45988047 review jurnal

Upload: christin-natalia

Post on 28-Oct-2015

258 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

JAUNDICE

Kata jaundice berasal dari kata jaune yang dalam bahasa Perancis berarti kuning. Jaundice adalah pewarnaan kekuningan pada kulit, sklera, dan membran mukosa oleh bilirubin dan kuning-jingga oleh pigmen empedu. Bilirubin dibentuk dari produk perombakan rantai heme, biasanya dari metabolisme sel darah merah. perubahan warna ini biasanya terdeteksi secara klinis jika kadar serum bilirubin telah naik di atas 3 mg/dl (51,3 mol/L). (Roche & Kobos, 2004)Jaundice dapat disebabkan oleh berbagai gangguan yang tidak berhaya sampai yang mengancam jiwa. Untuk memudahkan dalam pengeloaannya, diagnosis banding jaundice pada dewasa bisa disebabkan dari prehepatik, intrahepatik, dan posthepatik. Pembagian ini berdasarkan tahap-tahap metabolisme bilirubin yang jika terjadi gangguan dapat menimbulkan manifestasi klinis jaundice. (Roche & Kobos, 2004)

PATOFISIOLOGIMetabolisme bilirubin terjadi dalam tiga fase antara lain fase prehepatik, intrahepatik dan posthepatik. Disfungsi pada salah satu atau lebih dari fase ini dapat menimbulkan jaundice. (Roche & Kobos, 2004)

Fase PrehepatikTubuh manusia memproduksi kurang lebih 4 mg/kg BB bilirubin perhari dari metabolisme heme. Sekitar 80% dari heme merupakan hasil dari katabolisme erytrosit, denga 20% sisanya dihasilkan dari erythropoiesis yang tidak efektif serta perombakan mioglobin otot dan sitokrom. Bilirubin yang terbentuk akan ditransportasi dari plasma menuju hepar untuk dikonjugasikan dan diekskresi. (Roche & Kobos, 2004)

Fase IntahepatikBilirubin tak terkonjugasi bersifat larut lemak dan tidak larut air, dan karena itu dapat dengan mudah melewati blood-brain barrier atau melewati plasenta. Di dalam hepatosit, bilirubin tak terkonjugasi akan dikonjugasi dengan gula yang dikatalis enzim glucoronosyltransferase dan akhirnya larut dalam cairan empedu. (Roche & Kobos, 2004)Fase PascahepatikSetelah larut dalam empedu, bilirubin ditransportasikan melalui duktus biliaris dan duktus cystic untuk disimpan sementara dalam kandung empedu, atau melewati ampula Vater dan masuk ke duodenum. Di dalam usus, sejumlah bilirubin akan diekskresikan di dalam tinja, sementara sisanya dimetabolisme oleh flora normal usus menjadi urobilinogen dan kemudian akan direabsorbsi. Sebagian besar urobilinogen akan difiltrasi dari darah oleh ginjal dan diekskresikan di dalam urin. Sebagian kecil urobilinogen diabsorbsi di dalam usus dan direekskresi ke dalam empedu. (Roche & Kobos, 2004)

PRESENTASI KLINIS JAUNDICEPasien dengan jaundice mungkin hadir tanpa gejala sama sekali atau bahkan hadir dengan kondisi yang mengancam jiwa. Pasien yang hadir dengan penyakit akut, yang biasanya karena infeksi, mungkin datang karena demam, menggigil, nyeri abdomen, dan flu-like symptom. Pada pasien ini, perubahan warna kulit mungkin bukan menjadi keluhan utama mereka. (Roche & Kobos, 2004)Pasien dengan jaundice non infeksi mungkin mengeluh penurunan berat badan atau pruritus. Nyeri abdomen adalah gejala yang biasanya muncul pada carsinoma pankreas atau tractus biliaris. Kadang-kadang pasien hadir dengan jaundice dan disertai manifestasi ekstrahepatik dari penyakit hati. (Roche & Kobos, 2004)

DIAGNOSIS BANDINGSeperti yang telah dijabarkan sebelumnya, jaundice dapat disebabkan karena disfungsi dari salah satu atau lebih dari tiga fase metabolisme bilirubin. Pseudojaundice dapat terjadi pada konsumsi makanan yang kaya akan beta-carotene (misalnya labu, melon, wortel). Namun tidak seperti jaundice yang sebenarnya, carotenemia tidak menimbulkan ikterus pada sklera atau peningkatan kadar bilirubin serum. (Roche & Kobos, 2004)

Penyebab PrehepatikHiperbilirubinemia tak terkonjugasi terjadi karena terganggunya proses konjugasi bilirubin pada hepatosit. Hal ini mungkin disebabkan gangguan yang terjadi sebelum bilirubin memasuki hepatosit. Metabolisme heme berlebihan dari hemolisis atau reabsorbsi hematoma yang besar, menghasilkan peningkatan bilirubin yang signifikan, yang dapat membanjiri proses konjugasi dan menyebabkan keadaan hiperbilirubinemia unconjugated. (Roche & Kobos, 2004)Dapat terjadi pada anemia hemolitik misalnya karena thalassemia, autoimun dan obat-obatan.

Penyebab IntrahepatikBeberapa gangguan metabolisme enzim mempengaruhi proses konjugasi dalam hepatosit, sehingga menghambat konjugasi lengkap, dan menimbulkan hiperbilirubinemia tak terkonjugasi. Salah satu penyakit yang mempengaruhi metabolisme enzim adalah Sindrom Gilbert dimana terjadi penurunan aktivitas enzim glucoronosyltransferase. (Roche & Kobos, 2004)Penyebab utama dari hiperbilirubinemia terkonjugasi adalah kolestasis intrahepatik dan obstruksi extrahepatic dari saluran empedu, yang pada akhirnya menyebabkan bilirubin tidak bisa keluar menuju usus. Hepatitis non infeksi umumnya disebabkan oleh penyalahgunaan alkohol dan gangguan autoimun. (Roche & Kobos, 2004)Alkohol telah menunjukkan dapat mempengaruhi penyerapan dan sekresi asam empedu, mengakibatkan kolestasis. Penyalahgunaan alkohol kronis dapat mengakibatkan fatty liver (steatosis), hepatitis, dan sirosis, dengan berbagai tingkat jaundice. Fatty liver, temuan patologis hati yang paling umum, biasanya menampakkan gejala-gejala ringan tanpa ikterus tapi kadang-kadang berkembang ke sirosis. Hepatitis sekunder karena penyalahgunaan alkohol biasanya muncul dengan onset akut dan gejala jaundice yang lebih parah. (Roche & Kobos, 2004)Banyak obat yang telah terbukti berperan dalam perkembangan ikterus kolestasis. Secara klasik agen diidentifikasi dengan drug-induced liver disease adalah asetaminofen, penisilin, kontrasepsi oral, klorpromazin (Thorazine), dan steroid estrogenik atau anabolik. Kolestasis dapat berkembang selama beberapa bulan pertama penggunaan kontrasepsi oral dan dapat menyebabkan jaundice. (Roche & Kobos, 2004)

Penyebab PascahepatikHiperbilirubinemia terkonjugasi mungkin juga disebabkan masalah yang terjadi setelah bilirubin yang terkonjugasi dalam hati. Penyebab pascahepatik dapat dibagi menjadi obstruksi ekstrinsik atau intrinsik dari sistem duktus. (Roche & Kobos, 2004)Cholelithiasis atau adanya batu di kandung empedu, adalah temuan yang relatif umum pada pasien dewasa, dengan atau tanpa gejala obstruksi. Obstruksi dalam sistem duktus biliaris dapat menyebabkan kolesistitis dan kolangitis. Kolangitis didiagnosa secara klinis dengan gejala klasik demam, sakit, dan ikterus, yang dikenal sebagai Charcot's triad. (Roche & Kobos, 2004)Tumor duktus biliaris merupakan kasus yang jarang namun merupakan penyebab yang serius dari jaundice pascahepatik. Karsinoma kandung empedu secara klasik hadir dengan ikterus, hepatomegali, dan massa di kuadran kanan atas (tanda Courvoisier's). Another biliary system cancer, cholangiocarcinoma, typically manifests as jaundice, pruritus, weight loss, and abdominal pain. Kanker sistem bilier yang lain, cholangiocarcinoma, biasanya bermanifestasi sebagai ikterus, pruritus, penurunan berat badan, dan nyeri abdomen. (Roche & Kobos, 2004)

BILIARY ATRESIA

DEFINISIBliary Atresia (BA) adalah suatu penyakit yang jarang ditemukan, ditandai dengan obstruksi kandung empedu, yang pada neonatus dengan penyebab yang tidak diketahui. Gambaran histopatologi adalah inflamasi yang terdapat di duktus atau saluran intra maupun extra hepatic yang juga disertai dengan fibrosis. Jika tidak ditangani dengan segera, kondisi ini akan berkembang menjadi sirosis dan kematian setelah berumur lima tahun. (Chardot, 2006)

EPIDEMIOLOGIInsidensi dari BA yang dilaporkan adalah 5/100.000 kelahiran di Netherlands, 5,1/100.000 di Prancis, 6/100.000 di Inggris, 6,5/100.000 di texas, 7/100.000 di Australia, 7,4/100.000 di USA, dan 10,6/100.000 di Jepang. Insidensi meningkat di Asia dan daerah Pasifik. BA lebih sering ditemukan pada bayi laki-laki dibandingkan dengan bayi perempuan. (Chardot, 2006)

KONDISI ANATOMISTerdapat dua perbedaan anatomis yang pernah diidentifikasi pada BA, yaitu:a. Sindrom BA (10%) biasanya disertai dengan berbagai anomali kongenital, seperti polysplenia, asplenia, jantung atau defek intra intraabdomen (situs intervesus, malrotasi usus, dan tidak adanya retro-hepatic vena cava)b. Nonsindromik AB (90%) yaitu BA yang berdiri sendiri atau terisolasi. (Chardot, 2006)

ETIOLOGI dan PATOGENESISEtiologi dari BA masih belum diketahui. Beberapa kasus terlihat memiliki hubungan dengan abnormalitas morfogenesis dari duktus biliar yang terjadi pada saat gestasi. USG antenatal biasanya bisa mendeteksi BA dengan melihat perubahan kistik intrahepatik. Terdapat peningkatan insidensi gangguan pembentukan pada trimester pertama dengan ibu yang diabetes. Beberapa penelitian juga mendapatkan hubungan antara tiga infeksi virus terhadap kejadian BA, seperti Sitomegalovirus, Virus penyebab sakit paru sinsisial, dan Ebstein-barr virus. Namun dalam penelitian lain yang menggunakan teknik serologi dan isolasi tidak menemukan adanya kaitan antara ketiga virus ini tehadap BA. Virus hepatitis (A, B, dan C) yang sering terjadi pada anak-anak juga tidak mempunyai korelasi terhadap kejadian BA. (Chardot, 2006)Mungkin juga terdapat peran genetik dalam patogenesis BA, mungkin sebagai predisposisi infeksi virus hepatotropic dan merupakan salah satu dari banyak faktor. Jarang ditemukan BA yang terjadi pada sesama saudara tetapi terdapat pula kelainan pada kembar monozigot. Terdapat penelitian yang menemukan perbedaan angka kejadian BA pada Ras yang berbeda, seperti Hawai dan Atlanta dengan USA. Terdapatnya HLA B12 dan Halotipe dari A9-B5 ditemukan lebih tinggi pada bayi dengan BA dibandingkan dengan kelompok kontrol pada penelitian di Inggris. (Chardot, 2006)

Tabel 1. (Hartley & Davenport, 2009)

Skema 2. (Hartley & Davenport, 2009)Terdapat pula kelainan gen yang bisa menyebabkan kerusakan kandung kemih diluar jalur mekanisme inflamasi, antara lain: CFC1, ICAM1, macrophage migration inhibition factor gene, Gen reseptor endotoksin CD14, dan hepcidin antimicrobial peptide gene. Dalam penelitian, didapatkan hubungan antara kelainan gen di atas terhadap progresifitas fibrosis kandung empedu. Peningkatan usia dan seringnya terjadi infeksi virus adalah salah satu penyebab BA. (Hartley & Davenport, 2009)PATOLOGIGambaran makroskopik pada pasien BA bervariasi, mulai dari saluran empedu yang hipertrofi, inflamasi, sampai atrofi. Gambaran mikroskopis terlihat tanda-tanda peradangan saluran portal dengan sel kecil (menyusut), dan duktus yang terisi penuh yang kemudian terdapat fibrosis yang lama kelamaan menjadi sirosis biliaris. (Sinha & Davenport, 2008)

Tabel 2. (Chardot, 2006)

Gambar 1 (Hartley & Davenport, 2009)MANIFESTASI KLINISa. Ikterus sejak 2 minggu kehidupan karena peningkatan bilirubin terkonjugasib. Feses pucat (karena terjadi acholic) dengan urine gelap

Gambar 2. (Chardot, 2006)c. Hepatomegali pada semua pasiend. Limpa terabaBiasanya kondisi umum bayi normal-normal saja. Tidak ada kegagalan pertumbuhan paling tidak sampai satu bulan. Pada BA tidak heran bila menemukan kadar bilirubin serum di atas 20 mg/dl, koagulopati dan anemia. Beberapa pasien ditemukan dengan asites, sirosis, distensi perus, dan kesulitan bernafas. Gejala klinis pada pasien di negara berkembang biasanya terlambat muncul, 5 % di bawah 60 hari, 40% 2-3 bulan, 30% 3-4 bulan, dan 25% lebih dari 4 bulan. (Chardot, 2006)

DIAGNOSISDiagnosis klinis BA biasanya jelas terlihat. Namun, pada bayi 50 % lainnya : glikoprotein, garam kalsiumPolimer pigmen (40 %)Garam kalsium-15 % (Karbonat, Fosfat)Koleterol (2 %)Lainnya (30 %)Kalsium bilirubin (60 %)Calsium fatty acid spoas pamitat, stearat)-15 %Kolesterol (15 %)Lainnya (10 %)

Radiodensitas Lusen 50 % opaque Lusen

CT scan < 20-60 > 140 60-140

Lokasi dalam system bilier Kandung empedu Duktus

Kandung empedu Duktus intrahepatik Duktus

Asosiasi klinik Metabolic Tidak ada infeksi Tidak ada inflamasi HemolisisSirosis Nutrisi parenteral Infeksi Infestasi Inflamasi

PATOGENESIS Patogenesis terbentuknya batu telah diselidiki dalam tahun terakhir. Walaupun beberapa aspek yang berperan sebagai penyebab belum diketahui sepenuhnya, namun komposisi kimia dan adanya lipid dalam cairan empedu memegang peranan penting dalam proses terbentuknya batu. A. BATU EMPEDU KOLESTEROL

Faktor presipitasi Peningkatan konsentrasi empedu yang melebihi indeks saturasi kolestrolEmpedu sangat jenuh Peningkatan kolestrol dalam vesikel (vesikel unilamelar)Vesikel multilamelar Cluster (sebagai inti kristal )Homogen Heterogen Tanpa material asing Material asing (sel epitel protein, garam kasium dan benda asing )Terus tumbuh dan menggumpal dengan musin Batu PromotorInhibitor Faktor presipitasi 1. Absorbsi air 2. Absorbsi garam empedu dan fosfolipid 3. Sekresi kolesterol yang berlebihan pada empedu 4. Adanya inflamasi pada epitel kandung empedu 5. Kegagalan pengosongan isi empedu6. Adanya ketidakseimbangan antara sekresi kolesterol 7. Fosfoipid dan asam empedu, peningkatan produksi musin di kandung empedu dan penurunan kontraktilitas kandung empedu. Promotor 1. Protein bilier yang berukuran > 130 kda2. Musin yang mempercepat pertumbuhan kristal kolesterol3. Statis : memepercepat perubahan kristal dari bentuk mikroskopik ke bentuk makromolekul Inhibitor 1. Protein normal dalam empedu : terdapat faktor antinukleasi yang menjaga kestabilan vesikel kolesterol fosfoipid dan menghambat kristalisasi. Terdapat 2 jenis faktor nuclear yaitu Apolipoprotein I dan Apolipoprotein II2. Pergerakan kandung empedu yang bisa meningkatkan pengeluaran kristal batu.

B. BATU NON KOLESTEROL (Batu Pigmen)Batu pigmen sebagian besar disebabkan oleh bilirubin tak terkonjugasi. Bilirubin ini normalnya sedikit terdapat di empedu namun sangat sensitive untuk mengalami presipitasi ion kalsium (Gustawan, 2007).Dibagi menjadi batu pigmen coklat dan batu pigmen hitam (Lesmana, 2003). Batu pigmen coklat atau batu kalsium bilirubinat yang mengandung kalsium bilirubinat sebagai komponen utama. Batu pigmen hitam yang kaya akan residu hitam tak terekstraksi

Bilirubin tak terkonjugasi Presipitasi ion kasium batu Proses Polimearse sehingga terbentuk polymers of cross-linked bilirubin tetrapyrrolesDiduga Adanya pengaruh dari radikal bebas atau single oksigen yang diproduksi oleh hepar atau makrofag atau netrofil dalam mukosa hidung Karena peningkatan proses hidrolisis enzimatik (beta gukoronidase )PATOFISIOLOGI dan MANIFESTASI KINIS Gejala klinik sangat bervariasi dari yang asimtomatik sampai yang simptomatik. Sekitar 80 % yang bersifat asimptomatik. Gejala yang sering muncul pada anak-anak adalah nyeri bilier dan obstruktif jaundice (Gustawan, 2007).1. Nyeri Bilier Patofisiologi

Batu Obstruksi duktus Peningkatan tekanan untuk melawan obstruksi Distensi duktus dan ketegangan perut kanan atas atau epigastrium Nyeri bilier kolik bilier nyeri berat dalam waktu 15 menit -5 jam lokasi : epigastrium, perut kanan atas, menyebar ke punggung sering pada malam hari dan kekambuhan tidak beraturan nyeri perut kanan atas yang berulang (tanda kolelitiasis) bisa juga diikuti dengan mual muntah

2. Obstruktif Jaundice

Batu Obstruksi duktus Sekresi cairan empedu (bilirubin terkonjugasi) tidak bisa menuju ke duodenum Peningkatan di darah Keluar ke vaskuler Ikterus

Manifestasi pertama pada kolelitiasis seriing sama dengan Pada kolesistitis akut yang biasanya ditandai dengan demam, nyeri perut tekan bagian atas yang dapat melebar ke scapula dan sering teraba massa pada lokasi nyeri. Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan pada region kanan atas dan dapat menyebar ke epigastrium dan juga biasanya di temukan murphys sign. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Laboratorium : pemeriksaan darah lengkap, tes faal hati, kadar lipase dan amylase serum (Gustawan, 2007).2. Radiologi : USGBiasanya menjadi pilihan yang paling umum dan paling banyak digunakan karena tidak invasive serta aman dan efisien (Gustawan & Karyana, 2007). USG mempunyai sensitivitas melebihi 95%. Sedangkan untuk mendiagnosis batu saluran empedu sensitifitas USG relatif rendah yaitu berkisar antara 18-74% (Lesmana, 2003). Kekurangan USG dalam mendeteksi koledokolitiasis adalah tertutupnya bagian distal saluran empedu oleh gas usus dan adanya saluran empedu yang tidakmelebar pada sejumlah kasus. Selain itu faktor lain yang juga berperan terhadap rendahnya sensitivitas USG adalah sebagian batu tidak memberikan bayangan akustik dan absennya empedu terutama bila ukuran saluran empedu normal sehingga tidak akan menciptakan akustik yang kontras (Lesmana, 2003). Foto polos abdomenDapat mengidentifikasi batu yang radioopak Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)ERCP sangat bermanfaat dalam mendeteksi batu saluran empedu dengan sensitivitas 90%, spesifisitas 98%, dan akurasi 96%. Kekurangannya, prosedur ini invasif dan dapat menimbulkan komplikasi pangkreatitis dan kolangitis yang berakibat fatal (Lesmana, 2003). Endoscopicultrasonography (EUS)Endoscopicultrasonography (EUS) adalah suatu metode pemeriksaan dengan memakai instrumen gastroskop dengan echoprobe diujung skop yang terus dapat berputar. Dibandingkan dengan USG transabdominal, EUS akan memberikan gambaran pencitraan yang jauh lebih lebih jelas sebab echoprobe ditaruh didekat organ yang diperiksa. Dewasa ini EUS sudah menjadi bagian dari sarana diagnostik rutin dibidang gastroenterologi dan hepatobilier dibanyak senter yang maju, khususnya untuk menentukan stadiumkeganasa saluran empedu. Pada sebuah studi, sensitivitas EUS dalam mendeteksi batu saluran empedu adalah sebesar 97 % dibandingkan dengan USG yang hanya sebesar 25%, dan CT scan 75%. Selanjutnya EUS mempunyai nilai prediktif negatif sebesar 97% dibandingkan dengan 56% untuk USG dan 75% untuk CT scan untuk batu dengan diameter < 1cm. Beberapa studi telah membandingkan antara aplikasi EUS dengan ERCP dalam mendiagnosis batu saluran empedu. Ternyata EUS dan ERCP tidak menunjukkan perbedaan dalam hal nilai sensitivitas, spesifisitas, dan nilai prediktif negatif maupun positif. Secara keseluruhan akurasi EUS dan ERCP untuk batu saluran empedu juga tidak memperlihatkan perbedaan bermakna. Kesulitan pemeriksaan EUS dapat terjadi bila ada striktur pada saluran cerna bagian atas atau pascareseksi gaste (Lesmana, 2003). Magnetic Resonance Cholangio Pancreatography (MRCP)Magnetic resonance cholangio pancreatography (MRCP) adalah teknik pencitraan dengan gama magnet tanpa menggunakan zat kontras, instrumen, dan radiasi ion. Pada MRCP saluran empedu akan terlihat sebagai struktur yang terang karena mempunyai intensitas sinyal-tinggi sedangkan batu saluran empedu akan terlihat sebagai intensitas sinyal rendah yang dikelilingi empedu dengan intensitas sinyal tinggi (Lesmana, 2003). MRCP mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan ERCP . salah satu manfaat yang besar adalah pencitraan saluran empedu tanpa resiko yang berhubungan dengan instrumentasi, zat kontras, dan radiasi. Oleh karena MRCP sama sekali noninvasif, teknik tersebut dapat dikerjakan pada penderita diunit rawat jalan (Lesmana, 2003).

ALUR PENEGAKAN DIAGNOSIS

Pembedahan Pemeriksaan kolesistografi oral untuk mengevaluasi jenis batu, fungsi kandung emepedu atau pemeriksaan skintigram Nyeri kolik perut kanan atas dengan kecurigaan suatu koelitiasis Anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan labUSGKelainan positif di kandung empedu Kelainan negative di kandung empedu Pemeriksaan lanjutan pada bilier-duodenum, lambung, dan usus halus Batu radioopaque Batu radiolusenPemeriksaan radiologist Kandung empedu tidak nampak atau tampak batu pigmen atu kandung empedu penuh dengan batu Batu kolestrol radiousen Pemberian obat disolusi oral (ursofalk) bila diameter batu 10 mmESWL jika batu soliter dengan diameter batu 5-20 mmUkuran batu tidak berkurang dalam 6 bulan PENATALAKSANAAN 1. Non-BedahPenghancur batu dengan obat-obatan seperti chenodeoxycholic atau ursodeoxycholic, extracorporeal shock-wave lithotrypsi.Oral dissolution therapy adalah obat oral yang digunakan untuk memecahkan batu. Namun karena obat ini memiiki efek samping yang berat. Maka, tidak dianjurkan pada anak kecuali anak tersebut memiliki resiko yang tinggi jika diakukan operasi. ESWL tidak direkomendassikan pada anak karena tingkat kekambuhannya yang tinggi (Gustawan, 2007).2. BedahGold standar untuk terapi kolelitiasis adalah Cholecystectomy. Indikasi untuk tindakan ini adalah jika anak mengalami gejala nyeri perut berulang karena dapat menyebabkan kompikasi yang serius (Gustawan, 2007).Pada anak yang mengalami sel sickle dengan kolelitiasi, laparoscopic Cholecystectomy elektif merupakan pilihan utama (Gustawan, 2007).Laparoscopic Cholecystectomy dan konvensional Cholecystectomy memiliki indikasi yang sama yaitu anak dengan kolelitiasis dengan gejala atau pada anak yang juga menderita hemoglobinopati atau pada anak dengan kolelitiasis tanpa gejala yang berumur dibawah 3 tahun, yang tidak mendapatkan makanan oral minimal seama 12 bulan (Gustawan, 2007).Upaya penanggulangan terkini penyakit batu empedu telah banyak mengalami perubahan bermakna seiring kemajuan dalam bidang endoskopi, khususnya ERCP dan laparoskopi terapeutik (Lesmana, 2003).1. Batu kandung empedu simtomatik Untuk batu kandung empedu simtomatik, teknik kolesitektomi laproskopik yng diperkenalkan pada akhir dekade 1980 telah menggantikan teknik operasi kolesistektomi terbuka pada sebagian besar kasus. Kolesistektomi laparoskopik adalah teknik pembedahan invasif minimal didalam rongga abdomen dengan menggunakan pneumoperitonium, sistem endokamera, dan instrumen khusus melalui layar monitor tanpa melihat dan menyentuh langsung kandung empedunya. Sejak pertama kali diperkenalkan, teknik bedah laparoskopi telah memperlihatkan keunggulan yang bermakna dibandingkan dengan teknik bedah konvensional. Rasa nyeri yang minimal, masa pulih yang cepat, masa rawat yang pendek, dan luka parut yang sangat minimal.

2. Batu saluran empedu tanpa penyulitERCP terapeutik dengan melakukan sfingterotomi endoskopik untuk mengeluarkan batu saluran empedu simtomatik tanpa operasi pertama kali dilakukan pada tahun 1974. Sfingterotomi endoskopik (ERCP terapeutik) untuk batu saluran empedu adalah teknik memotong sfingter dari papila vateri yag merupakan muara saluran empedu.

3. Batu saluran empedu sulitBatu saluran empedu sulit adalah batu besar, batu yang terjepit disaluran empedu, atau batu yang terletak diatas saluran empedu yang sempit. Untuk mengeluarkan batu empedu sulit diperlukan beberapa prosesdur endoskopik tambahan sesudah sfingteretomi seperti pemecahan batu dengan litotripsi mekanik, litotripsi laser, electrohydraulic shock wave lithotripsy, dan extracorporeal shock wave lithotripsy. Bila usaha pemecahan batu gagal sedangkan penderita mempunyai resiko operasi yang tinggi, dapat dilakukan pemasangan stent bilier peredoskopik di sepanjang batu yang terjepit.

4. Batu saluran empedu dengan penyulitPenyulit batu saluran empedu yang sering ditemuka diklinik adalah kolangitis akut yaitu peradangan saluran empedu dan pankreatitis bilier disertai peradangan pankreas akibat batu saluran empedu yang terjepit di muara papila vater. Penanganannya yaitu dengan pemberian resusitasi dan terapi antibiotic parenteral, kemudian dilanjutkan dengan ERCP (Lesmana, 2003)

KOMPLIKASI Komplikasi yang umum dijumapai adalah batu saluran empedu, kolesistitis akut, pankreatitis akut, empiema, dan perforasi kandung empedu (Gustawan, 2007).PROGNOSIS Batu kecil : biasanya hilang spontanBatu besar : resiko karsinoma kandung empedu (ukuran > 2cm) (Gustawan, 2007).

SIROSIS HATI

DEFINISISirosis hati merupakan perkembangan histology nodules regenerative yang dikeliling oleh kumpulan serat (Fibrous) yang merupakan respon dari kerusakan hati kronis, yang mengarah pada hipertensi portal dan tahap akhir dari penyakit (Schuppan,2009).

EPIDEMIOLOGI Prevalensi sirosis tepatnya tidak diketahui seluruh dunia. Prevalensi sirosis diperkirakan sebesar 0,15% atau 400.000 di Amerika Serikat, dimana lebih dari 25.000 kematian dan 373.000 pasien masuk rumah sakit pada tahun 1998. Dilaporkan terdapat jumlah yang serupa di Eropa, dan bahkan jumlahnya lebih tinggi di sebagian besar negara Asia dan Afrika dimana dinegara tersebut sering terjadi infeksi kronis dari hepatitis B dan C. terjadinya kompensasi sirosis dapat terdeteksi dalam jangka waktu yang lama, hal ini menunjukkan bahwa sampai dengan 1% dari populasi mungkin memiliki sirosis secara histologis (Schuppan,2009).

ETIOLOGI SIROSIS Etiologi sirosis biasanya dapat diidentifikasi dari hasil anamnesis pasien yang dikombinasikan dengan serologi dan evaluasi histologis. Penyakit hati yang disebabkan oleh Alkohol dan hepatitis C adalah penyebab paling umum di dunia Barat, sedangkan hepatitis B berlaku di sebagian besar Asia dan sub-Sahara Afrika. Beberapa factor etiologi yang sering berkontribusi pada perkembangan sirosis, sebagaimana dicontohkan dalam studi epidemiologi yang diidentifikasi antara lain kebiasaan mengkonsumsi alkohol, usia di atas 50 tahun, dan jenis kelamin laki-laki sebagai faktor risiko hepatitis C kronis, atau obesitas di usia tua, resistensi insulin / diabetes tipe 2, hipertensi dan hiperlipidemia (Semua fitur sindrom metabolik) pada NASH (Schuppan,2009).

PATOFISIOLOGIFibrosis menggambarkan encapsulasi atau penggantian jaringan yang mengalami kerusakan dengan jaringan scar kolagen. Fibrosis hati merupakan hasil dari perbaikan dari penyembuhan luka yang berjalan secara normal yang berakibat abnormal yang merupakan kelanjutan fibrogenesis ( produksi jaringan ikat dan pengendapan ). Fibrosis dapat berlanjut dalam berbagai tingkat factor variable penyebab penyakit hati, lingkungan dan host. Sirosis merupakan stadium lanjut dari fibrosis hati yang disertai dengan distorsi dari pembuluh darah hati. Hal ini menyebabkan terjadi aliran balik darah portal dan arteri lansung kedalam hati keluar dari vena sentral, mengorbankan pertukaran antara sinusoid hati dan parenkim hati yang berdekatan yaitu hepatosit.Sinusoid hati yang dibatasi oleh fenestrated endothelia yang bertumpu pada selembar jaringan ikat permeabel (ruang Disse) yang mengandung sel-sel stellata hati (HSC) dan beberapa sel mononuklear. Sisi lain dari ruang Disse dibatasi oleh hepatosit yang dikenal melaksanakan sebagian besar fungsi hati. Dalam sirosis, ruang Disse penuh dengan jaringan parut dan fenestrations endotel yang hilang, proses memasukkan capillarization sinusoidal. Histologi, sirosis memiliki karakteristik vascularized septa fibrosis yang menghubungkan saluran portal satu sama lain dan dengan vena sentral, terkemuka untuk hepatosit pulau yang dikelilingi oleh septa fibrosis dan yang tanpa pusat pembuluh darah. Konsekuensi klinis utama dari sirosis adalah gangguan fungsi hepatosit (hati) , resistensi intrahepatik meningkat (hipertensi portal) dan perkembangan hepatocellular carcinoma (HCC). Secara umum kelainan sirkulasi sirosis ( Vasodilatasi splanknikus, vasokonstriksi dan hipoperfusi ginjal, retensi air dan garam, peningkatan cardiac output) sangat erat terkait dengan perubahan vaskular di hati dan menghasilkan hipertensi portal (Schuppan,2009).

SimakBaca secara fonetikKamus - Lihat kamus yang lebih detailMANIFESTASI KLINIS Sirosis memiliki frekuensi sangat lamban, dan tak terduga tanpa gejala sampai terjadinya komplikasi hati penyakit ini. Sebagian besar dari pasien ini tidak pernah menunjukkan gejala klinis, dan sirosis tidak terdiagnosis awal tetapi sering ditemukan pada saat autopsi. Diagnosis sirosis tanpa gejala biasanya dibuat ketika tes skrining isidental seperti transaminase hati atau temuan radiologis yang menunjukkan penyakit hati dan pasien menjalani evaluasi lebih lanjut dan biopsi hati. Dikatakan bahwa 20% pasien HCV dan mungkin sebanyak 10% pasien dengan NASH dapat berkembang menjadi sirosis dapat menyebabkan penggunaan sering biopsi dalam kelompok risiko tinggi sebelum perkembangan tanda-tanda klinis dari sirosis. Namun, awal keadaan klinis pasien dengan sirosis dekompensasi masih umum dan dicirikan oleh adanya komplikasi dramatis dan mengancam nyawa, seperti variceal hemorrhage, ascites, spontaneous bacterial peritonitis, atau hepatic encephalopathy (Schuppan, 2009).

PENEGAKKAN DIAGNOSISPemeriksaan RadiologisCT scan dan MRI dijelaskan tidak terlalu peka untuk mendeteksi ada atau tidaknya serosis hati, namun pemeriksaan ini banyak mengungkapkan pembesaran organ-organ lain di sekitar hati ataupun kelainan-kelainan yang dapat menimbulkan sirosis hati. Komplikasi yang ditimbulkan oleh sirosis hati juga seperti asites, HCC, thrombosis vena hepatica ataupun vena portal dapat dideteksi oleh pemeriksaan ini (Schuppan, 2009).Namun, untuk memastikan telah terjadi sirosis hati atau belum, perlu dilakukannya uji pemeriksaan histology (Schuppan, 2009).Pemeriksaan Laboratorium

(Schuppan, 2009).

Biopsy HatiBiopsy hati merupakan gold standar untuk menegakkan sirosis hati serta dapat menilai keparahan dari suatu sirosis hati. Namun biopsy rentan terhadap variabilitas sampling yang cukup besar dalam semua penyakit hati. Jadi ketika kriteria fibrosis pada pasien hepatitis C dengan menggunakan sistem METAVIR yang sederhana dan menggunakan hanya 4 tahap (tahap 4 sirosis sedang), sepertiga dari skor berbeda dengan setidaknya satu kriteria ketika biopsi dari lobus kiri hati dibandingkan dengan yang dari lobus kanan, dan dengan hal yang serupa menunjukkan hasil untuk grading dari peradangan. Pada hepatitis C, hasil yang benar hanya dicapai 65% dan 75% dari kasus-kasus ketika biopsi yang masing-masing panjangnya15 mm dan 25 mm, sedangkan dalam praktek klinis hanya 16% dari biopsi mencapai 25mm panjang. Meskipun biopsy mempunyai kekurangan seperti itu, biopsi masih diperlukan untuk mengkonfirmasi sirosis hati masih terkompensasi atau tidak. Dan untuk mengetahui seberapa besar fungsi hati yang ada mengindikasi penyebab dari sirosis hati. Konfirmasi Biopsi sirosis tidak diperlukan bila tanda-tanda sirosis sudah jelas, seperti ascites, koagulopati, dan hati membesar (Schuppan, 2009).Biopsi hati diperoleh dengan baik (radiografi-dipandu) percutaneous, sebuah transjugular atau laparoscopical rute. Resiko untuk terjadinya perdarahan setelah biopsy dilakukan jika menggunakan jarum dengan diameter yang besar. Dalam sirosis didugamemakai jarum pemotong lebih baik daripada jarum penghisap, karena ini untuk mencegah fragmentasi jaringan. 2 sampai 3% pasien membutuhkan perawatan di rumah sakit karena komplikasi dari biopsy. Kematian, terutama disebabkan pendarahan parah dan kemungkinan lebih tinggi pada sirosis. Produk darah harus diganti jika trombosit di bawah 70.000 / uL atau waktu protrombin yang berkepanjangan lebih dari empat detik, dan / atau pendekatan transjugular atau laparoskopi. Aspirin dan anti-platelet lain agen harus dihentikan minimal seminggu sebelum biopsi. (Schuppan, 2009).

PENATALAKSANAAN Walaupun sejak tahun 1990-an RAS dikenal sebagai suatu factor yang penting dalam fibrogenesis, namun baru dalam tiga tahun terakhir peran RAS dalam fibrogenesis hati dipelajari dan dibuktikan. Baik penelitian invitro maupun invivo menunjukkan bahwa RAS merupakan mediator penting dalam fibrogenesis hati. Walaupun belum ada suatu uji coba klinik, namun data-data klinis awal menunjukkan bahwa pemberian penyekat RAS dapat mencegah progresi fibrosis pada penyakit hati kronik. Pemberian obat-obat penyekat RAS mempunyai prospek yang sangat menjanjikan (Soemohardjo, 2004).Berbagai macam obat baik penghambat ACE (Captopril, LIsinopril, Perindopril) maupun penghambat Angiotensin I (Candesartan, Irbersartan, Losartan, Olmesartan) telah dicoba pada binatang yang mengalami fibrosis hati akibat beberapa macam perlakuan, semua menunjukkan manfaat yang mengarah ke penurunan fibrosis. Suatu penelitian retrospektif pada penderita-penderita transplantasi hati akibat infeksi Hepatitis C yang mengalami re infeksi menunjukkan bahwa penderita yang mendapat terapi penghambat RAS untuk pengobatan hipertensi ternyata menunjukkan derajat fibrosis yang lebih rendah disbanding penderita lain yang tidak mendapat terapi penghambat RAS (Soemohardjo, 2004).Terapi Antifibrotik (Soemohardjo, 2004) Terapi fibrosis hati dengan obat-obat antiviral untuk menghilangkan agen penyebabPenelitian menunjukkan bahwa fibrosis hati adalah suatu proses yang dinamik dimana terdapat keseimbangan antara deposisi matriks ekstraseluler (melalui HSC yang diaktifkan oleh jejas atau inflamasi) dengan degradasi matriks ekstraseluler tersebut oleh kolagenase. Bila penyebab dihilangkan maka fibrosis akan berkurang dan berangsur-angsur hilang.Pada saat ini satu-satunya terapi yang terbukti efektif untuk mencegah progresi fibrosis pada hepatitis kronik atau sirosis hati adalah menghilangkan agen penyebab yang akan diikuti oleh reverse fibrosis. Beberapa agen penyebab yang dapat dihilangkan adalah infeksi virus Hepatitis B, infeksi virus Hepatitis C, konsumsi alcohol dan obstruksi bilier ekstrahepatik. Sirosis akibat Hepatitis BPada awalnya dalam terapi sirosis hati Lamivudin hanya dipakai untuk terapi sirosis dekompensata dengan viremia karena terbukti dapat memperbaiki parameter klinik dan laboratorium. Namun, sekarang terbukti bahwa Lamivudin dan Adefovir dapat member manfaat untuk sirosis yang masih kompensata dengan viremia. Karena itu semua penderita sirosis dini yang masih kompensata yang masih menunjukkan viremia baik HBeAg positif maupun negative perlu mendapat terapi dengan analog nukleosid. Sirosis akibat Hepatitis CBerbagai penelitian menunjukkan bahwa sirosis kompensata merupakan indikasi dari pemberian interferon alfa dan Ribavirin. Banyak penelitian menunjukkan bahwa terapi Pegylated interferon dan ribavirin pada sirosis kompensata dapat menghambat fibrosis, dan bahkan mengurangi derajat fibrosis. dan karena itu terapi ini merupakan terapi lini pertama untuk sirosis kompensata karena Hepatitis C. beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam terapi interferon pada sirosis hati karena Hepatitis C adalah bahwa interferon adalah kontraindikasi. Di samping itu perlu dilakukan follow up ketat mengenai kadar trmbosit karena interferon cenderung menurunkan kadar trombosit. Terapi sirosis dengan sebab yang tidak diketahuiUntuk sirosis yang sebabnya tidak diketahui tidak mungkin dilakukan terapi untuk menghilangkan penyebab jejas. Dalam hal ini mungkin pemberian obat-obatan yang dapat mengurangi fibrosis dapat dipakai, misalnya obat-obat penghambat RAS. Namun sampai sekarang belum ada suatu uji klinik yang terkontrol.

Transplantasi hati (Schuppan, 2009).

KOMPLIKASI Komplikasi lebih sering mengalami HCC, adapun factor resiko untuk mengalami Ca hepar sebagai berikut: (Schuppan, 2009).

(Schuppan, 2009).

PROGNOSISPrognosis sirosis hati tergantung dari etiologi dan pengobatannya. Tingkat tahunan untuk sirosis hati dekompensasi dari pasien HCV 4% dan HBV 10%. Kejadian HCC sekitar 2-7% pertahun. Untuk sirosis alkoholik prognosisnya lebih buruk dibandingkan HCV dan HBV, setelah terjadi sirosis dekompensasi tanpa transplantasi selama 5 tahun 85% akan meninggal (Schuppan, 2009).

55

Atresia biliarisCa pancreasKolelitiasisSirosis

HiperbilirubinemiaTerkonjugasiTerkonjugasiTerkonjugasiTerkonjugasi

EpidemiologiInsidensi di Asia dan daerah Pasifik. lebih sering ditemukan pada bayi laki-lakipenyebab paling umum keempat kematian kanker pada pria;penyebab paling umum kelima kematian kanker pada wanita di Amerika Serikat Jarang pada anak Rasio LK:PR= 2,3:1Prevalensi sirosis diperkirakan sebesar 0,15% atau 400.000 di Amerika Serikat, dimana lebih dari 25.000 kematian dan 373.000 pasien masuk rumah sakit pada tahun 1998;Jumlahnya lebih tinggi di sebagian besar negara Asia dan Afrika

Etiologi &Faktor ResikoEtiologi : belum diketahui. Beberapa kasus terlihat memiliki hubungan dengan abnormalitas morfogenesis dari duktus biliar yang terjadi pada saat gestasi

Faktor resiko: Lahir dari ibu yang diabetes. Infeksi Sitomegalovirus, virus penyebab sakit paru sinsisial, dan Ebstein-barr virus Genetik Obesitas secara keseluruhan, obesitas perut, diabetes dan merokok Perempuan dan laki-laki dengan BMI 30 kg/m2 atau lebih tinggi memiliki 81% peningkatan risiko dibandingkan dengan mereka yang memiliki BMI 20-25 kg/m21. Idiopatik 2. Genetic3. Perempuan4. Usia di atas 40 tahun5. Penyakit haemolitik kronik (anemia sel sickle, sferositosis)6. Nutrisi parenteral total yang lama7. Kegemukan 8. Sindrom down 9. Konsumsi kontrasepsi oral10. Penyakit crohn11. Prematuritas 12. Pengobatan kanker 13. Diabetes militus 14. Setelah menjalani operasi bypass kardiopulmonal15. Reseksi usus

Etiologi: Penyakit hati yang disebabkan oleh Alkohol dan hepatitis C dan hepatitis B

FR: kebiasaan mengkonsumsi alkohol; usia di atas 50 tahun; jenis kelamin laki-laki; obesitas di usia tua; resistensi insulin / diabetes tipe 2; hipertensi dan hiperlipidemia

Manifestasi klinise. Ikterus sejak 2 minggu kehidupan karena peningkatan bilirubin terkonjugasif. Feses pucat (karena terjadi acholic) dengan urine gelapg. Hepatomegali pada semua pasienh. Limpa teraba

a. gejala tidak spesifik; berat badan dan nyeri perut bagian atas sebagai yang paling signifikanb. Gejala malnutrisi, anoreksia, turunnya berat badan dan diabetes mellitus dijumpai pada 80% penderitac. Gejala ikterus, dijumpai pada 70% kasus; dan tidak tampak sebagai gejala awald. Trombosis vena adalah manifestasi pertama yg muncule. mual, muntah, perdarahan, kembung, dan massa yang teraba.f. Manifestasi lain yang kurang umum termasuk deep vein thrombosis dan panniculitis, fungsi livier yang abnormal, obstruksi lambung, dan depresiBervariasi dari asimptomatik sampai simptomatik.Gejala yang sering :Nyeri bilier dan obstruktif jaundice Sebagian asimptomatik

Temuan umum:Jaundice, Spider angiomata, nodular liver, Splenomegaly, Ascites, Caput medusae, Palmar erythema, finger clubbing, Gynecomastia, Hypogonadism, anorexia, fatigue, weight loss, muscle wasting

Sirosis yang berkomplikasi dicirikan, seperti variceal hemorrhage, ascites, spontaneous bacterial peritonitis, atau hepatic encephalopathy

Pemeriksaan penunjang UltrasonographyKandung empedu menyusut meskipun berpuasa; liver hilum tampak hyperechogenic; ada kista di hilus hati; Bayi BA dapat menunjukkan fitur lain seperti multiple spleens, preduodenal portal vein, absence of retrohepatic vena cava or abdominal situs inversus. Tes fungsi hati (LFTs): Bilirubin total serum (terutama terkonjugasi) ; protein serum (terutama albumin) ; Alkaline fosfatase dan transaminase (misalnya: SGOT , SGPT) Nuklir scanning Percutaneous needle biopsy Uji drainase duodenum Per-operative cholangiogram Helical CT-scan generasi baru OMD dan endoskopi dapat pula digunakan Endoscopic retrograde Kolangiopankreatografi (ERCP) menunjukkan anatomi pankreasdan empedu-saluran dan dapat digunakan untuk memandu membersihkan duktus dan lavage CA 19-9 merupakan biomarker yang menunjukkan kegunaan klinis dan berguna untuk pemantauan terapi dan awal deteksi penyakit berulang stlh kanker pancreas dikenali

Laboratorium : pemeriksaan darah lengkap, tes faal hati, kadar lipase dan amylase serum Radiologi : USG Foto polos abdomen (dapat mengidentifikasi batu yang radioopak) Endoscopicultrasonography (EUS) Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP) Magnetic Resonance Cholangio Pancreatography (MRCP)

CT scan dan MRI tidak terlalu peka untuk mendeteksi ada atau tidaknya serosis hati Tes Fungsi Hati Biopsy hati merupakan gold standar untuk menegakkan sirosis hati serta dapat menilai keparahan dari suatu sirosis hati

TerapiTahap pertama: melibatkan operasi KasaiTahap kedua: Jika sudah terjadi komplikasi yang mengancam nyawa seperti sirosis. Pertimbangan untuk transplantasi hati. Agen kemoterapi tunggal 5-Fluorourasil (5-FU) Gemcitabine Tindakan kuratif pankreatikoduodenektomiNon bedah: oral dissolution terapy ESWLBedah:Gold standar untuk terapi kolelitiasis adalah Cholecystectomy Terapi Antifibrotik Transplantasi hati

Prognosisbaik jika dilakukan transplantasi hati-Batu kecil : biasanya hilang spontan

Batu besar : resiko karsinoma kandung empedu (ukuran > 2cm) Prognosis sirosis hati tergantung dari etiologi dan pengobatannya Sirosis alkoholik prognosisnya lebih buruk dibandingkan HCV dan HBV, setelah terjadi sirosis dekompensasi tanpa transplantasi selama 5 tahun 85% akan meninggal

Komplikasipenghentian aliran empedu, kolangitis berulang, hipertensi portal, asites, sindrom hepato-paru, dan pembentukan danau empedu dalam hati dan sirosis-batu saluran empedu, kolesistitis akut, pankreatitis akut, empiema, dan perforasi kandung empeduKomplikasi lebih sering mengalami HCC

KESIMPULAN Jaundice atau ikterus dapat disebabkan karena disfungsi pada salah satu atau lebih dari fase metabolisme bilirubin yaitu prehepatik, intrahepatik dan posthepatic. Gangguan pada prehepatik menyebabkan hiperbilirubinemia tak terkonjugasi, sedangkan pada intrahepatik dapat menyebabkan hiperbilirubinemia tak terkonjugasi dan terkonjugasi, dan pada posthepatik dapat menyebabkan hiperbilrubinemia terkonjugasi. Beberapa penyakit system gastrohepatobiliary yang dapat menyebabkan ikterus antara lain: atresia biliaris, karsinoma pancreas, kolelitiasis, dan sirosis. Atresia biliaris merupakan penyakit yang terjadi pada neonatus, dengan obstruksi kandung empedu. Menyebabkan ikterus karena terjadi gangguan pada posthepatik Ca caput pancreas merupakan keganasan yang terjadi pada pancreas, dan dapat menyebabkan ikterus karena gangguan metabolism bilirubin posthepatik Kolelitiasis adalah material atau kristal yang terbentuk dalam kandung empedu, dapat menyebabkan ikterus karena gangguan metabolism bilirubin posthepatik Sirosis hati merupakan perkembangan histology nodules regenerative yang dikeliling oleh kumpulan serat (Fibrous) yang merupakan respon dari kerusakan hati kronis dan dapat menyebabkan hiperbilirubinemia terkonjugasi.

DAFTAR PUSTAKA

Chardot, Cristophe,2006.Biliary Atresia. Available in : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1560371/pdf/1750-1172-1-28.pdf. Accesed at November 2 2010

Gustawan, I.W., Aryasa K.N., Karyana, I.P.G, Putra, S. 2007. Kolelitiasis pada Anak. Majalah Kedokteran Indonesia, Volume: 57, Nomor: 10, hh.353-362. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/ RS Sanglah Denpasar, Bali.

Hartley, Jane, & Davenport, Mark,2009. Biliary Atresia. Available in www.proquest.com/pdqweb. Accessed at November 2 2010

Hewitt, MR & Yu, K, 2006. Treatment update for metastatic pancreatic cancer. Common Oncology ; 3, hh. 428-430. Available at www.CommunityOncology.net

Hidalgo,M. 2010. Pancreatic Cancer. N Engl J Med 2010;362:1605-17 available at www.nejm.org

Kastomo, DR & Soemardi, A. 2004. Kanker Pankreas. Majalah Kedokteran Indonesia. vol. 54, no. 12, hh. 524-528

Lesmana, L.A. 2003. Masalah Penyakit Batu Empedu, Upaya Penanggulangan Terkini. Majalah Kedokteran Indonesia, Volum: 53, Nomor : 12, hh. 431-438. Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/ Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta

Schuppan, D. Nezam. 2009. Liver Chirrosis. Division of Gastroenterology and Hepatology, Beth Israel Deaconess Medical Center, Harvard. Medical School, Boston, MA: NIH Public. Available at : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2271178. Accessed at : November 2 2010Sinha & Davenport, Mark, 2008. Biliary Atresia. Available in : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2788439/?tool=pubmed Accessed at November 2 2010

Soemohardjo, S., Gunawan, S. 2004. Fibrogenesis Pada Sirosis Hati Prospek Terapi Antifibrotik. Bagian ilmu penyakit dalam dan unit riset biomedik RSU mataram : Jurnal RSU Mataram