rsud_paseban

17
RSUD “PASEBAN” 1 LATAR BELAKANG Rumah sakit ini didirikan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten pada tahun 1956, yaitu sebagai upaya tanggap darurat pada saat itu. Sasaran utama pendiriannya adalah untuk merawat para penderita busung lapar, akibat kemarau panjang serta rawan pangan. Pemda berharap bahwa setelah tanggap darurat berlaku, maka rumah sakit tersebut dapat difungsikan sebagai layaknya sebuah rumah sakit. Pada awal perkembangannya rumah sakit ini memiliki fasilitas yang amat terbatas. Bahkan sebagian dari bangunannya masih berdinding anyaman bambu. Kemudian rumah sakit ini menempati sebuah gedung semi permanen, sehingga pada akhir tahun 1967 rumah sakit ini telah memiliki fasilitas rawat inap dengan 90 tempat tidur. Selanjutnya pada tanggal 1 April 1982 RSUD ini diresmikan oleh Menteri Kesehatan R.I., yaitu dengan status RSUD kelas D. Dengan perkembangan yang semakin baik, meliputi mutu pelayanan, mutu ketenagakerjaan, mutu fasilitas, mutu pelayanan, mutu sarana pendukung, maka pada tanggal 9 Februari 1993 RSUD ini memperoleh kenaikan status, yaitu dari RSUD kelas D ke kelas C ditandai dengan: 1. Persetujuan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Republik Indonesia No.B-14/Kep/Menpan/I/93 tertanggal 9 Februari 1993. 2. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.202/Menkes/DK/II/93 tertanggal 26 Februari 1993. 1 Kasus Manajemen Rumah Sakit ini ditulis oleh Aris Suparman Wijaya, Ph.D., staf pengajar pada Program MM-UMY. Kasus ini tidak dimaksudkan untuk menilai benar atau tidaknya manajemen suatu rumah sakit, tetapi semata-mata sebagai wahana pembelajaran manajemen rumah sakit. Materi kasus diangkat dari tesis Program MM, dr. Wahyu Irawan, MM., “Strategi MSDM Menghadapi Peningkatan Status RS”, September 2008. Dilarang menggunakan dan atau memperbanyak tanpa ijin tertulis dari Program MM dan MMR UMY, Januari 2010. Hak cipta pada penulis. 1

Upload: lukman

Post on 11-Dec-2014

106 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

mmr

TRANSCRIPT

Page 1: RSUD_PASEBAN

R S U D “ P A S E B A N ” 1

LATAR BELAKANG

Rumah sakit ini didirikan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten pada tahun 1956, yaitu sebagai upaya tanggap darurat pada saat itu. Sasaran utama pendiriannya adalah untuk merawat para penderita busung lapar, akibat kemarau panjang serta rawan pangan. Pemda berharap bahwa setelah tanggap darurat berlaku, maka rumah sakit tersebut dapat difungsikan sebagai layaknya sebuah rumah sakit.

Pada awal perkembangannya rumah sakit ini memiliki fasilitas yang amat terbatas. Bahkan sebagian dari bangunannya masih berdinding anyaman bambu. Kemudian rumah sakit ini menempati sebuah gedung semi permanen, sehingga pada akhir tahun 1967 rumah sakit ini telah memiliki fasilitas rawat inap dengan 90 tempat tidur.

Selanjutnya pada tanggal 1 April 1982 RSUD ini diresmikan oleh Menteri Kesehatan R.I., yaitu dengan status RSUD kelas D. Dengan perkembangan yang semakin baik, meliputi mutu pelayanan, mutu ketenagakerjaan, mutu fasilitas, mutu pelayanan, mutu sarana pendukung, maka pada tanggal 9 Februari 1993 RSUD ini memperoleh kenaikan status, yaitu dari RSUD kelas D ke kelas C ditandai dengan:

1. Persetujuan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Republik Indonesia No.B-14/Kep/Menpan/I/93 tertanggal 9 Februari 1993.

2. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.202/Menkes/DK/II/93 tertanggal 26 Februari 1993.

3. Keputusan Menteri Dalam Negeri No.22 tahun 1994 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja RSUD.

4. Surat Gubernur Kepala Daerah Propinsi No.188-342/2121 tertanggal 22 September 1994.

5. Peraturan Daerah Kabupaten Tingkat II No.2 tahun 1996 tentang Penetapan Organisasi dan Tata Kerja RSUD kelas C untuk Pemda Tingkat II Kabupaten.

Sejak awal Januari 2001 fasilitas rawat inap ditingkatkan, yaitu dari 90 tempat tidur, menjadi 116 tempat tidur. Selanjutnya pada tanggal 29 Maret 2003 nama rumah sakit ini diubah menjadi Rumah Sakit Umum Daerah “PASEBAN”, dan fasilitas rawat inapnya ditingkatkan menjadi 133 tempat tidur.

TUGAS MELAKUKAN PERUBAHAN

1 Kasus Manajemen Rumah Sakit ini ditulis oleh Aris Suparman Wijaya, Ph.D., staf pengajar pada Program MM-UMY. Kasus ini tidak dimaksudkan untuk menilai benar atau tidaknya manajemen suatu rumah sakit, tetapi semata-mata sebagai wahana pembelajaran manajemen rumah sakit. Materi kasus diangkat dari tesis Program MM, dr. Wahyu Irawan, MM., “Strategi MSDM Menghadapi Peningkatan Status RS”, September 2008. Dilarang menggunakan dan atau memperbanyak tanpa ijin tertulis dari Program MM dan MMR UMY, Januari 2010. Hak cipta pada penulis.

1

Page 2: RSUD_PASEBAN

Pada tengah tahun 2003 Pemerintah Daerah Kabupaten telah mengangkat dr. Srikandi, SPOG. (dia adalah seorang dokter senior pada RSUD Paseban) sebagai direktur rumah sakit. Pada saat pelantikannya, Bupati Kepala Daerah mengemukakan harapannya, yaitu agar RSUD ditingkatkan statusnya dari kelas C menjadi kelas B atau bahkan kelas A. Harapan dari stakeholder utama RSUD ini, telah membakar semangat dr. Srikandi untuk bekerja keras bersama jajaran personalia RSUD Paseban, untuk bisa merealisasikan harapan Pemerintah Daerah Kabupaten.

Dr. Srikandi dikenal sebagai sosok yang “low profile”, tetapi pandai bergaul dan jaga dalam melakukan loby, pergaulannya amat luas dan komunikasi dengan para stakeholder RSUD amat intens. Tahap pertama yang dia lakukan adalah menciptakan suasana kondusif, baik dilingkungan internal RSUD maupun dilingkungan ekternalnya. Euphoria desentralisasi dimanfaatkan untuk membangun otonomi yang lebih luas pada RSUD yang dipimpinnya.

Pada saat itu keuangan RSUD ditangani oleh Dinas Keuangan dan Pendapatan Daerah, sehingga semua pendapatan RSUD dianggap sebagai pendapatan daerah dan harus disetorkan sepenuhnya kepada kas daerah; semua pengeluaran, harus diajukan kepada bendahara daerah dan dikeluarkan oleh kas daerah. Sistem ini oleh dr. Srikandi dirasakan menghambat, karena dinamika pada suatu sisi diharapkan oleh Pemda, pada suatu sisi yang lain dihambat dengan birokrasi keuangan yang rumit dan panjang yang jelas amat menghambat dinamika yang di dorong dan diharapkan oleh pemerintah.

Melalui lobi yang intens dr. Srikandi melakukan berbagai diskusi berkaitan dengan otonomi rumahsakit. Tanpa otonomi – termasuk swa kelola keuangan rumah sakit - , maka sulit bagi manajemen RSUD untuk dapat mencapai kriteria RSU kelas B, apalagi kelas A. untuk itu dr. Srikandi selalu menandaskan bahwa tuntutan Pemda agar RSUD Paseban agar dapat mencapai peringkat B, maka prasyaratnya adalah harus diberi otonomi yang luas, termasuk pengelolaan keuangan. Di samping itu dikarenakan fungsi sosial dan fungsi pelayanannya, maka tidak sepantasnya bilamana RSUD dianggap sebagai sumber pendapatan daerah.

Selain lobi yang intens dengan para stakeholder, dia juga melakukan diskusi yang intens dengan para pengelola RS Paseban. Pada setiap pertemuan rutin, dia selalu mensosialisasikan rencana otonomi keuangan rumah sakit. Semua jajaran manajemen rumah sakit amat berkepentingan dengan langkah strategis yang dilakukan oleh dr. Srikandi. Diskusi dan sosialisasi upaya memperoleh otonomi yang lebih luas ini penting, yaitu untuk menciptakan kesatuan dan persatuan pada seluruh jajaran manajemen rumah sakit.

Diskusi intens dengan jajaran pengelola rumah sakit, kemudian ditindaklanjuti dengan pembentukan berbagai tim, diantaranya adalah:

Tim persiapan pengelolaan otonomi keuangan RSUD; meliputi pengelolaan dana operasional, pengelolaan dana investasi, pengelolaan perencanaan dan pengendalian dana, pengelolaan kas keluar dan kas masuk, pengamanan dana, pemanfaatan jasa bank untuk penerimaan setoran, dan lain sebagainya.

2

Page 3: RSUD_PASEBAN

Tim pengkajian persiapan status kelas B. Termasuk formasi personalia untuk RSUD kelas B.

Kerja keras dr. Srikandi beserta seluruh jajaran manajemen RSUD Paseban tampak memberikan hasil. Pada awal tahun 2004, RSUD diberi wewenang untuk mengurus keuangannya. Untuk itu tim manajemen RSUD lebih bergairah lagi dalam melaksanakan program otonomi rumah sakit. Mereka harus bekerja lebih keras lagi, untuk membuktikan bahwa otonomi rumah sakit tersebut memang tepat. Tanggung jawab rumah sakit menjadi lebih berat lagi, karena bukan hanya melayani operasional rumah sakit, tetapi juga mengelola keuangan dls. Karena tantangan berat untuk membuktikan bahwa pemberian otonomi memang tepat, maka semua pihak perlu bekerja ekstra keras untuk membuktikannya. Pada medio 2004 mereka membuktikan bahwa kinerja RSUD ternyata memang menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan.

MENETAPKAN SASARAN ANTARA

Setelah otonomi RSUD Paseban diberikan oleh Pemda, dr. Srikandi kemudian lebih memfokuskan pada upaya untuk memperoleh status kelas B. untuk itu dia bersama seluruh jajaran manajemen rumah sakit bersepakat untuk meningkatkan tim pengkajian yang telah dibentuk menjadi tim persiapan dan pelaksanaan peningkatan status RSUD Paseban. Setelah bekerja keras selama hampir 2 bulan, tim menyimpulkan hal-hal sebagai berikut:

Berdasarkan hasil visitasi supervisi Depkes berkaitan dengan kriteria RSUD pada semester II 2004, ternyata nilai akumulatif telah menunjukkan angka 400, yaitu telah jauh melampaui kelas C yang telah diterima pada tahun 1993. (periksa lampiran A).

Untuk menuju ke kriteria kelas B diperlukan lonjakan yang cukup kuat.

Kondisi saat visitasi

(medio 2004)

Kriteria Kelas B Kekurangan

a. Unsur Pelayanan 120 142 22 (15%)b. Unsur -

Ketenagakerjaan 200 283 83 (29%)c. Unsur Fisik 30 42 12 (29%)d. Unsur Peralatan 50 73 23 (32%)

400 540 140 26%

Masalah yang potensial yang perlu diantisipasi diantaranya adalah:

a. Untuk meningkatkan poliklinik, yaitu dari 4 macam poliklinik dasar (kelas C) menjadi 12 macam klinik pelayanan lengkap (kelas B) dibutuhkan tambahan personalia medis maupun non medis yang cukup banyak. Kemungkinan besar usulan tambahan personalia tersebut akan terhambat usulannya di Pemda (baik ditingkat dasar maupun di DPR).

3

Page 4: RSUD_PASEBAN

b. Pendanaan untuk meningkatkan keempat unsur yang dipersyaratkan Depkes adalah cukup besar yang anggarannya perlu waktu, baik proses negosiasi dengan pihak Pemda dan DPRD, Dinas Kesehatan Provinsi maupun dengan Departemen Kesehatan.

c. Disamping persyaratan-persyaratan tersebut juga sangat diperlukan peran serta dari seluruh jajaran SDM RSUD Paseban, berupa komitmen untuk bersedia berpartisipasi, serta komitmen untuk selalu meningkatkan mutu pelayanan. Termasuk kesediaan untuk melakukan perubahan.

Untuk mengatasi serta mengantisipasi hambatan-hambatan tersebut, maka tim bersepakat untuk:

1. Menurunkan sasaran pencapaian, yaitu dari kelas B ke kelas CB, yaitu sebagai sasaran antara, sehingga lonjakan capaian kinerja tidak terlalu berat.

2. Lonjakan yang dimaksud adalah sebagai berikut:

Kondisi saat visitasi

(mid 2004)

Kriteria Kelas CB Kekurangan

a. Unsur Pelayanan 120 129 9b. Unsur -

Ketenagakerjaan 200 260 60c. Unsur Fisik 30 31 1d. Unsur Peralatan 50 70 20

400 490 30

3. Waktu yang ditetapkan adalah 2 tahun, yaitu sampai dengan awal tahun 2006.

PRIORITAS TINDAKAN PENCAPAIAN SASARAN ANTARA

1. Perencanaan SDM

Standar farmasi yang diberlakukan oleh pemerintah daerah, nampaknya agak ketat. Sehingga usulan penambahan hampir seluruhnya ditolak. Hal tersebut dikarenakan pada pada tahun 2004 formasi yang ada sudah melebihi standar, sehingga perlu ada serangkaian tindakan yang perlu dilakukan. Diantaranya adalah:

1) Langkah perampingan yang dilakukan melalui langkah outsourcing, terutama untuk para petugas kebersihan dan petugas keamanan. Dengan langkah outsourcing tersebut dapat dilakukan pengurangan tenaga kerja yang cukup signifikan.

2) Penyederhaan administrasi keuangan, yang ditempuh dengan kerjasama dengan bank yang bersedia membuka pos loket pembayaran 24 jam.

3) Mengembangkan sistem kontrak kerja dengan dokter (terutama dokter spesialis maupun super spesialis), sehingga tidak berpengaruh pada standar formasi.

4

Page 5: RSUD_PASEBAN

4) Mendorong Kerjasama Operasional (MKO) untuk beberapa pelayanan teknis pendukung pelayanan medis, sehingga selain tidak perlu mengangkat spesialis juga akan mengurangi investasi.

Melalui terobosan-terobosan tersebut, nampaknya pengisian formasi tidak lagi menjadi hambatan.

2. Pengembangan Fasilitas Sarana dan Prasarana

Untuk pengembangan ini, proposal sera rencana pengembangan sarana dan prasarana dikomunikasikan secara luas baik ditingkat pemerintah pusat; dengan pemerintah propvinsi maupun dengan pemerintah kabupaten. Dengan adanya swakelola keuangan, maka dimungkinkan adanya kreasi-kreasi produk pelayanan RSU yang menambah sumber-sumber pemasukan dana, sehingga dengan perencanaan keuangan yang efektif dan efisien, maka proyek-proyek pengembangan yang telah disetujui tetapi dananya belum cair, dimana perlu dapat diawali dengan dana yang ada.

3. Pengembangan Peralatan

Pengembangan peralatan, terutama sarana pendukung pelayanan kesehatan kesehatan dengan teknologi yang mutakhir dapat dipastikan mahal. Perlu dikaji kemungkinan KSO untuk pelayanan tersebut. Terobosan telah dilakukan untuk pengadaan sarana tersebut dengan pola KSO. Ke depan perlu kajian yang mendalam manfaatnya bagi RSU.

4. Pemberdayaan Tenaga Medik dan Tenaga Perawat Magang.

Keduanya bisa merupakan beban, tetapi sekaligus juga merupakan peluang. Perlu lebih disempurnakan adanya petunjuk pelaksanaan serta petunjuk teknis agar tenaga magang ini memperoleh manfaat yang optimal. Disisi lain RSU juga akan memperoleh manfaat yang optimal pula dari kehadiran mereka.

5. Peningkatan Mutu Pelayanan

Diperlukan penjajagan untuk menerapkan manajemen mutu untuk pelayanan RSU. Nampaknya diperlukan persiapan mental dikalangan para karyawan, agar upaya penerapan manajemen mutu RSO dapat dilaksanakan.

Upaya-upaya tersebut dilakukan selama 2004 – 2006 dengan hasil yang relatif baik. Hal tersebut dinyatakan oleh tim penilai akreditasi RSU Departemen Kesehatan pada akhir tahun 2006 yang menyatakan bahwa RSU Paseban sudah berada di atas kelas CB, tetapi masih sedikit dibawah kelas B. tim akreditasi menyarankan agar dilakukan perbaikan-perbaikan terutama unntuk unsur pelayanan dan unsur ketenagakerjaan serta sedikit unsur peralatan.

Pada saat visitasi supervisi dari Departemen Kesehatan Pusat tersebut pelayanan poliklinik telah bertambah menjadi 9 poliklinik serta ada. Dengan dilakukannya program outsourcing dibidang tenaga keamanan dan tenaga pelayanan pembersihan, maka total jumlah tenaga kerja menjadi sedikit dibawah standar formasi, sehingga untuk mengisi lowongan tersebut telah direkrut beberapa calon karyawan yang sementara masih dalam masa percobaan dan dalam status tenaga kontrak, sedangkan untuk spesialis dari poliklinik

5

Page 6: RSUD_PASEBAN

sebanyak 9 klinik, 6 diantaranya adalah tenaga kontrak paruh waktu namun masing-masing didampingi dokter umum yang merupakan tenaga tetap pada RSUD. Sedangkan 3 poliklinik telah sepenuhnya dikelola oleh spesialis tenaga tetap RSUD.

Dengan komposisi formasi poliklinik dengan susunan untuk masing-masing poliklinik diperlukan: 1 tenaga dokter spesialis yang sesuai dengan bidangnya (tenaga kontrak/tenaga tetap). 1 dokter umum senior 2 dokter umum junior 2 perawat senior 3 perawat junior 2 tenaga administratif

Maka untuk 9 poliklinik tersebut pada akhir 2006 masih diperlukan untuk 3 dokter senior 8 dokter junior 6 perawat senior 7 perawat junior

Ambisi yang kuat untuk bisa mencapai status RSUD kelas B sangat kuat. Tim kerja mencanangkan untuk 2 poliklinik baru, sehingga jumlah poliklinik menjadi 11 buah. Termasuk pengadaan super spealis yaitu poliklinik haemodialisa. RSUD akan mendorong agar calon super spealis yang kebetulan berdomisili di kabupaten tersebut dapat menjadi tenaga tetap dan diberi beasiswa untuk memperoleh sertifikasi super spesialis dari Fakultas Kedokteran UGM. Sementara itu tim yang lain sedang menjajagi KSO untuk peralatan haemodialisis.

Sekembalinya tim visitasi pada bulan Maret 2006, dr. Srikandi mengadakan rapat tim untuk membahas secara mendalam masukan-masukan dari tim visitasi. Secara garis besar simpulan yang diambil diantaranya adalah:

1. Bahwa kelas akreditasi RSUD Paseban telah berada diatas kelas CB, namun masih berada dibawah kelas B.

2. Budaya pelayanan masih perlu ditumbuhkembangkan.3. Di bidang ketenagakerjaan agar dipelihara adanyan keseimbangan antara tenaga

kontrak dengan tenaga tetap agar kelanggengan pelayanan RS kelancarannya tidak terganggu (khususnya untuk tenaga dokter spesialis serta dokter senior).

4. Masih diperlukan penyempurnaan sarana fisik maupun sarana perlengkapan, khususnya perlengkapan dan sarana fisik pendukung pelayanan poliklinik yang sedang dikembangkan, maupun peningkatan mutu pelayanan secara umum.

Dari masukan dari tim visitasi bulan Maret 2006 tersebut dapat ditarik kesimpulan, bahwa sasaran antara yaitu kelas CB, telah dapat dilampaui, sehingga tim harus berupaya mengejar akreditasi kelas B yang sudah di depan mata. Dalam kesempatan tersebut dr. Srikandi memberikan apresiasinya kepada seluruh jajaran pada RSUD Paseban, atas kontribusinya serta kerja kerasnya, sehingga RSUD dapat maju pesat dan berkembang.

6

Page 7: RSUD_PASEBAN

MUSIBAH GEMPA MEI 2006

Belum dua bulan dari visitasi Depkes, pada awal Mei 2006 terjadilah sebuah gempa yang amat dahsyat yang menimpa daerah tersebut. Musibah tersebut tidak saja meluluhlantakan fasilitas serta bangunan rumah sakit, selain itu juga menimbulkan ribuan korban jiwa dan puluhan ribu korban luka-luka yang sangat memerlukan perawatan yang mendesak.

Seluruh tenaga medis dan non medis RSUD Paseban bahu membahu dan tanpa mengenal lelah melakukan tindakan cepat tanggap bencana. Selain dibentuk satuan tugas untuk melakukan rehabilitasi sarana dan prasarana rumah sakit, juga telah dibangun tenda-tenda darurat dihalaman rumah sakit, baik untuk memudahkan pasien rawat inap yang ruang rawatnya mengalami kerusakan, maupun untuk memberikan pertolongan dan pelayanan kepada para korban gempa Terutama korban-korban gempa yang memerlukan pertolongan mendesak.

Tim relawan dari masyarakat berdatangan untuk memberikan bantuan. Pemerintah baik ditingkat pusat maupun daerah juga memberikan bantuannya. Bahkan bantuan dokter, perlengkapan dan obat-obatan juga berdatangan dari luar negeri. Dalam suasana kritis dan mendesak tersebut, tim rumah sakit menjadi semakin padu dan semakin tangguh, mereka selalu bekerja dengan dinamika yang tinggi, koordinasi yang lincah, kreatif, demi dedikasi pelayanan kemanusiaan yang luhur. Poliklinik orthopedi menjadi primadona, dikarenakan banyaknya korban yang menderita cedera patah tulang. Bantuan sarana prasarana maupun tenaga medis terus berdatangan terutama serana dan prasarana bedah tulang. Ditengah-tengah suasana tanggap darurat tersebut, cita-cita untuk meningkatkan kelas C menuju ke B seolah-olah tenggelam.

KEGIATAN PASCA GEMPA

Pemerintah pusat maupun pemerintah daerah menaruh perhatian yang besar dalam upaya rehabilitasi sarana dan prasarana pasca gempa. Tidak sedikit dana yang dikucurkan untuk upaya rehabilitasi tersebut, dan pengucurannyapun tidak memakan waktu yang lama. Dalam hal ini pimpinan RSUD Paseban beserta jajarannya untuk memanfaatkan momentum rehabilitasi ini menjadi “Rebuild the Hospital A New”. Di atas puing-puing bangunan lama RSUD dengan 12 poliklinik, ruang rawat inap kelas I, II, III maupun kelas VIP. (Ruang Isolasi khusus) Ruang ICU, Ruang Operasi, Lab, sarana penunjang teknis untuk kelas B maupun kelas A.

Sepanjang semester kedua tahun 2006 dan semester pertama tahun 2007 seluruh jajaran RSUD Paseban disibukan dengan renovasi RSUD (bukan rehabilitasi) antara lain hasil dana rehabilitasi gempa yang lancar mengalir dapat merenovasi RSUD sesuai dengan cetak biru yang telah dibuat. Sementara sarana dan prasarana dibangun, maka persiapan bagi calon-calon pemangku jabatan telah dipersiapkan dengan sebaik-baiknya. Bahkan KSO untuk

7

Page 8: RSUD_PASEBAN

pengadaan 5 unit haemodialisis telah memperoleh ijin prinsip dari Bapak Bupati serta rekomendasi dari dinas kesehatan propinsi.

Pada suatu rapat koordinasi para jajaran pimpinan RSUD pada bulan April 2007, dr. Srikandi telah memberikan sinyal, bahwa masa jabatannya telah hampir berakhir. Beliau mengingatkan bahwa:

1. Keberhasilan merenovasi RSUD adalah keberhasilan tim, bukan keberhasilan individu.2. Musibah gempa yang baru saja dilewati telah mendewasakan seluruh jajaran

karyawan RSUD, terutama tim medis. Musibah tersebut telah menciptakan suasana kerja yang dinamis, cepat tanggap, trampil dan trengginas, tetapi tidak menghilangkan mutu layanan.

3. Musibah gempa tersebut telah meyakinkan kebenaran tulisan cina krisis yang dapat dibaca bahwa didalam suatu krisis pasti muncul adanya peluang. Musibah gempa selain telah membawa petaka pada masyarakat dan pada RSUD Paseban, juga telah membawa angin surga berupa kemudahan memperoleh dana rehabilitasi.

4. Budaya kerja tim yang telah terbentuk dan budaya pelayanan yang mulai menggeliat perlu terus dipelihara.

5. Dengan kondisi yang sekarang ada, akreditasi RSUD kelas B hampir dapat dipastikan akan segera tercapai, hendaknya hal tersebut membuat kita menjadi takabur, tetapi harus tetap mawas diri dan terus berbenah diri, karena pada hakekatnya profesi rumah sakit adalah sebuah pembelajaran yang terus menerus, hal ini dikarenakan bahwa organisasi rumah sakit adalah suatu “learning organization”.

AKREDITASI KELAS B

Segera setelah rehabilitasi fisik dan perlengkapan RSUD Paseban selesai, maka pada pertengahan tahun 2007 diterbitkan SK Akreditasi Departemen Kesehatan No.142/Menkes/SK/2007 tentang “Peningkatan Kelas RSUD Paseban” serta Peraturan Bupati tentang peningkatan Organisasi dan Tata Kerja RSUD paseban No.3 tahun 2007.

Bersama dengan itu jabatan dr. Srikandi telah berakhir dan telah ditimbang terimakan kepada Direktur RSUD Paseban yang baru yaitu dr. Bambang Irawan, yang juga dari unsur manajemen RSUD setempat. Timbang terima berlangsung lancar dan program-program RSUD tetap bergulir.

Namun dari peningkatan status RSUD tersebut masih menyisakan pekerjaan rumah bagi direktur yang baru diantaranya adalah:

1. Masalah perbedaan struktur organisasi RSUD kelas B menurut Keputusan Menteri Kesehatan dan Keputusan Bupati (Periksa lampiran B).

2. Masalah rekrutmen dan penempatan SDM.

8

Page 9: RSUD_PASEBAN

STRUKTUR ORGANISASI BERDASAR SK BUPATI KEPALA DAERAH

Direktur RS hanya satu orang, kemudian dibawah direktur adalah kepala-kepala bidang. Struktur tersebut menyebabkan jajaran manajemen ditingkat atas menjadi agak kurang bergairah, dikarenakan bebab direktur menjadi semakin berat di dalam operasional dan non operasional dari internal organisasi dan hampir tidak punya waktu untuk kegiatan-kegiatan strategik maupun memelihara “strategic linkage” dengan para stakeholders. Apalagi para kepala-kepala bidang, tugas-tugas mereka akan menjadi semakin berat. Tetapi tanggung jawab yang setingkat dengan jabatan asisten direktur tersebut, hanya diberi “job title” kepala bidang; disamping itu renumerasi yang diterima pun juga tidak begitu jauh berbeda dengan renumerasinya sebagai kepala bagian.

Iklim organisasi dengan status yang baru RSUD kelas B tidak menjadi semakin cerah, bahkan sebaliknya menjadi nampak kurang bergairah. Hal ini nampaknya tidak terlepas dari pengamatan Kepala Daerah Kabupaten. Untuk itu Pak Bupati telah memanggil dr. Srikandi yang mantan direktur RS, agar dapat membantu dr. Bambang Irawan untuk mengembalikan kegairahan dalam tubuh organisasi RSUD Paseban.

MENGELOLA MANAJEMEN PERUBAHAN

Dalam suatut pertemuan yang dihadiri oleh para manajer utama RSUD PASEBAN, dr. Srikandi diundang sebagai staf ahli RS. Hadir dalam pertemuan tersebut para kepala bidang, para kepala bagian dan biro, serta komite medis, komite keperawatan, staf medis fungsional dan SPI.

Pada kesempatan tersebut dr. Srikandi diminta untuk memberikan pesan-pesan pribadi sebagai mantan direktur RSUD. Diantara pesan-pesannya adalah sebagi berikut:

1. Proses perubahan adalah proses yang perlu dikelola dengan bijak. Perubahan tidak akan terjadi dengan mulus, bilamana kekuatan yang menentang perubahan lebih kuat dari kekuatan yang mendorong adanya perubahan.

2. Proses perubahan atau transformasi dari RSUD Paseban dari kelas C ke kelas B, yang Sknya telah diterbitkan masih jauh dari selesai. SK dari Kepala Daerah No. 3 Tahun 2007 adalah merupakan sasaran antara. Sasaran akhirnya adalah struktur organisasi sesuai dengan pedoman RSUD kelas B, yaitu direktur yang dibantu para asisten direktur.

3. Manajemen perubahan adalah sebuah proses, yang harus dikelola secara berkesinambungan untuk itu juga diperlukan pengembangan budaya yang sinkron dengan perubahan serta tuntutan perubahan.

4. Sebagai direktur dituntut menyediakan waktu untuk memlihara jalur komunikasi yang intens dengan para stakeholder, jangan hanya mengurusi internal operasional rumah sakit.

5. Pengalaman selama berjuang untuk meningkatkan status RSUD dari kelas C ke kelas B menunjukkan bahwa kerjasama dalam tim merupakan cara yang efektif. Semangat ini

9

Page 10: RSUD_PASEBAN

hendaknya terus ditumbuh kembangkan sampai ditingkat operasional, karena hakekatnya manajer koordinator tim.

6. Perlu pengkajian pengelolaan organisasi RSUD berdasar SK Bupati No.3 Tahun 2007 dengan pola organisasi sesuai pola organisasi RSUD kelas B menurut Depkes. Inventarisasikan perubahan-perubahan apa yang diperlukan. Persiapan-persiapan apa yang perlu dilakukan, meliputi antara lain:

a) Sistem dan prosedur serta alur kerja b) Pelatihan-pelatihan yang diperlukanc) Penataan ulang tata laksana kantor

dan lain-lain yang relevan.

7. Perlu loby yang intens berkaitan dengan penyesuaian SK No.3/2007 dengan pola organisasi RSUD kelas B sesuai dengan model Depkes.

Sehabis pertemuan tersebut dr. Srikandi dimohon untuk membantu direktur untuk melaksanakan butir 7 dari saran yang telah diberikan. Dr. Srikandi pun bersedia untuk membantu dr. Bambang guna melakukan loby dimaksud secara bersama-sama. Dengan demikian maka estafet akan dilaksanakan, tetapi sambil lari bersama tongkat estafet tetap akan dipindah tangankan sesuai dengan aturan main.

PENUTUP

Melalui loby yang intens kepada para stakeholders upaya dr. Bambang Irawan dibantu dr. Srikandi akhirnya berhasil. Pada pertengahan tahun 2008 Pemerintah Daerah Kabupaten telah menerbitkan surat keputusan, yang garis besarnya adalah hampir sama dengan pola organisasi RSUD kelas B Depkes.

Selanjutnya tim bekerja keras untuk berjuang menuju ke puncak klasemen yaitu RSUD kelas A. Selamat Berjuang.

10

Page 11: RSUD_PASEBAN

Keputusan Menteri Kesehatan R.I.No. 983/Menkes/SK/XI/1992Tanggal: 12 November 1992

Penilaian Klasifikasi Rumah Sakit Umum

No. UNSURKELAS

D D-C C C-B B B-BP BP BPA A1. Pelayanan 30 58 76 129 142 191 204 275 2872. Ketenagaan 36 109 140 260 283 360 503 510 5233. Fisik 20 21 26 31 42 47 50 50 504. Peralatan 24 37 38 70 73 127 128 140 140

110 225 280 490 540 725 885 975 1000

Keterangan: Perhitungan skor dibuat berdasarkan petunjuk pelaksanaan penilaian kemampuan pelayanan RSU yang akan ditetapkan.

11

Lampiran A

Page 12: RSUD_PASEBAN

STRUKTUR ORGANISASI RUMAH SAKIT KELAS BVERSI DEPARTEMEN DAN VERSI PEMERINTAH

Tugas dan Jabatan

Organisasi VersiDepartemen Kesehatan

Organisasi VersiPemerintah Daerah

Wakil direktur pelayanan medis dan keperawatan

Wakil direktur penunjang medis dan pendidikan

Wakil direktur umum dan keuangan

12

Wakil direktur

Instalasi

Bagiankesekretariatan Perencanaan dan

rekam medis

Akuntansi Penyusunan anggaran dan pengeluaran

Wakil direktur

6 Instalasi

Bidangpelayanan medis

Bidangkeperawatan

Sub bidang

Rawat jalan, rawat inap, rawat darurat,bedah sentral, perawatan intensif

Bidangpelayanan

Instalasi

Sub bidang

Rawat jalan,rawat inap,

rawat darurat,bedah sentral,

perawatan intensif

Wakil direktur

10 Instalasi

Bidang penunjang medis

Bidang pendidikanmedis

Sub bidang

Radiologi, farmasi, gizi, rehabilitasi medis,patologi klinik, patologi anatomi,

pemulasaran, jenazah, penelitian, sarana dan prasarana

Bidangpenunjang

Instalasi

Sub bidang

diagnostik logistik,rekam medis, audit,

patologi klinik, patologi anatomi, SIM,

rumah sakit, sarana dan prasarana

Sekretariat Unsurkepegawaian

Perencanaan,Pendidikan,

Penelitian dan mutu

Pemasaran dan humas

Anggaran dan perbendaharaan

Verifikasidan alumni

Bagian keuangan

Lampiran B

Page 13: RSUD_PASEBAN

13