risperidon sebagai pengobatan dari gejala gangguan tingkah laku pada anak dengan autistik dan...

28
Risperidon sebagai Pengobatan dari Gejala Gangguan Tingkah Laku pada Anak dengan Autistik dan Kelainan Perkembangan Pervasif Lainnya Sarah Shea,MD; Atilla Turgay,MD;Alan Carroll,MD; Miklos Schulz, PhD; Herbert Orlik, MD; Isabel Smith, PhD; dan Fiona Dunbar, MBBCh ABSTRAK. Tujuan. Untuk mengetahui efikasi dan keamanan risperidon untuk pengobatan gejala gangguan tingkah laku dengan autistik dan kelainan perkembangan pervasif lainnya (Pervasive Developmental Disorders/PDD). Metode. Dalam 8 minggu, secara random, double-blind, uji kontrol plasebo, menggunakan larutan risperidon/plasebo (0,01-0,06 mg/kg/hari) diberikan kepada 79 anak dengan umur 5-12 tahun dan memiliki PDD. Gejala gangguan tingkah laku dinilai dengan menggunakan Ceklist Kebiasaan Aberrant (Aberrant Behavior Checklist/ABC), format pengukuran kebiasaan anak Nisonger (Nisonger Child Behaviour Rating Form), dan perubahan impresi umum klinik ( Clinical Global Impresion Change ). Penilaian tingkat keamanan meliputi tanda-tanda vital, elektrokardiogram, gejala ekstrapiramidal, efek samping, dan tes laboratorium. Hasil. Subjek yang mendapat risperidon (dosis rata-rata : 0,04 mg/kg/hari; 1,17 mg/hari) mengalami penurunan yang lebih signifikan pada iritabilitas subskala dari ABC dibandingkan dengan mereka yang mendapat plasebo. Pada akhir penelitian, subjek yang diberi pengobatan risperidon menunjukkan suatu perbaikan sebesar 64% pada skor

Upload: dosendoktor

Post on 28-Oct-2015

71 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

menjelaskan tentang Risperidon sebagai Pengobatan dari Gejala Gangguan Tingkah Laku pada Anak dengan Autistik dan Kelainan Perkembangan Pervasif Lainnya

TRANSCRIPT

Page 1: Risperidon sebagai Pengobatan dari Gejala Gangguan Tingkah Laku pada Anak dengan Autistik dan Kelainan Perkembangan Pervasif Lainnya (translasi jurnal)

Risperidon sebagai Pengobatan dari Gejala Gangguan Tingkah

Laku pada Anak dengan Autistik dan Kelainan Perkembangan

Pervasif Lainnya

Sarah Shea,MD; Atilla Turgay,MD;Alan Carroll,MD; Miklos Schulz, PhD; Herbert Orlik, MD; Isabel

Smith, PhD; dan Fiona Dunbar, MBBCh

ABSTRAK. Tujuan. Untuk mengetahui efikasi dan keamanan risperidon untuk

pengobatan gejala gangguan tingkah laku dengan autistik dan kelainan perkembangan

pervasif lainnya (Pervasive Developmental Disorders/PDD).

Metode. Dalam 8 minggu, secara random, double-blind, uji kontrol plasebo,

menggunakan larutan risperidon/plasebo (0,01-0,06 mg/kg/hari) diberikan kepada 79

anak dengan umur 5-12 tahun dan memiliki PDD. Gejala gangguan tingkah laku dinilai

dengan menggunakan Ceklist Kebiasaan Aberrant (Aberrant Behavior Checklist/ABC),

format pengukuran kebiasaan anak Nisonger (Nisonger Child Behaviour Rating Form),

dan perubahan impresi umum klinik ( Clinical Global Impresion Change ). Penilaian

tingkat keamanan meliputi tanda-tanda vital, elektrokardiogram, gejala ekstrapiramidal,

efek samping, dan tes laboratorium.

Hasil. Subjek yang mendapat risperidon (dosis rata-rata : 0,04 mg/kg/hari; 1,17

mg/hari) mengalami penurunan yang lebih signifikan pada iritabilitas subskala dari

ABC dibandingkan dengan mereka yang mendapat plasebo. Pada akhir penelitian,

subjek yang diberi pengobatan risperidon menunjukkan suatu perbaikan sebesar 64%

pada skor iritabilitas, meningkat dua kali lipat dibandingkan subjek yang mendapat

plasebo yaitu sebesar 31%. Subjek yang mendapat risperidon juga menunjukkan

penurunan yang lebih signifikan pada 4 sub skala lainnya dari ABC; pada masalah

tingkah laku, merasa tidak aman/kecemasan, hiperaktif, dan meliputi sub skala sensitive

dari Nisonger Child Behavior Rating Form (menurut orang tua); dan pada Skala Analog

Visual pada gejala yang paling menyulitkan.Subjek yang mendapat risperidon (87%)

menunjukkan perbaikan yang menyeluruh dibandingkan dengan kelompok yang

mendapat placebo (40%). Somnolen, merupakan efek samping yang paling sering

dilaporkan , pada subyek dengan risperidon 72,5% dan pada subyek dengan plasebo

7,7%, dan dapat diatasi dengan modifikasi dosis/jadwal pemberian dosis. Subjek yang

mendapat risperidon mengalami peningkatan berat badan yang lebih besar secara

Page 2: Risperidon sebagai Pengobatan dari Gejala Gangguan Tingkah Laku pada Anak dengan Autistik dan Kelainan Perkembangan Pervasif Lainnya (translasi jurnal)

statistik ( risperidon sebesar 2,7 kg dan placebo meningkat sebesar 1,0 kg), denyut nadi,

dan tekanan darah sistolik. Skor Gejala ekstrapiramidal dibandingkan antar kelompok.

Kesimpulan. Risperidon dapat ditoleransi dan mempunyai efikasi yang lebih

baik dalam penanganan gejala gangguan kebiasaan yang berkaitan dengan PDD pada

anak.

Kelainan perkembangan pervasif (Pervasive Developmental Disorders/PDD)

merupakan suatu kelompok kelainan neuropsikiatrik yang meliputi kelainan autistik,

kelainan Asperger, kelainan disintregatif masa kanak-kanak, kelainan Rett, dan PDD

lainnya yang tidak spesifik. Kelainan-kelainan ini ditandai dengan perkembangan social

yang tidak khas, komunikasi, dan tingkah laku. Onsetnya muncul biasanya dalam usia 5

tahun kehidupan. Angka prevalensinya sebesar 63 per 10000 anak telah tercatat.

Walaupun secara umum berkaitan dengan retardasi mental, perkembangan dan

gambaran gejala kebiasaan dari PDD itu berbeda dan tidak menggambarkan tingkat

perkembangan.

PDD ditandai dengan deficit yang berat dan pervasive pada beberapa area

perkembangan. Meliputi keterampilan interaksi social timbal balik, keterampilan

berkomunikasi, atau adanya gerakan stereotype, ketertarikan, dan aktivitas. Anak

dengan PDD mungkin didapatkan kebiasaan yang sulit termasuk agresi, hiperaktivitas,

tidak perhatian atau sulit konsentrasi, impulsiv, stereotype, berteriak, dan kebiasaan

melukai diri sendiri. Kebiasaan-kebiasaan ini dapat mengganggu baik di lingkungan

sekolah maupun di dalam keluarga; di samping itu, dapat mempengaruhi perkembangan

anak dan kesejahteraan anak dan pengasuhnya.

Akan tetapi, belum ada intervensi farmakologis yang memiliki target secara

spesifik pada deficit PDD. Namun, beberapa penelitian telah dibuat untuk memperbaiki

gejala kebiasaan yang berkaitan dengan PDD. Sejumlah penelitian, yang dikeluarkan

sejak 1960an, telah menunjukkan bahwa perbaikan gejala gangguan kebiasaan dapat

diperoleh dengan menggunakan neuroleptik konvensional, seperti antagonis reseptor

dopamine haloperidol. Namun karena frekuensi terjadinya diskinesia dan efek samping

ekstrapiramidal lainnya lebih besar membuat penggunaannya dibatasi. Sebagai data

awal keamanan dan efikasi atipikal antipsikosis yang baru tersedia di akhir tahun

Page 3: Risperidon sebagai Pengobatan dari Gejala Gangguan Tingkah Laku pada Anak dengan Autistik dan Kelainan Perkembangan Pervasif Lainnya (translasi jurnal)

1980an dan awal tahun 1990an, membuat kecenderungan pemakaian obat tersebut

semakin meningkat.

Risperidon merupakan suatu antagonis reseptor dopamine (D2) dan serotonin

(5HT2A dan lainnya). Secara khusus penggunaan pada dosis yang lebih rendah,

risperidon sangat kecil menyebabkan gejala ekstrapiramidal (Extrapyramidal

symptoms/EPSs) dibanding pada penggunaan obat-obat konvensional. Sejumlah

penelitian dilakukan untuk mengetahui kegunaan risperidon pada anak dengan PDD.

Bukti awal dari penelitian ini menunjukkan bahwa risperidon aman dan efektif dalam

menurunkan gejala gangguan kebiasaan pada anak dalam populasi ini. Namun, untuk

penelitian yang lebih baik, desain penelitian dibutuhkan untuk mengkonfirmasi

penemuan-penemuan ini. Pada saat penelitian ini dilakukan, tidak ada uji control yang

dilaporkan. Penelitian ini memerlukan evaluasi kritis mengenai efikasi dan keamanan

risperidon untuk pengobatan gejala gangguan kebiasaan pada anak dengan PDD.

METODE

Desain Penelitian dan Tujuan

Dalam 8 minggu ini, secara random, double-blind, kelompok pararel, orang

Kanada, desain penelitian multisenter untuk mengevaluasi efikasi dan keamanan

risperidon versus placebo dalam pengobatan gejala gangguan kebiasaan pada anak

dengan PDD. Subjek mengunjungi klinik selama 7 kali : pada kunjungan skrining/awal

dan pada akhir pengobatan minggu 1, 2, 3, 5, 7, dan 8. Penelitian dilaksanakan sesuai

dengan Deklarasi Helsinki yang direvisi pada tahun 1996 dan dibuktikan oleh Badan

Review Institusional pada tiap-tiap pusat penelitian. Orang tua anak/pengasuh/wali yang

sah diminta untuk menandatangani inform konsen. Pendekatan yang mendukung

tersebut biasanya untuk mendapatkan persetujuan anak apabila memungkinkan. Orang

yang bertanggung jawab diperlukan untuk menemani subjek penelitian saat kunjungan

ke klinik, menyediakan keterangan yang jelas, dan memberikan pengobatan.

Subyek

Pasien yang secara fisik sehat baik laki-laki maupun perempuan dengan usia 5-

12 tahun yang dimasukkan dalam penelitian ini dengan criteria inklusi yang didiagnosis

Page 4: Risperidon sebagai Pengobatan dari Gejala Gangguan Tingkah Laku pada Anak dengan Autistik dan Kelainan Perkembangan Pervasif Lainnya (translasi jurnal)

axis I PDD menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder edisi

keempat dengan skor total 30 atau lebih pada skala angka autis pada masa kanak-kanak

(Childhood Autism Rating Scale/CARS), dengan atau tanpa retardasi mental. Subjek

dengan skizofrenia, abnormalitas laboratorium yang secara klinik signifikan, atau

kejang bagi mereka yang mendapat >1 antikonvulsan atau jika mereka telah mengalami

kejang selama 3 bulan tidak dimasukkan kriteria. Subjek yang memiliki riwayat

hipersensitivitas neuroleptik, tardive diskinesia, sindrom malignan neuroleptik,

penyalahgunaan obat atau alkohol, atau infeksi virus HIV tidak dimasukkan criteria.

Subjek juga dieksklusi apabila mendapat risperidon pada 3 bulan terakhir, yang

sebelumnya terbukti tidak berespon terhadap risperidon, atau yang menggunakan obat-

obatan yang dilarang.

Penelitian dan Pengobatan lainnya

Setelah skrining pada kunjungan awal, subjek yang terseleksi dipilih secara acak

(1:1) untuk mendapatkan risperidon atau placebo larutan per oral 1,0 mg/mL diberikan

sehari sekali di pagi hari pada 0,01 mg/kg/hari pada pengobatan di hari ke-1 dan 2 dan

ditingkatkan menjadi 0,02 mg/kg/hari pada hari ke 3. Tergantung dari respon terapi

pada hari ke 8, dosis dapat dinaikkan maksimal 0,02 mg/kg/hari. Sesudah itu, dosis

dapat disesuaikan oleh kebijakan peneliti dengan rentang mingguan dimana

penambahan/penurunannya tidak lebih dari 0,02 mg/kg/hari. Dosis maksimal yang

diperbolehkan adalah 0,06 mg/kg/hari. Karena menyebabkan mengantuk, pemberian

obat dalam penelitian diberikan sekali pada sore hari, atau total dosis hariannya dapat

dibagi dan diberikan dengan jadwal pagi hari dan sore hari.

Pengobatan yang digunakan untuk mengobati EPSs tidak dilanjutkan pada awal

penelitian. Namun, selama penelitian, antikolinergik dapat digunakan untuk mengatasi

EPSs setelah Skala Pengukuran Simptom Extrapiramidal (Extrapyramidal Symptom

Rating Scale/ESRS) dilengkapi. Pemberian pengobatan yang dilarang meliputi

antipsikosis selama penelitian, antidepresan, lithium, α2-antagonis, klonidin, guanifasin,

inhibitor kolinesterase, psikosimultan, dan naltrexon. Suatu antikonvulsan tunggal

dan/atau obat untuk tidur atau cemas diperbolehkan hanya pada kasus di mana subjek

telah mendapat obat pada dosis stabil selama 30 hari sebelum penelitian. Pembatasan

juga pada terapi intervensi tingkah laku. Pengobatan untuk kelainan organik yang telah

Page 5: Risperidon sebagai Pengobatan dari Gejala Gangguan Tingkah Laku pada Anak dengan Autistik dan Kelainan Perkembangan Pervasif Lainnya (translasi jurnal)

ada sebelumnya diperbolehkan bila dosis dan waktu pemberianannya dapat

dipertahankan dengan stabil.

Hasil Pengukuran

Efikasi penilaian menggunakan skor pada masing-masing kunjungan klinik

meliputi Abberant Behavior Checklist (ABC), versi orang tua dari Nisonger Child

Behavior Rating Form (N-CBRF), suatu Visual Analog Scale (VAS) bagi gejala yang

paling menyulitkan, dan Clinical Global Impression-Change (CGI-C). ABC terdiri atas

58 item yang terbagi dalam 5 skala : iritabilitas, letargi dan penarikan diri dari sosial,

kebiasaan stereotipik, hiperaktivitas/tidak menurut, dan tutur bicara yang tidak sesuai.

Versi orang tua dari N-CBRF terdiri atas 60 item yang terbagi dalam 6 skala : masalah

tingkah laku, merasa tidak aman/kecemasan, hiperaktif, melukai diri sendiri/stereotipik,

mengurung diri/ritualistic, dan terlalu sensitif. Subskala dari ABC dan N-CBRF

dilengkapi oleh orang tua atau pengasuh di bawah petunjuk dari peneliti, skor untuk

kedua pengukuran tersebut berkisar antara 0 sampai 3, dengan 0 = tidak ada gangguan

dan 3 = gangguan berat. Pada kunjungan awal, orang tua/pengasuh melaporkan gejala-

gejala apa yang paling bermasalah. Beratnya gejala dicatat pada VAS yang dilengkapi

oleh orang tua/pengasuh dengan tanda vertical pada garis 100mm, dengan skor yang

lebih rendah mengindikasikan suatu kondisi yang lebih baik. Pada kunjungan awal,

tingkat beratnya CGI dari subjek penelitian dengan PDD diskor oleh peneliti pada 7

item skala pengukuran dari yang tidak ada sampai sangat berat. Pada kunjungan

berikutnya, perubahan pada kondisi keseluruhan subjek penelitian diukur oleh peneliti

pada 7 item skala (CGI-C) dengan rentang dari sangat meningkat sampai sangat buruk.

Penilaian tingkat keamanan, yang termasuk data efek lanjutan, tanda vital, dan

berat badan, dikumpulkan pada masing-masing kunjungan. Di samping itu, adanya dan

beratnya EPSs dinilai pada tiap-tiap kunjungan oleh peneliti menggunakan ESRS. EKG

12 lead dan biokimia rutin, hematologi, dan urinalisis dilakukan pada kunjungan

pertama dan akhir pengobatan.

Page 6: Risperidon sebagai Pengobatan dari Gejala Gangguan Tingkah Laku pada Anak dengan Autistik dan Kelainan Perkembangan Pervasif Lainnya (translasi jurnal)

Analisis Statistik

Populasi awal untuk penilaian keamanan merupakan populasi yang berkeinginan

untuk berobat (intention to treat/ITT), terbatas pada subjek yang mendapat minimal 1

dosis pengobatan. Populasi awal untuk penilaian efikasi merupakan populasi efikasi

ITT,semua subyek yang diacak yang mendapat minimal 1 dosis penelitian dan bagi

yang mendapat minimal 1 kali penilaian efikasi. Parameter efikasi primer adalah

perubahan iritabilitas dari awal penelitian hingga akhir (ie, pengamatan terakhir)

sebagaimana terukur pada subskala iritabilitas dari ABC. Ini terdapat 15 item subskala

yang meliputi item seperti “melukai diri sendiri”, “agresif terhadap pasien lainnya dan

petugas”, “temper tantrum”, mudah tersinggung, “mood yang menurun”, dan “menangis

dan berteriak tidak jelas”. Parameter efikasi sekunder meliputi perubahan dari awal

hingga akhir penelitian dalam 4 subskala dari ABC, 6 subskala dari N-CBRF dan dalam

VAS dianalisis dengan analisis kovarians dengan menggunakan model jenis

pengobatan, pusat, dan skor dasar. Suatu analisis “responder” juga dilakukan, yang

mana “responder” merupakan mereka yang mendapat 50% atau lebih penurunan dari

skor awal pada minimal 2 atau 5 subskala ABC dengan tidak ada satupun subskala yang

mendapat peningkatan 10% atau lebih. Tes Cochran-Mantel-Haenszel, mengontrol sisi

penelitian, digunakan untuk membandingkan angka respon antara kelompok risperidon

dan placebo; ini juga digunakan untuk membandingkan skor GCI-C. kejadian/efek

lanjutan ditabulasikan dengan tipe dan kejadiannya. Denyut jantung, tekanan darah

sistolik dan diastolic, dan berat badan dianalisis menggunakan analisis varians.

Perubahan pada skor ESRS dianalisis menggunakan tes Cochran-Mantel-Haenszel yang

dimodifikasi skor ridit (tes Van Elteren’s). Statistic deskriptif digunakan untuk

melaporkan hasil tingkat keamanan lainnya. Semua tes diinterpretasikan pada 5% level

signifikan (2-tailed) tanpa penyesuian untuk tes yang mulitipel.

HASIL

Subyek

Total 80 subjek penelitian pada 7 tempat penelitian memenuhi criteria yang telah

ditentukan dan ikut ke dalam penelitian. Dari jumlah ini, 41 orang terpilih secara acak

untuk mendapat risperidon dan 39 orang terpilih secara acak untuk mendapat placebo.

Page 7: Risperidon sebagai Pengobatan dari Gejala Gangguan Tingkah Laku pada Anak dengan Autistik dan Kelainan Perkembangan Pervasif Lainnya (translasi jurnal)

Seorang subjek yang terpilih secara acak mendapat risperidon tidak mengikuti

penelitian dan tidak mendapat pengukuran awal. Jadi, 79 subjek (40 orang kelompok

risperidon, 39 kelompok placebo) termasuk ke dalam populasi ITT, populasi penilaian

keamanan primer. Di samping itu, karena 1 subjek pada masing-masing kelompok tidak

memiliki data efikasi akhir, 77 subjek (39 risperidon, 38 plasebo) termasuk ke dalam

populasi efikasi ITT, populasi penilaian tingkat efikasi primer.

Dalam populasi ITT, subjek yang mendapat risperidon maupun placebo, sama

dalam data awal dan demografisnya (tabel 1). Rata-rata umur responden 7,5 tahun, dan

lebih dari ¾ nya adalah laki-laki. Sebagian besar (88,6%) tinggal bersama orang tua.

Semua subjek memiliki skor CARS 30 atau lebih, yang merupakan indikasi autism.

Lebih dari separuh (55,7%) dari seluruh peserta merupakan kategori “autis yang berat”

yang ditentukan berdasarkan CARS. Sedang berdasarkan Manual Diagnostik dan

Statistik Kelainan Mental, Edisi ke-4, sebelum CARS, merupakan system diagnosis

yang kurang inklusif., 69% subjek terdiagnosis dengan kelainan autistic. Dua puluh tiga

dari 40 subjek yang mendapat risperidon dan 25 dari 39 subjek yang mendapat placebo

mengikuti tes IQ standar; 15 (65,2%) pada kelompok sebelumnya dan 12 (48,0%) pada

kelompok berikutnya memiliki retadarsi mental yang ringan dan sedang. Tujuh belas

subjek (8 pada kelompok risperidon, 9 pada kelompok placebo), yang memiliki

kemampuan intelektual menggunakan tes IQ standar yang dilengkapi tes kognitif

Leiter International Performance Scales atau Raven’s Progressive Matrices. Anak-anak

ini berada pada retardasi mental sedang sampai berat. 59 responden (75%) mempunyai

masalah kondisi kesehatan, paling banyak masalah telinga, hidung atau tenggorokan,

mata, gastrointestinal, kelainan kulit, genitourinary, pernafasan, alergi atau kelainan

imunologi.

Tujuh puluh dua (91,1%) subjek berhasil melengkapi 8 minggu penelitian.

Tujuh (8,9%) subjek keluar sebelum penelitian selesai; dari jumlah ini, 2 telah dipilih

secara random untuk mendapat risperidon dan 5 telah dipilih secara random mendapat

placebo. Di antara subjek yang mendapat risperidon, 1 keluar karena efek/kejadian

lanjutan (sebagai akibat overdosis pada hari ke-2) dan 1 keluar karena respon yang tidak

sesuai. Di antara subjek yang mendapat placebo, 1 keluar karena efek/kejadian lanjutan

(sebagai akibat overdosis pada hari ke-16), 2 keluar karena respon yang tidak sesuai,

dan 2 menarik persetujuan.

Page 8: Risperidon sebagai Pengobatan dari Gejala Gangguan Tingkah Laku pada Anak dengan Autistik dan Kelainan Perkembangan Pervasif Lainnya (translasi jurnal)

Tabel 1. Demografi dan karakteristik penyakit untuk populasi ITT

Karakteristik Risperidone (n=40) Placebo (n=39)Umur (tahun)Rata-rataMedianJenis kelaminLaki-lakiPerempuanRasKulit HitamKulit putihLainnyaBerat badan (kg), rata-rataVAB score, rata-rataDSM-IV Axis I diagnosis of PDD, n (%)Kelainan AutisticKelainan AspergerKelainan disintegrative anak-anakKelainan RettPDD tidak spesifikCARS, rata-rataNonautistik skor <30,n(%)Ringan/sedang, skor 31-36, n(%)Berat, skor 37-60,n(%)IQ test, n(%)IQNormal, skor ≥ 85,n(%)Borderline, skor 71-84,n(%)Ringan, skor 50-70, n(%)Sedang,skor 35-49,n(%)

7,6±2,37,0(5-12)

29(72,5)11(27,5)

6(15,0)27(67,5)7(17,5)31,2±14,546,6±13,1

27(67,5)5(12,5)1(2,5)

0(0)7(17,5)38,9±5,30(0)17(42,5)23(57,5)31(77,5)

3(9,7)6(19,4)12(38,7)10(32,3)

7,3±2,37,0(5-12)

32(82,1)7(17,9)

6(15,4)28(71,8)5(12,8)27,6±8,652,2±19,8

28(71,8)7(17,9)0(0)

0(0)4(10,3)39,1±6,70(0)18(46,2)21(53,8)35(87,9)

11(31,4)4(11,4)8(22,9)12(34,3)

VAB (Vineland Adaptive Behaviour ), DSM-IV (Diagnostic and Statistical Manual of mental Disorders, edisi keempat)

Penelitian dan Medikasi Lainnya

Subjek mendapat pengobatan double-blind dengan placebo selama 49,6 hari

(range: 7-63 hari) atau dengan risperidon selama rata-rata 52,7 hari (range: 2-62 hari).

Rata- rata dosis harian pemberian risperidon selama periode pengobatan, yang termasuk

pada minimum 1 minggu periode titrasi, adalah 1,17 mg; rata-rata dosis adalah 0,04

mg/kg/hari. Pada penelitian akhir, rata-rata dosis harian risperidon adalah 1,48 mg, dan

rata-rata dosis adalah 0,05 mg/kg/hari. Dalam kelompok risperidon, sebagian besar

subjek (n=37) memulai dengan dosis sekali sehari pada pagi hari; 8 dari subjek ini tetap

dengan jadwal tersebut selama penelitian. Jadwal pemberian dosis dimodifikasi bagi 29

subjek sisanya (14 subjek berubah menjadi sore dan 15 lainnya dengan dosis dua kali

sehari) karena efek somnolen.

Page 9: Risperidon sebagai Pengobatan dari Gejala Gangguan Tingkah Laku pada Anak dengan Autistik dan Kelainan Perkembangan Pervasif Lainnya (translasi jurnal)

Total 62 subjek (78,5%) mendapat minimal 1 pengobatan lain selama percobaan.

Lebih banyak subjek pada kelompok risperidon yang mendapat pengobatan lain untuk

kondisi medis lainnya daripada kelompok placebo: 36 (90%) dibanding 26 (66,7%).

Obat yang paling sering digunakan adalah analgetik (37,5% dan 17,9%, berturut-turut),

obat batuk dan flu (25% dan 10,3%), antibiotic (12,5% dan 12,8%), obat anti asma

(15% dan 10%). Sedative dan hipnotik diberikan pada 11 subjek (27,5%) kelompok

risperidon dan 9 subjek (23,1%) kelompok placebo sesuai dengan kebutuhan dasar

untuk mengatasi cemas selama tes laboratorium. Antikolinergik diberikan pada 3 subjek

(7,5%) kelompok risperidon dan 1 subjek (2,6%) pada kelompok placebo untuk

mengatasi EPSs yang emergensi.

Hasil efikasi

Skor rerata subskala iritabilitas dari ABC, parameter efikasi yang utama,

dibandingkan antara 2 kelompok : kelompok dengan risperidone 18,9 dan kelompok

placebo 21,2. Pada tiap kunjungan berikutnya terjadi penurunan nilai rerata pada kedua

kelompok, bagaimanapun penurunan rerata kelompok risperidone secara konsisten lebih

besar dibandingkan kelompok plasebo. Lebih jauh, terdapat perbedaan yang bermakna

secara statistik pada penurunan rerata ini pada setiap kunjungan mulai dari pengobatan

minggu ke 2 ( P≤0,05 )hingga ke 8 (P≤0,001). Pada akhir penelitian, didapatkan rerata

menurun dari skor iritabilitas pada subjek dengan terapi resperidone 12,1, hampir dua

kali lipat dibandingkan dengan kelompok plasebo sebesar 6,5 (P ≤0,001, Tabel 2). Pada

akhir penelitian, subjek dengan terapi risperidone menunjukkan peningkatan sebesar 64

% di atas garis dasar iritabilitas dibandingkan kelompok plasebo yang hanya 30,7% .

Pola respon yang mirip diamati ketika serangkaian analisis dari nilai subskala

iritabilitas dilakukan diantara 54 subjek ( 26 termasuk kelompok risperidone, 28

termasuk kelompok plasebo ) yang memiliki diagnosis gangguan autis. Nilai dasar

reratanya pada kelompok risperidone 20,6 ± 8,1 dan pada kelompok plasebo 21,6 ±

10,2. Terdapat perbedaan bermakna pada penurunan rerata secara statistik pada

pemberian risperidone sejak pengobatan minggu ke 2 ( P ≤ 0,05). Pada akhir penelitian,

rerata menurun pada skor iritabilitas, pada kelompok risperidon -13,5 ± 5,2 dan pada

kelompok plasebo -7,5 ± 7.6, memperlihatkan peningkatan pada kelompok risperidon

sebesar 65,6% dan kelompok placebo sebesar 34,7%.

Page 10: Risperidon sebagai Pengobatan dari Gejala Gangguan Tingkah Laku pada Anak dengan Autistik dan Kelainan Perkembangan Pervasif Lainnya (translasi jurnal)

Pada uji akhir penelitian, subjek dengan terapi resperidone juga menunjukkan

perubahan yang lebih besar, yang bermakna secara statistik pada setiap 4 subskala

lainnya dari ABC ( P ≤ 0,005, Tabel 2 ). Perbedaan terbesar ditemukan pada subskala

hiperaktivitas / ketidakpatuhan dimana subjek dengan terapi resperidone menurun 14,9

pada nilai rerata dan subjek dengan plasebo menurun 7,4 ( P ≤ 0,001). Dibandingkan

dengan 15 subjek ( 39,5 % ) pada kelompok plasebo, 27 subjek ( 69,2 % ) dari

kelompok risperidon ditemukan seorang “responder”( P = 0.01 ).

Subjek dengan terapi risperidon menunjukkan perbaikkan yang lebih besar pada

subskala masalah tingkah laku dari versi orang tua yang terdapat pada N-CBRF : rerata

menurun pada akhir penelitian pada kelompok risperidon 10,4 dengan 6,6 untuk

kelompok dengan plasebo ( P ≤ 0,01, tabel 2 ). Kelompok dengan terapi resperidone

juga menunjukkan penurunan rerata yang lebih signifikan secara statistik pada subskala

perasaan tidak aman/ kecemasan (P = 0,039), hiperaktif ( P = 0,035 ), dan sensitivitas

berlebihan ( P = 0,038 ). Penurunan rerata yang lebih besar terlihat pada subskala

menyakiti diri sendiri / stereotipik dan mengisolasi diri/ritualistik, bagaimanapun

perbedaan antara kedua terapi tersebut tidak bermakna secara statistik.

Untuk semua subjek, gejala yang paling menyulitkan adalah agresivitas ( 23,4 %

), diikuti dengan kemarahan / mood negatif ( 18,2 % ), seperti yang dinilai dengan VAS.

Pada uji akhir penelitian, rerata VAS dari gejala yang paling menyusahkan, menurun

dengan rerata dari kelompok terapi risperidon sebesar 38,4 dan rerata kelompok plasebo

26,2 ( Tabel 2 ). Dengan 5 subskala ABC dan masalah tingkah laku, subskala perasaan

tidak aman / kecemasan, hiperaktivitas, dan sensitifitas berlebihan dari N-CBRF,

peningkatan rerata dari peringkat VAS lebih bermakna pada kelompok terapi risperidon.

Lebih dari dua kali jumlah subjek dengan terapi risperidon menunjukkan peningkatan

secara klinis sebesar 34(87,2), seperti saat dinilai CGI-C, dibandingkan dengan subjek

yang diberi placebo sebesar 15 (39,5%). Dari tiga kali penilaian pada subjek dengan

terapi risperidone juga pada subjek yang diberi plasebo, terdapat peningkatan yang

bermakna pada kelompok risperidon sebesar : 21 ( 54% ) sedang pada kelompok

placebo sebesar 7 ( 18 % ) dengan ( P ≤ 0,001 ). Perbedaan yang bermakna secara

statistik pada CGI-C diantara subjek dengan terapi risperidone dan yang diberi plasebo,

terbukti pada setiap kunjungan (P ≤ 0,05).

Page 11: Risperidon sebagai Pengobatan dari Gejala Gangguan Tingkah Laku pada Anak dengan Autistik dan Kelainan Perkembangan Pervasif Lainnya (translasi jurnal)

Tabel 2. Perubahan data dasar menggunakan ABC, N-CBRF (mnrt org tua) dan VAS pada akhir penelitian

Ukuran efikasi Risperidone PlaceboAwal* akhir† Awal* akhir†

Subskala ABCIritabilitasHiperaktifBicara tdk sesuaiLetargi/penarikan diri dr socialTingkah laku stereotipikSubskala N-CBRF(mnrt ortu)Masalah tingkah lakuHiperaktifMenarik diriKecemasanHipersensitivitasMenyakiti diri sendiriVAS (gejala yg plg menyulitkan)

18,9±8,827,3±9,74,6±3,4

13,7±7,07,9±5,0

16,8±9,417,2±5,87,5±4,18,7±8,16,9±3,44,2±4,2

81,0±13,3

-12,1±5,8‡-14,9±6,7‡-2,6±2,6ş

-8,6±5,9¶-4,3±3,8ş

-10,4±7,4‡-8,1±4,6ş-4,8±3,9-4,6±6,5ş-3,8±2,8ş-2,6±3,3

-38,4±28,9ş

21,2±9,730,9±8,84,8±3,7

14,3±8,28,1±5,6

23,3±12,018,9±5,38,2±4,510,6±7,67,4±3,53,5±4,2

84,8±14,1

-6,5±8,4-7,4±9,7-1,6±3,0

-5,7±6,9-2,4±4,0

-6,6±9,5-5,6±6,6-3,6±4,6-3,5±5,5-2,7±3,2-1,3±2,8

-26,2±29,2*Mean ±SD†rata-rata perubahan dari awal ±SD‡P≤ .001 vs placeboşP≤ .05 vs placebo¶P≤ .01 vs placebo

Gbr 1. Subskala iritabilitas dari ABC dibanding waktu penelitian, *P≤.05 perubahan kedua kelompok dari data awal, †P<.01 perubahan kedua kelompok dari data awal, ‡P< .001 perubahan kedua kelompok dari data awal

Page 12: Risperidon sebagai Pengobatan dari Gejala Gangguan Tingkah Laku pada Anak dengan Autistik dan Kelainan Perkembangan Pervasif Lainnya (translasi jurnal)

Hasil keamanan obat

Risperidone, pada dosis rata-rata sebesar 0.04 mg/kg/hari ditoleransi dengan

baik oleh anak-anak yang ikut pada penelitian yang berlangsung selama 8 minggu ini.

Efek samping yang dilaporkan paling sering muncul pada subjek dengan terapi

risperidone adalah somnolen ( 72,5 %), infeksi saluran napas atas ( 37,5 %), rhinitis

( 27,5 %), dan peningkatan nafsu makan ( 22,5 %; Tabel 3). Kejadian paling sering pada

subjek yang diberi plasebo adalah reaksi agresif ( 20,5 % ), demam ( 17,9 % ), infeksi

saluran napas atas ( 15,4 % ), insomnia ( 15,4 % ), muntah ( 15,4 % ), diare ( 15,4 % ),

dan ketidakseimbangan emosi ( 15,4 % ).

Tingkat keparahan kebanyakan efek samping ini ringan. Hanya 5 subjek dengan

terapi risperidone yang mengalami efek samping yang parah dan berkaiatan dengan uji

obat : 1 kasus hiperkinesia dan somnolen, 1 kasus kenaikan berat badan, somnolen,

reaksi agresif dengan gangguan konsentrasi dan kelainan ekstrapiramidal sebagai akibat

overdosis yang tidak disengaja. Dua ( 5,1 % ) subjek plasebo memperlihatkan efek

samping yang diduga berkaitan dengan uji obat : 1 kasus insomnia dan mata cekung dan

1 kasus overdosis obat yang tidak disengaja. Dua subjek ditarik dari penelitian karena

efek samping : kasus kelainan ekstrapiramidal sebagai akibat dari overdosis yang tidak

disengaja pada kelompok risperidon dan kasus overdosis yang tidak disengaja pada

kelompok plasebo. Kedua kejadian ini sesudah itu membaik tanpa gejala sisa.

Dua puluh lima subjek ( 72,5 % ) dengan terapi risperidon dan 3 subjek ( 7,7

% ) yang diberi plasebo terlihat somnolen selama penelitian dengan rata-rata waktu

onset pada kejadian pertama yaitu masing-masing selama 8 dan 15 hari. Dari 29 subjek

dengan terapi risperidon, somnolen membaik pada 18 dari 20 subjek yang jadwal

pemberian obatnya berubah, baik yang satu kali sehari pada malam hari dan yang dua

kali sehari. Somnolen juga membaik pada 2 subjek yang dosis obatnya diturunkan dan

pada 5 dari 7 subjek yang tidak dibuatkan penyesuaian dosis.

Sehingga, total somnolen 86,2 % ( 25 dari 29 subjek ) dengan terapi risperidon.

Sebuah analisis subgrup diantara subjek dengan terapi risperidon dengan dan tanpa

somnolen menunjukkan peningkatan yang sama pada nilai iritabilitas dari ABC,

menunjukkan bahwa efek positif risperidon pada hasil efikasi primer tidak tergantung

terhadap somnolen.

Page 13: Risperidon sebagai Pengobatan dari Gejala Gangguan Tingkah Laku pada Anak dengan Autistik dan Kelainan Perkembangan Pervasif Lainnya (translasi jurnal)

Tabel 3. Insiden efek samping obat yang dilaporkan > 10% dari kelompok risperidoneKejadian, n(%) Risperidone (n=40) Placebo(n=39)Setiap kejadianSomnolenISPA atasRhinitisPeningkatan nafsu makanNyeri abdomenDemamImsoniaMuntahBatukNyeri kepalaKonstipasiApatisTakikardiInfluenza like symptomAnoreksiaFatigueHipersalivasiPeningkatan BBTremor

40(100)29(72,5)15(37,5)11(27,5)9(22,5)8(20,0)8(20,0)6(15,0)6(15,0)6(15,0)5(12,5)5(12,5)5(12,5)5(12,5)4(10,0)4(10,0)4(10,0)4(10,0)4(10,0)4(10,0)

31 (79,5)3(7,7)6(15,4)4(10,3)4(10,3)3(7,7)7(17,9)6(15,4)6(15,4)4(10,3)2(5,1)1(2,6)0(0,0)0(0,0)2(5,1)1(2,6)1(2,6)1(2,6)1(2,6)0(0,0)

Pada akhir penelitian, subjek dengan terapi risperidon denyut jantung meningkat

dengan rerata 8,9 kali/menit dibandingkan dengan kelompok placebo denyut nadi

menurun 0,6 kali/menit. Lima kasus dari takikardi yang ringan hingga berat pada

kelompok risperidon dilaporkan pada akhir penelitian (table 3).

Perubahan pada rekaman elektrokardiogram dianggap penting secara klinis

untuk satu subjek pada kelompok risperidon, perubahan ini termasuk takikardi dan

kemungkinan kelainan konduksi ringan. Pada akhir penelitian, tekanan darah sistolik

meningkat dengan rerata 4,0 mmHg pada subjek dengan terapi risperidon dibandingkan

dengan penurunan rerata 0,7 mmHg pada subjek yang diberi plasebo. Tidak satu pun

dari kasus peningkatan tekanan darah sistolik yang dianggap bermakna secara klinis

oleh peneliti. Pada akhir penelitian, subjek dengan terapi risperidon menunjukkan rerata

peningkatan berat badan sebesar 2,7 kg dibandingkan dengan peningkatan pada subjek

dengan plasebo yang hanya sebesar 1 kg ( P ≤ 0,001 ).

Terbukti tidak adanya perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok pada

skor total ESRS. Rerata skor total ESRS pada akhir bervariasi mulai dari 0,2 sampai 0,9

pada kelompok risperidon dan dari 0,3 sampai 1,1 pada kelompok plasebo. EPSs

dilaporkan sebagai efek samping pada 11 subjek ( 27,5 % ) dengan terapi risperidon

dan 5 subjek ( 12,8 % ) dengan plasebo. Pada subjek dengan terapi risperidon, tremor

( 4 kasus ), kelainan ekstrapiramidal, dan hipokinesia ( 2 kasus ) adalah EPSs yang

Page 14: Risperidon sebagai Pengobatan dari Gejala Gangguan Tingkah Laku pada Anak dengan Autistik dan Kelainan Perkembangan Pervasif Lainnya (translasi jurnal)

paling sering. Enam kejadian EPSs ini dilaporkan terjadi pada 5 subjek dengan plasebo

termasuk adanya 1 pada masing-masing dari diskinesia tardive, cara berjalan yang

abnormal, ataxia, diskinesia, hipertonia, dan kontraksi otot involunter. Kebanyakan

kejadian ini bersifat ringan dan sementara dan tidak membutuhkan intervensi. Dua

subjek pada kelompok dengan risperidon dan 1 pada kelompok pasebo menerima obat

anti EPS, pada semua kasus, EPS membaik pada akhir penelitian. Akhirnya, semua

pasien memiliki parameter hematologi, biokimiawi, dan urinalisis dalam batas normal.

Tidak ada perbedaan pada nilai laboratorium yang perlu diperhatikan diantara kedua

kelompok.

Tabel 4. Perubahan tanda vital dan berat badan

Variabel keamanan

Risperidone (n=40) Placebo(n=38)

Awal* akhir† Awal* akhir†

Nadi(permenit)

Diastolik(mmHg)

Sistolik(mmHg)

Berat badan (kg)

90,2±12,0

68,1±9,8

100,4±9,6

31,2±14,2

8,9±13,9‡

0,7±9,1

4,0±10,4‡

2,7±2,0¶

95,0±13,7

67,8±10,3

100,4±10,5

27,5±8,7

-0,6±13,1

-0,7±8,8

-0,7±10,7

1,0±1,6

*mean ±SD

†rata-rata perubahan dari awal ±SD

‡P≤ .01 vs placebo

¶P≤ .001 vs placebo

DISKUSI

Penelitian plasebo-kontrol, 8 minggu, random, multisenter, double-blind ini,

menyatakan penemuan yang dilaporkan dari sejumlah penelitian kecil, open-label, dan

dari penelitian double-blind yang baru-baru ini diadakan oleh Research Unit on

Pediatric Psychopharmacology ( RUPP ) Autism Network. Dinyatakan bahwa

risperidone terbukti sebagai obat yang secara konsisten efektif untuk mengurangi

banyak gejala tingkah laku berkaitan dengan PDD pada anak-anak. Seperti diukur

Page 15: Risperidon sebagai Pengobatan dari Gejala Gangguan Tingkah Laku pada Anak dengan Autistik dan Kelainan Perkembangan Pervasif Lainnya (translasi jurnal)

dengan ABC, N-CBRF, dan VAS, risperidon secara bermakna lebih efektif

dibandingkan plasebo pada semua pengurangan iritabilitas, hiperaktifitas /

ketidakpatuhan, pembicaraan yang tidak sesuai, lethargi / menarik diri, kepribadian

stereotipik, masalah tingkah laku, hiperaktif, perasaan tidak aman / ketakutan, dan

sensitivitas berlebihan dan gejala-gejala yang dianggap paling menyusahkan. Sebagai

tambahan, seperti yang diukur dengan CGI-C, subjek dengan terapi risperidon

menunjukkan perbaikan klinis secara bermakna. Sebagai tambahan, meskipun

perbedaan rerata pada perubahan dari garis dasar pada akhir penelitian tidak bermakna

secara statistik, subjek dengan terapi risperidon secara konsisten mendapat skor yang

lebih rendah dibandingkan subjek dengan plasebo pada setiap subskala yang diukur

pada penelitian ini. Termasuk subskala N-CBRF yang menilai isolasi diri / ritualistik

dan menyakiti diri sendiri / kebiasaan stereotipik.

Pada awal dari hasil efikasi primer ( perubahan rerata dari skor iritabilitas ),

risperidon secara bermakna lebih efektif dibanding plasebo pada setiap kunjungan,

dimulai dengan penilaian kedua setelah randomisasi pada terapi minggu kedua. Pada

akhir penelitian, subjek dengan terapi risperidon menunjukkan peningkatan sebesar 64

% diatas garis dasar pada skor iritabilitas, sebuah peningkatan yang hampir dua kali

lipat dari subjek dengan plasebo. Hasil yang sama ditemukan pada subset dari subjek

autis. Perbaikan iritabilitas pada akhir penelitian untuk anak-anak dan dewasa dengan

autis dan yang mendapat terapi risperidon sebesar 66 %, sedangkan untuk kelompok

plasebo menunjukkan peningkatan sebesar 35 %. Perbedaan respon yang mirip

dilaporkan dari 101 anak, dengan rerata usia 8,8 tahun, yang didiagnosis gangguan autis

dengan kemarahan, agresif, atau kebiasaan menyakiti diri sendiri yang berat, dan

berpartisipasi pada penelitian RUPP selama 8 minggu, random, double-blind, plasebo-

kontrol. Pada penelitian ini, subjek dengan terapi risperidon menunjukkan perbaikan

sebesar 57 % pada rerata skor iritabilitas mereka, dimana subjek dengan plasebo hanya

menunjukkan perbaikan 14 % ( P ≤ 0,001 ). Hasil dari penelitian ini serupa dengan

penelitian dari RUPP dan bersama-sama mendukung efektivitas dari risperidon dalam

memperbaiki beberapa gejala-gejala kepribadian yang terganggu pada anak autis dan

PDD yang lainnya. Keterbatasan utama dari penelitian ini adalah durasi terapi yang

relatif singkat.

Page 16: Risperidon sebagai Pengobatan dari Gejala Gangguan Tingkah Laku pada Anak dengan Autistik dan Kelainan Perkembangan Pervasif Lainnya (translasi jurnal)

Terapi dengan risperidon secara umum ditoleransi dengan baik : hanya 1 subjek

dengan terapi risperidon yang ditarik dari penelitian karena efek samping, efek samping

ini disebabkan overdosis yang tidak disengaja pada uji obat, dan telah mengalami

perbaikan. Somnolen dilaporkan sebagai efek yang paling besar padakelompok

risperidon (86%). Somnolen membaik dengan sendirinya atau yang ditangani secara

efektif dengan menurunkan dosis menjadi dua kali setiap hari atau menjadi malam saja.

Hal ini sangat menarik untuk diperhatikan bahwa adanya somnolen tidak mempengaruhi

peningkatan pada iritabilitas,yang merupakan parameter primer efikasi.

Selama 8 mniggu perjalanan, denyut nadi meningkat pada subjek dengan terapi

risperidon, dengan takikardi ringan sampai sedang, telah dilaporkan sebagai efek

samping pada 5 subjek. Takikardia membaik pada 1 subjek. Sebagai tambahan, 1 subjek

pada kelompok risperidon dilaporkan memiliki kemungkinan abnormalitas ringan pada

konduksi ( pada lead 1) yang dianggap relevan secara klinis. Disana juga ada

peningkatan kecil tetapi signifikan secara statistik pada tekanan darah sistol kelompok

risperidon, meskipun tidak satu pun dari kasus yang diangap bermakna secara klinis.

Peningkatan kecil pada denyut jantung dan tekanan darah pada subjek dengan terapi

risperidon dibanding subjek dengan plasebo tidak terlihat pada percobaan kontrol yang

dilaporkan akhir-akhir ini, pada anak dengan gangguan autis dan hubungan yang

relevan diantara kedua juga tidak diketahui.

Tidak ada perbedaan yang signifikan pada total skor mingguan ESRS antara

kelompok risperidon dan placebo baik pada penelitian ini maupun penelitian 8 minggu

RUPP yang berisi anak-anak dengan gangguan autis. Meskipun lebih banyak subjek

dengan terapi risperidon dibandingkan subjek dengan plasebo mengalami setidaknya 1

EPS, kebanyakan gejalanya dinilai bersifat ringan dan sementara dan tidak

membutuhkan intervensi. Pada subjek yang menerima terapi, kejadian ini diatur dengan

efektif. Tidak ada kasus diskinesia tadive yang dilaporkan pada subjek dengan terapi

risperidon. Diperlukan penelitian yang lebih panjang untuk memantau EPSs dan hasil

keamanan lainnya.

Akhirnya, subjek dengan terapi risperidon mengalami peningkatan berat badan

2,7 kg dibandingkan dengan kenaikan yang dialami subjek dengan plasebo sebesar 1,0

kg. Derajat serupa dari peningkatan berat badan ditemukan pada penelitian RUPP.

Penelitian dengan durasi yang panjang pada penggunaan risperidon pada anak-anak

Page 17: Risperidon sebagai Pengobatan dari Gejala Gangguan Tingkah Laku pada Anak dengan Autistik dan Kelainan Perkembangan Pervasif Lainnya (translasi jurnal)

selama 1 tahun menunjukkan bahwa derajat peningkatan berat badan lebih berat selama

1 bulan pertama terapi. Meskipun begitu sebagai langkah awal untuk mencegah atau

menurunkan kenaikan berat badan yang mungkin terjadi, anak yang memiliki PDD dan

diberi resep risperidon seharusnya didorong untuk membuat aturan diet dan rencana

aktivitas fisik.

Seperti pada beberapa kasus pada antipsikotik lainnya, hiperglikemia dan

eksaserbasi dari diabetes yang telah ada sebelumnya, telah dilaporkan sebagai kejadian

aneh pada penggunaan risperidon; hal ini tidak ditemukan pada penelitian ini maupun

penelitian RUPP. Diabetes ketoasidosis juga pernah dilaporkan. Pemantauan klinis

dengan tepat dianjurkan pada pasien diabetes dan mereka yang memiliki faktor risiko

diabetes melitus.

Sebagai kesimpulan, larutan risperidon ( rerata dosis : 0,04 mg/kg/hari ; 1,17

mg/day ) memiliki efikasi dan ditoleransi baik dalam terapi gejala-gejala berkaitan

kepribadian., termasuk agresifitas, pada anak usia 5-12 tahun dengan PDD, seperti yang

dinilai dengan subskala-subskala ABC ( irritabilitas, hiperaktifitas / ketidakpatuhan,

pembicaraan yang tidak sesuai, letargi / menarik diri, kepribadian stereotipik ) dan

subkala-subskala N-CBRF dari masalah-masalah tingah laku, hiperaktifitas, perasaan

tidak aman / ketakutan, dan kepribadian yang terlalu sensitif. Kebanyakan efek samping

akan hilang dengan sendirinya atau siap diatur dengan memodifikasi dosis. Hasil efikasi

yang menggembirakan didapatkan, dimana agen ini menawarkan harapan baru untuk

memenejemen gejala kepribadian yang ditunjukan anak-anak dengan PDD.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penelitian ini didukung oleh Janssen-Ortho Inc, Canada, dan Johnson & Johnson

Pharmaceutical Research and Development.

RIS-CAN-23 Study Group: A. Carroll, W. Fleisher, S. Shea, M. Steele, K.

Streilein, A. Turgay, dan H. White.

Kami mengucapkan terimakasih pada Margaret Light, PhD dan Colleen Duncan,

MSc (Janssen-Ortho Inc.)