rumah bapak made keprok

20
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bali merupakan salah satu wilayah yang terkenal dengan rumah tradisionalnya. Rumah tradisional Bali memiliki makna yang dalam dan memiliki sejarah yang panjang dalam perkembangannya. Rumah tradisonal Bali mengalami beragam transformasi yang menyesuaikan dengan kegaitan penggunanya. Terlebih lagi, pada masa kini semakin sedikit masyarakat yang bekerja sebagai petani, sangat kontras dengan kegiatan masa lalu. Transformasi kegiatan ini juga mengubah arsitektur tradisional menjadi arsitektur modern. Perubahan ini tentunya menjadi hal yang cukup signifikan dalam transformasi rumah tradisional Bali. Oleh karena itu, panulis akan menjabarkan transformasi tersebut secara kuantitatif dan kualitatif dalam makalah ini. penulis mengambil satu contoh rumah yang telah bertransformasi menjadi rumah tradisional modern. Kemudian menjelaskan transformasinya dengan mengacu pada teori arsitektur tradisional, modern dan unsur kebudayaan. 1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah yang akan dibahas pada makalah ini, yakni : 1. Bagaimana perbedaan konsep rumah tradisional Bali dan rumah modern?

Upload: yoddy-agung

Post on 19-Dec-2015

47 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Pembahasan rumah tradisional bali yang bertransformasi

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bali merupakan salah satu wilayah yang terkenal dengan rumah tradisionalnya.

Rumah tradisional Bali memiliki makna yang dalam dan memiliki sejarah yang panjang

dalam perkembangannya. Rumah tradisonal Bali mengalami beragam transformasi yang

menyesuaikan dengan kegaitan penggunanya. Terlebih lagi, pada masa kini semakin sedikit

masyarakat yang bekerja sebagai petani, sangat kontras dengan kegiatan masa lalu.

Transformasi kegiatan ini juga mengubah arsitektur tradisional menjadi arsitektur

modern. Perubahan ini tentunya menjadi hal yang cukup signifikan dalam transformasi

rumah tradisional Bali.

Oleh karena itu, panulis akan menjabarkan transformasi tersebut secara kuantitatif dan

kualitatif dalam makalah ini. penulis mengambil satu contoh rumah yang telah

bertransformasi menjadi rumah tradisional modern. Kemudian menjelaskan transformasinya

dengan mengacu pada teori arsitektur tradisional, modern dan unsur kebudayaan.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang akan dibahas pada makalah ini, yakni :

1. Bagaimana perbedaan konsep rumah tradisional Bali dan rumah modern?

2. Bagaimana perubahan nilai dari arsitektur rumah tradisional Bali dan arsitektur rumah

modern?

3. Bagaimana perbedaan kondisi arsitektural (sirkulasi, tata ruang, ornament, dll) rumah

yang sudah bertransformasi dari rumah tradisional Bali menjadi rumah modern Bali?

1.3 Tujuan

Tujuan yang ingin dicapai dalam pembahasan makalah ini, yakni :

1. Mengetahui dan memahami konsep dan fungsi rumah tradisional Bali dan rumah

modern

2. Mengetahui dan memahami perubahan nilai dari arsitektur rumah tradisional Bali dan

arsitektur rumah modern

3. Mengetahui perbedaan kondisi arsitektural rumah yang sudah bertransformasi dari

rumah tradisional Bali menjadi rumah modern Bali.

1.4 Manfaat

1. Bagi pembaca, diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan tentang transformasi

rumah tradisional Bali dari segi konsep, fungsi, dan performanya.

2. Bagi penulis, diharapkan dapat memberi tambahan wawasan tentang arsitektur rumah

tradisonal Bali dan modern sehingga berguna kedepannya saat menjalankan profesi

arsitek.

1.5 Teknik Pengumpulan Data

Terdapat beberapa teknik pengumpulan data yang dilakukan terkait dengan pembahasan

makalah ini, yakni :

1. Teknik Wawancara, teknik ini dilakukan dengan mewawancarai pemilik ruimah.

2. Teknik Studi Literatur, teknik ini dilakukan dengan mencari literatur-literatur yang

terkait dengan rumah tradisonal Bali dan modern, baik melalui buku maupun halaman

web.

1.6 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan pada makalah ini menggunakan format 4 bab, sebagai berikut :

Bab I Pendahuluan

Pada bab ini berisi tentang gambaran umum isi makalah melalui beberapa subbab,

seperti latar belakang yang membahas tentang alasan dan pentingnya pembuatan

makalah ini, rumusan masalah, tujuan, manfaat berisi tentang variabel yang akan dibahas

pada bagian pembahasan, teknik pengumpulan data berisi tentang cara memperoleh data

mengenai rumah tradisional Bali, serta sistematika penulisan yang menjabarkan tentang

bagian-bagian dari makalah.

Bab II Literatur

Pada bab ini berisi tentang data yang diperoleh dari studi literatur mengenai rumah

tradisional Bali. Di bab ini juga akan dijabarkan tentang teori-teori yang berkaitan

variabel pembahasan, seperti teori tentang rumah modern, teori kebudayaan, dan teori

arsitektur rumah.

Bab III Pembahasan

Pada bab ini berisi tentang hasil analisa antara data dan teori yang telah didapatkan.

rumah akan dibahas dari dua aspek, yakni arsitektural dan kebudayaan. Secara

arsitektural akan dibahas melalui konsep, fungsi, material, dan struktur. Secara

kebudayaan akan dibahas melalui tujuh unsur-unsur kebudayaan, serta transformasinya

dari tradisional menuju modern.

Bab IV Penutup

Pada bab ini berisi tentang kesimpulan dari hasil pembahasan beserta saran yang

berkaitan dengan transformasi rumah tradisional Bali menajdi modern.

BAB II

LITERATUR

Pada subbab ini akan dibahas mengenai teori arsitektur tradisional Bali. Berikut

penjabarannya:

A. Tri Hita Karana

Menurut Dwijendra (2008 : 2) Tri Hita Karana berasal dari kata Tri yaitu tiga. Hita

yang berarti kemakmuran, baik, gembira, senang, dan lestari. Karana yaitu sebab, sumber,

atau penyebab. Jadi Tri Hita Karan berarti tiga unsur penyebab kebaikan yang meliputi :

a. Atma (roh atau jiwa).

b. Prana (tenaga).

c. Angga (jasad atau fisik).

Konsepsi Tri Hita Karana dipakai dalam pola ruang dan pola perumahan tradisional

bali yang diidentifikasi sebagai berikut:

a. Parahyangan, dalam arsitektur tradisional bali berupa tempat suci. Representasi

hubungan manusia dengan Tuhan (Atma).

b. Pawongan, dalam arsitektur tradisional bali berupa manusia. Representasi hubungan

manusia dengan manusia sesamanya yang harus senantiasa harmonis (Angga).

c. Palemahan, dalam arsitektur tradisional bali berupa pekarangan. Merepresentasikan

hubungan manusia dengan alam sekitarnya (Prana).

B. Tri Angga dan Tri Loka

Menurut Dwijendra (2008 : 4) Tri Angga berasal dari kata Tri yang berarti tiga

dan Angga yang berarti badan. Tri Angga terbagi menjadi :

a. Utama Angga (kepala).

b. Madya Angga (badan).

c. Nista Angga (kaki).

Tri Angga dalam bhuana agung (alam semesta) sering disebut dengan tri loka atau tri

mandala. Dalam kaitannya dengan arsitektur tradisional bali maka :

a. Utama Angga merupakan bagian atap.

b. Madya Angga merupakan bagian dinding.

c. Nista Angga merupakan bagian bebaturan.

C. Orientasi

Menurut Dwijendra (2008 : 6) dalam tata nilai arsitektur tradisional bali untuk

mencapai keselarasan antara bhuana agung dan bhuana alit berdasarkan pada tata nilai

hulu-teben. Konsep ini memiliki orientasi-orientasi sebagai berikut :

a. Orientasi dengan konsep sumbu ritual kangin-kauh.

- Kangin (matahari terbit) - luan, nilai utama.

- Kauh (matahari terbenam) - teba, nilai nista.

b. Orientasi dengan konsep sumbu bumi atau natural kaja-kelod.

- Kaja (kearah gunung) - luan, nilai utama.

- Kelod (kearah laut) - teba, nilai nista.

c. Orientasi dengan konsep akasa-pertiwi, atas-bawah.

- Alam atas - Akasa, purusa.

-Alam bawah - Pertiwi, pradana.

Konsep akasa-pertiwi yang diterapkan dalam pola ruang kosong dalam perumahan

atau lingkungan bali dikenal dengan natah.

D. Sanga Mandala

Konsep tata ruang sanga mandala juga merupakan konsep yang lahir dari sembilan

manifestasi Tuhan yaitu dewata nawa sanga yang menyebar di delapan arah mata angin

ditambah satu ditengah untuk menjaga keseimbangan alma semesta.

Konsep sanga mandala digunakan sebagai acuan untuk melakukan zonasi kegiatan

dan tata letak bangunan tradisional bali. Berikut ini penjelasan konsep Sanga Mandala

secara ilustratif:

Kemudian, berikut ini pembagian zonanya dalam bangunan:

Utamaning

Nista

(III)

Utamaning

Madya

(II)

Utamaning

utama

(I)

Madyaning

nista

(VI)

Madyaning

madya

(V)

Madyaning

Utama

(IV)

Nistaning

Nista

(IX)

Nistaning

madya

(VIII)

Nistaning

Utama

(VII)

I : mrajan, sumur

II : mrajan, sumur, meten

III : mrajan, sumur, penunggun karang

IV : bale dangin

V : natah, pengijeng

VI : bale dauh, penunggung karang

VII : kebun

VIII : bale delod, dapur, jineng

IX : bada, dapur, jineng, sumur

E. Teori Ragam Hias

Menurut Dwijendra (2008 : 165) Ragam hias pada arsitektur tradisional bali

merupakan benda-benda alam yang diterjemahkan dalam bentuk ragam hias, tumbuh-

tumbuhan, binatang, unsur alam, nilai-nilai agama dan kepercayaan disarikan ke dalam

suatu perwujudan keindahan yang harmonis.

Bentuk, tata warna, cara membuat dan penempatannya

mengandung arti dan maksud-maksud tertentu.

Estetika, etika dan logika adalah dasar-dasar

pertimbangan dalam mencari, mengolah dan menempatkan

ragam hias yang mengambil dikehidupan dibumi, manusia,

binatang dan tumbuh-tumbuhan. Dalam bentuk -bentuk

hiasan manusia umumnya ditampilkan dalam bentuk hasil

pemikiran tentang agama, adat dan kepercayaan.

Dalam ragam hias arsitektur tradisional bali dibagi

menjadi :

a. Pepatran (flora)

Berbagai macam flora yang ditampilkan dalam

bentuk simbolis dipolakan dalam bentuk-bentuk

pepatran dengan ungkapan masing-masing. Arti dan

maksud dari pepatran :

1. Ragam hias untuk keindahan

2. Ragam hias untuk ungkapan simbolis.

3. Ragam hias sebagai alat komunikasi.

Contohnya adalah patra sari pada gambar di samping

kiri.

b. Kekarangan (fauna)

Ragam hias dari jenis-jenis fauna ditampilkan

sebagai materi hiasan dalam berbagai macam bentuk dengan namanya masing-masing.

Arti dan maksud dari kekarangan :

1. Ragam hias untuk keindahan

2. Ragam hias sebagai simbol ritual.

3. Ragam hias sebagai media edukasi.

4. Ragam hias sebagai alat komunikasi.

Contoh salah satu kekarangan adalah karang gajah, pada gambar di samping kanan.

c. Alam

Ragam hias yang mengungkapkan alam dan menampilkan unsur-unsur alam sebagai

materi hiasan. Alam sebagai ragam hias dalam pengertian alam sebagai materi hiasan

menampilkan jenis fauna dan flora sebagaimana adanya di alam raya.

Untuk membahas transformasi yang terjadi pada arsitektur tradisional Bali, maka

berikut teori tentang arsitektur modern:

A. Teori Fungsionalis

Bangunan terbentuk dari bagian-bagiannya berupa dinding, jendela, atap, pintu,

struktur dan lain-lain yang tersusun dalam komposisi dari unsur-unsur yang semuanya

mempunyai fungsi. Keindahan yang timbul dari bangunan tersebut berasal dari adanya

fungsi dari elemen-elemen bangunan tersebut. Jadi bangunan yang fungsionalis

merupakan bangunan yang setiap elemennya memiliki fungsinya tersendiri dan tidak ada

bagian yang tidak memiliki fungsi.

(http://raziq_hasan.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/16043/BAGIAN+4.pdf)

B. Teori Kubisme

Teori kubisme terlahir dari konsep pada teori fungsionalis yang kemudian

dimodofikasi menjadi bangunan yang bersih, murni, tanpa hiasan, sederhana berupa

komposisi bidang, kotak, balok, dan kubus.

(http://raziq_hasan.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/16043/BAGIAN+4.pdf )

BAB III

TINJAUAN OBJEK

Objek terletak di Banjar Karang Njung, Desa Sembung, Kecamatan Mengwi,

Kabupaten Badung. Objek yang di kaji merupakan rumah tinggal dari keluarga Bpk. I Made

Keprok (Alm.). Awalnya rumah tinggal Bapak Made Keprok menggunakan sistim natah

sebagai pengikat bangunan di pekarangan rumahnya seperti kebanyakan warga Desa

Sembung. Pada pekarangannya terdapat 1 buah Paon (Dapur) yang terletak di bagian paling

selatan pada pekarangan dekat dengan akses masuk ke pekarangan. 1 buah Jineng (Lumbung)

terletak di sebelah timur bangunan dapur. 1 buah Bale Dauh, 1 buah Bale Daja (Bale Meten)

yang terletak di sebelah barat Sanggah, 1 buah Bale Dangin, dan 1 buah kamar mandi di

sebelah tenggara pekarangan. Bangunan pada pekarangan masih mengikuti aturan – aturan

tentang arah mata angin dan bangunan pada rumah tradisional Bali.

Bale Dauh pada pekarangan di gunakan sebagai kamar tidur untuk anak laki – laki,

Bale Daja (Meten) sebagai kamar tidur kepala keluarga, Bale Dangin sebagai tempat untuk

kegiatan keagamaan (Potong gigi, kematian, dsb.).

Pada awalnya bangunan – bangunan tersebut memiliki masa sendiri – sendiri untuk

setiap fungsinya. Karena termakan usia pada tahun 2000an bangunan Paon dan Kamar mandi

harus di bangun ulang. Bangunan Paon dan Kamar Mandi yang awalnya terpisah akhirnya di

bangun atas 1 masa bangunan untuk efisiensi pencapaian Kamar Mandi karena istri dari

Gambar : Denah Awal

bapak Made Keprok sudah tergolong usia lanjut dan bangunan kamar mandi terletak di

sebelah tenggara pekarangan yang terbilang cukup jauh

Semeninggalnya istri dari bapak Made Keprok, anak dari bapak Made Keprok

menggabungkan bangunan Bale Dauh dan Bale Daja dengan penambahan beberapa ruang

pada Bale Daja. Anak dari bapak made keprok, yakni bapak Wayan Weta berprofesi sebagai

dokter dank arena profesinya bapak Wayan Weta berdomisili di Denpasar sehingga

penggabungan Bale Dangin dan Bale Daja dilakukan untuk memperluas ruang dan

mempermudah saat membersihkan rumah ketika keluarga bapak Wayan Weta kembali ke

kampung halamannya.

Gambar : Pengubahan Pertama

Karena perbedaan profesi, bapak Made Keprok yang berprofesi sebagai petani

memanfaatkan bangunan Jineng sebagai lumbung sedangkan untuk keluarga bapak Wayan

Weta bangunan jineng beralih fungsi sebagai Bale Bengong.

Perubahan yang terjadi selama ini pada pekarangan adalah penggabungan masa Dapur

– Kamar Mandi dan Bale Dauh – Bale Daja masing – masing menjadi satu masa. Hal ini

terbilang perubahan kea rah yang lebih modern karena pada aturan rumah tradisional Bali 1

bangunan biasanya hanya memiliki 1 fungsi.

BAB IV

KAJIAN OBJEK

Agama/Religi

Dari terdapatnya sanggah pada pekarangan dapat dilihat bahwa keluarga dari bapak

Made Keprok adalah penganut Agama Hindu. Menurut kepercayaan umat Hindu bahwa

Dewa Brahma menempati bangunan Dapur/Paon sehingga Dapur di bangun dekat dengan

Gambar : Pengubahan Kedua - Sekarang

akses masuk ke pekarangan. Tujuannya adalah supaya hal – hal buruk yang hendak masuk ke

pekarangan akan di halangi oleh Dewa Brahma. Peletakkan Sanggah pada bagian timur laut

dari pekarangan yang merupakan bagian paling tinggi, dan kamar mandi pada bagian paling

rendah yaitu sebelah tenggara dilakukan karena kepercayaan umat Hindu yang membagi atau

menata bangunan menurut kesuciannya. Hal ini masih di pertahankan walaupun bangunan

pada pekarangan sudah mengalami beberapa perubahan.

Organisasi

Organisasi bangunan pada pekarangan sedikit banyak masih menaati aturan – aturan

rumah tradisional Bali. Walaupun bangunan Bale Dauh sudah tidak ada dan di gabungkan

dengan Bale Daja, letak Paon dan Bale Dangin tetap mengikuti aturan rumah tradisional Bali

menurut fungsinya.

Pendidikan, Ekonomi/Mata Pencaharian

Perbedaan profesi dan ekonomi dari bapak Made Keprok dan bapak Wayan Weta

mempengaruhi kebutuhan ruang untuk rumah tinggal. Bapak Made Keprok sebagai petani

membutuhkan lumbung untuk menyimpan hasil panennya, sedangkan bapak Wayan Weta

yang berprofesi sebagai dokter membutuhkan tempat untuk bersantai saat kembali ke

kampung halamannya sehingga terjadi perubahan fungsi bangunan. Bangunan Jineng yang

awalnya merupakan lumbung untuk menyimpan hasil panen kini beralih fungsi sebagai bale

bengong tempat bersantai untuk bapak Wayan Weta sekeluarga. Perkembangan zaman juga

mempengaruhi perbedaan arsitektur pada rumah Bali. Pada zamannya, bapak Made Keprok

membangun rumah nya sesuai dengan aturan rumah tinggal tradisional Bali dengan tiap masa

bangunan hanya memiliki satu fungsi. Namun seiring perkembangan zaman dan kehidupan di

kota Denpasar, bapak Wayan Weta lebih nyaman untuk tinggal dalam satu atap bersama

keluarganya sehingga Bale Dauh dan Bale Daja di gabungkan dengan penambahan beberapa

ruang untuk kamar tidur dan ruang keluarga.

Teknologi

Pengaruh kemajuan teknologi pada objek adalah keanekaragaman ornamen

dekorasinya. Hal ini karena sudah adanya beton cetak sehingga lebih mudah untuk membuat

ornamen dekorasi pada objek sedangkan pada zaman bapak Made Keprok untuk membuat

ornamen pada bangunan dilakukan oleh pengerajin ukiran. Kemajuan teknologi juga

berpengaruh terhadap ketahanan bangunan, bangunan yang awalnya terbuat dari bata

sekarang di bangun dengan batako sehingga bangunan akan bertahan lebih lama.

BAB V

PENUTUP

Kesimpulan

Rumah Tradisional Bali memiliki kaidah-kaidah tradisi yang paling lengkap dan

masih terjaga hingga saat ini, menurut beberapa sumber ahli. Konsep-konsep tradisional Bali

yang berkiblat pada agama Hindu yang telah diwariskan oleh masyarakat Bali secara turun

temurun memiliki pengaruh yang kuat dalam kehidupan sehari – hari baik itu secara fisik

maupun non-fisik. Namun tiap individu memiliki pendapat maupun pemikiran yang berbeda

– beda sesuai sudut pandang masing – masing. Hal ini juga mempengaruhi perubahan desain

rumah bapak I Made Keprok (Alm) dari generasi ke generasi sesuai dengan kebutuhan

pemilik rumah.

TUGAS ARSITEKTUR DAN BUDAYA

PENILAIAN KINERJA ARSITEKTUR BALI TERHADAP BANGUNAN BANK

PERMATA

OLEH :

Yoddy Agung Indra (1004205097)

Riesa Anis Safitri (1104205014)

Dewa Made Agasbrama (1104205015)

Gamaliel Sangga Bhuana (1104205041)

Arya Agung Krishna (1104205068)

FAKULTAS TEKNIK JURUSAN ARSITEKTUR

UNIVERSITAS UDAYANA

TAHUN AJARAN 2014/2015