revisi makalah 11.pdf

Upload: aziza

Post on 02-Mar-2018

259 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/26/2019 REVISI MAKALAH 11.pdf

    1/26

    ISLAM DAN ORGANISASI SOSIAL KEAGAMAAN

    Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

    Studi Islam II

    Oleh :

    KELOMPOK 11

    SITI MARYAM (11151020000069)

    DIMAZ ARYO P. (111510200000)

    AYU GUSTIDA FAJRIN (11151020000080)

    NURJANNATUN THAJRI (11151020000103)

    Dosen Pengampuh : Siti Nadroh M, Ag

    PROGRAM STUDI FARMASI

    FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

    UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

    2016

  • 7/26/2019 REVISI MAKALAH 11.pdf

    2/26

    2

    KATA PENGANTAR

    Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT berkat rahmat dan karunia-

    Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Islam dan Organisasi

    organisai Sosial Keagamaan. Dalam makalah ini kami membahas sedikit tentang sejarah

    lahirnya organisasi-organisasi islam tersebut dan bagaimana pengaruh ajaran islam bagi

    pembangunan NKRI. Selain itu kami juga menyertakan lahirnya partai politik islam sejalan

    dengan strategi pemerintahan.

    Kami sudah berusaha sebaik mungkin dalam mengerjakan makalah ini, namun

    mustahil apabila makalah yang kami buat tidak ada kekurangan maupun kesalahan, maka dari

    itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami butuhkan guna perbaikan karya

    selanjutnya di kesempatan mendatang.

    Terima kasih

    Penulis

  • 7/26/2019 REVISI MAKALAH 11.pdf

    3/26

    3

    DAFTAR ISI

    KATA PENGANTAR.......................................................................................... 2

    DAFTAR ISI........................................................................................................... 3

    BAB I PENDAHULUAN

    A.

    Latar belakang .............................................................................................. 4

    B. Rumusan masalah ....................................................................................... 4

    C.

    Tujuan penulisan ......................................................................................... 4

    BAB II PEMBAHASAN

    A.

    Pengertian Islam .......................................................................................... 5

    B. Pengaruh Ajaran Islam Bagi Lahirnya Organisasi Sosial Keagamaam ....... 5

    C. Sumbangan Ajaran Islam Bagi Perkembangan NKRI ............................... 14

    D.

    Partai Politik dan Strategi Pemerintahani .................................................. 18

    BAB III PENUTUP

    A.

    Kesimpulan ............................................................................................... 25

    B. Saran ......................................................................................................... 25

    DAFTAR PUSTAKA

  • 7/26/2019 REVISI MAKALAH 11.pdf

    4/26

    4

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A.Latar Belakang

    Tulisan ini berangkat dari kenyataan bahwa agama, dengan segala ajaran dan

    organisasi-organisasinya, mempengaruhi kehidupan manusia. Sejak dahulu kala, bahkan

    sejak manusia pertama kali memulai kehidupan di muka bumi hingga hari ini, ketika

    manusia telah sampai pada suatu fase kehidupan yang kita sebut sebagai zaman post-

    moderen.

    Dari penelaan singkat terhadap bahan-bahan tercetak yang kami peroleh untuk

    mengkaji organisasi-organisasi sosial dalam Islam, terlihat betapa tidak memuaskannya

    bahan-bahan tersebut. Memang tidak dapat dibuat gambaran yang jelas mengenai

    perkembangan demikian, sangat sedikit pembahasan yang mendalam tentang peran positif

    agama dan agamawan dalam proses maju atau berkembangnya suatu bangsa.

    Tidak mudah memang untuk bisa menyajikan bacaan-bacaan yang bermutu bagi

    para pembaca,namun itulah yang menjadi titik tolak keberangkatan penulisan kami. Kami

    sadar bahwa sudah bukan saatnya kita hanya menjadi konsumen dari hasil pemikiran-

    pemikiran luar. Saatnya kita berfikir kritis dengan apa tujuan sebenar kita menganut

    agama, dan apakah organisasi agama yang kita telah berda di lingkarannya itu sudahbenar dan sesuai. Yang terpenting juga adalah mengenali dan memahami sebaik mungkin

    permasalahan yang bermunculan dalam sekitar kita.

    B.Rumusan Masalah

    1.

    Apa sebenarnya islam itu?

    2. Apa sajakah organisasi-organisasi islam yang berkembang di Indonesia?

    3. Apa sajakah sumbangan ajaran Islam bagi perkembangan NKRI ?

    4.

    Bagaimana kaitan antara ajaran, partai politik Islam dengan strategipemerintahan?

    C.Tujuan Penulisan

    1. Memaparkan dan menjelaskan arti Islam sebenarnya juga organisasi sosial Islam

    yang berkembang di Indonesia.

    2.

    Memaparkan dan menjelaskan secara umum sumbangan ajaran Islam bagi

    perkembangan NKRI.

    3.

    Memaparkan dan menjelaskan sekelumit tentang Partai politik Islam dan strategipemerintahan Islam.

  • 7/26/2019 REVISI MAKALAH 11.pdf

    5/26

    5

    BAB II

    PEMBAHASAN

    ISLAM DAN ORGANISASI-ORGANISASI SOSIAL KEAGAMAAN

    A.Pengertian Islam

    Kata Islam menurut bahasa berasal dari kosa kata bahasa Arab Aslama-Yuslimu-

    Islama yang artinya selamat atau damai. Kata islam dapat pula berarti tunduk, patuh, dan

    berserah diri kepada Allah swt. Sedangkan menurut istilah islam adalah salah satu agama

    terbesar di muka bumi ini yang pertama kali disebar oleh Nabi Muhammad saw. Adapun

    inti dari ajaran agama ini adalah semata-mata demi keselamatan dan kedamaian umatnya

    dengan menekankan akan keimanan dan ketakwaan hanya kepada Allah swt semata,

    berlandaskan al-quran dan as-sunnah. Karena tonggak dasar agama ini adalah Arkanul

    Iman wal Islam.

    B.Pengaruh Ajaran Islam Bagi Lahirnya Organisasi Sosial Keagamaan

    Besar kecilnya pengaruh agama dalam berbagai aspek kehidupan manusia, memang

    sangat tergantung dari ajaran dan perbuatan/perilaku dari orang-orang yang dianggap

    sebagai wakil Tuhan dimuka bumi ini.Dalam penelitian ilmiah juga sering dikemukakan

    keraguan yang cukup gawat tentang peran agama dan agamawan dalam beberapa segi

    tertentu. Kemudian keraguan itu diperkuat oleh adanya kesenjangan yang terlalu sering

    terjadi antara ajaran suatu agama dengan tingkah laku atau sikap hidup penganut agama

    tersebut, berikut organisasi-organisasi sosial pergerakan islam;

    1. MUHAMADIYAH

    Muhammadiyah ialah suatu organisasi yang berdasarkan agama Islam, sosial, dan

    kebangsaan, merupakan sebuah organisasi sosial Islam yang terpenting di Indonesia

    sebelum Perang Dunia II dan juga sampai sekarang ini. Organisasi ini didirikan di

    Yogyakarta pada tanggal 18 November 1912 bertepatan dengan tanggal 18 Zulhijjah

    1330 H, oleh Kiyai Haji Ahmad Dahlan atas saran yang diajukan oleh murid-muridnya

    dan beberapa orang anggota Budi Utomo untuk mendirikan suatu lembaga pendidikan

    yang bersifat permanen.

  • 7/26/2019 REVISI MAKALAH 11.pdf

    6/26

    6

    Organisasi ini mempunyai maksud menyebarkan pengajaran kanjeng Nabi

    Muhammad Saw kepada penduduk bumi putera, dan memajukan hal agama islam

    kepada anggota-anggotanya. Muhammadiyah juga merupakan gerakan reformasi Islam

    di Indonesia.muhammadiyah berusaha menghapuskan bidah, takhayul, dan takhlik yang

    ada dalam masyarakat. Muhammadiyah berani melahirkan pikiran yang sehat dan murni

    dengan dasar Al-Qurandan hadits.

    Di antara sekian amal usaha di dalam Muhammadiyah yang paling menonjol ialah

    usaha di bidang pendidikan dan sosial. Walaupun pada saat itu sudah ada sekolah-

    sekolah, dirasakan tetap saja belum merata. Padahal pendidikan dan pengajaran

    merupakan unsur mutlak untuk meninggikan kecerdasan rakyat. Itulah sebabnya

    Muhammadiyah sangat mementingkan pendidikan dan pengajar- an di samping gerakan

    keagamaan tentunya.

    Untuk meningkatkan pendidikan pemuda, dibentuk organisasi kepanduan yang

    disebut Hizbul Wathon. Untuk meningkatkan pendidikan dan kecakapan wanita,

    Muhammadiyah membentuk organisasi Aisiyah. Dalam perkembangan selanjutnya,

    pemudi-pemudi Aisiyah membentuk Nasyiatul Aisiyah. Sesuai perkembangan zaman,

    sekarang Muhammadiyah juga mendirikan rumah-rumah sakit, rumah yatim piatu,

    sekolah-sekolah, dan usaha-usaha sosial kebudayaan yang lain. Untuk mencapai tujuan

    tersebut, organisasi berupaya mendirikan lembaga-lembaga pendidikan, mengadakan

    rapat-rapat dan tabligh di mana dibicarakan masalah-masalah Islam, mendirikan wakaf

    dan masjid-masjid serta menerbitkan buku-buku, brosur-brosur, surat-surat kabar dan

    majalah-majalah.

    Usaha lain untuk mencapai maksud dan tujuan itu ialah dengan:

    a) Mengadakan dakwah Islam;

    b) Memajukan pendidikan dan pengajaran;

    c) Menghidup-suburkan masyarakat tolong menolong;

    d) Mendirikan dan memelihara tempat ibadah dan wakaf;

    e) Mendidik dan mengasuh anak-anak dan pemuda-pemuda supaya kelak menjadi

    orang Islam yang berarti;

    f) Berusaha ke arah perbaikan penghidupan dan kehidupan yang sesuai dengan ajaran

    Islam;

  • 7/26/2019 REVISI MAKALAH 11.pdf

    7/26

    7

    g) Berusaha dengan segala kebijaksanaan, supaya kehendak dan peraturan Islam

    berlaku dalam masyarakat. (Anggaran Dasar Muhammadiyah Desember 1950).

    2.

    NAHDLATUL ULAMA (NU)

    Nahdlatul Ulama (NU) didirikan di Surabaya pada tanggal 31 januari 1926 M

    bertepatan dengan tanggal 16 Rajab 1444 H oleh kalangan ulama penganut madzhab

    yang sering menamai dirinya sebagai golongan Ahlussunnah Waljamaah yang di

    pelopori oleh K.H. Hasyim Asyari dan K.H. Abdul wahhab Hasbullah.

    Jauh sebelum NU lahir sebagai jamiyyah (organisasi), ia terlebih dahulu ada dan

    berwujud jamaah (comunity) yang terikat kuat oleh aktifitas sosial keagamaan yang

    mempunyai karakter tersendiri. Ketika di adakan pertemuan ulama yang bermaksud

    membahas dan menunjuk delegasi komite hijaz,utusan yang hendak di kirim untuk

    menyampaikan pesan kepada raja Abdul Aziz Ibnu Saud, penguasa baru hijaz (Arab

    Saudi), ketika itu, juga secara sepontan menjawab pertanyaan yang timbul kemudian

    yakni siapa yang berhak mengirim delegasi itu? atau dalam istilah lain, organisasi apa

    dan apa pula namanya yang akan bertindak memberikan mandat kepada deligasi hijaz

    tersebut. Dan jawaban yang segera muncul pada waktu itu adalah kesepakatan

    membentuk subuah jamiyah, wadah baru bagi persatuan dan perjuangan parra ulama.

    Namun demikian, bukan berarti semua pertanyaan sudah terjawab sebab jamiyah yang

    baru di sepakati berdirinya belum di beri nama. Maka terjadilah perdebatan seputar

    nama yang cocok buat jamiyah yang baru saja di bentuk.

    Dalam forum tersebut, terdapat dua pendapat atau usulan yang sebenarnya sama tetapi

    implikasinya nya berbeda. KH. Abdul Hamid dari Sidayu Gersik mengusulkan nama

    NU (kebangkitan ulama) yang di sertai penjelasan, bahwa para ulama mulai bersiap-

    siap akan bangkit melalui perwadahan formal tersebut. Namun p[endapat itu mendapat

    sanggahan keras dari KH. Mas Alwi bin Abdul Aziz. Menurut Mas Alwi, kebangkitan

    ulama bukan lagi mulai atau akan bangkit. Melainkan, kebangkitan itu sudah berlansung

    sejak lama dan bahkan sudah bergerak jauh sebelum adanya tanda-tanda akan

    terbentuknya komite Hijas itu sendiri. Hanya saja kata Mas Alwi, kebangkitan atau

    pergerakan ulama kalau itu memang belum terorganisasi secara rapi. Akhirnya usul

    Mas Alwi di terima secara aklamasi, perdebatan berakhir dengan lahirnya Jamiyah

  • 7/26/2019 REVISI MAKALAH 11.pdf

    8/26

    8

    Nahdlatul Ulama yang pengertiannya lebih condong pada gerakan serentak para ulama

    dalam suatu pengarahan atau gerakan bersama-sama yang terorganisir.

    Setelah peresmian wadah baru itu maka tahap berikunya ialah pembentukan pengurus,

    dan setelah kepengurusan lengkap terbentuk giliran selanjutnya masalah lambang

    (simbol). Masalah simbol ini di percayakan kapada KH. Ridwan Abdullah. Lambang

    NU bergambar bola dunia di lingkari seutas tampar dan sembilan bintang, di ciptakan

    oleh kiai Ridwan Abdullah berdasarkan mimpi setelah solat istikharoh sedang tulisan

    arab adalah tambahan dari Kiai ridwan sendiri dan tidak termasuk mimpi.

    Dari muktamar yang petama sampai kedelapan (1926-1933) yang pada dasarnya

    merupakan masa perintisan. Titik berat kegiatannya terarah pada usaha pemantapan dan

    memperkenalkan NU keluar daerah. Ini tercermin dalam komisi propaganda yang

    dibentuk dengan misi khusus, menarik simpati masyarakat luas terhadap NU. Dan tugas

    komisi mulai terlihat hasilnya ketika NU berhasil mengadakan muktamar disemarang,

    kemudian muktamar dipekalongan, terus muktamar di Cirebon, Bandung dan Jakarta.

    Semua itu merupakan bukti kemampuan LajnatunNashihin yang dipimpin lansung

    KH. Hasyim Asyari, untuk mengakhiri masa perintisan menuju masa pengembangan

    NU.

    Dalam masa perkembangan ini, NU mulai bersungguh-sungguh memperhatikan

    masalah kepemudaan. Berbagai organisasi pemuda yang pada dasarnya seaspirasi

    dengan NU, dikumpulkan dalam satu wadah sebagai benteng pertahanan sehingga

    dalam muktamar yang kesembilan tersebut lahir sebuah keputusan: membentuk wadah

    pemuda yang diberi nama Anshor Nahdlathoel Oelama (ANO). Dan organisasi pemuda

    ini kemudian menjadi lebih penting artinya bagi menopang induk organisasi setelah

    peraturan dasar dan peraturan rumah tangga (PD/PRT) disahkan dalam muktamar NU

    berikutnya, di Solo, Jawa Tengah.

    Selain membentuk ANO, muktamar Banyuwangi juga memutuskan beberapa masalah

    keagamaan (masalah diniyah) antara lain: masalah perselisihan paham tentang

    sembayang jumat, masalah perlunya memudahkan perkawinan buat orang kristen yang

    masuk islam dan hukuman berat bagi orang yang menghina al-Quran.

    Motivasi Berdirinya NU

    a) . Motif Agama

  • 7/26/2019 REVISI MAKALAH 11.pdf

    9/26

    9

    Penyebaran islam diindonesia (khususnya di Jawa) oleh para muballig islam, terutama

    wali sanga berhasil gemilang. Penyebaran islam pada abad ke-7 dan terutama setelah

    abad ke-11 dan 12 dapat dikatakan total menggantikan hinduisme dan budhisme yang

    sebelumnya sangat berjaya. Pengaruh islam masuk hingga dalam ke sendi-sendi dan

    kepemimpinan rakyat. Runtuhnya majapahit dan berdirinya kerajaan Islam demak (pada

    sekitar 1478 M), adalah bukti kepercayaan masyarkat jawa dalam waktu relatif singkat

    mewarnai kehidupan masyarkat disegala tingkat dihampir seluruh negri.

    Namun, keberhasilan itu menjadi berantakan akibat ulah penjajah. Pada 1592 M, buat

    pertama kali bangsa belanda mendarat dibanten. Kemudian menguasai indonesia selama

    350 abad, tidak hanya bermaksud mengeruk kekayaan bumi, tetapi juga menitipkan misi

    kristen untuk ditanamkan kepada bangsa indonesia yang umumnya beragama islam.

    Setelah diketahui maksud sebenarnya, para pemuka-pemuka agama bangkit dimana-

    mana. Diawal XX para pemuka islam mulai menghimpun kekuatan melalui dunia

    pesantren atau mendirikan organisasi-organisasi sosial keagamaan yang pada saatnya

    nanti menjadi palu godam ampuh buat memukul penjajah.

    b) . Membangun Nasionalisme

    Selain motif agama, NU lahir karena untuk merdeka. Sekitar tahun 1914 KH. Abdul

    Wahab Hazbullah mendirikan sebuah gedung bertingkat sebagai perguruan NW yang

    salah satu usaha untuk membangun semangat Nasionalisme lewat jalur pendidikan. Ini

    terlihat dari nama madrasah yang terpilih NW yang berarti pergerakan tanah air.

    3. MIAI

    Organisasi ini merupakan gabungan dari organisasi politik dan beberapa organisasi

    massa yang bersifat moderat terhadap Belanda. Golongan Muslim yang tergabung

    dalam organisasi memilih sikap nonkooperasi terhadap pemerintahan kolonial. Saat

    Jepang berkuasa, organisasi ini mendapat kelonggaran menjalankan aktivitasnya,

    sementara aktivitas organisasi yang lain dilarang. Karena MIAI dipandang sebagai

    organisasi yang anti barat.

    Suatu ketika seluruh pemuka agama diundang oleh Gunsikan, Mayor Jenderal

    Okazaki ke Jakarta. Mereka diajak untuk bertukar pendapat. Pertemuan itu

    menghasilkan MIAI harus menambah azas dan tujuannya. Kegiatan MIAI

    menyelenggarakan badan amal dan peringatan hari keagamaan. Sebagai organisasi yang

  • 7/26/2019 REVISI MAKALAH 11.pdf

    10/26

    10

    diakui Jepang MIAI dianggap kurung memuaskan pemerintah Jepang. Pada Oktober

    1943 MIAI dibubarkan dan diganti dengan Majelis Syuro Muslimin Indonesia

    (Masyumi). Masyumi dipimpin oleh K.H. Hasyim Asyari, K.H Mas Mansyur, K.H

    Farid Maaruf, K.H Hasyim, Kartosudarmo, K.H Nachrowi, dan Zainal Arifin.

    4. PERMI

    Persatuan Muslimin Indonesia (Permi) adalah nama organisasi hasil peleburan

    Sumatera Thawalib, yaitu suatu organisasi Islam yang bercorak nasionalisme radikal.

    Setelah kongresnya di Bukittinggi, pada tahun 22 Mei 1930, Sumatera Thawalib

    menjelma menjadi Persatuan Muslimin Indonesia (Permi) yang diketuai oleh Mukhtar

    Luthfi.

    Pada mulanya Permi bergerak di bidang sosial, tetapi sejak tahun 1932 berubah

    menjadi partai politik yang radikal berhaluan nonkooperatif. Persatuan Muslimin

    Indonesia (Permi) bertujuan mencapai Indonesia merdeka. Permi mempunyai pengaruh

    yang luas di Sumatera. Kegiatan aksinya di Sumatera meliputi daerah Tapanuli,

    Bukittinggi, dan Palembang. Karena aksinya yang keras, Permi juga mendapat tekanan

    dari pemerintah kolonial Belanda. Pemimpin-pemimpinnya termasuk Mukhtar Luthfi

    ditangkap dan dipenjarakan. Akhirnya, pada tanggal 11 Oktober 1937 Permi

    dibubarkan.

    5. AL-WASHILIYAH

    Berdirinya Al-Washiliyah dilatar belakangi oleh kesadaran beberapa pelajar dan

    guru yang tergabung dalam perguruan Maktab Islamiah Tapanuli untuk bersatu dalam

    menyalurkan ide dan pendapat. Pada tahun 1918, masyarakat Mandailing menetap di

    Medan berinisiatif mendirikan sebuah Institusi Pendidikan Agama Islam, bernama

    Maktab Islamiyah Tapanuli. Mereka ini adalah pendatang dari daerah Tapanuli

    Selatan yang berbatasan langsung dengan tanah Minangkabau.

    System pendidikan MIT adalah mencoba menggabungkan system tradisional dan

    modern. Apa yang diajarkan tidak jauh berbeda dari pesantren-pesantren tradisional,

    namun pengajaran sudah dilakukan secara klasikal dengan menggunakan media-

    media modern seperti bangku, papan tulis, dan sebagainya. Pendidikan inipun dibagi

  • 7/26/2019 REVISI MAKALAH 11.pdf

    11/26

    11

    menjadi tiga tingkatan :persiapan ( tajhizi ), awal ( ibtidaI ), dan menengah ( tsanawi

    ). System dikelas mengikuti Universitas Al-Azhar Kairo yang menjadi kiblat

    pendidikan umat islam saat itu yaitu menerapkan system halaqah dengan duduk di

    lantai.

    Pada tahun 1928, para alumni dan murid enior MIT mendirikan Debating Club

    sebagai wadah untuk mendiskusikan pelajaran maupun persoalan-persoalan sosial

    keagamaan yang sedang berkembang ditengah masyarakat. Debating club ini

    berkaitan dengan diskusi-diskusi mengenai nasionalisme dan berbagai paham

    keagamaan yang didorong oleh kaum pembaru. Para anggota Debating Club

    merasakan perlunya tempat diskusi yang lebih besar lagi. Lalu upaya ke arah ini mulai

    dirintis, sehingga pada tanggal 30 November 1930 bertepatan dengan 9 Rajab 1349,

    telah resmi berdirinya sebuah organisasi yang diberi nama Al-Washliyah, yang

    bermakna organisasi yang ingin menghubungkan dan mempertalikan. Hal ini

    berkaitan dengan keinginan memelihara hubungan antara manusia dengan Tuhan,

    hubungan sesama manusia, antarsuku, antarbangsa dan lain-lain. Nama organisasi ini

    diambil dari Al-Quran. Demikianlah nama dari Al-Washliyah yang memancarkan

    cita-cita yang tinggi yang diharapkan menjadi roh bagi para simpatisannya.

    Setelah resmi didirikan, kemudian ditetapkanlah para pengurus Al-Washliyah yang

    berkedudukan di Medan, dengan tahapan sebagai berikut:

    1. Ketua I: Ismail Banda.

    2. Ketua II: A. Rahman Sjihab

    3. Penulis I: M. Arsjad Thalib Lubis

    4. Penulis II: Adnan Nur

    5. Bendahara: H. M. Yaakub

    6. Pembantu: H. Syamsuddin, H. Jusuf Ahmad Lubis, H. A. Malik, A. Aziz

    Effendy

    7. Penasihat: Sjech H. Muhammad Junus.

    Berdasarkan Keputusan Kongres (Muktamar) Al-Washliyah ke X Tanggal 10

    Maret s/d 14 Maret 1956 di Jakarta, disepakati bahwa kedudukan Pengurus Besar Al-

    Washliyah dipindahkan ke pusat pemerintahan. Hal ini dimaksudkan aggar lebih

  • 7/26/2019 REVISI MAKALAH 11.pdf

    12/26

    12

    dekat dengan kekuasaan pemerintah dan memudahkan koordinasi dengan pengurus di

    tingkat wilayah di seluruh Indonesia.

    Berdirinya Al-Washliyah tidak tergantung pada seorang tokoh sentral yang

    karismatik sebagaimana halnya Ahmad Dahlan dengan Muhammadiyah, Hasyim

    Asyari dengan NU, atau Ahmad Soorkati dengan Al-Irsyad. Pendirian dan

    pertumbuhan awal Al-Washliyah lebih merupakan hasil upaya bersama beberapa

    orang dengan peran dan keistimewaannya masing-masing. Adapun orang-orang yang

    berperan penting dalam pendirian dan perkembangan organisasi Al-Washliyah ini,

    yaitu Syekh Muhammad Yunus (tokoh yang dianggap sebagai pendiri Al-Washliyah),

    Abdurrahman Syihab (tokoh yang mempunyai kemampuan tinggi dalam rekruitmen

    anggota), Arsyad Talib Lubis (ulama Al-Washliyah dengan ilmu dan pengetahuan

    agama islam yang mendalam), Udin Syamsuddin (administrator dan ahli

    manajemennya).

    Al-Washliyah dipandang sebagai organisasi sosial keagamaan yang bersifat

    tradisional dalam paham keagamaan (ciri khas Syafiiyah), tetapi modernis dalam

    pendidikan islam (bentuk lembaga yang didirikan seperti madrasah dan sekolah serta

    sistem dan kurikulum yang digunakan.

    6. PERSIS

    Persatuan Islam didirikan di Bandung pada tanggal 12 September 1923 oleh

    sekelompok orang islam yang berminat dalam studi dan aktivitas keagaman yang

    dipimpin oleh Zamzam dan Muhammad Yunus.

    Persis mengembangkan cita-cita dan pemikirinnya melalui pertemuan umum, tabligh,

    khotbah-khotbah, kelompok studi, mendirikan sekolah-sekolah dan menyebarkan

    pamflet, majalah dan kitab. Dalam kegiatannya Persis mendapat dukungan dan

    partisipasi daru dua tokoh penting yaitu :

    1. Ahmad Hasan, seorang yang dianggap sebagai guru Persatuan Islam sebelum

    perang.

    2. Mohammad Natsir, seorang pemuda yang sedang berkembang dan bertindak

    sebagai juru bicara dari Persatuan Islam kalangan terpelajar.

  • 7/26/2019 REVISI MAKALAH 11.pdf

    13/26

    13

    Sama halnya dengan organisasi Islam lainnya, Persatuan Islam juga memberikan

    perhatian besar pada kegiatan pendidikan, tabligh serta publikasi. Salah satu caranya

    adalah dengan mendirikan lembaga pendidikan berupa sekolah dasar, kursus, kelompok

    diskusi, pengajian dan pesantren. Dalam pendidikan ini Persatuan Islam mendirikan

    sebuah madrasah yang awalnya dimaksudkan untuk anak-anak dari anggota Persatuan

    Islam, dan kemudian madrasah tersebut dibuka untuk umum. Madrasah ini membahas

    soal iman serta ibadah dengan menolak segala kebiasaan bidah. Masalah yang sangat

    menarik pada saat itu adalah poligami dan nasionalisme.

    Selain mendirikan madrasah, Persatuan Islam juga mendirikan Pesantren Persatuan

    Islam pada bulan Maret 1939 di Bandung. Dengan harapan untuk membentuk kader-

    kader yang mempunyai keinginan untukmenyebarkan agama, usaha ini merupakan

    inisiatif Hasan. Kemudian Pesantren ini dipindahkan ke Bangil, Jawa Timur. Setelah

    pesantren dibuka di Bangil, maka muridnya bertambah dari kepulauan Indonesia. Pada

    tahun 1941dibuka pesantren bagian perempuan. Dan kedua pesantren ini berjalan baik.

    Persis dan Muhammadiyah memiliki tujuan yang sama namun memiliki beberapa

    perbedaan, yaitu :

    No Muhammadiyah Persis

    1 Muhammadiyah sangat giat

    dalam membentuk banyak

    cabang.

    Persis tidak terlalu giat dalam

    membentuk banyak cabang

    2 Muhammadiyah berusaha

    mengiring orang masuk, lalu

    kemudian dibina orang tersebut

    dalam organisasi

    Persis membina dahulu diluar, jika

    dianggap sudah pantas baru direkrut

    menjadi anggota

    3 Lebih mengutamakan aksi sosial

    melalui sekolah, rumah sakit,

    dan panti asuhan

    Lenih mengutamakan dakwah lisan dan

    tulisan, seperti memperbanyak tabligh,

    menerbitkan buku, mengadakan diskusi

    umum dan lain-lain.

  • 7/26/2019 REVISI MAKALAH 11.pdf

    14/26

    14

    Tidaklah mengherankan jika organisasi Persis jauh lebih kecil dibanding

    Muhammadiyah dalam jumlah anggota dan aktivitasnya. Persatuan Islam hanya memiliki

    200 cabang diseluruh Indonesia, yang menangani ratusan sekolah dan pesantren.

    C.

    Sumbangan Agama Islam dalam membangun NKRI dan

    Menghadapi tantangan luar dan dalam.

    1. Tantangan Islam dan NKRI

    Meskipun Indonesia merupakan salah satu kesatuan bangsa muslim terbesar di bumi

    tetapi sesungguhnya masih dalam tahap perkembangan dalam artian masih berada di fase

    pembentukan, masih sedang menyiapkan masa depannya, bahkan bisa dikatakan bahwa

    umat islam Indonesia sekarang ini betul-betul baru pada tahap permulaan mengecap hasil

    perjuangan mereka sendiri selama bertahun-tahun melawan dan menghalau penjajah.

    Oleh karena itu tidak mustahil jika selalu saja ada tantangan yang menghadang

    perkembangannya. Tantangan itu dapat bersifat internal ataupun eksternal. ( Nurcholis

    Madjid, Islam, Kemodernan, dan KeIndonesiaan : hal. )

    a). Tantangan Dalam Negeri

    Tantangan umat Islam pada saat ini terbagi menjadi dua yaitu tantangan daridalam negeri dan tantangan dari luar negeri. Tantangan dari dalam negeri adalah yang

    paling terkait dengan persoalan kebebasan beragama dan berkeyakinan (KBB) yang

    menurut Komnas HAM kian meningkat. Jika pada tahun 2013 Komnas HAM

    menerima pengaduan terkait KBB sebanyak 39 berkas, maka pada tahun 2014

    pengaduan sudah naik menjadi 67 berkas. Kasus tertinggi, sebanyak 30 berkas terkait

    dengan rumah ibadah, 22 berkas untuk kekerasan dan diskriminasi, lalu 15 berkas

    untuk penghalangan terhadap ritual pelaksanaan ibadah

    Tentu sejumlah laporan ke Komnas HAM tersebut bukan hanya permasalahan

    Komnas HAM tapi juga menjadi permasalahan NU dan Muhammadiyah selaku dua

    ormas Islam terbesar dan pengayom umat yang menjadi mayoritas di Indonesia.

    Selain kasus-kasus yang telah dicatat oleh Komnas HAM, kasus-kasus yang telah akut

    seperti kasus GKI Yasmin, kasus pengungsi Ahmadiyah di Transito NTB dan kasus

    pengusiran dan tindak kekerasan terhadap Muslim Syiah Sampang juga merupakan

    tantangan berat bagi NU dan Muhammadiyah. Sebab hingga saat ini pemerintah yang

  • 7/26/2019 REVISI MAKALAH 11.pdf

    15/26

    15

    sudah berganti kepemimpinan belum mampu menyelesaiakan permasalahan tersebut,

    hingga menjadi catatan hitam perjalanan kerukunan umat Islam di Indonesia. Maka

    NU dan Muhammadiyah memiliki kewajiban moral untuk membantu penyelesaian

    permasalahan tersebut.

    b). Tantangan Luar Negeri

    Selain tantangan dari dalam, tantangan dari luar negeri juga tidak bisa dianggap

    enteng. Salah satunya adalah stigma yang dilekatkan pada Islam sebagai agama barbar

    dan penyebar teror, sehingga Islam dianggap identik dengan agama teror.

    Stigma ini diakibatkan oleh sejumlah kelompok umat yang mengatasnamakan Islam

    dan mengambil langkah kekerasan untuk menyelesaikan persoalan. Salah satu yang

    paling tenar saat ini adalah fenomena munculnya kelompok ISIS. Kelompok pengaku

    Islam yang berusaha untuk membentuk negara Islam dan kekhalifahan ini menempuh

    jalan peperangan dan bahkan pembunuhan kepada umat agama lain dan bahkan

    kepada umat Islam sendiri hanya karena alasan tidak mau mendukung mereka.

    Tentu saja, kedua ormas ini memiliki tanggung jawab untuk menghapus stigma

    teroris yang diterima umat Islam dan menjaga Islam yang ada di Indonesia agar tidak

    terkontaminasi kelompok-kelompok Islam yang menggunakan jalan peperanganuntuk menyelesaikan permasalahan mereka. Jika tidak, maka bukan tidak mungkin

    apa yang saat ini terjadi di Timur Tengah juga akan terjadi di Indonesia dan tentu kita

    semua tidak mengharapkan hal itu.

    Dengan ditutupnya dua Muktamar ormas Islam terbesar itu, ibarat dua sayap Islam

    Indonesia kita semua tentu berharap NU dan Muhammadiyah ke depan akan mampu

    membawa umat Islam Indonesia terbang lebih tinggi lagi dan mampu menyelesaikan

    dua tantangan berat umat baik dari luar maupun dari dalam negeri. ( Garis politik dan

    cita-cita pembentukan umat, Turmudi Endang : hal.17 ).

    2. Sumbangan Agama dan Umat Islam demi perkembangan NKRI

    Di samping dua tantangan itu para muslim pun juga banyak memberikan

    sumbangan demi berkembangnya Negara Kesatuan Republik Indonesia ini, dari zaman

    sebelum penjajahan hingga Indonesia merdeka seperti sekarang ini. Di antaranya adalah

    sebagai berikut :

  • 7/26/2019 REVISI MAKALAH 11.pdf

    16/26

    16

    a. Peran Historis Umat yang Bersemangat Keislaman

    Partisipasi warga Indonesia yang bersemangat keislaman dalam perjuangan untuk

    memperoleh kemerdekaan itu juga sangat menentukan, ditandai dengan didirikannya

    monumen Tugu Syuhada dan Masjid Istiqlal. Dengan jelas kedua monumen itumelambangkan pengakuan tentang adanya keindonesiaan dan keislaman, adanya

    kemerdekaan dan peran besar warga yang bersemangat keislaman. Salah satu contoh

    yang bisa kita kaji adalah bagaimana ketika warga muslim yang memenuhi panggilan

    tanah air untuk menghancurkan kaum komunis, sehingga kemudian menghantarkan

    bangsa ini memasuki orde baru.

    Dengan partisipasi penuh dalam pendidikan modern dan dalam semua segi kehidupan

    nasional lainnya, para warga atau penerus bangsa yang bersemangat keislaman itu

    sekarang sedang mengumpulkan pengetahuan, kemampuan, dan pengalaman teknis

    yang amat diperlukan bagi terealisasikannya peran pada tingkat yang lebih tinggi di

    masa mendatang. (Tradisi Islam dst, Nurcholis Madjid: hal. 21)

    b. Mengembangkan Etos Keilmuan Untuk Indonesia Masa Depan.

    Tantangan terbesar NKRI yang terkenal kaya akan sumber daya alam ini ialah

    kekurangan sumber daya manusia, peran mereka di bidang keilmuan sangat minim.

    Sedangkan kunci kemakmuran itu terletak pada seberapa berkualitasnya SDM dan

    taraf pendidikan negara itu sendiri. Faktor manusia lebih menentukan dari faktor

    sumber daya alam.

    Sudah sekian lama, setidaknya dampak sosial dari kehadiran kaum terpelajar

    kalangan rakyat yang sebagian besar beragama Islam mulai terasa. Ini dapat dilihat

    dalam berbagai sektor kehidupan yang menyangkut kelompok orang-orang

    berpengetahuan, ini merupakan kriteria utama kehidupan modern yang maju. Masa

    depan bangsa dan negara kita akan sangat ditentukan oleh kehadiran kaum terpelajar

    ini karena pada hakikatnya yang demikian inilah cita-cita dan hasil terpenting

    kemerdekaan.

    Etos keilmuan ini sejajar dengan etos ijtihad, karena ijtihad itu sendiri selaras

    dengan ide tentang mengikuti suatu jalan pikiran yang tidak hanya pada batas qaul-an

    tetapi juga mencakup bahkan terfokus pada metodologinya. Perlu diketahui bahawa

    kebangkitan islam kembali di zaman modern ini berhubungan erat dengan

    ditumbuhkan dan dikembangkannya etos ijtihad itu pula..

  • 7/26/2019 REVISI MAKALAH 11.pdf

    17/26

    17

    Berdasarkan hal-hal di atas, maka pengembangan etos keilmuan di negeri kita

    dapat mengacu sepenuhnya pada etos keilmuan yang diajarkan Islam dan telah

    dibuktikan oleh sejarahnya yang panjang (kita haru ingat bahwa masa kejayaan islam

    dahulu masi dua-tiga kali lipat lebih besar daripada masa kejayaan Barat modern

    sekarang ini). Menurut logika Islam , untuk membuat kita lebih mampu menghadapi

    tantangan zaman dan meresponinya kita harus mampu dengan cermat mendeteksi

    gejala perkembangan sosial yang terjadi kemudian kita fahami kecenderungan dasar

    yang melandasi dan melatar belakanginya. Degan kata lain kita harus percaya pada

    manusia dan kemanusiaan yang banyak ditekankan Islam. Percaya pada manusia dan

    kemanusiaan inilah yang dahulu melandasi para pemikir muslim sehingga mereka

    tidak segan-segan belajar dari siapa saja dan ke mana saja.

    (Tradisi Islam dst, NurcholisMajdjid: hal.29-36)

    c. Islam dalam lingkup budaya menegakkan disiplin nasional

    Dalam agam Islam, bagian dari sikap keagamaan yang seharusnya melahirkan

    disiplin ialah kesadaran akan tanggung jawab pribadi. Tanggung jawab atas segala

    perbuatan yang baik dan buruk di hadapan Tuhan dalam pengadilan Ilahi.

    Dari uraian ini dapat dilihat adanya kaitan antara disiplin dengan konsep tentang

    balasan setimpal terhadap perbuatan baik ataupun buruk; konsep keagamaan balasan-

    dosa. ( Tradisi Islam, Peran dan Fungsinya dst,Nurcholis Madjid : hal. 138-140 )

    Karena adanya keterkaitan itu maka disiplin tidak bisa dipisahkan dengan masalah

    penegakan hukum dalam masyarakat. Dengan tertib hukum demikian akan memberi

    kerangka institusional pada sikap berdisiplin, namun tertib hukum itu tidak akan

    terwujud dengan baik tanpa partisipasi semua anggota masyarakat, dalam semngat,

    saling mengingatkan tentang kesabaran dan kebenaran. Sebagai konsekuensinya

    berkenaan dengan disiplin ini masing-masing anggota masyarakat dapat dengan bebas

    untuk saling memperingatkan dan saling mengawasi, serta untuk secara bersama

    memikul beban penderitaan sementara, karena yakin bahwa kelak dalam jangka

    panjang, kebahagiaan sejati akan terwujud. Sebagaimana kita ketahui ini adalah

    interpretasi ajaran khas agama Islam tentang dunia dan akhirat yang sekaligus

    sumbangan motivasi bagi berkembangnya NKRI.

    d. Demokratisasi dan pembangunan nasional.

  • 7/26/2019 REVISI MAKALAH 11.pdf

    18/26

    18

    Agama islam selamanya akan tetap relevan bagi kehidupan, baik untuk kehidupan

    individu maupun kehidupan sosial masyarakat. Relevansi ini juga berlaku bagi negeri

    dan bangsa kita di masa depan. Islam tidak akan terkalahkan oleh ilmu pengetahuan,

    tetapi justru akan menjadi wahana bagi kreatifitas dan inovasi yang menjadi pijakan

    bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

    Sudut pandang umat islam yang beranggapan bahwa demokrasi adalah suatu cara

    bukan tujuan. Demokrasi harus kita pandang sebagai suatu cara demi mendapatkan

    tujuan itu sendiri. Hal ini akan menentukan kualitas tujuan yang dicapai oleh suatu

    bangsa. Suatu tujuan yang dicapai secara secara demokratis akan memiliki keabsahan

    yang lebih tinggi daripada jika dicapai sebaliknya. Maksudnya jika tujuan

    membenarkan cara yang ditempuh, maka cara yang ditempuh itu sendiri akan ikut

    membenarkan tujuan yang dicapai, Contohnya pada tantangan perbedaan pendapat

    dalam masyarakat. Ada yang beranggapan bahwa perbedaan pendapat itu akan

    memberi nilai positif bagi perkembangan masyrakat, tidak bisa dibenarkan kecuali

    jika disertai dengan cara penyelesaian yang ramah. Usaha penyelesaian yang

    dikehendaki oleh masyarakat yang demokratis ialah diperlukan adanya kompromi

    antara berbagai pihak yang bertikai, diperlukan adanya kesadaran tentang etika dan

    aturan main bermusyawarah yakni hak semangat mengutarakan pendapat secara bebas

    dan kewajiban mendengar pendapat orang lain dengan penuh pengertian dan rasa

    hormat. Inilah salah satu sumbangan islam Indonesia terhadap bangsanya yang

    berpijak pada bentuk pemerintahan demokrasi.

    D.Asal-Usul Partai Politik, dan Strategi Politik

    1. Asal usul partai islam

    Sejarah partai politik islam dapat ditelusuri sejak masa kepemimpinan Khalifah

    Utsman bin Affan yang berseteru dengan Ali bin Abi Thalib. Peristiwa ini dikenal

    dengan peristiwa Ali kontra dengan Utsman yang menimbulkan perdebatan di

    kalangan kaum muslimin. Hal pertama yang yang diperselisihkan adalah mengenai

    imamah (kepemimpinan kaum Muslimin) dan syarat-syaratnya serta siapa yang

    berhak memegangnya. Kelompok Ali meyakini bahwa imamahyang tepat adalah Ali

    dan keturunan-keturunannya. Sedangkan lawan politiknya mengatakan, bahwa yang

    berhak memegang jabatan imamahharuslah orang terbaik dan paling cakap meskipun

    dia budak dan bukan dari keturunan Quraisy(Pengantar Teologi Islam, 2003).

  • 7/26/2019 REVISI MAKALAH 11.pdf

    19/26

    19

    Setelah Utsman meninggal (Tahun 655 M), pembaiatan umat Islam terhadap Ali

    sebagai Khalifah terakhir ternyata tidak disetujui oleh seluruh kaum Muslimin pada

    saat itu. Pada saat yang bersamaan, umat Islam terpecah belah menjadi dua kubu.

    Pertama, kubu yang mendukung pembaiatan Ali. Kedua, kubu yang mendukung

    Muawiyah sebagi khalifah yang tepat setelah Utsman bin Affan. Di satu sisi, Ali

    menyatakan bahwa pembaiatannya telah resmi dan sah. Bagi mereka yang terlambat

    membaiat, diminta untuk mengikuti keputusan yang sudah ditetapkan oleh kaum

    Muslimin di Madinah, tempat tinggal Nabi Muhammad SAW dan kampung halaman

    para sahabat. Di sisi yang lain, kelompok penentang Ali menyatakan bahwa

    pembaiatannya tidak sah karena Ahlu Hill wal Aqd (lembaga yang berhak memilih

    pemimpin Islam) berselisih pendapat. Di antara para anggota lembaga ini ada yang

    mengatakan, bahwa yang cocok menjadi khalifah adalah Muawiyah, Amr bin Ash,

    Ummul Mumini Aisyah, dan lain sebagainya (Teori Politik Islam, 2001).

    Di samping kedua kelompok ini, ada kelompok ketiga yang minoritas. Kelompok

    ini tidak menemukan bentuk kebenaran sehingga mereka tidak hadir dalam

    pembaiatan, menjauhi massa, dan tidak ikut serta dalam peperangan. Kelompok ini

    juga berpandangan, bahwa umat Islam sedang dalam fitnah sehingga harus

    ditenangkan dulu sebelum memulai memikirkan soal khalifah. Mereka yang

    tergabung dalam kelompok ini antara lain Saad bin Abi Waqqas, Abdullah bin Umar,

    Usamah bin Zaid, Muhammad bin Maslamah, Abu Said Al-Khudlri, Hassan bin

    Tsabit, Maslamah bin Mukhallad, Abdullah bin Salam, dan An-Numan bi Basyir.

    Dalam perkembangan selanjutnya, para pendukung Ali mengalami konflik internal

    dan terbelah menjadi dua. Kelompok pertama disebut Syiah, yaitu orang-orang yang

    tetap setia dan loyal dengan kekhalifahan Ali hingga wafatnya. Kesetian kelompok

    pertama ini hingga anak cucu keturunan berikutnya. Kelompok kedua disebut dengan

    kaum Khawarij, yaitu kelompok yang pada awalnya begitu amat sangat setia pada Ali

    tetapi karena sebuah peristiwa At-Tahkim, akhirnya mereka keluar dari barisan

    pendukung Ali, bahkan menjadi pembangkang dan mengecam Ali dan pendukungnya

    (Teori Politik Islam, 2001). Selain itu, hal yang menjadi perdebatan antara kelompok

    Syiah dah Khawarij adalah apa yang dimaksud dengan dosa besar. Dari perdebatan ini

    menimbulkan perselisihan mengenai perdebatan iman. Perdebatan tentang dosa besar

    ini bermula dari pembunuhan terhadap Utsman. Dari sinilah awal munculnya partai

    politik Islam yang kemudian melahirkan sekte-sekte politik pada periode selanjutnya,

    seperti Murjiah, Asyariyah, Mutazilah serta sekte-sekte selanjutnya.

  • 7/26/2019 REVISI MAKALAH 11.pdf

    20/26

    20

    Dalam sejarah politik Indonesia, di kalangan pemikir Islam mengalami perdebatan

    tentang suatu hal yang sangat fundamental: Mengenai perlukah umat Islam

    melahirkan dan memiliki partai Islam? Di satu sisi, ada kelompok yang menolak

    dibentuknya partai Islam yang diwakili oleh pemikiran Nurcholis Madjid atau biasa

    dikenal dengan Cak Nur. Di sisi lain, ada kelompok yang sangat keras

    memperjuangkan perlunya kelahiran parta Islam sebagai alat perjuangan dan aspirasi

    politik kaum Muslim untuk mengimplementasikan nilai-nilai Islam yang menurut

    mereka sesuai dengan kehidupan umat di dalam sebuah negara.

    Untuk gagasan yang pertama, yaitu tidak perlunya dibentuk partai Islam

    merupakan hasil renungan Cak Nur, menurut beliau harus ada pemisah antara urusan

    agama dan politik. Agama tidak boleh dibawa-bawa pada urusan praktis yang ujung-

    ujungnya hanya akan membawa konflik antara umat Islam. Dengan adanya

    pemisahan tersebut, umat Islam bisa lebih konsentrasi pada urusan-urusan dakwah

    dan keummatan serta urusan lain semisal pendidikan dan sosial. Sedangkan urusan

    politik diserahkan pada partai politik yang cenderung menggunakan simbol nasionalis

    atau moderat tanpa harus mencantumkan asas dan simbol-simbol Islam.Sedangkan

    gagasan yang kedua, yaitu perlunya partai islam sebagai alat perjuangan politik Islam

    muncul dari kalangan praktisi politik. Menurut mereka, mayoritas penduduk

    Indonesia adalah Muslim. Ini merupakan modal besar bagi mereka untuk mendirikan

    partai politik agar aspirasi kelompok Islam dapat terwakilkan dalam kebijakan-

    kebijakan di pemerintahan. Pemikiran kedua ini hingga kini diyakini oleh sebagian

    besar kelompok Islam dan pada kenyataannya animo kaum Muslim untuk berpolitik

    praktis tetap besar, sehingga pemikiran Cak Nur pasca meninggalnya seolah

    terpinggirkan dan tak lagi diunculkan ke permukaan.

    Namun demikian, partai politik Islam telah ada dan berkembang hingga saat ini.

    Dari sini dapat diketahui, bahwa lahirnya partai politik Islam di Indonesia

    menunjukkan kenyataan di mana dinamika politik di negeri ini salah satunya

    berorientasi aliran. Menurut Th. Sumartana, sebagaimana dikemukakan oleh Romli (

    Islam Yes Partai Islam yes, 2006) ada beberapa hal yang menyebabkan munculnya

    partai politik berbasis agama. Pertama, karena agama itu sendiri memiliki dukungan

    teologis untuk mencapai cita-cita berdasarkan gagasan-gagasan keagamaan yang

    dipercayai. Kedua, karena ikatan politik dari para warganya menyebabkan agama

    sebagai faktor pengikat untuk mendukung pemimpin dari kelompok agama tersebut.

    Ketiga, karena umat agama tersebut merasa lebih nyaman dengan pemimpin politik

  • 7/26/2019 REVISI MAKALAH 11.pdf

    21/26

    21

    yang lahir dari komunitasnya sendiri tidak percaya manakala politik dikuasai oleh

    kelompok agama yang lain

    2.

    Pendekatan Politik Islam dalam Strategi Pemerintahan.

    Di tengah masyarakat yang heterogen dan majemuk serta konflik horizontal yang

    salah satunya diakibatkan oleh konflik agama, maka sulit bagi kelompok Islam untuk

    mengimplementasikan gagasan negara Islam di Indonesia. Hal ini dapat terlihat ketika

    perdebatan tentang dasar negara dalam sidang BPUPKI yang di selenggarakan pada

    tanggal 29 Mei- 1 Juni 1945. Menurut Anshari ( Piagam Jakarta 22 Juni 1945:

    sebuah Konsensus Nasional tentangDasar Negara Republik Indonesia 1945-

    1949,1997), perdebatan di antara para anggota sidang memunculkan dua gagasan

    utama tentang dasar negara. Kelompok nasionalis Islam menginginkan agar Indonesia

    didirikan sebagai negara Islam. Sedangkan kelompok nasionalis sekuler

    menginginkan Indonesia sebagai negara persatuan nasional yang memisahkan antara

    urusan negara dan Islam. Selain kelompok nasionalis Islam, seperti Kahar Muzzakir,

    Abikoesno Tjokrosoe-joso, Agus Salim, Ahmad Soebarjo, dan wachid hasyimyang

    tergabung dalam Panitia Sembilan sebagai penggagas Piagam Jakarta, anggota

    sidang BPUPKI lainnya yang juga mendukung Piagam Jakarta adalah Ki Bagus

    Hadikusumo, saat itu menjabat ketua PP Muhammadiyah.

    Kemudian, sehari setelah kemerdekaan, 18 Agustus 1945, anggota PPKI

    mengadakan sidang untuk menetapkan UUD beserta mukadimah dan persoalan lain

    yang diusulkan oleh para anggota sebelum dan sesudah kemerdekaan (Piagam

    Jakarta 22 Juni 1945: sebuah Konsensus Nasional tentangDasar Negara Republik

    Indonesia 1945-1949,1997). Dalam sidang itu, Mohammad Hatta menyampaikan

    beberapa usulan perubahan, di antaranya perubahan pada preambul Piagam Jakarta,

    yaitu anak kalimat: Berdasarkan kepada Ketuhanan, dengan kewajiban

    menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknyadiubah menjadi berdasarkan

    atas Ketuhanan Yang Maha Esa (Islam dan Negara dalam Politik Orde Baru,

    1996). Pada awalnya, sebagian anggota PPKI menolak gagasan Bung Hatta namun

    setelah meyakinkan dengan berbagai alasan agar jangan sampai pecah dengan non-

    muslim demi kemerdekaan Indonesia, akhirnya perubahan tersebut disetujui dan

    syariat islam sebagai ideologi negara mengalami kegagalan.

  • 7/26/2019 REVISI MAKALAH 11.pdf

    22/26

    22

    Sepuluh tahun kemudian, perdebatan negara Islam kembali muncuk kepermukaan

    dalam sidang Majelis Konstituante setelah Pemilu 1955. Menurut Syafii Maarif

    (Islam dan Masalah Kenegaraan, 1985), Majelis Konstituante diharapkan mampu

    membuat UUD yang permanen untuk menggantikan UUD Sementara yang pernah

    dimiliki. Namun, usaha itu belum dapat terselesaikan hingga sidang berakhir pada 2

    Juni 1959. Situasi yang tengah macet ini diatasi oleh Soekarno dengan mengeluarkan

    Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juni 1959 dengan membubarkan Majelis Konstituante

    dan menetapkan kembali berlakunya UUD 1945 sebagai dasar ideologi negara,

    dengan mempertimbangkan Piagam Jakarta tertanggal 22 Juni 1945 yang menjiwai

    UUD 1945. Ini artinya, perjuangan syariat Islam kembali menemukan kegagalan

    untuk yang kedua kalinya.

    Pada era Orde Baru, kekuatan-kekuatan politik Islam dibendung agar tidak

    muncul ke permukaan. Hal ini mengakibatkan perjuangan politik Islam tidak dapat

    bergerak bebas. Di rezim Soeharto, gagasan negara Islam dibungkam rapat-rapat.

    Meskipun demikian gerakan bawah tanah dari kelompok Islam militan tetap

    dilakukan oleh kelompok-kelompok kecil. Di beberapa daerah muncul organisasi

    Islam garis keras yang melakukan perlawanan terhadap rezim Orde Baru, seperti

    KPPSI di Makassar (Sulawesi Selatan) dan KPPSI di sumatera Barat.

    Meskipun dibungkam, teriakan dari bawah tanah umtuk mendirikan gagasan

    negara Islam selalu muncul dalam berbagai bentuk perjungan. Pasca tumbangnya

    rezim Soeharto, perjungan untuk mengembalikan Piagam Jakarta dalam UUD 1945

    muncul ke pelataran publik terutama dalam Sidang Tahunan MPR yang berlangsung

    sejak 2000-2002. Dalam sidang tersebut, muncul dua arus sikap. Pertama, sikap

    mendukung terhadap gagasan negara Islam yang diwakili kelompok nasionalis Islam.

    Kedua, sikap penolakkan terhadap gagasan tersebut. Menurut laporan riset yang

    dilakukan oleh Sumarjan (Tinjauan Kritis Respon Parlemen Terhadap Masalah

    Piagam Jakarta: Debat Penerapan Syariat Islam, 2002) dari Inside Jakarta, setujunya

    kelompok Islam terhadap pemberlakuan Piagam Jakarta didasarkan pada alasan,

    bahwa mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam, syariat Islam dapat menjadi

    alternatif di tengah kegagalan penegakan hukum sekuler, dan secara historis

    perdebatan tetang Piagam Jakarta belum selesa. Sedangkan ketidaksetujuan kelompok

    nasionalis terhadap pemberlakuan Piagam Jakarta karena menghidupkan kembali

    Piagam jakarta sudah tidak relevan lagi utuk konteks sekarang.

  • 7/26/2019 REVISI MAKALAH 11.pdf

    23/26

    23

    Perkembangan isu Piagam Jakarta diikuti juga oleh proses negosiasi antar partai

    ketika pleno Panitia Ad Hoc Badan Pekerja MPR yang membahas pasal 29. Hasil

    negosiasi itu menghasilkan empat pembahasan alternatif. Pertama, negara

    berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa yang didukung oleh F-PDIP dan F-PG.

    Kedua, negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa dengan kewajiban

    menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya yang didukung oleh F-PPP dan

    F-PBB. Ketiga, negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa dengan

    kewajiban melaksanakan ajaran agama bagi masing-masing yang didukung oleh F-

    PKB dan F-Reformasi.Keempat,negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa,

    kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin

    oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial

    bagi seluruh rakyat Indonesia namun tidak ada satupun fraksi yang mendukung

    alternatif ini.

    Dari sini telah nampak, bahwa usaha-usaha yang dilakukan oleh kelompok Islam

    tidak berhasil. Terbukti upaya-upaya itu tidak mendapatkan dukungan mayoritas di

    parlemen. Bagi sebagian pengamat, kandasnya perjuangan dalam amndemen pasal 29

    merupakan kekalahan politik Islam. Sementara bagi sebagian pihak yang

    memperjuangkan amandemen tersebut, mereka merasa tidak kalah. Hanya belum

    menang. Namun persoalan memperjuangkan pasal 29 telah membelah umat Islam ke

    dalam pro dan kontra secara ekstrem,baik di internal partai maupun di lingkungan

    organisasi sosial keagamaan umat Islam. Bagi partai dan kelompok Islam yang

    memperjuangkan tujuh kata tersebut, itu merupakan langkah perjuangan Islam.

    Namun, di sisi lain, pemberlakuan Piagam Jakarta dapat membawa kehancuran

    Indonesia.

    Di tubuh umat Islam sendiri belum ada kata sepakat tentang beberapa hal.

    Pertama, tentang konsep syariat Islam dan pelembagaannya dalam kehidupan

    bernegara.Kedua,tentang strategi politik Islamitu sendiri.Ketiga,tentang formalisasi

    dan amandemen pasal 29 dengan tujuh kata dalam Piagam Jakarta. Tapi, bagi pihak

    yang tidak setuju aka menilai, seperti penilaian yang disampaikan oleh Majelis

    Sinergis Kalam ICMI, bahwa kelompok yang memperjuangkan amandemen tersebut

    dianggap hanya melakukan komoditas politik semata. Hal ini menandakan bahwa

    politik di kalangan elite Islam masih belum ada titik temu. (Majalah Suara

    Muhammadiyah, 16-30/09/2002)

  • 7/26/2019 REVISI MAKALAH 11.pdf

    24/26

    24

    Menurut Cipto (Majalah Suara Muhammadiyah, 16-30/09/2002), kegagalan

    pengembalian Piagam Jakarta pada pasal 29 setidaknya didasarkan oleh empat hal.

    Pertama, usulan tersebut tidak mendapat dukungan partai-partai besar yang

    mendomisili legislati dan eksekutif. Kedua, kedua ormas Islam terbesar berpikiran

    usulan teresbut tidak bijak untuk dikembangkan lebih lanjut. Terbukti,

    Muhammadiyah mengeluarkan surat edaran tentang penolakan penegakkan syariat

    Islam dan perubahan pasal 29 yang juga dimuat dalam Suara Muhammadiyah (1-

    15/09/2002). Ketiga, umat Islam pada umumnya tetap mampu mengembangkan

    organisasi masing-masing tanpa perubahan pada pasal 29. Keempat, usulan tersebut

    hanya sekedar supaya kelompok minoritas untuk meningkatkan dukungan.

    Selaras dengan itu, Amien Rais dalam Suara Muhammadiyah (1-15/09/2002)

    menilai bahwa keberadaan pancasila sebagai ideologi dan falsafah negara sudah

    cukup memadai bagi umat Islam yang merupakan mayoritas penduduk Indonesia.

    Dengan demikian, sebenarnya Negara Pancasila secaa substantif adalah negara

    Islami sebagaimana dikemukakan oleh Dien Syamsuddin (Etika Agama dalam

    Membangun Masyarakat Madani,2000). Hal tersebut didasarkan pada Pancasila yang

    mengandung nilai-nilai Islamsubstansial, seperti tauhid, kemanusiaan, persaudaraan,

    demokrasi, dan keadilan. Selain itu, berdasarkan kenyataan, bahwa Negara Pancasila

    agama memiliki tempat yang tinggi. Walaupun Pancasila sering dinilai bukan negara

    agama dan bukan pula negara sekuler, tetapi pada kenyataannya, Negara Pancasila

    adalah negara demokrasi yang bersifat keagamaan. Karena itu, Amien Rais

    (Majalah Suara Muhammadiyah, 16-30/09/2002) mengambil kesimpulan, suatu saat

    umat Islam bisa saja membuat Negara Islam ketika umatnya sudah bersatu padu

    menggagas sebuah masa depan yang jelas, kemudian semua wakil rakyat (parlemen)

    sekitar 95% lebih menghendaki negara yang syariah, maka bisa jadi pada saat itu

    pembicaraan tentang negara Islam dan lain sebagainya dapat diterima oleh akal sehat.

  • 7/26/2019 REVISI MAKALAH 11.pdf

    25/26

    25

    BAB III

    PENUTUP

    A.

    Kesimpulan

    Setelah menelaah kembali asal-usul dan perkembangan dari setiap organisasi

    pembaharu dalam berbagai bidang, dapat diambil kesimpulan bahwa setiap organisasi

    mempunyai visi misi yang sama dalam membaharui Indonesia baik dari segi agama,

    pendidikan dan politik kearah yang lebih maju, untuk mengejar berbagai ketinggalan-

    ketinggalan Negara sekutu. Tidak dapat dipungkiri system pembaharu dalam berbagai

    bidang ini memunculkan pro dan kontra di kalangan masyarakat Indonesia sendiri.

    Organisasi-organisasi baru ini memiliki basis ideologi, pemikiran, dan strategi

    gerakan yang berbeda dengan ormas-ormas yang pada umumnya. Mereka memiliki

    karakter yang lebih militant, radikal, skripturalis, konservatif, dan eksklusif. Berbagai

    ormas baru tersebut memang memiliki platform yang beragam, tetapi pada umumnya

    memiliki kesamaan visi, yakni pembentukan Negara islam (daulah islamiyah) dan

    mewujudkan penerapan syariat islam, baik dalam wilayah masyarakat, maupun negara.

    B.Saran

    Sebaiknya kita memandang islam tidak hanya pada satu sudut pandang, agama Islam

    dan pemeluk-pemeluknya bagaikan suatu bangunan yang satu, suatu bangunan yang

    sama. Masing-masing saling memberi bentuk dan reaksi selama masih hidup dan

    memiliki kesadaran beragama.

  • 7/26/2019 REVISI MAKALAH 11.pdf

    26/26

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Madjid, Nurcholis. Tradisi Islam, Peran dan Fungsinya dalam Pembangunan di

    Indonesia, Jakarta: Paramadina.1997

    2.

    Al-Hafni, Abdul Munim, Golongan, Kelompok Aliran, Mazhab, Partai dan Gerakan

    Islam,Jakarta : Grafindo Khazanah Ilmu 2006

    3. Hasan, Muhammad Thalhah,Ahlussunnah WalJamaah Dalam Persepsi dan Tradisi

    NU, Jakarta : Lantaroba Press, 2005

    4. Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, Jakarta: PT Pustaka

    LP3ES Indonesia, 1982

    5. Majalah Suara Muhammadiah, November 2002

    6.

    Mansur, Rekontruksi Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta : Departemen

    Agama RI, 2005

    7. H.A.R.Gibb,Aliran-aliran Modern dalam Islam,Jakarta : PT. Raja Grafindo,1995

    8. Nizar Samsul, Sejarah Pendidikan IslamJakarta : Kencana, 2007

    9. Azra,Azyumardi, dkk, Urban Sufisme, Jakarta : Rajawali Pers :2008