review jurnal

10
TUGAS INDIVIDU TEKNOLOGI KARBOHIDRAT REVIEW JURNAL MODIFIKASI PATI TALAS DENGAN ASETILASI MENGGUNAKAN ASAM ASETAT OLEH : ANUGERAH DWI PUTRA NIM. 1006121492 DOSEN PEMBIMBING : RAHMAYUNI, SP, M. Sc NIP. “Tugas ini dibuat untuk melengkapi nilai tugas individu” PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN

Upload: anugerah-dwi-putra

Post on 05-Dec-2014

478 views

Category:

Documents


40 download

DESCRIPTION

Modifikasi Pati Talas

TRANSCRIPT

Page 1: Review Jurnal

TUGAS INDIVIDU

TEKNOLOGI KARBOHIDRAT

REVIEW JURNAL

“MODIFIKASI PATI TALAS DENGAN ASETILASI MENGGUNAKAN

ASAM ASETAT ”

OLEH :

ANUGERAH DWI PUTRA

NIM. 1006121492

DOSEN PEMBIMBING :

RAHMAYUNI, SP, M. Sc

NIP.

“Tugas ini dibuat untuk melengkapi nilai tugas individu”

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS RIAU

PEKANBARU

2012

Page 2: Review Jurnal

MODIFIKASI PATI TALAS DENGAN ASETILASI MENGGUNAKAN

ASAM ASETAT

ANUGERAH DWI PUTRA

Program Studi Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Riau

Abstrak

Di Indonesia talas di konsumsi sebagai makanan pokok atau makanan tambahan.

Talas mengandung karbohidrat tinggi, protein, lemak, dan vitamin. Peluang

pengembangan talas sebagai bahan pangan non beras cukup besar dan terus di

dorong oleh pemerintah. talas sebagai bahan makanan cukup populer dan

produksinya cukup tinggi terutama di daerah Papua dan Jawa. Pati alami (native)

mempunyai beberapa permasalahan yang berhubungan dengan retrogradasi,

kestabilan, dan ketahanan pasta yang rendah. Hal tersebut menjadi alasan

dilakukan modifikasi pati, sehingga diperoleh sifat-sifat yang cocok untuk aplikasi

tertentu. Komposisi pati pada umumnya terdiri dari amilopektin sebagai bagian

terbesar dan sisanya amilosa. Salah satu modifikasi pati secara kimia adalah

dengan metode asetilasi. 100 gr pati ditambahkan kedalam larutan asam asetat

dengan konsentrasi tertentu, diaduk dengan putaran dan suhu tertentu selama 30

menit. Pati yang dihasilkan disaring kemudian dikeringkan pada temperature 50oC

selama 24 jam. Sedangkan filtratnya dititrasi dengan NaOH 0,5 N untuk dianalisis

kadar asam asetat sisa. Pati yang telah kering kemudian digiling sehingga diperoleh

serbuk pati yang halus. Pati hasil penggilingan kemudian di analisa swelling power

dan solubility.

Suhu tidak berpengaruh dalam proses asetilasi pati talas beneng. Hasil dari

penelitian ini didapat 4,5 ml asam asetat/250 ml air dengan derajat substitusi 0,1;

swelling power 25,5 gr/gr dan kelarutan 2,08%.

Kata kunci : pati talas beneng, asetilasi, derajat substitusi, swelling power,

solubility

Page 3: Review Jurnal

PENDAHULUAN

Di Indonesia talas di konsumsi sebagai makanan pokok atau makanan

tambahan. Talas mengandung karbohidrat tinggi, protein, lemak, dan vitamin. Pada

saat ini kebanyakan talas hanya dimanfaatkan sebagai olahan-olahan sederhana

seperti keripik talas, padahal dari segi manfaat lebih baik talas diolah dalam bentuk

pati karena dapat dimanfaatkan sebagai bahan substitute dalam pembuatan cake dan

kue-kue lainnya. (Hartati dan Prana, 2003)

Peluang pengembangan talas sebagai bahan pangan non beras cukup besar

dan terus di dorong oleh pemerintah. talas sebagai bahan makanan cukup populer dan

produksinya cukup tinggi terutama di daerah Papua dan Jawa. Peluang pemanfaatan

dari talas beragam bias dalam bidang pangan bahkan dalam bidang industry non

pangan seperti tekstil dan kosmetik dimana bahan utama yang digunakan adalah pati

dari talas. Kebutuhan akan pati cenderung meningkat baik untuk konsumsi dalam

negeri bahkan ekspor.

Pati merupakan komponen utama di dalam banyak tanaman, terutama jenis

serealia dan umbi-umbian. Bentuk, ukuran, dan komposisi kimia pati beragam

tergantung dari mana pati tersebut berasal. Pati yang diekstrak dari sumber pati

seperti serealia dan umbi-umbian biasanya disebut pati alami (native). Komposisi

pati pada umumnya terdiri dari amilopektin sebagai bagian terbesar dan sisanya

amilosa.

Pati alami (native) mempunyai beberapa permasalahan yang berhubungan

dengan retrogradasi, kestabilan, dan ketahanan pasta yang rendah. Hal tersebut

menjadi alasan dilakukan modifikasi pati, sehingga diperoleh sifat-sifat yang cocok

untuk aplikasi tertentu. Modifikasi pati dapat dilakukan secara fisik, kimia dan

enzimatis.

Pati

Pati adalah polisakarida yang terdapat di dalam biji maupun umbi seperti

pada jagung (Zea mays), Talas, ubi kayu (Manihot utilisima), dan sagu. Pati

merupakan polimer D-glukosa yang ditemukan sebagai karbohidrat yang tersimpan

di dalam tumbuhan. Pati terdeposit dalam biji, umbi, batang, dan akar tanaman

Page 4: Review Jurnal

dengan diameter granula pati yang bervariasi antara 2-100 µm. Granula pati terdiri

dari 77 % pati, 1 % Zat-zat seperti lipid, protein, mineral, dan selebihnya air.

Pati memiliki bentuk kristal bergranula yang tidak larut dalam air pada

temperatur ruangan yang memiliki ukuran dan bentuk tergantung pada jenis

tanamannya. Pati digunakan sebagai pengental dan penstabil dalam makanan. Pati

alami (native) menyebabkan beberapa permasalahan yang berhubungan dengan

retrogradasi, kestabilan rendah, dan ketahanan pasta yang rendah. Hal tersebut

menjadi alasan dilakukan modifikasi pati.

Modifikasi Pati

Pati alami dapat dimodifikasi dengan cara fisika atau kimia. Modifikasi pati

secara kimia dapat dilakukan dengan penambahan asam, oxidasi, cross-linking,

starch esters, stacrh ethers, dan kationik. Modifikasi pati secara kimia dapat

menyebabkan terjadinya cross-linking sehingga dapat memperkuat ikatan hidrogen

dalam molekul pati. Cross-link dapat terjadi karena adanya cross-link agent. Cross-

link agent yang umum digunakan adalah epichlorohydrin, adipic acid anhydride dan

vinyl acetate. Sebagai alternatifnya, dibutuhkan cross-link agent dari bahan alami.

Metode Asetilasi

Proses modifikasi menggunakan metode asetilasi yaitu pati termodifikasi

yang diperoleh dari mereaksikan pati dengan gugus hidroksil sehingga menghasilkan

hemiacetal dan aldehid. Pati cross-linking terbentuk dengan dialdehid. Reaksi

asetilasi merupakan reaksi reversible, karena itu gugus asetal tidak stabil selama

penyimpanan dan membebaskan asetil aldehid yang tidak diperbolehkan di industri

makanan. Namun, asetal aldehid seperti vanilin, eugenol dan aldehid aromatik

lainnya masih boleh digunakan untuk pembuatan kapsul semimicro

Metode Heat Mouisture Treatman (HMT)

Perlakuan hidrotermal, termasuk Heat Moisture Treatment – HMT,

merupakan teknik modifikasi pati secara fisik. Teknik ini dilakukan dengan

memanaskan pati pada kadar air terbatas (kurang dari 35% air, w/w) pada suhu di

atas suhu transisi gelas tetapi masih dibawah suhu gelatinisasi granula selama waktu

Page 5: Review Jurnal

tertentu. Suhu HMT pada beberapa penelitian dipilih tanpa memperhatikan suhu

gelatinisasi pati pada kadar air yang digunakan. Akibatnya, hasil HMT mungkin

dipengaruhi oleh gelatinisasi parsial.

Energi yang diserap oleh granula tidak hanya membuka lipatan double heliks

amilopektin, tetapi juga memfasilitasi pengaturan atau pembentukan ikatan-ikatan

baru antar molekul pada suhu dibawah suhu gelatinisasi. Modifikasi berlangsung saat

fase amorfous pati berada pada kondisi rubbery yang bersifat fluida, dimana

mobilitas titik percabangan amilopektin meningkat dan mengakibatkan peningkatan

interaksi di bagian kristalit.

HMT mengubah konformasi molekul pati dengan memperkuat interaksi

molekuler di daerah kristalin dan daerah amorfous. Pengaturan ulang struktur

molekuler disebabkan oleh penurunan stabilitas kristal rantai panjang, terbukanya

sebagian double heliks; pembentukan ikatan intermolekuler pada double heliks

amilopektin rantai pendek, antara amilosa dengan amilosa dan/atau amilopektin; dan

pembentukan kompleks amilosa–lemak. Besar perubahan yang terjadi sangat

dipengaruhi oleh intensitas panas, kadar air, kadar amilosa, profil amilopektin, serta

keberadaan lemak dan fosfat.

Perbandingan Modifikasi Metode Asetilasi dan HMT

Modifikasi pati secara kimia (ikatan silang dan atau asetilasi) merupakan

teknik modifikasi yang umum dilakukan. Akan tetapi, meningkatnya perhatian

konsumen kepada “pangan alami” menyebabkan berkembangnya teknik modifikasi

yang lebih aman dan alami. Modifikasi secara fisik yang mempergunakan aplikasi

panas, kelembaban, pengadukan, dan radiasi dinilai dapat menghasilkan pati

termodifikasi yang lebih aman dan alami khususnya untuk diaplikasikan pada produk

pangan.

Swelling Power Pada Pati

Pengukuran swelling power dapat menentukan kemampuan granula pati

untuk mengembang. Swelling power adalah perbandingan antara berat sedimen pasta

pati dengan berat kering pati yang dapat membentuk pasta (Wattanachant et al.,

Page 6: Review Jurnal

2002). Secara umum swelling power pati umbi-umbian meningkat dengan cepat pada

kisaran suhu 50-90oC (Hung, 2005).

Adanya peningkatan pembengkakan pati secara tajam pada suhu 60-70oC.

Pembengkakan 3-4 kali lipat, diduga pada kisaran suhu tersebut ikatan antar molekul

pati sudah melemah dan pati sudah tergelatinisasi, sehingga terjadi penyerapan air

pada granula. Pada suhu diatas 70oC pembengkakan hanya bertambah sedikit karena

pati sudah sangat mengembang, sehingga kemampuan pati untuk menyerap air t

inggal sedikit. Namun pembengkakan akan terus terjadi sampai suhu 90oC karena

pati akan terus tergelatinisasi dan membengkak sampai suhu maksimum, yaitu

95.25oC.

Swelling power pati umbi-umbian berkorelasi negatif dengan kadar amilosa

dan suhu gelatinisasi, namun ukuran rata-rata pati menunjukkan korelasi positif

terhadap swelling power pada suhu 75oC (Li, 2001). Pati dengan swelling power

yang terbatas akan memberikan sifat mi yang tidak terlalu mengembang (Ahmad,

2009). Pati yang terlalu mengembang akan mudah hancur.

Kesimpulan

Talas mengandung karbohidrat tinggi, protein, lemak, dan vitamin. Pati

merupakan komponen utama di dalam banyak tanaman, terutama jenis serealia dan

umbi-umbian. Bentuk, ukuran, dan komposisi kimia pati beragam tergantung dari

mana pati tersebut berasal. Pati yang diekstrak dari sumber pati seperti serealia dan

umbi-umbian biasanya disebut pati alami (native). Pati alami (native) mempunyai

beberapa permasalahan yang berhubungan dengan retrogradasi, kestabilan, dan

ketahanan pasta yang rendah. Hal tersebut menjadi alasan dilakukan modifikasi pati,

sehingga diperoleh sifat-sifat yang cocok untuk aplikasi tertentu. Modifikasi pati

dapat dilakukan secara fisik, kimia dan enzimatis. Pati alami dapat dimodifikasi dengan

cara fisika atau kimia. Modifikasi pati secara kimia dapat dilakukan dengan penambahan

asam, oxidasi, cross-linking, starch esters, stacrh ethers, dan kationik. Modifikasi pati secara

kimia dapat menyebabkan terjadinya cross-linking sehingga dapat memperkuat ikatan

hidrogen dalam molekul pati. Proses modifikasi menggunakan metode asetilasi yaitu

pati termodifikasi yang diperoleh dari mereaksikan pati dengan gugus hidroksil

sehingga menghasilkan hemiacetal dan aldehid. Perlakuan hidrotermal, termasuk

Page 7: Review Jurnal

Heat Moisture Treatment – HMT, merupakan teknik modifikasi pati secara fisik.

Pengukuran swelling power dapat menentukan kemampuan granula pati untuk

mengembang. Swelling power adalah perbandingan antara berat sedimen pasta pati

dengan berat kering pati yang dapat membentuk pasta

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad L. 2009. Modifikasi fisik pati jagung dan aplikasinya untuk perbaikan kualitas mi jagung

[tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Hartati, N. S. dan Titik K Prana. Analisis Kadar Pati dan Serat Tepung Beberapa Kultivar Talas

(Colocasia esculenta L. Schott). Jurnal Nature Indonesia 6 (1) : 29-33.

Hung, P.V. and N. Morita. 2005. Physicochemical properties and enzymaticdigestibility of starch

from edible canna (Canna edulis) gown in Vietnam. Carbohydrate Polymers, 61:314-

321.

Li J, Yeeh A. 2001. Relationships between thermal, rheological, characteristics and swelling power

for various starch. J Food Eng 50:141-148.

Wattanachant S, Muhammad SKS, Hasyim DM, Rahman RA. 2002. Characterization of

hydroxypropilation of crosslink sago starch as compared to commercial modified starches. J

Sci Technol 24(3):439-450.