s_bio_0700370_chapter2(1)

19
8 BAB II STRATEGI PEMBELAJARAN POE (PREDICT, OBSERVE, EXPLAIN) UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN PENGUASAAN KONSEP SISWA PADA KONSEP DIFUSI DAN OSMOSIS A. Strategi POE (Predict, Observe, Explain) POE adalah singkatan dari Predict-Observe-Explain. POE ini sering juga disebut suatu strategi pembelajaran di mana guru menggali pemahaman peserta didik dengan cara meminta mereka untuk melaksanakan tiga tugas utama, yaitu prediksi, observasi, dan memberikan penjelasan (Indrawati dan Setiawan, 2009: 45). Strategi pembelajaran Predict-Observe-Explain (POE) pertama kali dikembangkan oleh White dan Gunstone (Joyce, 2006) untuk mengungkapkan keterampilan masing-masing siswa dalam memprediksi dan alasan mereka mengenai prediksi yang mereka buat untuk menjelaskan suatu peristiwa atau kejadian. Melalui strategi pembelajaran POE siswa diharapkan menguasai ketiga jenis keterampilan proses tersebut. Strategi pembelajaran POE sering digunakan dalam mempelajari sains. Strategi POE ini lebih cocok untuk dilaksanakan dengan metode demonstrasi yang melatih siswa untuk mengobservasi dan cocok untuk pembelajaran yang berhubungan dengan konteks fisik dan materi. Menurut Joyce (2006), strategi POE dapat digunakan untuk menggali pengetahuan awal siswa, memberikan informasi kepada guru mengenai kemampuan berpikir siswa, membangkitkan siswa untuk melakukan diskusi, memotivasi siswa untuk mengeksplorasi konsep yang mereka miliki, dan membangkitkan siswa untuk melakukan investigasi.

Upload: ira-sartika-anderiani

Post on 07-Feb-2016

8 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

s_bio_0700370_chapter2(1)

TRANSCRIPT

Page 1: s_bio_0700370_chapter2(1)

8

BAB II

STRATEGI PEMBELAJARAN POE (PREDICT, OBSERVE, EXPLAIN) UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN

PENGUASAAN KONSEP SISWA PADA KONSEP DIFUSI DAN OSMOSIS

A. Strategi POE (Predict, Observe, Explain)

POE adalah singkatan dari Predict-Observe-Explain. POE ini sering juga

disebut suatu strategi pembelajaran di mana guru menggali pemahaman peserta

didik dengan cara meminta mereka untuk melaksanakan tiga tugas utama, yaitu

prediksi, observasi, dan memberikan penjelasan (Indrawati dan Setiawan, 2009:

45). Strategi pembelajaran Predict-Observe-Explain (POE) pertama kali

dikembangkan oleh White dan Gunstone (Joyce, 2006) untuk mengungkapkan

keterampilan masing-masing siswa dalam memprediksi dan alasan mereka

mengenai prediksi yang mereka buat untuk menjelaskan suatu peristiwa atau

kejadian. Melalui strategi pembelajaran POE siswa diharapkan menguasai ketiga

jenis keterampilan proses tersebut.

Strategi pembelajaran POE sering digunakan dalam mempelajari sains.

Strategi POE ini lebih cocok untuk dilaksanakan dengan metode demonstrasi

yang melatih siswa untuk mengobservasi dan cocok untuk pembelajaran yang

berhubungan dengan konteks fisik dan materi. Menurut Joyce (2006), strategi

POE dapat digunakan untuk menggali pengetahuan awal siswa, memberikan

informasi kepada guru mengenai kemampuan berpikir siswa, membangkitkan

siswa untuk melakukan diskusi, memotivasi siswa untuk mengeksplorasi konsep

yang mereka miliki, dan membangkitkan siswa untuk melakukan investigasi.

Page 2: s_bio_0700370_chapter2(1)

9

Strategi pembelajaran POE menginduk pada paham pembelajaran

konstruktivisme, yang menganggap bahwa siswa dengan pengetahuan awal yang

telah mereka miliki akan dapat mengembangkan pemahaman atau

pengetahuannya itu dengan adanya program dan pembelajaran yang baru. Strategi

pembelajaran POE dapat digunakan untuk menggali pengetahuan awal siswa

kemudian merekonstruksi ke dalam pemahaman baru yang mereka dapat dari

hasil kegiatan observasi.

Strategi pembelajaran POE menggali pemahaman siswa melalui tiga tugas

utama, yaitu memprediksi (predict), mengamati (observasi) dan menjelaskan

(explain). Menurut Indrawati dan Setiawan (2009: 45), ketiga tugas siswa dalam

strategi pembelajaran POE yaitu:

1. Predict : pada tahap ini peserta didik diminta untuk menduga apa yang akan

terjadi terhadap suatu fenomena yang akan dipelajari.

2. Observe: pada tahap ini, guru melaksanakan kegiatan, menunjukkan proses

atau demonstrasi dan peserta didik diminta untuk mencatat apa yang terjadi

dan mencocokkan dengan dugaannya.

3. Explain: pada tahap ini, guru meminta peserta didik untuk mengajukan

hipotesis mengenai mengapa terjadi seperti yang mereka lakukan dan

menjelaskan perbedaan antara prediksi yang dibuatnya dengan hasil

observasinya.

Pada tahap explain, siswa diminta untuk menjelaskan mengapa terjadi

seperti yang mereka lakukan dan menjelaskan perbedaan antara prediksi yang

dibuatnya dengan hasil observasinya. Jika dugaan mereka sama dengan hasil

Page 3: s_bio_0700370_chapter2(1)

10

pengamatan maka akan terjadi penguatan konsep yang dimiliki siswa, sebaliknya

jika yang diamati berbeda dengan yang diduga siswa maka akan terjadi kognitif

konflik yang perlu adanya proses akomodasi kognitif dalam pikiran siswa (Piaget,

1972 dalam Wahyudhi, 2011). Perbedaan ini adalah hasil dari perbedaan konsep

yang menjadi konsep alternatif bagi siswa, dan bukan merupakan kesalahan

konsep (Ausubel, 1990 dalam Wahyudhi, 2011). Hal ini juga menunjukkan

kepada guru bahwa siswa telah mempunyai pengetahuan dan pengertian

awal (existing knowledge and understanding) dan dapat dijadikan sebagai starting

point untuk membangun ide-ide baru berdasarkan bukti yang mereka saksikan

(White & Gunstone, 1992 dalam Wahyudhi, 2011).

Kegiatan yang harus dilakukan oleh guru dalam pembelajaran dengan

strategi POE ini adalah mengatur demonstrasi yang berhubungan dengan topik

pembelajaran dan menyampaikan apa yang harus dilakukan oleh siswa. Menurut

Joyce (2006) tahapan yang harus dilakukan guru dalam strategi pembelajran POE

adalah :

Tahap 1: Predict (Membuat prediksi)

a. Meminta siswa untuk menuliskan prediksi mereka tentang sesuatu yang akan

terjadi secara bebas menurut masing-masing siswa.

b. Menanyakan kepada siswa apa yang mereka pikirkan tentang apa yang

mereka lihat dan alasan mereka menjawab demikian.

Tahap 2: Observe (Mengamati)

a. Melakukan demonstrasi.

b. Memberi waktu kepada siswa untuk melakukan pengamatan.

Page 4: s_bio_0700370_chapter2(1)

11

c. Meminta siswa untuk melakukan pengamatan.

Tahap 3: Explain (Menjelaskan)

a. Meminta siswa untuk mengubah atau menambahkan penjelasan mereka

dengan disertai hasil pengamatannya.

b. Meminta siswa mendiskusikan ide mereka bersama-sama.

Secara lebih rinci strategi POE terdiri atas langkah-langkah sebagai berikut:

Tabel 2.1 Langkah-langkah dalam strategi POE

Fase-fase Perilaku guru

Fase 1 Orientasi siswa kepada fenomena yang akan terjadi

Menjelaskan tujuan, alat bahan yang diperlukan, memotivasi siswa agar menduga apa yang akan terjadi terhadap kegiatan yang akan dilakukan guru

Fase 2 Siswa mengamati apa yang dilakukan guru

Guru melakukan kegiatan untuk diamati siswa

Fase 3 Siswa menjelaskan apa yang terjadi dengan kegiatan guru

Siswa diminta menjelaskan fenomena apa yang terjadi dengan kegiatan yang dilakukan guru

(Sumber: Tytler, 1992 dalam Wahyudhi, 2011)

B. Keterampilan Proses Sains

1. Pengertian Keterampilan Proses

Pendekatan keterampilan proses merupakan adalah proses pembelajaran

yang dirancang sedemikian rupa sehingga siswa dapat menemukan fakta-fakta,

membangun konsep-konsep dan teori-teori dengan keterampilan intelektual dan

sikap ilmiah siswa sendiri (Devi et al., 2009). Dengan pendekatan keterampilan

proses, siswa diberi kesempatan untuk terlibat langsung dalam kegiatan-kegiatan

Page 5: s_bio_0700370_chapter2(1)

12

ilmiah. Pendekatan keterampilan proses sains dapat diartikan sebagai wawasan

pengembangan keterampilan–keterampilan intelektual, sosial dan fisik yang

bersumber dari kemampuan-kemampuan mendasar yang prinsipnya telah ada

dalam diri siswa. Pendekatan keterampilan proses pada pembelajaran sains lebih

menekankan pembentukan keterampilan untuk memperoleh pengetahuan dan

mengkomunikasikan hasilnya.

Menurut Semiawan et al. (1986: 18), proses belajar mengajar yang

menerapkan pendekatan keterampilan proses dapat menciptakan kondisi cara

belajar siswa yang lebih aktif. Sejalan dengan pernyataan tersebut Rustaman et al.

(2003: 93) mengatakan bahwa keterampilan proses melibatkan keterampilan-

keterampilan kognitif atau intelektual, manual, dan sosial. Keterampilan kognitif

atau intelektual terlibat karena dengan melakukan keterampilan proses siswa

menggunakan pikirannya. Keterampilan manual jelas terlibat dalam keterampilan

proses karena mungkin mereka melibatkan penggunaan alat dan bahan,

pengukuran, penyusunan, atau perakitan alat. Dengan keterampilan sosial

dimaksudkan bahwa mereka berinteraksi dengan sesamanya dalam melaksanakan

kegiatan belajar mengajar dengan keterampilan proses, misalnya mendiskusikan

hasil pengamatan.

Pendekatan keterampilan proses dimaksudkan untuk mengembangkan

kemampuan-kemampuan yang dimiliki oleh individu siswa. Dimyati dan

Mudijono (2009: 138-139) memuat ulasan pendekatan keterampilan proses yang

diambil dari pendapat Funk sebagai berikut: (1) Pendekatan keterampilan proses

dapat mengembangkan hakikat ilmu pengetahuan siswa. Siswa terdorong untuk

Page 6: s_bio_0700370_chapter2(1)

13

memperoleh ilmu pengetahuan dengan baik karena lebih memahami fakta dan

konsep ilmu pengetahuan; (2) Pembelajaran melalui keterampilan proses akan

memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja dengan ilmu pengetahuan,

tidak hanya menceritakan, dan atau mendengarkan sejarah ilmu pengetahuan; (3)

Keterampilan proses dapat digunakan oleh siswa untuk belajar proses dan

sekaligus produk ilmu pengetahuan.

Beberapa alasan yang melandasi pentingnya penerapan pendekatan

keterampilan proses dalam pembelajaran (Semiawan et al., 1986: 14) di antaranya

yaitu:

a. Semakin pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan, menyebabkan semakin

sedikit kemungkinan guru untuk mengajarkan semua fakta dan konsep kepada

siswa.

b. Para ahli psikologi umumnya sependapat bahwa siswa dapat dengan mudah

memahami konsep yang rumit dan abstrak apabila disertai dengan contoh

yang konkret.

c. Penemuan-penemuan pengetahuan yang tidak bersifat mutlak benar,

penemuannya hanya bersifat relatif.

d. Pengembangan konsep dalam proses belajar mengajar sebaiknya tidak

terlepas dari pengembangan sikap dan nilai yang ada dalam diri siswa.

Pendekatan keterampilan proses memberikan kesempatan kepada siswa

untuk secara nyata bertindak sebagai seorang ilmuwan (Dimyati & Mudjiono,

2009: 139). Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa dengan penerapan

pendekatan keterampilan proses menuntut adanya keterlibatan fisik dan mental-

Page 7: s_bio_0700370_chapter2(1)

14

intelektual siswa. Hal ini dapat digunakan untuk melatih dan mengembangkan

keterampilan intelektual atau kemampuan berfikir siswa. Selain itu juga

mengembangkan sikap-sikap ilmiah dan kemampuan siswa untuk menemukan

dan mengembangkan fakta, konsep, dan prinsip ilmu atau pengetahuan. Dengan

demikian, keterampilan-keterampilan itu menjadi roda penggerak penemuan dan

pengembangan fakta dan konsep, serta penumbuhan dan pengembangan sikap dan

nilai (Semiawan et al., 1986: 18).

2. Jenis-jenis Keterampilan Proses Sains

Keterampilan proses terdiri atas sejumlah keterampilan yang satu sama

lain sebenarnya tidak dapat dipisahkan, namun ada penekanan khusus dalam

masing-masing keterampilan proses tersebut (Rustaman et al., 2003). Berikut ini

terdapat jenis-jenis keterampilan proses sains dan indikator dari keterampilan

proses sains tersebut yaitu:

Tabel 2.2 Jenis-jenis Keterampilan Proses Sains dan Indikatornya

No. Keterampilan proses

Indikator

1. Mengamati atau observasi

a. Menggunakan sebanyak mungkin indera b. Mengumpulkan atau menggunakan fakta yang

relevan

2. Mangalompokkan atau klasifikasi

a. Mencatat pengamatan secara terpisah b. Mencari perbedaan dan persamaan c. Mengontraskan ciri-ciri d. Membandingkan e. Mencari dasar pengelompokkan f. Menghubungkan hasil-hasil pengamatan

3. Menafsirkan atau interpretasi

a. Menghubungkan hasil-hasil pengamatan b. Menemukan pola dalam suatu seri pengamatan c. menyimpulkan

Page 8: s_bio_0700370_chapter2(1)

15

No. Keterampilan

proses Indikator

4. Meramalkan atau prediksi

a. Menggunakan pola-pola hasil pengamatan b. Mengemukakan apa yang mungkin terjadi pada

keadaan yang belum diamati

5. Mengajukan pertanyaan

a. Bertanya apa, bagaimana, dan mengapa b. Bertanya untuk meminta penjelasan c. Mengajukan pertanyaan yang berlatar belakang

hipotesis 6. Berhipotesis a. Mengetahui ada lebih dari satu kemungkinan

penjelasan dari satu kejadian b. Menyadari bahwa suatu penjelasan perlu diuji

kebenarannya dengan memperoleh bukti lebih banyak atau melakukkan cara pemecahan masalah.

7. Merencanakan percobaan atau penelitian

a. Menentukan alat atau bahan atau sumber yang akan digunakan

b. Menentukan variabel atau faktor penentu c. Menentukan apa yang akan diukur, diamati dan

dicatat d. Menentukan apa yang akan dilaksanakan berupa

langkah kerja

8. Menggunakan alat atau bahan

a. Memakai alat dan bahan b. Mengetahui alasan mengapa mengguakan alat

atau bahan c. Mengetahui bagaimana mnggunakan alat atau

bahan

9. Menerapkan konsep

a. Menggunakan konsep yang sudah dipelajari dalam situasi baru

b. Mengguanakan konsep pada pengalaman baru untuk menjelaskan apa yang sedang terjadi

10. Berkomunikasi a. Memerikan atau menggambarkan data empiris hasil percobaan atau pengamatan dengan grafik atau tabel atau diagram

b. Menyusun dan menyampaikan laporan secara sistematis

c. Menjelaskan hasil percobaan atau penelitian d. Membaca grafik atau tabel atau diagram e. Mendiskusikan hasil kegiatan suatu masalah atau

suatu peristiwa

Page 9: s_bio_0700370_chapter2(1)

16

No. Keterampilan

proses Indikator

11. Melaksakan percobaan atau eksperimen

Mencakup seluruh keterampilan proses sains

(Rustaman et al., 2003: 102 )

Keterampilan proses memprediksi, mengamati (observasi) dan

mengajukan hipotesis terdapat dalam lingkup strategi POE. Melalui strategi

pembelajaran POE siswa diharapkan menguasai ketiga jenis keterampilan proses

tersebut.

Keterampilan meramalkan atau prediksi mencakup keterampilan

mengajukan perkiraan tentang sesuatu yang belum terjadi berdasarkan suatu

kecenderungan atau pola yang sudah ada. Prediksi adalah ramalan tentang

kejadian yang dapat diamati diwaktu yang akan datang. Prediksi didasarkan pada

observasi yang cermat dan inferensi tentang hubungan antara beberapa kejadian

yang telah diobservasi. Perbedaan inferensi dan prediksi yaitu inferensi harus

didukung oleh fakta hasil observasi, sedangkan prediksi dilakukan dengan

meramalkan apa yang akan terjadi kemudian berdasarkan data pada saat

pengamatan dilakukan (Devi et al., 2009).

Keterampilan mengamati atau observasi merupakan salah satu

keterampilan proses dasar. Keterampilan mengamati menggunakan lima indera

yaitu penglihatan, pembau, peraba, pengecap dan pendengar. Apabila siswa

mendapatkan kemampuan melakukan pengamatan dengan menggunakan

beberapa indera, maka kesadaran dan kepekaan mereka terhadap segala hal di

sekitarnya akan berkembang. Melatih keterampilan pengamatan termasuk melatih

Page 10: s_bio_0700370_chapter2(1)

17

siswa mengidentifikasi indera mana yang tepat digunakan untuk melakukan

pengamatan suatu objek (Devi et al., 2009).

Keterampilan menjelaskan disini berarti siswa mengajukan hipotesis dan

mampu menjelaskan perbedaan antara prediksi yang dibuatnya dengan hasil

observasinya (Indrawati dan Setiawan, 2009:45). Mengajukan hipotesis itu

sendiri merupakan keterampilan menggunakan menyatakan hubungan antara dua

variabel atau mengajukan perkiraan penyebab sesuatu terjadi. Dengan

berhipotesis diungkapkan cara melakukan pemecahan masalah, karena dalam

rumusan hipotesis biasanya terkandung cara untuk mengujinya.

C. Penguasaan Konsep Siswa

Ketercapaian tujuan pembelajaran merupakan salah satu indikator

keberhasilan dalam proses pembelajaran. Dari belajar akan didapatkan suatu hasil

belajar yang mencakup kognitif (pengetahuan), afektif (sikap), dan psikomotorik

(tingkah laku). Penguasaan konsep erat kaitannya dengan hasil belajar. Dalam

dunia pendidikan, Bloom dan kawan-kawannya mengembangkan perangkat

tujuan pembelajaran yang berorientasi pada perilaku (behavioral objectives) yang

dapat diamati dan diukur secara ilmiah mengenai ketiga kategori atau domain

yaitu kognitif, afektif dan psikomotor (Makmun, 2005: 26).

Domain atau ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual

yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman,

aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. Ranah afektif berkenaan dengan sikap

yang terdiri lima aspek, yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian,

Page 11: s_bio_0700370_chapter2(1)

18

organisasi, dan internalisasi. Ranah psikomotor berkenaan dengan hasil belajar

keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotor

yakni, (a) gerakan refleks, (b) keterampilan gerakan dasar, (c) kemampuan

perseptual, (d) keharmonisan atau ketepatan, (e) gerakan keterampilan kompleks,

dan (f) gerakan ekspresif dan interpretatif (Sudjana, 2010: 23). Ketiga ranah

tersebut menjadi objek penilaian hasil belajar.

Penguasaan konsep siswa terhadap suatu materi, termasuk ke dalam ranah

kognitif. Guru dapat mengetahui tingkat penguasaan konsep siswa dengan

memberikan soal-soal yang memuat dimensi pengetahuan kognitif. Konsep yang

dikuasai siswa dipengaruhi oleh pengetahuan awal sehingga dapat diukur dari tes

awal dan tes akhir. Nilai tes awal yang tinggi merupakan bukti bahwa konsep

yang akan dipelajari sudah benar-benar dikenal oleh siswa. Sebaliknya, tes awal

yang rendah membuktikan bahwa konsep yang akan dipelajari benar-benar hal

yang baru bagi siswa yang bersangkutan. Perbedaan atau selisih nilai tes akhir

dan tes awal merupakan hasil pencapaian yang nyata sebagai pengaruh dari

proses belajar siswa (Makmun, 2005: 225).

Domain kognitif meliputi jenjang C1 hingga C6, dan saat ini telah

mengalami revisi. Taksonomi Bloom ini telah direvisi oleh Krathwohl salah satu

penggagas taksonomi tujuan belajar, agar lebih cocok dengan istilah yang sering

digunakan dalam merumuskan tujuan belajar. Pada revisi ini, jika dibandingkan

dengan taksonomi sebelumnya, ada pertukaran pada posisi C5 dan C6 dan

perubahan nama. Istilah sintesis dihilangkan dan diganti dengan Create (Nana,

2010).

Page 12: s_bio_0700370_chapter2(1)

19

Berikut ini Struktur dari Dimensi Proses Kognitif menurut Taksonomi

Bloom yang telah direvisi:

1. Mengingat (remember)

Mengingat (remember) adalah mendapatkan kembali pengetahuan yang

relevan dari memori jangka panjang (Nana, 2010). Jenjang kognitif mengingat

merupakan jenjang kognitif yang paling rendah dalam taksonomi Bloom, namun

jenjang kognitif ini merupakan prasyarat bagi jenjang kognitif selanjutnya.

2. Memahami (understand)

Memahami (understand) adalah menentukan makna dari pesan dalam

pelajaran-pelajaran meliputi oral, tertulis ataupun grafik (Nana, 2010). Jenjang

kognitif memahami lebih tinggi dari jenjang kognitif mengingat.

Menurut Sudjana (2010: 24) pemahaman dapat dibedakan kedalam tiga

kategori yaitu :

a. Tingkat terendah adalah pemahaman terjemahan.

b. Tingkat kedua adalah pemahaman penafsiran, yakni menghubungkan bagian-

bagian terdahulu dengan yang diketahui berikutnya dan membedakan yang

pokok dan yang bukan pokok.

c. Tingkat ketiga atau tingkat tinggi adalah pemahaman eksplorasi. Dengan

eksplorasi diharapkan seseorang mampu melihat dibalik yang tertulis, dapat

membuat ramalan tentang konsekuensi atau dapat memperluas presepsi dalam

arti waktu, dimensi, kasus, ataupun masalahnya.

Page 13: s_bio_0700370_chapter2(1)

20

3. Mengaplikasikan (apply)

Mengaplikasikan (apply) adalah mengambil atau menggunakan suatu

prosedur tertentu bergantung situasi yang dihadapi (Nana, 2010). Suatu situasi

akan tetap dilihat sebagai situasi baru bila tetap terjadi pemecahan masalah

(Sudjana, 2010: 25). Kemampuan mengaplikasikan sangat dibutuhkan ketika

siswa menemukan permasalahan yang baru mereka ketahui.

4. Menganalisis (analyze)

Menganalisis (analyze) adalah memecah-mecah materi hingga ke bagian

yang lebih kecil dan mendeteksi bagian apa yang berhubungan satu sama lain

menuju satu struktur atau maksud tertentu (Nana, 2010).

5. Mengevaluasi (evaluate)

Mengevaluasi (evaluate) adalah membuat pertimbangan berdasarkan

kriteria dan standar (Nana, 2010). Soal evaluasi adalah soal yang berhubungan

dengan menilai, mengambil kesimpulan, menerangkan, memutuskan dan

menafsirkan.

6. Menciptakan (create)

Menciptakan (create) adalah menyusun elemen-elemen untuk membentuk

sesuatu yang berbeda atau membuat produk original (Nana, 2010). Jenjang

kognitif mencipta adalah jenjang kognitif tertinggi dalam taksonomi Bloom.

Jenjang kognitif ini melibatkan jenjang kognitif pada tingkat sebelumnya seperti

mengingat, memahami, mengaplikasikan, menganalisis dan mengevaluasi.

Page 14: s_bio_0700370_chapter2(1)

21

Tabel 2.3 Taksonomi Bloom yang Telah Direvisi

Dimensi Pengetahuan Dimensi Proses Kognitif

1. Pengetahuan Faktual

a. Pengetahuan tentang terminologi

b. Pengetahuan tentang bagian

detail dan unsur-unsur

2. Pengetahuan Konseptual

a. Pengetahuan tentang klasifikasi

dan kategori

b. Pengetahuan tentang prinsip dan

generalisasi

c. Pengetahuan tentang teori,

model, dan struktur

3. Pengetahuan Prosedural

a. Pengetahuan tentang

keterampilan khusus yang

berhubungan dengan suatu

bidang tertentu dan pengetahuan

algoritma

b. pengetahuan tentang teknik dan

metode

c. Pengetahuan tentang kriteria

penggunaan suatu prosedur

4. Pengetahuan Metakognitif

a. Pengetahuan strategi

b. Pengetahuan tentang operasi

kognitif

c. Pengetahuan tentang diri sendiri

C1 Mengingat (Remember)

1.1 Mengenali (Recognizing)

1.2 Mengingat (Recalling)

C2 Memahami (Understand)

1.1 Menafsirkan (Interpreting)

1.2 Memberi contoh (Exampliying)

1.3 Meringkas (Summarizing)

1.4 Menarik inferensi (Inferring)

1.5 Membandingkan (Compairing)

1.6 Menjelaskan (Explaining)

C3 Mengaplikasikan (Apply)

1.1 Menjalankan (Executing)

1.2 Mengimplementasikan

(Implementing)

C4 Menganalisis (Analyze)

1.1 Menguraikan (Differentiating)

1.2 Mengorganisir (Organizing)

1.3 Menemukan makna tersirat

(Attributing)

C5 Evaluasi (Evaluate)

1.1 Memeriksa (Checking)

1.2 Mengkritik (Critiquing)

C6 Membuat (Create)

1.1 Merumuskan (Generating)

1.2 Merencanakan (Planning)

1.3 Memproduksi (Producing)

(Anderson & Krathwohl, 2001 dalam Wulan, 2011)

Page 15: s_bio_0700370_chapter2(1)

22

D. Kajian Difusi dan Osmosis

Dinding sel merupakan salah satu ciri sel tumbuhan yang membedakannya

dari sel hewan. Dinding sel secara umum dibedakan menjadi dinding sel primer

dan dinding sel sekunder. Seluruh aktivitas sel tumbuhan sangat tergantung

dengan keberadaan dinding sel ini. Dinding ini melindungi sel tumbuhan,

mempertahankan bentuknya, dan mencegah penghisapan air secara berlebihan

(Campbell, 2002: 135). Dinding sel selain berfungsi untuk proteksi isi sel juga

berperan sebagai jalan keluar masuknya air, makanan dan garam-garam mineral

ke dalam sel. Molekul atau partikel air, gas dan mineral masuk ke dalam sel

tumbuhan melalui proses difusi dan osmosis. Melalui proses-proses tersebut

tumbuhan dapat memperoleh zat-zat yang diperlukan untuk pertumbuhannya

(Tjitrosomo, 1983).

Air masuk ke dalam akar, bergerak dari sel ke sel dan meninggalkan tubuh

dalam bentuk uap, semua melalui proses difusi. Gas-gas (O2 dan CO2), unsur-

unsur dan bahan bahan makanan masuk ke dalam sel atau di antara sel-sel dan

bergerak dari sel ke sel dengan jalan difusi (Tjitrosomo, 1983). Proses difusi

berlangsung dari daerah yang memiliki konsentrasi partikel tinggi ke daerah yang

konsentrasi partikelnya rendah. Difusi berlangsung karena adanya perbedaan

konsentrasi, karena suatu perbedaan terjadi apabila terjadi perubahan konsentrasi

dari suatu keadaan ke keadaan yang lain. Selain perbedaan konsentrasi, perbedaan

sifat juga dapat menyebabkan difusi (Sasmitamihardja, 1996: 51).

Pengambilan air dan garam mineral oleh tumbuhan dari dalam tanah, salah

satunya melalui proses difusi. Difusi zat dari dalam tanah ke dalam tubuh

Page 16: s_bio_0700370_chapter2(1)

23

tumbuhan disebabkan konsentrasi garam mineral di tanah lebih tinggi daripada di

dalam sel. Proses pertukaran gas pada tumbuhan yang terjadi pada daun adalah

suatu contoh proses difusi. Di dalam proses ini CO2 masuk ke dalam rongga antar

sel pada mesofil daun, yang selanjutnya digunakan untuk proses fotosintesis.

Karena pada siang hari CO2 yang masuk ke daun akan selalu lebih rendah dari

atmosfir, akibatnya pada siang hari akan terjadi aliran difusi CO2 dari atmosfir ke

daun. Bersamaan dengan itu terjadi pula difusi O2 dari rongga antar sel daun

menuju ke atmosfir. Hal ini terjadi karena pada proses fotosintesis akan dihasilkan

oksigen, yang makin lama akan terakumulasi di dalam rongga antar sel daun

sehingga kadarnya melebihi kadar oksigen di atmosfir. Pada malam hari terjadi

proses difusi yang sebaliknya, karena malam hari tidak terjadi fotosintesis

sedangkan respirasi berjalan terus yang menghasilkan CO2 di dalam sel

(Sasmitamihardja, 1996: 51).

Osmosis merupakan peristiwa perpindahan air dari daerah yang

konsentrasi airnya tinggi ke daerah yang konsentrasi airnya rendah melalui

membran semipermeabel. Membran semipermeabel yaitu membran yang hanya

mengizinkan lalunya air dan menghambat lalunya zat terlarut (Sasmitamihardja,

1990: 52). Jika di dalam suatu bejana yang dipisahkan oleh selaput

semipermeabel, kemudian ditempatkan dua larutan glukosa yang terdiri atas air

sebagai pelarut dan glukosa sebagai zat terlarut dengan konsentrasi yang berbeda

dan dipisahkan oleh selaput selektif permeabel, maka air dari larutan yang

berkonsentrasi rendah akan bergerak atau berpindah menuju larutan glukosa yang

konsentrasinya tinggi melalui selaput permeable (Kirei, 2008). Pergerakan air

Page 17: s_bio_0700370_chapter2(1)

24

berlangsung dari larutan yang konsentrasi airnya tinggi menuju kelarutan yang

konsentrasi airnya rendah melalui selaput selektif permeabel. Larutan yang

konsentrasi zat terlarutnya lebih tinggi dibandingkan dengan larutan di dalam sel

dikatakan sebagai larutan hipertonis, sedangkan larutan yang konsentrasinya sama

dengan larutan di dalam sel disebut larutan isotonis. Jika larutan yang terdapat di

luar sel, konsentrasi zat terlarutnya lebih rendah daripada di dalam sel dikatakan

sebagai larutan hipotonis (Kirei, 2008).

Peristiwa osmosis terjadi pada penyerapan air tanah ke dalam sel akar. Jika

sel dimasukkan ke dalam larutan isotonis, bentuk sel tetap karena keadaan

seimbang. Akan tetapi, jika sel tumbuhan berada dalam larutan hipertonis

(konsentrasi larutan lebih tinggi daripada cairan sel), air dalam plasma sel akan

berosmosis keluar sehingga sel mengerut/menyusut. Protoplasma yang

kekurangan air menenyusut volumenya mengakibatkan membran sel terlepas dari

dinding sel, sehingga terjadi plasmolisis. Sebaliknya, jika sel berada dalam larutan

hipotonis (konsentrasi larutan lebih rendah daripada cairan sel), air dari luar akan

masuk ke dalam sel sehingga sel membengkak (Agustina, 2010). Sel tumbuhan

dapat mengalami kehilangan air. Jika sel kehilangan air cukup besar, maka ada

kemungkinan volume isi sel akan menurun besar sehingga tidak dapat mengisi

seluruh ruangan yang dibentuk oleh dinding sel. Artinya, membran dan sitoplasma

akan terlepas dari dinding sel, peristiwa ini disebut plasmolisis. Sel yang sudah

terplasmolisis dapat disehatkan kembali dengan memasukkannya ke dalam air

murni (Tjitrosomo, 1983: 11).

Page 18: s_bio_0700370_chapter2(1)

25

E. Penelitian yang Relevan

Strategi pembelajaran Predict-Observe-Explain (POE) pertama kali

dikembangkan oleh White dan Gunstone (Joyce, 2006) untuk mengungkapkan

keterampilan masing-masing siswa dalam memprediksi dan alasan mereka

mengenai prediksi yang mereka buat untuk menjelaskan suatu peristiwa atau

kejadian.

Beberapa penelitian mengenai strategi pembelajaran POE telah dilakukan

di tingkat SMA. Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Novitasari

(2010) yang berjudul “Pengaruh Strategi Predict-Observe-Explain (POE)

terhadap Penguasaan Konsep Siswa SMA pada Konsep Ekosistem”. Penelitian

yang dilakukan oleh Novitasari menunjukkan bahwa penguasaan konsep siswa

sebelum dan setelah diterapkannya strategi POE tidak menunjukkan hasil yang

berbeda nyata dengan siswa yang melakukan pembelajaran dengan metode

ceramah dan penugasan. Berdasarkan perhitungan N-Gain didapatkan hasil

bahwa penguasaan konsep siswa di kelas eksperimen berada pada kategori sedang

sedangkan penguasaan konsep siswa di kelas kontrol berada pada kategori

rendah.

Selain penelitian yang telah dilakukan oleh Novitasari, ada juga penelitian

mengenai POE yaitu penelitian yang dilakukan oleh Arohman (2010). Penelitian

yang dilakukan oleh Arohman (2010) berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran

POE (Predict-Observe-Explain) terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa

Madrasah Aliyah pada Konsep Sistem Ekskresi”. Penelitian yang dilakukan oleh

Arohman menunjukkan bahwa penggunaan model pembelajaran POE lebih dapat

Page 19: s_bio_0700370_chapter2(1)

26

meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa dibandingkan dengan

pembelajaran tradisional. Berdasarkan uji statistik didapatkan hasil bahwa

terdapat perbedaan yang signifikan dalam peningkatan keterampilan berpikir

kritis siswa antara kelas eksperimen dan kelas kontrol.