bab i made

22
BAB I PENDAHULUAN Age-related macular degeneration (AMD) merupakan penyebab utama kebutaan permanen pada orang lanjut usia. Penyebab pasti belum diketahui, insidens gangguan ini meningkat pada setiap dekade setelah usia Keterkaitan lain selain usia adalah ras (biasanya Kaukasus), jenis kelami predominasi anita), riayat keluarga, dan riayat merokok.Penyakit ini men!akup spektrum temuan klinis dan patologis yang luas yang dapat diklasi"ikasikan menjadi dua kelompok, yaitu noneksudati" (kering) dan ek (basah). #alaupun kedua tipeinibersi"at progresi" dan biasanya bilateral, mani"estasi, prognosis, dan penatalaksanaannya berbeda. $entuk eksudati" lebih berat merupakan penyebab pada hampir %0& dari semua kasus buta akib AMD. ', , Degenerasi makula merupakan suatu keadaan dimana makula mengala kemunduran sehingga terjadi penurunan ketajaman penglihatan dan kemungkin akan menyebabkan hilangnya "ungsi penglihatan sentral. Makula adalah pusa retina dan merupakan bagian yang paling *ital dari retina yang memungkink mata melihat titik+titik halus pada pusat lapang pandang. anda degenerasi makula adalah didapatkan adanya bintik+bintik abu+abu a pada pusat lapangan pandang. Kondisi ini biasanya berkembang se!ara perl lahan, tetapi kadang berkembang se!araprogresi", sehingga menyebabkan kehilangan penglihatan yang sangat berat pada satu atau kedua bola mata. ',- $erdasarkan Ameri!an A!ademy o" phthalmology, penyebab utama penurunan penglihatan atau kebutaan di Amerika /erikat yaitu umur yang dari 50 tahun. Data di Amerika /erikat menunjukkan '5& penduduk usia 5 t ke atas mengalami degenerasi makula. ',- 1

Upload: made

Post on 02-Nov-2015

255 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

aaaaa

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

Age-related macular degeneration (AMD) merupakan penyebab utama kebutaan permanen pada orang lanjut usia. Penyebab pasti belum diketahui, tetapi insidens gangguan ini meningkat pada setiap dekade setelah usia 50 tahun. Keterkaitan lain selain usia adalah ras (biasanya Kaukasus), jenis kelamin (sedikit predominasi wanita), riwayat keluarga, dan riwayat merokok. Penyakit ini mencakup spektrum temuan klinis dan patologis yang luas yang dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu noneksudatif (kering) dan eksudatif (basah). Walaupun kedua tipe ini bersifat progresif dan biasanya bilateral, manifestasi, prognosis, dan penatalaksanaannya berbeda. Bentuk eksudatif yang lebih berat merupakan penyebab pada hampir 90% dari semua kasus buta akibat AMD.1,2,3Degenerasi makula merupakan suatu keadaan dimana makula mengalami kemunduran sehingga terjadi penurunan ketajaman penglihatan dan kemungkinan akan menyebabkan hilangnya fungsi penglihatan sentral. Makula adalah pusat dari retina dan merupakan bagian yang paling vital dari retina yang memungkinkan mata melihat titik-titik halus pada pusat lapang pandang. Tanda utama dari degenerasi makula adalah didapatkan adanya bintik-bintik abu-abu atau hitam pada pusat lapangan pandang. Kondisi ini biasanya berkembang secara perlahan-lahan, tetapi kadang berkembang secara progresif, sehingga menyebabkan kehilangan penglihatan yang sangat berat pada satu atau kedua bola mata.1,4Berdasarkan American Academy of Ophthalmology, penyebab utama penurunan penglihatan atau kebutaan di Amerika Serikat yaitu umur yang lebih dari 50 tahun. Data di Amerika Serikat menunjukkan 15% penduduk usia 75 tahun ke atas mengalami degenerasi makula.1,4

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi RetinaRetina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan, dan multilapis yang melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata. Retina membentang ke depan hampir sama jauhnya dengan korpus siliare, dan akhirnya di tepi ora serrata. Pada orang dewasa, ora serrata berada sekitar 6,5 mm di belakang garis Schwalbe pada sistem temporal dan 5,7 mm di belakang garis ini pada sisi nasal.5,6Secara garis besar retina dibagi atas 2 bagian: kutub posterior dan perifer yang dipisahkan oleh ekuator retina. Kutub posterior sampai ekuator retina, ini merupakan area posterior retina. Kutub posterior retina terbagi atas 2 area: optik disk dan makula lutea. Retina perifer di posterior dibatasi oleh ekuator retina dan anterior dengan oraserrata. Oraserrata merupakan batas yang paling perifer tempat retina berakhir, terbagi dalam 2 bagian; anterior pars plikata dan posterior pars plana. oraserrata juga tempat melekat vitreous dan koroid.5,6

Gambar 2.1 Ketebalan dari retina6

Secara mikroskopis lapisan retina mulai dari sisi dalamnya, adalah sebagai berikut: (1) membrana limitans interna; (2) lapisan sel saraf, yang mengandung akson-akson sel ganglion yang berjalan menuju ke nervus optikus; (3) lapisan sel ganglion; (4) lapisan pleksiformis dalam yang mengandung sambungan-sambungan sel ganglion dengan sel amakrin dan sel bipolar; (5) lapisan inti dalam badan sel bipolar, amakrin, dan sel horisontal; (6) lapisan pleksiformis luar, yang mengandung sambungan-sambungan sel bipolar dan sel horisontal dengan fotoreseptor; (7) lapisan inti luar sel fotoreseptor; (8) membran limitans eksterna; (9) lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar batang dan kerucut; dan (10) epitelium pigmen retina. Lapisan dalam membrana Bruch sebenarnya adalah membrana basalis epitelium pigmen retina.5,6

Gambar 2.2 Histologi lapisan-lapisan retina5Retina menerima darah dari dua sumber : khoriokapilaris yang berada tepat di luar membrana Bruch, yang mendarahi sepertiga luar retina, termasuk lapisan fleksiformis luar dan lapisan inti luar, fotoresptor, dan lapisan epitel pigmen retina; serta cabang-cabang dari sentralis retina, yang mendarahi 2/3 sebelah dalam. Fovea sepenuhnya diperdarahi oleh khoriokapilaria dan mudah terkena kerusakan yang tak dapat diperbaiki bila retina mengalami ablasi. Pembuluh darah retina mempunyai lapisan endotel yang tidak berlubang, yang membentuk sawar darah-retina. Lapisan endotel pembuluh koroid dapat ditembus. Sawar darah retina sebelah luar terletak setinggi lapisan epitel pigmen retina.52.2 Anatomi Makula6Makula terletak di retina bagian polus posterior di antara arteri retina temporal superior dan inferior dengan diameter 5,5 mm. Makula adalah suatu daerah cekungan di sentral berukuran 1,5 mm; kira-kira sama dengan diameter diskus; secara anatomis disebut juga dengan fovea. Secara histologis, makula terdiri dari 5 lapisan, yaitu membran Limitan interna, lapisan fleksiformis luar (lapisan ini lebih tebal dan padat di daerah makula karena akson sel batang dan sel kerucut menjadi lebih oblik saat meninggalkan fovea dan dikenal sebagai lapisan serabut Henle), lapisan nukleus luar, membran limitan eksterna, dan sel-sel fotoreseptor.Sel batang dan kerucut merupakan sel fotoreseptor yang sensitif terhadap cahaya. Selsel ini memiliki 2 segmen yaitu segmen luar dan segmen dalam. Segmen luar (terdiri dari membran cakram yang berisi pigmen penglihatan) berhubungan dengan epitel pigmen retina. Sel epitel pigmen retina akan memfagositosis secara terus menerus membran cakram, sisa metabolisme segmen luar yang telah difagositosis oleh epitel pigmen retina disebut lipofusin. Sel epitel pigmen retina memiliki aktivitas metabolisme yang tinggi; dengan bertambahnya usia, pigmen lipofusin makin bertambah, akibatnya akan mengganggu pergerakan nutrien dari pembuluh darah koroid ke epitel pigmen retina dan sel fotoreseptor.

Gambar 2.3 Makula normal5

Gambar 2.4 Lapisan makula secara skematik7Secara topografi makula terdiri dari umbo, foveola, fovea, parafovea, dan perifovea. Umbo adalah pusat dari foveola, secara histologis terdiri dari suatu lamina basal yang tipis, sel-sel muller dan sel kerucut. Foveola merupakan area pusat cekunan di dalam fovea, dengan lokasi 4 mm ke arah temporal dan 8 mm ke inferior dari pusat papil optik, dengan diameter sekitar 0,35 mm dan ketebalan sekitar 0,1 mm pada pusatnya. Berisi sel sel kerucut, sel sel muller, dan sel-sel glial. Fovea adalah pusat dari makula berupa cekungan dengan diameter 1,5 mm. Pada daerah ini sel kerucut akan terdorong ke rah tepi, lapisan plesiforma luar (lapisan Henle) menjadi horisontal, sedangkan seat sel muller tersusun secara miring. Di dalam fovea, dengan diameter 250-600m terdapat fovea avascular zone (FAZ). Parafovea setebal 0,5 mm mengelilingi fovea. Para fovea terdiri dari sepuluh lapisan retina. Perifovea mengelilingi parafovea setebal 1,5 mm, area ini merupakan bagian yang paling luar dari makula.7

Gambar 2.5 Topografi regio makula 1. Umbo, 2. Foveola, 3. Fovea, 4. Parafovea,5. perifovea 7

2.2 Fisiologi RetinaRetina adalah jaringan paling kompleks di mata. Untuk melihat, mata harus berfungsi sebagai suatu alat optis, sebagai suatu transducer yang efektif. Sel-sel batang dan kerucut di lapisan fotoreseptor mampu mengubah rangsangan cahaya menjadi suatu impuls saraf yang dihantarkan oleh lapisan serat saraf retina melalui saraf optikus dan akhirnya ke korteks penglihatan. Makula bertanggung jawab untuk ketajaman penglihatan yang terbaik dan untuk penglihatan warna, dan sebagian besar selnya adalah sel kerucut. Di fovea sentralis, terdapat hubungan hampir 1:1 antara fotoreseptor kerucut, sel ganglionnya, dan serat saraf yang keluar, dan hal ini menjamin penglihatan yang paling tajam. Di retina perifer, banyak fotoreseptor dihubungkan ke sel ganglion yang sama, dan diperlukan sistem pemancar yang lebih kompleks. Akibat dari susunan seperti itu adalah bahwa makula terutama digunakan untuk penglihatan sentral dan warna (penglihatan fotopik) sedangkan bagian retina lainnya, yang sebagian besar terdiri dari fotoreseptor batang, digunakan terutama untuk penglihatan perifer dan malam (skotopik).5Fotoreseptor kerucut dan batang terletak di lapisan terluar yang avaskular pada retina sensorik dan merupakan tempat berlangsungnya reaksi kimia yang mencetuskan proses penglihatan. Setiap sel fotoreseptor kerucut mengandung rodopsin, yang merupakan suatu pigmen penglihatan fotosensitif yang terbentuk sewaktu molekul protein opsin bergabung dengan 11-ss-retinal. Sewaktu foton cahaya diserap oleh rodopsin, 11-sis-retinal segera mengalami isomerasi menjadi bentuk all-trans. Rodopsin adalah suatu glikolipid membran yang separuh terbenam di lempeng membran lapis ganda pada segmen paling luar fotoreseptor. Penyerapan cahaya puncak oleh rodopsin terjadi pada panjang gelombang sekitar 500 nm, yang terletak di daerah biru-hijau pada spektrum cahaya. Penelitian-penelitian sensitivitas spektrum fotopigmen kerucut memperlihatkan puncak penyerapan panjang gelombang di 430, 540, dan 575 nm masing-masing untuk sel kerucut peka biru, hijau, dan merah. Fotopigmen sel kerucut terdiri dari 11-sis-retinal yang terikat ke berbagai protein opsin.5,8Penglihatan skotopik seluruhnya diperantarai oleh fotoreseptor sel batang. Pada bentuk penglihatan adaptasi gelap ini, terlihat bermacam-macam nuansa abu-abu, tetapi warna tidak dapat dibedakan. Sewaktu retina telah beradaptasi penuh terhadap cahaya, sensitivitas spektral retina bergeser dari puncak dominasi rodopsin 500 nm ke sekitar 560 nm, dan muncul sensasi warna. Suatu benda akan berwarna apabila benda tersebut mengandung fotopigmen yang menyerap panjang-panjang gelombang tertentu di dalam spektrum sinar tampak (400-700 nm). Penglihatan siang hari terutama diperantarai oleh fotoreseptor kerucut, senjakala oleh kombinasi sel kerucut dan batang, dan penglihatan malam oleh fotoreseptor batang.5

2.3 Degenerasi makula terkait usia ( Age related Macular Degeneration, AMD)2.3.1 DefinisiAMD adalah kelainan degeneratif yang mengenai polus posterior retina khususnya makula lutea yang menghasilkan kehilangan penglihatan di sentral. Degenerasi makula dapat menyulitkan untuk membaca atau mengenali wajah, meskipun penglihatan perifer masih memungkinkan untuk melakukan kegiatan sehari-hari.4Berdasarkan American Academy of Opthalmology, degenerasi makula terkait usia adalah gangguan pada makula yang dikarakteristikkan dengan satu atau lebih dari tanda-tanda berikut: (1) terbentuknya drusen, (2) abnormalitas dari epitelium pigmen retina seperti hipopigmentasi ataupun hiperpigmentasi, (3) atrofi geografik dan koriokapiler, dan (4) neovaskular makulopati.4 National Health and Nutrition Eye Study, mendefinisikan degenerasi makula terkait usia sebagai suatu keadaan dimana hilangnya refleks makular, dispersi dan penggumpalan dari pigmen retina, dan terbentuknya drusen yang berhubungan dengan ketajaman penglihatan.42.3.2 EpidemiologiBerdasarkan WHO perkiraan pada tahun 2002, salah satu penyebab terbanyak kebutaan di dunia adalah degenerasi makula terkait usia yang menempati urutan ke-4 sebesar 8,7%. Degenerasi makula terkait usia ( Age related Macular Degeneration, AMD) merupakan penyebab utama hilangnya ketajaman penglihatan pada satu atau dua mata pada orang berusia di atas 50 tahun di Amerika Serikat. Diperkirakan 15 juta warga negara Amerika Utara menderita AMD. Prevalensi AMD adalah 85-90% pada AMD non eksudatif dan 10 15 % pada eksudatif AMD.9 Di Indonesia sendiri, hingga saat ini belum ada data pasti tentang insidens dan angka morbiditas AMD. Salah satu penelitian dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia periode 03 Maret 2008 - 05 Januari 2009 di Jakarta Timur, yang menggunakan 1259 responder didapati prevalensi non eksudatif dan eksudatif AMD didapatkan pada 52 orang (4,1%) and 3 orang (0,2%). Prevalensi AMD didapatkan semakin meningkat dengan bertambahnya usia, dimana 3,4% pada kelompok usia 40-49 tahun, 4,8% pada kelompok usia 50-59 tahun, dan 7,4% pada usia > 70 tahun.102.3.3 Faktor ResikoTerdapat beberapa faktor resiko terjadinya degenerasi makula terkait usia, dimana faktor resiko yang telah banyak diteliti adalah usia, ras, riwayat keluarga, dan merokok, sedangkan beberapa faktor resiko yang mungkin lainnya adalah jenis kelamin, status sosioekonomi, warna iris, densitas pigmen makula, katarak dan operasinya, gangguan refraksi, rasio cup/disc, penyakit kardiovaskular, hipertensi, kadar lemak tubuh dan asupan lemak, indeks massa tubuh, faktor hematologi, infeksi Chlamydia pneumonia, degenerasi dermal elastotic, paparan sinar matahari, mikronutrien, asupan ikan, dan konsumsi alkohol.41. UsiaUsia merupakan faktor risiko yang paling berpengaruh pada degenerasi makula terkait usia. Pada Frammingham Eye Study, 6,4 % pasien usia 65-74 tahun dan 19,7 % pasien usia lebih dari 75 tahun memiliki tanda-tanda AMD. Sama dengan Frammingham Eye Study, The Eye Disease Research Prevalence Group menemukan bahwa pasien usia di atas 80 tahun memiliki prevalensi 6 kali lipat dibandingkan dengan pasien usia 60-64 tahun.92. RasAMD lebih sering terjadi pada pasien ras kaukasia dibandingkan dengan Afrika-Amerika yang berkulit hitam, sedangkan pada orang Asia dijumpai adanya peningkatan dibandingkan dengan dengan Afrika-Amerika yang berkulit hitam.4 Penelitian kohort oleh Klein, dkk, menujukkan prevalensi AMD pada empat ras yaitu kulit putih(kaukasia), hitam, hipanik, dan chinese pada pasien usia 45-80 tahun adalah 2,4 % pada kulit hitam, 4,2 % pada hispanik, 4,6 % pada chinese, dan 5,4% pada kulit putih (kaukasia).43. Riwayat keluarga Beberapa predisposisi terjadinya AMD adalah faktor genetik yaitu gen CHF (kromosom 1), BF ( komplemen faktor B), C2 (komplemen 2) (kromosom 6), dan gen LOC (kromosom 10).4 Sekitar 10-20% pasien dengan AMD memiliki sekurang-kurangnya satu keluarga derajat satu yang mengalami kebutaan. Penelitian menunjukan AMD dengan kebutaan terjadi pada sedikitnya satu orang dari orangtua atau saudara dari pasien dengan AMD.94. MerokokHubungan antara merokok dengan meningkatnya resiko terjadinya AMD telah dilaporkan pada beberapa penelitian. Perokok memiliki resiko 2,4 -2,5 kali menderita AMD dibandingkan dengan pasien yang tidak merokok. Hal ini dapat dijelaskan dengan menurunnya level CFH pada perokok sehingga terjadi aktivasi jalur komplemen yang mengakibatkan inflamasi pada makula.115. Jenis kelaminData dari beberapa penelitian dengan populasi yang banyak, termasuk the Beaver Dam study, the Third National Health and Nutrition Examination Survey, dan the Framingham study menunjukkan bahwa wanita lebih beresiko menderita AMD dibandingkan dengan pria. 5

Gambar 2.6 Faktor-faktor risiko degenerasi makula terkait usia62.3.4 Klasifikasi 1. Degenerasi Makula tipe non-eksudatif (tipe kering)Rata-rata 90% kasus degenerasi makula terkait usia adalah tipe kering. Kebanyakan kasus ini bisa memberikan efek berupa kehilangan penglihatan yang sedang. Tipe ini bersifat multipel, kecil, bulat, bintik putih kekuningan yang di sebut drusen dan merupakan kunci identifikasi untuk tipe kering. Bintik tersebut berlokasi di belakang mata pada level retina bagian luar. Drusen adalah endapan putih kuning, bulat, diskret, dengan ukuran bervariasi di belakang epitel pigmen dan tersebar di seluruh makula dan kutub posterior. Seiring dengan waktu, drusen dapat membesar, menyatu, mengalami kalsifikasi dan meningkat jumlahnya. Secara histopatologis sebagian besar drusen terdiri dari kumpulan lokal bahan eosinifilik yang terletak di antara epitel pigmen dan membran Bruch; drusen mencerminkan pelepasan fokal epitel pigmen.4,5 Berdasarkan ukurannya, drusen dapat dikategorikan menjadi tiga yaitu kecil (diameter < 64m), sedang (diameter 64-124 m), dan besar (diameter 125 m). Berdasarkan batasnya, drusen dapat dibagi tiga yaitu keras (menyebar dan batas tegas), lunak(tidak berbentuk/amorf dan batas tidak tegas), dan konfluens (drusen yang bergabung jadi satu).9 Akhir-akhir ini klasifikasi AMD dilakukan menurut kelompok peneliti Age-Related Eye Disease Study (AREDS) berdasarkan ukuran drusen. Ukuran drusen dapat diperkirakan dengan membandingkannya dengan kaliber vena besar di sekitar papil yaitu kurang lebih 125 mikron.1. AMD dini: terdapat banyak drusen kecil ( diameter 125 ), atau atrofi geografikan yang tidak melibatkan sentral fovea,3. AMD lanjut: adanya satu atau lebih tanda berikut:i. atrofi geografikan EPR dan koriokapiler yang melibatkan sentral fovea,ii. makulopati neovaskular seperti neo-vaskularisasi koroid, hemorrhagic detachment retina sensoris atau EPR, eksudat lemak, proliferasi fibrovaskular subretina dan sikatrik disiformis.12

Gambar 2.7 Degenerasi makula tipe non-eksudatif (tipe kering)12

2. Degenerasi Makula tipe eksudatif (tipe basah)Degenerasi makula tipe ini adalah jarang terjadi namun lebih berbahaya di bandingkan dengan tipe kering. Didapatkan adanya 10% dari semua degenerasi makula terkait usia dan 90% dapat menyebabkan kebutaan. Tipe ini ditandai dengan adanya neovaskularisasi subretina dengan tanda-tanda degenerasi makula terkait usia yang mendadak atau baru mengalami gangguan penglihatan sentral termasuk penglihatan kabur, distorsi atau suatu skotoma baru. Pada pemeriksaan fundus, terlihat darah subretina, eksudat, lesi koroid hijau abu-abu di makula. Neovaskularisasi koroid merupakan perkembangan abnormal dari pembuluh darah pada epitel pigmen retina pada lapisan retina. Pembuluh darah ini bisa mengalami perdarahan dan menyebabkan terjadinya scar yang dapat menghasilkan kehilangan pusat penglihatan. Scar ini disebut dengan Scar Disciform dan biasanya terletak di bagian sentral dan menimbulkan gangguan penglihatan sentral permanen.6,9 Gambar 2.8 Degenerasi makula tipe eksudatif (tipe basah)12

Gambar 2.9 Degenerasi makula tipe kering dan basah12

2.3.5 PatofisiologiPatofisiologi ARMD belum diketahui pasti, ada teori yang mengaitkannya dengan proses penuaan dan teori kerusakan oksidatif.111. Proses penuaanBertambahnya usia maka akan menyebabkan degenerasi lapisan retina tepatnya membran Bruch; degenerasi membran Bruch menyebabkan lapisan elastin berkurang sehingga terjadi penurunan permeabilitas terhadap sisa-sisa pembuangan sel. Akibatnya terjadi penimbunan di dalam epitel pigmen retina (EPR) berupa lipofusin. Lipofusin ini akan menghambat degradasi makromolekul seperti protein dan lemak, mempengaruhi keseimbangan vascular endothelial growth factor (VEGF), serta bersifat fotoreaktif, akibatnya akan terjadi apoptosis EPR. Lipofusin yang tertimbun di dalam sel EPR menurunkan kemampuan EPR untuk memfagosit membran cakram sel fotoreseptor. Lipofusin yang tertimbun di antara sitoplasma dan membran basalis sel EPR, akanmembentuk deposit laminar basal yang akan menyebabkan penebalan membran Bruch. Kerusakan membran Bruch juga akan menimbulkan neovaskularisasi koroid.2. Teori kerusakan oksidatifSel fotoreseptor paling banyak terkena pajanan cahaya dan menggunakan oksigen sebagai energi, kedua faktor tersebut akan menyebabkan terbentuknya radikal bebas. Radikal bebas adalah atom atau molekul yang memiliki elektron yang tidak berpasangan, yang bersifat sangat reaktif dan tidak stabil. Bila produksi radikal bebas berlebihan dan anti-oksidan yang ada tidak mampu meredamnya, akan timbul suatu keadaan stres oksidatif yang selanjutnya akan memicu kerusakan oksidatif tingkat selular. Kerusakan oksidatif retina dapat terjadi karena terbentuknya reactive oxygen species (ROS) oleh oksidasi di mitokondria. Makula sangat rentan terhadap kerusakan oksidatif karena banyaknya sel fotoreseptor yang bagian dalamnya sangat banyak mengandung mitokondria sedangkan bagian luarnya banyak mengandung asam lemak tidak jenuh ganda sehingga dapat membocorkan ROS. Oksigenasi yang tinggi di koroid mempermudah kerusakan oksidatif. Selain itu, terpajannya makula dengan sinar ultraviolet juga akan menimbulkan proses oksidatif. Sel EPR yang mengalami kerusakan oksidatif ini akan menghasilkan vascular endothelial growth factor (VEGF) sehingga akan memicu terjadinya choroidal neovascularization (CNV).

2.3.6 Manifestasi KlinikGejala-gejala klinik yang biasa didapatkan pada penderita degenerasi makula antara lain:71. Distorsi penglihatan, obyek-obyek terlihat salah ukuran atau bentuk2. Garis-garis lurus mengalami distorsi (membengkok) terutama dibagian pusat penglihatan3. Kehilangan kemampuan membedakan warna dengan jelas4. Ada daerah kosong atau gelap di pusat penglihatan5. Kesulitan membaca, kata-kata terlihat kabur atau berbayang6. Secara tiba-tiba ataupun secara perlahan akan terjadi kehilangan fungsi penglihatan

Gambar 2.10 Gambaran gangguan penglihatan sentral7

2.3.7 Diagnosis1. Anamnesis Pasien dengan AMD sering mengeluhkan penurunan penglihatan sentral penglihatan yang tidak disertai nyeri yang dpat terjadi secara akut ataupun perlahan-lahan. Pasien yang mengalami perdarahan subretinal dari neovaskularisasi AMD pada AMD eksudatif biasanya penurunan penglihatan terjadi secara akut. Selain itu, dapat terjadi distorsi penglihatan (objek-objek terlihat salah ukuran atau bentuk, metamorfosia), garis-garis lurus mengalmi distorsia terutama di bagian pusat penglihatan, kehilangan kemampuan untuk membedakan warna secara jelas, ada daerah kosong atau gelap di pusat penglihatan (skotoma), kesulitan membaca dimana kata-kata tampak kabur atau berbayang.11,16Selain pemeriksaan klinis melihat gambaran fundus, pemeriksaan lain adalah dengan kartu Amsler (Amsler grid), foto fundus dengan fundus fl uorescein angiography (FFA), indocyanine green angiography (ICGA) dan optical coherence tomography (OCT).11

1) FunduskopiPada pemeriksaan funduskopi dengan oftalmoskop direk atau indirek akan terlihat di daerah makula berupa drusen, kelainan epitel pigmen retina seperti hiperpigmentasi atau hipopigmentasi yang berhubungan dengan drusen pada kedua mata, neovaskularisasi koroid, perdarahan sub-retina, dan lepasnya epitel pigmen retina.2) Kartu AmslerPada awal AMD neovaskular dapat terlihat distorsi garis lurus (metamorfopsia) dan skotoma sentral. Pemeriksaan ini dapat dilakukan untuk pemantauan oleh penderita sendiri sehingga tindakan dapat dilakukan secepatnya.

Gambar 2.11 A. Amsler normal B. Amsler dengan skotoma dan metamorfopsia11

3) Pemeriksaan laboratoriumTidak ada dari hasil laboratorium yang dapat menegakkan diagnosa dari AMD. 4) Angiografi flouresens (Flourescein Angiography, FA)FA merupakan pemeriksaan yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya kelainan pada makula oleh karena AMD. Pada pemeriksaan ini, zat warna flouresens akan diinjeksikan secara intravenous dan foto serial dari retina akan diambil seiring perjalanan zat tersebut melalui koroid dan pembuluh darah retina. Abnormalitas yang dapat tampak adalah adanya daerah dimana zat tersebut berkumpul (hiperfluoresens) dan daerah dimana zat tersebut tidak tampak (hipofluoresens).175) Indocyanine green angiography (ICGA)17ICGA dapat digunakan untuk mengidentifikasi CNV yang tampak sebagai daerah hiperflouresens fokal baik hot spot atau plaque, pemeriksaan ini jauh lebih baik dibandingkan dengan FA karena beberapa alasan yaitu:a. Meningkatkan sensitivitas dalam mendeteksi CNV dimana CNV dengan adanya perdarahan densitas rendah, cairan atau pigmen yang kurang tampak pada FAb. Membedakan CNV dengan diagnosis lain yang memiliki presentasi yang sama terutama retinal angiomatous proliferation (RAP) daan central serous chorioretinopathy (CSR).c. Identifikasi vascular feeder complexes yang menyuplai daerah CNV

6) Optical coherence tomography (OCT)OCT sangat membantu dalam menentukan adanya cairan subretinal dan dalam menentukan tingkat ketebalan retina. OCT menawarkan kemampuan unik untuk menunjukkan gambaran cross sectional dari retina yang tidak mungkin dengan teknologi pencitraan lain dan dapat membantu dalam mengevaluasi respon dari retina dan RPE terhadap terapi dengan memungkinkan pengamatan terhadap perubahan struktural secara akurat. 8,9,17

2.3.8 Tatalaksana2,6.8 Tujuan pengobatan AMD neovaskuler adalah untuk mempertahankan tajam penglihatan yang ada dan menurunkan risiko penurunan tajam penglihatan yang lebih berat. Tindakan laser bertujuan untuk merusak CNV tanpa menyebabkan kerusakan jaringan yang berarti.1. Fotokoagulasi laserLaser argon hijau atau kripton merah dapat digunakan; laser kripton merah lebih sedikit diabsorpsi oleh pigmen xantofi l dibandingkan laser argon hijau, sehingga memungkinkan dilakukan lebih dekat dengan daerah sentral fovea. Besarnya spot adalah 100-200 m dengan durasi 0,1-0,5 detik. Menurut Macular Photocoagulation Study (MPS) penderita yang akan menjalani laserdibagi dalam 3 kelompok:a. CNV ekstra-fovea: laser akan sangat efektif karena tidak mempengaruhi tajam penglihatan.b. CNV juksta-fovea: CNV akan melebar ke daerah foveal avascular zone (FAZ) tetapi jarang sampai ke daerah pusat makula. Karena risikonya cukup tinggi, terapi laser masih kontroversial.c. CNV sub-fovea: karena CNV di sub-fovea, fotokoagulasi laser berisiko menyebabkan kehilangan tajam penglihatan permanen. Beberapa kasus jika diseleksi dengan benar dapat juga diterapi bila ukurannya kecil dan penderita disiapkan untuk risiko penurunan tajam penglihatan sesudah terapi.2. Photodynamic therapy ( PDT)PDT adalah teknik pengobatan mengaktifkan zat verteporfi n menggunakan sinar laser (fotosensitizer). Terapi ini tidak merusak EPR, fotoreseptor, dan koroid karena laser yang digunakan tidak menimbulkan panas dan zat aktif hanya bekerja pada jaringan CNV. Hal ini karena vertoporfi n berikatan dengan low density lipoprotein (LDL) yang banyak terdapat pada sel endotel pembuluh darah yang sedang berproliferasi. PDT merupakan pilihan terapi CNV sub-fovea tipe klasik dan predominan klasik. Terapi ini dapat diulang setiap 3 bulan bila masih terlihat kebocoran. Hindari pajanan matahari secara langsung selama 24-48 jam setelah injeksi vertoporfin.3. Transpupillary thermotherapy (TTT)TTT merupakan terapi iradiasi rendah dengan sinar laser inframerah (810 nm) sehingga panas yang dihasilkan tidak merusak jaringan dan dapat digunakan pada CNV subfovea dengan lesi okult. TTT merupakan tantangan bagi operator untukmenentukan power yang akan digunakan karena setelah TTT tidak terlihat perubahan warna pada retina sehingga tidak diketahui apakah telah terjadi suatu oklusi atau belum.4. Terapi anti-angiogenesisAnti-angiogenesis dapat digunakan untuk terapi CNV karena dapat menghambat vascular endothelial growth factor (VEGF) sehingga CNV menjadi regresi dan juga mencegah terbentuknya CNV baru. Dapat digunakan secara primer atau tambahan pada saat terapi laser. Saat ini anti VEGF yang sedang berkembang ialah ranibizumab, pegabtanib sodium, dan bevacizumab intravitreal, yang dikatakan dapat menstabilkan visus atau meningkatkan tajam penglihatan secara temporer. Sering pula anti-angiogenesis dikombinasikan dengan anti-infl amasi (dexamethasone) intravitreal dan dapat pula dikombinasikan setelah PDT.5. RadiasiBeberapa penelitian kecil mengungkapkan terapi radiasi dapat menstabilkan AMD eksudatif atau meregresi CNV. Radiasi okuler dengan sinar proton dosis rendah