme. Hubungan teori belajar konstruktivisme

    Piaget dan siklus belajar dapat digambarkan pada diagram berikut :

  • 14

    Gambar 2.3 Learning Cycle dan Fungsi perkembangan intelektual Piaget

    Menurut Antonie E. Lawson (Kartika, 2007:19) pula siklus belajar

    merupakan suatu prosedur pembelajaran yang fleksibel, artinya dapat

    menggunakan model pembelajaran lain yang sesuai dengan pokok bahasan yang

    akan diajarkan agar siswa dapat lebih termotivasi dalam belajar.

    Siklus belajar merupakan proses mental yang efektif di dalam kerangka

    membangun pengetahuan siswa terhadap konsep-konsep yang dipelajarinya.

    Fokus pembelajaran dari setiap komponen siklus belajar adalah aktivitas yang

    harus dilakukan siswa dan aktivitas yang harus dilakukan guru (Kurnia, 2004: 9).

    Semakin lama, perkembangan prosedur pembelajaran siklus belajar

    semakin dikhususkan, yaitu terbagi ke dalam lima tahapan pembelajaran yang

    sistematis, artinya dalam ketiga tahap siklus belajar yang semula dikemukakan

    oleh Lawson dikhususkan menjadi lima tahap, yaitu Engage, Explore, Explain,

    Extend, dan Evaluate, sehingga siklus belajar biasa disebut Siklus Belajar 5E.

  • 15

    Siklus Belajar 5E ini telah dikembangkan oleh Prof. Rodger Bybee. Sesuai

    dengan yang diungkapkan Michael Szesze (www.mcps.k12.md.us, 2006), kelima

    tahap itu meliputi:

    1. Engage (mengajak), yaitu fase pengenalan terhadap pelajaran yang akan

    dipelajari yang sifatnya memotivasi atau mengaitkannya dengan hal-hal yang

    membuat siswa lebih berminat untuk mempelajari konsep dan memperhatikan

    guru dalam mengajar. Fase ini dapat dilakukan dengan demonstrasi, diskusi,

    membaca, atau aktivitas lain yang digunakan untuk membuka pengetahuan

    siswa dan mengembangkan rasa keingintahuan siswa. Fase ini juga digunakan

    untuk mengetahui tingkat pengetahuan dan pikiran siswa mengenai konsep

    yang akan dipelajari.

    2. Explore (menyelidiki), yaitu fase yang membawa siswa untuk memperoleh

    pengetahuan dengan pengalaman langsung yang berhubungan dengan konsep

    yang akan dipelajari. Siswa dapat mengobservasi, bertanya, dan menyelidiki

    konsep dari bahan-bahan pembelajaran yang telah disediakan sebelumnya.

    3. Explain (menjelaskan), yaitu fase yang didalamnya berisi ajakan terhadap

    siswa untuk menjelaskan konsep-konsep dan definisi-definisi awal yang

    mereka dapatkan ketika fase eksplorasi. Kemudian dari definisi dan konsep

    yang telah ada kemudian didiskusikan sehingga pada akhirnya didapatkan

    konsep dan definisi baru yang lebih formal.

  • 16

    4. Extend (memperluas), yaitu fase yang tujuannya ingin membawa siswa untuk

    menggunakan simbol-simbol, definisi-definisi, konsep-konsep, dan

    keterampilan-keterampilan yang telah dimiliki siswa. Fase ini dapat meliputi

    penyelidikan, pemecahan masalah, dan membuat keputusan.

    5. Evaluate (menilai), yaitu fase penilaian terhadap seluruh pembelajaran dan

    pengajaran. Pada fase ini dapat digunakan berbagai strategi penilaian formal

    dan informal. Guru diharapkan secara terus menerus dapat mengobservasi dan

    memperhatikan siswa terhadap kemampuan dan keterampilannya untuk

    menilai tingkat pengetahuan dan/ atau kemampuannya, kemudian melihat

    perubahan pemikiran siswa terhadap pemikiran awalnya.

    Apabila kelima tahapan tersebut digambarkan dalam bentuk siklus, maka

    dapat ditampilkan seperti di bawah ini (Lorsbach, 2006).

    Gambar 2.4 Tahapan Learning Cycle 5E

    Kelima tahapan di atas adalah hal-hal yang harus dilakukan guru untuk

    menerapkan prosedur siklus belajar 5E. Guru dan siswa harus mempunyai peran

  • 17

    masing-masing dalam setiap kegiatan pembelajaran yang dilakukan dengan

    menggunakan prosedur siklus belajar. Peran masing-masing guru dan siswa serta

    aktivitas yang dianjurkan dalam setiap fase dalam prosedur siklus belajar dapat

    dijabarkan dalam tabel berikut ini :

    Tabel 2.1 Arah Pembelajaran Model Learning Cycle 5E

    5Es phase

    Arah Pembelajaran Kegiatan Guru Kegiatan Siswa

    Engage

    Memfokuskan perhatian siswa

    Demonstrasi/ menyajikan fenomena

    Mengakses pengetahuan yang telah dimiliki siswa

    Menstimulus berfikir

    Membuat pembelajaran lebih menyenangkan

    Meningkatkan keingintahuan siswa

    Meningkatkan pertanyaan terhadap siswa

    Mendapatkan respon yang membangun dari apa yang siswa ketahui tentang konsep yang dipelajari

    Mengajukan pertanyaan, seperti mengapa bisa terjadi? Bagaimana saya dapat menemukan sesuatu tentang ini?

    Mencari informasi yang mendukung konsep yang akan dipelajari

    Explore Memberi kesempatan pada siswa untuk : Berfikir Menyelidiki Membaca

    sumber yang autentik untuk memperoleh informasi

    Memecahkan masalah

    Mengonstruksi

    Menganjurkan siswa untuk bekerja sama tanpa petunjuk langsung dari guru

    Mengobservasi dan mendengarkan siswa selagi mereka berinteraksi

    Memberikan pertanyaan arahan mengenai

    Berfikir bebas tetapi dibatasi sesuai dengan aktivitasnya

    Melakukan eksperimen

    Mengetes prediksi dan hipotesis (jika ada)

    Mengumpulkan data autentik atau data

  • 18

    model penyelidikan terhadap siswa ketika diperlukan

    Memberikan waktu pada siswa untuk menyelesaikan masalah

    sekunder Diskusi

    kelompok Menjawab

    permasalahan Menyimpulkan

    temuan

    Explain

    Menganalisis apa yang telah dieksplorasi

    Diskusi Penjelasan dari

    guru

    Menganjurkan siswa untuk menjelaskan konsep dan definisi menurut kata-kata mereka sendiri

    Menjelaskan solusi yang masuk akal berdasarkan kerja kelompok yang telah dilakukan

    Aktivitas Keterampilan Berfikir : membandingkan, mengklasifikasi-kan, analisis kesalahan

    Memberikan pertanyaan arahan sebagai petunjuk untuk siswa dan klarifikasi dari siswa

    Menggunakan pengalaman siswa yang sebelumnya sebagai dasar untuk menerapkan dan menjelaskan konsep

    Mendengarkan penjelasan kelompok lain

    Memberikan pertanyaan terhadap penjelasan siswa lain

    Mendengarkan dan mencoba memahami penjelasan guru

    Menggunakan catatan hasil observasi untuk menjelaskan konsep

  • 19

    Extend

    Memecahkan masalah

    Membuat keputusan

    Aktivitas dalam keterampilan berfikir :

    Mengharapkan siswa untuk menggunakan istilah yang umum, definisi, dan memberikan penjelasan

    Menganjurkan siswa untuk menggunakan konsep yang telah

    Menggunakan istilah baru, definisi, penjelasan dan keterampilan yang baru tetapi dalam situasi yang sama

    Menggunakan informasi sebelumnya

    membandingkan, mengklasifikasikan menggunakan konsep yang telah dipelajari sebelumnya

    dipelajari sebelumnya

    Mengarahkan siswa pada data yang ada dan petunjuk, serta menanyakan, Apa yang baru kamu tahu? Mengapa kamu berfikir ....?

    untuk bertanya, mengemukakan solusi, dan membuat keputusan

    Menggambarkan kesimpulan yang masuk akal dari petunjuk

    Mengingat kembali observasi dan keterangan yang ada

    Memeriksa pengertian diantara teman

    Evaluate Melakukan penilaian internal dan eksternal terhadap aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang terbangun

    Melakukan tes Penilaian

    penampilan Menghasilkan

    sebuah karya

    Mengobservasi siswa selama mereka menggunakan konsep baru dan keterampilannya

    Menilai pengetahuan dan keterampilan siswa

    Melihat bukti bahwa siswa mempunyai perubahan pemikiran

    Menjawab pertanyaan dengan menggunakan observasi, fakta yang telah diperoleh, dan petunjuk-petunjuk sebelumnya

    Mendemonstrasikan pengertian atau pengetahuan dari konsep dan

  • 20

    Mengarahkan siswa untuk menilai pembelajarannya sendiri

    Memberikan pertanyaan seperti: Mengapa kamu berfikir ...? fakta apa yang kamu punya?

    Apa yang kamu tahu tentang ...? Bagaimana kamu menjelaskan tentang ...?

    keterampilan Mengevaluasi

    perkembangan dan pengetahuan diri sendiri

    Menanyakan pertanyaan yang ada hubungannya dengan penyelidikan untuk selanjutnya

    (Lorsbach, 2006)

    C. Konstruktivisme dan Siklus Belajar (Learning Cycle)

    Gagasan-gagasan siswa merupakan pengetahuan pribadi mereka, yaitu

    gagasan-gagasan yang terbentuk melalui belajar informal dalam proses

    memahami pengalaman sehari-hari. Gagasan-gagasan siswa itu umumnya

    resisten (bertahan), karena itu, guru perlu mengetahui dan memahami gagasan-

    gagasan siswa sebelum melaksanakan proses pembelajaran di kelas, agar guru

    dapat menyiapkan strategi pembelajaran yang dapat mengubah konsepsi siswa

    yang masih berupa pengetahuan sehari-hari menjadi pengetahuan ilmiah. Jika

    guru tidak menyadari akan pengetahuan awal yang dibawa siswa-siswa ke dalam

    kelas, dan terus mengajar untuk memberikan pengalaman-pengalaman belajar

    yang didasarkan atas latar belakang yang diasumsikan sendiri, maka tidak

    mengherankan jika konsepsi siswa terhadap suatu topik tetap tidak dipengaruhi

  • 21

    oleh pengalaman-pengalaman belajar yang disajikan di dalam kelas. Atau dapat

    terjadi perubahan konsepsi siswa, namun tidak sesuai dengan apa yang

    diharapkan.

    Pendekatan konstruktivisme dalam belajar mengajar menekan pentingnya

    peran pengetahuan awal dalam belajar. Jika guru tidak mengetahui pengetahuan

    awal siswa, maka bekas-bekas pengetahuan (miskonsepsi) itu akan menimbulkan

    kesulitan belajar. Pada imlementasi dengan strategi konstruktivisme, banyak

    waktu digunakan untuk mengklasifikasi dan mengidentifikasi secara eksak

    tentang apa yang diyakini siswa sehubungan dengan topik yang dubahas. Guru

    menjadi lebih fleksibel dalam merancabg dam mengimplementasikan strategi

    pembelajaran.

    Ramsey (dalam Sudiatmika, 1996: 23) mengidentifikasi pengurutan

    kesempatan belajar sebagai hal yang penting dalam menghubungkan pengetahuan

    awal siswa dengan pengajaran baru. Fenomena alam biasanya kompleks, terdiri

    dari banyak konsep dan interaksi antara konsep-konsep. Siklus yang dilaksanakan

    harus menunjukkan dan menyelidiki konsep-konsep dan hubungan-hubungannya

    melalui pengalaman langsung untuk memasukkan ide-ide sederhana ke dalam

    jaringan konseptual yang terpadu. Selanjutnya pengetahuan siswa yang berupa

    prakonsepsi dan miskonsepsi harus diteliti dengan pengalaman-pengalaman baru.

    Dalam hal ini, kesempatan untuk menyelidiki secara langsung konsep-konsep dan

    hubungan, untuk menjelaskan secara pribadi dan menafsirkan pengalaman-

  • 22

    pengalaman dan untuk mengidentifikasi dan menguji ide-ide sebelumnya

    semuanya harus diurut dalam siklus belajar. Siklus belajar memberikan sebuah

    format untuk perencanaan pembelajaran yang dimulai dengan pengalaman

    langsung yang diakhiri dengan penguasaan konsep ilmiah dan diikuti dengan

    pengayaan konsep-konsep dan tranfer.

    D. Belajar dan Hasil Belajar

    Belajar menurut kaum konstruktivis merupakan proses mengasimilasi dan

    menghubungkan pengalaman atau bahan yang dipelajari dengan pengetahuan

    yang sudah dimiliki seseorang sehingga pengertiannya dikembangkan (Suparno,

    1997). Menurut Gagne (dalam Ratna W. Dahar, 1989: 11) merupakan suatu

    proses dimana suatu organisma berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman.

    Perubahan perilaku organisma atau individu ini dapat meliputi perubahan tingkah

    laku, pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Untuk menentukan baik buruknya

    individu (siswa) mengalami perubahan, maka hal ini tergantung dari proses

    pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Idealnya, suatu proses belajar yang baik

    adalah proses belajar yang aktif dan kreatif dalam membangun pengetahuannya

    tanpa dipaksakan oleh orang lain, namun atas inisiatif individu itu sendiri dalam

    rangka membangun dan mengembangkan pengetahuannya secara lebih luas. Guru

    dapat memberikan kontribusinya dalam rangka mengaktifkan siswa dalam proses

    belajar yaitu dengan motivasi. Pemberian motivasi yang dilakukan guru agar

  • 23

    siswa menjadi aktif dikenal dengan pembelajaran. Setelah proses belajar dan

    pembelajaran ini berlangsung maka diharapkan suatu hasil belajar yang lebih

    baik, dari tidak tahu menjadi tahu.

    Belajar dapat dipandang sebagai proses perubahan perilaku individu yang

    relatif tetap sebagai hasil dari pengalaman. Perubahan perilaku individu

    diantaranya dapat berupa pengetahuan, pemahaman, keterampilan, emosional,

    dan sikap. Perubahan perilaku individu ini akibat adanya proses belajar yang

    relatif tetap, sehingga pada akhirnya didapat suatu hasil belajar berupa perubahan

    perilaku tersebut. Untuk memudahkan dalam pengelompokkan perubahan

    perilaku, Bloom (Donald Clark, 2000) mengklasifikasikan hasil belajar ke dalam

    tiga ranah (aspek), yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Bloom membagi ketiga

    ranah itu ke menjadi tingkatan-tingkatan kategori yang disebut dengan

    Taksonomi Bloom (Blooms Taxonomy).

    1. Ranah Kognitif

    Syambasri Munaf (2001: 67) mengemukakan bahwa ranah kognitif

    meliputi kemampuan menyatakan konsep atau prinsip yang telah dipelajari

    dan kemampuan intelektual. Bloom membagi ranah kognitif ke dalam enam

    jenjang kemampuan secara hierarki, yaitu :

    a. Hafalan/C1 (recall)

    Hafalan merupakan kemampuan menyatakan konsep, prinsip, prosedur,

    atau istilah yang telah dipelajari tanpa harus memahami atau dapat

  • 24

    menggunakannya. Jenjang ini adalah jenjang yang paling rendah tapi

    menjadi prasyarat bagi tipe hasil belajar berikutnya. Kata kerja yang dapat

    digunakan, misalnya: menyebutkan, mendefinisikan.

    b. Pemahaman/C2 (comprehension)

    Pemahaman merupakan salah satu jenjang kemampuan proses berfikir

    yang menuntut siswa untuk memahami yang berarti mengetahui tentang

    sesuatu hal dan dapat melihatnya dari beberapa segi (Syambasri Munaf,

    2001: 69). Siswa dituntut untuk dapat menafsirkan bagan, diagram atau

    grafik, meramalkan, mengungkap suatu konsep atau prinsip dengan kata-

    kata sendiri. Kata kerja yang dapat digunakan, misalnya: membedakan,

    menginterpretasi, menjelaskan.

    c. Penerapan/C3 (application)

    Penerapan merupakan kemampuan menggunakan prinsip, teori, hukum,

    aturan, maupun metode yang dipelajari pada situasi nyata. Kata kerja yang

    dapat digunakan, misalnya: menerapkan, menghubungkan, menghitung,

    menunjukkan, mengklasifikasikan.

    d. Analisis/C4 (analysis)

    Analisis adalah kemampuan untuk menganalisa atau merinci materi atau

    konsep menjadi susunan-susunan yang terartur serta memahami hubungan

    diantara satu materi dengan materi yang lain. Kata kerja yang dapat

    digunakan, misalnya: menganalisa, menemukan, membandingkan.

  • 25

    e. Sintesis/C5 (synthesis)

    Sintesis merupakan kemampuan untuk menyatukan bagian-bagian materi

    sehingga menjadi satu gabungan yang berpola dan berkaitan satu sama

    lain. Contoh kemampuan sintesis adalah kemampuan merencanakan

    eksperimen. Kata kerja yang dapat digunakan, misalnya: mensintesis,

    menghubungkan, merumuskan, menyimpulkan.

    f. Evaluasi/C6 (evaluation)

    Evaluasi adalah kemampuan tertinggi yang merupakan pemberian

    penilaian atau keputusan terhadap suatu situasi, nilai-nilai, atau ide-ide.

    Pemberian keputusan dapat dilihat dari segi tujuan, gagasan, cara kerja,

    pemecahan, metode, materi, berdasarkan kriteria tertentu. Untuk dapat

    menilai, seseorang harus dapat menerapkan, mampu mensintesis, dan

    menganalisa (Syambasri Munaf, 2001: 74). Kata kerja yang dapat

    digunakan, misalnya: menilai, menentukan, memutuskan.

    2. Ranah Afektif

    Ranah afektif berkaitan dengan sikap, dan sebagai hasilnya berupa

    perubahan tingkah laku. David Kartwohl (dalam Syambasri Munaf, 2001: 76)

    membagi ranah afektif atas lima jenjang sebagai berikut :

    a. Penerimaan (receiving)

    Penerimaan berhubungan dengan perhatian yang bersifat stimulus,

    misalnya: mendengarkan penjelasan guru.

  • 26

    b. Jawaban (responding)

    Jawaban berhubungan dengan tanggapan aktif, misalnya bertanya pada

    guru mengenai materi yang belum jelas.

    c. Penilaian (valuing)

    Penilaian berhubungan dengan nilai dan kepercayaan terhadap gejala atau

    stimulus tertentu, misalnya menunjukkan rasa tanggung jawab terhadap

    alat-alat laboratorium setelah dipakai.

    d. Organisasi (organization)

    Organisasi berhubungan dengan konseptualisasi nilai-nilai menjadi satu

    sistem nilai, misalnya dapat membedakan dampak positif dan negatif

    terhadap situasi tertentu.

    e. Karakteristik (characterization)

    Karakteristik merupakan keterpaduan semua sistem nilai yang telah

    dimiliki seseorang yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah

    lakunya, misalnya mengubah pendapat jika ada bukti lain yang lebih

    autentik.

    3. Ranah Psikomotor

    Ranah psikomotor berhubungan dengan kemampuan motorik, sebagai

    hasilnya dilihat dalam bentuk keterampilan dan kemampuan bertindak

    (Syambasri Munaf, 2001: 77). Ranah psikomotor dikemukakan oleh Dave

    (Kartika, 2007: 28) dibagi menjadi lima kategori sebagai berikut:

  • 27

    a. Imitation (Peniruan)

    Kemampuan ini dimulai dengan mengamati suatu gerakan kemudian

    memberikan respon serupa dengan yang diamati. Misalnya kemampuan

    menggunakan alat ukur setelah diperlihatkan cara menggunakannya.

    b. Manipulation (Manipulasi)

    Kemampuan ini merupakan kemampuan mengikuti pengarahan

    (instruksi), penampilan dan gerakan-gerakan pilihan yang menetapkan

    suatu penampilan. Misalkan mampu melakukan kegiatan penyelidikan

    sesuai dengan prosedur yang dibacanya.

    c. Precision (Ketetapan)

    Kemampuan ini lebih menekankan pada kecermatan, proporsi dan

    kepastian yang lebih tinggi. Misalkan pada saat menggunakan alat ukur,

    memperhatikan skala alat ukur yang digunakan dan satuan yang

    digunakan juga dalam mengambil data, orang yang memiliki ketetapan

    biasanya melakukan pengamatan berulang kali untuk mendapatkan hasil

    yang lebih pasti.

    d. Articulation (Artikulasi)

    Merupakan kemampuan koordinasi suatu rangkaian gerakan dengan

    membuat urutan yang tepat dan mencapai yang diharapkan atau

    konsistensi internal di antara gerakan-gerakan yang berbeda. Contoh yang

  • 28

    ditunjukkan menulis dengan rapi dan jelas, mengetik dengan cepat dan

    tepat dan menggunakan alat-alat sesuai dengan ketentuannya.

    e. Naturalization (Pengalamiahan)

    Menekankan pada kemampuan yang lebih tinggi secara alami, sehingga

    gerakan yang dilakukan dapat secara rutin dan tidak memerlukan

    pemikiran terlebih dahulu.

    E. Hubungan Learning Cycle 5E dengan Hasil Belajar

    Keberhasilan belajar siswa yang maksimal dapat dicapai dengan

    menciptakan suatu kondisi pembelajaran yang efektif. Usman (dalam

    Nurbandiyah, 2005: 4) berpendapat bahwa dalam menciptakan kondisi belajar

    yang efektif setidaknya ada lima variabel yang menentukan keberhasilan belajar

    siswa, yang melibatkan siswa secara aktif, menarik minat dan perhatian siswa,

    membangkitkan motivasi siswa, memperhatikan kemampuan siswa dan

    menggunakan alat peraga yang tepat. Salah satu cara untuk menciptakan

    pembelajaran yang efektif adalah dengan menerapkan model Learning Cycle,

    sebagaimana yang diungkapkan oleh Dahar (1989: 164) bahwa:

    Dasar pemikiran para konstruktivis ialah bahwa pengajaran yang efektif menghendaki agar guru mengetahui bagaimana para siswa memandang fenomena yang menjadi subjek pengajaran. Pelajaran kemudian dikembambangkan dari gagasan yang telah ada dan kemudian berakhir dengan gagasan yang telah mengalami modifikasi. Salah satu strategi mengajar untuk menerapkam prinsip konstruktivisme adalah dengan menggunakan siklus belajar.

  • 29

    Model siklus belajar (Learning Cycle) yang pertama kali dikembangkan

    oleh Karplus dan Their (Lawson, 1994 dalam Kartika, 2007: 17) kemudian

    dikembangkan oleh Prof. Rodger Bybee (Michael Szesze dalam Lorsbach, 2006)

    menjadi siklus belajar 5E yang terdiri dari Engage, Explore, Explain, Extend, dan

    Evaluate. Dalam setiap fase siklus belajar 5E Pengembangan siklus belajar

    menjadi 5E ini akan memberikan kontribusi terhadap proses pembelajaran yang

    efektif serta mempu mengukur hasil belajar pada ranah kognitif, afektif dan

    psikomotor.

    F. Penelitian Terdahulu Tentang Learning Cycle

    1. Penelitian Widiasih (1997) pada 49 orang siswa kelas IV SDN Pamulang

    Timur, Tangerang dengan menerapkan model Learning Cycle sebagai strategi

    pembelajaran menyimpulkan antara lain: dengan menggunakan peralatan

    sederhana dari lingkungan sekitar sebgai sumber belajar IPA dalam

    pembelajaran konsep udara dapat meningkatkan hasil belajar siswa,

    pembelajaran lebih efektif dan tidak membosankan, dapat membuat siswa

    senang belajar antusias dan tidak jenuh terhadap kegiatan pembelajaran, siswa

    mudah mengerti atau mengingat dan tidak cepat lupa pada konsep atau bahan

    pelajaran. Walaupun guru memerlukan waktu yang banyak untuk

  • 30

    mempersiapkan dan melaksanakannya ternyata penggunaan Learning cycle

    dalam pembelajaran dan penggunaan lingkungan sebagai sumber belajar IPA

    dapat menambah atau meningkatkan wawasan pengetahuan, keterampilan,

    pengalaman dan sikap guru terhadap pelaksanaan kegiatan pembelajaran IPA

    di sekolah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dengan belajar melalui

    model pembelajaran Learning Cycle siswa lebih mudah memahami konsep

    melalui peristiwa nyata dan dalam pembelajaran ini lebih ditekankan pada

    prosesnya sehingga banyak diarahkan kepada keterampilan proses dalam

    usaha mengkaitkan konsep-konsep fisika yang ilmiah dengan fenomena alam

    dalam kehidupan sehari-hari.

    2. Penelitian Janulis, P.P. (2003) menyatakan bahwa dengan menerapkan model

    mengajar konstruktivis dan model Learning Cycle dalam pembelajaran fisika

    akan memudahkan siswa dalam memperoleh dan memahami konsep dan

    hubungan antar konsep yang dikenalkan guru. Dengan perkataan lain model

    mengajar konstruktivis dan model Learning Cycle digunakan guru sebagai

    strategi pembelajaran agar siswa dengan mudah mendapatkan konsep. Hasil

    penelitian ini menunjukkan bahwa pemahaman dan penguasaan konsep yang

    baik, pada gilirannya akan memberi kemudahan bagi siswa untuk

    menyelesaikan masalah kuantitatif (soal) yang dihadapinya.

    3. Heron 1998 dalam Ratna Wilis Dahar, 1989; Hilda Karli dan Margaretha,

    2003 menyatakan bahwa strategi pembelajaran dengan menerapkan Learning

  • 31

    Cycle dalam fisika dirasakan cukup relevan karena penggunaan Learning

    Cycle merupakan suatu strategi mengajar yang meningkatkan partisipasi aktif

    siswa pada pembelajaran di SD, SMP dan SMA. Hasil penelitian ini

    menunjukkan bahwa dengan menerapkan model Learning Cycle dan

    menuntut agar siswa belajar melalui pengalaman-pengalaman langsung yang

    dihadapinya sehingga pelajaran lebih menarik dan siswa menjadi lebih aktif

    dan sangat memberi tantangan paa siswa karena menekankan pada berfikir

    dan pemecahan masalah daripada ingatan atau hasil perolehan tes.