riset_new

9
Nama : I Kadek Pandi Putrawan NIM : 010112a040 PRODI : PSIK A 1. Latar belakang Fenomena perlakuan salah dan tidak wajar merupakan suatu permasalahan yang dihadapi anak-anak, yang dapat terjadi di lingkungan keluarga, komunitas, sekolah maupun tempat bermain. Khusus untuk kejadian di lingkungan keluarga kasus ini tidak banyak terungkap ke permukaan karena masih ada anggapan bahwa perlakuan salah pada anak menjadi urusan domestik yang tidak layak atau tabu untuk dibuka. Kejadian ini telah menyangkut penegakan hak asasi manusia dan hak anak, sehingga permasalahan perlakuan salah dan tidak wajar pada anak menjadi urusan publik, terutama terkait undang-undang No.23 tahun 2002 tentang perlindungan anak. WHO (2003) mendefinisikan Child abuse sebagai semua bentuk perlakuan masyarakat secara fisik atau emosional, penyalahgunaan seksual, pelalaian, eksploitasi lain, yang mengakibatkan cidera atau

Upload: pandi-rocketrockfriend

Post on 18-Dec-2015

217 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

n

TRANSCRIPT

Nama : I Kadek Pandi PutrawanNIM : 010112a040

PRODI : PSIK A

1. Latar belakang

Fenomena perlakuan salah dan tidak wajar merupakan suatu permasalahan yang dihadapi anak-anak, yang dapat terjadi di lingkungan keluarga, komunitas, sekolah maupun tempat bermain. Khusus untuk kejadian di lingkungan keluarga kasus ini tidak banyak terungkap ke permukaan karena masih ada anggapan bahwa perlakuan salah pada anak menjadi urusan domestik yang tidak layak atau tabu untuk dibuka. Kejadian ini telah menyangkut penegakan hak asasi manusia dan hak anak, sehingga permasalahan perlakuan salah dan tidak wajar pada anak menjadi urusan publik, terutama terkait undang-undang No.23 tahun 2002 tentang perlindungan anak.

WHO (2003) mendefinisikan Child abuse sebagai semua bentuk perlakuan masyarakat secara fisik atau emosional, penyalahgunaan seksual, pelalaian, eksploitasi lain, yang mengakibatkan cidera atau kerugian nyata maupun potensial terhadap kesehatan anak, kelangsungan hidup anak, tumbuh kembang anak, atau martabat anak yang dilakukan dalam konteks hubungan tanggungjawab, kepercayaan atau kekuasaan. Istilah child abuse sering kali diterjemahkan sebagai perlakuan salah pada anak, kekerasan terhadap anak (KTA) atau penganiayaan pada anak. Ada 4 macam kekerasan (abuse), yaitu emotional abuse, verbal abuse, physical abuse, dan sexual abuse. Kekerasan tersebut diatas yang paling sering dialami oleh anak-anak adalah verbal abuse.

Verbal abuse atau biasa disebut emotional child abuse adalah tindakan lisan atau perilaku yang menimbulkan konsekuensi emosional yang merugikan (Wong, 1996). Verbal abuse terjadi ketika orang tua menyuruh anak untuk diam atau jangan menangis. Jika anak mulai bicara, ibu terus menerus menggunakan kekerasan verbal seperti kamu bodoh. kamu cerewet, kamu kurang ajar. Anak akan mengingat itu semua kekerasan verbal jika semua kekerasan verbal itu berlangsung dalam satu periode (Jallaludin, 2006).

Verbal abuse dapat terjadi setiap harinya di rumah, rumah yang seharusnya tempat teraman dan tempat berlindung bagi anak-anak tidak lagi menjadi nyaman. Orang tua terlalu berharap pada anak dan cenderung memaksa anak agar mau menuruti sepenuhnya keinginan mereka, jika tidak maka anak akan mendapat hukuman. Hal inilah yang menjadi alasan bagi orang tua sering melakukan kekerasan pada anak, juga dikarenakan riwayat orang tua sering melakukan kekerasan pada anak sehingga cendrung meniru pola asuh yang telah mereka dapatkan sebelumnya. Stress, kemiskinan, isolasi sosial, lingkungan yang mengalami krisis ekonomi, tidak bekerja, kurangnya pengetahuan orang tua tentang pendidikan anak serta minimnya pengetahuan agama orang tua yang turut berperan menjadi penyebab orang tua melakukan kekerasan pada anaknya (Soetjiningsih, 2002).

Penelitian tentang verbal abuse pada anak jarang ditemukan, karena masih banyak orang tua di masyarakat saat ini menganggap hal bicara kasar, mencaci, membentak, memarahi, mengancam pada anak merupakan hal yang wajar. Sering kita temui orang tua dengan mudah berbicara kasar pada anak. Padahal begitu pentingnya peran orang tua pada perkembangan masa anak-anak (Soetiningsih, 2002).

Tumbuh kembang anak usia prasekolah mempunyai dampak yang besar terhadap kualitas di masa depan karena periode prasekolah turut menetukan keberhasilan tumbuh kembang anak. Anak usia prasekolah harus melewati tugas tumbuh kembang inisiatif vs rasa bersalah yang harus berhasil dilewati agar tidak menghambat pencapaian tugas perkembangan selanjutnya (Erikson dalam Potter & Perry, 2005). Menurut Piaget anak usia pra sekolah berada pada fase peralihan antara preccoceptual dan intuitive thought. Pada fase preccoceptual anak sering menggunakan satu istilah untuk beberapa orang yang mempunyai ciri yang sama. Sedangkan pada fase intuitive thought anak sudah bisa memberi alasan pada tindakan yang dilakukannya.

Perkembangan adalah perubahan psikologi sebagai hasil dari proses pemotongan fungsi psikis dan fisik pada diri anak yang ditunjang oleh faktor lingkungan dan proses belajar dalam waktu tertentu menuju kedewasaan. (Suherman, 2002). Menurut Harlimsyah (2007) perkembangan anak adalah segala perubahan yang terjadi pada diri anak dilihat dari berbagai aspek antara lain aspek fisik (motorik), emosional, kognitif, dan psikososial (bagaimana anak berinteraksi dengan lingkungan). Perkembangan psikososial pada anak dimulai dari bayi. Tersenyum dapat dianggap sebagai respon sosial. Pertama kali senyum timbul sebagai respon terhadap orang asing juga terhadap wajah yang dikenal. Peningkatan pertukaran sosial terjadi secara cepat ketika anak mulai bicara. Umur 6 bulan senyuman menjadi lebih selektif, terutama senyum terhadap ibu, ayah dan saudara kandung. Anak juga akan malu terhadap orang asing. Antara usia 2-3 tahun anak menunjukkan minat yang nyata untuk melihat anak lain dan berusaha mengadakan kontak sosial (Hurlock, 1998). Peran orang tua terhadap anak adalah mengajarkan cara beradaptasi dengan lingkungan. Hambatan perkembangan sosial membuat anak mengalami kecemasan, sulit berinteraksi dengan orang yang baru dikenal, bisa juga jadi pemalu (Harlimsyah, 2007).

Dari hasil studi pendahuluan dengan wawancara terhadap 10 orang tua di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur di dapatkan data 5 orang mengatakan dalam mengasuh anaknya sehari-hari sering menggunakan kata-kata yang kasar atau sifatnya mengancam seperti kamu bandel, tidak bisa diatur, tetapi perkembangan sosial anak tersebut biasa-biasa saja tidak mengalami hambatan dalam berinteraksi dengan teman-temannya, anak tersebut juga tidak menjadi pemalu, namun 2 orang ibu mengatakan tidak pernah mendidik anaknya dengan menggunakan kata-kata kasar dan perkembangan anak tersebut baik, seperti anaknya sangat mudah bergaul dengan teman-teman sebayanya, mudah berinteraksi dengan teman yang baru dikenalnya, dan 3 orang ibu dalam mengasuh anaknya sehari-hari tidak pernah memarahi anaknya apalagi sampai menggunakan kata-kata kasar yang sifatnya mengancam anak, tetapi perkembangan sosial anaknya kurang baik seperti anaknya pemalu dan sulit untuk dapat berintaraksi dengan teman-teman sebayanya dan kadang anak tersebut mengucapkan kata-kata kasar pada teman-temannya. Dari hasil studi pendahuluan diatas, peneliti tertarik untuk mengetahui adakah hubunngan verbal abuse dengan perkembangan sosial anak prasekolah (umur 3 5 tahun) di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur.

2. Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka penulis merumuskan masalah yaitu Adakah hubungan verbal Abuse dengan perkembangan sosial anak prasekolah (3-5 tahun) di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur 3. Tujuana. Tujuan UmumTujuan dari penelitian ini adalah mengetahui hubungan verbal abuse dengan perkembangan sosial anak prasekolah (3-5 tahun) di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur.b. Tujuan Khusus Mengetahui gambaran verbal abuse di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Mengetahui perkembangan sosial anak prasekolah (3-5 tahun) di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Menganalisa hubungan verbal abuse dengan perkembangan sosial anak prasekolah (3-5 tahun) di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur.4. Kerangka Teori

Gambar 3.1 Kerangka Teori

Hurlock (2001), Potter & Perry (2010), Soetjiningsih (2002), Yusuf,S. (2007)

Kerangka Konsep

Variabel Indevenden

Variabel Dependen

Gambar 3.2 Kerangka Konsep Penelitian

Hipotesis Penelitian

Ada hubungan antara verbal abuse dengan perkembangan sosial anak prasekolah (3-5 tahun) di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur

5. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain deskriptif korelasional yaitu mendeskripsikan variabel bebas dan variabel terikat, kemudian melakukan korelasi antara kedua variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat (Notoadmodjo, 2002), sehingga dapat diketahui seberapa jauh kontribusi variabel terikat terhadap adanya variabel bebas. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional, yaitu memberi gambaran tentang hubungan verbal abuse dengan perkembangan sosial anak prasekolah (3-5 tahun) di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur.

Dampak verbal abuse pada anak prasekolah :

Anak menjadi peka terhadap perasaan orang lain

Mengganggu perkembangan

Anak menjadi agresif

Gangguan emosi

Perkembangan sosial terganggu

Kepribadian sociopath atau antisocial personality disorder

Menciptakan lingkaran setan dalam keluarga

Bunuh diri

Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial anak :

Faktor keluarga

Hubungan antar orang tua

Urutan anak dalam keluarga

Jumlah keluarga

Perlakuan keluarga terhadap anak :

Emotional abuse

Verbal abuse

Physical abuse

Sexual abuse

Harapan orang tua

Faktor di luar keluarga

Interaksi dengan teman sebaya

Hubungan dengan orang dewasa di luar rumah

Anak Prasekolah

Verbal Abuse

Perkembangan Sosial Anak