rinitis_vasomotor.docx

15
Rinitis Vasomotor Letitia Bellavesta F. Kale 10-2011-087 Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510 Email : [email protected] Pendahuluan Rinitis vasomotor adalah suatu inflamasi mukosa hidung yang bukan merupakan proses alergi, bukan proses infeksi, menyebabkan terjadinya obstruksi hidung dan rinorea. Etiologi dari rinitis vasomotor dipercayai sebagai akibat dari terganggunya keseimbangan dari saraf autonom pada mukosa hidung yang menyebabkan terjadinya vasodilatasi dan hipersekresi. Menejemen pengelolaan dari rinitis vasomotor bervariasi antara lain dengan menghindari penyebab, psikoterapi, penggunaan medikamentosa, serta terapi bedah, terapi sampai saat ini belum memeberikan hasil yang optimal. Rinitis vasomotor terjadi akibat terdapatnya gangguan fisiologi lapisan mukosa hidung yang disebabkan peningkatan aktivitas saraf parasimpatis. Penyakit iini termasuk dalam penyakit rinitis kronis selain rinitis alergika. Ini merupakan infeksi kronis lapisan mukosa hidung yang disebabkan oleh terganggunya keseimbangan sistem saraf parasimpatis dan simpatis. Parasimpatis menjadi lebih dominan sehingga terjadi pelebaran dan pembengkakan pembuluh darah di hidung. Gejala

Upload: vitaparamithateken

Post on 16-Sep-2015

214 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Rinitis VasomotorLetitia Bellavesta F. Kale10-2011-087

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaJalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510Email : [email protected]

Pendahuluan Rinitis vasomotor adalah suatu inflamasi mukosa hidung yang bukan merupakan proses alergi, bukan proses infeksi, menyebabkan terjadinya obstruksi hidung dan rinorea. Etiologi dari rinitis vasomotor dipercayai sebagai akibat dari terganggunya keseimbangan dari saraf autonom pada mukosa hidung yang menyebabkan terjadinya vasodilatasi dan hipersekresi. Menejemen pengelolaan dari rinitis vasomotor bervariasi antara lain dengan menghindari penyebab, psikoterapi, penggunaan medikamentosa, serta terapi bedah, terapi sampai saat ini belum memeberikan hasil yang optimal.Rinitis vasomotor terjadi akibat terdapatnya gangguan fisiologi lapisan mukosa hidung yang disebabkan peningkatan aktivitas saraf parasimpatis. Penyakit iini termasuk dalam penyakit rinitis kronis selain rinitis alergika. Ini merupakan infeksi kronis lapisan mukosa hidung yang disebabkan oleh terganggunya keseimbangan sistem saraf parasimpatis dan simpatis. Parasimpatis menjadi lebih dominan sehingga terjadi pelebaran dan pembengkakan pembuluh darah di hidung. Gejala yang timbul berupa hidung tersumbat, bersin dan ingus yang encer.Rinitis vasomotor adalah kondisi dimana pembuluh darah yang terapat di hidung menjadi membengkak sehingga menyebabkan hidung tersumbat dan kelenjar mukus menjadi hipersekresi. 1,2HidungBerdasarkan teori hidung dan sinus paranasal mempunyai fungsi fisiologis sebagai berikut: 1) sebagai fungsi respirasi untuk mengatur kondisi udara. 2) fungsi penghidu untuk menampung stimulus penghidu, 3) berguna untuk resonansi suara, 4) fungsi statik dan mekanik untuk meringankan beban kepala, proteksi terhadap trruma dan pelindung panas, 5) refleks nasal.1,2

Anatomi HidungHidung luar berbentuk piramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke bawah : 1) pangkal hidung, 2) batang hidung (dorsum nasi), 3) puncak hidung, 4) ala nasi, 5) kolumela dan 6) lubang hidung (nares anterior).Rongga hidung (kavum nasi) berbentuk terowongan dari depan ke belakang dipisahkan oleh septum nasi di bagian tengahnya menjadi kavum nasi kanan dan kiri. Lubang masuk kavum nasi depan (nares anterior) dan belakang (nares posterior/koana) yang menghubungankan kavum nasi dengan nasofaring. Setiap kavum mempunyai 4 buah dinding. Pada dinding lateral terdapat 4 buah konka. Yang terbesar dan letaknya paling bawah ialah konka inferior, kemudian yang lebih kecil ialah konka media, lebih kecil lagi ialah konka superior. Diantara konka-konka dan idnding lateral hidung terdapat rongga sempit yang disebut meatus. Ada tiga meatus yaitu: 1) meatus inferior: terletak diantara konka inferior dengan dasar hidung, terdapat muara duktus larimalis. 2) meatus medius: terletak diantara konka media dan dinding lateral rongga hidung, terdapat muara sinus frontal, sinus maksila dan sinus etmoid anterior. 3) meatus superior: ruangan diantara konka superior dan konka media, terdapat muara sinus etmoid posterior dan sinus sfenoid.1,2Perdarahan HidungBagian atas rongga hidung menadapat perdarahan dari a. Etmoid anterior dan posterior yang merupakan cabang dari a. Oftalmika dari a. Karotis interna. Bagian bawah rongga hidung mendapat perdarahan dari canag a. Maksilaris interna, diataranya (ujung a. Palatina mayor dan a. Sfenopalatina) dan memasuki rongga hidung belakang ujung posterior konka media.Bagian depan hidung mendapat perdarahan dari cabang-cabang arteri fasialis. Pada bagian depan septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang a. sfenopalatina, a. Etmoid anterior, a. Labialis superior dan a. Palatina mayor (pleksus Kiesselbach). Pleksus ini terletak di superfisial sehingga mudah cedera atau truma yang sering mengakibatkan epistaksis terutama pada anak.1

Persarafan Hidung Bagian depan atas rongg ahidung mendapat persarafan sensoris dari N. Etmoidalis anterior yang merupakan cabang dari N. Nasosiliaris, yang berasal dari N. Oftalmikus. Rongga hidung lainnya, sebagian besar mendapat persarafan sensoris dari N. Maksila melalui ganglion sfenopalatina. Ganglion ini selain memberikan persarafan sensoris, juga memberikan persarafan vasomotor atau otonom untuk mukosa hidung.2Anamnesis Anamnesis ini merupakan langkah awal yang harus dilakukan dalam tahapan mendiagnosa seorang pasien. Anamnesis adalah berupa pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan penyakit pasien. Yang perlu ditanya adalah keluhan utama pasien, keluhan penyerta, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat keluarga, riwayat sosial. Pertayaan yang berkaitan dengan kasus ini adalah: ada keluhan hidung tersumbat atau tidak? Tersumbat pada kedua hidung, atau bergantian hidung kanan dan kiri, dan diperberat pada waktu perubahan posisi tubuh, kemudian disertai bersin atau tidak? Sering atau jarang? Semakin berat pada waktu pagi hari setelah bangun tidur? Terpapar dengan asap rokok makin bertat atau tidak?Pemeriksaan FisikRinoskopi anteriorPemeriksaan ini adalah pemeriksaan rongga hidung dari depan dengan memakai spekulum hidung. Tangan kiri memegang spekulum dengan ibu jari dan telunjuk pada engsel spekulum. Jari tengah diletakan dekat hidung, sebelah kanan unutk fiksasi. Jari manis dan kelingking membuka dan menutup spekulum. Spekulum dimasuka tetutup ke dalam vestibulum nasi setelah masuk baru dibuka. Hal-hal yang harus diperhatikan pada rinoskopi anterior:1. Mukosa. Dalam keadaan normal berwarna merah muda, pada radang berwarna merah, pada alergi pucat atau kebiruan (livid)2. Septum. Normalnya terletak di tengah dan lurus, perhatikan apakah terdapat deviasi, krista, spina, perforasi, hematoma, abses, dll.3. Konka. Perjatikan apakah konka normal, hipertrofi, hipotrofi atau atrofi.4. Sekret. Biasanya ditemukan sekret dan perhatikan jumlahnya, sifat dan lokasinya.5. Massa.Pada pemeriksaan fisik dengan rinoskopi anterior didapatkan konka nasalis inferior hiperemis, membengkak dan polipoid. Dapat ditemukan eosinofil di dalam sekret hidung tapi jumlahnya sedikit. Pemeriksaan PenunjangSkin prick testSkin prick test adalah suatu pengujian yang dilakukan pada kulit untuk mengidentifikasi substansi alergen yang menjadi pemicu timbulnya alergi. Biasanya dilakukan pada pasien yang dicurigai memiliki alergi pada bahan atau obat-obatan tertentu misalnya penderita rinitis alergi, asma, alergi makanan, dan lain sebagainya. Pengujian dimulai dengan menggores atau menusuk kulit dengan jarum steril khusus, depositkan sejumlah kecil ekstrak alergen ke dalam kulit. Tunggu 15-20 menit, jika pada kulit muncul bentol kemerahan, seperti gigitan nyamuk, artinya pengujian positif dan pasien alergi terhadap bahan alergen yang diujikan.3IgE spesifikPengukuran ini dilakukan pada pasien dengan penyakit kulit yang luas, tisak dapat menghentikan pengobatan, dan kasus alergi berat sehingga menghalangi tes kulit. IgE diukur secara invitro dengan teknik RAST (Radio Allergi Sorbent Test) atau ELISA (Enzyn Linked Immuno Sorbent Assay). Ratio ikatan dan tidak terikat IgE lebih dari sama dengan 2 menggambarkan respon spesifik terhadap alergen. Namun tes ini kurang sensitif tapi lebih spesifik dibandingkan skin testt karena hasilnya tidak langsung diketahui.3 DiagnosisDiagnosis umumnya ditegakkan dengan cara eksklusi, yaitu menyingkirkan adanya rinitis infeksi, alergi, akupasi, hormonal dan akibat obat. Dalam naamnesis dicari faktor yang mempengaruhi timbulnya gejala. Pada pemeriksaan rinoskopi anterior tampak gambaran yang khas berupa edema mukosa hidung, konka berwana merah gelap atau tua, tetapi dapat pula pucat. Hal ini perlu dibedakan dengan rinitis alegi, permukaan konka dapat licin atau benjol-benjol (hipertrofi), pada rongga hidung terdapat sekret mukoid, biasanya sedikit. Akan tetapi pada golongan rinore yang ditemukan ialah serosa dan banyak jumlahnya.2,3WD/ Rinitis VasomotorGangguan vasomotor hidung adalah terdapatnya gangguan fisiologik lapisan mukosa hidung yang disebabkan oleh bertambahnya aktivitas parasimpatis. 1) Rinitis vasomotor adalah gangguan pada mukosa hidung yang ditandai dengan adanya edema yang persisten dan hipersekresi kelenjar pada mukosa hidung apabila terpapar oleh iritan spesifik. 2) Kelainan ini merupakan keadaan yang non-infektif dan non-alergi. Rinitis vasomotor disebut juga dengan vasomotor catarrh, vasomotor rinorrhea, nasal vasomotor instability, non spesific allergic rhinitis, non - Ig E mediated rhinitis atau intrinsic rhinitis.2

EpidemiologiDalam suatu penelitian yang dilakukan oleh Jessen dan Janzon ( 1989 ) dijumpai sebanyak 21% menderita keluhan hidung non alergi dan hanya 5% dengan keluhan hidung yang berhubungan dengan alergi. Prevalensi tertinggi dari kelompok non alergi dijumpai pada dekade ke 3.5 Sibbald dan Rink ( 1991 ) di London menjumpai sebanyak 13% dari pasien, menderita rinitis perenial dimana setengah diantaranya menderita rinitis vasomotor. Sunaryo, dkk ( 1998 ) pada penelitiannya terhadap 2383 kasus rinitis selama 1 tahun di RS Sardjito Yogyakarta menjumpai kasus rinitis vasomotor sebanyak 33 kasus ( 1,38 % ) sedangkan pasien dengan diagnosis banding rinitis vasomotor sebanyak 240 kasus ( 10,07 % ).2EtiologiEtiologi pasti rinitis vasomotor belum diketahui dan diduga akibat gangguan keseimbangan sistem saraf otonom yang dipicu oleh zat-zat tertentu. Beberapa faktor yang mempengaruhi keseimbangan vasomotor :1. obat-obatan yang menekan dan menghambat kerja saraf simpatis, seperti ergotamin, chlorpromazin, obat anti hipertensi dan obat vasokonstriktor topikal.2. faktor fisik, seperti iritasi oleh asap rokok, udara dingin, kelembaban udara yang tinggi dan bau yang merangsang.3. faktor endokrin, sepeti keadaan kehamilan, pubertas, pemakaian pil anti hamil dan hipotiroidisme.4. faktor psikis, seperti stress, ansietas dan fatigue.3PatofisiologiRangsangan pada serat saraf simpatis akan menyebabkan terjadinya vasokonstriksi dari pembuluh darah mukosa hidung. Sedangkan rangsangan pada serat saraf parasimpatis akan menimbulkan efek sebaliknya yaitu vasodilatasi, meningkatnya permeabilitas dinding-dinding pembuluh darah dan juga meningkatnya sekresi kelenjar-kelenjar di mukosa rongga hidung.Dalam keadaan normal, sistem saraf otonom ini berada dalam keadaan seimbang. Keseimbangan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor yang berlangsung sementara, seperti: emosi, posisi tubuh, lingkungan, keadaan psikologis da sebagainya yang pada keadaan normal faktor-faktor tersebut tidak dirasakan sebagai gangguan oleh individu tersebut.Ada beberapa mekanisme yang dapat menyebabkan rinitis vasomotor:1. Terganggunya sistem persarafan otonom di mukosa rongga hidung, yang dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti :a. Obat-obatan yang menghmbat dan menekan kerja saraf simpatis seperti: ergotamin, chorpromazin, obat anti hipertensi dan vasokonstriktor topikal.b. Faktor fisk seperti iritasi oleh asap rokok, udara dingin, kelembaban udara yang tinggi dan bau-bauan yang merangsang.c. Faktor endokrin seperti kehamilan, pubertas, oral kontrasepsi dan hipertiroidisme.d. Faktor psikis seperti rasa cemas, tegang.e. Makanan panas, pedas, sehingga sering pula disebut rinitis gustatori atau skiers nose. Pada penderita rinitis vasomotor terjadi perubahan keseimbangan dimana terjadi hipoaktivitas dari serat-serat saraf simpatis dan hiperaktivitas dari serat-serat saraf parasimpatis.2. Kemudian mekanisme yang lain mengatakan bahwa terjadi peningkatan pelepasan vasoaktif peptida oleh sel-sel seperti sel mast, eosinifil, dan sebagainya di mukosa rongga hidung. Vasoaktif peptida ini contohnya adalah histamin, leukotriens, prostaglandin, dan kinin, akibatnya akan memperberat kongesti dan meningkatkan sekresi kelenjar-kelenjar di dalam mukosa laring.Yang perlu diingatkan adalah pelepasan vasoaktif peptida tersebut tanpa diperantarai oleh IgE. Inilah kisah yang membedakannya dengan rinitis alergi.2,3

Gejala KlinisGejala yang dijumpai pada rinitis vasomotor kadang-kadang sulit dibedakan dengan rinitis alergi seperti hidung tersumbat dan rinore. Rinore yang hebat dan bersifat mukus atau serous sering dijumpai. Gejala hidung tersumbat sangat bervariasi yang dapat bergantian dari satu sisi ke sisi yang lain, terutama sewaktu perubahan posisi. Keluhan bersin-bersin tidak begitu nyata bila dibandingkan dengan rinitis alergi dan tidak terdapat rasa gatal di hidung dan mata. Gejala dapat memburuk pada pagi hari waktu bangun tidur oleh karena adanya perubahan suhu yang ekstrim, udara lembab, dan juga oleh karena asap rokok dan sebagainya. Selain itu juga dapat dijumpai keluhan adanya ingus yang jatuh ke tenggorok ( post nasal drip ).Berdasarkan gejala yang menonjol, rinitis vasomotor dibedakan dalam 3 golongan, yaitu golongan obstruksi ( blockers ) dan golongan rinore ( runners ) dan golongan bersin (sneezers). Prognosis pengobatan golongan obstruksi lebih baik daripada golongan rinore. Oleh karena golongan rinore sangat mirip dengan rinitis alergi, perlu anamnesis dan pemeriksaan yang teliti untuk memastikan diagnosisnya.2

Diagnosis Banding1. Rinitis alergi2. Rinitis infeksi

Rinitis infeksi Rinitis simpleksPenyakit ini merupakan penyakit virus yang paling sering pada manusia. Sering disebut juga commond cold atau flu. Penyebabnya ialah beberapa jenis virus yang paling penting ialah rhinovirus. Penyakit ini sangat menular dan gejala dapat timbul sebagai akibat tidak adanya kekebalan, atau menurunnya daya tahan tubuh (kedinginan, kelelahan, adanya penyakit menahun lainnya).Pada stadium prodromal yang berlangsung beberapa jam, didapatkan rasa panas, kering dan gatal di dalam hidung. Kemudian akan timbul bersin berulang-ulang, hidung tersumbat dan ingus encer, yang biasnaya disertai dengan demam dan nyeri kepala. Mukosa hidung tampak membengkak. Penatalaksaan simpomatis dalam keadaan ini.2

PenatalaksanaanPengobatan rinitis vasomotor bervariasi, tergantung kepada faktor penyebab dan gejala yang menonjol.Secara garis besar, pengobatan dibagi dalam : 1. Menghindari penyebab / pencetus ( Avoidance therapy )2. Pengobatan konservatif ( Farmakoterapi ) :- Dekongestan atau obat simpatomimetik digunakan untuk mengurangi keluhan hidung tersumbat. Contohnya : Pseudoephedrine dan Phenylpropanolamine ( oral ) serta Phenylephrine dan Oxymetazoline ( semprot hidung ).- Anti histamin : paling baik untuk golongan rinore.- Kortikosteroid topikal mengurangi keluhan hidung tersumbat, rinore dan bersin-bersin dengan menekan respon inflamasi lokal yang disebabkan oleh mediator vasoaktif. Biasanya digunakan paling sedikit selama 1 atau 2 minggu sebelum dicapai hasil yang memuaskan. Contoh steroid topikal : Budesonide, Fluticasone, Flunisolide atau Beclomethasone- Anti kolinergik juga efektif pada pasien dengan rinore sebagai keluhan utamanya. Contoh : Ipratropium bromide ( nasal spray )3. Terapi operatif ( dilakukan bila pengobatan konservatif gagal ) :- Kauterisasi konka yang hipertrofi dengan larutan AgNO3 25% atau triklorasetat pekat ( chemical cautery ) maupun secara elektrik ( electrical cautery ).- Diatermi submukosa konka inferior ( submucosal diathermy of the inferior turbinate )- Bedah beku konka inferior ( cryosurgery )- Reseksi konka parsial atau total (partial or total turbinate resection)- Turbinektomi dengan laser ( laser turbinectomy )- Neurektomi n. vidianus ( vidian neurectomy ), yaitu dengan melakukan pemotongan pada n. vidianus, bila dengan cara diatas tidak memberikan hasil. Operasi sebaiknya dilakukan pada pasien dengan keluhan rinore yang hebat. Terapi ini sulit dilakukan, dengan angka kekambuhan yang cukup tinggi dan dapat menimbulkan berbagai komplikasi.4,5

Komplikasi 1. Sinusitis2. Eritema pada hidung sebelah luar3. Pembengkakan wajah

PrognosisPrognosis dari rinitis vasomotor bervariasi. Penyakit kadang-kadang dapat membaik dengan tiba tiba, tetapi bisa juga resisten terhadap pengobatan yang diberikan.

Kesimpulan Rinitis vasomotor adalah suatu inflamasi pada mukosa hidung yang bukan merupakan proses alergi, non infeksius dan menyebabkan terjadinya obstruksi hiudng dan rinorea. Etiologinya dipercaa sebagai akibat ketidakseimbangan saraf otonon pada mukosa hidung sehingga terjadi pelebaran dan pembengkakan pembuluh darah di hidung.Rinitis vasomotor sering ditemukan pada usia 20 tahun keatas dan terbanyak diderita oleh perempuan. Diagnosa rinitis vasomotor ditegakkan berdasarkan sejala klinis dan hasil pemeriksaan skin test karena mempunyai kesaam dengan rinitis alergi. Daftar Pustaka1. Snell RS. Anatomi Klinik untuk mehasiswa Kedokteran. Ed 6. Jakarta: EGC. 2006.h. 124-62. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorol Kepala dan Leher. Ed 6. Jakarta: balai penerbit FKUI; 2001: h. 128-403. Volcheck GW. Clinical Allergy Diagnosis and Management. In : Vasomotor Rhinitis. USA: Humana Press. 2008.p.152-34. Habermann MT, Ghosh AK. Mayo Clinic Internal Medicine Concise Testbook. In: Corticisteroid Therapy for Rhinitis. Canada : Mayo Clinic Scientific Press and Informa Healthcare USA,INC.p.20-35. Newlans SD. Nonallergic Rhinitis. In: Balles Head and Neck Surgery Otolaryngology vol.1. 3rd ed. Philadelphia: lippincot Williams and Wilkins. 2001:p. 273-9