s_d025_030326_chapter2
DESCRIPTION
File ini ditujukan untuk mahasiswa yang sedang mencari bahan untuk membuat proposalTRANSCRIPT
-
9
BAB II
PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 5E UNTUK MENINGKATKAN
HASIL BELAJAR
A. Proses Belajar Mengajar Menurut Pandangan Konstruktivisme
Menurut Suparno (1997), Piaget adalah orang pertama yang
mengembangkan prinsip konstruktivisme dalam proses memperoleh
pengetahuan. Ia menjelaskan bagaimana seseorang memperoleh pengetahuan,
dan teori pengetahuan adalah teori adaptasi pikiran ke dalam suatu realitas,
seperti organisme beradaptasi ke dalam lingkungannya.
Pengetahuan diperoleh ketika seseorang mengadaptasikan dan
mengorganisasikan diri dengan lingkungan baru. Menurut Dahar (1996), jika
pengalaman baru bersesuaian dengan skema awalnya, maka skema itu hanya
mengalami sedikit perubahan (asimilasi), tetapi jika pengalaman baru tidak
sesuai skema awal, maka skema yang ada dalam struktur kognitifnya
dimodifikasi sehingga cocok dengan pengalaman baru itu, atau membentuk
skema baru yang cocok dengan pengalaman baru (akomodasi).
Dilain pihak, Ausubel (Nurbandiyah, 2005: 14) mengingatkan para guru
tentang bahayanya belajar yang dapat mengarah pada sekedar hapalan jika
pembelajaran tidak bermakna bagi siswa. Untuk membuatnya bermakna, maka
bahan yang dipelajari siswa haruslah dekat dengan pengalaman mereka sehari-
-
10
hari. Guru perlu memperkenalkan materi pelajarannya dengan sebanyak mungkin
dikaitkan dengan apa yang telah diketahui siswa.
Bell (dalam Sudiatmika, 1996: 19) merangkum komponen-komponen
utama model konstruktivisme dalam belajar sebagai berikut:
1. siswa secara aktif memilih dan mengamati beberapa informasi baru dalam
lingkungannya;
2. pengetahuan yang dimiliki siswa mempengaruhi stimulus mana yang akan
diikuti;
3. masukan yang dipilih dan diperlihatkan tidak segera mempunyai makna bagi
siswa;
4. siswa menyusun hubungan-hubungan antara informasi baru dan ide-ide yang
ada pada dirinya yang dianggapnya relevan;
5. siswa mengkonstruk makna dari hubungan-hubungan antara informasi baru
dan pengetahuan yang telah dimilikinya;
6. siswa mungkin menguji makna-makna yang disusunnya, yang berlawanan
dengan memori dan pengalaman yang dirasakannya; dan
7. siswa mungkin memasukan konstruk-konstruk ke dalam salah satu
memorinya yang menghubungkannya dengan ide-ide yang ada atau dengan
cara membangun kembali ide-idenya.
Dari komponen di atas, jelas tampak bahwa konstruktivisme dalam belajar
dapat disimpulkan sebagai berikut:
-
11
Pertama, memberi tekanan pada pengkonstruksian makna secara aktif oleh
siswa, dengan menggunakan pengetahuannya yang telah ada sebelumnya dan
informasi baru, serta memberi tekanan pada pentingnya pembuatan
hubungan-hubungan oleh siswa didalam mengkonstruksi makna.
Kedua, hubungan-hubungan dalam rangka mengkonstruksi makna, mungkin
antara ide-ide yang telah mereka miliki dan informasi baru yang dipilih;
mungkin antara pengalaman mereka sebelumnya dalam dunia mereka sehari-
hari dan ide-ide yang mereka temui dalam pelajaran IPA di sekolah; dan
mungkin antara ide-ide ilmiah yang berbeda.
Jadi, belajar menurut konstruktivisme dilakukan dengan memodifikasi ide-ide
yang ada pada diri siswa, karena itu berupa pengembangan pengertian, sebagai
konsekuensi guru harus memberi perhatian yang besar terhadap pengetahuan
awal para siswa dalam upaya meningkatkan kualitas belajar siswa. Setelah
diketahuinya pengetahuan awal siswa, barulah diterapkan strategi belajar
mengajar model konstruktivisme yang dalam hal ini menerapkan siklus belajar
(learning cycle).
B. Model Siklus Belajar (Learning Cycle)
Seperti telah dikemukakan di atas, Siklus Belajar (Learning Cycle) adalah
suatu model yang mengacu pada pandangan konstruktivisme. Model
dikembangkan pertama kali Pada awalnya Karplus dan Thier (Lawson, 1994
-
12
dalam Kartika, 2007: 17) mengemukakan bahwa ketiga tahapan dalam siklus
belajar adalah exploration, invention, dan discovery, tetapi hal ini terus
mengalami perkembangan hingga Lawson (1994: 136) mengemukakan bahwa
ada tiga tahapan dalam siklus belajar, yaitu eksplorasi, pengenalan konsep, dan
aplikasi konsep, seperti ditunjukkan dalam diagram berikut :
Gambar 2.1 Tiga Tahapan Learning Cycle
Dalam siklus belajar, dari satu pembelajaran terhadap pembelajaran
lainnya ada suatu keterkaitan yang saling berhubungan sehingga jika kita
gambarkan, siklus belajar ini akan membentuk diagram spiral seperti
ditunjukkan gambar di bawah ini :
Eksplorasi
Tanya jawab Tes awal Demonstrasi Percobaan
Pengenalan Konsep
Diskusi Kosep baru Penjelasan Pemantapan Penyimpulan
Aplikasi Konsep
Contoh lain Demonstrasi
kembali kegiatan
-
13
Gambar 2.2 Diagram spiral Learning Cycle
Diagram di atas berbentuk spiral yang menunjukkan ketika siklus belajar
digunakan dalam pembelajaran yang baru, maka konsep pembelajaran yang lalu
kadang-kadang masih berhubungan dan kemudian kita gunakan sebagai salah
satu fungsi asimilasi bagi siswa (Lawson dalam Kartika, 2007:18). Asimilasi
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan intelektual siswa
dalam teori belajar konstruktivisme. Hubungan teori belajar konstruktivisme
Piaget dan siklus belajar dapat digambarkan pada diagram berikut :
-
14
Gambar 2.3 Learning Cycle dan Fungsi perkembangan intelektual Piaget
Menurut Antonie E. Lawson (Kartika, 2007:19) pula siklus belajar
merupakan suatu prosedur pembelajaran yang fleksibel, artinya dapat
menggunakan model pembelajaran lain yang sesuai dengan pokok bahasan yang
akan diajarkan agar siswa dapat lebih termotivasi dalam belajar.
Siklus belajar merupakan proses mental yang efektif di dalam kerangka
membangun pengetahuan siswa terhadap konsep-konsep yang dipelajarinya.
Fokus pembelajaran dari setiap komponen siklus belajar adalah aktivitas yang
harus dilakukan siswa dan aktivitas yang harus dilakukan guru (Kurnia, 2004: 9).
Semakin lama, perkembangan prosedur pembelajaran siklus belajar
semakin dikhususkan, yaitu terbagi ke dalam lima tahapan pembelajaran yang
sistematis, artinya dalam ketiga tahap siklus belajar yang semula dikemukakan
oleh Lawson dikhususkan menjadi lima tahap, yaitu Engage, Explore, Explain,
Extend, dan Evaluate, sehingga siklus belajar biasa disebut Siklus Belajar 5E.
-
15
Siklus Belajar 5E ini telah dikembangkan oleh Prof. Rodger Bybee. Sesuai
dengan yang diungkapkan Michael Szesze (www.mcps.k12.md.us, 2006), kelima
tahap itu meliputi:
1. Engage (mengajak), yaitu fase pengenalan terhadap pelajaran yang akan
dipelajari yang sifatnya memotivasi atau mengaitkannya dengan hal-hal yang
membuat siswa lebih berminat untuk mempelajari konsep dan memperhatikan
guru dalam mengajar. Fase ini dapat dilakukan dengan demonstrasi, diskusi,
membaca, atau aktivitas lain yang digunakan untuk membuka pengetahuan
siswa dan mengembangkan rasa keingintahuan siswa. Fase ini juga digunakan
untuk mengetahui tingkat pengetahuan dan pikiran siswa mengenai konsep
yang akan dipelajari.
2. Explore (menyelidiki), yaitu fase yang membawa siswa untuk memperoleh
pengetahuan dengan pengalaman langsung yang berhubungan dengan konsep
yang akan dipelajari. Siswa dapat mengobservasi, bertanya, dan menyelidiki
konsep dari bahan-bahan pembelajaran yang telah disediakan sebelumnya.
3. Explain (menjelaskan), yaitu fase yang didalamnya berisi ajakan terhadap
siswa untuk menjelaskan konsep-konsep dan definisi-definisi awal yang
mereka dapatkan ketika fase eksplorasi. Kemudian dari definisi dan konsep
yang telah ada kemudian didiskusikan sehingga pada akhirnya didapatkan
konsep dan definisi baru yang lebih formal.
-
16
4. Extend (memperluas), yaitu fase yang tujuannya ingin membawa siswa untuk
menggunakan simbol-simbol, definisi-definisi, konsep-konsep, dan
keterampilan-keterampilan yang telah dimiliki siswa. Fase ini dapat meliputi
penyelidikan, pemecahan masalah, dan membuat keputusan.
5. Evaluate (menilai), yaitu fase penilaian terhadap seluruh pembelajaran dan
pengajaran. Pada fase ini dapat digunakan berbagai strategi penilaian formal
dan informal. Guru diharapkan secara terus menerus dapat mengobservasi dan
memperhatikan siswa terhadap kemampuan dan keterampilannya untuk
menilai tingkat pengetahuan dan/ atau kemampuannya, kemudian melihat
perubahan pemikiran siswa terhadap pemikiran awalnya.
Apabila kelima tahapan tersebut digambarkan dalam bentuk siklus, maka
dapat ditampilkan seperti di bawah ini (Lorsbach, 2006).
Gambar 2.4 Tahapan Learning Cycle 5E
Kelima tahapan di atas adalah hal-hal yang harus dilakukan guru untuk
menerapkan prosedur siklus belajar 5E. Guru dan siswa harus mempunyai peran
-
17
masing-masing dalam setiap kegiatan pembelajaran yang dilakukan dengan
menggunakan prosedur siklus belajar. Peran masing-masing guru dan siswa serta
aktivitas yang dianjurkan dalam setiap fase dalam prosedur siklus belajar dapat
dijabarkan dalam tabel berikut ini :
Tabel 2.1 Arah Pembelajaran Model Learning Cycle 5E
5Es phase
Arah Pembelajaran Kegiatan Guru Kegiatan Siswa
Engage
Memfokuskan perhatian siswa
Demonstrasi/ menyajikan fenomena
Mengakses pengetahuan yang telah dimiliki siswa
Menstimulus berfikir
Membuat pembelajaran lebih menyenangkan
Meningkatkan keingintahuan siswa
Meningkatkan pertanyaan terhadap siswa
Mendapatkan respon yang membangun dari apa yang siswa ketahui tentang konsep yang dipelajari
Mengajukan pertanyaan, seperti mengapa bisa terjadi? Bagaimana saya dapat menemukan sesuatu tentang ini?
Mencari informasi yang mendukung konsep yang akan dipelajari
Explore Memberi kesempatan pada siswa untuk : Berfikir Menyelidiki Membaca
sumber yang autentik untuk memperoleh informasi
Memecahkan masalah
Mengonstruksi
Menganjurkan siswa untuk bekerja sama tanpa petunjuk langsung dari guru
Mengobservasi dan mendengarkan siswa selagi mereka berinteraksi
Memberikan pertanyaan arahan mengenai
Berfikir bebas tetapi dibatasi sesuai dengan aktivitasnya
Melakukan eksperimen
Mengetes prediksi dan hipotesis (jika ada)
Mengumpulkan data autentik atau data
-
18
model penyelidikan terhadap siswa ketika diperlukan
Memberikan waktu pada siswa untuk menyelesaikan masalah
sekunder Diskusi
kelompok Menjawab
permasalahan Menyimpulkan
temuan
Explain
Menganalisis apa yang telah dieksplorasi
Diskusi Penjelasan dari
guru
Menganjurkan siswa untuk menjelaskan konsep dan definisi menurut kata-kata mereka sendiri
Menjelaskan solusi yang masuk akal berdasarkan kerja kelompok yang telah dilakukan
Aktivitas Keterampilan Berfikir : membandingkan, mengklasifikasi-kan, analisis kesalahan
Memberikan pertanyaan arahan sebagai petunjuk untuk siswa dan klarifikasi dari siswa
Menggunakan pengalaman siswa yang sebelumnya sebagai dasar untuk menerapkan dan menjelaskan konsep
Mendengarkan penjelasan kelompok lain
Memberikan pertanyaan terhadap penjelasan siswa lain
Mendengarkan dan mencoba memahami penjelasan guru
Menggunakan catatan hasil observasi untuk menjelaskan konsep
-
19
Extend
Memecahkan masalah
Membuat keputusan
Aktivitas dalam keterampilan berfikir :
Mengharapkan siswa untuk menggunakan istilah yang umum, definisi, dan memberikan penjelasan
Menganjurkan siswa untuk menggunakan konsep yang telah
Menggunakan istilah baru, definisi, penjelasan dan keterampilan yang baru tetapi dalam situasi yang sama
Menggunakan informasi sebelumnya
membandingkan, mengklasifikasikan menggunakan konsep yang telah dipelajari sebelumnya
dipelajari sebelumnya
Mengarahkan siswa pada data yang ada dan petunjuk, serta menanyakan, Apa yang baru kamu tahu? Mengapa kamu berfikir ....?
untuk bertanya, mengemukakan solusi, dan membuat keputusan
Menggambarkan kesimpulan yang masuk akal dari petunjuk
Mengingat kembali observasi dan keterangan yang ada
Memeriksa pengertian diantara teman
Evaluate Melakukan penilaian internal dan eksternal terhadap aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang terbangun
Melakukan tes Penilaian
penampilan Menghasilkan
sebuah karya
Mengobservasi siswa selama mereka menggunakan konsep baru dan keterampilannya
Menilai pengetahuan dan keterampilan siswa
Melihat bukti bahwa siswa mempunyai perubahan pemikiran
Menjawab pertanyaan dengan menggunakan observasi, fakta yang telah diperoleh, dan petunjuk-petunjuk sebelumnya
Mendemonstrasikan pengertian atau pengetahuan dari konsep dan
-
20
Mengarahkan siswa untuk menilai pembelajarannya sendiri
Memberikan pertanyaan seperti: Mengapa kamu berfikir ...? fakta apa yang kamu punya?
Apa yang kamu tahu tentang ...? Bagaimana kamu menjelaskan tentang ...?
keterampilan Mengevaluasi
perkembangan dan pengetahuan diri sendiri
Menanyakan pertanyaan yang ada hubungannya dengan penyelidikan untuk selanjutnya
(Lorsbach, 2006)
C. Konstruktivisme dan Siklus Belajar (Learning Cycle)
Gagasan-gagasan siswa merupakan pengetahuan pribadi mereka, yaitu
gagasan-gagasan yang terbentuk melalui belajar informal dalam proses
memahami pengalaman sehari-hari. Gagasan-gagasan siswa itu umumnya
resisten (bertahan), karena itu, guru perlu mengetahui dan memahami gagasan-
gagasan siswa sebelum melaksanakan proses pembelajaran di kelas, agar guru
dapat menyiapkan strategi pembelajaran yang dapat mengubah konsepsi siswa
yang masih berupa pengetahuan sehari-hari menjadi pengetahuan ilmiah. Jika
guru tidak menyadari akan pengetahuan awal yang dibawa siswa-siswa ke dalam
kelas, dan terus mengajar untuk memberikan pengalaman-pengalaman belajar
yang didasarkan atas latar belakang yang diasumsikan sendiri, maka tidak
mengherankan jika konsepsi siswa terhadap suatu topik tetap tidak dipengaruhi
-
21
oleh pengalaman-pengalaman belajar yang disajikan di dalam kelas. Atau dapat
terjadi perubahan konsepsi siswa, namun tidak sesuai dengan apa yang
diharapkan.
Pendekatan konstruktivisme dalam belajar mengajar menekan pentingnya
peran pengetahuan awal dalam belajar. Jika guru tidak mengetahui pengetahuan
awal siswa, maka bekas-bekas pengetahuan (miskonsepsi) itu akan menimbulkan
kesulitan belajar. Pada imlementasi dengan strategi konstruktivisme, banyak
waktu digunakan untuk mengklasifikasi dan mengidentifikasi secara eksak
tentang apa yang diyakini siswa sehubungan dengan topik yang dubahas. Guru
menjadi lebih fleksibel dalam merancabg dam mengimplementasikan strategi
pembelajaran.
Ramsey (dalam Sudiatmika, 1996: 23) mengidentifikasi pengurutan
kesempatan belajar sebagai hal yang penting dalam menghubungkan pengetahuan
awal siswa dengan pengajaran baru. Fenomena alam biasanya kompleks, terdiri
dari banyak konsep dan interaksi antara konsep-konsep. Siklus yang dilaksanakan
harus menunjukkan dan menyelidiki konsep-konsep dan hubungan-hubungannya
melalui pengalaman langsung untuk memasukkan ide-ide sederhana ke dalam
jaringan konseptual yang terpadu. Selanjutnya pengetahuan siswa yang berupa
prakonsepsi dan miskonsepsi harus diteliti dengan pengalaman-pengalaman baru.
Dalam hal ini, kesempatan untuk menyelidiki secara langsung konsep-konsep dan
hubungan, untuk menjelaskan secara pribadi dan menafsirkan pengalaman-
-
22
pengalaman dan untuk mengidentifikasi dan menguji ide-ide sebelumnya
semuanya harus diurut dalam siklus belajar. Siklus belajar memberikan sebuah
format untuk perencanaan pembelajaran yang dimulai dengan pengalaman
langsung yang diakhiri dengan penguasaan konsep ilmiah dan diikuti dengan
pengayaan konsep-konsep dan tranfer.
D. Belajar dan Hasil Belajar
Belajar menurut kaum konstruktivis merupakan proses mengasimilasi dan
menghubungkan pengalaman atau bahan yang dipelajari dengan pengetahuan
yang sudah dimiliki seseorang sehingga pengertiannya dikembangkan (Suparno,
1997). Menurut Gagne (dalam Ratna W. Dahar, 1989: 11) merupakan suatu
proses dimana suatu organisma berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman.
Perubahan perilaku organisma atau individu ini dapat meliputi perubahan tingkah
laku, pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Untuk menentukan baik buruknya
individu (siswa) mengalami perubahan, maka hal ini tergantung dari proses
pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Idealnya, suatu proses belajar yang baik
adalah proses belajar yang aktif dan kreatif dalam membangun pengetahuannya
tanpa dipaksakan oleh orang lain, namun atas inisiatif individu itu sendiri dalam
rangka membangun dan mengembangkan pengetahuannya secara lebih luas. Guru
dapat memberikan kontribusinya dalam rangka mengaktifkan siswa dalam proses
belajar yaitu dengan motivasi. Pemberian motivasi yang dilakukan guru agar
-
23
siswa menjadi aktif dikenal dengan pembelajaran. Setelah proses belajar dan
pembelajaran ini berlangsung maka diharapkan suatu hasil belajar yang lebih
baik, dari tidak tahu menjadi tahu.
Belajar dapat dipandang sebagai proses perubahan perilaku individu yang
relatif tetap sebagai hasil dari pengalaman. Perubahan perilaku individu
diantaranya dapat berupa pengetahuan, pemahaman, keterampilan, emosional,
dan sikap. Perubahan perilaku individu ini akibat adanya proses belajar yang
relatif tetap, sehingga pada akhirnya didapat suatu hasil belajar berupa perubahan
perilaku tersebut. Untuk memudahkan dalam pengelompokkan perubahan
perilaku, Bloom (Donald Clark, 2000) mengklasifikasikan hasil belajar ke dalam
tiga ranah (aspek), yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Bloom membagi ketiga
ranah itu ke menjadi tingkatan-tingkatan kategori yang disebut dengan
Taksonomi Bloom (Blooms Taxonomy).
1. Ranah Kognitif
Syambasri Munaf (2001: 67) mengemukakan bahwa ranah kognitif
meliputi kemampuan menyatakan konsep atau prinsip yang telah dipelajari
dan kemampuan intelektual. Bloom membagi ranah kognitif ke dalam enam
jenjang kemampuan secara hierarki, yaitu :
a. Hafalan/C1 (recall)
Hafalan merupakan kemampuan menyatakan konsep, prinsip, prosedur,
atau istilah yang telah dipelajari tanpa harus memahami atau dapat
-
24
menggunakannya. Jenjang ini adalah jenjang yang paling rendah tapi
menjadi prasyarat bagi tipe hasil belajar berikutnya. Kata kerja yang dapat
digunakan, misalnya: menyebutkan, mendefinisikan.
b. Pemahaman/C2 (comprehension)
Pemahaman merupakan salah satu jenjang kemampuan proses berfikir
yang menuntut siswa untuk memahami yang berarti mengetahui tentang
sesuatu hal dan dapat melihatnya dari beberapa segi (Syambasri Munaf,
2001: 69). Siswa dituntut untuk dapat menafsirkan bagan, diagram atau
grafik, meramalkan, mengungkap suatu konsep atau prinsip dengan kata-
kata sendiri. Kata kerja yang dapat digunakan, misalnya: membedakan,
menginterpretasi, menjelaskan.
c. Penerapan/C3 (application)
Penerapan merupakan kemampuan menggunakan prinsip, teori, hukum,
aturan, maupun metode yang dipelajari pada situasi nyata. Kata kerja yang
dapat digunakan, misalnya: menerapkan, menghubungkan, menghitung,
menunjukkan, mengklasifikasikan.
d. Analisis/C4 (analysis)
Analisis adalah kemampuan untuk menganalisa atau merinci materi atau
konsep menjadi susunan-susunan yang terartur serta memahami hubungan
diantara satu materi dengan materi yang lain. Kata kerja yang dapat
digunakan, misalnya: menganalisa, menemukan, membandingkan.
-
25
e. Sintesis/C5 (synthesis)
Sintesis merupakan kemampuan untuk menyatukan bagian-bagian materi
sehingga menjadi satu gabungan yang berpola dan berkaitan satu sama
lain. Contoh kemampuan sintesis adalah kemampuan merencanakan
eksperimen. Kata kerja yang dapat digunakan, misalnya: mensintesis,
menghubungkan, merumuskan, menyimpulkan.
f. Evaluasi/C6 (evaluation)
Evaluasi adalah kemampuan tertinggi yang merupakan pemberian
penilaian atau keputusan terhadap suatu situasi, nilai-nilai, atau ide-ide.
Pemberian keputusan dapat dilihat dari segi tujuan, gagasan, cara kerja,
pemecahan, metode, materi, berdasarkan kriteria tertentu. Untuk dapat
menilai, seseorang harus dapat menerapkan, mampu mensintesis, dan
menganalisa (Syambasri Munaf, 2001: 74). Kata kerja yang dapat
digunakan, misalnya: menilai, menentukan, memutuskan.
2. Ranah Afektif
Ranah afektif berkaitan dengan sikap, dan sebagai hasilnya berupa
perubahan tingkah laku. David Kartwohl (dalam Syambasri Munaf, 2001: 76)
membagi ranah afektif atas lima jenjang sebagai berikut :
a. Penerimaan (receiving)
Penerimaan berhubungan dengan perhatian yang bersifat stimulus,
misalnya: mendengarkan penjelasan guru.
-
26
b. Jawaban (responding)
Jawaban berhubungan dengan tanggapan aktif, misalnya bertanya pada
guru mengenai materi yang belum jelas.
c. Penilaian (valuing)
Penilaian berhubungan dengan nilai dan kepercayaan terhadap gejala atau
stimulus tertentu, misalnya menunjukkan rasa tanggung jawab terhadap
alat-alat laboratorium setelah dipakai.
d. Organisasi (organization)
Organisasi berhubungan dengan konseptualisasi nilai-nilai menjadi satu
sistem nilai, misalnya dapat membedakan dampak positif dan negatif
terhadap situasi tertentu.
e. Karakteristik (characterization)
Karakteristik merupakan keterpaduan semua sistem nilai yang telah
dimiliki seseorang yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah
lakunya, misalnya mengubah pendapat jika ada bukti lain yang lebih
autentik.
3. Ranah Psikomotor
Ranah psikomotor berhubungan dengan kemampuan motorik, sebagai
hasilnya dilihat dalam bentuk keterampilan dan kemampuan bertindak
(Syambasri Munaf, 2001: 77). Ranah psikomotor dikemukakan oleh Dave
(Kartika, 2007: 28) dibagi menjadi lima kategori sebagai berikut:
-
27
a. Imitation (Peniruan)
Kemampuan ini dimulai dengan mengamati suatu gerakan kemudian
memberikan respon serupa dengan yang diamati. Misalnya kemampuan
menggunakan alat ukur setelah diperlihatkan cara menggunakannya.
b. Manipulation (Manipulasi)
Kemampuan ini merupakan kemampuan mengikuti pengarahan
(instruksi), penampilan dan gerakan-gerakan pilihan yang menetapkan
suatu penampilan. Misalkan mampu melakukan kegiatan penyelidikan
sesuai dengan prosedur yang dibacanya.
c. Precision (Ketetapan)
Kemampuan ini lebih menekankan pada kecermatan, proporsi dan
kepastian yang lebih tinggi. Misalkan pada saat menggunakan alat ukur,
memperhatikan skala alat ukur yang digunakan dan satuan yang
digunakan juga dalam mengambil data, orang yang memiliki ketetapan
biasanya melakukan pengamatan berulang kali untuk mendapatkan hasil
yang lebih pasti.
d. Articulation (Artikulasi)
Merupakan kemampuan koordinasi suatu rangkaian gerakan dengan
membuat urutan yang tepat dan mencapai yang diharapkan atau
konsistensi internal di antara gerakan-gerakan yang berbeda. Contoh yang
-
28
ditunjukkan menulis dengan rapi dan jelas, mengetik dengan cepat dan
tepat dan menggunakan alat-alat sesuai dengan ketentuannya.
e. Naturalization (Pengalamiahan)
Menekankan pada kemampuan yang lebih tinggi secara alami, sehingga
gerakan yang dilakukan dapat secara rutin dan tidak memerlukan
pemikiran terlebih dahulu.
E. Hubungan Learning Cycle 5E dengan Hasil Belajar
Keberhasilan belajar siswa yang maksimal dapat dicapai dengan
menciptakan suatu kondisi pembelajaran yang efektif. Usman (dalam
Nurbandiyah, 2005: 4) berpendapat bahwa dalam menciptakan kondisi belajar
yang efektif setidaknya ada lima variabel yang menentukan keberhasilan belajar
siswa, yang melibatkan siswa secara aktif, menarik minat dan perhatian siswa,
membangkitkan motivasi siswa, memperhatikan kemampuan siswa dan
menggunakan alat peraga yang tepat. Salah satu cara untuk menciptakan
pembelajaran yang efektif adalah dengan menerapkan model Learning Cycle,
sebagaimana yang diungkapkan oleh Dahar (1989: 164) bahwa:
Dasar pemikiran para konstruktivis ialah bahwa pengajaran yang efektif menghendaki agar guru mengetahui bagaimana para siswa memandang fenomena yang menjadi subjek pengajaran. Pelajaran kemudian dikembambangkan dari gagasan yang telah ada dan kemudian berakhir dengan gagasan yang telah mengalami modifikasi. Salah satu strategi mengajar untuk menerapkam prinsip konstruktivisme adalah dengan menggunakan siklus belajar.
-
29
Model siklus belajar (Learning Cycle) yang pertama kali dikembangkan
oleh Karplus dan Their (Lawson, 1994 dalam Kartika, 2007: 17) kemudian
dikembangkan oleh Prof. Rodger Bybee (Michael Szesze dalam Lorsbach, 2006)
menjadi siklus belajar 5E yang terdiri dari Engage, Explore, Explain, Extend, dan
Evaluate. Dalam setiap fase siklus belajar 5E Pengembangan siklus belajar
menjadi 5E ini akan memberikan kontribusi terhadap proses pembelajaran yang
efektif serta mempu mengukur hasil belajar pada ranah kognitif, afektif dan
psikomotor.
F. Penelitian Terdahulu Tentang Learning Cycle
1. Penelitian Widiasih (1997) pada 49 orang siswa kelas IV SDN Pamulang
Timur, Tangerang dengan menerapkan model Learning Cycle sebagai strategi
pembelajaran menyimpulkan antara lain: dengan menggunakan peralatan
sederhana dari lingkungan sekitar sebgai sumber belajar IPA dalam
pembelajaran konsep udara dapat meningkatkan hasil belajar siswa,
pembelajaran lebih efektif dan tidak membosankan, dapat membuat siswa
senang belajar antusias dan tidak jenuh terhadap kegiatan pembelajaran, siswa
mudah mengerti atau mengingat dan tidak cepat lupa pada konsep atau bahan
pelajaran. Walaupun guru memerlukan waktu yang banyak untuk
-
30
mempersiapkan dan melaksanakannya ternyata penggunaan Learning cycle
dalam pembelajaran dan penggunaan lingkungan sebagai sumber belajar IPA
dapat menambah atau meningkatkan wawasan pengetahuan, keterampilan,
pengalaman dan sikap guru terhadap pelaksanaan kegiatan pembelajaran IPA
di sekolah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dengan belajar melalui
model pembelajaran Learning Cycle siswa lebih mudah memahami konsep
melalui peristiwa nyata dan dalam pembelajaran ini lebih ditekankan pada
prosesnya sehingga banyak diarahkan kepada keterampilan proses dalam
usaha mengkaitkan konsep-konsep fisika yang ilmiah dengan fenomena alam
dalam kehidupan sehari-hari.
2. Penelitian Janulis, P.P. (2003) menyatakan bahwa dengan menerapkan model
mengajar konstruktivis dan model Learning Cycle dalam pembelajaran fisika
akan memudahkan siswa dalam memperoleh dan memahami konsep dan
hubungan antar konsep yang dikenalkan guru. Dengan perkataan lain model
mengajar konstruktivis dan model Learning Cycle digunakan guru sebagai
strategi pembelajaran agar siswa dengan mudah mendapatkan konsep. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa pemahaman dan penguasaan konsep yang
baik, pada gilirannya akan memberi kemudahan bagi siswa untuk
menyelesaikan masalah kuantitatif (soal) yang dihadapinya.
3. Heron 1998 dalam Ratna Wilis Dahar, 1989; Hilda Karli dan Margaretha,
2003 menyatakan bahwa strategi pembelajaran dengan menerapkan Learning
-
31
Cycle dalam fisika dirasakan cukup relevan karena penggunaan Learning
Cycle merupakan suatu strategi mengajar yang meningkatkan partisipasi aktif
siswa pada pembelajaran di SD, SMP dan SMA. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa dengan menerapkan model Learning Cycle dan
menuntut agar siswa belajar melalui pengalaman-pengalaman langsung yang
dihadapinya sehingga pelajaran lebih menarik dan siswa menjadi lebih aktif
dan sangat memberi tantangan paa siswa karena menekankan pada berfikir
dan pemecahan masalah daripada ingatan atau hasil perolehan tes.