saksi pelaporan pajak
TRANSCRIPT
1
MATA KULIAH Perpajakan Lanjutan
Tugas PEMBAYARAN, PELAPORAN SERTA SANKSI PERPAJAKAN:
SANKSI PAJAK
Nama: Gumulya Sonny Marcel K. (01022681318032)
Dosen Pengasuh: Dr. Sa’adah Siddik, M.Si, Ak.
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SRIWIJAYA
PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI – BKU AKUNTANSI REGULER PAGI
2013
2
PEMBAYARAN, PELAPORAN SERTA SANKSI PERPAJAKAN: SANKSI PAJAK
PENDAHULUAN
Tingkat kepatuhan wajib pajak dapat dipengaruhi beberapa faktor, di antaranya adalah
persepsi wajib pajak tentang sanksi perpajakan dan kesadaran wajib pajak. Terdapat undang-
undang yang mengatur tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan. Agar peraturan
perpajakan dipatuhi, maka harus ada sanksi perpajakan bagi para pelanggarnya. Wajib pajak
akan memenuhi kewajiban perpajakannya bila memandang bahwa sanksi perpajakan akan lebih
banyak merugikannya.
Sanksi perpajakan merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan (norma perpajakan) akan dituruti/ditaati/dipatuhi, dengan kata lain sanksi perpajakan
merupakan alat pencegah agar wajib pajak tidak melanggar norma perpajakan. Wajib pajak akan
memenuhi kewajiban perpajakannya bila memandang bahwa sanksi perpajakan akan lebih
banyak merugikannya.
Permasalahan
Bagaimanakah keterkaitan kepatuhan wajib pajak dengan sanksi perpajakan?
3
TINJAUAN PUSTAKA
Kepatuhan Wajib Pajak
Kepatuhan Wajib Pajak memiliki pengertian yaitu:
1. Wajib pajak paham atau berusaha untuk memahami semua ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
2. Mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas
3. Menghitung jumlah pajak yang terutang dengan benar
4. Membayar pajak yang terutang tepat pada waktunya.
Pengertian kepatuhan pajak (tax compliance) adalah wajib pajak mempunyai kesediaan
untuk memenuhi kewajiban pajaknya. Pemenuhan kewajiban perpajakan tersebut harus sesuai
dengan aturan yang berlaku tanpa perlu ada pemeriksaan, investigasi seksama (obtrusive
investigation), peringatan, ancaman, dan penerapan sanksi baik hukum maupun administrasi.
Kepatuhan wajib pajak memenuhi kewajiban perpajakkannya akan meningkatkan penerimaan
negara dan pada gilirannya akan meningkatkan besarnya rasio pajak.
Agar kepatuhan memenuhi kewajiban perpajakan tersebut dapat berjalan dengan
sempurna, harus ada kerjasama antara fiskus sebagai pemungut pajak dan wajib pajak sebagai
pembayar pajak, yang dimanifestasikan dalam pengisian SPT dan formulir-formulir pajak yang
lainnya, yang digunakan oleh pembayar pajak untuk melaporkan penghitungan dan pembayaran
pajak yang terutang.
Mengacu pada kesadaran bernegara, maka kesadaran perpajakan adalah suatu sikap
terhadap fungsi pajak, berupa penerapan komponen cognitif, affective dan conative dalam
memahami, merasakan dan berperilaku terhadap makna dan fungsi pajak. Wajib pajak
berkonsekuensi logis untuk para wajib pajak agar mereka rela memberikan kontribusi dana untuk
pelaksanaan fungsi perpajakan dengan cara membayar kewajiban pajak secara tepat waktu dan
tepat jumlahnya.
4
Sanksi Pajak
Terdapat undang-undang yang mengatur tentang ketentuan umum dan tata cara
perpajakan. Agar peraturan perpajakan dipatuhi, maka harus ada sanksi perpajakan yang tegas
bagi para pelanggarnya. Sanksi perpajakan merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan (norma perpajakan) akan dituruti/ditaati dipatuhi.
Pandangan tentang sanksi perpajakan tersebut diukur dengan indikator sebagai berikut.
1. Sanksi pidana yang dikenakan bagi pelanggar aturan pajak cukup berat.
2. Sanksi administrasi yang dikenakan bagi pelanggar aturan pajak sangat ringan.
3. Pengenaan sanksi yang cukup berat merupakan salah satu sarana untuk mendidik wajib
pajak.
4. Sanksi pajak harus dikenakan kepada pelanggarnya tanpa toleransi.
5. Pengenaan sanksi atas pelanggaran pajak dapat dinegosiasikan.
Pandangan tentang sanksi perpajakan tersebut diukur dengan indikator sebagai berikut.
1. Sanksi pidana yang dikenakan bagi pelanggar aturan pajak cukup berat.
2. Sanksi administrasi yang dikenakan bagi pelanggar aturan pajak sangat ringan.
3. Pengenaan sanksi yang cukup berat merupakan salah satu sarana untuk mendidik wajib
pajak.
4. Sanksi pajak harus dikenakan kepada pelanggarnya tanpa toleransi.
5. Pengenaan sanksi atas pelanggaran pajak dapat dinegosiasikan.
Dalam undang-undang perpajakan dikenal dua macam sanksi, yaitu sanksi administrasi
dan sanksi pidana.
1. Sanksi Administrasi yang terdiri dari:
a. Sanksi Administrasi Berupa Denda
Sanksi denda adalah jenis sanksi yang paling banyak ditemukan dalam UU
perpajakan. Terkait besarannya denda dapat ditetapkan sebesar jumlah tertentu,
persentase dari jumlah tertentu, atau suatu angka perkalian dari jumlah tertentu.
5
Pada sejumlah pelanggaran, sanksi denda ini akan ditambah dengan sanksi
pidana. Pelanggaran yang juga dikenai sanksi pidana ini adalah pelanggaran yang
sifatnya alpa atau disengaja.
b. Sanksi Aministrasi Berupa Bunga
Sanksi administrasi berupa bunga dikenakan atas pelanggaran yang menyebabkan
utang pajak menjadi lebih besar. Jumlah bunga dihitung berdasarkan persentase
tertentu dari suatu jumlah, mulai dari saat bunga itu menjadi hak/kewajiban
sampai dengan saat diterima dibayarkan.
c. Sanksi Administrasi Berupa Kenaikan
Jika melihat bentuknya, bisa jadi sanksi administrasi berupa kenaikan adalah
sanksi yang paling ditakuti oleh wajib Pajak. Hal ini karena bila dikenakan sanksi
tersebut, jumlah pajak yang harus dibayar bisa menjadi berlipat ganda. Sanksi
berupa kenaikan pada dasarnya dihitung dengan angka persentase tertentu dari
jumlah pajak yang tidak kurang dibayar.
2. Sanksi Pidana
Dalam perpajakan pun dikenai adanya sanksi pidana. UU KUP menyatakan bahwa pada
dasarnya, pengenaan sanksi pidana merupakan upaya terakhir untuk meningkatkan kepatuhan
Wajib Pajak. Namun, pemerintah masih memberikan keringanan dalam pemberlakuan sanksi
pidana dalam pajak, yaitu bagi Wajib Pajak yang baru pertama kali melanggar ketentuan Pasal
38 UU KUB tidak dikenai sanksi pidana, tetapi dikenai sanksi administrasi. Pelanggaran Pasal
38 UU KUP adalah tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT tetapi isinya tidak benar
atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat
menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.
Hukum pidana diterapkan karena adanya tindak pelanggaran dan tindak kejahatan.
Sehubungan dengan itu, di bidang perpajakan, tindak pelanggaran disebut dengan kealpaan, yaitu
tidak sengaja, lalai, tidak hati-hati, atau kurang mengindahkan kewajiban pajak sehingga dapat
menimbulkan kerugian pada pendapatan negara. Sedangkan tindak kejahatan adalah tindakan
6
dengan sengaja tidak mengindahkan kewajiban pajak sehingga dapat menimbulkan kerugian
pada pendapatan negara.
Meski dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, tindak pidana di bidang
perpajakan tidak dapat dituntut setelah jangka waktu 10 (sepuluh) tahun terlampaui. Jangka
waktu ini dihitung sejak saat terutangnya pajak, berakhirnya masa pajak, berakhirnya bagian
tahun pajak, atau berakhirnya tahun pajak yang bersangkutan. Penetapan jangka waktu 10
(sepuluh) tahun ini disesuaikan dengan daluarsa penyimpanan dokumen-dokumen perpajakan
yang dijadikan dasar penghitungan jumlah pajak yang terutang, yaitu selama 10 (sepuluh) tahun.
Dalam UU Perpajakan Indonesia, ketentuan mengenai sanksi pidana pada intinya diatur dalam
Bab VIII UU KUP sebagai hukum pajak format. Namun, dalam UU Perpajakan lainnya, dapat
juga diatur sanksi pidana. Sanksi pidana biasanya disertai dengan sanksi administrasi berupa
denda, walaupun tidak selalu ada.
Self Assessment dalam Hubungannya dengan Sanksi Pajak
Self Assessment tercantum dalam pasal 12 UU KUP yang berbunyi :
1. setiap Wajib Pajak wajib membayar pajak yang terutang berdasarkan ketentuan
peraturan perundangundangan perpajakan, dengan tidak menggantungkan pada
adanya surat ketetapan pajak;
2. jumlah pajak yang terutang menurut surat pemberitahuan yang disampaikan oleh
Wajib Pajak adalah jumlah pajak yang terutang menurut ketentuan peraturan
perundang-undang perpajakan; dan
3. apabila Direktur Jendral Pajak mendapatkan bukti bahwa jumlah pajak yang
terutang menurut Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
tidak benar, maka Direktur Jendral Pajak menetapkan jumlah pajak terutang yang
semestinya.
Dari bunyi Pasal 12 UU KUP tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa penghitungan
pajak yang terutang, pembayarannya ke Kas Negara, dan pelaporannya diserahkan sepenuhnya
kepada Wajib Pajak serta tidak didasarkan pada SKP yang diterbitkan administrasi pajak.
Perhitungan, pembayaran dan pelaporan yang dilakukan WP tersebut dianggap benar (sesuai
7
dengan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan) sepanjang Dirjen Pajak tidak dapat
membuktikan sebaliknya. SKP hanya diterbitkan oleh fiskus apabila perhitungan wajib pajak
tersebut tidak benar berdasarkan pada suatu pembuktian oleh fiskus.
Dengan menghitung dan membayar sendiri kewajiban perpajakannya diharapkan
kemungkinan kecil terjadi kesalahan oleh Direktorat Jenderal Pajak dalam menerapkan sanksi
administrasi. Sanksi administrasi dapat berupa denda, bunga maupun kenaikan tarif pembayaran.
Hasrat membayar pajak dapat muncul dari dalam hati wajib pajak. Namun sampai saat ini, hasrat
untuk membayar pajak masih rendah selain sanksi administrasi, Sanksi pidana sebagai sanksi
negative merupakan sarana yang strategis untuk menyelesaikan segala bentuk ketidakpatuhan
terhadap perundang-undangan.
8
PEMBAHASAN
Berdasarkan jurnal “Pengaruh Kesadaran dan Persepsi tentang Sanksi, dan Hasrat
Membayar Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak”, didapatlah kesimpulan sebagai berikut:
1. Kesadaran wajib pajak berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak, yang artinya
bahwa semakin wajib pajak memiliki kesadaran pajak yang tinggi akan mengerti fungsi
dan manfaat pajak
2. Persepsi tentang sanksi berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak, yang artinya
bahwa semakin wajib pajak mengerti atau sadar terhadap sanksi (tindakantindakan,
hukuman, dan sebagainya) yang diterimanya apabila wajib pajak tidak memenuhi
kewajiban perpajakannya serta melanggar norma perpajakan (Undang-Undang
Perpajakan) maka kecenderungan untuk meningkatkan kepatuhan dalam melaksanakan
kewajibannya semakin tinggi pula.
Kepatuhan wajib pajak dan pengaruh sanksi sangatlah besar terhadap wajib pajak. Wajib
pajak akan memenuhi kewajiban perpajakannya bila memandang bahwa sanksi perpajakan akan
lebih banyak merugikannya. Penghindaran pemborosan merupakan alokasi sumberdaya ke arah yang
lebih produktif dan lebih efisien sehingga dapat memaksimalkan kinerja dengan benar dan mengerjakan
yang seharusnya. Oleh karena itu, dengan patuhnya wajib pajak, dapat menghindari sanksi pajak serta
tidak akan mengurangi laba perusahaan/wajib pajak yang dikarenakan adanya pembayaran sanksi
Walaupun jika dilihat dengan wajib pajak membayar sanksi pajak dapat meningkatkan
pendapatan pemerintah, sebenarnya pemerintah pun memiliki unsur dirugikan karena wajib
pajak yang mendapat sanksi berarti wajib pajak tersebut tidak patuh dan berkemungkinan
merugikan negara sehingga pendapatan pemerintah terhambat (terlambat). Untuk itulah
ketidakpatuhan wajib pajak sebenarnya merugikan pihak pemerintah dan juga wajib pajak itu
sendiri.
Adanya sanksi pidana, akan membantu berjalanannya kepatuhan wajib pajak. Terlebih
lagi sanksi tindak pidana berlaku juga bagi wakil, kuasa, atau pegawai dari Wajib Pajak, yang
menyuruh melakukan, yang turut serta melakukan, yang menganjurkan, atau yang membantu
melakukan tindak pidana di bidang perpajakan. Hal ini menyebabkan seluruh komponen yang
9
berhubungan wajib pajak akan ikut mendukung kepatuhan wajib pajak untuk menghindari sanksi
pajak yang merugikan wajib pajak.
Kesimpulan
Dengan adanya sanksi pajak, wajib pajak akan sukarela membayar pajak tanpa adanya
paksaan. Sehingga, akan meningkatkan kepatuhan wajib pajak karena hal tersebut akan menjaga
asetnya dari pembayaran atau kerugian atas sanksi pajak tersebut. Jika wajib pajak ingin
menghindari sanksi pajak, berarti wajib pajak harus patuh terhadap peraturan perpajakan.
10
Daftar Pustaka
Aviantara, Aris dan Assocates. 2011. Mengenal Sanksi Pajak. http://konsultanpajak-
aaa.com/mengenal-sanksi-pajak.htm. Diakses tanggal 17 Oktober 2013.
Ketut, Ni Muliari dan Putu Ery Setiawan. 2009. Pengaruh Persepsi Tentang Sanksi Perpajakan
dan Kesadaran Wajib Pajak pada Kepatuhan Pelaporan Wajib Pajak Orang Pribadi di
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Denpasar Timur. eprints.upnjatim.ac.id/3491/1/file1.pdf.
Diakses tanggal 17 Oktober 2013.
Musyarofah, Siti dan Adi Purnomo. 2008. Pengaruh Kesadaran dan Persepsi tentang Sanksi, dan
Hasrat Membayar Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak. Jurnal Akuntansi,
Manajemen Bisnis dan Sektor Publik (JAMBSP) Vol 5, No 1: Univ. Trunojoyo Madura
Nursanti, Ika.2013.Pengaruh Self Assessment System dan Surat Tagihan Pajak Terhadap
Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai.Jurnal Ilmu Dan Riset Akuntansi Vol 1, No.1,
Januari 2013
Suhendra, Euphrasia Susy. 2010. Pengaruh Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan Terhadap
Peningkatan Penerimaan Pajak Penghasilan Badan. Jurnal Ekonomi Bisnis No 1,
Volume 15, April 2010
Wibowo, Tri. 2009. Efektivitas Sanksi Pidana Pajak dalam Undang-Undang No 28 Tahun 2007
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Jurnal Dinamika Hukum, Vol. 9,
No. 3, September 2009.
11
LAMPIRAN