safeguard system pada furnace 31 - f- 103 naphtha processing unit pt pertamina ru vi balongan

96
LAPORAN KULIAH KERJA LAPANG SAFEGUARD SYSTEM PADA FURNACE 31 F 103 DI UNIT NAPHTHA HYDROTREATING PROCESS PT. PERTAMINA (PERSERO) REFINERY UNIT VI BALONGAN MAINTENANCE AREA DEPARTMENT PERTAMINA REFINERY UNIT VI BALONGAN INDRAMAYU JAWA BARAT Disusun Oleh : GUNTUR DWI CAHYA 125090807111013 JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2015

Upload: guntur

Post on 12-Dec-2015

123 views

Category:

Documents


12 download

TRANSCRIPT

Page 1: Safeguard System pada Furnace 31 - F- 103 Naphtha Processing Unit PT PERTAMINA RU VI Balongan

LAPORAN KULIAH KERJA LAPANG

SAFEGUARD SYSTEM PADA FURNACE 31 – F – 103 DI UNIT NAPHTHA

HYDROTREATING PROCESS PT. PERTAMINA (PERSERO) REFINERY UNIT VI

BALONGAN

MAINTENANCE AREA DEPARTMENT

PERTAMINA REFINERY UNIT VI BALONGAN

INDRAMAYU – JAWA BARAT

Disusun Oleh :

GUNTUR DWI CAHYA 125090807111013

JURUSAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2015

Page 2: Safeguard System pada Furnace 31 - F- 103 Naphtha Processing Unit PT PERTAMINA RU VI Balongan

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012

2

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KULIAH KERJA LAPANG

PT. PERTAMINA (PERSERO) RU VI BALONGAN, JAWA BARAT

(03 AGUSTUS 2015 – 31 AGUSTUS 2015)

SAFEGUARD SYSTEM PADA FURNACE 31 – F – 103 DI UNIT NAPHTHA

HYDROTREATING PROCESS PT. PERTAMINA (PERSERO) REFINERY UNIT VI

BALONGAN

JAWA BARAT

Disusun oleh:

GUNTUR DWI CAHYA 125090800111012

Laporan ini telah diperiksa dan disetujui oleh:

Balongan, 28 Agustus 2015

Mengetahui dan menyetujui,

Senior Officer BP Refinery

(Rosnamora H)

Pembimbing KKL

(Agus Yogaswara)

Maintenance Area III Section Head

(Sumardianto)

Page 3: Safeguard System pada Furnace 31 - F- 103 Naphtha Processing Unit PT PERTAMINA RU VI Balongan

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012

3

SAFEGUARD SYSTEM PADA FURNACE 31 – F – 103 DI UNIT NAPHTHA

HYDROTREATING UNIT PT. PERTAMINA (PERSERO) REFINERY UNIT VI

BALONGAN JAWA BARAT

(03 AGUSTUS 2015 - 31 AGUSTUS 2015)

Nama : Guntur Dwi Cahya

NIM : 125090800111012

Jurusan : Fisika, Instrumentasi – Universitas Brawijaya

Dosen Pembimbing : Agus Yogaswara

ABSTRAK

PT. Pertamina (Persero) merupakan perusahaan minyak dan gas milik negara yang mengolah

minyak mentah menjadi Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Non Bahan Bakar Minyak (NBBM).

Perusahaan ini telah berdiri sejak tahun 1957, dan mengalami banyak perubahan nama perusahaan,

hingga pada tahun 2003 menjadi PT. Pertamina (Persero). Untuk memasok kebutuhan energi di

dalam negeri, PT. Pertamina (Persero) membangun tujuh unit pengolahan minyak yang tersebar di

Indonesia, salah satunya adalah RU VI Balongan. Unit ini merupakan unit dengan hasil pengolahan

yang paling besar dan sistem kontrol modern dibandingkan unit yang lain.

Dalam proses pengolahan yang tergolong berbahaya ini, Refinery Unit IV Cilacap telah melengkapi

semua plant dengan safeguard system yang tinggi. Safeguard system adalah sekumpulan sistem

instrumentasi yang berfungsi untuk memberikan pengamanan terhadap pekerja, peralatan, dan

proses. Salah satu area yang harus dilengkapi dengan safeguard system yaitu area NTU pada unit

Furnace 31 - F-103. Furnace 31 - F-103berfungsi untuk melakukan pembakaran minyak mentah

sampai suhu tertentu, dan menjadi furnace utama. Safeguard system pada Furnace 31 - F-103

memiliki beberapa parameter yang dapat mentripkan furnace antara lain pilot gas pressure, feed

pass flow, atomizing steam pressure, dan emergency shutdown. Ketika salah satu parameter

tersebut terjadi, maka PLC akan mengkondisikan agar proses pembakaran shutdown, sehingga

berdampak pada Furnace 31 - F-103 berhenti beroperasi.

Kata Kunci: Furnace, instrumentasi, safeguard system

Page 4: Safeguard System pada Furnace 31 - F- 103 Naphtha Processing Unit PT PERTAMINA RU VI Balongan

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012

4

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan syukur kehadiran Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya

yang telah diberikan kepada kami, sholawat serta salam semoga tercurahkan kepada Nabi

Muhammad SAW Rasul junjungan kita. Sehingga penyusunan laporan praktek kerja lapangan

dengan judul “SAFEGUARD SYSTEM PADA FURNACE 31 – F – 103 DI UNIT NAPHTHA

HYDROTREATING PROCESS PT. PERTAMINA (PERSERO) REFINERY UNIT VI

BALONGAN” ini dapat terselesaikan dengan baik.

Kegiatan Praktek Kerja Lapang merupakan kegiatan yang positif untuk mengenalkan

mahasiswa pada dunia industri. Penyusunan laporan ini diajukan untuk melengkapi salah satu

persyaratan akademis pada program S1 Instrumentasi jurusan Fisika Fakultas MIPA Universitas

Brawijaya. Kami menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan semua pihak kegiatan praktek

kerja lapang tidak akan berjalan dengan baik, untuk itu kami mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu dan Bapak yang selalu mendoakan dan memberikan dukungan baik secara moral dan materi.

2. Bapak Sukir Maryanto, PhD selaku Ketua Jurusan Fisika Universitas Brawijaya.

3. Bapak Drs. Hari Arief Dharmawan, M.Eng selaku Ketua Program studi Instrumentasi

Universitas Brawijaya sekaligus selaku dosen pembimbing yang mengarahkan dan membantu

kami dalam pembekalan sebelum PKL.

4. Bapak Sumardianto selaku Head Unit Maintenance Area III.

5. Bapak Agus Yogaswara selaku pembimbing lapangan yang telah mengajarkan dan

membimbing kami dilapangan.

6. Bapak Yanto selaku Kepala Training Center Pertamina RU VI Balongan.

7. Om Harto dan Tante Neni yang telah membantu kelancaran KKL ini, mulai dari awal

penyerahan proposal KKL sampai dengan selesai KKL ini.

8. Teman seperjuangan dan se-almamater kampus tercinta Universitas Brawijaya, Fiqi Rizki.

Dimana kita selalu berbagi ilmu, sejak awal kuliah sampai KKL ini terlaksana

9. Teman teman seperjuangan kami dari ITS, Rinanda, Rizky dan Sanif. Dimana kami saling

memberi semangat dalam menghadapi kerja praktek ini serta ilmu – ilmu yang telah di bagikan.

10. Mas Dea, Mas Radhi dan Mas Bowo yang sering membagi ilmunya disela – sela kegiatan

lapangan.

Page 5: Safeguard System pada Furnace 31 - F- 103 Naphtha Processing Unit PT PERTAMINA RU VI Balongan

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012

5

11. Teman – teman Instrumentasi 2012 yang selalu mensupport kami dalam menghadapi PKL ini.

Kami menyadari dalam pembuatan laporan Praktek Kerja Lapang terdapat banyak kekurangan,

untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan laporan ini sangat kami

harapkan. Semoga laporan ini bermanfaat bagi kami pada khususnya dan pembaca pada umumnya.

Indramayu, 28 Agustus 2015

Penulis,

Guntur Dwi Cahya

NIM. 125090800111012

Page 6: Safeguard System pada Furnace 31 - F- 103 Naphtha Processing Unit PT PERTAMINA RU VI Balongan

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012

6

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ................................................................................................................. 1

LEMBAR PENGESAHAN ...................................................................................................... 2

ABSTRAK ................................................................................................................................. 3

KATA PENGANTAR .............................................................................................................. 4

DAFTAR ISI ............................................................................................................................. 6

DAFTAR GAMBAR ................................................................................................................ 8

DAFTAR TABEL ................................................................................................................... 10

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ............................................................................................................... 11

1.2 Tujuan ............................................................................................................................. 12

1.3 Batasan Masalah.............................................................................................................. 13

1.4 Sistematika Laporan ........................................................................................................ 13

BAB II ORIENTASI PERUSAHAAN

2.1 Sejarah Singkat PT. Pertamina (Persero) ........................................................................ 15

2.2 Visi dan Misi ................................................................................................................... 16

2.3 Tata Nilai Perusahaan ..................................................................................................... 16

2.4 Logo PT. Pertamina (Persero) ......................................................................................... 17

2.5 Usaha PT. Pertamina (Persero) ....................................................................................... 18

2.6 Sejarah PT. Pertamina (Persero) RU – VI Balongan ...................................................... 20

2.7 Tata Letak PT. Pertamina (Persero) RU - VI Balongan.................................................. 21

2.8 Ideologi PT. Pertamina (Persero) RU – VI Balongan ..................................................... 21

2.9 Kilang PT. Pertamina (Persero) RU – VI Balongan ....................................................... 24

2.10 Struktur Organisasi PT. Pertamina (Persero) RU – VI Balongan ................................... 24

Page 7: Safeguard System pada Furnace 31 - F- 103 Naphtha Processing Unit PT PERTAMINA RU VI Balongan

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012

7

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Furnace ........................................................................................................................... 26

3.2 Jenis Heater ..................................................................................................................... 26

3.3 Komponen – Komponen Pada Furnace .......................................................................... 30

3.4 Naphtha Processing Unit (NPU) .................................................................................... 33

3.5 Distributed Control System (DCS) .................................................................................. 36

3.6 DCS Yokogawa Centum-XI Kilang Up – VI Balongan ................................................. 36

3.7 Man Machine Interface (EOPS)...................................................................................... 37

3.8 EOPS (Enchanced Operator Station) ............................................................................. 38

3.9 Data Communication Facilities ...................................................................................... 38

3.10 Konfigurasi DCS Centum-XL di Kilang Pertamina UP VI Balongan ............................ 39

3.11 Instrument Signal Transmission ...................................................................................... 40

3.12 Transmitter ...................................................................................................................... 43

3.13 Converter ........................................................................................................................ 45

3.14 Control Valve .................................................................................................................. 46

3.15 Safeguard dan Interlock Logic ........................................................................................ 47

3.16 Fault Tree Analysis (FTA) .............................................................................................. 49

3.17 PLC Triconex .................................................................................................................. 51

BAB IV ANALISA DATA

4.1 Sistem Instrumentasi Pada Safeguard System ................................................................. 52

4.2 Analisa Data Dengan Interlock Logic Diagram.............................................................. 67

4.3 Data Real Interlock Logic Diagram dengan Software TriStation 1131. ......................... 80

BAB V PENUTUP

4.1 Kesimpulan ..................................................................................................................... 85

4.2 Saran ................................................................................................................................ 86

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 87

Page 8: Safeguard System pada Furnace 31 - F- 103 Naphtha Processing Unit PT PERTAMINA RU VI Balongan

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012

8

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Logo baru perusahaan ....................................................................................... 18

Gambar 2.2 Logo Kilang Unggulan ..................................................................................... 23

Gambar 2.3 Struktur organisasi PT PERTAMINA RU VI Balongan .................................. 25

Gambar 3.1 Jenis-jenis heater ............................................................................................... 27

Gambar 3.2 Furnace tipe box ................................................................................................ 28

Gambar 3.3 Furnace tipe cabin ............................................................................................. 29

Gambar 3.4 Furnace tipe silinder vertikal ............................................................................ 30

Gambar 3.5 Basic Centum-XL Architecture ......................................................................... 37

Gambar 3.6 Graphic Display Operator Station.................................................................... 38

Gambar 3.7 Blok Diagram Pneumatic Transmitter .............................................................. 43

Gambar 3.8 DP Type Flow Transmitter ............................................................................... 44

Gambar 3.9 Gauge Pressure Transmitter .............................................................................. 44

Gambar 3.10 Level Transmitter .............................................................................................. 45

Gambar 3.11 Temperature Transmitter .................................................................................. 45

Gambar 3.12 Blok Diagram I/P Converter ............................................................................. 46

Gambar 3.13 Blok Diagram P/I Converter ............................................................................. 46

Gambar 3.14 Valve Body Assembly ...................................................................................... 47

Gambar 3.15 Berbagai kondisi operasi ................................................................................... 48

Gambar 3.16 a.Fault Tree Analysis dan b. Reliability blockdiagram .................................... 49

Gambar 3.17 And gate dan table kebenaran and gate ............................................................ 50

Gambar 3.18 OR gate dan table kebenaran OR gate .............................................................. 50

Gambar 3.19 NOT gate ........................................................................................................... 51

Gambar 3.20 Indicator main processor .................................................................................. 51

Gambar 4.1 Differensial Pressure Type Flow Transmitter .................................................. 52

Gambar 4.2 Absolute Pressure Transmiter........................................................................... 53

Gambar 4.3 Fail Close Valve ................................................................................................ 54

Gambar 4.4 Pressure Control Valve ..................................................................................... 54

Gambar 4.5 Globe Valve ...................................................................................................... 55

Gambar 4.6 Hand switch ...................................................................................................... 55

Page 9: Safeguard System pada Furnace 31 - F- 103 Naphtha Processing Unit PT PERTAMINA RU VI Balongan

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012

9

Gambar 4.7 Looping Safeguarding PALL042A~C .............................................................. 56

Gambar 4.8 Looping Safeguarding FALL 028A~C ............................................................. 57

Gambar 4.9 Furnace 31 – F – 103........................................................................................ 58

Gambar 4.10 P&ID Furnace 31 – F – 103 area 31- 021 ....................................................... 59

Gambar 4.11 Block Diagram Proses Naphtha Splitter Reboiler ............................................ 63

Gambar 4.12 Interlock diagram PT-042A~C ......................................................................... 69

Gambar 4.13 Interlock diagram Naphtha Splitter Reboiler Heater ShutDown ..................... 71

Gambar 4.14 PT-039 TRIP SETTING .................................................................................... 74

Gambar 4.15 Interlock diagram Naphtha Splitter Reboiler Heater ShutDown ..................... 75

Gambar 4.16 FT-039 TRIP SETTING .................................................................................... 77

Gambar 4.17 Interlock diagram Naphtha Splitter Reboiler Heater ShutDown ..................... 78

Gambar 4.18 System Overview ............................................................................................... 80

Gambar 4.19 PT-042A Trip Setting ........................................................................................ 81

Gambar 4.20 Emergency Shut Down pada 31PT042 .............................................................. 82

Gambar 4.21 Sequence of Events Recorder............................................................................. 83

Gambar 4.22 ESD rack ............................................................................................................ 83

Gambar 4.23 Letak indicator pada PLC .................................................................................. 83

Page 10: Safeguard System pada Furnace 31 - F- 103 Naphtha Processing Unit PT PERTAMINA RU VI Balongan

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012

10

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Kapasitas produksi kilang PT. Pertamina (Persero) .............................................. 19

Tabel 2.2 Hasil Produk Kilang PT. Pertamina (Persero) RU VI Balongan ........................... 24

Tabel 3.1 Material tube furnace ............................................................................................ 31

Tabel 3.2 Konfigurasi DCS Centum - XL .............................................................................. 39

Tabel 4.1 Cause and Effect Table .......................................................................................... 65

Page 11: Safeguard System pada Furnace 31 - F- 103 Naphtha Processing Unit PT PERTAMINA RU VI Balongan

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012

11

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1Interlock Logic Diagram ........................................................................................ 88

Lampiran 2Blok Diagram Proses ............................................................................................. 96

Page 12: Safeguard System pada Furnace 31 - F- 103 Naphtha Processing Unit PT PERTAMINA RU VI Balongan

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012

12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Industri minyak dan gas merupakan salah satu sektor industri yang sangat vital di

Indonesia, dimana industri ini merupakan penghasil bahan bakar yang digunakan untuk berbagai

aktivitas masyarakat. PT.Pertamina merupakan badan usaha milik negara (BUMN) yang bertugas

untuk memenuhi kebutuhan BBM masyarakat indonesia

PT.Pertamina (Persero) Refinery Unit VI Balongan merupakan perusahaan kilang minyak

yang mengolah minyak mentah (crude oil) menjadi bentuk-bentuk bahan bakar minyak (BBM),

non BBM dan petrokimia . Bahan baku yang diolah pada RU VI ini adalah minyak mentah yang

berasal dari Duri dan Minas Riau. Dalam industri sistem kendali sangat diperlukan dan memegang

peranan penting untuk pengendalian proses produksi. Perkembangan system kendali saat ini

dipengaruhi oleh beberapa factor sebagai berikut:

Kebutuhan user (industri) akan teknologi yang lebih maju dan bersifat user friendly

karena bertambahnya ukuran, kapasitas dan kompleksitas proses produksi.

Perkembangan teknologi elektronika dan komputerisasi yang mengarah pada

penggunaan teknologi digital

Penggunaan safeguard system, selain sebagai pengaman juga digunakan untuk menjaga

agar proses pembakaran berjalan sempurna. Penggunaan sistem pengaman otomatis dimaksudkan

untuk mencegah terjadinya kerusakan peralatan, jika pada Furnace 31-F-103 terjadi kondisi tidak

normal saat proses operasi, Furnace akan shutdown secara otomatis, sehingga kemungkinan

timbulnya bahaya bagi peralatan dan operator dapat dihindari.

1.2 Tujuan

Pelaksanaan kerja praktek lapangan ini memiliki 2 tujuan, yaitu tujuan umum dan khusus.

Adapun tujuan umumnya yaitu untuk meningkatkan soft skill dan hard skill mahasiswa. Selain itu

program kerja praktek lapangan ini dapat membuka wawasan peserta agar dapat mengetahui,

Page 13: Safeguard System pada Furnace 31 - F- 103 Naphtha Processing Unit PT PERTAMINA RU VI Balongan

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012

13

memahami dan terampil dalam aplikasi ilmu di dunia industri dan mampu menyerap serta

bersosialisasi dengan dunia kerja secara utuh. Sedangkan untuk tujuan khususnya yaitu untuk

mempelajari lebih lanjut mengenai sistem instrumentasi yang di terapkan di PT. PERTAMINA

(Persero) RU VI Balongan serta mengetahui safeguard system yang ada pada furnace 31 –F – 103

pada unit 31(Naphtha Hydrotreater Process) di Maintenance Area (MA) III.

1.3 Batasan Masalah

Adapun Batasan masalah pada laporan kerja praktek ini , penulis membatasi permasalahan

hanya pada mengenai, Untuk mempersempit masalah, maka pembahasan sistem pengaman hanya

dilakukan pada safeguard system pada furnace 31 – F – 103 , mencakup penjelasan mengenai

komponen-komponen pengaman dapur reaksi serta interlock logic diagram system tersebut pada

unit 31 (Naphtha Hydrotreater Process) .

1.4 Sistematika Laporan

Pada penyusunan laporan kerja praktek ini dilakukan secara sistematis dan tersusun dalam

lima bab dengan penjelasan sebagai berikut.

BAB I Pendahuluan

Pada bab ini dijelaskan mengenai latar belakang, perumusan masalah, batasan masalah dan

sistematika laporan.

BAB II Profil Perusahaan

Pada bab ini dibahas mengenai profil dari perusahaan tempat kerja praktek yaitu di

PT.Pertamina RU VI Balongan

BAB III Tinjauan Pustaka

Berisi pustaka-pustaka yang berhubungan dengan materi yang dibahas pada laporan kerja

praktek penulis.

BAB IV Hasil dan Pembahasan

Page 14: Safeguard System pada Furnace 31 - F- 103 Naphtha Processing Unit PT PERTAMINA RU VI Balongan

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012

14

Berisi analisa dari data-data yang diperoleh pada saat kerja praktek untuk studi mengenai

safeguard system yang terdapat pada furnace 31 – F – 103 secara umum berdasarkan Interlock

Logic Diagram.

BAB V Penutup

Pada bab ini berisi mengenai kesimpulan utama dari seluruh rangkaian penelitian yang telah

dilakukan dan berisi saran yang diberikan penulis.

Page 15: Safeguard System pada Furnace 31 - F- 103 Naphtha Processing Unit PT PERTAMINA RU VI Balongan

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012

15

BAB II

PROFIL PT. PERTAMINA (PERSERO) RU VI BALONGAN

2.1 Sejarah Singkat PT. Pertamina (Persero)

Minyak bumi masih menjadi komoditas utama di Indonesia sampai saat ini, baik sebagai

sumber energi maupun sebagai bahan dasar produk turunan untuk pemenuhan kebutuhan

masyarakat. Proses pengolahan minyak bumi menjadi produk dengan nilai ekonomi tinggi

merupakan tujuan utama dari perusahaanperusahaan yang bergerak dalam bidang eksplorasi

sampai dengan industri petrokimia hilir. Pengelolaan sumber daya ini diatur oleh negara untuk

kemakmuran rakyat seperti yang tertuang dalam UUD 1945 pasal 33 ayat 3. Hal ini ditujukan untuk

menghindari praktek monopoli dan mis-eksploitasi kekayaan alam yang berujung pada

kesengsaraan rakyat.

Terjadi beberapa perubahan pengelolaan perusahaan minyak di Indonesia pasca

kemerdekaan Indonesia. Pada tanggal 10 Desember 1957, atas perintah Mayjen Dr. Ibnu Soetowo,

PT EMTSU diubah menjadi PT Perusahaan Minyak Nasional (PT PERMINA). Kemudian dengan

PP No. 198/1961 PT PERMINA dilebur menjadi PN PERMINA. Pada tanggal 20 Agustus 1968

berdasarkan PP No. 27/1968, PN PERMINA dan PN PERTAMINA dijadikan satu perusahaan

yang bernama Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara (PN PERTAMINA).

Sebagai landasan kerja baru, lahirlah UU No. 8/1971 pada tanggal 15 September 1971. Sejak itu,

nama PN PERTAMINA diubah menjadi PT. PERTAMINA, dan dengan PP No. 31/2003 PT.

PERTAMINA menjadi (Persero), yang merupakan satu-satunya perusahaan minyak nasional yang

berwenang mengelola semua bentuk kegiatan di bidang industri perminyakan di Indonesia. Pada

10 Desember 2005, sebagai bagian dari upaya menghadapi persaingan bisnis, PT Pertamina

mengubah logo dari lambang kuda laut menjadi anak panah dengan tiga warna dasar hijau-biru-

merah. Logo tersebut menunjukkan unsur kedinamisan serta mengisyaratkan wawasan lingkungan

yang diterapkan dalam aktivitas usaha Perseroan. Selanjutnya pada 20 Juli 2006, PT Pertamina

mencanangkan program transformasi perusahaan dengan 2 tema besar yakni fundamental dan

bisnis. Untuk lebih memantapkan program transformasi itu, pada 10 Desember 2007 PT Pertamina

mengubah visi perusahaan yaitu, “Menjadi Perusahaan Minyak Nasional Kelas Dunia”. Menyikapi

perkembangan global yang berlaku, Pertamina mengupayakan perluasan bidang usaha dari minyak

Page 16: Safeguard System pada Furnace 31 - F- 103 Naphtha Processing Unit PT PERTAMINA RU VI Balongan

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012

16

dan gas menuju ke arah pengembangan energi baru dan terbarukan, berlandaskan hal tersebut di

tahun 2012 Pertamina menetapkan visi baru perusahaannya yaitu, “Menjadi Perusahaan Energi

Nasional Kelas Dunia”.

2.2 Visi dan Misi

Dalam peranannya sebagai elemen penting dalam pemenuhan kebutuhan BBM di

Indonesia, PT. Pertamina (Persero) mempunyai visi dan misi, yaitu :

Visi : Menjadi Perusahaan Energi Nasional Kelas Dunia.

Misi : Menjalankan usaha minyak, gas, serta energi baru dan terbarukan secara

terintegrasi, berdasarkan prinsip-prinsip komersial yang kuat.

Untuk mewujudkan Visi Perseroan sebagai perusahaan kelas dunia, maka Perseroan sebagai

perusahan milik Negara turut melaksanakan dan menunjang kebijakan dan program Pemerintah di

bidang ekonomi dan pembangunan nasional pada umumnya, terutama di bidang penyelenggaraan

usaha energi, yaitu energi baru dan terbarukan, minyak dan gas bumi baik di dalam maupun di luar

negeri serta kegiatan lain yang terkait atau menunjang kegiatan usaha di bidang energi, yaitu energi

baru dan terbarukan, minyak dan gas bumi tersebut serta pengembangan optimalisasi sumber daya

yang dimiliki Perseroan untuk menghasilkan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya

saing kuat serta mengejar keuntungan guna meningkatkan nilai Perseroan dengan menerapkan

prinsip-prinsip Perseroan Terbatas. Misi Perseroan menjalankan usaha inti minyak, gas, bahan

bakar nabati serta kegiatan pengembangan, eksplorasi, produksi dan niaga energi baru dan

terbarukan (new and renewable energy) secara terintegrasi.

2.3 Tata Nilai Perusahaan

Pertamina menetapkan enam tata nilai perusahaan yang dapat menjadi pedoman bagi seluruh

karyawan dalam menjalankan perusahaan. Keenam tata nilai perusahaan Pertamina adalah sebagai

berikut :

Clean (Bersih)

Dikelola secara profesional, menghindari benturan kepentingan, tidak menoleransi suap,

menjunjung tinggi kepercayaan dan integritas. Berpedoman pada asas-asas tata kelola

korporasi yang baik.

Page 17: Safeguard System pada Furnace 31 - F- 103 Naphtha Processing Unit PT PERTAMINA RU VI Balongan

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012

17

Competitive (Kompetitif)

Mampu berkompetisi dalam skala regional maupun internasional, mendorong pertumbuhan

melalui investasi, membangun budaya sadar biaya dan menghargai kinerja.

Confident (Percaya Diri)

Berperan dalam pembangunan ekonomi nasional, menjadi pelopor dalam reformasi BUMN,

dan membangun kebanggaan bangsa.

Customer Focus (Fokus Pada Pelanggan)

Berorientasi pada kepentingan pelanggan dan berkomitmen untuk memberikan pelayanan

yang terbaik kepada pelanggan.

Commercial (Komersial)

Menciptakan nilai tambah dengan orientasi komersial, mengambil keputusan berdasarkan

prinsip-prinsip bisnis yang sehat.

Capable (Berkemampuan)

Dikelola oleh pemimpin dan pekerja yang profesional dan memiliki talenta dan penguasaan

teknis tinggi, berkomitmen dalam membangun kemampuan riset dan pengembangan.

2.4 Logo PT. Pertamina (Persero)

Pemikiran perubahan logo sudah dimulai sejak 1976 setelah terjadi krisis Pertamina.

Pemikiran tersebut diperkuat melalui tim restrukturisasi Pertamina tahun 2000 (Tim Citra). Akan

tetapi, program tersebut tidak sempat terlaksana karena adanya perubahan kebijakan atau

pergantian dewan direksi. Wacana perubahan logo tetap berlangsung sampai dengan terbentuknya

PT. PERTAMINA (PERSERO) pada tahun 2003. Adapun pergantian logo yaitu agar membangun

semangat baru, mendukung coorporate culture bagi semua pekerja, mendapatkan image yang lebih

baik diantara global oil and gas companies serta mendorong daya saing dalam menghadapi

perubahan-perubahan yang terjadi, antara lain :

1. Perubahan peranan dan status hukum perusahaan menjadi perseroan.

2. Perubahan strategi perusahaan untuk menghadapi banyak terbentuknya entitas bisnis baru

di bidang hulu dan hilir.

Page 18: Safeguard System pada Furnace 31 - F- 103 Naphtha Processing Unit PT PERTAMINA RU VI Balongan

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012

18

Gambar 2.1 Logo Baru PT. PERTAMINA (Persero)

Logo Pertamina yang baru memiliki makna sebagai berikut :

1. Elemen logo huruf P yang menyerupai bentuk panah, menunjukkan PERTAMINA sebagai

perusahaan yang bergerak maju dan progresif.

2. Warna-warna yang berani menunjukan Alir besar yang diambil PERTAMINA dan aspirasi

perusahaan akan masa depan yang lebih positif dan dinamis, dimana :

Biru berarti andal, dapat dipercaya dan bertanggung jawab.

Hijau berarti sumber energi yang berwawasan lingkungan.

Merah berarti keuletan dan ketegasan serta keberanian dalam menghadapi berbagai

macam kesulitan.

2.5 Usaha PT. Pertamina (Persero)

Merupakan Kegiatan PT. Pertamina (Persero) dalam menyelenggarakan usaha di bidang

energi dan petrokimia terbagi menjadi dua sektor yaitu usaha Hulu dan usaha Hilir.

Usaha Hulu

Kegiatan Direktorat Hulu PT. Pertamina (Persero) mencakup bidang-bidang eksplorasi,

produksi, serta transmisi minyak dan gas. Aktivitas lainnya terdiri atas pengusahaan energi Coal

Bed Methane (CBM) dan panas bumi. Di samping itu, untuk mendukung gerak laju seluruh

kegiatan tersebut, PT. Pertamina (Persero) mengembangkan pusat riset dan teknologi sektor hulu

serta menekuni bisnis jasa pengeboran.

Pada umumnya, wilayah kerja migas PT. Pertamina (Persero) berada di Indonesia dan

sebagian di luar negeri. Bisnis PT. Pertamina (Persero) di sektor hulu dilaksanakan melalui operasi

sendiri (own operation) dan lewat pola kemitraan. Saat ini, Direktorat Hulu mengelola 6 anak

perusahaan yang bergerak di usaha hulu industri migas dan panas bumi yaitu:

1. PT. Pertamina EP (PEP)

2. PT. Pertamina Hulu Energi (PHE)

3. PT. Pertamina Gas

Page 19: Safeguard System pada Furnace 31 - F- 103 Naphtha Processing Unit PT PERTAMINA RU VI Balongan

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012

19

4. PT. Pertamina Geothermal Energy (PGE)

5. PT. Pertamina EP Cepu (PEP Cepu)

6. PT. Pertamina Drilling Services Indonesia (PDSI)

Selain itu, Direktorat Hulu juga mengembangkan fungsi penunjang teknologi bidang hulu

yaitu Exploration & Production Technology Center (EPTC). Untuk menjaga kesinambungan

produksi gas, PT. Pertamina (Persero) menandatangani 4 KKS (Kontrak Kerjasama) di bidang

CBM. KKS tersebut adalah sebagai berikut:

1. PHE Metana Kalimantan A mengelola Blok Sangatta I, Kalimantan Timur.

2. PHE Metana Kalimantan B mengelola Blok Sangatta II, Kalimantan Timur.

3. PHE Metana Sumatera Tanjung Enim mengelola blok Tanjung Enim, Sumatera Selatan.

4. PHE Metana Sumatera 2 mengelola Blok Muara Enim.

Usaha Hilir

Kegiatan usaha PT. Pertamina (Persero) di sektor hilir meliputi bisnis pengolahan,

pemasaran dan niaga, serta bisnis LNG. Bisnis pemasaran dan niaga mencakup aktivitas

pendistribusian produk-produk hasil minyak dan petrokimia yang diproduksi oleh kilang PT.

Pertamina (Persero) maupun yang diimpor. Bisnis pengolahan PT. Pertamina (Persero) memiliki

dan mengoperasikan 7 (tujuh) unit kilang yaitu:

NO UNIT PENGOLAHAN KAPASITAS (BPSD)

1 UP I Pangkalan Brandan -

2 UP II Dumai dan Sungai Pakning 170.000

3 UP III Plaju dan Sungai Gerong 133.700

4 UP IV Cilacap 348.000

5 UP V Balikpapan 260.000

6 UP VI Balongan 125.000

7 UP I Pangkalan Brandan -

BPSD: Barel Per Stream Day

Tabel 2.1 Kapasitas produksi kilang PT. Pertamina (Persero)

Namun, saat ini kilang unit pengolahan (Refinery unit) I Pangkalan Brandan, Sumatera Utara

dengan kapasitas 5.000 BPSD sudah tidak beroperasi lagi dikarenakan beberapa sumur yang

dijadikan sumber feed sudah tidak beroperasi lagi. Direktorat Pemasaran dan Niaga menangani

Page 20: Safeguard System pada Furnace 31 - F- 103 Naphtha Processing Unit PT PERTAMINA RU VI Balongan

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012

20

pemasaran BBM retail untuk sektor transportasi dan rumah tangga. Pertamina melakukan

pemasaran BBM retail melalui lembaga penyalur retail BBM/BBK yang saat ini tersebar di seluruh

Indonesia seperti SPBU (Stasiun Pengisian BBM untuk Umum), Agen Minyak Tanah (AMT),

Agen Premium dan Minyak Solar (APMS), serta Premium Solar Packed Dealer (PSPD).

2.6 Sejarah PT. Pertamina (Persero) RU – VI Balongan

PT. Pertamina (persero) RU VI Balongan dibangun ada tanggal 1 September 1990 yang

awalnya bernama PT. Pertamina (persero) UP VI Balongan yang dinamakan proyek EXOR (Export

Oriented Refinery) I. Pada perkembangan selanjutnya pengoperasian kilang tersebut sejak

terbentuknya OPI (Operational Performance Improvement) diubah nama menjadi PT. Pertamina

RU VI Balongan. Kapasitas total yang dihasilkan dari kilang ini adalah 125000 BBL per stream

day. Start up kilang minyak PT. Pertamina (persero) RU VI Balongan dilaksanakan pada bulan

Agustus 1994, tetapi baru diresmikan oleh Bapak Presiden Soeharto pada tanggal 24 Mei 1995

dilaksanakan oleh 2 kontraktor utama yaitu :

JGC (Japan Gasoline Coorporation)

Foster Wheeler Indonesia

Peresmian sempat tertunda dari rencana sebelumnya yaitu tanggal 3 januari 1995,

dikarenakan Unit Residue Catalitic Cracker (RCC) di kilang saat itu mengalami kerusakan. Unit

ini merupakan unit terpenting di kilang RU VI karena merupakan unit yang merubah residu

menjadi minyak ringan yang lebih berharga. Kapasitas unit ini merupakan terbesar dunia. Dengan

adanya kilang minyak Balongan, Kapasitas total kilang minyak domestik menjadi 1002500 BPSD

(Barrel Per Stream Day). Kilang RU VI Balongan ini mendapatkan bahan baku minyak mentah

yang bersal dari Duri Riau (60% feed) dan Minas Dumai (40% feed). Selain itu juga menggunakan

Gas Alam (natural gas) sebesar 18 mmscfd untuk proses produksi yang diperoleh dari Daerah

Operasi Hilir (DOH) Jawa bagian barat lapangan Karangampel Mundu Indramayu. Pemilihan

Balongan sebagai lokasi proyek EXOR I didasarkan atas :

1. Relatif dekat dengan konsumen bahan bakar minyak terbesar, yaitu pulau jawa yang

mengkonsumsi bahan bakar 65% dari kebutuhan nasional dan 80% dari kebutuhan Jakarta.

2. Telah tersedianya sarana penunjang yaitu Depot Unit Pembekalan dan Pemasaran Dalam

Negeri (UPPDN) III dan terminal Unit Eksplorasi dan Produksi (UEP) III ditambah adanya

Convention Buoy Mooring dan Single buoy Mooring.

Page 21: Safeguard System pada Furnace 31 - F- 103 Naphtha Processing Unit PT PERTAMINA RU VI Balongan

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012

21

3. Dekat dengan sumber gas alam yaitu UEP III

4. Selaras dengan proyek pipanisasi bahan bakar minyak di Jawa

5. Tersedianya lahan yang dibutuhkan, yaitu bekas sawah yang kurang produktif, harga tanah

yang relatif murah dan jauh dari keramaian.

6. Tersedianya sarana infrastruktur.

2.7 Tata Letak PT. Pertamina (Persero) RU - VI Balongan

Pabrik PT. Pertamina (Persero) RU - VI didirikan di Balongan, yang merupakan salah satu

kecamatan di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Untuk penyiapan lahan kilang, yang semula

sawah tadah hujan, diperlukan pengurukan dengan pasir laut yang diambil dari pulau Gosong

Tengah, pulau ini berjarak + 70 km arah bujur timur dari pantai Balongan. Kegiatan penimbunan

ini dikerjakan dalam waktu empat bulan. Transfortasi pasir dari tempat penambangan ke area

penimbunan dilakukan dengan kapal yang selanjutnya dipompa ke arah kilang.

2.8 Ideologi PT. Pertamina (Persero) RU – VI Balongan

Visi, misi, moto, dan logo PT. Pertamina (Persero) RU – VI Balongan telah dirumuskan dan

disahkan melalui Surat Keputusan General Manajer No. Kpts-092/E6000/99-SO, tanggal 30

November 1999.

Visi

“Menjadi Kilang Terkemuka di Asia tahun 2025”

Yang Mana, Kilang mengolah bahan baku minyak bumi menjadi produk BBM dan non-

BBM dan Terkemuka, masuk dalam nominasi kelompok kilang terbaik dunia, unggul dalam

segala aspek bisnis misalnya : lebih aman, andal, efisien, professional, maju, berdaya saing tinggi,

bermutu internasional, berwawasan lingkungan, dan mampu menghasilkan laba sebesar-besarnya.

Misi

Mengolah crude dan naptha untuk memproduksi BBM, BBK, Residu, NBBM, dan petkim

secara tepat jumlah, mutu, waktu, dan berorientasi laba serta berdaya saing tinggi untuk

memenuhi kebutuhan pasar.

Mengoperasikan kilang yang berteknologi maju dan terpadu secara aman, handal, efisien,

serta berwawasan lingkungan

Page 22: Safeguard System pada Furnace 31 - F- 103 Naphtha Processing Unit PT PERTAMINA RU VI Balongan

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012

22

Mengelola aset PT. Pertamina (persero) RU VI – Balongan secara professional yang

didukung oleh system manajemen yang tangguh berdasarkan semangat kebersamaan,

keterbukaan, dan prinsip saling menguntungkan.

Penjelasan dari misi :

Minyak Bumi : Crude Oil

Tepat jumlah : Jumlah yang optimal

Tepat mutu : Mutu produk yang memenuhi standar

Tepat waktu : Penyerahan produk pada waktu yang diinginkan

Berorientasi Laba : di titikberatkan pada pencarian laba disamping misi

sosial

Berdaya saing tinggi : Mutu dan harga kompetitif

Pasar : Domestik dan Internasional

Teknologi Maju : Selalu menyepurnakan teknologi proses dan peralatan

Terpadu : Terintegrasi penuh antara kilang dan pipa penyalur

BBM

Aman : Bagi pekerja, peralatan, masyarakat, dan lingkungan

Andal : Mampu beroperasi secara kontinu dalam waktu tertentu

Efisien : Produktivitas Tinggi

Berwawasan Lingkungan : Memenuhi peraturan perundangan yang berlaku

tentang lingkungan hidup

Aset : Peralatan, pekerja, dana

Professional : SDM yang berprestasi, proaktif, dan inofatif

Manajemen Tangguh : Berani mengambil resiko, kompak, dan visioner

Semangat kebersamaan : Kerjasama yang sinergi

Keterbukaan : bersih dan transparan

Saling Menguntungkan : Bagi pekerja dan mitra bisnis

Motto

Meraih keunggulan komparatif dan kompetitif

1. Meraih : Menunjukkan upaya maksimum yang penuh dengan ketekunan dam keyakinan serta

professionalisme untuk PT. Pertamina (Persero) RU – VI Balongan.

Page 23: Safeguard System pada Furnace 31 - F- 103 Naphtha Processing Unit PT PERTAMINA RU VI Balongan

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012

23

2. Keunggulan komparatif : Keunggulan dasar yang dimiliki oleh PT. Pertamina (Persero) RU

– VI Balongan dibandingkan dengan kilang sejenis, yaitu lokasi yang strategis karena dekat

dengan pasar BBM dan non – BBM.

3. Keunggulan kompetitif : Keunggulan daya saing terhadap kilang sejenis dalam hal efisiensi,

mutu, produk, dan harga.

Logo

PT. PERTAMINA RU VI Balongan mempunyai logo perusahaan yang melambangkan

bahwa perusahaan dapat menjadi kilang unggulan yang dapat memenuhi visi dan misi dengan

kerja keras. Logo PT. PERTAMINA RU VI Balongan adalah sebagai berikut :

Gambar 2.2 Logo Kilang Unggulan Pertamina RU VI Balongan

Penjelasan Logo :

1. Lingkaran : Fokus ke bisnis inti dan sinergi

2. Gambar : Konstruksi generator dan reaktor di unit Residue catalytic Cracking yang

menjadi ciri khas dalam proses pengolahan minyak bumi di Refinery unit VI

3. Warna :

Hijau : menunjukkan warna asli generator yang berarti selalu menjaga kelestarian

lingkungan hidup

Putih : menunjukkan warna asli reaktor yang berarti bersih, professional, proaktif,

inovatif, dan dinamis dalam setiap tindakan yang selalu berdasar kebenaran

Biru : diambil dari warna logo PERTAMINA yang berarti loyal kepada visi PERTAMINA

Kuning : diambil dari logo PERTAMINA yang berarti keagungan Refinery unit VI

Page 24: Safeguard System pada Furnace 31 - F- 103 Naphtha Processing Unit PT PERTAMINA RU VI Balongan

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012

24

2.9 Kilang PT. Pertamina (Persero) RU – VI Balongan

Kilang PT. PERTAMINA (Persero) RU-VI Balongan berkapasitas 125.000 BPSD dengan

bahan baku yang terdiri dari minyak mentah Duri 80%, minyak mentah Minas 20%, dan gas alam

dari Jatibarang sebagai bahan baku H2 Plant sebanyak 18 MMSCFD. Pengolahan bahan baku

tersebut menghasilkan produk sebagai berikut :

No Jenis Produk Kapasitas Satuan

A BBM :

Motor Gasoline

Kerosene

Automotive Diesel Oil

Industrial Diesel Oil

Decant Oil & Feul Oil

58,000

11,900

27,000

16,000

9,300

BPSD

BPSD

BPSD

BPSD

BPSD

B Non BBM :

LPG

Propylene

Ref. Feul Gas

Sulfur

565

545

125

28,500

Ton

Ton

Ton

Ton

BPSD: Barel Per Stream Day

Tabel 2.2 Hasil Produk Kilang PT. Pertamina (Persero) RU VI Balongan

2.10 Struktur Organisasi PT. Pertamina (Persero) RU – VI Balongan

PT. PERTAMINA (PERSERO) RU VI Balongan mempunyai struktur organisasi yang

menerangkan hubungan kerja antar bagian yang satu dengan yang lainnya dan juga mengatur hak

dan kewajiban masing-masing bagian. Tujuan dibuatnya struktur organisasi adalah untuk

memperjelas dan mempertegas kedudukan suatu bagian dalam menjalankan tugas sehingga akan

mempermudah untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Maka biasanya struktur

organisasi dibuat sesuai dengan tujuan dari organisasi itu sendiri.

Page 25: Safeguard System pada Furnace 31 - F- 103 Naphtha Processing Unit PT PERTAMINA RU VI Balongan

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012

25

Gambar 2.3 Struktur Organisasi PT. PERTAMINA (Persero) RU VI Balongan

Page 26: Safeguard System pada Furnace 31 - F- 103 Naphtha Processing Unit PT PERTAMINA RU VI Balongan

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012

26

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Furnace

Dalam industri pengolahan minyak bumi dibutuhkan suatu peralatan untuk memanaskan fluida

yang disebut furnace. Furnace atau heater atau sering disebut fired heater, adalah suatu peralatan

yang digunakan untuk memanaskan cairan di dalam tube, dengan sumber panas yang berasal dari

proses pembakaran yang menggunakan bahan bakar gas atau cairan secara terkendali di dalam

burner.

Tujuan pemanasan ini adalah agar diperoleh kondisi operasi (suhu) yang diinginkan pada

proses berikutnya dalam suatu peralatan yang lain. Supaya proses pemanasan berlangsung optimal,

maka tube-tube furnace dipasang atau diatur sedemikian rupa sehingga panas yang dihasilkan dari

pembakaran dapat dimanfaatkan. Rancang bangun furnace juga harus diperhatikan dengan teliti

supaya panas yang dihasilkan tidak terbuang ke udara. Misalnya panas hilang lewat dinding dan

cerobong (stack).

Hal ini berhubungan dengan struktur refraktori untuk dinding serta suhu gas buang dari

pembakaran dan udara excess. Jika suhu stack, dan udara excess tinggi maka akan semakin banyak

panas yang hilang terbawa oleh flue gas. Furnace akan beroperasi dengan efisien, apabila:

- Sistem penyalaan api burner baik

- Reaksi pembakaran berlangsung sempurna

- Panas pembakaran dari fuel gas dan fuel oil dapat tersalur dengan baik pada cairan yang

dipanaskan

- Permukaan tube furnace bersih

- Dapat memperkecil panas yang hilang baik melalui stack / cerobong maupun dinding furnace.

3.2 Jenis heater

Terdapat berbagai variasi dalam mendesain fired heater. Ditinjau dari bentuk casingnya, pada

umumnya tipe furnace yang digunakan di kilang minyak ada tiga macam, yaitu berbentuk box,

silindris, dan cabin. Tipe desain furnace dapat dilihat di gambar I.1

Page 27: Safeguard System pada Furnace 31 - F- 103 Naphtha Processing Unit PT PERTAMINA RU VI Balongan

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012

27

Gambar 3.1 Jenis-jenis heater (API 560,2001)

a. Furnace tipe box

Merupakan furnace yang konfigurasi strukturnya berbentuk box. Terdapat berbagai desain

yang berbeda untuk furnace tipe box. Desain ini meliputi berbagai macam variasi dari konfigurasi

tube coil, yaitu horizontal, vertikal, helikal dan arbor. Gambar 2 memperlihatkan salah satu jenis

furnace tipe box dengan coil horizontal dan diperlihatkan beberapa komponen utamanya.

Page 28: Safeguard System pada Furnace 31 - F- 103 Naphtha Processing Unit PT PERTAMINA RU VI Balongan

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012

28

Gambar 3.2 Furnace tipe box (API 560, 2001)

Tube dalam seksi radiasi dalam furnace disebut tube radian/ radiant tube. Panas yang

diambil oleh tube-tube ini terutama diperoleh langsung secara radiasi dari nyala api dan dari

pantulan panas refractory. Shield tube/ tube pelindung biasanya ditempatkan pada bagian bawah

seksi konveksi. Karena tube-tube ini menyerap baik panas radian maupun panas konveksi, maka

tube - tube tersebut akan menerima kerapatan panas yang tertinggi.

Daerah dengan heat density (kepadatan panas) yang lebih rendah adalah seksi konveksi.

Tube pada seksi ini disebut tube konveksi/ convection tube. Panas dalam seksi konveksi berasal

dari panas hasil pembakaran yang melalui seksi konveksi. Ukuran dan susunan tube dalam heater

tipe box ditentukan oleh tipe operasi heater - misalnya distilasi crude oil atau cracking, jumlah

panas yang diperlukan, dan jumlah aliran yang melalui tube.

Heater tipe box dapat berbentuk up-draft (arah flue gas ke atas) atau down-draft (arah flue gas ke

bawah), dengan burner gas (fuel gas) atau minyak (fuel oil) yang ditempatkan di sisi dinding, di

lantai, di atap atau kombinasinya.Setelah tube konveksi yang dipasang di seksi konveksi, tube

pelengkap biasanya dipasang untuk memanaskan udara burner atau membangkitkan steam

superheated untuk keperluan proses atau lainnya.

Page 29: Safeguard System pada Furnace 31 - F- 103 Naphtha Processing Unit PT PERTAMINA RU VI Balongan

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012

29

b. Furnace tipe cabin

Merupakan furnace yang strukturnya berbentuk seperti kabin. Terdiri dari bagian konveksi

dan radiasi. Burner terletak pada lantai bawah dan nyala api tegak sejajar dengan dinding furnace.

Tube-tube furnace di daerah radiasi, umumnya tersusun horisontal, tetapi ada juga yang vertikal.

Dua barisan pipa terbawah dibagian konveksi merupakan “Shield” (shield section).Dapur cabin

mempunyai effisiensi lebih tinggi dari pada dapur jenis lain. Dapur ini sering dijumpai di industri.

Kapasitas maksimum yang dicapai 120 mm BTU. Gambar 3 memperlihatkan salah satu jenis

furnace tipe cabin dan diperlihatkan beberapa komponen utamanya.

Gambar 3.3 Furnace tipe cabin (P. Trambouze,2000)

c. Furnace tipe silinder vertical

Dapur silinder vertikal (vertical cylindrical furnaces) merupakan dapur yang berbentuk

silinder tegak. Burner terletak pada lantai dapur dengan nyala api tegak sejajar dengan dinding

furnace. Tube-tube furnace di daerah radiasi terpasang tegak melingkar mengelilingi burner. Panas

dipancarkan secara radiasi di bagian silinder. Bagian konveksi berada di atas bagian radiasi.

Diantara bagian radiasi dan konveksi dipasang kerucut untuk menyempurnakan radiasi

Page 30: Safeguard System pada Furnace 31 - F- 103 Naphtha Processing Unit PT PERTAMINA RU VI Balongan

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012

30

(Reradiating Cone). Dapur ini biayanya murah dan harga bahan bakarnya rendah. Pemanasan yang

diperlukan tidak begitu tinggi dengan kapasitas maksimum 70 mm BTU.

Gambar 3.4 Furnace tipe silinder vertikal (P. Trambouze, 2000)

Selain ketiga jenis furnace di atas masih terdapat beberapa tipe furnace berdasarkan susunan dari

tube di bagian radiasi dan konveksi.

3.3 Komponen-komponen pada furnace

Furnace dilengkapi dengan berbagai peralatan diantaranya :

1. Tube bundle (header)

Merupakan rangkaian tube dapur yang berfungsi sebagai alat untuk mengalirkan fluida

yang dipanaskan. Rangkaian tube biasanya terbuat dari pipa lurus, tanpa sambungan yang disusun

parallel dan antara satu dengan yang lain dihubungkan dengan 180o return bend yang dilas pada

pipa atau sambungan khusus yang disebut plug header. Tube yang dipergunakan harus tahan

terhadap suhu dan tekanan operasi tertentu sehingga tidak terjadi perubahan bentuk dan

mempunyai daya hantar panas yang tinggi. Pemilihan material untuk rangkaian tube didasarkan

pada beberapa kriteria sebagai berikut:

- Resistansi terhadap korosi karena fluida panas

- Resistansi terhadap oksidasi karena udara pembakaran

- Ketahanan mekanis terhadap suhu yang tinggi berkaitan dengan : (1) Tekanan

dalam tube yang disebabkan fluida panas, dan (2) Tegangan mekanis yang

Page 31: Safeguard System pada Furnace 31 - F- 103 Naphtha Processing Unit PT PERTAMINA RU VI Balongan

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012

31

disebabkan berat dari rangkaian tube dan fluida yang ada di dalamnya. Beberapa material utama

sebagaimana ditunjukkan pada tabel 1.2, dengan ketahanan oksidasi karena flue gas pada suhu

kerja yang maksimum.

Tabel 1.1Material tube furnace

2. Tube Support

Tube support berfungsi untuk menyangga tube agar tidak melengkung akibat panas

pembakaran pada saat furnace beroperasi. Material yang digunakan harus tahan terhadap : flue gas,

oksidasi, korosi karena liquid sisa bahan bakar (sulfat) dan memiliki ketahanan panas mekanis yang

baik. Pada beberapa kasus, material yang digunakan berupa logam dengan sedikit atau tanpa

campuran (alloy), tetapi logam ini diproteksi dengan lapisan batu tahan api (refractory lining) untuk

melindungi dari pengaruh flue gas (suhu dan oksidasi). Material ini terutama banyak digunakan

pada bagian konveksi.

3. Dinding Dapur

Dinding dapur terdiri atas 4 lapisan, lapisan paling dalam disebut refraktory yang berfungsi

sebagai penahan dan pemantul panas, lapis kedua berupa susunan batu tahan api yang berfungsi

selain untuk tempat melekatnya refraktory juga sebagai isolator, lapis ke tiga berupa glass wool

berfungsi sebagai isolator, lapis keempat berupa plat baja yang berfungsi sebagai penyekat dapur

dari udara luar dan juga sebagai struktur furnace. Material yang digunakan sebagai pelapis harus

Page 32: Safeguard System pada Furnace 31 - F- 103 Naphtha Processing Unit PT PERTAMINA RU VI Balongan

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012

32

memiliki sifat-sifat yaitu : memiliki Thermal conductivity yang rendah, memiliki ketahanan

mekanis yang tinggi, memiliki ketahanan yang baik terhadap berbagai variasi temperatur serta

mudah dipasang

Jenis-jenis material yang digunakan sebagai pelapis di furnace dapat dibedakan menjadi :

a. Material yang dapat dikontakkan secara langsung dengan flue gas

o Batu refraktori : terbuat dari fire clay (hidrat alumunium silikat) dengan struktur yang berpori

o Castable refractory concrete : tersusun dari campuran semen-kalsium alumina dan aggregat

refraktori yang dituangkan di dalamnya. Diperkuat dengan jangkar yang dilas pada furnace shell

o Ceramic fiber : diproduksi dalam diameter 3 μm dengan cara memblowing batu refraktori silika-

alumina. Beberapa bentuk fiber

b. Material yang digunakan pada lapisan kedua

Untuk memperbaik ketahanan panas, dinding dilengkapi dengan isolasi penahan panas, material

yang digunakan antara lain :

o Serat anorganik : diperoleh dengan cara blowing lelehan batu refraktori sintetik. Isolasi yang

terbuat dari serat ini merupakan isolasi yang bagus dan digunakan di belakang batu tahan api.

o Panel kalsium silikat : isolator yang bagus, digunakan pada lapisan kedua dibelakang batu

refraktori atau dinding beton

4. Air Register

Pelat berlubang yang berfungsi untuk mengatur masuknya udara pembakaran pada tiap tiap burner.

5. Pilot Burner

Burner kecil yang harus selalu menyala selama furnace sedang beroperasi

6. Burner

Burner berfungsi sebagai tempat terjadinya reaksi pembakaran antara bahan bakar dengan udara.

7. Peep Hole

berfungsi untuk mengamati bentuk / warna api (flame patern) dari masing-masing burner.

8. Snuffing Steam

Pipa tempat mengalirkan steam yang berfungsi untuk mengusir (purging) gas-gas sisa dari dalam

ruang pembakaran furnace sebelum dilakukan penyalaan api awal, untuk mematikan api apabila

terjadi kebakaran di dalam dapur dan membantu menciptakan tarikan udara (draft) di dalam dapur.

Page 33: Safeguard System pada Furnace 31 - F- 103 Naphtha Processing Unit PT PERTAMINA RU VI Balongan

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012

33

9. Explotion Door

berfungsi sebagai alat safety terhadap ruangan furnace apabila sewaktu-waktu terjadi tekanan lebih

di dalam ruang furnace.

10. Stack Damper

Katup yang berfungsi untuk mengatur tekanan dan kecepatan aliran gas hasil pembakaran yang

keluar melewati stack, agar tekanan didalam furnace lebih rendah dibanding tekanan diluar furnace

11. Soot Blower

Peralatan yang berfungsi untuk membersihkan endapan jelaga di daerah konveksi agar tidak

menghalangi transfer panas. Alat ini dilengkapi dengan nozzle untuk spray steam atau udara yang

ditembakkan ke pipa konveksi Sootblower didesain untuk mengalirkan 4535 kg steam per jam

dengan tekanan minimum 150 psig di bagian inlet. Untuk mencegah terjadinya erosi di bagian

konveksi dimana sootblower berada, maka dilapisi dengan castable refractory dengan densitas

2000 m3. (Kardjono, 2005).

3.4 Naphtha Processing Unit (NPU)

NPU merupakan proyek PT. Pertamina (Persero) RU-VI Balongan yang dikenal dengan

Kilang Langit Biru Balongan (KLBB). Unit ini dibangun untuk mengolah dan meningkatkan nilai

oktan dari naptha. Peningkatan bilangan oktan dilakukan dengan cara menghilangkan impurities

yang dapat menurunkan nilai oktan seperti propan, butan, dan pentan. Sebelumnya dilakukan

penambahan TEL (Tetra Etil Lead) dan MTBE (Methyl Tertier Butyl Eter) untuk meningkatkan

bilangan oktan dari Naphta. Saat ini pemakaian TEL dan MTBE telah dilarang karena dana

menyebabkan pencemaran udara dan sangat berbahaya bagi kesehatan karena timbal dapat masuk

dan mengendap di dalam tubuh sehingga menghambat pembentukan sel darah merah.Unit NPU

terdiri dari tiga unit yaitu: Naphtha Hydrotreatinh Unit (NHDT), Platforming Unit dan Countinous

Catalyst Regeneration (CCR), dan Penthane Extration (Phenex).

• Naphtha Hydrotreatinh Unit (Unit 31)

Produk utana yang dihasilkan dari unit 31 adalah heavy naphtha dan light naphtha (gasoline)

Page 34: Safeguard System pada Furnace 31 - F- 103 Naphtha Processing Unit PT PERTAMINA RU VI Balongan

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012

34

• Platforming dan CCR (Unit 32)

Produk utama unit Platformer dan CCR adalah gasoline dengan oktane number 98.

• Phenex Unit (Unit 33)

Produk utama unit Phenex berupa gasoline dengan oktan number > 82 dari light naphtha.

a. Unit 31: Naphtha Hydrotreating Unit (NTU)

Unit Naphtha Hydrotreating Process (NTU) dengan fasilitas kode 31 didisain untuk

mengolah naphtha dengan kapasitas 52.000 BPSD atau (345 m3/jam) dari Straight Run Naphtha.

Bahan yang digunakan sebagian besar diimpor dari beberapa Kilang PT. PERTAMINA (Persero)

dengan menggunakan kapal serta dari kilang sendiri, yaitu Crude Distillation Unit (unit 11). Unit

NTU merupakan proses pemurnian katalitik dengan memakai katalis dan menggunakan aliran gas

H2 murni untuk merubah kembali sulfur organik, O2, dan N2 yang terdapat dalam fraksi

hidrokarbon. Selain itu berfungsi untuk pemurnian dan penghilangan campuran metal organik dan

campuran olefin jenuh. Oleh karena itu, fungsi utama dari NTU dapat disebut juga sebagai operasi

pembersihan. Dengan demikian, unit ini sangat kritikal untuk operasi kilang unit selanjutnya (down

stream). Produk dari unit ini adalah: Light Naphtha yang akan menjadi umpan untuk unit Penex

(Unit 32) dan Heavy Naphtha yang akan menjadi umpan untuk unit Platforming (Unit 33).

Langkah Proses:

Unit NTU didisain oleh UOP, unit ini terdiri dari 4 seksi yaitu :

Seksi Oxygen Stripper

Feed naphtha masuk ke unit NTU dari tangki intermediate yaitu 42-T-107 A/B/C atau dari

proses lainnya. Tangki tersebut harus dilengkapi dengan gas blanketing untuk mencegah O2 yang

terlarut dalam nafta, khususnya feed dari tangki. Kandungan O2 atau olefin dalam feed dapat

menyebabkan terjadinya polimerisasi dari olefin dalam tangki bila disimpan terlalu lama.

Polimerisasi dapat juga terjadi apabila kombinasi feed reaktor yang keluar exchanger tidak

dibersihkan sebelumnya. Hal ini akan menyebabkan terjadinya fouling yang berakibat pada

hilangnya efisiensi transfer panas. Keberadaan campuran O2 juga dapat merugikan operasi Unit

Platformer. Setiap campuran O2 yang tidak dihilangkan pada unit hydrotreater akan menjadi air

Page 35: Safeguard System pada Furnace 31 - F- 103 Naphtha Processing Unit PT PERTAMINA RU VI Balongan

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012

35

dalam unit Platforming, yang menyebabkan kesetimbangan air-klorida pada katalis Platforming

akan terganggu. Kandungan O2 yang telah terpisahkan dari naphta dibuang keudara dan naphta

dimasukan kedalam heater (31-F-101) untuk proses selanjutnya.

Seksi Reaktor

Seksi reaktor mencakup : reaktor, separator, recycle gas compressor, sistem pemanas atau sistem

pendingin. Campuran sulfur dan nitrogen akan meracuni katalis di Platforming serta akan

membentuk H2S, NH3 yang akan masuk ke reaktor dan selanjutnya dibuang ke seksi down stream.

Recycle gas mengandung H2 yang mempunyai kemurnian tinggi, disirkulasikan oleh recycle gas

compressor saat reaksi hydrotreating dengan tekanan H2 pada kondisi atmosfer.

Seksi Naphtha Stripper

Seksi Naphtha Stripper didesain untuk memproduksi Sweet Naphtha yang akan membuang H2S,

air, hidrokarbon ringan serta melepas H2 dari keluaran reaktor. Sebelum masuk unit stripping,

umpan dipanaskan terlebih dahulu dalam heat exchanger (31-E-107) dengan memanfaatkan

bottom product dari naphta stripper. Sedangkan top product didinginkan menggunakan fin fan (31-

E-108) dan kemudian masuk ke dalam vessel (31-V-102). Fraksi di dalam vessel sebagian akan

direfluks. Sedangkan gas yang ada akan dialirkan ke unit amine treatment dan flare. Air yang masih

terkandung kemudian dibuang ke unit SWS. Bottom product sebagian dipanaskan dan sebagian

lagi dikirim ke naphta splitter.

Seksi Naphtha Splitter

Seksi Naphtha Splitter didesain untuk memisahkan Sweet Naphtha yang masuk menjadi 2 aliran,

yaitu Light Naphtha (dikirim langsung ke unit Penex) dan Heavy Naphtha sebagai feed pada unit

Platforming. Pemisahan berdasarkan specific grafity dan boiling point. Heavy naphta sebagian

akan dimasukkan ke dalam reboiler (31-F-103) untuk memanaskan kolom naphta splitter dan

sebagian lagi akan dijadikan sebagai feed untuk unit platforming. Sedangkan light naphta akan

keluar dari atas kolom dan mejadi feed untuk unit Penex. (Anonim,2007)

Page 36: Safeguard System pada Furnace 31 - F- 103 Naphtha Processing Unit PT PERTAMINA RU VI Balongan

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012

36

3.5 Distributed Control System (DCS).

Sejalan dengan ditemukannya komponen elektronik yang berkemampuan tinggi sebagai

perangkat keras (hardware) dan diikuti pula dengan perkemangan perangkat lunak (software) yang

demikian majunya, telah melahirkan konsep-konsep baru didalam dunia instrumentasi dan sistem

kontrol. Sistem baru ini berkembang sangat pesat dan dikenal sebagai teknologi Programmable

Logic Controller (PLC) dan Distributed Control System(DCS).

Pada awal tahun 80-an, perkembangan teknologi microprocessor sangat cepat dan diikuti dengan

perkembangan perangkat lunak serta operating system UNIX yang semakin maju, maka diikuti

juga dengan perkembangan teknologi DCS berbasis operating system UNIX.

Pada awal tahun 90-an setelah diluncurkan operating system berbasis Windows dan

didukung dengan perkembangan teknologi microprocessor dengan kemampuan lebih besar, maka

teknologi DCS memasuki babak baru yang luar biasa dalam dunia instrumentasi dan sistem kontrol

yaitu DCS berbasis Windows. Operator console yang sebelumnya menggunakan special

computer/monitor digantikan dengan Personal Computer (PC).

Selanjutnya pada akhir tahun 90-an, teknologi instrumentasi dan sistem control berbasis DCS

memasuki era baru yaitu Open Network Technology (teknologi dimana sub-system DCS dapat

terhubung secara langsung dengan jaringan DCS tanpa menggunakan Gateway sebagai network

converter) dengan menggunakan Ethernet (TCP/IP) sehinga memudahkan mengimplementasikan

aplikasi seperti ; PIMS (Plant Information Management System), KMS (Knowledge Management

System), Enhanced Regulatory Control (ERC), Advanced Process Control (APC), Plant

Optimization dan lain-lain.(Anonim,2007)

3.6 Dcs Yokogawa Centum-Xl Kilang Up-Vi Balongan

Sistem Konfigurasi Centum-XL

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, di dalam system DCS terdapat control station

dan operator station. System Centum-XL terdiri dari beberapa control station yang menangani

Page 37: Safeguard System pada Furnace 31 - F- 103 Naphtha Processing Unit PT PERTAMINA RU VI Balongan

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012

37

berbagai macam fungsi seperti feedback control dan sequence control. Selain itu, system ini

memiliki beberapa operator station yang berfungsi sebagai pusat komputer monitoring. Setiap

control station berdiri sendiri dan terdistribusi di setiap unit proses. Biasanya untuk setiap unit

proses disediakan sebuah control station. Ditempat inilah seluruh mekanisme pengendalian terjadi.

Setiap control station ditempatkan di dalam suatu ruangan yang disebut out station. Setiap control

station menangani masalah pengendalian secara komputerisasi atau secara digital. Input yang

diterima dari lapangan yang berupa sinyal elektrik, baik analog maupun digital. Walaupun

demikian, setiap input analog akan diubah dahulu ke dalam bentuk digital agar dapat diproses oleh

control station. Masing-masing fungsi kontrol dihubungkan oleh data link. Operator station

ditempatkan dan dipusatkan didalam suatu ruangan yang disebut On Central Control Room

(OCCR). Ditempat inilah terdapat antarmuka antara system pengendalian dengan manusia. Seluruh

proses monitoring dan manipulating terjadi disini. Operator dapat memonitor serta memodifikasi

fungsi control yang ada di field langsung pada layar monitor operator station.

Gambar 3.5 Basic Centum-XL Architecture

Secara umum, konfigurasi Centum-XL dapat dikelompokkan kedalam tiga bagian utama, yaitu :

· Man Machine Interface (EOPS)

· Process Control Function (EOPC)

· Data Communication Facilities (HF-Bus)

3.7 Man Machine Interface (EOPS)

Man Machine Interface berfungsi sebagai antarmuka (interface) antara manusia dengan system

Centum-XL, dan dikenal juga sebagai operator station. Konfigurasi dan Man Machine Interface

dapat terdiri dar I :

· EOPS Operator Station

· EOPC Operator Console

· EPRT2 Serial Printer

Page 38: Safeguard System pada Furnace 31 - F- 103 Naphtha Processing Unit PT PERTAMINA RU VI Balongan

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012

38

· ECHU Color Hard Copy Unit

3.8 EOPS (Enhanced Operator Station)

Merupakan operator station yang berfungsi sebagai pusat monitoring pengendalian yang

ditempatkan didalam suatu ruang pusat kendali (On Cental Control Room). EOPS Operator Station

merupakan implementasi dari MMI untuk monitoring fungsi pengendalian proses di lapangan.

EOPS Operation Station adalah suatu komputer yang memiliki tampilan seperti berikut ini.

Gambar 3.6 Graphic Display Operator Station

EOPS berfungsi sebagai layar minitor untuk menampilkan, mengoperasikan, serta me-

record data-data yang diperoleh dari fungsi control di field. Melalui station ini operator dapat

memonitor serta memanipulasi kerja kontroler di field, misalnya:

a. Mengubah set point

b. Mengubah controller mode (auto/ manual/ cascade)

c. Memonitor process variabl, trend dari setiap variabel

d. Melakukan tuning, dan lain-lain

3.9 Data Communication Facilities

Bagian ini berfungsi sebagai fasilitas komunikasi dan pertukaran data antara sesama Process

Control Station, antara MMI dengan Process Control Function, maupun antara Process Control

Page 39: Safeguard System pada Furnace 31 - F- 103 Naphtha Processing Unit PT PERTAMINA RU VI Balongan

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012

39

Function dengan station-station yang terhubung dengan SVNet. Fasilitas data link yang tersedia

pada Centum-XL, adalah :

A. HF – Bus

HF-Bus adalah communication bus dengan system komunikasi yaitu token passing process

highway, yang berfungsi sebagai media komunikasi data secara real time ke station-station yang

terhubung pada HF-Bus, terutama antara EFCS Field Control Station, EFCD Duplexed Field

Control Station, dan EFMS Field Monitoring Station dengan EOPS Operator Station.

B. SV -Net

SV –Net adalah sebuah Local Area Network (LAN) atau Commnunication bus berbasis

Manufacturing Automation Protocol (MAP) dan digunakan untuk menghubungkan EOPS

Operator Station ke ECMP Computer Station, Al Workstation atau YEWCOM 9000 Supervisory

Computer.

3.10 Konfigurasi DCS Centum-XL di Kilang Pertamina UP VI Balongan

Tabel berikut ini memperlihatkan konfigurasi DCS Centum-XL di Kilang Pertamina UP VI

Balongan dengan lokasi EOPS, EFCD serta unit proses yang dikendalikan. Tabel Konfigurasi DCS

Centum-XL di Kilang Pertamina UP VI Balongan

Table 3.2 Konfigurasi DCS Centum-XL

Page 40: Safeguard System pada Furnace 31 - F- 103 Naphtha Processing Unit PT PERTAMINA RU VI Balongan

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012

40

Gambar arsitektur DCS Centum XL di kilang UP-VI Balongan dapat dilihat pada lampiran

· Overall System Configuration Drawing Group 1

· Overall System Configuration Drawing Group 2

· Overall System Configuration Drawing Group 3

· Overall System Configuration Drawing Group 4

· Overall System Configuration Drawing Utilities

· Overall System Configuration Drawing Offsite. (Parura, Samuel LB)

3.11 Instrument Signal Transmission

Transmisi data ialah proses pengiriman besaran yang diukur (data) ke tempat lain yang jauh

(misalnya dari plant ke ruangan control room pada suatu industri) untuk diperagakan (displaying),

direkam (recording) atau mengendalikan (controlling) suatu proses.

a. Media Transmisi

Pengiriman data (data trasmisi) biasa dilakukan dengan cara yaitu :

1. Melalui fluida (tubing).

2. Melalui kawat (cable).

3. Melalui serat optic (fiber optic).

Media Tubing : Prinsip kerja transmisi data menggunakan tubing (pneumatik) adalah berdasarkan

pada tekanan dari fluida atau angin sebagai media pembawa data. Jadi di sini data yang dikirimkan

berupa perubahan dari tekanan fluida. Tekanan pneumatic yang umumnya digunakan pada

transmisi data secara pneumatic adalah antara 3 ~ 15 psig (0.1 ~ 1 kg/cm2).

Media Kabel : Transmisi data melalui kawat (cablel) dapat digolongkan berdasarkan besaran

pembawa data, yaitu ; arus listrik, tegangan, frekuensi yang dimodulasi, pulsa yang dimodulasi.

Transmisi data jenis yang banyak digunakan pada industry proses adalah transmisi dengan arus

listrik (4-20 mA) dan tegangan (1 – 5 V DC).

Media Fiber Optic : Transmisi data yang paling akhir dikembangkan adalah transmisi data melalui

serat optic. Di sini data ditransmisikan dengan cara memodulasi cahaya, dengan perkataan lain di

Page 41: Safeguard System pada Furnace 31 - F- 103 Naphtha Processing Unit PT PERTAMINA RU VI Balongan

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012

41

sini sinyal pembawa datanya adalah cahaya. Sistem ini mempunyai kelebihan yaitu sedikit sekali

dipengaruhi oleh noise.

b. Jenis Sinyal Instrumen

Beberapa standar sinyal instrumen yang didefenisikan oleh standards associations atau proprietary

standard, meliputi :

a) Analog Signal

· Pneumatic (signal lines / tubes)

o 3 - 15 psig ( 0.2 – 1 kg/cm2)

o 20 - 100 kPa

o 6 - 30 psig

· Voltage

o 1 – 5 V DC

o 0 – 5 V DC

o 0 – 10 V DC

· Current

o 4 – 20 mA

o 8 – 40 mA

o 10 – 50 mA

b) Digital Signal

· HART Protocol

· SMAR Protocol

· Fieldbus

· Modbus

· Profibus

· Industrial Ethernet

· Berbagai komunikasi tanpa cable (wireless communications)

Page 42: Safeguard System pada Furnace 31 - F- 103 Naphtha Processing Unit PT PERTAMINA RU VI Balongan

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012

42

c. Pemilihan Sinyal Instrumen

Pemilihan bentuk sinyal pengukuran (sinyal instrumen) sangat ditentukan oleh jenis controller

yang akan dipakai (Analog ; pneumatik / elektronik atau Digital). Untuk menerjemahkan sinyal

sistem pengukuran dari sensing element menjadi sinyal yang dapat dimengerti oleh controller,

dibutuhkan sebuah unit yang disebut transmitter. Sebagai standarisasi sinyal keluar dari transmitter,

baik analog (pneumatic atau elektric) maupun digital (HART Protocol, SMAR Protocol atau

Fieldbus), dibuat hanya bekerja pada standard skala tertentu seperti diperlihatkan pada point jenis

sinyal instrumen.

Untuk aplikasi di dalam industri proses, sinyal pneumatik yang digunakan secara umum adalah

dengan skala kerja 3 – 15 psig atau 0.2 – 1 kg/cm2, dan untuk sinyal elektrik skala kerja 4 – 20 mA

(sinyal arus) atau 1 – 5 V DC (sinyal tegangan). Pada umumnya sinyal yang keluar dari transmitter

elektronik hampir selalu dalam bentuk 4-20 mA.

Transmisi sinyal elektrik seperti transmisi energi listrik lain, menggunakan kawat tembaga.

Diameter kawat tersebut berkisar antara 1.5 ~ 2.5 mm. Sedangkan transmisi sinyal pneumatik

hampir selalui menggunakan tubing (pipa kecil) berdiameter dalam 0.25 inci. Atau pada pemakaian

tertentu ada yang 0.375 inci. Tubing dapat terbuat dari plastik, tembaga atau stainless steel.

Pemilihan jenis material tubing selalu dikaitkan dengan daerah dimana instrumen beroperasi.

Tubing tembaga misalnya tentu tidak akan dipilih untuk bagian terbuka di ladang minyak lepas

pantai. Udara laut yang sangat korosif tentu akan mempercepat kerusakan tubing tembaga. Dan

tubing platik tentu tidak akan dipakai di daerah dapur (furnace) yang mempunyai temperatu tinggi,

karena akan mudah meleleh. Dalam perkembangannya instrumen sitem pengendalian kemudian

banyak memanfaatkan teknologi digital dan perangkat komputer. Untuk itu diperlukan sarana

komunikasi dalam bahasa komputer. Selain itu juga ada instrumen-instrumen yang menggunakan

sarana komunikasi sinyal radio atau sarana fiber optic. Ketiga jenis sinyal ini sifatnya sangat khusus

dan tidak mempunyai standard umum. Bentuk sinyal itu akan sangat tergantung pada kerja sistim

unit elektroniknya. (Gunterus, Frans).

Page 43: Safeguard System pada Furnace 31 - F- 103 Naphtha Processing Unit PT PERTAMINA RU VI Balongan

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012

43

3.12 Transmitter

Transmitter adalah suatu peralatan instrument yang dapat merubah sinyal yang berasal dari

instrument ukur (sensor atau detector) menjadi bentuk sinyal yang dapat diterima oleh indicator,

recorder dan controller. Terdapat dua type, yaitu ; Pneumatic Transmitter dan Electronic

Transmitter.

a. Electronic Transmitter

Transmitter elektronik juga mempunyai mekanisme umpan balik pada sistem

keseimbangan gaya untuk mendapatkan ketelitian dan stabilitas yang tinggi. Sistem ini menjaga

tetap suatu keseimbangan gaya antara input dan output. Input sinyal atau variable proses dirubah

kedalam suatu gaya melalui input transfer element, output sinyal listrik juga suatu gaya akibat dari

feedback

transfer element. Output akan berubah, yang disebabkan berubahnya beban, akibatnya

keseimbangan dari mekanisme transmitter akan berubah. Jika hal ini terjadi, maka system akan

menjadi seimbang kembali melalui mekanisme umpan balik sebagaimana elemen detektor

mendeteksi terjadinya kesalahan. Setiap transfer element mempunyai karakteristik yang linear dan

oleh karena itu output juga linear dan seimbang dengan sinyal input.

Gambar 3.7. Blok Diagram Pneumatic Transmitter

Page 44: Safeguard System pada Furnace 31 - F- 103 Naphtha Processing Unit PT PERTAMINA RU VI Balongan

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012

44

b. Jenis-jenis Electronic Transmitter

1) Differential Pressure Type Flow Tansmitter

(Yokogawa Model EJA110A)

Gambar 3.8. DP Type Flow Transmitter

2) Pressure Transmitter

Gauge Pressure Transmitter Absolute Pressure Transmitter

(Yokogawa Model EJA310A) (Yokogawa Model EJA430A)

Gambar 3.9. Gauge Pressure Transmitter

Page 45: Safeguard System pada Furnace 31 - F- 103 Naphtha Processing Unit PT PERTAMINA RU VI Balongan

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012

45

3) Liquid Level Tansmitter

Model EJA210A and EJA220A Model EJA118W, EJA118N and EJA118Y

Flange Mounted DP Transmitters Diaphragm Sealed DP Transmitters

Gambar 3.10. Level Transmitter

4) Temperature Transmitter

Rosemount 444 Alphaline

Gambar 3.11. Temperature Transmitter

3.13 Converter

Converter adalah suatu peralatan instrument yang berfungsi merubah besaran sinyal tertentu

menjadi besaran sinyal lain. Converter ini diperlukan bila suatu instrument hanya menerima sinyal

dengan besaran yang sudah tentu. Bila ada sinyal lain yang tidak sesuai dengan input sinyal

instrument tersebut, maka sinyal tadi harus dikondisikan agar sesuai dengan yang dibutuhkan.

Page 46: Safeguard System pada Furnace 31 - F- 103 Naphtha Processing Unit PT PERTAMINA RU VI Balongan

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012

46

a. I/P Transducer (electropneumatic transducer)

I/P Transducer adalah peralatan instrument yang merubah sinyal arus listrik (4 – 20 mA)

menjadi sinyal tekanan pneumatic (3 – 15 psig atau 0.2 – 1 kg/cm2). Terdapat dua tipe yaitu ;

Indoor Mount Type dan explosion-proof type.

Gambar 3.12. Blok Diagram I/P Converter

b. P/I Transducer (Pneumatic to Current Tansducer)

P/I Transducer adalah peralatan instrument yang merubah sinyal tekanan pneumatic (3 – 15

psig atau 0.2 – 1 kg/cm2) menjadi sinyal arus listrik (4 – 20 mA).

Gambar 3.13. Blok Diagram P/I Converter

(Andrew W.G)

3.14 Control Valve

Didalam sistem pengendalian suatu proses industri, salah satu elemen sistem control yang

sangat penting adalah final control element (control valve). Pentingnya menggunakan ukuran

Page 47: Safeguard System pada Furnace 31 - F- 103 Naphtha Processing Unit PT PERTAMINA RU VI Balongan

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012

47

control valve yang benar harus merupakan penekanan didalam desain suatu sistem kontrol agar

tujuan pengendalian suatu proses dapat terpenuhi. Ukuran control valve yang terlalu kecil tidak

akan bisa melaksanakan tugas, dan harus diganti dengan yang lebih besar. Ukuran yang terlampau

besar akan menyedot biaya awal lebih besar serta biaya pemeliharaan yang cukup besar. Dilihat

dari segi operasinya valve yang over size akan memberikan fungsi control yang tidak baik dan

dapat menyebabkan ketidak stabilan system. Suatu controller yang mahal, sensitive dan akurat akan

menjadi tidak berarti jika control valve tidak dapat mengoreksi aliran secara benar untuk menjaga

titik control.

Control Valve Body

Berbagai macam bentuk body control valve telah dikembangkan berberapa tahun yang lalu,

namun secara garis besar valve dapat diklasifikasikan ke dalam dua kelompok berdasarkan kepada

cara penutupan, yaitu gerak linear dan gerak rotasi. Berikut disampaikan ilustrasi beberapa body

control valve yang popular penggunaannya saat ini.

Gambar 3.14. Valve Body Assembly (Fisher)

3.15 Safeguard dan Interlock logic

Pada dasarnya, safeguard dan interlock logic digunakan untuk mengamankan unit proses,

peralatan dari kerusakan fatal, dan keselamatan operator. Apabila salah satu variabel safeguard

tidak normal, maka sistem akan memberikan indikasi alarm (untuk kondisi yang bisa ditolerir) dan

sistem akan men-shutdown peralatan (untuk kondisi yang tidak bisa ditolerir). Sedangkan interlock

logic berfungsi sebagai permissive untuk menjalankan sebuah peralatan. Interlock logic akan

Page 48: Safeguard System pada Furnace 31 - F- 103 Naphtha Processing Unit PT PERTAMINA RU VI Balongan

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012

48

mengunci sistem power apabila salah satu dari kondisi minimum untuk menjalankan suatu

peralatan tidak terpenuhi (tidak normal).

Gambar 3.15 Berbagai kondisi operasi.

Interlock sendiri didefinisikan sebagai perangkat yang digunakan untuk merasakan atau

men-sensing kondisi batas (maksimum atau minimum, batas bawah maupun batas atas) dan

menghubungkan kondisi tersebut dengan peralatan lainnya untuk sautu perintah dan melakukan

shutdown.Ada dua tahapan sistem pengamanan, yaitu :

1. Alarm (peringatan tanda bahaya)

Alarm atau peringatan tanda bahaya dapat berupa lampu, bel, horn dan tanda-tanda lain

yang menyatakan bahwa proses atau alat dalam keadaan bahaya (ada gangguan) dan hal ini bila

tidak diadakan koreksi maka kondisi akan berkembang menjadi situasi yang krisis dan bahkan

pabrik akan berhenti (shut down).

Alarm dibagi menjadi 2 (dua) audible dan visible:

Audible adalah bunyi-bunyian yang bisa didengarkan, misalnya bila terjadi sesuatu pada

alat atau mesin maka sirine akan berbunyi.

Visible adalah cahaya (lampu) yang bisa dilihat mata misalkan, bila dalam produksi ada

suatu emergency maka lampu indicator danger atau bahaya akan menyala dan bila emergency telah

usai maka lampu indicator tersebut akan mati / padam.

2. Shut Down atau Trip

Suatu kondisi proses yang sudah mencapai batas bahaya yang tertinggi atau adanya

kerusakan pada peralatan sehingga menyebabkan pabrik mati sebagian atau keseluruhan. Peralatan

Page 49: Safeguard System pada Furnace 31 - F- 103 Naphtha Processing Unit PT PERTAMINA RU VI Balongan

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012

49

yang terkait dalam sistem interlock ini adalah sakelar tekanan (pressure switch), katup solenoida

(solenoid valve), level switch dan relay. (Smith,Carlos)

3.16 Fault Tree Analysis (FTA)

Metode FTA (Fault tree analysis) digunakan untuk mengidentifikasi kegagalan atau trip

pada komponen didalam sebuah sistem. Selain itu metode FTA dapat digunakan untuk

mempresentasikan seberapa handal suatu komponen didalam sebauh sistem. identifikasi dengan

menggunakan FTA digunakan untuk mengetahui kombinasi sebab terjadinya kegagalan dari fungsi

suatu komponen yang mempunyai dampak terhadap keselamatn kerja, produksi industry, dan

lingkungan kerja sekitar. Untuk langkah pembuatan FTA sendiri adalah sebagai berikut :

Mendefinisikan kejadian puncak (Top Event ) yang tidak diinginkan dalam sistem yang akan

diamati.

Menggambarkan atau membentuk diagram logic dan detail yang memperlihatkan kombinasi dari

event yang mempengaruhi top event. Sebuah sistem FTA mengilustrasikan keadaan dan

kemampuan komponen sistem (basic evet) dan hubungannya dengan top event. Dalam pembuatan

FTA digunakan symbol grafis yang di sebut gerbang logika(logic gate) . Untuk output dari gerbang

logika ditentukan oleh input-input dari gerbang logika itu sendiri.

Gambar 3.16 a.Fault Tree Analysis dan b. Reliability blockdiagram.

Beberapa logic system yang digunakan pada FTA (Fault Tree Analysis) adalah sebagi berikut :

Page 50: Safeguard System pada Furnace 31 - F- 103 Naphtha Processing Unit PT PERTAMINA RU VI Balongan

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012

50

Fungsi AND

Fungsi AND akan menghasilkan output (1) atau TRUE hanya jika semua input (1) atau

TRUE. Fungsi AND bisa mempunyai input tidak terbatas, namun hanya mempunyai satu output.

Dalam analisa FTA ini nilai 1 yaitu gagal(komponen atau sistem gagal), dan nilai 0 yaitu baik

(komponen atau sistem dalam kondisi baik). Berikut ini merupakan logic fungsi AND dengan dua

input beserta dengan table kebenarannya.

A

BF=A.B

A B F

0

0

1

1

0

1

0

1

0

0

0

1

Gambar 3.17 And gate dan table kebenaran and gate

Fungsi OR

Fungsi OR akan menghasilkan output (1) atau TRUE jika satu atau lebih input adalah (1)

atau TRUE. Sebagaimana fungsi AND, fungsi OR bisa mempunyai input tidak terbatas, namun

hanya mempunyai satu output. Dalam analisa FTA ini nilai 1 yaitu gagal(komponen atau sistem

gagal), dan nilai 0 yaitu baik (komponen atau sistem dalam kondisi baik) Berikut fungsi OR dengan

dua input beserta table kebenarannya.

A

BF=A+B

A B F

0

0

1

1

0

1

0

1

0

1

1

1

Gambar 3.18 OR gate dan table kebenaran OR gate

Fungsi NOT

Fungsi NOT akan menghasilkan output (1) ATAU gagal jika inputnya 0 atau baik. Output

dari fungsi NOT selalu kebalikan dari keadaan inputnya, tidak seperti fungsi AND dan fungsi OR,

Page 51: Safeguard System pada Furnace 31 - F- 103 Naphtha Processing Unit PT PERTAMINA RU VI Balongan

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012

51

fungsi NOT hanya mempunyai satu input dan satu output. Berikut fungsi NOT dengan input dan

output beserta table kebenarannya :

A F=A

A F

1

1

0

0

Gambar 3.19 NOT gate

(Suta’at Ir, 1987)

3.17 PLC Triconex

The Triconex Trident Sistem Keselamatan Instrumentasi (SIS) paket SIL3 bersertifikat

scalable, solusi keamanan yang sangat handal untuk digunakan diKilang, petrokimia, Oil & Gas,

dan LNG. Skalabilitas: Fitur utama dari desain sistem adalah skalabilitas - dari yang paling kecil

untuk aplikasi lokal terendah yaitu 32 I / O poin per sistem sampai , aplikasi terdistribusi lebih

dari40.000 I / O poin.

Gambar 3.20 Indicator main processor

PASS Modul telah lulus tes diri diagnostik

FAULT Modul memiliki kesalahan dan harus diganti

Modul ACTIVE mengeksekusi program kontrol yang ditulis pengguna

MAINT1 Pemeliharaan indikator 1

MAINT2 Pemeliharaan indikator 2

COM TX Mengirimkan data melalui COMM bus

COM RX Menerima data dari COMM bus

Data I / O TX Mengirimkan ke I / O bus

I / O RX Menerima data dari I / O bus

Page 52: Safeguard System pada Furnace 31 - F- 103 Naphtha Processing Unit PT PERTAMINA RU VI Balongan

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012

52

BAB IV

PEMBAHASAN DAN ANALISA DATA

4.1 Sistem Instrumentasi Pada Safeguard System

Safeguard system merupakan suatu sistem intrumentasi yang berfungsi sebagai pengaman

suatu system. Safeguard system secara otomatis akan menghentikan system sebelum keadaan yang

tidak normal tersebut mengakibatkan kerusakan atau kecelakaan yang tidak di inginkan. Sistem

instrumentasi pada safeguard system ini merupakan suatu system control yang mana parameter

fisis di lingkungannya menjadi parameter yang diukur untuk memberikan feedback kepada

kontroler untuk melakukan suatu proses control apabila terjadi perbedaan antara output aktual

dengan nilai set point yang telah ditentukan untuk safeguard system ini.

4.1.1 Field Instrument

1. Transmitter

Transmitter adalah alat yang digunakan untuk mengubah perubahan sensing element dan

sebuah sensor menjadi sinyal yang mampu diterjemahkan oleh controller. Transmitter yang

digunakan pada unit Naphtha Hydrotreating Process adalah:

a. Differensial Pressure Type Flow Transmitter

Differensial Pressure Type Flow Transmitter Yokogawa Model EJA 110 seperti

ditunjukkan pada Gambar 1 merupakan salah satu komponen yang terpasang di Pertamina RU VI

yaitu di unit NTU (Naphtha Hydtrotreating Process) atau unit 31.

Gambar 4.1. Differensial Pressure Type Flow Transmitter

Page 53: Safeguard System pada Furnace 31 - F- 103 Naphtha Processing Unit PT PERTAMINA RU VI Balongan

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012

53

Diferensial Pressure Transmitter membaca perbedaan tekanan dari aliran fluida yang melewati

orifice. Orifice adalah komponen instrumentasi yang digunakan untuk mengukur aliran fluida yang

berada di dalam pipa. Perbedaan tekanan dari sisi high dan low orifice dibaca oleh elemen sensor

di Diferensial Pressure Transmitter. Transmitter ini terdapat pada 31 – FT – 028 A~C dan 31 – FT

– 027 A~F .

b. Absolute Pressure Transmitter

Pressure Transmitter yang digunakan pada plant merupakan seri EJA Absolute Pressure

and Gauge Pressure Transmitter. Dalam pengukuran tekanan didalam pipa ataupun

tangki, transmitter ini tidak menggunakan perangkat tambahan, hanya menggunakan pipa kecil

yang diambil dari aliran proses. Tekanan tersebut kemudian dikonversi menjadi besaran digital

oleh suatu converter didalam transmitter itu sendiri.

Gambar 4.2 Absolute Pressure Transmiter

Transmitter jenis ini digunakan pada PT042A~C, digunakan untuk mendeteksi nilai tekanan

absolute pada bagian pilot gas.

2. Control Valve

Valve adalah suatu peralatan mekanis yang melaksanakan suatu akasi untuk mengontrol

atau memberikan efek terhadap suatu aliran fluida di dalam suatu sistem perpipaan atau peralatan.

Valve umumnya dihubungkan dengan pipa, fiting , vessel, tangki dan lain-lain, dimana ujung-ujung

dari bodinya mempunyai sambungan berupa fleas, ulir (screwed), las (but socket welding).

Fungsi valve dapat dibedakan menjadi:

Mengalirkan atau menghentikan aliran (on-off)

Mengatur variasi kecepatan aliran (regulating)

Page 54: Safeguard System pada Furnace 31 - F- 103 Naphtha Processing Unit PT PERTAMINA RU VI Balongan

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012

54

Mengatur aliran hanya pada suatu aliran saja (checking)

Merubsh/memindahkan aliran pada line pipa yang berbeda (switching)

Melepas aliran dari sistem ke atmosfer (discharging)

Control valve dibedakan menurut prinsip kerjanya yaitu Failure Close (FC) dan Failure

Open (FO). Failure Close (FC) : Control valve jenis ini mengkondisikan pegas harus

menggerakkan stem untuk menutup control valve pada saat sumber energi / sinyal pneumatic

maupun elektronik mati (fail). Failure Open (FO) : Control valve ini mengkondisikan pegas harus

menggerakkan stem untuk membuka control valve pada saat sumber energi / sinyal pneumatic

maupun elektronik mati (fail). Valve yang digunakan pada furnace 31 – F – 103 ini hanyalah FC

(Fail Close) terdapat pada UV023, UV024, UV025 dan UV026.

Gambar 4.3 Fail Close Valve

a. Pressure Control Valve (PCV).

Presure control Valve adalah katup yang mengatur tekanan dalam sirkuit dengan

mengembalikan semua atau sebagian oli ke tangki apabila tekanan pada sirkuit mencapai setting

pressure. Valve ini terdapat pada PCV041 di unit 31.

Gambar 4.4 Pressure Control Valve

Page 55: Safeguard System pada Furnace 31 - F- 103 Naphtha Processing Unit PT PERTAMINA RU VI Balongan

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012

55

b. Globe Valve

Globe valve biasanya digunakan untuk mengatur banyaknya aliran fluida yang mengalir

dalam sebuah line. Globe valve ini di gunakan pada area 042A~C. Bentuk eksternal valve seperti

globe, stem bergerak linier (naik –turun) untuk mengubah posisi plug dan posisi plug yang berubah

menyebabkan luas area antara seat dan plug berubah.

Gambar 4.5 Globe Valve

3. Hand Switch

Hand switch memiliki bentuk menyerupai push button. Hand switch dalam sistem ini

digunakan untuk mematikan sistem yang berjalan dalam furnace apabila terjadi kondisi darurat

(Emergency Shutdown). Alat ini dapat ditempatkan dalam ruang kontrol maupun di lapangan.

Gambar 4.6 Hand switch

4.1.2 Sistem Kontrol

Sistem kontrol merupakan sebuah proses pengaturan terhadap satu ataupun beberapa variable

sehingga berada pada suatu nilai yang diinginkan. Loop sistem kontrol dalam industri terdiri dari

3 komponen utama, yaitu :

a. Elemen masukan (sensor) : berfungsi untuk mendeteksi besarnya besaran fisis yang sedang diukur.

Page 56: Safeguard System pada Furnace 31 - F- 103 Naphtha Processing Unit PT PERTAMINA RU VI Balongan

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012

56

b. Elemen control (controller) : merupakan otak dari system pengontrolan itu sendiri. Elemen ini bias

saja terletak di lapangan maupun di ruang control. Saat ini, kontroler menjadi alat pengendali

sepenuhnya yang menggantikan peran manusia dalam mengendalikan suatu proses.

c. Elemen akhir (actuator) : merupakan suatu elemen yang berfungsi sebagai penggerak akhir. Dalam

industri seringkali digunakan control valve yang digunakan sebagai pengatur aliran.

P&ID dibawah ini menunjukkan looping control yang terjadi pada furnace 31 – F – 103.

Parameter fisis yang menjadi masukkan untuk dikontrol adalah tekanan dan aliran, sedangkan

temperature hanya dijadikan indicator tanpa dilakukan aksi pengontrolan. Gambar P&ID dibawah

ini menunjukkan looping control dari sebuah Safeguard Sytem.

Gambar 4.7 Looping Safeguarding PALL042A~C

Gambar p&id diatas adalah looping tekanan yang mencakup Interlock. Pada looping ini

terdapat 3 transmitter tekanan yaitu, 31 – PT – 042 A~C ketiga transmitter tekanan itu terletak di

lapangan, tekanan yang masuk melewati transmitter ini sebelumnya masuk melalui globe valve,

dengan tujuan agar aliran yang masuk dapat diturunkan besarnya tekanan agar tidak merusak

transmitter akibat tekanan yang besar masuk secara langsung. Lalu hasil pembacaan dari

transmitter tekanan di konversikan dari besaran fisis berupa tekanan menjadi besaran elektrik

analog yaitu sebesar 4 – 20 mA. Hasil konversi ke besaran elektrik tersebut akan dijadikan sinyal

digital untuk dibaca atau dijadikan kontrol di control room (UC 005). Hasil pembacaan secara

digital di unit control akan diteruskan ke DCS yang telah di setting programnya. Dengan set point

Page 57: Safeguard System pada Furnace 31 - F- 103 Naphtha Processing Unit PT PERTAMINA RU VI Balongan

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012

57

tertentu dengan harapan jika terjadi kerusakan atau kegagalan dalam system akan memberikan

peringatan. Alarm untuk peringatan kerusakan ringan dan emergency shutdown untuk kerusakan

parah, sehingga mencegah terjadi nya kerusakaan yang lebih parah dan mencegah terjadinya

korban jiwa. Pada DCS tersebut terdapat 3 indicator yaitu, 31 – PI – 042 A~C, yang telah

dilengkapi oleh PAL (Pressure Alarm Low), alarm bekerja jika sinyal pengukuran tekanan di

lapangan oleh transmitter lebih rendah dari pada set point, dalam loop ini adalah tekanannya maka

alarm akan berbunyi atau lampu alarm akan menyala. Bila besar sinyal variable pengukuran dari

transmitter dalam loop ini berupa tekanan, lebih rendah dari dari setting switch low, maka alarm

low – low (PALL) akan bekerja dengan berbunyi atau dengan nyala lampu bahaya. Bersamaan

dengan bunyi tersebut, proses equipment langsung melakukan trip. Tekanan yang masuk kedalam

loop ini di atur oleh control valve PCV 041, yang merupakan valve regulator tekanan kembali.

Kemudian untuk safeguarding aliran digunakan FALL028A~C sebagai pengamannya. Gambar

P&ID dibawah ini menunjukkan looping pengontrolan flow pada saat kondisi low low.

Gambar 4.8 Looping Safeguarding FALL 028A~C

Gambar p&id diatas adalah looping aliran yang mencakup DCS Interlock. Pada looping ini

terdapat 3 transmitter aliran yaitu, 31 – FT – 028A~C ketiga transmitter tekanan itu terletak di

lapangan. Lalu hasil pembacaan dari transmitter aliran di konversikan dari besaran fisis berupa

aliran Ton/H menjadi besaran elektrik analog yaitu sebesar 4 – 20 mA. Hasil konversi ke besaran

Page 58: Safeguard System pada Furnace 31 - F- 103 Naphtha Processing Unit PT PERTAMINA RU VI Balongan

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012

58

elektrik tersebut akan dijadikan sinyal digital untuk dibaca atau dijadikan control di control room

(UC 005). Hasil pembacaan secara digital di unit control akan diteruskan ke DCS yang telah di

setting programnya. Dengan set point tertentu dengan harapan jika terjadi kerusakan atau

kegagalan dalam system akan memberikan peringatan. Alarm untuk peringatan kerusakan ringan

dan emergency shutdown untuk kerusakan parah, sehingga mencegah terjadi nya kerusakaan yang

lebih parah dan mencegah terjadinya korban jiwa. Pada DCS tersebut terdapat 3 indicator yaitu, 31

– FI – 028A~C, yang telah dilengkapi oleh FAL (Pressure Alarm Low), alarm bekerja jika sinyal

pengukuran aliran di lapangan oleh transmitter lebih rendah dari pada set point, dalam loop ini

adalah aliran maka alarm akan berbunyi atau lampu alarm akan menyala. Bila besar sinyal variable

pengukuran dari transmitter dalam loop ini berupa alira yang lebih rendah dari dari setting switch

low, maka alarm low – low (PALL) akan bekerja dengan berbunyi atau dengan nyala lampu

bahaya. Bersamaan dengan bunyi tersebut, proses equipment langsung melakukan trip.

4.1.3 Operasi Furnace 31 – F – 103

Reboiler heater (31-F-103) dibuat untuk memberi kebutuhan panas untuk membuat

penguapan. Uap ini akan terikut ke naptha ringan dari feed ke Naptha Splitter,dimana kemudian

melewati over head menuju ke Naptha Splitter Condenser (31-E-109 )dan masuk ke Naptha

Stripper Receiver (31-V-103) . Dimana selisih tekanan pada receiver dan line over head dikontrol

oleh 31-PDIC-020.

Pada reboiler terdiri dari 6 (enam) pass dan setiap pass dikontrol oleh flow control (31-FIC-027A

F),sementara pemakaian fuel gas dikontrol oleh temperature keluar reboiler (31-TIC-036).

Gambar 4.9 Furnace 31 – F – 103

Page 59: Safeguard System pada Furnace 31 - F- 103 Naphtha Processing Unit PT PERTAMINA RU VI Balongan

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012

59

Perbandingan Refluk/Berat feed ratio yaitu : 0.65-0.76 dimana kegunaannya untuk

mengambil naptha ringan dari kolom. Refluk dipompakan dengan pompa over head naptha splitter

(31-P-106 A/B) selanjutnya masuk ke kolom dengan flow control (31-FIC-029). Untuk menaikan

jumlah refluk maka panas dari reboiler harus dinaikan untuk memastikan bertambahnya penguapan

light naptha. Produk Light Naptha dikirim ke Penex unit dengan memakai pompa Naptha Splitter

Over Head (31-P-106 A/B) dengan flow control (31-FIC-030).

Heavy Naptha dari bottom splitter dipompakan dengan pompa Naptha Splitter Bottom (31-

P-105A/B) melalui Naptha Stripper Feed - Splitter Bottom Exchanger (31-E-106) selanjutnya

dikirim ke Unit Platformer. Berikut ini adalah gambaran piping & instrumentation diagram yang

terdapat pada furnace 31 – F – 103, dari tag number tersebut ditunjukkan bahwa furnace ini terdapat

di unit 31 yang merupakan unit Naphtha Hydrotreating Process.

Gambar 4.10 P&ID Furnace 31 – F – 103 area 31- 021

Bagian ini dinamakan Naphtha Splitter Reboiler Heater. Sensing parameter di unit ini

dapat dilihat dari transmitter yang digunakan. Pada unit ini parameter yang disensing antara lain

adalah aliran, tekanan dan suhu. Aliran diukur oleh flow transmitter, di unit ini flow transmitter

Page 60: Safeguard System pada Furnace 31 - F- 103 Naphtha Processing Unit PT PERTAMINA RU VI Balongan

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012

60

yang digunakan terdapat pada 31 – FT – 027 A ~F, dan 31 – FT – 028 A ~ C. Kemudian untuk

pressure transmitter digunakan pada 31 – PT – 038 , 31 – PT – 039, 31 – PT – 042 A~C. Sedangkan

untuk temperature hanya terdapat sensornya saja, sehingga tidak dapat diketahui besaran nilainya

dilapangan. Nilai temperaturnya dapat diketahui di ruang DCS, nilai yang di tunjukkan berupa

angka hasil pengukuran dilapangan yang dilakukan oleh sensor thermocouple.

4.1.4 Normal Shutdown

Prosedur mematikan berikut adalah prosedur yang telah direncanakan pada unit Naphtha

Hydrotreating Process seperti untuk mengganti katalis dan atau pembersihan berkala dan

pemeriksaan vessel. Variasi dari prosedur ini mungkin diperlukan karena kondisi operasi khusus

yang mungkin muncul.

Prosedur Shutdown Secara Normal

a) Memberitahu mandor operasi dan unit operasi lainnya yang bersangkutan untuk memulai

aktivitas penutupan pada waktu yang tepat. Perubahan komposisi bahan bakar gas, permintan

steam, dll dapat mempengaruhi unit lainnya. Sumur minyak, tangki, dan lainnya yang mungkin

terlibat harus di beritahu.

b) Mengurangi suhu inlet reaktor hydrotreater sampai 316 ºC dan biaya konsumsi sekitar 50% dari

desain. Platformer harus diberi umpan sweet naphtha saat ini atau harus shutdown juga.

c) Memotong umpan cairan naphtha yang keluar dari unit reactor dan melanjutkan mensweep unit

dengan gas untuk memindahkan hidrokarbon.

d) Oksigen stipper, naphtha stripper, dan naphtha splitter harus didinginkan dengan menghentikan

masukan panas ke reboiler, dan harus berada di bawah positif fuel gas pressure. Jika diperlukan

masuk ke dalam kolom, pada suatu minimum, mereka harus be drained, steamed out, blinded

off dari peralatan lainnya , dan air purged supaya masuk aman. Ini juga dianjurkan thet towers

dan receivers dicuci secara menyeluruh dengan air sebelum memuat udara untuk mencegah

pengapian/pembakaran dari sulfida scale diatas dinding itu.

e) Setelah kira-kira satu jam untuk sweeping gas pada suatu temperatur reaktor minimum kurang

260 °C, mulai penurunan temperatur reaktor per 30- 40°C per jam ke 65° C ( atau 38° C jika

katalisator (diharapkan) untuk dibuang tidak diperbaharui.

Page 61: Safeguard System pada Furnace 31 - F- 103 Naphtha Processing Unit PT PERTAMINA RU VI Balongan

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012

61

f) Jika katalyst adalah untuk diperbaharui, reaktor dapat ditinggalkan pada 260° C ketika gas flow

shut down. Prosedur yang lebih Spesifik disampaikan dalam Regeneration Section dari bagian-

6.

g) Block pada product separator level control valve ketika menghentikan penumpukan liquid.

Drain the separator dan semua bagian reaktor low points untuk memindahkan semua

hidrokarbon.

h) Shut down the recycle gas atau once-through gas flow ketika reaktor dingin.

i) Unit mungkin di depressured ke sekitar 1 kg/cm2G pemeliharaan menunggu keputusan.

4.1.5 Parameter Safeguard System

Pada dasarnya, safeguard dan interlock logic digunakan untuk mengamankan unit proses,

peralatan dari kerusakan fatal, dan keselamatan operator. Apabila salah satu variabel safeguard

tidak normal, maka sistem akan memberikan indikasi alarm (untuk kondisi yang bisa ditolerir) dan

sistem akan men-shutdown peralatan (untuk kondisi yang tidak bisa ditolerir). Sedangkan variable

interlock sistem akan memberikan sinyal apabila salah satu kondisinya adalah tidak normal, maka

mesin tidak akan bisa dijalankan. Maka dapat dikatakan variable safeguard sama dengan variable

interlock sistem.

Pada peralatan yang digerakan oleh motor, untuk aliran proses dipasang TSO (Tigh Shut

Off) valve untuk mengamankan unit proses dengan cara menutup penuh atau membuka penuh

secara otomatis ang bukaan dan tutupan valve tersebut diatur dengan program yang ada di control

room dan juga out station (OS). Pada peralatan tertentu ada juga control valve yang dipasang

sebagai safeguard, tetapi masih dibatasi dengan bukaan minimum (minimum stop) jenis / model

safeguard seperti ini dapat dipasang di dapur, agar apabila terjadi low flow media yang dipanasi,

dapur masih menyala dengan kondisi nyala minimum. Safeguard system biasanya dilengkapi

dengan fasilitas by pass (override) yang berfungsi untuk menonaktifkan safeguard pada saat

dilakukan pengecekan atau perbaikan peralatan dan pada waktu start up unit, sehingga tidak

menyebabkan plant shut down. Jika hanya di by pass berarti system tidak mengalami kerusakan

parah, hanya terjadi ketidaknormalan saja, namun jika sudah terjadi kondisi yang tidak dapat

ditolerir lagi maka system akan melakukan shut down.

Page 62: Safeguard System pada Furnace 31 - F- 103 Naphtha Processing Unit PT PERTAMINA RU VI Balongan

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012

62

Pada furnace atau boiler terdapat beberapa safe guarding system antara lain, yaitu :

Pre ignition (pre – purge , purging cycle)

Manual trip (emergency trip)

Lower fuel pressure

High fuel pressure

Low pilot gas pressure

Low flow oil temperature

Low / high stack temperature

Loss off flame

Secara umum yang mengakibatkan system trip, paling banyak menyebabkan fired heater

pada furnace adalah :

Low flow fluida di tube

Hal tersebut biasa terjadi akibat dari tube yang pecah, sehingga fluida bocor dan

mengakibatkan terjadi nya pemanasan yang berlebihan sedangkan tidak ada atau hanya sedikit

fluida yang terdapat pada tube tersebut, jika dibiarkan akan merusak peralatan dan hal terburuk

yang di dapat adalah kerugian materiil produksi.

Low pilot gas pressure

Hal ini terjadi akibat tekanan gas pada bagian pilot gas untuk pembakaran di burner rendah

sehingga proses pembakaran tidak dapat dilakukan. Tekanan fuel gas yang rendah dapat

mengakibatkan pembakaran tidak maksimal dari total gas yang keluar dari pipa sehingga sehingga

menyebabkan akumulasi gas dalam firebox yang berpotensi mengakibatkan ledakan.

High (positive) draft

Draft adalah tekanan negative yang di akibatkan oleh pengambangan gas yang mengalami

pemanasan di dalam furnace. Tekanan di dalam furnace menjadi negatif karena gas yang panas

memiliki densitas yang lebih kecil dibandingkan dengan udara di luar. Gas-gas yang panas,

beratnya lebih rendah dibandingkan dengan udara yang suhunya lebih dingin sehingga

Page 63: Safeguard System pada Furnace 31 - F- 103 Naphtha Processing Unit PT PERTAMINA RU VI Balongan

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012

63

mengambang di dalam furnace. Pengambangan ini menyebabkan gas naik ke atas dan keluar

melalui stack dan menghasilkan kondisi vacuum di dalam furnace. Kondisi vacuum ini udara yang

ada di luar mengalir ke dalam melalui register udara. Tekanan udara atmosfer sebesar 14,7 psi.

Tekanan negatif adalah semua tekanan di bawah 14,7 psi.

Hambatan aliran ini dapat menyebabkan tekanan di bagian konveksi menuju shift berubah

dari sedikit negatif menjadi sedikit positip. Jika tekanan shift positip maka terjadi loss draft.

Kehilangan draft menyebabkan panas terbentuk dan terkumpul hanya di bawah furnace arch yang

dapat menyebabkan kerusakan struktur furnace. Loss draft juga berarti tidak ada udara yang tertarik

ke dalam furnace sehingga burner padam.

Low flow combustion air

Hal ini diakibatkan oleh aliran udara (O2) rendah sehingga pembakaran tidak dapat

dilakukan, karena furnace 103 adalah furnace yang utama, maka jika terjadi hal ini maka seluruh

sistem harus trip atau S/D (ShutDown).

Untuk mengetahui safeguard system, maka sebaiknya mengetahui blok diagram dari system

tersebut serta interlock logic diagramnya. Pada gambar di bawah ini merupakan blok diagram

proses dan diagram interlock dari Naphtha Splitter Reboiler.

Gambar 4.11 Block Diagram Proses Naphtha Splitter Reboiler

Page 64: Safeguard System pada Furnace 31 - F- 103 Naphtha Processing Unit PT PERTAMINA RU VI Balongan

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012

64

Apabila hanya dilihat dari sisi sistem pengaman pada furnace ini, maka terdapat 3 safeguard

sistem, yaitu PALL042, PALL039 dan FALL028. Pada safeguard system ini terdapat nilai – nilai

set point tertentu yang digunakan untuk acuan agar ketika batas nilai tersebut dilewati , maka di

lakukan tindakan preventive agar tidak terjadi kerusakan dan kerugian yang parah.

4.1.6 Cause And Effect Safeguard System pada Furnace 31 – F – 103.

Instrument memberikan tanda bahaya atau tanda gangguan apabila terjadi trouble atau

kondisi tidak normal yang diakibatkan tidak berfungsinya suatu peralatan pada proses, serta

berfungsi untuk mentripkan suatu proses apabila gangguan tersebut tidak teratasi dalam jangka

waktu tertentu. Pengamanan pada fuel oil dan fuel gas bertujuan untuk mencegah agar tekanan fuel

oil dan fuel gas tidak boleh low karena apabila tekanan bahan bakar low maka tidak akan terjadi

pembakaran karena pilot burner hanya bisa membakar bahan bakar pada tekanan tertentu. Tekanan

pada fuel oil dan fuel gas yang memiliki sistem pengaman ini terdapat pada PSLL042 dan

PSLL039. Hal ini tentu saja merugikan karena feed tidak dipanaskan secara sempurna sesuai

specification.

Disain control valve pada feed, fuel oil, dan fuel gas adalah ATO ( air to open ) atau FC

(failure close) karena feed naphtha mengandung bahan yang dapat merusak katalis platformer bila

tidak dipanaskan sehingga apabila terjadi kegagalan atau trip pada bahan bakar fuel oil dan fuel

gas dikarenakan tekanannya low maka control valve untuk laju aliran feed naphtha akan menutup

(close), demikian juga apabila laju aliran feed naphtha terjadi trip karena low flow maka control

valve untuk tekanan fuel gas dan fuel oil akan menutup (close). Control valve ini terletak di UV023,

UV024, UV025 dan UV026. Untuk pengaturan bukaan pada bagian pilot gas diatur oleh UV025

dan UV026, sedangkan untuk pengaturan bukaan pada bagian fuel gas diatur oleh UV023 dan

UV024.

Desain control valve untuk aliran udara yang dipompakan oleh pompa Naphtha Splitter

Bottom (31 – P – 105 A/B) adalah FO atau ATC ( air to close ) karena tidak berpengaruh apabila

terjadi kegagalan atau trip, sehingga fungsi control valve ini hanyalah untuk mengatur seberapa

besar atau banyak aliran udara yang akan digunakan dan bukan untuk tujuan safe guarding. Tujuan

dari safe guarding secara umum adalah untuk pengaman terhadap keselamatan peralatan dari

Page 65: Safeguard System pada Furnace 31 - F- 103 Naphtha Processing Unit PT PERTAMINA RU VI Balongan

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012

65

kerusakan jika terjadi penyimpangan variable proses ataupun kegagalan energi baik listrik maupun

energi angin. Pengaman/safe guarding pada tekanan bahan bakar fuel oil dan fuel gas.

Ada beberapa parameter fungsi yang harus dijaga atau dimonitor pada operasi Furnace 31 – F –

103. Parameter – parameter tersebut dimonitor dan jika keluar dari range-nya dapat

membahayakan proses operasi furnace itu sendiri. Untuk itu agar tidak terjadi kondisi berbahaya

dalam pengoperasian Furnace, Furnace dilengkapi dengan sistem safeguarding. Mengacu pada

Tabel 1 cause and effect, beberapa parameter operasi yang menyebabkan sistem safeguarding

bekerja untuk mengamankan proses operasi furnace. Beberapa parameter yang dapat mentripkan

Furnace 011F-101A antara lain :

Cause and Effect Table

Instrument Tag no 31 - PSLL - 042A~C 31 - PSLL - 039 31 - FSLL - 028A~C

Service

Pilot pressure splitter

reboiler

Fuel gas splitter

reboiler

Naphtha splitter

bottom

Setting 0.5 Kg/Cm²g 0.07 Kg/Cm²g 39.00 Ton/H

Range 0.00 - 1.80 Kg/Cm²g 0.00 - 0.2 Kg/Cm²g 0.00 - 130.00 Ton/H

Fuel gas S/D

UV015 &

UV016 - - Closed

Fuel gas S/D

UV019 &

UV020 - - Closed

Fuel gas S/D

UV023 &

UV024 Closed Closed Closed

Pilot gas S/D

UV025 &

UV026 Closed - -

Reactor reboiler

heater S/D UC002 - - Trip

Stripper reboiler

heater S/D UC003 - - Trip

Note 2 of 3 2 of 3

Tabel 4.1 Sumber : Boilers and Furnace Optimation, PT.Pertamina Direktorat Pengolahan, 2010

Page 66: Safeguard System pada Furnace 31 - F- 103 Naphtha Processing Unit PT PERTAMINA RU VI Balongan

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012

66

1. Pilot Pressure Splitter Reboiler 31PSLL042A,B,C

PSLL singkatan dari Pressure Switch Low Low, yang hanya akan bekerja apabila nilai

tekanan low low dari limit setting nya. Input pada bagian ini didapat dari pilot gas. Tekanan pilot

splitter reboiler ini di deteksi oleh transmitter PT042A~C. Sinyal yang terdeteksi atau terukur dari

transmitter ini diteruskan ke PSLL042A~C untuk diteruskan ke PLC. Pressure 042A,B,C memiliki

range nilai yang besarnya 0,00 – 1,80 Kg/Cm²g dan nilai setting / set point nya 0,5 Kg/Cm²g. Jika

pressure 042A,B,C turun atau Pressure Low Low menjauhi nilai set point / setting yang telah

ditentukan , maka akan menyebabkan sistem trip, namun jika hanya 1 saja yang melewati nilai

limit setting maka tidak akan terjadi trip. Hal ini dikarenakan jika hanya 1 saja yang melewati limit

set point, maka proses masih dapat terus berjalan. Tindakan yang dilakukan saat terjadi trip adalah

menutupnya valve UV023 & UV024 pada bagian fuel gas dan menutupnya valve UV025 & UV026

pada bagian pilot gas.

2. Fuel Gas Splitter Reboiler 31PSLL039

PSLL singkatan dari Pressure Switch Low Low, yang hanya akan bekerja apabila nilai

tekanan low low dari limit setting nya. Input pada bagian ini didapat dari fuel gas. Tekanan untuk

fuel gas pada splitter reboiler ini disensing atau dideteksi oleh PT039. Sinyal yang terdeteksi atau

terukur dari transmitter ini diteruskan ke PSLL039 untuk diteruskan ke PLC. Pressure 039 memiliki

range nilai yang besarnya 0,00 – 0,20 Kg/Cm²g dan nilai setting / set point nya 0,07 Kg/Cm²g. Jika

pressure 039 turun atau pressure low low dari limit setting nya maka akan langsung terjadi trip

tanpa ada toleransi lagi, karena pada bagian inilah merupakan bagian dari fuel gas dan merupakan

bagian main dari furnace untuk proses pembakaran. . Tindakan yang dilakukan saat terjadi trip

adalah menutupnya valve UV023 & UV024 pada bagian fuel gas.

3. Naphtha Splitter Bottom 31FSLL028A,B,C

FSLL singkatan dari Flow Switch Low Low, yang hanya akan bekerja apabila nilai aliran

low low dari limit settingnya. Aliran pada bagian ini dihubungkan dengan reactor reboiler heater

shutdown (UC002) yang diatur oleh PLC. Untuk nilai hasil pengukuran flow yang terdapat pada

FI028A~C serta nilainya dapat dilihat di DCS. Aliran pada naphtha splitter bottom ini di sensing

oleh flow transmitter FT028A~C untuk kemudian memberikan sinyal kepada FSLL028, apakah

nilai pengukuran tersebut masih dalam batas aman dari nilai setting. Flow 028 memiliki range nilai

Page 67: Safeguard System pada Furnace 31 - F- 103 Naphtha Processing Unit PT PERTAMINA RU VI Balongan

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012

67

aliran sebesar 0,00 – 130,00 Ton/H dan untuk nilai settingnya 39,00 Ton/H. Jika flow rate nya tidak

sampai atau di bawah dari nilai setting, maka akan berjalannya sistem safeguarding. Pada

FSLL028, jika hanya 1 saja yang mengalami gangguan maka sistem tidak akan terjadi trip, namun

jika 2 dari ketiga FSLL028 tersebut mengalami gangguan baru akan terjadi trip system. Tindakan

yang dilakukan jika trip system berlaku pada bagian ini adalah valve UV015 & UV016 untuk fuel

gas ditutup, valve UV019 & UV020 untuk fuel gas ditutup, valve UV023 & UV024 untuk fuel gas

ditutup, kemudian reactor reboiler heater shutdown UC002 di trip kan dan aksi yag terakhir adalah

stripper reboiler heater UC003 di trip juga.

4.2 Analisa Data Dengan Interlock Logic Diagram.

Seperti yang sudah di jelaskan sebelumnya, bahwa safeguard dan interlock logic

digunakan untuk mengamankan unit proses, peralatan dari kerusakan fatal, dan keselamatan

operator. Apabila salah satu variabel safeguard tidak normal, maka sistem akan memberikan

indikasi alarm (untuk kondisi yang bisa ditolerir) dan sistem akan men-shutdown peralatan (untuk

kondisi yang tidak bisa ditolerir). Pada system pengaman variable interlock sistem akan

memberikan sinyal apabila salah satu kondisinya adalah tidak normal, maka mesin tidak akan bisa

dijalankan. Untuk interlock logic diagram yang akan dibahas, hanyalah proses trip yang terjadi

untuk PALL042 (Pressure Alarm Low Low), yang mana pada system alarm tersebut dipengaruhi

oleh hasil pembacaan yang dilakukan oleh pressure transmitter yang terdiri dari PT042 A~C,

kemudian hasil pembacaan di ruangan control atau DCS ditunjukkan oleh bacaan dari Pressure

Indicator yaitu, PI042A ~C. Pada Interlock Logic Diagram terdapat 5 bagian, yaitu :

a. INPUT

Input merupakan masukkan yang hasil pembacaan di lapangan yang digunakan untuk

proses control pada safeguard system ini. Nilai yang menjadi masukkan masih dalam bentuk nilai

analog, misalkan di lapangan yang diukur adalah tekanan, maka nilai yang di ukur masih dalam

bentuk kg/cm2 atau psig untuk kemudian di lakukan konversi ke dalam angka digital sehingga nilai

hasil pengukuran tersebut dapat diolah oleh block function.

b. SOFT INPUT

Soft input adalah nilai masukkan yang berasal dari software dalam hal ini berasal dari PLC

dengan nilai berupa angka digital, yang merupakan bilangan integer yang nilai nya berkisar antara

Page 68: Safeguard System pada Furnace 31 - F- 103 Naphtha Processing Unit PT PERTAMINA RU VI Balongan

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012

68

819 – 4095. Yang kemudian nilainya di olah oleh block function yang terdiri dari logic gate, antara

lain OR, AND, NOT, RS Flip – Flop, NOT dll.

c. PROCESS

Pada bagian process ini dilakukan penghitungan, pengolahan ataupun pengendalian secara

logic dengan menggunakan block function yang mana angka yang di olah adalah angka digital.

Block function terdiri dari logic gate, antara lain OR, AND, NOT, RS Flip – Flop, NOT dll. Pada

bagian ini juga terdapat pengalamatan yang ditandai dengan kode huruf M, yang berarti memori.

Memori menandakan bahwa hasil pengolahan data tidak di eksekusi, melainkan hanya di

alamatkan ke alamat PLC lainnya, untuk dilakukan proses berikutnya sebelum dikeluarkan menjadi

soft output ataupun output.

d. SOFT OUTPUT

Soft output berisi angka yang hanya berupa indicator yang terbaca di DCS. Kode huruf D

menandakan bahwa ini merupakan soft output yang besar nilai nya adalah angka digital. s

e. OUTPUT

Output merupakan hasil dari pembacaan serta control yang nilainya berupa parameter fisis

yang analog, dan biasanya nilai keluaran nya berupa sinyal listrik analog 4 – 20 mA yang digunakan

untuk mengontrol final element di lapangan, biasanya untuk menutup atau membuka valve.

Penjelasan diatas merupakan bagian – bagian dari program interlock nya saja, sedangkan

untuk bagian secara hardware terdiri dari bagian sensing element lengkap dengan pengondisi

sinyalnya dan indicator dilapangan hasil pengukurannya, bentuknya berupa transmitter. Kemudian

bagian pengolah sinyal dilakukan oleh PLC atau DCS yang memberikan perintah control, dengan

mengeset nilai set point sebagai acuan atau nilai yang seharusnya dicapai, jika tidak dicapai maka

baru proses control dilakukan hingga mendekati nilai set point, namun jika nilai tersebut telah

dicapai, maka proses control tidak dilakukan sehingga system cenderung konstan. Nilai yang di

atur pada pengondisi sinyal berupa data atau angka digital. Kemudian angka yang di olah itu di

konversi kembali menjadi nilai analog, yang digunakan untuk mengatur actuator di lapangan. Pada

safeguard system ini, mayoritas actuator yang digunakan adalah berupa control valve.

Page 69: Safeguard System pada Furnace 31 - F- 103 Naphtha Processing Unit PT PERTAMINA RU VI Balongan

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012

69

1. Pilot Pressure Splitter Reboiler 31 - PSLL - 042A~C

a. PT-042A~C Trip Setting

Gambar 4.12 Interlock diagram PT-042A~C

Pada bagian PT042A~C trip setting ini mensensing atau mendeteksi nilai pressure dari

bagian pilot gas yang menuju ke furnace 31 – F 103. Nilai hasil sensing pressure transmitter dari

lapangan tersebut lalu dikirimkan ke PLC yang ada di OS (Out Station 17), nilai tersebut masuk

terlebih dahulu ke bagian M/R Rack untuk dilakukan pengolahan data untuk kemudian dikirimkan

ke bagian ESD Rack sebelum masuk ke control room dalam bentuk soft output.

Page 70: Safeguard System pada Furnace 31 - F- 103 Naphtha Processing Unit PT PERTAMINA RU VI Balongan

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012

70

Pada diagram interlock nilai masukkan yang didapat kan oleh hasil pengukuran PT042A~C ini

akan masuk ke block function Tx_LL yang berfungsi sebagai pengirim data low low. Data dari

transmitter tadi masuk ke input, untuk kemudian diproses apakah nilai ini masih dalam range 0,00

– 1,80 Kg/Cm2g. Nilai range maximum pada block func ini masuk ke EU_MAX, untuk nilai range

minimum masuk ke EU_MIN. Dan kemudian di bandingkan dengan nilai setting atau set point 0,5

Kg/Cm2g pada block function ditunjukkan oleh TRIP_SP. Apabila nilai pengukuran low low dari

nilai limit setting nya, maka nilai dari TRIP berlogika 1 dan kemudian masuk ke memori

M31PSLL042A. Dengan kata lain nilai tersebut di alamatkan ke suatu memori , nilai yang keluar

disini merupakan nilai digital hasil pengukuran transmitter.

Kemudian ada juga nilai yang hanya dialamatkan untuk proses membaca atau dengan

tujuan sebagai indicator yang nilai nya berupa nilai analog ayang telah dikonversi ke dalam

bilangan integer yang sebelumnya adalah nilai parameter listrik 4 – 20 mA hasil pengukuran

transmitter dilapangan. Nilai tersebut dikeluarkan oleh PV (Process Value) yang dialamatkan ke

dalam M31PI042A, ini menunjukkan bahwa hanya dialamatkan untuk menjadi indicating.

Kemudian nilai yang akan diproses lebih lanjut secara digital keluar melalui PV_DCS (Process

Value to DCS), jadi nilai ukur yang telah dikonversi ke nilai digital ini dikirimkan ke DCS. Lalu

Tx_LL(Transmitter Low Low) mengirimkan nilai yang berbentuk Boolean, yaitu yang memberikan

nilai logika tinggi atau rendah ataupun true atau false. Nilai dari Tx_LL ini dikirimkan ke

D31PSLL042A_OR yang kemudian dilakukan aksi berikutnya kedalam proses Naphtha Splitter

Reboiler Heater ShutDown.

Page 71: Safeguard System pada Furnace 31 - F- 103 Naphtha Processing Unit PT PERTAMINA RU VI Balongan

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012

71

b. Naphtha Splitter Reboiler Heater ShutDown

Gambar 4.13 Interlock diagram Naphtha Splitter Reboiler Heater ShutDown

Hand Switch 021A,B untuk Emergency Shut Down.

Nilai input ini didapatkan U31HS021A dan U31HS021B yang merupakan Hand Switch

yang ada dilapangan dan di control room yang berguna sebagai Emergency Shut Down (ESD).

Kedua nya di AND kan. Nilai output dari AND001 menjadi nilai input untuk block function TON

(Timer ON). Block function ini berfungsi untuk memberikan waktu delay saat kondisi IN bernilai

true, maka nilai Q tidak langsung bernilai true juga, namun terdapat delay time yang lama delay

nya ditentukan oleh PT(Pulse Time). Hal ini dilakukan untuk memastikan (make sure) bahwa pada

sistim memang terjadi gangguan sehingga harus dilakukan Shutdown. Pada interlock diagram ini,

nilai delay yang diberikan adalah T#3S, yang berarti delay selama 3 detik. Nilai keluaran Q dari

block function ini langsung dijadikan soft output dan output. Pada soft output nilai keluaran

dikirimkan ke D31HA021 yang ada pada DCS dan nilai outputnya diteruskan ke U31HA021A

yang berfungsi untuk mendrive sistem melakukan Emergency Shut Down.

Page 72: Safeguard System pada Furnace 31 - F- 103 Naphtha Processing Unit PT PERTAMINA RU VI Balongan

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012

72

Input U31BPSLL042A~C untuk Mengatur Pilot Gas

Nilai dari U31BPSLL042A ini menjadi nilai input di sistem ini yang kemudian di OR kan

dengan nilai dari M31PSLL042A yang merupakan nilai yang terdapat di bagian TRIP. Pada

gerbang logika OR003, jika salah satu masukan bernilai 1 atau true (logika tinggi), maka nilai

outputnya pun akan bernilai 1.

Nilai dari U31BPSLL042B ini menjadi nilai input di sistem ini yang kemudian di OR kan

dengan nilai dari M31PSLL042B yang merupakan nilai yang terdapat di bagian TRIP. Pada

gerbang logika OR004, jika salah satu masukan bernilai 1 atau true (logika tinggi), maka nilai

outputnya pun akan bernilai 1.

Nilai dari U31BPSLL042C ini menjadi nilai input di sistem ini yang kemudian di OR kan

dengan nilai dari M31PSLL042C yang merupakan nilai yang terdapat di bagian TRIP. Pada

gerbang logika OR005, jika salah satu masukan bernilai 1 atau true (logika tinggi), maka nilai

outputnya pun akan bernilai 1.

Setelah di OR kan, nilai tersebut masuk ke dalam block function V2oo3,nilai IN1 diperoleh

dari OR003, nilai IN2 diperoleh dari OR004 dan nilai IN3 diperoleh dari OR005. Block function

ini digunakan untuk kondisi jika 2 dari 3 nilai input mengandung nilai yang berlogika sama, maka

nilai outputnya adalah sama dengan nilai kedua input tersebut ataupun jika nilai ketiga output

tersebut bernilai logika yang sama, maka nilai output nya adalah sama dengan ketiga nilai logika

input tersebut. Misalkan saja nilai IN1 dan IN2 bernilai 1, sedangkan nilai IN3 bernilai 0, maka

nilai outputnya adalah 1.

Nilai keluaran dari block function V2oo3 ini masuk kedalam nilai input block function

TOF. Block function TOF berfungsi ketika input bernilai false atau logika rendah, yang bertujuan

agar memberikan time delay sampai nilai output pulsa nya juga bernilai false. Besar nya nilai PT

(Pulse Time) berfungsi untuk memberikan seberapa lama kah delay waktu yang diperlukan dan

nilai nya berupa waktu dalam second. Pada block function ini, nilai delay yang diberikan sebesar

T#3S, yang berarti nilai pulse time nya sebesar 3 second. Nilai keluarannya akan keluar melalui

Q (Output Pulse) dalam bentuk logika tinggi atau rendah. Kemudian ET(Elapsed Time) digunakan

Page 73: Safeguard System pada Furnace 31 - F- 103 Naphtha Processing Unit PT PERTAMINA RU VI Balongan

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012

73

sebagai penentu waktu yang diperlukan saat nilai IN berlogika rendah dan Q berlogika tinggi. Nilai

output Q ada yang langsung digunakan sebagai soft output yang kirimkan ke D31PALL042 dan

juga dijadikan hard output sebagai pengontrol final element yang berfungsi sebagai actuator

dilapangan. Sedangkan nilai output dari Q yang masuk ke block function OR, di OR kan dengan

nilai input dari U31BUC005 yang merupakan Unit Control dan terdapat pada PLC yang ada di OS.

Nilai keluaran dari OR kemudian di AND kan dengan nilai keluaran AND001, untuk kemudian

nilai keluaran AND009 menjadi nilai input untuk nilai R1(reset).

Pada block RS ini nilai S(Set) didapatkan dari nilai keluaran U31HS101 atau handswitch

yang ada dilapangan maupun control room. Yang mana block function RS berfungsi untuk

mengatur nilai set dan reset nya. Nilai keluaran Q1 akan bernilai logika tinggi / true apabila nilai S

= true dan R1 = false, berarti nilai di set atau dikeluarkan dengan nilai logika tinggi / true. Namun

jika nilai S dan R1 selain itu, maka kondisi adalah melakukan reset atau dikeluarkan nilai logika

rendah / false. Nilai keluaran dari Q1 ada yang langsung di alamatkan ke alamat

PL_31UC5_7_31UC5_8. Nilai keluaran Q1 di OR011 kan dengan nilai dari U31BUY025 yang

digunakan untuk mengatur control solenoid valve dan akan menutup ketika terjadi trip agar saluran

pilot gas ditutup.

Nilai output dari OR akan di AND012 kan dengan nilai dari M31UY025_OL dan

M31TRIP_SYSTEM. Nilai input ketiga nya harus sama jika diinginkan kondisi yang sama.

Misalkan diinginkan logika tinggi atau true maka ketiga nilai inputnya juga harus true. Nilai

keluaran nya digunakan sebagai soft output D31UY025 dan hard output yaitu U31UY025A, dan

U31UY025B yang merupakan final element yang berupa solenoid valve. Aksi yang dilakukan saat

terjadi trip adalah menutupnya solenoid valve, karena tipe valve yang digunakan adalah FC (Failure

Close). Bagian yang ditutup adalah tekanan pilot gas ke 31 – F – 103. Nilai keluaran Q1 dari block

function RS di OR013 kan dengan U31BUY026.

Nilai keluaran OR013 di AND014 kan dengan nilai dari M31UY026_OL dan nilai keluaran

dari M31TRIP_SYSTEM. Nilai keluarannya berupa soft output dan output. Nilai soft output masuk

ke D31UY026 dan output nya digunakan untuk mengontrol U31UY026A dan U31UY026B yang

berupa solenoid valve. Aksi yang dilakukan saat terjadi trip adalah menutupnya solenoid valve,

Page 74: Safeguard System pada Furnace 31 - F- 103 Naphtha Processing Unit PT PERTAMINA RU VI Balongan

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012

74

karena tipe valve yang digunakan adalah FC (Failure Close). Bagian yang ditutup adalah tekanan

pilot gas ke 31 – F – 103.

2. Fuel Gas Splitter Reboiler 31PSLL039

PT-039 Trip Setting

Gambar 4.14 PT-039 TRIP SETTING

Pada bagian PT039 trip setting ini mensensing atau mendeteksi nilai pressure dari bagian

fuel gas yang menuju ke furnace 31 – F 103. Nilai hasil sensing pressure transmitter dari lapangan

tersebut lalu dikirimkan ke PLC yang ada di OS (Out Station 17), nilai tersebut masuk terlebih

dahulu ke bagian M/R Rack untuk dilakukan pengolahan data untuk kemudian dikirimkan ke

bagian ESD Rack sebelum masuk ke control room dalam bentuk soft output.

Pada diagram interlock nilai masukkan yang didapat kan dari hasil pengukuran PT039 ini

akan masuk ke block function Tx_LL yang berfungsi sebagai pengirim data low low. Data dari

transmitter tadi masuk ke input, untuk kemudian diproses apakah nilai ini masih dalam range 0,00

– 0,20Kg/Cm2g. Nilai range maximum pada block func ini masuk ke EU_MAX, untuk nilai range

minimum masuk ke EU_MIN. Dan kemudian di bandingkan dengan nilai setting atau set point

0,07Kg/Cm2g pada block function ditunjukkan oleh TRIP_SP. Apabila nilai pengukuran low low

dari nilai limit setting nya, maka nilai dari TRIP berlogika 1 dan kemudian masuk ke memori

M31PSLL039. Dengan kata lain nilai tersebut di alamatkan ke suatu memori , nilai yang keluar

disini merupakan nilai digital hasil pengukuran transmitter. Kemudian ada juga nilai yang hanya

dialamatkan untuk proses membaca atau dengan tujuan sebagai indicator yang nilai nya berupa

Page 75: Safeguard System pada Furnace 31 - F- 103 Naphtha Processing Unit PT PERTAMINA RU VI Balongan

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012

75

nilai analog ayang telah dikonversi ke dalam bilangan integer bernilai 819 – 4095 yang sebelumnya

adalah nilai parameter listrik 4 – 20 mA hasil pengukuran transmitter dilapangan. Nilai tersebut

dikeluarkan oleh PV (Process Value) yang dialamatkan ke dalam M31PI039, ini menunjukkan

bahwa hanya dialamatkan untuk menjadi indicating. Kemudian nilai yang akan diproses lebih

lanjut secara digital keluar melalui PV_DCS (Process Value to DCS), jadi nilai ukur yang telah

dikonversi ke nilai digital ini dikirimkan ke DCS. Lalu Tx_LL(Transmitter Low Low) mengirimkan

nilai yang berbentuk Boolean, yaitu yang memberikan nilai logika tinggi atau rendah ataupun true

atau false. Nilai dari Tx_LL ini dikirimkan ke D31PSLL039_OR yang kemudian dilakukan aksi

berikutnya kedalam proses Naphtha Splitter Reboiler Heater Shut Down.

Naphtha Splitter Reboiler Heater ShutDown

Gambar 4.15 Interlock diagram Naphtha Splitter Reboiler Heater ShutDown

Input M31PSLL039 untuk Shut Down System

Nilai input dari M31PSLL039 masuk MOVE001 untuk dipindahkan menjadi nilai soft

output dan output. Nilai soft output dimasukan ke D31PALL039 dan output dimasukkan ke

U31PALL039A.

Nilai input yang digunakan berasal dari M31PSLL039 dan U31BPSLL039. Kedua nilai ini

kemudian di OR002 kan. Nilai output dari OR002 menjadi nilai masukan untuk OR003. Nilai input

tersebut di OR kan dengan nilai U31BUC005. Nilai keluaran OR003 tersebut menjadi nilai

Page 76: Safeguard System pada Furnace 31 - F- 103 Naphtha Processing Unit PT PERTAMINA RU VI Balongan

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012

76

masukan untuk AND009. Nilai ini di AND kan dengan nilai dari PL_31UC5_7_31UC5_8 dan

PL_31UC5_8_31UC3_5. Nilai keluran dari AND009 ini menjadi nilai input R1(reset) pada block

function RS010. Untuk nilai input S(set) di dapatkan dari U31HS101 yang merupakan hand switch.

Hand switch ini juga terdapat pada sheet 31, 33, 34, 37, 38, 42, 43, 46 yang digunakan untuk unit

31 reset PB. Nilai keluaran ini digunakan menjadi soft output D31UA005 dan output U31UA005A.

Nilai keluaran ini akan digunakan untuk men shut down naphtha splitter reboiler heater.

Trip saat Low Pilot Fuel Gas Pressure

Nilai output block function RS sebagian di gunakan lagi menjadi nilai inputan, yang di

OR011 kan dengan U31BUY023 (MOS 31- UY- 023) . Kemudian nilai tersebut di AND012 kan

dengan nilai dari M31UY023_OL yang merupakan online test pada solenoid valve 31 – UY – 023.

Dan nilai input dari M31TRIP_SYSTEM. Nilai keluarannya akan berlogika tinggi atau true jika

ketiga nilai tersebut berlogika tinggi. Nilai keluarannya digunakan sebagai soft output pada

D31UY023 dan output pada U31UY023A untuk mengatur solenoid valve 23A dan U31UY023B

untuk mengatur solenoid valve 23B. Aksi atau tindakan saat terjadi trip pada sistem adalah, ditutup

nya valve 31UY023A dan 31UY023B yang sehingga fuel gas tidak sampai ke furnace 31- F -103

.

3. Naphtha Splitter Bottom 31FSLL028A,B,C

FT-028 Trip Setting

Page 77: Safeguard System pada Furnace 31 - F- 103 Naphtha Processing Unit PT PERTAMINA RU VI Balongan

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012

77

Gambar 4.16 FT-039 TRIP SETTING

Pada bagian 31FSLL028A~C terdapat 3 transmitter yang mendeteksi parameter fisis

sebagai masukkan pada safeguarding system. Ketiga transmitter itu antara lain FT – 028A , FT –

028B, dan FT – 028C. Nilai hasil pengukuran dari ketiga transmitter tersebut digunakan sebagai

nilai masukan yang sebelumnya telah di konversi menjadi nilai bilangan integer antara 819 – 4095

yang sebelumnya sinyal transmisi dalam bentuk parameter analog yaitu 4 – 20 mA. Nilai input ini

didapat dari U31FSLL028A~C.

Pada diagram interlock nilai masukkan yang didapat kan dari hasil pengukuran FT028A~C

ini akan masuk ke block function Tx_LL yang berfungsi sebagai pengirim data low low. Data dari

transmitter tadi masuk ke input, untuk kemudian diproses apakah nilai ini masih dalam range 0,00

– 130,0 Ton / H. Nilai range maximum pada block func ini masuk ke EU_MAX, untuk nilai range

minimum masuk ke EU_MIN. Dan kemudian di bandingkan dengan nilai setting atau set point

39,0 Ton/H pada block function ditunjukkan oleh TRIP_SP. Apabila nilai pengukuran low low dari

nilai limit setting nya, maka nilai dari TRIP berlogika 1 dan kemudian masuk ke memori

Page 78: Safeguard System pada Furnace 31 - F- 103 Naphtha Processing Unit PT PERTAMINA RU VI Balongan

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012

78

M31FSLL028A~C. Dengan kata lain nilai tersebut di alamatkan ke suatu memori , nilai yang

keluar disini merupakan nilai digital hasil pengukuran transmitter.

Kemudian ada juga nilai yang hanya dialamatkan untuk proses membaca atau dengan

tujuan sebagai indicator yang nilai nya berupa nilai analog ayang telah dikonversi ke dalam

bilangan integer bernilai 819 – 4095 yang sebelumnya adalah nilai parameter listrik 4 – 20 mA

hasil pengukuran transmitter dilapangan. Nilai tersebut dikeluarkan oleh PV (Process Value) yang

dialamatkan ke dalam M31FI028A, ini menunjukkan bahwa hanya dialamatkan untuk menjadi

indicating. Kemudian nilai yang akan diproses lebih lanjut secara digital keluar melalui PV_DCS

(Process Value to DCS), jadi nilai ukur yang telah dikonversi ke nilai digital ini dikirimkan ke

DCS. Lalu Tx_LL(Transmitter Low Low) mengirimkan nilai yang berbentuk Boolean, yaitu yang

memberikan nilai logika tinggi atau rendah ataupun true atau false. Nilai dari Tx_LL ini dikirimkan

ke D31FSLL039_OR yang kemudian dilakukan aksi berikutnya kedalam proses Naphtha Splitter

Reboiler Heater Shut Down.

Naphtha Splitter Reboiler Heater ShutDown

Gambar 4.17 Interlock diagram Naphtha Splitter Reboiler Heater ShutDown

Page 79: Safeguard System pada Furnace 31 - F- 103 Naphtha Processing Unit PT PERTAMINA RU VI Balongan

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012

79

Input Flow Transmitter saat Feed Pass Flow

Nilai input IN1 didapatkan dari nilai pada U31BFSLL028A dan M31FSLL028A yang di

OR kan.Nilai input IN2 didapatkan dari nilai pada U31BFSLL028B dan M31FSLL028B yang di

OR kan. Nilai input IN3 didapatkan dari nilai pada U31BFSLL028C dan M31FSLL028C yang di

OR kan.

Ketiga nilai input ini IN1 ,IN2 ,IN3 yang di OR kan masing – masing tadi, menjadi nilai

input pada block function V2oo3. Jika nilai input ada 2 atau lebih yang nilai nya sama, mka nilai

tersebut akan menjadi nilai keluarannya. Jika IN1 dan IN2 bernilai true, maka nilai output nya akan

bernilai true. Begitu pula jika nilai ketiga input bernilai true , maka keluarannya bernilai true.

Nilai keluaran dari block function V2oo3 di OR kan. Nilai keluaran dari block function OR

sebagian di alamatkan dan sebagian lagi di jadikan masukkan untuk block function AND. Bagian

yang dialamatkan pada PL_31UC5_8_31UC2_3 dan PL_31UC5_8_31UC3_5.

Nilai keluaran dari OR008 menjadi nilai masukan dan di AND kan dengan nilai dari

PL_31UC5_7_31UC5_8 dan nilai keluaran dari OR003. Nilai output ini, akan digunakan sebagai

nilai R1(reset) pada block function RS010.

Nilai masukkan untuk set (S) di dapat dari U31HS101 yang merupakan unit 31reset PB.

Sedangkan nilai masukkan reset (R1). Block function ini berfungsi sebagai pengesetan nilai set

dan reset. Nilai keluaran block function ini melalui Q1. Nilai Q1 masuk ke block function dan

sebagian lagi langsung menjadi soft output dan output. Soft output yaitu D31UA005 dan output

yaitu U31UA005A yang menjadi final element dan berguna sebagai naphtha splitter reboiler

heater Shut Down.

Nilai masukan pada block function ini didapatkan dari nilai keluaran block function RS010

dan U31BUY023 yang merupakan MOS 31-UY-023.

Nilai keluaran OR011, M31UY023_OL yang digunakan untuk online test, dan nilai

M31TRIP_SYSTEM akan digunakan sebagai nilai masukan pada block diagram AND012. Nilai

Page 80: Safeguard System pada Furnace 31 - F- 103 Naphtha Processing Unit PT PERTAMINA RU VI Balongan

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012

80

keluaran dari block function ini menjadi soft output dan output. Nilai soft output pada D31UY023

dan nilai output dikirimkan ke U31UY023A dan U31UY023B yang fungsinya untuk menutup

solenoid valve pada aliran fuel gas.

Nilai keluaran RS010 dan nilai U31BUY024 digunakan sebagai nilai masukkan yang

kemudian di OR kan. Dan setelah di OR kan, nilai keluarannya dijadikan nilai masukkan block

function AND014. Nilai keluaran OR013 , M31UY024_OL yang digunakan sebagai online test

dan M31TRIP_SYSTEM digunakan sebagai nilai masukkan pada block function ini. Nilai keluaran

dari block function ini digunakan sebagai soft output D31UY024 dan output U31UY024A dan

U31UY024B yang merupakan solenoid valve yang menutup aliran fuel gas saat terjadi trip.

4.3 Data Real Interlock Logic Diagram dengan Software TriStation 1131.

PLC yang terdapat di OS 17 secara keseluruhan terdapat di dalam 9 chassis, yang salah satu

fungsinya adalah untuk mengatur safeguarding system yang diletakkan pada rack tertentu. Terlihat

pada gambar bahwa kondisi operasi sedang berjalan normal, tidak ada alarm yang aktif.

Gambar 4.18 System Overview

Pada bagian ini menunjukkan bagian dari PLC Triconex yang membaca sistem yang sedang

berjalan baik yang normal maupun saat terjadi trip.Pada gambar di bawah ini adalah kondisi

dimana sistim sedang beroperasi dengan normal. Keadaan normal tersebut dapat diketahui dari

Page 81: Safeguard System pada Furnace 31 - F- 103 Naphtha Processing Unit PT PERTAMINA RU VI Balongan

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012

81

warna indicator pada jalur Tx_TRBL dan TRIP yang berwarna hijau. Warna hijau ini menandakan

bila tidak aktif, namun sebaliknya jika jalur berwarna merah, maka terjadi kegagalan pada sistem.

Nilai yang terukur pada pressure transmitter adalah bilangan integer yang bernilai 2834. Yang

mana nilai tersebut adalah hasil konversi dari nilai arus 4 – 20 mA. Nilai integer itu kemudian

kembali di konversi menjadi nilai satuan tekanan dalam Kg/Cm2g.

Gambar 4.19 PT-042A Trip Setting

Nilai integer tadi jika dikonversi menjadi arus listrik adalah sebesar :

Nilai Arus = (2834−819

4095−819 x (20 - 4) ) + 4 = 13,84112 mA

Arus yang dikirim kan transmitter adalah sebesar 13,84112 mA. Kemudian untuk mengetahui nilai

tersebut dalam range nilai tekanan, maka perlu dilakukan konversi nilai arus atau nilai integer itu

kedalam satuan tekanan yaitu dalam Kg/Cm2g. Nilai hasil konversi nya adalah,

Tekanan = 2834−819

4095−819 𝑥 1,8 = 1,107𝐾𝑔/𝐶𝑚2

Gambar dibawah ini adalah interlock logic diagram untuk ESD Naphtha Splitter Reboiler Heater.

Jalur berwarna hijau menandakan bahwa jalur tersebut aktif atau berlogika tinggi (true). Sedangkan

jalur yang berwarna merah menandakan hal yang sebaliknya. Pada block function OR terlihat jika

Page 82: Safeguard System pada Furnace 31 - F- 103 Naphtha Processing Unit PT PERTAMINA RU VI Balongan

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012

82

salah satu atau kedua nilai masukkan berlogika tinggi , maka keluaran akan bernilai logika tinggi

juga. Kemudian nilai TON dan TOF akan bekerja atau aktif jika nilai masukkan nya berlogika

tinggi (true).

Gambar 4.20 Emergency Shut Down pada 31PT042

Nilai output dari AND001 menjadi nilai input untuk block function TON (Timer ON).

Block function ini berfungsi untuk memberikan waktu delay saat kondisi IN bernilai true, maka

nilai Q tidak langsung bernilai true juga, namun terdapat delay time yang lama delay nya ditentukan

oleh PT(Pulse Time). Hal ini dilakukan untuk memastikan (make sure) bahwa pada sistim memang

terjadi gangguan sehingga harus dilakukan Shutdown. Pada interlock diagram ini, nilai delay yang

diberikan adalah T#3S, yang berarti delay selama 3 detik. Nilai keluaran Q dari block function ini

langsung dijadikan soft output dan output. Pada soft output nilai keluaran dikirimkan ke D31HA021

yang ada pada DCS dan nilai outputnya diteruskan ke U31HA021A yang berfungsi untuk

mendrive sistem melakukan Emergency Shut Down.

Gambar di bawah ini adalah data aktual dari lapangan yang terbaca di OS 17, sempat terjadi

gangguan pada sistem dengan di aktifkannya alarm. Gangguan terjadi pada unit 32 yaitu pada

bagian M32FSLL019A, dan U32TC344. Sedangkan pada bagian S32JY344 sempat dilakukan

heater off karena terjadi gangguan.

Page 83: Safeguard System pada Furnace 31 - F- 103 Naphtha Processing Unit PT PERTAMINA RU VI Balongan

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012

83

Gambar 4.21 Sequence of Events Recorder

Terlihat bahwa setiap kejadian actual yang terjadi, baik normal maupun tidak normal,

kondisi tersebut selalu ter record oleh Sequence of Events Recorder yang merecording tiap waktu.

Fasilitas ini memang sudah tersedia dari PLC triconex ini. Pada sisi hardwarenya, PLC tersebut

diletakkan di sebuah rack lemari yang berisi banyak slot PLC. Gambar dibawah ini menunjukan

letak indicator instrument yang aktif dilapangan, pada slot yang berbeda sesuai dengan fungsinya

masing – masing.

Gambar 4.22 ESD rack Gambar 4.23 Letak Indikator pada PLC

Page 84: Safeguard System pada Furnace 31 - F- 103 Naphtha Processing Unit PT PERTAMINA RU VI Balongan

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012

84

Dari gambar 4.22, terlihat PLC Triconex secara hardware. Pada rack tersebut, PLC di bagi menjadi

bagian – bagian pengelompokan untuk memudahkan saat ingin melihat indikatornya, yaitu chasis,

slot dan point. Kemudian letak indicator tersebut di berikan keterangan letak oleh gambar 4.23.

untuk bagian yang dibahas adalah U31PSLL042A,B,C, U31FSLL028A,B,C dan U31PSLL039.

Letak indicator U31PSLL042A digunakan untuk mendeteksi apabila tekanan low dari limit setting

nya, yang ada pada pilot gas. Letak indikatornya ada pada chassis 1, slot dan point 10.

U31PSLL042A ini berfungsi sebagai input, jadi bentuk actual di lapangan adalah sebuah pressure

transmitter. Ketika LED indicator berwarna merah berarti sistem sedang aktif, atau dengan katain

sistem sedang beroperasi.

Letak indicator U31FSLL028A digunakan untuk mendeteksi apabila feed pass flow nya

low dari limit settingnya. Letak indikatornya ada pada chassis 1, slot 3 dan point 11.

U31FSLL028A ini berfungsi sebagai input, jadi bentuk actual di lapangan adalah sebuah flow

transmitter. Ketika LED indicator berwarna merah berarti sistem sedang aktif, atau dengan katain

sistem sedang beroperasi.

Page 85: Safeguard System pada Furnace 31 - F- 103 Naphtha Processing Unit PT PERTAMINA RU VI Balongan

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012

85

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari Kuliah Kerja Lapang ini didapatkan hasil analisa dan data yang dapat disimpulkan

seperti dibawah ini, yaitu:

1. Safeguard system sangat diperlukan pada unit-unit peralatan vital, khususnya pada

Furnace 31- F- 103. Hal ini bertujuan agar operasi proses dapat berjalan sesuai

prosedur yang dikehendaki dan dapat berjalan dengan aman.

2. Pemasangan safeguard system pada Furnace 31- F- 103 bertujuan untuk

melindungi peralatan furnace antara lain:

Mencegah terjadinya pembengkokan pada pipa-pipa dalam furnace.

Menghindari timbulnya ledakan pada furnace akibat kegagalan proses pembakaran.

Menghindari terjadinya pembakaran tidak sempurna dan efisiensi furnace yang

rendah.

3. Salah satu dari pengaman pada bagian PSLL039 aktif yaitu antara UV023 atau

UV024 fuel gas,maka seluruh sistem akan mengalami Shut Down.

4. Sistem Safe Guarding di Furnace F-202-01 telah menggunakan PLC yang memiliki

keunggulan :

Logika yang tidak terlalu rumit

SOE (Sequence Of Event) yang memonitoring proses ketika sistem safe guarding

bekerja.

5. Parameter yang dimonitor pada sistem safe guarding adalah:

31 – F – 103 Feed Pass Flow

Low Pilot Fuel Gas Pressure

31 – F – 103 Low Fuel Pressure

31 – F – 103 Manual S/D Local

Page 86: Safeguard System pada Furnace 31 - F- 103 Naphtha Processing Unit PT PERTAMINA RU VI Balongan

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012

86

5.2 Saran

Untuk proses keamanan yang lebih baik, diperlukan penambahan transmitter untuk masing-masing

furnace yang digunakan untuk mendeteksi aliran feed dalam pipa, karena apabila feed dalam

Furnace 011F-101A menurun dan berakibat trip pada furnace, maka hal ini akan berdampak

Furnace 011F-101B juga trip.

Page 87: Safeguard System pada Furnace 31 - F- 103 Naphtha Processing Unit PT PERTAMINA RU VI Balongan

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012

87

DAFTAR PUSTAKA

Andrew W.G & Willams H.B,”Applied Instrumentation In The Process Industries”, Volume II

Practical Guideines, 2nd Edition, Gulfpublishing Company

Anonim. “Dasar Inst & Proses Kontrol_BPST XVII”. Pertamina RU VI Balongan. 2007

Fisher, “Control Valve Handbook”, Emerson Process Management.

Gunterus, Frans. Falsafah Dasar: Sistem Pengendalian Proses. ElexMedia Komputindo.

Kardjono, S.A., Furnace dan Boiler, Diktat Akamigas Prodi Refinery Diploma III, Akamigas,

Cepu, 2005

Ogata, Katsuhiko. “Modern Control Engineering”, 3rd Edition, Prentice Hall International

Inc.1997.

Parura, Samuel LB, “Modul DCS Yokogawa Centum-XL”, Proyek Enjiniring. Pertamina UP VI

Balongan

Smith, Carlos A & Carripio, Armando B. “Principles And Practice Of Automatic Process

Control”, 2nd Edition, John Wiley & Sons, Inc.

Suta’at Ir, Safeguard System, BPST XI angkatan tahun 1987/1988, Pertamina UP IV Cilacap, 1987

Trambouze, Pierre, Petroleum Refining 4, Materials and Equipment, IFP, 2000

Page 88: Safeguard System pada Furnace 31 - F- 103 Naphtha Processing Unit PT PERTAMINA RU VI Balongan

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012

88

LAMPIRAN

Interlock Logic Diagram

Page 89: Safeguard System pada Furnace 31 - F- 103 Naphtha Processing Unit PT PERTAMINA RU VI Balongan

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012

89

Page 90: Safeguard System pada Furnace 31 - F- 103 Naphtha Processing Unit PT PERTAMINA RU VI Balongan

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012

90

Page 91: Safeguard System pada Furnace 31 - F- 103 Naphtha Processing Unit PT PERTAMINA RU VI Balongan

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012

91

Page 92: Safeguard System pada Furnace 31 - F- 103 Naphtha Processing Unit PT PERTAMINA RU VI Balongan

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012

92

Page 93: Safeguard System pada Furnace 31 - F- 103 Naphtha Processing Unit PT PERTAMINA RU VI Balongan

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012

93

Page 94: Safeguard System pada Furnace 31 - F- 103 Naphtha Processing Unit PT PERTAMINA RU VI Balongan

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012

94

Page 95: Safeguard System pada Furnace 31 - F- 103 Naphtha Processing Unit PT PERTAMINA RU VI Balongan

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012

95

Page 96: Safeguard System pada Furnace 31 - F- 103 Naphtha Processing Unit PT PERTAMINA RU VI Balongan

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012

96

Blok Diagram Proses