rieda nurwulan s _032_penentuan koefisien partisi minyak atau air asam salisilat
DESCRIPTION
ffffTRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUM PENGANTAR KIMIA MEDISINAL
SEMESTER GANJIL 2015 – 2016
PENENTUAN KOEFISIEN PARTISI MINYAK/ AIR
ASAM SALISILAT
Hari / Jam Praktikum : Selasa / Pukul 13.00 – 16.00 WIB
Tanggal Praktikum : 15 September 2015
Kelompok : VIII
Asisten : 1. Sheila Pratiwi
2. Theresia Ratnadewi
Rieda Nurwulan Septyani
260110150032
LABORATORIUM KIMIA MEDISINAL
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2015
I. TUJUAN
Menentukan koefisien partisi asam salisilat dengan metode pengocokan
II. PRINSIP
1. Titrasi asam-basa, merupakan suatu metode untuk menentukan kadar
suatu zat dengan menggunakan zat lain yang sudah diketahui
konsentrasinya (Chang, 2004).
2. Koefisien partisi minyak atau air, merupakan suatu petunjuk sifat
lipofilik atau hidrofobik dari molekul obat (Martin, 1990)
III. REAKSI
C2O4H2 + 2NaOH C2O4Na2 + 2H2O
C6H7OH + NaOH C6H7Na + H2O
C6H7OH + (C2H5)O (C2H5)O.H2O + H2O
IV. TEORI DASAR
Asam salisilat merupakan bahan baku dalam industri karet dan resin
kimia. Dalam dosis tertentu, asam salisilat memiliki efek yang baik dan manfaat
yang banyak ( Lestari, 2011)
Dalam penggunaannya asam salisilat harus dalam dosis yang sudah
ditentukan, karena jika berlebihan asam salisilat bisa bermanfaat kurang baik bagi
kesehatan. Hal ini terbukti karena asam salisilat pada tahun 1992 masuk urutan
ke-7 penyebab kematian akibat kelebihan dosis atau keracunan, versi statistik
mortalitas di Inggris ( Darsono, 2002).
Maksud dari percobaan kali ini adalah untuk menentukan koefisien partisi
asam salisilat. Dalam beberapa bidang ilmu farmasetik ada beberapa pengetahuan
mengenai partisi yang harus diketahui, maka dari itu pengetahuan mengenai
partisi, termasuk pengawetan minyak-air, kerja obat pada tempat yang tidak
spesifik, juga absorpsi dan distribusi obat keseluruh tubuh (Martin, 1983).
“P” adalah lambang untuk koefisien partisi suatu senyawa. Banyaknya
senyawa dalam pelarut organik ditentukan dari nilai “P” atau koefisien partisi.
Semakin besar nilai “P” maka semakin banyak senyawa yang larut dalam pelarut
organik, begitu pula sebaliknya (Gandjar, 2007).
Petunjuk sifat lipofilik atau hidrofobik dari molekul obat juga disebut
koefisien partisi. Hal-hal yang berhubungan dengan koefisien partisi misalnya
lewatnya obat melalui membran lemak dan interaksi dengan makromolekul pada
reseptor kadang-kadang berhubungan baik dengan koefisien partisi oktanol/air
dan obat (Martin,1983).
Cara mengukur lipofilitas molekul yaitu dari nilai log P, dengan P yaitu
sebagai koefisien partisi kelarutan dalam lemak/air yang mempunyai rentang
antara 0,4 sampai 5 dengan nilai optimal log P/gr (Husniati,2008).
Titrasi merupakan reaksi penetralan asam-basa yang paling nyaman
dilakukan bila menyangkut studi kuantitatif . Dalam percobaannya larutan standar
secara bertahap ditambahkan kedalam larutan yang belum diketahui
konsentrasinya, sampai mencapai titik ekuivalen.
Alat yang digunakan dalam untuk titrasi adalah buret. Dalam titrasi ada
yang disebut indikator, yaitu zat yang dalam medium asam atau basa dapat
menghasilkan warna. (Chang, 2004)
V. ALAT DAN BAHAN
5.1 Alat
Buret
Corong
Corong pisah
Labu erlenmayer
Gelas kimia
Gelas ukur
Pipet tetes
Statif
5.2 Bahan
Aquades
Asam salisilat
Etil eter
Fenolftalein
NaOH
5.3 Gambar Alat
BURET CORONG
CORONG PISAH LABU ERLENMAYER
VI. PROSEDUR
Dalam percobaan ini dilakukan 2 tahap penelitian yaitu pembakuan NaOH
dan penentuan koefisien partisi asam salisilat.
Sebelum dilakukan pembakuan NaOH menggunakan asma oksalat, dan
penentuan koefisien partisi asam salisilat, maka pertama-tama NaOH dan asam
salisilat harus dilarutakan terlebih dahulu dalam aquades.
Pertama-tama didihkan 300 ml aquades, timbang NaOH sebanyak 0,6 gr
dan asam salisilat sebanyak 1,5 gr. Gunakan 150 ml air yang telah didihkan tadi
untuk melarutkan NaOH dan sisanya digunakkan untuk melarutkan asam salisilat,
setelah dimasukkan aduk kedua larutan tersebut menggunakan spatula, setelah itu
masukkan masing-masing larutan kedalam wadah tertutup, lalu tunggu hingga
dingin.
Setelah kedua larutan dingin, hal selanjutnya yang dilakukan adalah
membakukan NaOH menggunakan asam oksalat yang telah diketahui normalitas
nya yaitu 0,1 N. Pertama, masukkan 35 ml larutan NaOH kedalam buret, setelah
itu masukkan asam oksalat kedalam labu erlenmayer sebanyak 10 ml, lalu
tambahkan 3 tetes fnoftalien, dan titrasi dengan menggunakan larutan NaOH yang
ada pada buret.
GELAS KIMIA GELAS UKUR
STATIF
GELAS KIMIA
PIPET
GELAS KIMIA
Setelah diketahui berapa normalitas dari larutan NaOH maka barulah kita
dapat mencari koefisien partisi asam salisilat. Dilakukan 2 sub-percobaan demi
mendapat koefisien partisi yang lebih akurat.
Percobaan pertama yaitu untuk menentukan kelarutan asam salisilat
dengan air. Pertama-tama 35 ml NaOH dimasukkan kedalam buret, setelah itu
masukkan 15 ml larutan asam salisilat dan 20 ml aquades kedalam labu
erlenmayer, tambahkan 3 tetes fenolftalein kedalam larutan tersebut sebagai
indikator titrasi, titrasi larutan tersebut sampai terjadi perubahan warna.
Percobaan kedua adalah untuk menentukan kelarutan asam salisilat dalam
pelarut organik. Pertama-tama masukkan 35 ml NaOH kedalam buret, dan
masukkan 15 ml asam salisilat, 20 ml aquades, dan 10 ml dietil eter corong pisah,
lalu kocok larutan tersebut didalam ruang asam sambil dibuka katupnya setiap
satu kali kocokan sampai terlihat perbedaan lapisan, pisahkan larutan bagian
bawah kedalam labu erlenmayer, tambahkan 3 tetes fenolftalein kedalam larutan
yang tadi telah dipisahkan dan dimasukkan kedalam erlenmayer, setelah itu titrasi
larutan tersebut dengan NaOH hingga terjadi perubahan warna.
VII. DATA PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN
7.1 Data Pengamatan
No. Perlakuan Hasil
a. 1. Menambahkan NaOH sebanyak 0,6
gr.
2. Memanaskan 300 ml aquades
3. Memasukkan NaOH kedalam 150
ml aquades yang telah dipanaskan
sebelumnya
4. Menimbang 1,5 gr asam salisilat
5. Memasukkan asam salisilat
kedalam 150 ml air yang telah
dipanaskan sebelumnya
CO2 hilang dan menguap
NaOH larut seleruhnya
dalam air
Asam salisilat larut sebagian
dalam air
b. 1. Memasukkan 35 ml larutan NaOH
kedalam buret
2. Memasukkan 10 ml asam oksalat
kedalam labu erlenmayer
3. Meneteskan 3 tetes larutan
indikator fenolftalein
4. Mentitrasi larutan asam oksalat
menggunakan NaOH
Terjadi perubahan warna
pada larutan asam oksalat
Hasil dari titrasi adalah N.
NaOH = 0,1 N
c. 1. Memasukkan 35 ml larutan NaOH
kedalam buret
2. Memasukkan 15 ml asam salisilat
dan 20 ml aquades kedalam labu
erlenmayer
3. Menambahkan 3 tetes indikator
fenolftalein
4. Mentitrasi asam salisilat
menggunakan NaOH pada buret
Terjadi perubahan warna
pada larutan asam salisilat
Didapat normalitas asam
salisilat yaitu 0,0106 N
d. 1. Memasukkan 15 ml larutan asam
salisilat yang telah ditambahkan 10
ml dietil eter dan 20 ml aquades
kedalam corong pisah
2. Kocok corong pisah didalam ruang
asam sambil dibuka setiap satu kali
kocok agar gas yang ada pada corong
pisah dapat keluar.
3. Memisahkan larutan bagian bawah
4. Menambahkan 3 tetes fenolftalein
kedalam larutan yang telah
dipisahkan
Terjadi perubahan warna
Didapat normalitas asam
salisilat dalam pelarut
campuran yaitu, 0,01628 N
5. Mentitrasi larutan menggunakan
NaOH
7.2 Perhitungan
7.2.1 Percobaan (b) [Pembakuan NaOH]
V.oksalat = 10 ml
V. NaOH1 = 14,2 ml
V. NaOH2 = 14,6 ml
V. rata-rata NaOH = 14,2+14,6
2 = 14,4
Vok x Nok = VN x NN
10 x 0,1 = 14,4 x NN
NN = 1
14,4 = 0,694 N = 0,7 N
7.2.2 Percobaan (c) [Asam salisilat + air]
V. NaOH = 5,3 ml
N. asam salisilat = ?
Vas x Nas = VN x NN
35 x Nas = 5,3 x 0,7
Nas = 5,3 𝑥 0,7
35 = 0,0106 N
7.2.3 Percobaan (d) [Asam salisilat + Dietil Eter + Air]
V. NaOH = 1,9 ml
N. asam salisilat = ?
Vas x Nas = VN x NN
45 x Nas = 1,9 x 0,7
Nas = 1,9 𝑥 0,7
45 = 0,0295 N Normalitas asam salisilat
dalam larutan campuran .
Untuk mengetahui normalitas asam salisilat dalam dietil eter maka
NDE = Nc – Nd = 0,0106 – 0,0295 = - 0,0189 N
Nc = N asam salisilat pada percobaan c
Nd = N asam salisilat pada percobaan d
Maka NDE adalah 0,0189 N .
7.2.4 Penentuan Koefisien Partisi
Koefisen partisi dilambangkan sebagai “P”
P = [𝑂𝑟𝑔𝑎𝑛𝑖𝑘]
[𝑎𝑖𝑟] =
0,0189
0,0106 = 1,78
VIII. PEMBAHASAN
Pada percobaan ini yang akan kami cari merupakan koefisien partisi dari
asam salisilat menggunakan larutan NaOH. Sebelum menentukan koefisien partisi
NaOH harus dibakukan terlebih dahulu menggunakan asam oksalat sehingga
dapat digunakan untuk menentukan koefisien partisi dari asam salisilat.
Yang pertama dilakukan adalah pembakuan NaOH. Pembakuan
merupakan cara untuk menentukan konsentrasi larutan baku sekunder
menggunakan larutan baku primer. NaOH termasuk larutan baku sekunder oleh
sebab itu NaOH perlu dibakukan terlebih dahulu. NaOH disebut baku sekunder
karena konsentrasi NaOH tidak dapat diketahui dengan tepat karena berasal dari
zat yang tidak pernah murni (Basset.J, 1994).
Zat yang tidak pernah murni merupakan kebalikan dari zat murni, zat
murni merupakan zat yang mempunyai komposisi kimia tetap atau stabil dalam
medium apapun (Cahyanta,2005). Maka zat yang tidak pernah murni adalah
kebalikannya, zat yang tidak pernah murni merupakan zat yang memiliki
komposisi kimia tertentu dalam medium yang berbeda.
Syarat-syarat dari larutan baku sekunder diantaranya :
Derajat kemurnian lebih rendah daripada larutan baku primer
Mempunyai berat ekivalen yang tinggi untuk memperkecil kesalahan
penimbangan
Larutannya relatif stabil dalam penyimpanan (Basset.J , 1994)
Untuk membakukan larutan baku sekunder NaOH maka dibutuhkan suatu
larutan primer yang dalam hal ini asam oksalat dipilih sebagai larutan primer
untuk pembakuan NaOH.
Larutan asam oksalat termasuk kedalam larutan baku primer, larutan baku
primer adalah larutan yang konsentrasi larutannya diketahui secara tepat melalui
metode gravimetri (perhitungan massa), dan mengandung zat padat murni.
Adapun syarat-syarat larutan baku primer adalah :
Zat harus mudah diperoleh, dimurnikan, dikeringkan (jika
mungkin pada suhu 110-120 derajat celcius) dan disimpan dalam
keadaan murni.
Zat tidak boleh berubah berat dalam penimbangan di udara,
kondisi ini menunjukkan bahwa zat tak boleh higroskopik, tak
pula dioksidasi oleh udara atau dipengaruhi karbondioksida.
Zat tersebut dapat diuji kadar pengotornya dengan uji- uji
kualitatif dan kepekaan tertentu.
Zat tersebut sedapat mungkin mempunyai massa relatif dan massa
ekuivalen yang besar.
Zat tersebut harus mudah larut dalam pelarut yang dipilih
Reaksi yang berlangsung dengan pereaksi harus bersifat
stoikiometrik dan langsung.
Karena asam oksalat memenuhi hampir seluruh kriteria diatas maka asam
oksalat termasuk larutan baku primer.
Pembakuan ini dilakukan dengan metode titrasi, larutan yang sudah
diketahui konsentrasinya atau larutan baku primer seharusnya diletakan di buret,
namun pada percobaan ini kami salah menempatkannya. Pada pembakuan ini
kami menempatkan NaOH di buret karena kami tidak tahu akan dilakukan
pembakuan terlebih dahulu dan berfikir kami akan langsung menentukan
koefisien partisi dari asam salisilat. Namun masalah tersebut tidak menimbulkan
kendala pada saat percobaan.
Pada percobaan ini didapat normalitas NaOH adalah 0,07 N. Percobaan ini
dilakukan 2 kali atau duplo, dengan harapan dapat memberikan hasil yang lebih
akurat lagi.
Percobaan kedua yang dilakukan adalah penentun konsentrasi asam
salisilat dalam pelarut air dan dalam pelarut organik dengan cara titrasi asam basa.
Titrasi, merupakan suatu metode untuk menentukan kadar suatu zat dengan
menggunakan zat lain yang sudah diketahui konsentrasinya (Chang, 2004).
Sedangkan asam basa memliki 3 definisi terkemuka, yaitu:
Asam-basa Arrhenius, asam merupakan suatu senyawa yang dalam
air menghasilkan ion H3O+, dan basa merupakan senyawa yang
dalam air menghasilkan ion OH-.
Asam –basa Bornsted , menurut bornsted asam merupakan donor
proton, sedangkan basa merupakan akseptor elektron.
Asam-basa Lewis, asam merupakan penerima elektron, dan basa
merupakan donor elektron.
Dalam percobaan ini karena NaOH telah diketahui konsentrasinya akibat
pembakuan sebelumnya, maka NaOH dijadikan titran dan disimpan diburet.
Dalam pecobaan kali ini dilakukan 3 kali pengulangan dengan perbedaan
tersendiri. Karena metode yang digunakan adalah titrasi sehingga dibutuhkan
indikator untuk mempermudah kita untuk melihat titik akhir dari titrasi ini.
Indikator adalah suatu asam atau basa organik, dimana zat tersebut
menunjukan warna yang sangat berbeda ketika dalam bentuk tidak terionisasi dan
terionisasinya (Chang,2004).
Ada dua hal yang biasanya diperhatikan dalam sebuah titrasi, yaitu titik
ekuivalen dan juga titik akhir titrasi. Titik ekuivalen adalah keadaan ketika jumlah
basa yang ditambahkan, sama dengan jumlah asamnya. Sedangkan titik akhir
titrasi adalah keadaan ketika zat yang dititari mengalami perubahan indikator,
setelah penambahan zat penitrasi. (Parning.dkk, 2006).
Indikator yang digunakan dalam percobaan ini adalah indikator
fenolftalein. Indikator fenolftalein pada pH < 8,3 tidak menimbulkan warna atau
bening dan mulai berubah warna pada saat pH telah melampaui 8,3 (Chang,
2004).
Pada percobaan pertama yang dihitunga merupakan konsentrasi asam
salisilat dalam pelarut air, dengan cara dititrasi seperti biasa, sehingga didapatkan
normalitas asam salisilat dalam pelarut air adalah 0,0106 N. Karena bersifat
larutan baku primer, asam salisilat menjadi sukar larut dalam pelarut organik dan
anorganik.
Pada percobaan kedua yang dihitung merupakan normalitas asam salisilat
dalam pelarut organik, dimana pelarut organi yang digunakan merupakan dietil
eter. Pertama-tama masukkan asam salisilat, aquades, dan dietil eter yang telah
ditentukan sebelumnya kedalam corong pisah. Kocok larutan yang berada dalam
corong pisah tersebut didalam ruang asam karena dikhawatirkan gas yang terjadi
akibat pencampuran antara ketiga larutan tersebut mampu mencelakakan orang
lain. Usahakn pada setiap satu kali kocokan katup dibuka secara perlahan di ruang
asam agar gas tidak tertahan didalam corong pisah dan membahayakan nantinya.
Setelah dikocok nanti akan terbentuk 2 lapisan bening, antara pelarut air
dan dietil eter. Namun, pada percobaan ini lapisan yang terjadi pada corong pisah
kami adalah warna kuning seperti minyak, untuk menghindari kecerobohan kami
melakukan kembali percobaan sebanyak 3 kali berturut-turut dalam corong pisah
tersebut, namun hasilnya sama, larutan organik yang kami dapatkan tetap
berwarna kuning seperti minyak . Setelah melihat apa yang terjadi, kesalahan ini
terjadi kemungkinan karena kondisi corong pisah yang kurang bersih, atau karena
corong pisah telah digunakan sebelumnya untuk percobaan tertentu yang hasilnya
masih meninggalkan bekas pada corong pisah tersebut. Meskipun corong pisah
tersebut telah dicuci beberapa kali namun warna yang dihasilkan masih sama.
Kami berfikir corong pisahnya yang bermasalah karena saat larutan
tersebut ditaruh digelas beker, warna yang dihasilkan adalah lapisan putih bening.
Namun, saat dimasukkan kedalam corong, lapisan tersebut langsung berwarna
kuning minyak kembali.
Namun, kami tetap melanjutkan pengukuran kami karena zat yang
digunakan adalah lapisan bagian bawah yang tidak tercampur dengan warna
kuningnya, maka kami masih bisa melanjutkan perhitungannya.
Akhirnya didapat normalitas asam salisilat dalam pelarut campuran
sebesar 0,01628 N. Ini merupakan normalitas asam salisilat dalam pelarut
campuran, sedangkan yang dibutuhkan untuk menghitung koefisien partisi adalah
normalitas asam salisilat dalam pelarut organik maka dilakukan penghitungan
kembali untuk menemukan normalitas asam salisilat dalam pelarut organik, yaitu
dengan cara mengurangi normalitas asam salisilat dalam pelarut air dengan
normalitas asam salisilat dalam pelarut organik. Sehingga didapatkan normalitas
asam salisilat dalam pelarut organik sebesar 0,0189 N.
Setelah itu barulah dapat dihitung koefisien partisi dari asam salisilat yaitu
perbandingan normalitas asam salisilat dalam pelarut organik dengan normalitas
asam salisilat dalam pelarut air sehingga didapat nilai koefisien partisi dari asam
salisilat sebesar 1,78.
IX. KESIMPULAN
Untuk menentukan koefisien partisi asam salisilat pada percobaan ini
melalui 3 tahapan yaitu, pembakuan NaOH, penentuan nilai normalitas asam
salisilat dalam pelarut air, dan penentuan nilai normalitas asam salisilat dalam
pelarut organik. Dan dapat ditentukan koefisien partisi asam salisilat adalah 1,78.
DAFTAR PUSTAKA
Basset, J. 1994. Vogel Buku Teks Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik,
Edisi ke- 4. Jakarta: Buku Kedokteran EGC
Cahyanta, Yosef Agung. 2005. Termodinamika I . Tersedia oniline di
www.4shared.com/web/preview/pdf/MtoVqO27 ( diakses pada 20
September 2015 pukul 20.00)
Chang,R. 2004. Kimia Dasar Jilid 2. Jakarta : Penerbit Erlangga
Gandjar,dkk. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Husniati,dkk. 2008. Studi Bioaktivitas dan Pengaruh Lipofilitas dan
Senyawa Anti Kanker Analog UK-3A Secara In-Vitro dan In-Silco,
Jakarta : Teknologi Indonesia
Lestari, C,I. 2011. Asam Salisilat dri Phenol dengan Proses Karboksilasi.
Surabaya: Fakultas Teknologi Industri UPN
Martin, dkk. 1990. Farmasi Fisik : Dasar-dasar Farmasi Fisik dalam Ilmu
Farmasetika. Jakarta : UI Press
Parning,dkk. 2006. Kimia 2B. Jakarta : Yudhistira