revisi referat hsv 1 rekuren

24
BAB I PENDAHULUAN Herpes labialis rekuren timbul akibat reaktivasi herpes simpleks virus tipe 1 (HSV-1). HSV-1 menyebar terutama melalui kontak langsung dengan saliva atau lesi aktif perioral. Paparan pertama dari individu tanpa antibodi terhadap virus dinamakan infeksi primer. Infeksi ini biasanya timbul pada individu muda, namun 80% remaja telah memiliki antibodi terhadap virus ini. Infeksi primer HSV sering kali asimptomatik. Namun beberapa sering kali berkembang menjadi gingivostomatitis herpetik. Kondisi ini ditandai dengan adanya demam dan vesikel yang diikuti dengan ulkus pada mukosa mulut, lidah dan bibir. Setelah kontak pertama, virus ini hidup laten pada ganglia nervus sensori, tersering pada ganglion trigeminus. Beberapa macam faktor seperti paparan terhadap cahaya matahari, kelelahan, stres psikologis dan immunosupresi, dapat mempercepat rekurensi, dengan reaktivasi virus bermigrasi ke sel-sel epitel melalui nervus yang terkena menyebabkan herpes rekuren. 98 % dari lesi terkait HSV disebabkan oleh reaktivasi penyakit dan cenderung ditandai dengan lesi ulseratif besar dan sangat nyeri seluruh mulut. Diagnosis dari infeksi HSV 1 biasanya didapatkan lesi berupa vesikel atau ulkus berkelompok dengan dasar eritema dan juga dari riwayat pasien. Namun, jika tidak pasti, diagnosis herpes labialis dapat dibuat dari kultur 1

Upload: wellyamsw1692

Post on 03-Dec-2015

6 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

hsv 1

TRANSCRIPT

Page 1: Revisi Referat HSV 1 Rekuren

BAB I

PENDAHULUAN

Herpes labialis rekuren timbul akibat reaktivasi herpes simpleks virus tipe 1

(HSV-1). HSV-1 menyebar terutama melalui kontak langsung dengan saliva atau lesi

aktif perioral. Paparan pertama dari individu tanpa antibodi terhadap virus dinamakan

infeksi primer. Infeksi ini biasanya timbul pada individu muda, namun 80% remaja

telah memiliki antibodi terhadap virus ini.

Infeksi primer HSV sering kali asimptomatik. Namun beberapa sering kali

berkembang menjadi gingivostomatitis herpetik. Kondisi ini ditandai dengan adanya

demam dan vesikel yang diikuti dengan ulkus pada mukosa mulut, lidah dan bibir.

Setelah kontak pertama, virus ini hidup laten pada ganglia nervus sensori, tersering

pada ganglion trigeminus. Beberapa macam faktor seperti paparan terhadap cahaya

matahari, kelelahan, stres psikologis dan immunosupresi, dapat mempercepat

rekurensi, dengan reaktivasi virus bermigrasi ke sel-sel epitel melalui nervus yang

terkena menyebabkan herpes rekuren. 98 % dari lesi terkait HSV disebabkan oleh

reaktivasi penyakit dan cenderung ditandai dengan lesi ulseratif besar dan sangat

nyeri seluruh mulut.

Diagnosis dari infeksi HSV 1 biasanya didapatkan lesi berupa vesikel atau

ulkus berkelompok dengan dasar eritema dan juga dari riwayat pasien. Namun, jika

tidak pasti, diagnosis herpes labialis dapat dibuat dari kultur virus, PCR, tes serologi,

tes antibodi fluorescent atau tes tzanck.3

Herpes labialis rekuren dapat sembuh dengan asiklovir atau valasiklovir

harian. Asiklovir atau pensiklovir topikal merupakan pengobatan opsional untuk

herpes labialis rekuren tetapi mereka memiliki efektifitas lebih rendah daripada

pengobatan oral.1

Kombinasi obat antivirus topikal dan sistemik saat ini diberikan untuk

pengobatan pasien. Rejimen ini terbukti telah berhasil digunakan untuk mengobati

banyak pasien dengan herpes labialis rekuren

Pada referat kali ini akan dibahas secara keseluruhan tentang herpes simpleks

tipe 1 rekuren meliputi definisi hingga penatalaksaan serta prognosisnya.

1

Page 2: Revisi Referat HSV 1 Rekuren

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II. 1 Definisi

Herpes simpleks adalah infeksi akut yang disebabkan oleh HSV tipe 1 (HSV-

1) dan HSV tipe 2 (HSV-2) yang ditandai dengan adanya vesikel yang berkelompok

di atas kulit yang sembap dan eritematosa pada daerah dekat mukokutan. Infeksi ini

dapat berlangsung infeksi primer ataupun rekuren.

II. 2 Epidemiologi

Sekitar 1% dari konsultasi primer adalah masalah herpes labialis. 56-85% dari

populasi terkena infeksi HSV-1 sejak dewasa muda dari hasil tes serologi. Prevalensi

tergantung dari penduduk di negara masing-masing. 20-40% dari dewasa muda yang

terbukti positif pada tes serologik mengalami herpes labialis rekuren. Rekurensi

herpes labialis umumnya muncul antara 2 sampai 6 kali dalam setahun. Berdasarkan

salah satu penelitian di Amsterdam, prevalensi serologikan HSV-1 bervariasi

berdasarkan suku bangsa dan lebih sering muncul pada kelompok usia lanjut dan

status ekonomi rendah. 98 % dari lesi terkait HSV-1 disebabkan oleh reaktivasi

penyakit.

II. 3 Etiologi

Saat ini telah ditemukan 8 jenis herpes virus pada manusia : herpes simpleks virus

type 1 (HSV-1), herpes simpleks virus type 2 (HSV-2), varicella-zoster virus (VZV),

cytomegalovirus (CMV), eipstein-barr virus (EBV), human herpes virus 6 (HHV-6),

human herpes virus 7 (HHV-7), dan human herpes virus 8 (HHV-8).

II. 4 Faktor Resiko

Infeksi HSV menyebar melalui kontak langsung dengan permukaan mukosa

atau kulit yang menjalar dari ujung saraf tepi ke ganglion, virus dapat bertahan dalam

periode laten untuk waktu yang tidak dapat ditentukan, dan tidak infeksius pada

periode laten.

Setelah infeksi primer, virus kemudian berpindah ke axon saraf sensorik dan

menetap diganglia saraf trigerminal, vagus, dan facialis sebagai virus non-reaktif.

2

Page 3: Revisi Referat HSV 1 Rekuren

Faktor yang dapat memicu reaktivasi virus dan menyebabkan rekurensi herpes

simpleks labialis antara lain : stres emosional, paparan sinar ultraviolet (UV), trauma

fisik jaringan mukosa rongga mulut, kondisi imunosupresi, dan gangguan hormon.

II. 5 Patomekanisme

Transmisi dari infeksi herpes simpleks virus tergantung dari

kontak intim, kontak personal antara seseorang yang dianggap

seronegatif dengan seseorang yang dalam sekretnya mengandung

HSV. Virus harus masuk melalui kontak dengan permukaan mukosa

atau kulit yang mengelupas untuk dapat menimbulkan infeksi.

Dengan replikasi virus pada permukaan infeksi primer, baik virion

yang utuh maupun hanya kapsid yang ditransport balik oleh neuron

ke akar ganglia dorsal, setelah tahap lain dari replikasi virus, virus

kemudian mengalami periode laten. Semakin berat infeksi primer

seperti yang digambarkan melalui ukuran, jumlah, dan perluasan

lesi, semakin mungkin terjadi rekurensi. Walaupun frekuensinya

jarang, terkadang replikasi mengarah pada penyakit yang

menyebabkan infeksi yang mengancam jiwa (enchephalitis),

interaksi antara host dan virus lebih mengarah ke periode laten dari

virus. Setelah periode laten tercapai, stimulus yang tepat dapat

menyebabkan reaktivasi; virus menjadi jelas pada permukaan

mukakutaneus yang digambarkan dengan vesikel pada kulit atau

ulkus pada mukosa.

Infeksi pada HSV-1 secara umum terjadi pada mukosa orofaring. Ganglia

trigerminal menjadi tempat berkolonisasi dan menetap. Namun deteksi HSV-1

meningkat pada traktus genitalia, biasa nya konsekuensi dari orogenital sex.

Rekurensi HSV-1 pada genitalia jarang terjadi. Suspektibel individu (yaitu individu

yang tidak memiliki antibodi HSV) menderita infeksi primer setelah paparan pertama

HSV-1 maupun HSV-2. Infeksi inisial adalah saat individu yang memiliki antibodi

terhadap salah satu tipe HSV dapat menderita infeksi primer dengan tipe virus yang

berbeda. Belakangan ini infeksi primer dikenal sebagai episode pertama dari penyakit

karena beberapa individu menggambarkan gejala klinis infeksi primer yang berat

tetapi memiliki antibodi terhadap virus penyebabnya. Penelitian ini mengindikasikan

3

Page 4: Revisi Referat HSV 1 Rekuren

bahwa individu mungkin memiliki infeksi laten sebelum episode pertama dari gejala

klinis dari penyakit muncul.

Preinfeksi oleh tipe lain HSV dapat terjadi, sekalipun sangat jarang terjadi

pada individu normal dan hal ini disebut sebagai reinfeksi eksogen. Pembelahan DNA

dari HSV yang diisolasi oleh enzim endonuclease. Enzim endonuclease memiliki

karakteristik yang khas dari produk subgenom. Analisis HSV-1 dan HSV-2 yang

terisolasi dari berbagai macam situasi klinis dan dari berbagai belahan dunia telah

didemonstrasikan secara epidemis tidak berhubungan dengan perbedaan pola DNA

HSV. Pada kontras fragmen dari DNA HSV diambil beberapa tahun sebelumnya dari

individu yang sama, dari 1partner pasangan seksual atau mengikuti short and long

passage invitro memiliki fragmen yang identic setelah pembelahan restriksi

endonuclease. Setelah adanya teknologi endonukleasi, reinfeksi eksogen menurun

pada individu yang imunokompeten.5

II.6 Pengaruh Infeksi Herpes Terhadap Pasien Imunokompromais

II.6.1 Infeksi HSV Pada Pengobatan Imunosupresif

Virus herpes simpleks (HSV) menjadi laten di ganglia sensoris setelah infeksi

primer. Pada manusia, penyakit klinis berulang muncul di dekat lokasi infeksi primer.

Pada Jurnal “Effect of Immunosuppression on Recurrent Herpes Simplex in Mice”

dilakukan penelitian pada tikus untuk mengetahui efek imunosupresan terhadap

Herpes simpleks rekuren. Telah diusulkan bahwa infeksi laten dan reaktivasi HSV

dikendalikan oleh sistem kekebalan tubuh. Imunosupresi adalah faktor pencetus

infeksi virus herpes laten manusia seperti cytomegalovirus (CMV) dan virus varicella-

zoster(VZV) dan, herpes simpleks berulang telah dicetuskan oleh imunosupresi pada

tikus, baik sendiri atau dikombinasikan dengan rangsangan lainnya.

Peneliti menggabungkan rangsangan pada kulit dengan perawatan yang

mempengaruhi berbagai aspek kekebalan, seperti : siklofosfamid (CPA) sangat

mempengaruhi sistem sel B , tetapi bisa juga mempengaruhi sel T; antithymocyte

serum (ATS) terutama membunuh thymocytes; dan prednisolon dan azathioprine (P +

A), kombinasi obat yang biasa digunakan dengan sukses pada pasien transplantasi

untuk mencegah penolakan cangkokan, menghambat respon baik humoral dan seluler.

4

Page 5: Revisi Referat HSV 1 Rekuren

Selain itu, digunakan silika karena diketahui mempengaruhi infeksi HSV primer dan

mungkin mengubah respon imun melalui aksinya pada makrofag.

Obat imunosupresif diuji terpengaruh hanya beberapa mekanisme kontrol,

sehingga bahwa sebagian besar hewan tetap bebas dari penyakit. Karena hampir 10%

dari normal secara klinis tikus yang terinfeksi memiliki virus di kulit mereka setiap

saat, mungkin hewan ini yang mengembangkan penyakit klinis setelah pengobatan

dengan P + A atau ATS . Imunosupresan yang yang digunakan dalam penelitian ini

jangka pendek dan tidak akan mempengaruhi antibodi. Insiden penyakit yang rendah

terjadi ketika imunosupresi digunakan sendiri menunjukkan bahwa obat melepaskan

infeksi dari kontrol kurang efisien daripada trauma. Pengobatan dengan CPA dapat

mengubah infeksi laten di ganglion sehingga HSV dapat diisolasi dengan inokulasi

terganggu jaringan ke kultur sel. Sedangkan, pengobatan dengan silika tidak

menyebabkan lesi berulang, namun meningkatkan durasi dan keparahan lesi di infeksi

HSV primer. Pengobatan dengan silika sebelum infeksi primer juga meningkat

proporsi tikus yang menjadi terinfeksi HSV laten, mungkin dikarenakan makrofag

rusak dan dengan demikian memungkinkan lebih banyak virus replikasi di kulit dan

akibatnya meningkat pasokan virus di ganglion. Peneliti menyimpulkan bahwa

mekanisme kekebalan mungkin terlibat dalam penyembuhan herpes simpleks rekuren

tapi mungkin bukan satu-satunya faktor yang mengendalikan infeksi laten.

II.6.2 Infeksi HSV Pada Pasien HIV/AIDS

Pada pasien HIV positif, Herpes labialis merupakan infeksi oral tersering ke 3

dan episode infeksi lebih lama dan lebih parah, berpotensi menyerang dibeberapa area

mukosa mulut dan meluas hingga kulit dan muka.

Infeksi HIV biasanya dikaitkan dengan aktivasi dan penyebaran beberapa

patogen virus lainnya, termasuk HSV, CMV, HHV8, EBV, VZV, dan HPV, yang

bertindak sebagai agen oportunistik dan menimbulkan berbagai penyakit pada pasien

imunosupresi. Frekuensi dan tingkat keparahan penyakit yang disebabkan oleh virus

pada pasien dengan infeksi HIV biasanya lebih parah. Hal ini terutama karena

gangguan fungsi dari kedua respon imun adaptif dan bawaan untuk virus patogen.

Pada pasien yang terinfeksi HIV, lesi herpes labialis lebih diperburuk,

menyakitkan dan menyembuhkan lebih lambat. HIV menghancurkan limfosit CD4

secara bertahap dan CD4+ count berhubungan terbalik dengan tingkat keparahan

5

Page 6: Revisi Referat HSV 1 Rekuren

penyakit. Pasien dengan viral load secara signifikan lebih tinggi dan CD4+ count

yang lebih rendah lebih mungkin untuk mengembangkan lesi oral.

HSV juga memainkan peran penting dalam perkembangan penyakit infeksi

HIV. Infeksi kronis dari HSV-1 telah dianggap oleh WHO sebagai faktor penting

yang mempengaruhi perkembangan penyakit HIV / AIDS.

Faktor Resiko pada Pasien HIV/ AIDS terhadap infeksi HSV

Frekuensi dan durasi peningkatan tajam jumlah CD4 + T jatuh ke <50 / uL.

1. Mengurangi efektivitas obat ART (Anti Retroviral Therapy) pada orang yang

diobati

2. Dalam kebanyakan orang yang terinfeksi HIV, frekuensi, durasi, dan tingkat

keparahan HSV wabah serupa dengan yang pada individu imunokompeten; Namun,

Virus shedding/ penyebaran virus secara asimtomatik meningkat.

3. infeksi HSV diseminata kulit dan visceral kurang menonjol daripada kondisi

immunocompromised lainnya.

4. CDC Surveillance case definition untuk AIDS: infeksi HSV pada pasien berdurasi

lebih dari 1 bulan terdefinisi AIDS jika pasien tidak memiliki penyebab lain dari

immunocompromais dan tanpa pengetahuan status antibodi HIV.

5. infeksi HSV menyebabkan ulkus mucocutaneous yang berlangsung lebih dari 1

bulan

6. infeksi HSV menyebabkan bronkitis, pneumonitis, atau esofagitis Pemulihan

kekebalan dengan ART yang sangat aktif telah nyata mengurangi kejadian infeksi

HSV serius.

II.7 Pengaruh Infeksi HSVterhadap Stres Psikologis

Penelitian yang sudah dilakukan menemukan bukti bahwa adanya hubungan

antara stress dan atau mood state dengan rekurensi dari HSV1 seperti pada contoh

Lubor-Sky Brightman dan Katcher (1976), yaitu pada ketidakbahagiaan umum

berhubungan dengan muncul kembalinya lenting-lenting pada HSV1, sebagaimana

semakin parahnya atau semakin seringnya tekanan yang ada akan mempengaruhi

rekurensi. Goldmeier and Johnson (1982) membuktikan dengan 28 minggu survey

bahwa ditemukan pasien dengan skor yang tinggi pada kuisioner kesehatan, pasien

dengan skor tinggi akan mengalami rekurensi lebih cepat dibandingkan dengan pasien

yang memiliki skor rendah.

6

Page 7: Revisi Referat HSV 1 Rekuren

Hoon (1986 ) diikuti 122 peserta dalam 6 bulan menggunakan evaluasi

bulanan terhadap event besar dan kecil, dan tidak ditemukan bukti yang berhubungan

dengan lenting yang meradang pada area oral karena HSV 1 yang berulang dan tidak

ada bukti untuk kenaikan persentase kemungkinan terjadinya rekurensi karena stress 2

minggu pertama. Namun studi ini, berdasarkan laporan retrospektif dari kejadian yang

dahulu dan tidak menilai pencetus stress secara subjektif

Suatu studi berikutnya oleh Kemeny , Cohen , Zegans dan Conant ( 1989 )

diukur dalam even besar utama , stres pekerjaan sehari hari , suasana hati negatif , Sel

T helper inducer CD4 + dan Sel T Suppressor cytotoxic CD8 + , perilaku kesehatan

( tidur , latihan , alkohol ) dan kelelahan , adanya infeksi lain dan HSV rekuren. 36

peserta dengan herpes geital di pantau selama 6 bulan. Sebuah subsample 19 peserta

diambil sampel darah untuk mengetahui tingkat imunitas. Mereka menemukan bahwa

orang-orang dengan tingkat kecemasan tinggi, depresi dan permusuhan memilki sel

CD8+ yang lebih rendah secara signifikan, dan penurunan dari tingkat sel CD8+ yang

telah ada sebelumnya dan di dapat, keduanya memicu terjadinya rekurensi HSV.

Tingginya tingkat pemicu stress berhubungan dengan rendahnya sel CD4+.

Infeksi lain secara signifikan berhubungan dengan tingkat rekurensi. Mereka

menunjukkan infeksi yang dapat memicu kembali rekurensi pada beberapa orang

walaupun beberapa orang lainnya mengalami rekurensi yang disebabkan karena

pemcu psikologis. Ketika melakukan control terhadap infeksi lain, mereka

menemukan keadaan depresi kronik (tetapi tidak harus terdapat score total dan tidak

pada perubahan keadaan depressive yang akut) mempengaruhi rekurensi HSV.

Mereka menemukan bahwa keadaan depresi yang lama akan menurunkan sel CD8+

dan rekurensi dari HSV.

Namun ini berdasarkan dari score rata-rata bulanan selama periode 6 bulan

dan frekuensi dimana setiap pengukuran diambil dapat merupakan factor yang

penting.Pengukuran tiap minggu mungkin lebih tepat daripada pengukuran setiap

bulan untuk memahami hubungan sementara/sebentar ( kemeny et al . , 1989 ) Pada

studi tentang Herpes genital secara berturut-turut, Cohen et al .( 1999 ) menyertakan

58 perempuan dalam periode 6 bulan dan menemukan bahwa stress terus menerus ,

tidak tapi stres jangka pendek, diprediksi menimbulkan rekurensi HSV. Tingkat yang

lebih tinggi dari kegelisahan secara terus menerus berdampak pada meningkatnya

peluang rekurensi tapi tidak pada perubahan suasana hati sementara dan kejadian.

7

Page 8: Revisi Referat HSV 1 Rekuren

Dalam sebuah tinjauan meta-analytic dari hubungan pemicu stress dan gejala

depresi dengan terjadinya 2 penyakit imunologi (HSV & HIV), bahwa baik itu yang

dari gejala depresi dan pemicu stress sangat terkait dengan rekurensi HSV. Zorilla ,

McKay , Luborsky & Schmidt ( 1996 ) meninjau ulang 15 studi ( 11 studi Herpes

Genital dan 3 studi tentang Herpes Oral) dan ditemukan bahwa kebanyakan studi

adalah cross-sectional dan mengandalkan laporan subjektif pasien tentang kejadian

rekurensi dari HSV.

Studi prospektif menunjukan lebih sedikit korelasi dibandingkan dengan

cross-sectional desain dan memiliki lebih sedikit bukti hubungan antara stres

psikologis dan rekurensi daripada gejala depresi dan rekurensi. Mereka

menyimpulkan bahwa bukti tersebut itu kurang kuat untuk memberikan hasil yang

sama pada penelitian yang akan dilakukan selanjutnya. dan bahwa lebih banyak lagi

penelitian yang menggunakan prospective desain sangat dibutuhkan. ( Zorilla et al . ,

1996 ) .

Orang-orang yang mengalami rekurensi dari lenting yang meradang pada area

oral karena HSV 1 yang sering memiliki score yang tinggi dalam pengukuran stress

dan suasana hati yang negative daripada mereka yang tidak terkena dan mereka yang

hanya sesekali timbul rekurensi. Penelitian ini didukung temuan yang menunjukkan

bahwa orang yang menderita penyakit menular yang lebih parah, lebih rawan terhadap

penekanan fungsi kekebalan tubuh karena stress. Kedua, ada hubungan sejajar antara

tingginya tingkat stress dan kemungkinan menderita lenting karena HSV 1

sehubungan dengan Stress psikologi yang tinggi yang menimbulkan rekurensi infeksi

HSV1 yang telah ada sebelumnya.

II.8 Gejala Klinis

Infeksi mulut rekuren lebih sering pada HSV-1 dibanding HSV-2.

Progresitivitas gejala dibagi menjadi 8 stadium.6

1. stadium laten (minggu - bulan kejadian sampai bebas infeksi) :

periode remisi ; setelah inisial infeksi virus bergerak ke ganglia

nervus sensoris (ganglion trigerminal) dimana mereka menetap

seumur hidup sebagai virus laten. Didalam stadium ini, partikel

virus yang infeksius dan asimptomatikdapat menular.

2. Stadium prodromal : gejala yang biasa timbul terlebih dahulu

sebelum rekurensi. Gejala biasanya dimulai dengan gatal dan kulit

8

Page 9: Revisi Referat HSV 1 Rekuren

yang memerah disekitar tempat infeksi. Stadium ini bisa

berlangsung beberapa hari sampai beberapa jam mendahului

manifestasi fisik dari infeksi dan merupakan saat yang terbaik untuk

memulai pengobatan.

3. Stadium inflamasi (hari pertama) : virus mulai berkembangbiak dan

meinfeksi sel di ujung saraf. Sel-sel sehat bereaksi terhadap invasi

virus dengan edema dan eritema sebagai gejala infeksi.

4. Stadium prevesikel : stadium ini ditandai dengan munculnya papul

kecil, keras yang meradang dan vesikel yang mungkin gatal dan

sangat nyeri jika disentuh. Pada saatnya bula berisi cairan akan

berkelompok pada area labia. Daerah diantara labia dan kulit sekitar

mulut bisa juga muncul pada hidung, dagu dan pipi.

5. Stadium lesi terbuka : stadium yang paling nyeri dan menular.

Semua vesikel-vesikel kecil akan pecah dan bergabung membentuk

sebuah ulkus terbuka yang besar. Jaringan yang meradang dan

pembuluh darah secara perlahan mengeluarkan cairan. Secret cair

padat dengan virus aktif dan sangat menular. Tergantung dari

keparahan, mungkin dapat menyebabkan demam dan pembesaran

kelenjar getah bening submandibula.

6. Stadium krusta (hari ke 5 – 8) : muncul krusta dari eksudat cair yang

berwarna keemasan/ seperti madu. Krusta kekuningan/ kecoklatan

ini tidak terbentuk dari virus aktif tetapi dari plasma darah yang

mengandung protein yang berguna sebagai immunoglobulin. Hal ini

muncul sebagai permulaan dari proses penyembuhan. Lesi masih

terasa nyeri pada stadium ini. Terjadi retakan karena peregangan

dari labia pada saat tersenyum atau makan. Cairan berisi virus masih

tetap keluar melalui retakan-retakan ini.

7. Stadium penyembuhan ( 9 – 14 hari) : kulit baru mulai terbentuk di

bawah krusta yang mongering dan virus mulai memasukin periode

laten. Krusta-krusta yang mongering ini terbentuk diatas lesi, dengan

ukuran yang semakin kecil. Selama fase ini iritasi, gatal dan nyeri

biasanya terjadi.

8. Stadium post scab (12 – 14 hari) : daerah kemerahan mungkin

menetap pada tempat infeksi virus sampai sel normal yang rusak

9

Page 10: Revisi Referat HSV 1 Rekuren

beregenerasi. Penyebaran virus masih mungkin terjadi di stadium

ini.

II.9 Pemeriksaan

Sensitivitas dari semua metode laboratorium tergantung pada tahap lesi

(sensitivitas lebih tinggi pada vesikular dari pada lesi ulseratif), apakah pasien

memiliki episode pertama (inisial) atau episode berulang (rekuren)dari penyakit (lebih

tinggi di episode pertama), dan apakah sampel adalah dari imunosupresi atau pasien

imunokompeten (lebih antigen ditemukan pada pasien imunosupresi). Akibatnya,

dalam hal ini, lesi vesikel dan tererosi yang mencurigakan harus dibiakkan. Dalam

semua bentuk lain presentasi klinis biasanya sehingga karakteristik yang diagnosis

yang akurat dapat dilakukan dengan inspeksi. Sejumlah prosedur laboratorium yang

tersedia jika konfirmasi diinginkan.6

1. Kultur

Biakan HSV positif berasal dari lesi mukokutaneous atau biopsi jaringan

spesimen yang terinfeksi, yang dapat membedakan antara HSV-1 dan HSV-2.

Spesimen biakan harus diperoleh dari lesi aktif selama viral shedding, yang rata-rata,

berlangsung 4 hari. Lima puluh persen dari hasil kultur negatif pada lesi rekuren.

Vesikel dan erosi basah memberikan hasil yang lebih tinggi dari erosi kering atau

kerak. Vesikel yang tertusuk dan cairan yang diserap ke dalam swab, yang kemudian

digosok dengan keras ke dasar lesi.6-7

Spesimen diinokulasi ke dalam tabung biakan sel dan dipantau secara mikroskopis

terhadap perubahan karakteristik morfologi (efek sitopatik hingga 5 sampai 7 hari

setelah inokulasi untuk sensitivitas maksimum). Hasil mungkin didapat dalam 1 atau

2 hari.6

2. Tes Tzanck

Secara optimal, cairan dari vesikel utuh dioleskan tipis pada slide mikroskop,

dikeringkan, dan diwarnai dengan baik secara pewarnaan Wright atau Giemsa. Positif,

jika keratinosit acantholytic atau keratinosit acantholytic berinti raksasa terdeteksi.

Positif pada 75% kasus awal, baik primer atau rekuren.7

10

Page 11: Revisi Referat HSV 1 Rekuren

3. Polymerase Chain Reaction (PCR)

Tes Polymerase chain reaction (PCR) untuk HSV yang tersedia di beberapa

laboratorium dan tes pilihan untuk mendeteksi HSV dalam cairan tulang belakang

untuk diagnosis infeksi HSV dari sistem saraf pusat.

4. Tes Serologi

Ada dua serotipe HSV. HSV-1 infeksi terutama orofaringeal; infeksi genital

juga bisa disebabkan oleh serotipe ini. HSV-2 infeksi terutama kelamin, tetapi juga

terdeteksi di mulut.

HSV-1 seropositif biasanya berhubungan dengan infeksi orolabial. Herpes

simplex virus tipe-2 seropositif biasanya berhubungan dengan infeksi genital. HSV-1

sekarang menjadi penyebab signifikan herpes genital dan terlibat dalam 5% sampai

30% dari semua kasus episode pertama. Proporsi HSV-1 di antara infeksi herpes

genital awal adalah lebih tinggi di antara pria yang berhubungan seks dengan laki-laki

(46,9%) dibandingkan perempuan (21,4%) dan terendah di antara laki-laki

heteroseksual (14,6%). Menerima oral seks secara signifikan meningkatkan

kemungkinan bahwa infeksi awal adalah HSV-1 daripada HSV-2. HSV-1 genital

mungkin sering diperoleh melalui kontak dengan mulut pasangannya. 7

II.10 Tatalaksana

Tidak ada metode yang dapat meng-eradikasi virus herpes dari tubuh, namun

obat antivirus dapat mengurangi frekuensi, durasi, dan keparahan dari rekurensi.

Analgesik seperti ibuprofen dan paracetamol (asetaminofen) dapat mengurangi rasa

sakit dan demam.Topikal anestesi seperti prilokain, lidokain, benzokain, tetrakain

juga dapat menghentikan rasa gatal dan sakit.

Antivirus

Beberapa obat antivirus yang efektif untuk herpes, antara lain asiklovir, valasiklovir,

famsiklovir, dan penisiklovir. Asiklovir adalah yang pertama ditemukan dan sekarang

tersedia dalam bentuk generic, begitupula dengan valasiklovir. Berdasarkan

pengamatan, terbukti bahwa penggunaan asiklovir dan valasiklovir pada pasien herpes

labialis sama dengan pengobatan pada pasien kanker yang mempunyai infeksi herpes.

11

Page 12: Revisi Referat HSV 1 Rekuren

Topikal

Beberapa antivirus topikal yang efektif untuk herpes labialis adalah asiklovir,

penisiklovir dan dokosanol.

II.10.1 Tatalaksana Infeksi Rekuren

Rekurensi dari herpes sering tidak terlalu parah dan dengan frekuensi yang tidak

tetap, banyak pasien yang tidak langsung mencari pengobatan. Terapi yang digunakan

untuk mencegah rekurensi sebenarnya tersedia dan cukup efektif, namun karena biaya

dan pemakaian yang kurang nyaman, obat – obat ini lebih diperuntukan untuk pasien

yang mempunyai lebih dari 6 rekurensi pertahun. Terapi supresif untuk pasien –

pasien ini ditujukan untuk mengurangi frekuensi dan keparahan dari gejala herpes,

mengurangi transmisi HSV kepada pasangan dan bayi dari ibu yang terinfeksi, dan

mengurangi transmisi dari penyakit lain yang berhubungan (ex: Human

Immunodeficieny Virus/HIV)

Asiklovir telah digunakan untuk mensupresi rekurensi dari herpes genital, mengurangi

frekuensi sampai 80% dan mencegah rekurensi dari 45% pasien. Obat ini dititrasi

mulai dari 400 mg 2 kali sehari untuk mencapai efikasi maksimal dengan dosis

terkecil. Terapi ini harus dihentikan sekali dalam setahun untuk menilai apakah perlu

dilanjutkan. Resistensi asiklovir belum menjadi masalah pada pasien imunokompeten,

namun telah dilaporkan bahwa ada 4% dari penderita HIV.

OBAT DOSIS

ANGKA PENURUNAN REKURENSI (%)

DIPERBOLEHKAN DIBERIKAN KE PASIEN UNTUK REKURENSI ≥6 KALI PERTAHUN

Acyclovir (Zovirax)

400 mg 2 kali sehari

78 - 79 Ya

Famciclovir (Famvir)

250 mg 2 kali sehari

79 Ya

Valacyclovir (Valtrex)

1 g 1 kali

78 - 79 Ya

12

Page 13: Revisi Referat HSV 1 Rekuren

OBAT DOSIS

ANGKA PENURUNAN REKURENSI (%)

DIPERBOLEHKAN DIBERIKAN KE PASIEN UNTUK REKURENSI ≥6 KALI PERTAHUN

sehari

500 mg 1 kali sehari

71 Tidak

II.10.2. Tatalaksana HSV Pada Kehamilan

Resiko dari infeksi akan tampak lebih tinggi pada bayi bila infeksi primer terjadi

selama trimester ketiga dari kehamilan. Pada kasus ini mungkin tidak ada cukup

waktu untuk perkembangan IgG pada ibu dan jalan lahir bagi bayi dan resiko dari

infeksi neonatal adalah 30% - 50%.

Apabila infeksi terjadi pada trimester pertama kehamilan, hal ini dapat dikaitkan

dengan peningkatan terjadinya abortus spontaneus dan kasus IUGR. Hanya pada

beberapa kasus terjadi transmisi virus melalui plasenta, yang berdampak pada infeksi

kongenital yang sangat berat yang dapat disertai dengan microcephali,

hepatosplenomegali, IUFD dan IUGR. Penggunaaan antivirus juga diperbolehkan

pada trimester pertama kehamilan apabila infeksi pada ibu sangat serius. Untuk sat ini

telah ada cukup data yang menyatakan asiklovir aman digunakan selama kehamilan.

Saat infeksi primer didapat pada dua trimester pertama kehamilan, disarankan untuk

melakukan kultur virus secara berkelanjutan dari secret genital sejak usia gestasi 32

minggu. Kedua kultur virus dilakukan NAAT’s dipertimbangkan sebagai pilihan tes

untuk pasien dengan gejala seperti di Eropa Barat dan Amerika Serikat. Tidak ada

perbandingan dan persetujuan NAAT untuk mendeteksi HSV pada beberapa Negara

di Eropa Barat. Walaupun begitu, NAAT untuk mendeteksi HSV telah berkembang

dan telah tersedia di Eropa Timur., tetapi belum divalidasi secara internasional.

13

Page 14: Revisi Referat HSV 1 Rekuren

Apabila 2 kultur yang berurutan dinyatakan negatif dan tidak ada lesi herpes genital

yang aktif saat itu, hal ini memungkinkan untuk dilakukannya persalinan pervaginam

apabila serokonversi telah lengkap pada saat melahirkan, section caesarea tidak

disarankan karena resiko transmisi dari HSV terhadap bayi sangat rendah, dan

neonates seharusnya sudah terlindungi oleh antibodi dari ibu.

Apabila infeksi primer pada genital didapat saat trimester ketiga dari kehamilan, cara

yang optimal untuk melahirkan tidak dapat ditentukan. Kebanyakan guideline

menyarankan section caesarea untuk wanita yang menderita infeksi primer pada 4-6

minggu terakhir dari gestasi, karena mereka tidak dapat memenuhi serokonversi

terutama hingga waktunya melahirkan, maka dari itu dapat menginfeksi neonatus.

Apabila kelahiran pervaginam tidak dapat disingkirkan, karena resiko transmis

vertical sangat tinggi (41%) pada maternal dan neonatal disarankan untuk mendapat

terapi asiklovir IV.

Wanita hamil dengan episode klinis pertama atau kambuh dapat diobati dengan

asiklovir atau valasiklovir pada dosis yang dianjurkan (Tabel 2). Sejak acyclovir dan

valacyclovir tidak resmi disetujui untuk pengobatan wanita hamil, pasien harus

diberitahu untuk memberikan persetujuan sebelum pengobatan. Namun, tidak ada

peningkatan kelainanyang terjadi pada janin itu berasal dari pengobatan tersebut,

meskipun hasil jangka panjang tidak dievaluasi.

Kehamilan Obat Antivirus

Dosis harian direkomendasikan

episode awal infeksi

Lama terapi

Obat antivirus

Dosis harian direkomendasikan

episode rekuren

Lama terapi

Pengobatan episodik

Asiklovir 5 × 200 mg Peroral 10 hari Asiklovir 5 × 200 mg peroral 5 hariValasiklovir 2 × 500 mg Peroral 10 hari Valasiklovir 2 × 500 mg peroral 5 hari

Pengobatan supresif

Asiklovir 3 × 400 mg Peroral Dari minggu ke 36

kehamilan sampai

persalinan

Asiklovir 3 × 400 mg peroral Dari minggu ke 36

kehamilan sampai

persalinan

Valasiklovir 2 × 250 mg Peroral Valasiklovir 2 × 250 mg peroral

14

Page 15: Revisi Referat HSV 1 Rekuren

II.11 Diagnosis Banding

Hand,foot and mouth disease – pada umumnya disebabkan oleh coxsackievirus. Lesi

berupa makula yang muncul pada mukosa mulut, lidah dan palatum durum yang

kemudian berubah dengan progresivitas yang cepat menjadi vesikel dengan sekeliling

yang eritematosa. Lesi dapat terlihat juga pada tangan dan kaki. Demam juga dapat

muncul hingga 38-39°C selama 2-3 hari.

Herpes zooster yang mengenai nervus trigerminal

Candidosis – disebabkan oleh jamur Candida albicans. Lesi berupa bercak kemerahan

pada mukosa mulut, lidah, dan palatum durum dan palatum molle.

Angular cheilitis – peradangan pada daerah sekitar mulut dengan gejala nyeri,

kemerahan, dan fissura pada sudut mulut.

II.12 Komplikasi

Infeksi sekunder oleh bakteri melalui vesikel yang telah pecah dapat terjadi,

contohnya impetigo.

Rekurensi lesi pada tempat yang sama dapat menyebabkan atrophy dan scar pada

lokasi tersebut.

Herpes simpleks encephalitis dapat terjadi hingga 10-20% dari kasus infeksi HSV-1

dengan gejala berupa sakit kepala, halusinasi, hingga kejang.

Herpetic whitlow sering terjadi pada pelayan kesahatan dan pada anak-anak akibat

pajanan terhadap saliva yang tinggi.

15