salib ngrengkuh kawula tuwin panjenengan · motto vii abstrak vii daftar isi viii pendahuluan 1 ......

37
Salib Ngrengkuh Kawula tuwin Panjenengan (Menilik Keberpusatan Salib dalam Kekristenan sebagai simbol Kesetaraan Agama-Agama menurut pandangan Choan-Seng Song) Oleh Puthut Ageng Bagaskara 712014068 Tugas Akhir Diajukan Kepada Program Studi Teologi, Fakultas Teologi Guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains Teologi Program Studi Teologi Fakultas Teologi Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga, 2019

Upload: others

Post on 05-Nov-2020

11 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Salib Ngrengkuh Kawula tuwin Panjenengan · Motto Vii Abstrak Vii Daftar Isi Viii Pendahuluan 1 ... 7 Yesus mencontohkan pola kehidupan-Nya, yaitu berjalan dalam kesetiakawanan dengan

Salib Ngrengkuh Kawula tuwin Panjenengan

(Menilik Keberpusatan Salib dalam Kekristenan sebagai simbol Kesetaraan

Agama-Agama menurut pandangan Choan-Seng Song)

Oleh

Puthut Ageng Bagaskara

712014068

Tugas Akhir

Diajukan Kepada Program Studi Teologi, Fakultas Teologi

Guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains

Teologi

Program Studi Teologi

Fakultas Teologi

Universitas Kristen Satya Wacana

Salatiga,

2019

Page 2: Salib Ngrengkuh Kawula tuwin Panjenengan · Motto Vii Abstrak Vii Daftar Isi Viii Pendahuluan 1 ... 7 Yesus mencontohkan pola kehidupan-Nya, yaitu berjalan dalam kesetiakawanan dengan

i

Page 3: Salib Ngrengkuh Kawula tuwin Panjenengan · Motto Vii Abstrak Vii Daftar Isi Viii Pendahuluan 1 ... 7 Yesus mencontohkan pola kehidupan-Nya, yaitu berjalan dalam kesetiakawanan dengan

ii

Page 4: Salib Ngrengkuh Kawula tuwin Panjenengan · Motto Vii Abstrak Vii Daftar Isi Viii Pendahuluan 1 ... 7 Yesus mencontohkan pola kehidupan-Nya, yaitu berjalan dalam kesetiakawanan dengan

iii

Page 5: Salib Ngrengkuh Kawula tuwin Panjenengan · Motto Vii Abstrak Vii Daftar Isi Viii Pendahuluan 1 ... 7 Yesus mencontohkan pola kehidupan-Nya, yaitu berjalan dalam kesetiakawanan dengan

iv

Page 6: Salib Ngrengkuh Kawula tuwin Panjenengan · Motto Vii Abstrak Vii Daftar Isi Viii Pendahuluan 1 ... 7 Yesus mencontohkan pola kehidupan-Nya, yaitu berjalan dalam kesetiakawanan dengan

v

Kata Pengantar

Gereja pada umumnya menempatkan salib sebagai salah satu bagian

dalam arsitektur bangunannya. Salib seringkali juga dijadikan sebagai salah satu

hiasan dinding pada bangunan rumah umat Kristen. Salib sering terlihat pada

bangunan milik institusi Yayasan Kekristenan bahkan hiasan tubuh bagi

seseorang yang beragama Kristen. Menjadi cukup menarik ketika muncul

pemahaman bahwa salib sekadar menjadi identitas Kekristenan, tanpa mendalami

lebih lanjut kekayaan makna di dalamnya.

Atas rampungnya tugas akhir ini maka puji syukur senantiasa layak

penulis haturkan bagi Tuhan Yang Maha Kuasa. Sebab melalui refleksi, penulis

percaya tanpa penyertaan-Nya bahwa tugas akhir ini tidak akan terselesaikan.

Akan tetapi penulis juga percaya bahwa penyelesaian tugas akhir ini dapat

terwujud berkat bantuan banyak pihak. Untuk itu penulis ingin menyampaikan

terimakasih terima kasih dan hormat kepada semua pihak yang telah membantu

dan mendukung sehingga tugas akhir ini boleh terselesaikan. Untuk orang tua

yang rela berjuang keras demi kebahagiaan yang saat ini penulis rasakan, kepada

merekalah terima kasih dan hormat terbesar penulis berikan. Ungkapan

terimakasih juga penulis sampaikan kepada Pdt. Dr. Ebenhaizer I. Nuban Timo

sebagai pembimbing pertama. Penulis mengucapkan terimakasih atas nilai-nilai

kesabaran berproses yang penulis dapatkan dari beliau. Satu pesan beliau yang

selalu penulis ingat adalah nilai akademik dalam bidang teologi tidak selalu

berjalan sejajar dan sama dengan nilai pelayanan di lapangan. Melalui pernyataan

tersebut penulis semakin mendapatkan dorongan untuk terus berproses dalam

berbagai macam keadaan. Penulis juga menghaturkan terima kasih yang sangat

besar kepada Pdt. Simon Julianto M.Si sebagai pembimbing beliau. Motivasi, dan

nilai-nilai di dalam dinamika proses yang beliau sampaikan akan selalu penulis

pegang dalam proses kehidupan mendatang. Kepada Rizkiana Ika Raharjo yang

selalu menghasilkan semangat baru bagi penulis selama proses kuliah hingga

masa penyelesaian penulisan tugas akhir, penulis berharap bahwa semangat itu

juga terus memancar dalam proses-proses yang akan datang. Penulis juga percaya

bahwa setiap pertemuan selama proses kuliah telah melahirkan banyak refleksi

Page 7: Salib Ngrengkuh Kawula tuwin Panjenengan · Motto Vii Abstrak Vii Daftar Isi Viii Pendahuluan 1 ... 7 Yesus mencontohkan pola kehidupan-Nya, yaitu berjalan dalam kesetiakawanan dengan

vi

dan penguatan bagi penulis dalam menjalani hari di Kota Salatiga. Kepada tim

Radak Anu: Krisarlangga Rio dan Jonathan Dea Kris Utomo, penulis berharap

bahwa dorongan untuk saling menguatkan akan terus tertuang dalam pengamalan

yang belum dinyatakan. Terkhusus bagi Ricko Danta Simanjorang, penulis

mengucapkan banyak terima kasih atas pengertian bahwa tidak selamanya

pemikiran miring menghasilkan dampak yang buruk, bahkan terkadang

sebaliknya yaitu mampu memberikan pengertian baru yang cukup berkontribusi

penting dalam kepelbagaian dinamika proses. Kepada segenap rekan di Fakultas

Teologi, ucapan terimakasih juga senantiasa layak penulis haturkan atas proses

bersama yang telah berjalan.

Semoga tulisan ini berguna bagi mereka yang membacanya. Kritik dan

saran dari pembaca tulisan ini sangat penulis harapkan guna perbaikan kualitas

penulisan. Tuhan kiranya menyertai kita.

Salatiga, 21 Agustus 2019

Page 8: Salib Ngrengkuh Kawula tuwin Panjenengan · Motto Vii Abstrak Vii Daftar Isi Viii Pendahuluan 1 ... 7 Yesus mencontohkan pola kehidupan-Nya, yaitu berjalan dalam kesetiakawanan dengan

vii

Motto

“NGELI NANGING ORA KELI”

terj. Bahasa Indonesia: Menghanyut tapi tidak terhanyut

Page 9: Salib Ngrengkuh Kawula tuwin Panjenengan · Motto Vii Abstrak Vii Daftar Isi Viii Pendahuluan 1 ... 7 Yesus mencontohkan pola kehidupan-Nya, yaitu berjalan dalam kesetiakawanan dengan

viii

Abstrak

Kekristenan pada umumnya membingkai salib sebagai simbol perwujudan

kasih Allah bagi ciptaan. Salib bahkan menjadi simbol Kekristenan paling kuat

pada saat ini. Salib sebagai simbol sudah selalu membawa ingatan pada peristiwa

tertentu. Melalui salib, perwujudan kasih Allah dihayati melalui kehidupan dan

karya pelayanan Yesus. Yesus turut hadir dalam dinamika kehidupan sosial,

bahkan menjauhkan diri-Nya dari pengenalan diri sebagai kalangan elit zaman

tersebut. Pemaknaan puncak karya pelayanan Yesus tertuang di dalam narasi

penyaliban-Nya di Golgota. Namun demikian, Yesus sebagai manusia yang

disalibkan sering kali kehilangan identitas kemanusiaan-Nya. Yesus sering

disebutkan sebagai sosok superior di antara manusia biasa. Pengenalan Yesus

sebagai manusia semestinya menjadi pijakan terkuat untuk mengenali kasih Allah

melalui solidaritas yang dilakukan-Nya.

Peristiwa salib dan narasi Yesus yang menderita memperoleh tempat

istimewa di dalam sejarah keselamatan yang diciptakan oleh Kekristenan dan

Gereja. Gereja sebagai institusi Kekristenan kemudian berupaya merumuskan

pengajarannya melalui narasi tersebut. Menjadi cukup bertentangan, ketika salib

yang juga menyimpan makna pelayanan Yesus memiliki nilai setara dan terbuka

bagi siapa pun, sementara Gereja pada umumnya menciptakan desain narasi salib

yang bersifat superior pada dirinya sendiri dan tertutup. Penelitian ini berupaya

menemukan kembali makna kesetaraan pada salib sebagai simbol Kekristenan

melalui model penelitian pustaka atas pandangan teologi yang dibangun oleh

Choan-Seng Song dalam karya-karyanya. Nilai kesetaraan yang terkandung di

dalam pemaknaan salib merupakan salah satu pandangan yang ditawarkan bagi

Kekristenan di Indonesia khususnya, dalam menghadapi kemajemukan yang ada

di lingkungannya.

Kata Kunci : Salib, Kristus, Gereja, Agama-Agama

Page 10: Salib Ngrengkuh Kawula tuwin Panjenengan · Motto Vii Abstrak Vii Daftar Isi Viii Pendahuluan 1 ... 7 Yesus mencontohkan pola kehidupan-Nya, yaitu berjalan dalam kesetiakawanan dengan

ix

Daftar Isi

Cover

Lembar Pengesahan I

Pernyataan Tidak Plagiat Ii

Persetujuan Akses Iii

Persetujuan Publikasi Iv

Kata Pengantar V

Motto Vii

Abstrak Vii

Daftar Isi Viii

Pendahuluan 1

Salib bukan sekadar Lambang 7

Perjalanan Pemaknaan Salib 9

Hierarki dan Kesetaraan 13

Biografi Choan-Seng Song 16

Salib dan Kesetaraan 17

Makna Kesetaraan dalam Simbol Salib bagi Kehidupan Kekristenan

Indonesia

21

Kesimpulan 24

Daftar Pustaka 26

Page 11: Salib Ngrengkuh Kawula tuwin Panjenengan · Motto Vii Abstrak Vii Daftar Isi Viii Pendahuluan 1 ... 7 Yesus mencontohkan pola kehidupan-Nya, yaitu berjalan dalam kesetiakawanan dengan

1

Pendahuluan

Kesatuan sebuah kelompok, seperti semua nilai budayanya, pasti

diungkapkan dengan memakai simbol. Simbol merupakan sebuah pusat perhatian

yang tertentu, sebuah sarana komunikasi, dan landasan pemahaman bersama.

Setiap komunikasi, dengan bahasa atau sarana yang lain, menggunakan simbol-

simbol. Masyarakat hampir tidak mungkin ada tanpa simbol-simbol.1 Simbol

menghantar menuju sebuah pemaknaan atau keberadaan entitas tertentu.

Pengujian atas keberhasilan sebuah simbol dapat dilihat ketika simbol itu mampu

memberikan terang atas makna yang menyertainya. Simbol hadir sebagai sebuah

tampilan sederhana yang mengandung kompleksitas makna.

“Every religion and ideology has its visual symbol, which illustrates a

significant feature of its history or beliefs.”2 Kehadiran simbol juga ditampilkan

untuk menerangkan kompleksitas ajaran agama, sebagai contoh beberapa agama

yang ada di Asia. Agama Buddha menempatkan bunga teratai sebagai salah satu

simbol agamanya. Pemaknaan ajaran Buddha dikaitkan pada bentuk roda yang

terdapat di dalam bunga teratai untuk menggambarkan siklus antara kelahiran dan

kematian. Agama Islam yang disimbolkan dengan bulan sabit, paling kurang di

Asia Barat, hendak menggambarkan tahap dari perubahan bulan. Bulan sabit

sebelumnya dimaknai oleh bangsa Yunani sebagai bangsa pagan yang berhasil

menaklukkan Byzantium karena penyertaan Dewi Artemis. Sebaliknya, agama

Yahudi kuno justru menghindari pembuatan simbol, karena khawatir dapat

melanggar perintah kedua yang melarang pembuatan patung atau berhala.3 Simbol

hadir dengan berjuang mempertahankan kualitasnya, di tengah kelanjutan proses

pemikiran dan pemaknaan ajaran agama khususnya.

“When archeologist dig up a place of worship in the desert sand and find

in it the sign of the cross, they can be virtually certain that it is a Christian

church. Today, too, we find the cross in Christian churches as the central

1 F. W. Dilistone, Daya Kekuatan Simbol, ed. A. Widyamartaya (Yogyakarta: Kanisius,

2002), 15. 2 John Stott, The Cross of Christ (Leicester: Inter-Varsity, 1986), 19. 3 Agama-agama berusaha merumuskan satu simbol yang berguna untuk menyampaikan

isi ajaran mereka. Beragam proses, diskusi, bahkan kesulitan dilalui untuk merumuskannya. Maka

perlu disadari bahwa terwujudnya suatu simbol dalam agama khususnya, membawa pula berbagai

proses dan pemikiran yang melahirkannya. Lih. Stott, Cross of Christ, 19-20.

Page 12: Salib Ngrengkuh Kawula tuwin Panjenengan · Motto Vii Abstrak Vii Daftar Isi Viii Pendahuluan 1 ... 7 Yesus mencontohkan pola kehidupan-Nya, yaitu berjalan dalam kesetiakawanan dengan

2

symbol”4. Rupanya agama Kristen juga dinilai sebagai salah satu pengguna

simbol. Agama Kristen tampil dengan simbol yang begitu erat dengan

pengajarannya, yaitu salib. Gereja pada umumnya bahkan mengajarkan model-

model kesetiaan pada Kristus dengan menyorot kembali proses perjalanan menuju

salib. Pengajaran gereja pada umumnya yang melibatkan pemaknaan salib, mau

tidak mau membuatnya semakin sulit dilepaskan dari kehidupan pengikut Agama

Kristen.5 Seolah pengikut agama Kristen di sepanjang masa turut merasakan dan

mengalami kejadian salib Yesus di Golgota. Hal inilah yang kemudian

melahirkan beragam refleksi salib, mengingat kepelbagaian latar belakang

penganut Agama Kristen.

Salib merupakan salah satu simbol yang muncul dan menjadi identitas

agama Kristen. Beberapa simbol lain yang muncul dalam perjalanan agama

Kristen misalnya, burung merak, burung merpati, palem kemenangan, dan ikan.

Proses perumusan simbol dalam agama Kristen membutuhkan waktu panjang.6

Refleksi atas makna dari setiap simbol yang dimunculkan terus bergulir. Namun,

salib tampil sebagai simbol yang paling kuat hingga saat ini. Hal ini juga

dipengaruhi karena keberpusatan salib mengarah pada diri Yesus sendiri. Hal ini

merupakan suatu bentuk kesetiaan pada Yesus, yaitu bahwa para pengikutnya

berpegang teguh pada simbol kehadiran-Nya7.

Salib memiliki kekayaan makna yang dilahirkan oleh proses pergumulan

para teolog di sepanjang masa. Salah satu pemaknaan mengkaitkan dengan bentuk

salib, yaitu bahwa salib terdiri dari dua buah garis. Garis vertikal yang menunjuk

ke arah atas, yaitu kepada Allah; artinya, kita harus membangun relasi yang baik

dengan Allah. Garis mendatar, garis horizontal berarti setiap orang Kristen harus

membangun hubungan yang baik dengan lingkungan hidupnya, dengan sesama

manusia. Rasul Paulus menghimbau agar semua orang Kristen yang percaya

4 Jurgen Moltmann, The Crucified God, (San Francisco: SCM Press LTD, 1991), 32. 5 Gereja-gereja perlu menghadirkan diri dalam pergumulan lingkungannya. Gereja perlu

menjadi gereja salib, dimana gereja tidak menjadi gereja masochis yang menikmati keindahan

salib, melainkan sebaliknya gereja ikut serta bergumul dalam penderitaan, kesengsaraan,

kerinduan dan pengharapan dari sesamanya. Lih. Mariani Febriana, “Teologia Salib Martin Luther

dan Implikasinya Dalam Dunia Masa Kini,” Jurnal Theologia Aletheia 12, no. 21 (September

2010): 53. 6 Stott, Cross of Christ, 20. 7 Yesus mencontohkan pola kehidupan-Nya, yaitu berjalan dalam kesetiakawanan dengan

kaum miskin, dengan para perantau dan pengungsi, sehingga di dalam diri orang-orang ini kita

dapat menemukan wajah Yesus. Lih. Michael Heinz, Jalan Salib (Flores: Ledalero, 2006), 6.

Page 13: Salib Ngrengkuh Kawula tuwin Panjenengan · Motto Vii Abstrak Vii Daftar Isi Viii Pendahuluan 1 ... 7 Yesus mencontohkan pola kehidupan-Nya, yaitu berjalan dalam kesetiakawanan dengan

3

kepada Yesus merendahkan diri, supaya sehati sepikir, dan seperasaan satu dalam

kasih (Flp. 2:1-2).8 Masalah yang umumnya muncul adalah kekayaan makna pada

salib kurang mendapatkan perhatian, sehingga salib sekadar menjadi hiasan ruang

tanpa makna.

“Yesus yang historis ini, kata Chakkarai, adalah Avatar ilahi bagi kita.”9

Allah yang Maha Tinggi, yang melampaui kehidupan duniawi rela merendahkan

diri-Nya, menjelma menjadi manusia dalam kesetaraan dan berkarya di

dalamnya. Pengurbanan Yesus sudah selalu mengandung nilai kesetaraan yang

seharusnya juga ikut diteladani oleh pengikut agama Kristen sebagai umat yang

meneladani Yesus. Efesus 2:16 menuliskan “dan untuk memperdamaikan

keduanya, di dalam satu tubuh, dengan Allah oleh salib, dengan melenyapkan

perseteruan pada salib itu” (TB). Bagaimanapun salib dalam kehidupan Israel

telah mengkaryakan perdamaian antara Yahudi dan Yunani, bahkan mendekatkan

pihak yang semula jauh dari keselamatan, yang pada mulanya hanya ditempatkan

pada bangsa Israel.10

Perkembangan komunitas Kristen yang dianggap berawal dari dunia Barat

hingga meluas ke Afrika dan Asia pada abad XIX telah “mengKristenkan” pihak-

pihak yang belum berada dalam kelompok agama Kristen. Misi yang sedemikian

oleh Song dipandang memiliki tujuan untuk mengendalikan, mengubah, dan

mengasingkan orang-orang Kristen baru tersebut dari akar budaya mereka.11 Asia

menyimpan kekayaan agama dan budaya, ketika misi “pengKristenan” tersebut

menghampirinya. Sangat ironis ketika sang tamu justru bersikap eksklusif dan

8 Budi Raharjo, et al., Makna Keselamatan Dalam Perspektif Agama-Agama, rev.ed.

Ignatius Loyola Madya Utama, SJ. (Yogyakarta: Universitas Sanata Darma, 2014), 62. 9 Dr. A.A. Yewangoe, Theologia Crucis di Asia, ed. Stephen Suleeman (Jakarta: BPK

Gunung Mulia, 2009), 74. 10 Suatu rahasia, yang tersembunyi sejak awal, yaitu bahwa Allah menginginkan

penebusan seluruh umat manusia, Yahudi dan bukan Yahudi, melalui iman pribadi dalam

penebusan dosa dari Mesias. Lih. Bob Utley, “Paulus Terbelenggu: Injil Tak Terbelenggu,”

Kumpulan Komentari Belajar Perjanjian Baru 8, no. 47 (Juni 1996): 118. 11 Menyebut nama Yesus Kristus – inilah misi Kristen. Sejarah menunjukkan betapa

besarnya kuasa menyebut nama Kristus ini Kuasa ini telah “mengKristenkan’ dunia Barat dan

melahirkan peradaban “Kristen”. Dan pada abad XIX, dunia melihat perluasan kuasa ini ke Afrika

dan Asia. Kuasa ini pada hakikatnya telah mengubah ruang lingkup kehidupan kita. Ia telah

mengubah bentuk masyarakat, ia telah menghilangkan sifat alam dan jiwa alam semesta. Lih. C. S.

Song, Sebutkanlah Nama-Nama Kami, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1999), 6-7.

Page 14: Salib Ngrengkuh Kawula tuwin Panjenengan · Motto Vii Abstrak Vii Daftar Isi Viii Pendahuluan 1 ... 7 Yesus mencontohkan pola kehidupan-Nya, yaitu berjalan dalam kesetiakawanan dengan

4

menuntut sang tuan rumah untuk meninggalkan kebiasaan yang telah lama

dijalani. 12

Asia adalah bunda yang dari rahimnya lahir semua agama berkitab suci di

dunia.13 Kekristenan juga merupakan salah satu agama yang lahir di Asia, namun

diasuh oleh dunia barat, dan seolah pulang ke rumah dengan membawa model

kesalehan baru dan menyingkirkan kesalehan yang telah tertanam dalam rahim

Asia. Inilah masalah yang dihadapi Kekristenan ketika kembali memasuki

kehidupan di Asia.

Agama Kristen datang ke Asia dengan sebuah proklamasi yang

mengejutkan tentang Kristus sebagai satu-satunya jalan kepada keselamatan.

Namun dalam Konferensi Kristen Asia di Sri Langka tahun 1965 para pemimpin

Kristen Asia menyatakan bahwa kebenaran dan keselamatan Kristus juga

dinyatakan dalam budaya Asia, agama yang ada di dalamnya, dan juga

keterlibatan rakyat Asia dalam revolusi.14 Hal ini didukung oleh tulisan Deutro

Yesaya yang telah mengambil langkah berani dari sentrisme Israel ke pandangan

yang jauh lebih luas tentang bangsa-bangsa.

Teologi atau refleksi Kristen tentang Allah memang harus bertolak dari

satu keyakinan religius (agama) tertentu, tetapi ia akan jatuh dalam bahaya

mengkarikaturkan Allah jika Allah diklaim hanya sebagai milik dari agama

tertentu.15 Kekristenan pada umumnya seolah memandang agama-agama non-

Kristen secara negatif, bahkan berusaha merendahkannya. Choan-Seng Song

merupakan tokoh yang dipandang oleh penulis telah berusaha memperlihatkan

bahwa penilaian negatif itu sesungguhnya lebih merupakan arogansi filosofi dan

kebudayaan Barat. Agama-agama bukanlah sekadar faktor-faktor kebetulan dalam

sejarah sehingga dapat dibuang semau-maunya.16

“Salib Ngrengkuh Kawula tuwin Panjenengan” jika diterjemahkan dalam

bahasa Indonesia memiliki arti “Salib Merengkuh Aku dan Engkau”. Judul ini

12 Song, Sebutkanlah Nama, 7. 13 Douglas J. Elwood, Teologi Kristen Asia, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1992), 262. 14 Ebenhaizer I. Nuban Timo, “Pencarian Kesaksian Kristen yang Relevan di Asia,”

Jurnal Ledalero 12, no. 2 (Desember 2013), 289. 15 Ebenhaizer I. Nuban Timo, Gereja Lintas Agama, (Salatiga: Satya Wacana University

Press, 2013), 123. 16 Choan Seng Song, Allah yang Turut Menderita. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012),

71.

Page 15: Salib Ngrengkuh Kawula tuwin Panjenengan · Motto Vii Abstrak Vii Daftar Isi Viii Pendahuluan 1 ... 7 Yesus mencontohkan pola kehidupan-Nya, yaitu berjalan dalam kesetiakawanan dengan

5

sengaja menggunakan bahasa Jawa, mengingat kosakata dalam bahasa Indonesia

memiliki keterbatasan makna. Kata “aku” dalam bahasa Jawa halus dapat

diartikan sebagai “kula” dan “kawula”. Kata “kawula” menjadi kata yang dirasa

lebih tepat untuk masuk dalam judul ini mengingat artinya yang bukan sekadar

“aku”. Kata “kawula” memiliki arti “hamba; saya (dalam tingkat lebih rendah)”.

Sementara kata “panjengan” yang dalam bahasa Indonesia memiliki arti

“engkau”, memiliki makna etis yang lebih tinggi karena mendapatkan suatu

penghargaan lebih. Istilah “tuwin” sebagai kata penghubung antara “kawula” dan

“panjengan” ternyata tidak dapat diterjemahkan begitu saja dengan istilah “dan”.

Istilah tuwin sesungguhnya hendak menunjukkan bahwa “kawula” dan

“panjengan” merupakan satu kesatuan yang terikat.

Kamus Bahasa Jawa terbitan Duta Wacana University Press

menerjemahkan “ngrengkuh” dalam bentuk kata kerja “narik menyang

dhadhane”. Sementara dalam bahasa Indonesia, “ngrengkuh” diterjemahkan

menjadi “merengkuh”. Arti kata ini menurut KBBI adalah menarik (mendekatkan,

meraih) arah ke dada (tubuh): ia ~ kepala anak itu, lalu didekapnya; menjadikan

(menganggap) sebagai: dia ~ anak itu seperti anak sendiri. Merengkuh dalam

terjemahan bebas juga dapat diartikan menarik seseorang yang telah jatuh dan

tidak dapat berdiri kembali, mengangkat, dan memeluk atau merangkulnya. Dapat

diterjemahkan pula bahwa melalui gestur tubuh yang sedemikian, terjalin

hubungan emosional antara si perengkuh dengan yang direngkuh.

Jadi pengertian dari judul “Salib Ngrengkuh Kawula tuwin Panjenengan”

adalah Salib menarik aku (hamba) dan engkau (tuan) ke dadanya dalam ikatan

emosional, dimana aku dan engkau juga merupakan satu kesatuan walaupun

dinyatakan dengan identitas yang berbeda. Judul ini hendak menegaskan adanya

suatu sistem kelas dalam masyarakat, dimana Kekristenan juga terlibat

didalamnya. Hal ini sangat menjadi sorotan mengingat gereja dan Kekristenan

pada umumnya tampil dengan eksklusifitas diri di tengah keberadaan budaya dan

agama di sekitarnya.

Rumusan masalah yang coba diketengahkan, yaitu: Apa relevansi makna

kesetaraan dalam Kekristenan yang disimbolkan dengan salib menurut Choan

Seng Song dengan kehidupan Kekristenan Indonesia?

Page 16: Salib Ngrengkuh Kawula tuwin Panjenengan · Motto Vii Abstrak Vii Daftar Isi Viii Pendahuluan 1 ... 7 Yesus mencontohkan pola kehidupan-Nya, yaitu berjalan dalam kesetiakawanan dengan

6

Tujuan dalam melakukan penelitian ini adalah: Menjelaskan makna

kesetaraan dalam Kekristenan yang disimbolkan dengan salib menurut Choan

Seng Song dengan kehidupan Kekristenan Indonesia.

Penulis mencoba menggunakan pemikiran Choan-Seng Song, mengingat

perannya sebagai seorang teolog yang mencoba merekonstruksi kembali teologi

barat dalam perspektif keberagaman budaya dan agama-agama Asia. Song

mengkritik Kekristenan yang sesungguhnya berasal dari rahim Asia dan

dibesarkan oleh dunia barat justru kembali ke Asia seolah dengan peran sebagai

tamu yang hendak menyingkirkan budaya-budaya yang sudah terkandung di Asia.

Ia kemudian melihat kemungkinan-kemungkinan munculnya pembedaan dan

tingkatan yang tegas antara Kekristenan sebagai ajaran yang benar dan agama

serta budaya Asia sebagai ajaran yang keliru bahkan perlu ditundukkan dan

disingkirkan. Song berusaha menyerakkan tingkatan tersebut dan berusaha

merumuskan nilai kesetaraan diantara agama-agama dan berbagai identitas lain

yang sesungguhnya juga terkandung dalam ajaran Kekristenan. Salib sebagai

simbol ajaran Kekrtistenan telah berupaya merengkuh agama dan budaya Asia

yang dianggap lebih rendah bersama ajaran Kekristenan yang diaggap lebih tinggi

dalam satu kesatuan karya Allah di tengah-tengah kehidupan bersama.

Dalam penelitian ini penulis akan menggunakan metode diantaranya:

a. Penelitian

Penulisan jurnal ini menggunakan penelitian kepustakaan (library

research), yaitu menelaah buku-buku pustaka terkait pemikiran Choan Seng

Song secara langsung.

b. Metode

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif.

Metode deskriptif yakni seluruh data penelitian yang terkumpul, kemudian

disusun dalam bentuk paparan yang bersifat deskriptif.

Penulis berharap tulisan ini pada akhirnya dapat digunakan guna

pengembangan ilmu teologi dalam bidang simbol dan kontekstual bagi Fakultas

Teologi UKSW secara khusus dan dunia teologi di Indonesia pada umumnya.

Selain itu juga melalui penelitian terhadap makna salib dalam sudut pandang

kesetaraan agama-agama, penulis berharap agar penelitian ini dapat memberikan

Page 17: Salib Ngrengkuh Kawula tuwin Panjenengan · Motto Vii Abstrak Vii Daftar Isi Viii Pendahuluan 1 ... 7 Yesus mencontohkan pola kehidupan-Nya, yaitu berjalan dalam kesetiakawanan dengan

7

sumbangsih gagasan bagi kehidupan Kekristenan masa kini ditengah budaya-

budaya yang ada di sekitarnya, khususnya di Indonesia sebagai bagian dari Asia.

Sistematika penulisan dalam kajian ini akan dibagi menjadi lima bagian.

Pada bagian pertama berisikan pendahuluan. Bagian kedua dari tulisan ini akan

membahas tentang teori simbol, teori kesetaraan, dan model-model pemaknaan

salib. Selanjutnya pada bagian ketiga memuat pemikiran-pemikiran Choan Seng

Song dalam kerangka kesetaraan agama-agama dalam ajaran Kekristenan yang

disimbolkan melalui salib. Bagian keempat berisi mengenai refleksi pemikiran

Choan Seng Song dan aktualisasinya bagi kehidupan pembaca dalam konteks

Kekristenan Indonesia. Terakhir, bagian kelima akan memuat penutup daripada

tulisan ini.

Simbol bukan sekadar Lambang

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan simbol sebagai

lambang.17 Penulis merasa cukup kesulitan untuk mengurai arti lambang tersebut

ke dalam konteks penelitian yang hendak dikaji. Oleh karena itu, penulis mencoba

memberikan pendekatan teori simbol melalui beberapa tokoh.

Karl Rahner adalah seorang teolog Yesuit dan merupakan salah satu

pemikir yang paling menarik perhatian dalam teologi modern.18 Melalui

kerumitan pendekatannya, Rahner mencoba merumuskan teori simbol yang

dikaitkannya dengan sakramen dalam teologi Katolik.19 Karl Rahner memandang

sakramen, sebagaimana dapat kita temukan pula dalam ajaran Katolik baku,

17 DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL, KAMUS BESAR BAHASA INDONESIA

EDISI KEEMPAT, (Jakarta: PT GRAMEDIA PUSTAKA UTAMA. 2008), 124. 18 Karl Rahner dilahirkan tahun 1904 dari sebuah keluarga Katolik Bavarta kelas

menengah yang cukup taat. Pada usia 18 tahun ia masuk Serikat Yesus dan menjadi Yesuit

sepanjang hidupnya. Rahner dilahirkan dalam suatu iklim kehidupan Gereja Katolik yang agak

berbeda; dan ia meninggal dalam kehidupan Gereja Katolik yang agak berbeda pula; dan berbagai

tulisannya berperan besar dalam perubahan tersebut. Pada tahun 1950-an ia dikesampingkan,

ortodoksinya dipertanyakan, karyanya disensor; namun pada tahun 1960-an ia menjadi pusat

perhatian, duduk sebagai ahli teologi dalam Konsili Vatikan Kedua. Dan dalam hampir semua

pemberitaan kecuali dalam laporannya sendiri, ia disebut-sebut sebagai salah seorang yang

berpengaruh dalam konsili tersebut. Lih. Karen Kilby, KARL RAHNER, (Yogyakarta: PENERBIT

KANISIUS, 2001), 11. 19 Kilby, RAHNER, 54.

Page 18: Salib Ngrengkuh Kawula tuwin Panjenengan · Motto Vii Abstrak Vii Daftar Isi Viii Pendahuluan 1 ... 7 Yesus mencontohkan pola kehidupan-Nya, yaitu berjalan dalam kesetiakawanan dengan

8

menegaskan bahwa sakramen pada kenyataanya menyebabkan rahmat dengan

cara menyimbolkannya.20

Rahner menekankan bahwa “simbol-simbol yang benar” dihubungkan

secara erat dengan apa yang disimbolkannya. Simbol bukan sekadar tanda,

melainkan juga menyatakan makna atas apa yang disimbolkannya.21 Menjadi

permasalahan kemudian, ketika tidak semua yang biasa disebut sebagai simbol

sesuai dengan pola ini. Bendera menyimbolkan negara, atau mulainya balapan.

Titik dan garis dalam kode Morse merupakan simbol yang mewakili huruf dan

kata. Hal ini kemudian mendapatkan pengecualian oleh Rahner. Ia menganggap

bahwa simbol ini termasuk jenis simbol sekunder atau simbol yang tidak

lengkap.22 Rahner menekankan bahwa segala sesuatu, jauh di kedalaman

hakikatnya, berlaku seperti ini. Segala sesuatu mengekspresikan diri agar menjadi

dirinya sendiri.23

Dr. Edwyn Bevan kemudian mengatakan beberapa hal terkait simbol,

diantaranya bahwa simbol mengandung suatu ingatan akan peristiwa tertentu.24 Di

sisi yang lain, kehadiran simbol juga memiliki tujuan untuk memberikan arti dan

sifatnya.25 Simbol hadir bukan sekadar dalam perwujudannya, melainkan pula

melalui pemaknaannya. Pemaknaan simbol bersifat dinamis, yang dipengaruhi

oleh internalisasi dan interpretasi dalam proses pewarisan informasi dari satu

generasi ke generasi selanjutnya.

20 Hal yang penting sehubungan dengan pendekatan Rahner adalah pernyataannya bahwa

keduanya tidak dapat dipikirkan secara terpisah. Sakramen tidak hanya menyimbolkan dan

menyebabkan rahmat, tetapi menyebabkan rahmat dengan menyimbolkannya secara tepat. Lih.

Kilby, RAHNER, 55. 21 Ketika kita melihat ciuman seorang kekasih. Ciuman menyimbolkan cinta. Tetapi

ciuman itu tidak hanya merupakan tanda dari adanya sesuatu yang sama sekali berbeda dengan

sifat ciuman tersebut. Ciuman menjadikan nyata cinta yang diungkapkannya. Ciuman, atau simbol,

bukanlah sesuatu yang sifatnya eksternal dari cinta yang disimbolkannya, namun merupakan

bagiannya. Demikian Rahner memberikan salah satu contohnya. Lih. Kilby, RAHNER, 56. 22 Kilby, RAHNER, 56. 23 Rahner menyebutkan bahwa semua makhluk pada hakikatnya bersifat simbolis. Lih.

Kilby, RAHNER, 57. 24 There are visible objects or sounds which stand for something of which we already

have direct knowledge. Such symbols are not intended to give us any information about the nature

of the thing or things symbolized, but to remind us to them, or tell us something about their action

at the particular moment, or prompt us to act in a certain way at the particular moment because of

them. Lih. Edwyn Bevan, Symbolism and Belief (London: George Allen & Unwin Ltd Museum

Street, 1938), 11‐12. 25 The other kind of symbols purport to give information about the things they symbolize,

to convey knowledge of their nature, which those who see or hear the symbols have not had before

or have not otherwise. Lih. Bevan, Symbolism and Belief, 12-13.

Page 19: Salib Ngrengkuh Kawula tuwin Panjenengan · Motto Vii Abstrak Vii Daftar Isi Viii Pendahuluan 1 ... 7 Yesus mencontohkan pola kehidupan-Nya, yaitu berjalan dalam kesetiakawanan dengan

9

Bevan kemudian kembali menegaskan bahwa setiap simbol merupakan

penunjuk pada yang lain. Pernyataan ini juga berlaku dalam hubungan antara

simbol dan agama. Simbol keagamaan, simbol suara dalam kata, suara musik pada

rangkaian kegiatan keagamaan bisa jadi merupakan faktor utama yang

menghasilkan pemaknaan pada umat. Pemaknaan tersebut tidak hanya diterima

melalui panca indra, melainkan juga melalui jiwa umat secara pribadi. Di sisi lain,

simbol pada agama merupakan pengertian yang berasal dari pikiran. Sehingga

dapat dilihat bahwa pemaknaan pada simbol dan konsep keagamaan juga muncul

dari pemikiran yang didasarkan pada pengalaman umat. Bevan kemudian

menyatakan bahwa interaksi antara simbol dengan agama mencakup dunia yang

kelihatan dan tidak kelihatan.26

Perjalanan Pemaknaan Salib

Kekristenan mendasarkan kepercayaannya pada kisah sengsara (passio)

dan kebangkitan Yesus. Kisah sengsara menampilkan Allah yang agung dan

mahakuasa melepaskan keagungan dan kemahakuasaan-Nya dengan menjelma

sebagai Yesus yang lahir telanjang, miskin, dan mengalami nasib malang,

sengsara dan mengalami pembunuhan ngeri di salib. Melalui narasi yang

dibingkai dalam doktrin Trinitas, Allah Bapa ditampilkan sebagai sosok yang

tidak meninggalkan Putra-Nya, turut serta dalam penderitaan, dan mengangkat

Yesus yang wafat dari maut. Allah mengangkat nilai hidup di atas kuasa

kematian. Ia membuktikan Diri setia dan solider dengan manusia.27

Kekristenan menempatkan salib sebagai simbol kasih Allah. Namun salib

sebagai simbol yang dibingkai hanya sebagai milik Kekristenan merupakan suatu

pandangan yang terlalu sempit. Ketika dilihat lebih dalam, salib merupakan

simbol universal dari berbagai peradaban manusia. Simbol salib telah ditampilkan

26 But also in religion things are presented to the senses, or ideas presented to the mind,

which purport, not to call to mind other things within the experience of the worshiper, but to

convey to him knowledge of things beyond the range of any human experience. Those which

purport to give information about the unseen world, those in which resemblance of some sort

between the symbol and the thing symbolized is essential. Lih. Bevan, Symbolism and Belief, 15. 27 Rasa simpati Allah yang membuktikan diri sebagai teman ramah bagi manusia, menjadi

paling nyata dalam kisah sengsara dan penyaliban Yesus itu. Salib merupakan tanda inti

kepercayaan kristiani. Agama Kristen adalah “agama salib”, dan teologinya adalah “theologia

crucis”. Paulus telah menamakan Yesus Kristus sebagai “Sang disalibkan” (Gal 3:1). Lih. Agus

Cremes, SALIB DALAM SENI RUPA KRISTIANI, (Maumere: LPBAJ, 2002), 7.

Page 20: Salib Ngrengkuh Kawula tuwin Panjenengan · Motto Vii Abstrak Vii Daftar Isi Viii Pendahuluan 1 ... 7 Yesus mencontohkan pola kehidupan-Nya, yaitu berjalan dalam kesetiakawanan dengan

10

sejak zaman purba. Bentuk dasar salib zaman purba memiliki kesamaan dan

memaksudkan hal yang sama, yaitu diferensiasi elementer dari gejala asli hidup

yang membeda-bedakan serta mempersatukan kembali segala bagian bertentangan

ke dalam suatu kesatuan yang terpadu.28

Salib mengalami perjalanan pemaknaan yang cukup rumit pada masa

Yunani-Romawi. Paling tidak, salib mendapatkan dua nilai pemaknaan. Pertama,

salib sebagai bentuk hukuman kejam dan mengerikan. Pemaknaan ini dapat

dijumpai pada model salib dengan corpus Yesus yang wafat dalam suasana

penderitaan yang ngeri.29 Kedua, salib sebagai bentuk kemenangan (crux invicta),

yang dalam nuansa ilahi dibingkai sebagai benuk kemenangan Yesus atas

kematian.30

Pemaknaan salib sebagai hukuman muncul dan berdampak dalam

perkembangan kehidupan gereja mula-mula. Gereja tidak menggambarkan Kristus

yang disengsarakan dan disalibkan pada awal abad kedua. Sikap tersebut

didasarkan atas pemikiran bahwa kematian di atas salib merupakan kutukan dan

hukuman ngeri dan sangat memalukan. Salib dinilai sebagai ekspresi dari semua

hal yang buruk, menjijikkan dan menyakiti hati, yang semuanya dirasakan tidak

pantas, kasar, dan biadab. Di sisi lain, gereja juga mendapatkan tekanan yang

besar melalui cemooh yang ditujukan kepadanya. Sekitar tahun 200 muncul

gambar Yesus Kristus di atas salib-Nya dengan kepala seekor keledai dan seorang

mengangkat tangannya sebagai tanda berdoa. Faktor lain yang menjadi alasan

disembunyikannya identitas Kekristenan atas diri umat adalah penganiayaan

kejam oleh kaiser-kaiser Romawi yang mereka alami pada saat itu.31

28 Beberapa model salib yang telah muncul sejak zaman purba dan dapat ditemui dalam

gua prasejarah di berbagai tempat di dunia ini adalah salib dengan ukuran keempat bagiannya

sama panjang dan salib dalam bentuk lingkaran yang sering disebut roda matahari dengan keempat

titik putarnya. Lih. Cremes, SALIB DALAM SENI, 32-33. 29 Gestur tubuh Yesus digambarkan sebagai seorang yang sangat menderita dan

disengsarakan. Lih. Cremes, SALIB DALAM SENI, 50. 30 Seluruh simbol kemenangan dari upacara pemujaan terhadap Kaiser Romawi

digunakan untuk mengangkat salib kepada kepada tingkatan sakral yang benar surgawi. Lebih dari

Kaiser imperium Romawi, Kristuslah yang menjadi pemenang ilahi dan salib menjadi tropi

kemenangan. Trofi dari Kristus ini tentu saja lebih berkuasa karena ia tidak hanya mengalahkan

bangsa barbar yang liar dan kafir, tetapi terutama neraka (hades), dosa dan maut. Lih. Cremes,

SALIB DALAM SENI, 43. 31 Sejarah mentalitas budaya kolektif menunjukkan bahwa orang antik-Romawi dan orang

Kristen perdana menjunjung tinggi semua keutamaan khas Yunani. Sungguh merupakan sesuatu

yang melawan kesopanan dan rasa halus, bahkan kurang ajar jika passio dan penyiksaan ngeri

Page 21: Salib Ngrengkuh Kawula tuwin Panjenengan · Motto Vii Abstrak Vii Daftar Isi Viii Pendahuluan 1 ... 7 Yesus mencontohkan pola kehidupan-Nya, yaitu berjalan dalam kesetiakawanan dengan

11

Masa penganiayaan demi iman “martyrium” juga merupakan alasan untuk

menyembunyikan simbol salib yang mengerikan itu. Pada zaman pra-Konstantin

orang Kristen ditangkap, disiksa dan dibunuh seperti binatang. Hal yang

mengherankan justru terlihat ketika Gereja yang sangat dianiaya, justru semakin

tersebar luas dan menarik banyak penganut.32 Kejadian ini berlangsung pada

tahun 313 hingga Kaiser Konstantinus mengubah wajah salib ke dalam model

salib kemenangan, yang dikenal sebagai titik balik cerah dalam sejarah Gereja.

Salib yang dahulu disembunyikan, kini boleh diperkenalkan secara umum, bahkan

menjadi tanda politis-religius dari kemenangan Kristus. Perubahan radikal ini

merupakan bukti bahwa pemaknaan salib turut dipengaruhi oleh suasana politis

yang mengiringinya. Kaiser Kontantinus yang berkuasa mengangkat salib sebagai

tanda pelindung dari imperium Romawi, setelah ia mengalami pengalaman

spiritual bersama salib.33 Kristus kemudian diangkat menjadi Imperator dalam

perkembangan makna salib selanjutnya. Ia digambarkan sebagai Kaiser surgawi

yang dalam cahaya kemuliaan-Nya menguasai dan mengatur segalanya. Kristus

Pantokrator kini menjadi pusat imajinasi Kristen.34

Pandangan cukup unik justru kemudian muncul melalui lukisan penyaliban

Rabula. Perpaduan menarik ditampilkan ketika kematian dan kehidupan yang

bertetangan, dilukiskan secara serentak pada gambar yang sama. Yesus di atas

kayu salib dengan bentuk badan terentang, secara simbolis mengisyaratkan empat

penjuru alam semesta. Melalui gestur yang sedemikian, dapat ditafsirkan bahwa

salib Yesus merupakan simbol cinta Ilahi yang mengorbankan diri demi

keselamatan umat manusia dan dunia. Kristus dengan tangan terentang berupaya

mempersatukan orang-orang Yahudi dan orang-orang kafir satu dengan yang lain

bersama Allah. Karya Kristus di atas kayu salib tidak hanya menunjukkan

penyaliban, seluruh penderitaan yang mendalam, air mata kesedihan, luka yang berdarah,

ketakutan akan kematian secara patetis dan ekspresif langsung dilukiskan. Lih. Cremes, SALIB

DALAM SENI, 36-40. 32 Bayangkan orang yang akan dibunuh secara kejam, sebelum saat akhir hayatnya,

menyanyikan madah pujian kepada Tuhan. Hal ini merupakan sesuatu yang mengherankan dan

menjengkelkan algoju-algoju. Lih. Cremes, SALIB DALAM SENI, 40. 33 Pada hari sebelum pertempuran dan kemenangan, Konstantinus melihat cahaya salib

dan mendengar suatu suara yang berkata: “Gunakanlah tanda ini demi kemenangan” Lih. Cremes,

SALIB DALAM SENI, 44-45. 34 Hak untuk memerintah “imperate” disebut “imperium”. Sedangkan orang yang diberi

hak untuk memerintah disebut “imperator”. Lih. Cremes, SALIB DALAM SENI, 47.

Page 22: Salib Ngrengkuh Kawula tuwin Panjenengan · Motto Vii Abstrak Vii Daftar Isi Viii Pendahuluan 1 ... 7 Yesus mencontohkan pola kehidupan-Nya, yaitu berjalan dalam kesetiakawanan dengan

12

kemenangan atas maut, melainkan juga daya pemersatu yang ekumenis dan

kosmis, karena cinta penyelamatan meliputi dan meresapi segala-galanya.35

Pemaknaan salib terus berkembang sehingga kemudian muncul model

pemaknaan oleh Roland Litzenburger. Ia adalah seorang seniman Katolik Jerman

yang menciptakan sejumlah penggambaran salib. Penggambarannya kemudian

didasarkan pada identifikasi diri yang kuat dalam kehidupan Yesus. Baginya,

Yesus yang tersalib dan hidup itu, mewujudkan seluruh harkat kemanusiaan

dalam keadaan tak berdaya. Ia menggambarkan Yesus sebagai seorang tolol dan

gila yang ditertawakan oleh masyarakat kejam. Betapa paradoksal situasi yang

digambarkannya, ketika Yesus yang disingkirkan oleh masyarakat, namun

sekaligus menyelamatkan masyarakat buta itu.

Nilai pendamaian antara manusia dengan sang ilahi yang dikandung di

dalam salib sebagai simbol Kekristenan rupanya juga muncul dalam simbol ajaran

Buddha melalui perspektif teologisnya. Pendamaian dalam ajaran Buddha

dimaknai sebagai pelepasan diri dari penderitaan. Simbol dalam ajaran Buddha

biasanya menampilkan kedua tangan yang terlipat. Hal ini dimaknai dalam

kerangka pemikiran bahwa Buddha sebagai tempat perlindungan pertama

merupakan penemu jalan yang menunjukkan jalan pada pencerahan, yang harus

ditemukan oleh setiap pribadi bagi dirinya. Seluruh usaha pencarian pencerahan

bersifat individualistis dan terpusat pada diri sendiri, dengan tujuan untuk

membebaskan diri dari fenomena penderitaan abadi.36

Perbedaan yang cukup tegas terlihat ketika menilik makna pendamaian

dalam salib. Kristus di atas kayu salib memiliki kedua tangan terentang yang

terluka. Gestur tersebut menyiratkan suatu tindakan aktif untuk mengupayakan

pendamaian melalui jalan penderitaan. Pendamaian yang dimaksudkan justru

bukan sekadar bersifat self-centred, melainkan berupaya merengkuh yang lain.

Gestur yang ditampilkan oleh Yesus tidak mengandaikan batasan subjek yang

mendapatkan rengkuhan. Sikap Yesus di atas kayu salib menunjukkan bahwa

35 Kristus yang tersalib itu disamakan dengan Antrhropos Mundi yang melambangkan

makna ultim yang masih tersembunyi dari hidu manusia, dan yang menyingkapkan kesatuan untuk

umat manusia yang tidak terbagi-bagi ke dalam satuan-satuan individual dan kelompok-kelompok

suku bangsa. Lih. Cremes, SALIB DALAM SENI, 56-68. 36 Kedua tangan Buddha mengkomunikasikan roh kesendirian dalam usaha pencarian

perdamaian. Mereka menunjukkan bahwa tidak ada pertolongan yang nyata dari orang lain. Lih.

David W. Shenk, ILAH-ILAH GLOBAL, (Jakarta: BPK GUNUNG MULIA, 2003), 147.

Page 23: Salib Ngrengkuh Kawula tuwin Panjenengan · Motto Vii Abstrak Vii Daftar Isi Viii Pendahuluan 1 ... 7 Yesus mencontohkan pola kehidupan-Nya, yaitu berjalan dalam kesetiakawanan dengan

13

rengkuhan yang dilakukanNya bersifat universal. Rengkuhan salib melampaui

batas dan sekat, salib menjangkau seluruh aspek kehidupan ciptaan. 37

Hierarki dan Kesetaraan

Kesetaraan berasal dari Bahasa Indonesia “ke-se-tara-an”. “tara” diartikan

sebagai tingkatan atau kedudukan yang sama. Ketika ditambahkan imbuhan “se”

sehingga menjadi “setara”, maka dapat diartikan sebagai yang sama tingginya

(sejajar) dan sama tingkatannya (kedudukan).38 Kesetaraan pada akhirnya

dimaknai penulis sebagai suasana yang menunjukkan adanya beberapa subjek

dalam penilaian diri yang sejajar. Kesetaraan yang hendak dimaksudkan oleh

penulis difokuskan pada bagian judul “kawula tuwin panjenengan”. Kalimat ini

cukup rumit mengingat “kawula” dan “panjenengan” merupakan istilah dalam

bahasa Jawa yang bertentangan secara hierarkis sosial. Untuk memahami kalimat

ini, penulis memberikan pendekatan melalui perkembangan budaya Jawa dengan

memulainya pada kehidupan kerajaan Jawa.

Hierarkis sosial dalam budaya Jawa terlihat jelas dalam penggunaan

bahasa sebagai sarana komunikasi, terutama diantara orang dengan tingkat sosial

berbeda. Penulis memulai dengan dinasti Mataram sebagai pihak dengan peran

terbesar dalam pengembangan sastra babad dan bahasa Jawa dengan tatarannya

ngoko (tingkat rendah atau kasar) dan krama (tingkat tinggi atau halus).39

Dinasti Mataram adalah keluarga raja yang berasal dari orang kebanyakan

atau petani. Karena latar belakangnya, wajar kalau dinasti ini menghadapi

ancaman pergeseran. Perasaan terancam ini menuntut upaya untuk memperkokoh

kedudukannya. Sebagai penguasa yang memiliki dinamika, maka

37 Kristus di atas kayu salib memiliki kedua tangan terentang yang terluka. Inilah tangan-

tangan dari seseorang yang aktif merangkul, yang mengasihi dan mengundang musuh-musuhnya,

tangan-tangan dari seorang yang telah memilih jalan penderitaan. Lih. David W. Shenk, ILAH-

ILAH GLOBAL, (Jakarta: BPK GUNUNG MULIA, 2003), 147. 38 DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL, KAMUS BESAR BAHASA INDONESIA

EDISI KEEMPAT, (Jakarta: PT GRAMEDIA PUSTAKA UTAMA, 2008), 87. 39 Dalam studi sejarah sudah menjadi pengetahuan umum bahwa dinasti Mataram adalah

dinasti orang kebanyakan. Setelah Mataram berhasil mengubah statusnya dari kabupaten ke

kerajaan, maka berbagai upaya dilakukan untuk mengukuhkan kedudukannya yang baru. Lih. Drs.

G. Moedjanto, M.A., KONSEP KEKUASAAN JAWA, (Yogyakarta: PENERBIT KANISIUS,

1987), 41.

Page 24: Salib Ngrengkuh Kawula tuwin Panjenengan · Motto Vii Abstrak Vii Daftar Isi Viii Pendahuluan 1 ... 7 Yesus mencontohkan pola kehidupan-Nya, yaitu berjalan dalam kesetiakawanan dengan

14

dikembangkanlah konsep kekuasaan demi kelangsungannya.40 Salah satu konsep

kekuasaan dibangun melalui aspek bahasa, dalam hal ini adalah bahasa Jawa.

Sebagai norma pergaulan masyarakat, seseorang dituntut untuk mengikuti

kaidah sosial tertentu. Dalam budaya Jawa, seseorang perlu memperhatikan

penggunaan bahasa dalam komunikasinya. Ia akan terkena sangsi ketika tidak

mengikuti kaidah penggunaan bahasa yang tepat. Penggunakan bahasa dengan

tataran yang tidak tepat menyebabkan seseorang di dalam pergaulannya menjadi

terganggu dan tidak harmonis. Budaya Jawa menuntut seseorang untuk

menggunakan tataran bahasa Jawa secara tepat, sesuai kedudukan seseorang

dalam keluarga, status sosial, tingkat kebangsawanannya, umur, atau

prestisenya.41

Tataran bahasa Jawa merupakan tata unggah-ungguh. Perkembangan ini

berasal dari keinginan bawahan untuk menunjukkan sikap hormat kepada atasan.

Sebaliknya, muncul pula keinginan atasan untuk memperoleh penghormatan

dengan penggunaan bahasa yang halus. Penggunaan tataran bahasa yang tidak

tepat dapat menimbulkan perasaan tidak nyaman di antara pemakainya.42

Hingga abad XVI tataran bahasa belum terbentuk, yang tampak hanyalah

benih-benih ke arah pembentukan tataran ngoko-krama. Unggah-ungguhing basa

terbentuk dan memperoleh bentuknya seperti yang sekarang ini pada zaman

Mataram-Islam.43 Melalui suatu pameo bahwa bahasa adalah busana bangsa,

dapat dikatakan bahwa perkembangan masyarakat, yang ditandai oleh terjadinya

perubahan-perubahan sosial, mempengaruhi perkembangan bahasa. Maka dapat

dilihat bahwa unggah-ungguhing basa yang terbentuk mulai abad XVII menuntut

pelibatan Sultan Agung sebagai raja terbesar Mataram yang tidak hanya memiliki

tujuan untuk mencapai kejayaan politik, akan tetapi untuk kejayaan budaya.44

40 Dinasti Mataram telah berhasil mengubah dirinya dari keluarga orang kebanyakan

menjadi dinasti penguasa kerajaan. Lih. Moedjanto, KEKUASAAN JAWA, 9-24. 41 Kaidah dalam penggunaan bahasa, dalam hal ini penggunaan tataran ngoko-krama, atau

unggah-ungguhing basa, harus ditaati juga. Lih. Moedjanto, KEKUASAAN JAWA, 42. 42 Istilah unggah-ungguh mengandung arti yang lebih luas daripada unggah-ungguhing

basa. Unggah-ungguh berarti tata sopan santun, sedangkan unggah-ungguhing basa berarti tataran

ngoko-krama. Lih. Moedjanto, KEKUASAAN JAWA, 43. 43 Sampai tahun 1500 unggah-ungguhing basa belum ada. Unggah-ungguhing basa baru

Nampak jelas sesudah tahun 1600. Lih. Moedjanto, KEKUASAAN JAWA, 46-55. 44 Ambil contoh pada zaman penjajahan Belanda. Orang yang ingin dihormati harus dapat

berbahasa Belanda. Sebaliknya bahasa Belanda menjadi bahasa resmi. Bagaimana pada zaman

Page 25: Salib Ngrengkuh Kawula tuwin Panjenengan · Motto Vii Abstrak Vii Daftar Isi Viii Pendahuluan 1 ... 7 Yesus mencontohkan pola kehidupan-Nya, yaitu berjalan dalam kesetiakawanan dengan

15

Budaya Jawa sangat kental dengan hierarkis sosial. Namun di sisi yang

lain, budaya Jawa memiliki satu nilai yang disebut nilai “rukun”. Prinsip

kerukunan bertujuan untuk mempertahankan masyarakat dalam keadaan yang

harmonis. Rukun berarti “tanpa perselisihan dan pertentangan”. Rukun menunjuk

pada cara bertindak, berlaku rukun berarti menghilangkan tanda-tanda ketegangan

antara pribadi-pribadi sehingga hubungan sosial tetap kelihatan selaras dan baik.

Prinsip ini bertujuan untuk tidak mengganggu keselarasan yang diandaikan sudah

ada. Prinsip utama kerukunan tidak menyangkut suatu sikap batin, melainkan

penjagaan keselarasan pada permukaan hubungan-hubungan sosial yang kentara.45

Penulis kemudian mencoba merumuskan bahwa prinsip kesetaraan dalam

masyarakat Jawa muncul melalui berbagai ajaran terkait harmoni. Harmoni

sebagaimana terdapat dalam ajaran Jawa tentang rukun memiliki arti “berada

dalam keadaan selaras.” KBBI mengartikan harmoni sebagai pernyataan rasa,

aksi, gagasan, dan minat, keselarasan; keserasian.46 Harmoni dalam masyarakat

Jawa dimaksudkan hadir di antara laki-laki maupun perempuan, harmoni di antara

orang miskin dan orang kaya, harmoni di antara orang yang memiliki kekuasaan

dan masyarakat biasa, bahkan harmoni di antara agama-agama. Hal ini didasarkan

pada sifat kejawen yang lentur dan akomodatif, bahkan boleh dikatakan bersifat

longgar. Konsep harmoni tidak menghilangkan perbedaan, namun menempatkan

perbedaan yang ada dalam keadaan yang selaras.47

“Salib ngrengkuh kawula tuwin panjenengan” merupakan suatu analogi

yang ditampilkan penulis dalam kaitannya dengan budaya Jawa untuk

menunjukkan bahwa Allah menghadirkan dan melibatkan diriNya dalam kawula

(orang kebanyakan, rakyat jelata, priyayi, atau pegawai keraton) dan panjenengan

(raja dan bangsawan). Kehadiran YANG ILAHI dalam setiap pribadi dengan

tingkat sosial berbeda ini menuntut suatu kesadaran untuk menciptakan harmoni

dan keselarasan di antara mereka, tanpa menghilangkan identitas dan status sosial

yang ada. Kalimat ini sesungguhnya mengandung kekeliruan kaidah penulisan.

pendudukan Jepang? Hampir sama. Orang Indonesia mempelajari bahasa Jepang, karena bahasa

Jepang adalah bahasa resmi. Lih. Moedjanto, KEKUASAAN JAWA, 56-59. 45 Keadaan rukun terdapat dimana semua pihak berada dalam keadaan damai satu sama

lain, suka bekerja sama, saling menerima, dalam suasana. Lih. Franz Magnis Suseno, ETIKA

JAWA, (Jakarta: Penerbit PT Gramedia), 1984, 39-40. 46 DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL, KAMUS BAHASA INDONESIA, 55. 47 Dr. Suwardi Endraswara, Mistik Kejawen, (Yogyakarta: Penerbit NARASI, 2014), 9.

Page 26: Salib Ngrengkuh Kawula tuwin Panjenengan · Motto Vii Abstrak Vii Daftar Isi Viii Pendahuluan 1 ... 7 Yesus mencontohkan pola kehidupan-Nya, yaitu berjalan dalam kesetiakawanan dengan

16

Kalimat yang muncul seharusnya adalah “kawula tuwin paduka” atau “kula tuwin

panjenengan”. Namun penulis sengaja menempatkan “kawula tuwin

panjenengan” yang merupakan satu bentuk konsep kesetaraan sebagai sesama

manusia yang mengandung dzat Allah, namun tetap menempatkan penghargaan

kepada yang lain melalui posisi hierarkis sosial yang dimunculkan dengan

menekankan tuntunan hidup Jawa tentang nilai “andhap asor” atau

kerendahatian.

Biografi Singkat Choan-Seng Song

Choan-Seng Song adalah seorang teolog asal Taiwan yang lahir pada

tanggal 19 Oktober 1929. Ia belajar di National Taiwan University, melanjutkan

studinya di New College, Edinburg dan pada tahun 1965 menerima gelar Ph.D di

Union Theological Seminary, New York. Michael S. Moore dalam artikelnya

menuliskan bahwa tidak ada seorang teolog misi yang boleh mengabaikan karya

Choan-Seng Song.48 Moore berpendapat bahwa Song membuat teolog-teolog misi

khususnya, memikirkan ulang konsep mendasar tentang Allah, Kristus, gereja,

penciptaan, inkarnasi dan pembebasan.49

Song memaknai model keselamatan yang ditampilkan melalui salib

sebagai simbol Kekristenan melalui bingkai pengalaman pribadinya. Song secara

asal-usul adalah seorang Cina kelahiran Taiwan yang melanjutkan pendidikan di

Texas, Amerika Serikat. Pengalaman lintas budaya tersebut membuat Song

mampu menjadi sosok yang arif memahami tempat budaya dalam pemaknaan

kehidupan. Karya-karya Song menampilkan dengan jelas betapa besar

kecintaanya terhadap budaya dan pengalaman-pengalaman spiritual manusia.

Song adalah seorang Kristen, namun ia tidak menempatkan penilaian bahwa

Kekristenan merupakan agama yang sempurna dan unggul jika dibandingkan

48 In spite of all the disclaimers collected here about C. S. Song’s philosophical

categories, sociopolitical concerns and theological emphases, let it be said that no serious student

of mission can afford to ignore this man’s work. Lih. Michael S. Moore, “A Critical Profile of

Choan-Seng Song’s Theology,” SAGE journals 10, no.4 (Oktober 1982), 468. 49 Choan-Seng Song is busily engaged in doing the near impossible. He is making

theologians (especially missiological-theologians) rethink some very basic concepts about God,

Christ, the church, creation, redemption, incarnation and liberation. Lih. Moore, “A Critical

Profile,” 461.

Page 27: Salib Ngrengkuh Kawula tuwin Panjenengan · Motto Vii Abstrak Vii Daftar Isi Viii Pendahuluan 1 ... 7 Yesus mencontohkan pola kehidupan-Nya, yaitu berjalan dalam kesetiakawanan dengan

17

dengan yang lain.50 Song berupaya dengan keras memberikan ketegasan makna

kesetaraan di antara agama-agama, laki-laki dan perempuan, kaya dan miskin,

kulit hitam dan putih, melalui rengkuhan salib Yesus yang bersifat universal bagi

seluruh ciptaan.

Salib dan Kesetaraan

Choan-Seng Song menyebutkan bahwa salib merupakan simbol

kekejaman. Song menyebut bahwa salib menegaskan kebrutalan yang dimiliki

manusia. Keberadaan salib mengandaikan bahwa manusia memiliki potensi untuk

merampas nilai kemanusiaan dari manusia yang lain. Kekejaman pada salib

menunjukkan bahwa manusia yang berada dalam cengkeraman iblis memiliki

kekuatan untuk menciptakan ketidakadilan, bertindak saling mencabik satu sama

lain, bahkan menghancurkan satu sama lain.51 Salib memiliki potensi yang besar

untuk menjadi suatu simbol kekerasan dalam perspektif kehidupan manusia,

khususnya bagi manusia yang berada dalam cengkeraman kekuatan iblis.

Menjadi menarik ketika salib kini menjadi simbol yang paling kuat di dalam

Kekristenan, justru dengan pengajaran nilai-nilai kasih yang dilekatkan padanya.

Pemaknaan salib sebagai simbol Kekristenan sudah seharusnya berpusat

pada pemaknaan peristiwa salib Yesus. Song menyebutkan bahwa salib Yesus

merupakan salib Allah, dan suara Yesus di kayu salib merupakan suara Allah.

Suara Yesus yang diabaikan di kayu salib menyingkapkan suara tangisan seluruh

ciptaan Allah yang terabaikan. Salib merupakan bentuk pengabaian terhadap nilai-

nilai kemanusiaan. Salib menyimbolkan penindasan, bahkan kutukan yang

memalukan. Dalam peristiwa salib Yesus, penghilangan nilai kemanusiaan yang

terjadi dilakukan oleh pihak penguasa pada zaman itu. Kisah sengsara Yesus di

salib membukakan fakta sejarah tentang darah korban-korban yang diperlakukan

tidak manusiawi oleh manusia itu sendiri. Kisah tersebut dilukiskan oleh tak

terhitungnya air mata perempuan, laki-laki, dan anak-anak tertindas yang

dihancurkan oleh kekuatan iblis melalui perlakuan brutal tidak manusiawi.52

50 Ebenhaizer I. Nuban Timo, Gereja Lintas Agama, 123. 51 The cross means human beings rejecting human beings. Lih. Choan-Seng Song, Jesus,

The Crucified People, (New York: Crossroad, 1990), 98. 52 The voices of Jesus on the cross is the voice of God. And that voice tells us a secret, an

important message, about the whereabouts of God. Lih. Song, Crucified People, 122.

Page 28: Salib Ngrengkuh Kawula tuwin Panjenengan · Motto Vii Abstrak Vii Daftar Isi Viii Pendahuluan 1 ... 7 Yesus mencontohkan pola kehidupan-Nya, yaitu berjalan dalam kesetiakawanan dengan

18

Peristiwa salib Yesus hendak menunjukkan bahwa Allah solider terhadap ciptaan-

Nya. Penilaian tersebut didasarkan pada karya Yesus yang dinyatakan melalui dan

di dalam suasana pengabaian dalam kehidupan manusia. Kehadiran Yesus secara

langsung di tengah kehidupan memampukan manusia untuk bangkit dan berjuang

demi sesuatu yang berbeda dan baru. 53 Song hendak menegaskan bahwa terdapat

dua perspektif nilai di dalam salib. Salib merupakan simbol kekejaman bagi

manusia. Namun di sisi yang lain, Allah justru tampil dengan mengubah wajah

salib sebagai simbol cinta kasih, yang terus mengupayakan penghancuran

terhadap model-model kekerasan.

Song menilai bahwa seruan orang-orang yang diabaikan pada awalnya

begitu pemalu sehingga dianggap tidak pernah terdengar, sangat lemah sehingga

dianggap tenggelam di lautan suara, bahkan sangat kecil sehingga dianggap tidak

serius. Namun melalui peristiwa-peristiwa pengabaian tersebut, justru tangisan

Yesus muncul. Tangisan Yesus sesungguhnya tercipta melalui setiap seruan kecil

pengabaian dalam kehidupan manusia.54 Tangisan tersebut tampil semakin kuat

hingga menyerupai seruan orang perkasa yang siap meruntuhkan model-model

pengabaian. Pengabaian yang dimaksud adalah suatu bentuk suasana

ketidakadilan dan penindasan atas nilai kehidupan oleh kelompok yang dianggap

Song memiliki “kekuatan”. Seruan tersebut seolah menyiratkan kerinduan

manusia terhadap kehadiran Yesus yang solider terhadap kehidupan seluruh

ciptaan. Melalui kerangka reflektif yang dibangun oleh Song, Yesus digambarkan

menghadirkan diri bukan melalui keAllahan-Nya, namun justru kemanusiaanNya

dan berkarya di tengah ketidakadilan, penindasan, dan pengabaian yang terjadi.

Salib sebagai simbol Kekristenan sudah selalu membawa ingatan pada

kisah sengsara Yesus dari Nasareth. Yesus dari Nazareth merupakan seorang

pengajar dalam bidang agama yang aktif berkeliling untuk melakukan pelayanan.

Berawal sebagai pekerja dan anak tukang kayu di kota kecil Nazareth, Yesus

berubah menjadi tokoh yang mendapat perhatian besar. Ia bahkan menjadi sosok

53 Yesus juga adalah seorang pemimpi. Kemampuan bermimpi tentang dunia yang penuh

kedamaian di tengah-tengah dunia yang penuh dengan konflik dan mempersembahkan hidup kita

untuk mewujudkannya adalah salah satu dari kekuatan-kekuatan yang mengubah jalannya sejarah

manusia. Lih. Choan-Seng Song, Yesus dan Pemerintahan Allah, (Jakarta: BPK Gunung Mulia,

2010), 10. 54 The cry of people is so timid at first that it is thought to be unheard. It is so weak that it

is deemed to be drowned in the sea of noises. Lih. Song, Crucified People, 122.

Page 29: Salib Ngrengkuh Kawula tuwin Panjenengan · Motto Vii Abstrak Vii Daftar Isi Viii Pendahuluan 1 ... 7 Yesus mencontohkan pola kehidupan-Nya, yaitu berjalan dalam kesetiakawanan dengan

19

yang cukup kontroversial pada zaman-Nya. Salah satu faktor yang menjadikan-

Nya kontroversial adalah ucapan dan tindakan-Nya selalu didasarkan pada klaim

otoritas illahi. Hal ini menjadikan-Nya sebagai sosok yang banyak dikagumi

sekaligus ditentang. Batas pemisah antara kelompok pengagum dan penentang

tampak jelas. Pihak pengagum Yesus didominasi oleh kaum miskin, kaum lemah,

masyarakat kelas bawah, dan kaum tertindas. Sementara pihak penentang-Nya

didominasi oleh para penguasa, para pemimpin agama dan masyarakat kelas

atas.55

Yesus merupakan seorang pengajar dalam bidang agama. Namun menjadi

terlalu sempit jika pelayananNya hanya dibingkai dalam wilayah keagamaan.

Pelayanan yang dilakukan Yesus semestinya dilihat sebagai sebuah bentuk narasi

visioner tentang pemerintahan Allah. Salah satu upaya untuk menyatakan

pemerintahan Allah diperlihatkan Yesus melalui kritik sosial yang sering

diungkapkan-Nya, bahkan melalui pertikaian-pertikaian panas antara Yesus

dengan para pemimpin agama. Song menganggap bahwa Yesus hanya menjumpai

model pemerintahan hierarki keagamaan pada zaman-Nya. Bukan kuasa Allah,

melainkan kuasa para pemimpin agama. Bukan kasih Allah yang menyelamatkan,

melainkan pengajaran akan rasa takut untuk memandang Allah.56 Yesus sebagai

masyarakat kelas bawah berupaya menembus batas-batas kelas. Hal ini dilakukan-

Nya melalui pengajaran yang ditujukan juga bagi kalangan penguasa dan pemuka

agama, yang justru membenci dan mencaci pelayanan-Nya.

Pemaknaan salib yang terinspirasi oleh karya Yesus Kristus merupakan

kekuatan untuk mengubah model kutuk dan penindasan dalam salib menjadi

model rengkuhan yang bersifat menyeluruh dalam kesetaraan. Inkarnasi Allah

dalam diri Yesus adalah model kesetaraan yang pertama dan terutama. Song

sangat menekankan inti iman Kristen terkait pengajaran "Firman menjadi

manusia". Penekanan yang kurang terhadap inti ajaran iman Kristen tersebut

dinilai Song dapat menyebabkan kurangnya pengenalan terhadap karya Yesus

55 Let us begin at mid-point in Jesus’ career as a wandering teacher of religion and a

social critic. He has been around for some time. Lih. Song, Crucified People, 147. 56 Jadi, pemerintahan Allah “menyimpulkan seluruh pesan Yesus.” Namun, lebih dari itu.

Semua yang Yesus katakan dan lakukan berkaitan dengan pemerintahan Allah. “Yesus muncul

sebagai Pewarta Kerajaan.” Lih. Song, Yesus dan Pemerintahan Allah, 15.

Page 30: Salib Ngrengkuh Kawula tuwin Panjenengan · Motto Vii Abstrak Vii Daftar Isi Viii Pendahuluan 1 ... 7 Yesus mencontohkan pola kehidupan-Nya, yaitu berjalan dalam kesetiakawanan dengan

20

sebagai pribadi yang terdiri dari daging dan darah selama hidup di dunia.57 Allah

menempatkan diri-Nya sejajar dengan ciptaan yang dikasihi dan hendak

diselamatkan-Nya melalui salib.

Kesejajaran Allah dalam karya penebusan salib merupakan penunjuk bagi

kesetaraan yang seharusnya ada di antara seluruh ciptaan yang dikasihi-Nya. Salib

menegaskan rengkuhan bagi masyarakat kelas atas dan masyarakat kelas bawah,

bagi Yahudi dan non-Yahudi, bagi laki-laki dan perempuan. Pebentukan hierarkis

diantara agama-agama merupakan pembangkangan terhadap cinta kasih Allah.

Song lebih lanjut memberi tanggapan yang cukup keras tehadap sejarah

keselamatan (Heilgeschichte), terutama dalam kaitannya dengan sejarah dan

budaya Asia.58 Heilgeschichte menurut J. C. Hufmann (1810-1877) merupakan

rangkaian sejarah tindakan penyelamatan Allah (dalam konsep trinitarian) atas

umat-Nya. Peristiwa tersebut dimulai dengan pemanggilan bangsa Israel, karya

penebusan Yesus, hingga kehidupan gereja Kristen masa kini.59 Berkaitan dengan

pandangan tersebut, Song menganggap keliru apabila kesinambungan sejarah

Israel dan sejarah gereja menjadi bagian yang paling penting dari karya

penyelamatan Allah.

Bagaimana pun, Israel merupakan satu bangsa diantara yang lain. Israel dan

bangsa-bangsa di luarnya memang berbeda, namun saling bergantung. Saling

kebergantungan tersebut mencakup banyak aspek, misalkan aspek politik, sosial,

dan sejarah. Menjadi keliru apabila pandangan terkait sentrisme Israel justru

meniadakan eksistensi bangsa-bangsa dan budaya di luarnya. Israel harus dilihat

57 This is the hearth of “the Christ of their faith” in contrast to the Jesus they knew in the

flesh, as a person of flesh and blood with whom they had lived and worked for three years. Lih.

Song, Crucified People, 86. 58 Song, the first Dean of the Programme for Theology and Cultures in Asia (PTCA), has

a deep commitment to doing theology with Asian resources. He is a prolific writer who develops a

theological method centered on giving Asian stories theological resonance. Lih. David F. Ford,

The Modern Theologians, (Victoria: BLACKWELL PUBLISHING, 2005), 520. 59 The inner-trinitarian decision to commit itself to historical self-fulfilment in the

appearance of Jesus Christ set in motion the history of salvation. The nation Israel received a call

to play its part in salvation history solely in order to provide place for the appearance of Jesus and

the beginning of his church. The whole content of salvation history (from the inner-trinitarian

decision to the virgin birth, the death, resurrection, ascension and return of Christ). Lih. Alan

Richardson, THE WESTMINSTER DICTIONARY OF CHRISTIAN THEOLOGY, (Philadelphia:

THE WESTMINSTER PRESS, 1983), 248.

Page 31: Salib Ngrengkuh Kawula tuwin Panjenengan · Motto Vii Abstrak Vii Daftar Isi Viii Pendahuluan 1 ... 7 Yesus mencontohkan pola kehidupan-Nya, yaitu berjalan dalam kesetiakawanan dengan

21

dalam gerakan besar bangsa-bangsa dan perkembangan sejarah dunia.60 Bagi

Song, sejarah Israel dan sejarah gereja hanyalah merupakan simbol tindakan Allah

dalam menyelamatkan bangsa-bangsa lain. Sehingga, bangsa-bangsa lain

termasuk bangsa Asia dapat mengalami keselamatan yang sama seperti yang

dialami oleh Israel dan gereja. Sejarah Israel bukanlah suatu pengurung karya

penyelamatan Allah.61

Makna Kesetaraan dalam Simbol Salib bagi Kehidupan Kekristenan

Indonesia

Indonesia merupakan negara dengan luas wilayah 1.916.862,29 km2 dan

jumlah pulau 16.056.62 Angka tersebut merupakan suatu indikasi bahwa terdapat

kekayaan bahkan keberagaman budaya dan pemikiran di Indonesia. Hal ini

bersesuaian dengan ideologi negara yang digunakan oleh Negara Indonesia, yaitu

Pancasila dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika. Keberagaman agama

merupakan salah satu bentuk keberagaman yang tidak dapat ditolak dalam

kehidupan bersama di Negara Kesatuan Indonesia Indonesia. Indonesia mengakui

keberadaan enam agama yang dianut masyarakatnya, yaitu Islam, Kristen

Protestan, Katolik, Hindu, Buddha, dan Khong Hu Cu.63

Kekristenan merupakan salah satu bagian dari keberagaman agama yang

mewarnai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Namun perlu diingat bahwa

Kekristenan di Indonesia secara umum merupakan hasil pekabaran Injil yang

dilakukan oleh dunia Barat. Hal yang tidak dapat dipungkiri dalam misi pekabaran

Injil di Indonesia adalah kehadiran bangsa asing, yang selanjutnya disebut bangsa

penjajah, justru menjadi tunggangan bagi Kekristenan untuk masuk ke Indonesia.

Misi tersebut terus berkembang, bahkan mampu mengepakkan sayapnya melalui

sendi-sendi kehidupan masyarakat.64

60 Choan-Seng Song, Allah yang Turut Menderita, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012),

38-39. 61 Pancha Yahya, Tinjauan Terhadap Pandangan Choan-Seng Song Mengenai Sejarah

Keselamatan, Jurnal Veritas 12 no. 1, (April 2011), 123-134. 62 Badan Pusat Statistik. STATISTIK INDONESIA: STATISTICAL YEARBOOK OF

INDONESIA 2018, (Jakarta: Badan Pusat Statistik, 2018), 3. 63 “Agama,” INDONESIA.GO. ID, last modified 25 Oktober 2018, diakses 31 Juli 2019. 64 Pekabaran Injil yang paling awal oleh dunia barat dilakukan oleh Bangsa Portugis yang

mengemban Misi Katolik Roma pada abad ke-XVI. Mereka memulai misi pekabaran Injil di

wilayah Maluku, Ternate, dan Halmahera. Permulaan Sending Belanda kemudian menyusul dan

Page 32: Salib Ngrengkuh Kawula tuwin Panjenengan · Motto Vii Abstrak Vii Daftar Isi Viii Pendahuluan 1 ... 7 Yesus mencontohkan pola kehidupan-Nya, yaitu berjalan dalam kesetiakawanan dengan

22

Hadirnya Kekristenan yang juga menghadirkan filosofi dan budaya dunia

Barat rupanya menciptakan tantangan tersendiri. Warisan teologi yang sebagian

besar merupakan warisan teologi para penginjil Barat (zendeling), yang

disebabkan oleh pengaruh perkembangan teologi revival dan fundamentalisme di

negara-negara Barat (khususnya Amerika Serikat) menjadi salah satu faktor yang

menimbulkan ketegangan antara Kekristenan dengan agama-agama lain yang ada

di Indonesia. Jenis teologi ini mengutamakan pertumbuhan atau perbanyakan

gereja dan pertobatan jiwa-jiwa.65

Faktor lain yang menciptakan ketegangan antara Kekristenan dan agama

serta budaya di Indonesia berhubungan dengan sejarah masuknya Kekristenan di

Indonesia. Kekristenan pada akhirnya tentu sangat dilekatkan dengan kehadiran

bangsa Belanda dan bangsa penjajah lain, yang menimbulkan kesan jika

Kekristenan identik dengan Belanda serta bangsa penjajah yang pernah ada di

Indonesia. Di sisi yang lain, Islam merupakan agama yang telah populer di

Indonesia sebelum masuknya Kekristenan. Oleh karena itu, hubungan Islam-

Kristen sering kali digambarkan sebagai hubungan antara yang terjajah dengan

yang dijajah.66 Ketegangan tersebut tidak secara eksplisit tampak jelas dalam

kehidupan pengajaran kedua agama tersebut. Namun hal ini tetap perlu menjadi

perhatian, mengingat luka-luka yang ditimbulkan dalam hati sebagian besar umat

masih terasa hingga saat ini.

Kekristenan Indonesia pada dirinya sendiri rupanya menyimpan kekayaan

pemahaman. Gereja yang terdaftar sebagai anggota PGI saat ini mencapai jumlah

89.67 Gereja-gereja tersebut tentu tersebar di sekian banyak pulau di Indonesia

dengan latar belakang pemikiran dan budaya yang berbeda pula. Keberagaman

latar belakang tersebut semestinya mampu melahirkan kesadaran terhadap

menggunakan V.O.C. sebagai sarana untuk memulai misinya dengan klaim bahwa mereka

bertanggung jawab atas kemajuan Gereja. Lih. H. Berkhof, Sejarah Gereja, (Jakarta: BPK Gunung

Mulia, 2013), 235-244. 65 Warisan teologi yang ditinggalkan para zendeling, karena bercorak dogmatis

mempersulit teologi baru ini karena ia menganggap dunia di luar sebagai dunia ‘dunia kafir’ yang

perlu ditobatkan. Lih. Martin L. Sinaga, “Meretas Jalan Teologi Agama-Agama di Indonesia,”

Theologia Religionum (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000), 5. 66 Beban sejarah ini sangat mewarnai pemikiran politis para tokoh pendiri Republik ini.

Terlebih lagi, di masa “Politik Etis”, sumbangan dari pemerintah Belanda pada pendidikan dan

kesehatan yang diselenggarakan lembaga-lembaga Kristen, menunjukkan angka-angka tertinggi.

Lih. Sinaga, “Meretas Jalan Teologi,” 7. 67 “Gereja Anggota PGI,” PGI, last modified October 8, 2013, diakses Juli 31, 2019.

Page 33: Salib Ngrengkuh Kawula tuwin Panjenengan · Motto Vii Abstrak Vii Daftar Isi Viii Pendahuluan 1 ... 7 Yesus mencontohkan pola kehidupan-Nya, yaitu berjalan dalam kesetiakawanan dengan

23

penyelarasan dan rasa penghargaan terhadap yang berbeda, khususnya dalam

kehidupan gereja secara internal. Menjadi cukup bertentangan dengan refleksi

simbol salib dan kasih universal Allah, apabila sebagian gereja di Indonesia dalam

latar belakang lingkungan yang menganut budaya patriarki hanya menempatkan

dominasi peran laki-laki di dalam pola pelayanan kehidupan gereja.

Kepedulian Allah dalam diri Yesus sebagai manusia yang disalib

sesungguhnya menjadi teguran bagi Kekristenan di Indonesia yang masih

menempatkan Kekristenan lebih superior di antara agama-agama, budaya dan

identitas yang ada dan berbeda. Narasi rengkuhan Allah yang dinyatakan bagi

kaum Yahudi dan Yunani semestinya menegaskan kesetaraan agama-agama,

budaya, dan identitas sebagai perwujudan keutuhan cinta Allah yang dinyatakan

di dalam keberagaman tanpa diskrimimasi. Narasi rengkuhan Allah melalui salib

dalam penghargaan identitas juga perlu menjadi dasar bagi Kekristenan dan

gereja-gereja di Indonesia untuk menempatkan kesetaraan nilai dan peran di

antara laki-laki, perempuan, dan anak-anak, di antara kaya dan miskin, di antara

suku dan budaya, bahkan di kesetaraan di antara perbedaan gender yang ada.

Peristiwa salib Yesus memang tetap ditempatkan sebagai inspirasi,

mengingat analisa topik ini didasarkan pada perspektif Kekristenan. Namun

bentuk dasar salib yang mengarah ke seluruh penjuru, dan gesture tubuh Yesus

yang terbuka serta hendak memeluk siapa pun, sesungguhnya memberikan

penegasan kasih Allah yang bersifat universal dan menyeluruh. Pemusatan narasi

Yesus sebagai manusia yang disalibkan secara ekslusif di dalam sejarah

keselamatan melalui gereja sebagai institusi Kekristenan, merupakan wujud

pengkarikaturan Allah yang tak terbatas menurut pengetahuan manusia yang

terbatas, dan merupakan perlawanan terhadap narasi Yesus sang manusia yang

disalibkan. Kemajemukan agama, gender, suku, bahkan beragam identitas lain di

Indonesia semestinya ditempatkan sebagaimana Israel dan bangsa-bangsa di

luarnya yang berjalan beriringan dalam karya Allah yang agung.

Judul “Salib Ngrengkuh Kawula Tuwin Panjenengan” hendak

menunjukkan bahwa peristiwa salib Yesus merupakan perwujudan cinta kasih

Allah yang mengurungkan ke-Allahan-Nya dan melibatkan diri secara langsung di

dalam dinamika kehidupan dalam kesetaraan untuk menarik manusia dengan

Page 34: Salib Ngrengkuh Kawula tuwin Panjenengan · Motto Vii Abstrak Vii Daftar Isi Viii Pendahuluan 1 ... 7 Yesus mencontohkan pola kehidupan-Nya, yaitu berjalan dalam kesetiakawanan dengan

24

pelbagai identitas yang ada menuju rengkuhan kasih-Nya. “Kawula tuwin

Panjenengan” merupakan konsep kesetaraan dengan menuntut rasa rendah hati

dan penghargaan terhadap yang lain. Penghargaan dalam pernyataan tersebut

tidak dimaksudkan untuk meninggikan yang berbeda, melainkan menghilangkan

penilaian superior di dalam dirinya sendiri.

Pada akhirnya penulis berusaha menempatkan Kekristenan tetap sebagai

“Panjenengan” sekaligus “Kawula”, dan agama-agama di luarnya juga sebagai

“Kawula” sekaligus “Panjenengan”. Pernyataan penulis ini diselaraskan dengan

pandangan Choan-Seng Song yang oleh Pdt. Ebenhaizer Nuban Timo disebutkan

bahwa Song melihat agama-agama sebagai jalan yang berbeda, tetapi yang

mengarah kepada tujuan yang sama.68 Melalui analogi “kawula tuwin

panjenengan”, pribadi dengan identitas dan tingkat sosial yang berbeda di dalam

budaya Jawa tetap ditempatkan sebagai manusia setara karena mengandung dzat

Allah dalam dirinya. Jika ditempatkan pada kehidupan Kekristenan Indonesia di

tengah kemajemukan agama-agama, budaya, dan identitas lainnya, maka sikap

yang perlu dibangun adalah menghilangkan penilaian superior atas identitas

Kekristenan, berupaya terbuka dengan yang berbeda dan menyadari

keberadaannya dalam kesetaraan sebagai karya kasih Allah. Di tengah beragam

budaya dan pemikiran, sangat penting juga bagi kehidupan pelayanan dan

persekutuan gereja untuk tetap menjaga kesadaran tentang kesetaraan peran di

antara laki-laki, perempuan, dan anak-anak; di antara kalangan dengan kekuasaan

dan kalangan bawah; di antara kaya dan miskin; bahkan di antara keberagaman

gender.

Kesimpulan

Satu poin mendasar yang menjadi pusat perhatian Choan-Seng Song,

bahwa pernyataan karya Allah yang tak terbatas tidak dapat dibatasi di dalam

klaim kebenaran oleh satu agama sebagaimana diciptakan oleh pemikiran manusia

yang terbatas. Penjelasan alternatif tentang Allah di luar jangkauan pemikiran

manusia yang terbatas merupakan keniscayaan. Narasi Yesus sebagai manusia

yang disalibkan merupakan pijakan untuk meneladani kesetaraan yang

68 Ebenhaizer I. Nuban Timo, Gereja Lintas Agama, 123.

Page 35: Salib Ngrengkuh Kawula tuwin Panjenengan · Motto Vii Abstrak Vii Daftar Isi Viii Pendahuluan 1 ... 7 Yesus mencontohkan pola kehidupan-Nya, yaitu berjalan dalam kesetiakawanan dengan

25

ditunjukkan oleh-Nya. Narasi tersebut bukanlah narasi eksklusif, melainkan narasi

penuh kasih yang merengkuh tanpa membatasi dan meniadakan identitas.

Kekristenan sebagai komunitas yang menginspirasikan Kristus semestinya

berupaya menghidupi kerendahatian Allah serta kasih-Nya yang universal dan

menyeluruh bagi seluruh ciptaan.

Keteladanan Yesus sudah selalu membawa konsekuensi bagi pengikut-

Nya, yaitu menghadirkan kesetaraan dalam relasi yang dibangun, khususnya di

dalam kehidupan Kekristenan Indonesia di tengah konteks kemajemukan bangsa.

Kekristenan Indonesia dengan beragam latar belakang budaya yang menyertainya

perlu menghidupi nilai-nilai kesetaraan agama, budaya, dan beragam identitas

lain. Kesetaraan peran laki-laki, perempuan, dan anak-anak; peran yang kaya dan

miskin; peran yang berkuasa dan tidak berkuasa; bahkan peran dalam beragam

identitas gender, merupakan tema-tema yang semestinya terus dihidupi gereja

dalam mengerjakan pelayanannya. Gereja tidak semestinya berlaku diskriminatif.

Pemaknaan terhadap salib sebagai simbol Kekristenan semestinya menjadi suatu

daya bagi Gereja-Gereja di Indonesia untuk menghidupi kesetaraan dalam

kerendah-hatian yang utuh di dalam persekutuannya, sehingga mampu bergerak

keluar untuk menginspirasikan kesetaraan serta keselarasan dalam berpelayanan

di tengah keberagaman agama dan budaya yang ada di Negara Kesatuan Republik

Indonesia.

Page 36: Salib Ngrengkuh Kawula tuwin Panjenengan · Motto Vii Abstrak Vii Daftar Isi Viii Pendahuluan 1 ... 7 Yesus mencontohkan pola kehidupan-Nya, yaitu berjalan dalam kesetiakawanan dengan

26

Daftar Pustaka

Badan Pusat Statistik. Statistik Indonesia: Statistical Yearbook Of Indonesia 2018.

Jakarta: Badan Pusat Statistik, 2018.

Berkhof, H. Sejarah Gereja. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2013.

Bevan, Edwyn. Symbolism and Belief. London: George Allen & Unwin Ltd

Museum Street, 1938.

Cremes, Agus. Salib Dalam Seni Rupa Kristiani. Maumere: LPBAJ, 2002.

Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi

Keempat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008.

Elwood, Douglas J. Teologi Kristen Asia. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1992.

Endraswara, Suwardi. Mistik Kejawen. Yogyakarta: Penerbit NARASI, 2014.

Febriana, Mariani. “Teologia Salib Martin Luther dan Implikasinya Dalam Dunia

Masa Kini.”Jurnal Theologia Aletheia 12, no. 21 (September 2010): 53.

Ford, David F. The Modern Theologians. Victoria: Blackwell Publishing, 2005.

Google. “Agama.” INDONESIA.GO.ID. Last modified 25 Oktober 2018. Diakses

31 Juli 2019.

Google. “Gereja Anggota PGI.” PGI. Last modified October 8, 2013. Diakses Juli

31, 2019.

Heinz, Michael. Jalan Salib. Flores: Ledalero, 2006.

Kilby, Karen. Karl Rahner. Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2001.

Magnis-Suseno, Franz. Etika Jawa. Jakarta: Penerbit PT Gramedia, 1984.

Moedjanto, G. Konsep Kekuasaan Jawa. Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1987.

Moltmann, Jurgen. The Crucified God. San Francisco: SCM Press LTD, 1991.

Moore, Michael S. “A Critical Profile of Choan-Seng Song’s Theology,” SAGE

journals 10, no.4 (Oktober 1982): 468.

Raharjo, Budi, Sujianto, Ignatia Esti Sumarah, Saifuddin Zuhri Qudzy, Jonsa

Manulang, Budi Raharjo, Totok, F.X. Dapiyanta, Khusnul Khotimah,

Lathifatul Izzah, Ev. Hana Suparti. Makna Keselamatan Dalam Perspektif

Agama-Agama. Diedit oleh Ignatius Loyola Madya Utama, SJ.

Yogyakarta: Universitas Sanata Darma, 2014.

Page 37: Salib Ngrengkuh Kawula tuwin Panjenengan · Motto Vii Abstrak Vii Daftar Isi Viii Pendahuluan 1 ... 7 Yesus mencontohkan pola kehidupan-Nya, yaitu berjalan dalam kesetiakawanan dengan

27

Richardson, Alan. The Westminster Dictionary Of Christian Theology.

Philadelphia: The Westminster Press, 1983.

Shenk, David W. Ilah-Ilah Global. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003.

Sinaga, Martin L. “Meretas Jalan Teologi Agama-Agama di Indonesia.”

Theologia Religionum. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000.

Song, Choan-Seng. Allah yang Turut Menderita. Jakarta: BPK Gunung Mulia,

2012.

Song, Choan-Seng. Jesus, The Crucified People. New York: Crossroad, 1990.

Song, Choan-Seng. Sebutkanlah Nama-Nama Kami. Jakarta: BPK Gunung Mulia,

1999.

Song, Choan-Seng. Yesus dan Pemerintahan Allah. Jakarta: BPK Gunung Mulia,

2010.

Stott, John. The Cross of Christ. Leicester: Inter-Varsity, 1986.

Timo, Nuban Ebenhaizer I. Gereja Lintas Agama. Salatiga: Satya Wacana

University Press, 2013.

Timo, Nuban Ebenhaizer I. “Pencarian Kesaksian Kristen yang Relevan di Asia.”

Jurnal Ledalero 12, no. 2 (Desember 2013): 289.

Utley, Bob. “Paulus Terbelenggu: Injil Tak Terbelenggu,” Kumpulan Komentari

Belajar Perjanjian Baru 8, no. 47 (Juni 1996): 118.

Yahya, Pancha. Tinjauan Terhadap Pandangan Choan-Seng Song Mengenai

Sejarah Keselamatan, Jurnal Veritas 12 no. 1, (April 2011): 123-134.

Yewangoe, A. A. Theologia Crucis di Asia. Diedit oleh Stephen Suleeman.

Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009.