resus mata keratitis fix

34
REFLEKSI KASUS KERATITIS Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Mengikuti Ujian Stase Ilmu Kesehatan Mata Di RSUD Tidar Magelang Diajukan Kepada : dr. Sri Yunihartati, Sp. M Disusun Oleh : Herti Sakinah NIM : 20090310004

Upload: sakinah-ecee

Post on 25-Dec-2015

30 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

resus

TRANSCRIPT

Page 1: Resus Mata Keratitis Fix

REFLEKSI KASUS

KERATITIS

Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Mengikuti Ujian

Stase Ilmu Kesehatan Mata Di RSUD Tidar Magelang

Diajukan Kepada :

dr. Sri Yunihartati, Sp. M

Disusun Oleh :

Herti Sakinah

NIM : 20090310004

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMDIYAH YOGYAKARTA

2015

Page 2: Resus Mata Keratitis Fix

LAPORAN KASUS

1) DOKUMENTASI

a. IDENTITAS

Nama : An. V

Usia : 7 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Suku/bangsa : Jawa / Indonesia

Alamat : Trisip Tampir Wetan. Kec. Candi Mulyo.

Magelang.

b. ANAMNESIS

Keluhan Utama

OD ada bercak putih pada kornea.

Keluhan Tambahan

Mata kanan terdapat bercak warna putih pada kornea ukuran ± 3 mm,

sudah 1 minggu ini, disertai mata berair (+), mata merah (-), kotoran

mata berlebih (-), gatal(-), fotofobia (+), penurunan penglihatan(-).

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke Poliklinik Kesehatan Mata RSUD Tidar Magelang di

bawa ibunya dengan keluhan mata kanan terdapat bercak warna putih

pada kornea ukuran ± 3 mm, sudah 1 minggu ini, disertai mata berair

(+), mata merah (-), kotoran mata berlebih (-), gatal(-), fotopobia (+),

penurunan penglihatan(-).

Riwayat Penyakit Dahulu

Keluhan serupa : disangkal

Penyakit mata : disangkal

Trauma mata : disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga

Page 3: Resus Mata Keratitis Fix

Keluhan serupa : disangkal

Hipertensi, Alergi, DM : disangkal

c. KESAN

Kesadaran : Compos Mentis

Keadaan Umum : Baik

OD : Tampak infiltrat warna putih pada kornea, bentuk

bulat, ukuran ± 3 mm.

OS : Tampak mata tenang.

d. PEMERIKSAAN SUBJEKTIF

PEMERIKSAAN OD OS

Visus Jauh 20/150 20/20

Refraksi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Koreksi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Visus Dekat Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Proyeksi Sinar Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Persepsi Warna Tidak dilakukan Tidak dilakukan

e. PEMERIKSAAN OBJEKTIF

PEMERIKSAAN OD OS PENILAIAN

1. Sekitar mata

- Alis N N Kedudukan alis baik,

jaringan parut (-),

simetris

- Silia N N Trikiasis (-),

diskriasis (-),

madarosis (-)

2. Kelopak mata

- Pasangan N N Simetris, ptosis (-)

- Gerakan N N Gangguan gerak

Page 4: Resus Mata Keratitis Fix

membuka dan

menutup (-),

blefarospasme (-)

- Lebar rima 10 mm 10 mm Normal 9-14 mm

- Kulit N N Hiperemi (-), edema

(-), benjolan (-).

- Tepi kelopak N N Trichiasis (-),

ektropion (-),

entropion (-)

- Margo

intermarginalis

N N Tanda radang (-)

3. Apparatus Lakrimalis

- Sekitar glandula

lakrimalis

N N Dakrioadenitis (-)

- Sekitar sakus

lakrimalis

N N Dakriosistitis (-)

- Uji flurosensi Tidak

dilakukan

Tidak

dilakukan

Tidak dilakukan

- Uji regurgitasi Tidak

dilakukan

Tidak

dilakukan

Tidak dilakukan

- Tes Anel Tidak

dilakukan

Tidak

dilakukan

Tidak dilakukan

4. Bola mata

- Pasangan N N Simetris

(orthophoria)

- Gerakan N

+ +

+ +

+ +

N

+ +

+ +

+ +

Tidak ada gangguan

gerak (syaraf dan

otot penggerak bola

mata normal)

- Ukuran N N Normal,

Makroftalmos (-),

Page 5: Resus Mata Keratitis Fix

Mikroftalmos (-)

5. TIO N N Palpasi kenyal (tidak

ada peningkatan dan

penurunan TIO)

6. Konjungtiva

- Palpebra superior N N Tenang, mengkilap,

hiperemis (-), papil

(-), folikel (-)

- Forniks N N

- Palpebra inferior N N Tenang, mengkilap,

hiperemis (-), papil

(-), folikel (-)

- Bulbi N N Injeksi konjungtiva

(-), injeksi

perikornea (-), pucat

(-), corpal (-),

7. Sclera Putih Putih Tidak ikterik

8. Kornea

- Ukuran horizontal 12 mm,

vertikal 11 mm

- Kecembungan N N Lebih cembung dari

sclera

- Limbus N N Arcus senilis

(-), Injeksi

perikornea (-)

- Permukaan Terdapat

infiltrat

warna putih,

ukuran ±3

mm

Licin Licin, mengkilap,

edem (-), corpal (-),

infiltrat warna putih,

ukuran ± 3 mm.

- Medium Jernih Jernih Jernih

Page 6: Resus Mata Keratitis Fix

- Uji flurosensi Tidak

dilakukan

Tidak

dilakukan

Tidak dilakukan

- Placido Reguler Reguler Konsentris Reguler

9. Kamera Okuli anterior

- Ukuran Dalam Dalam Dalam

- Isi Jernih Jernih Jernih, flare (-),

hifema (-), hipopion

(-)

10. Iris

- Warna Cokelat Cokelat

- Pasangan Tidak

simetris

Tidak

simetris

Simetris

- Gambaran Bulat Bulat Kripte baik, sinekia

(-)

11. Pupil

- Ukuran 4 mm 4 mm Normal ( 3-6 mm)

pada ruangan dengan

cahaya cukup

- Bentuk Bulat Bulat Isokor

- Tempat Di tengah Di tengah Di tengah

- Tepi Reguler Reguler Reguler

- Refleks direct (+) (+) Positif

- Refleks indrect (+) (+) Positif

12.Lensa

- Ada/tidak N N Ada

- Kejernihan Jernih Jernih Jernih

- Letak N N Di tengah, belakang

iris

- Warna Jernih Jernih

Page 7: Resus Mata Keratitis Fix

Kekeruhan

13.Korpus Vitreum Tidak dapat

dinilai

Tidak dapat

dinilai

Jernih

14.Refleks fundus Warna

orange

cemerlang

Warna

orange

cemerlang

Warna orange

cemerlang

f. KESIMPULAN PEMERIKSAAN

OD OS

Visus = 20/150

Tampak infiltrat warna putik, ukuran

± 3 mm, fotofobia (+).

Visus = 20/20

Tampak mata tenang.

g. DIAGNOSIS

OD Keratitis

h. TERAPI

- Ciprofloxacin ed 6xOD

- Vitamin A 3x1

i. PROGNOSIS

Visum (Ad Visam) : dubia ad bonam

Kesembuhan (Ad Sanam) : dubia ad bonam

Jiwa ( Ad Vitam) : dubia ad bonam

Kosmetika (Ad Kosmeticam) : dubia ad bonam

2) MASALAH YANG DIKAJI

- Bagaimana penegakan diagnosis Keratitis?

- Apa saja terapi Keratitis?

Page 8: Resus Mata Keratitis Fix

3) PEMBAHASAN

KERATITIS

A. Definisi

Keratitis adalah infeksi pada kornea. Gejala patognomik dari

keratitis ialah menetapnya infiltrat di kornea. Infiltrat dapat ada di

seluruh lapisan kornea, dan menetapkan diagnosis dan pengobatan

keratitis.

B. Etiologi

Keratitis dapat disebabkan oleh banyak faktor diantaranya:

1. Virus.

2. Bakteri.

3. Jamur.

4. Paparan sinar ultraviolet seperti sinar matahari.

5. Iritasi dari penggunaan berlebihan lensa kontak.

6. Mata kering yang disebabkan oleh kelopak mata robek atau tidak

cukupnya pembentukan air mata.

7. Adanya benda asing di mata.

8. Reaksi terhadap obat seperti neomisin, tobramisin, polusi, atau

partikel udara seperti debu, serbuk sari.

C. Pemeriksaan Laboratorium

Pemilihan terapi yang tepat untuk penyakit kornea, terutama ulkus

supuratif, sangat memerlukan pemeriksaan laboratorium. Sebagai

contoh, ulkus bakteri dan ulkus fungi memerlukan obat-obat yang

sama sekali berbeda. Karena penundaan dalam mengidentifikasi

organisme penyebab dapat sangat mempengaruhi hasil akhir pada

penglihatan, organisme harus diketahui sesegera mungkin.

Pemeriksaan kerokan kornea yang dipulas dengan pewarnaan Gram

maupun Giemsa dapat mengidentifikasi organisme, khususnya bakteri,

selama pasien masih menunggu. Polymerase Chain Reaction (PCR)

Page 9: Resus Mata Keratitis Fix

memungkinkan dilakukannya identifikasi virus-virus herpes,

acanthamoeba, dan jamur dengan cepat. Kultur bakteri biasanya

dilakukan pada semua kasus pada saat kunjungan pertama. Kultur

untuk jamur, acanthamoeba, atau virus dapat dikerjakan bila gambaran

klinisnya khas atau bila tidak ada respon terhadap terapi infeksi

bakteri. Terapi yang tepat segera diberikan setelah spesimen yang

dibutuhkan diambil. Terapi tidak boleh ditunda hanya karena

organisme tidak teridentifikasi pada pemeriksaan mikroskopik

kerokan kornea. Walaupun terapi hanya akan bersifat empiris

berdasarkan gambaran klinis yang terlihat.

D. Diagnosis Morfologik Lesi Kornea

1. Keratitis Epitelial

Epitel kornea terlibat pada sebagian besar jenis

konjungtivitis dan keratitis dan pada kasus tertentu mungkin

merupakan satu-satunya jaringan yang terkena (mis., pada keratitis

punktata superficialis). Perubahan pada epitel sangat bervariasi,

dari edema biasa dan vakuolasi sampai erosi-erosi kecil,

pembentukan filamen, keratinisasi parsial,dll. Lokasi lesi-lesi itu

juga bervariasi pada kornea. Semua variasi ini mempunyai makna

diagnostik yang penting, dan pemeriksaan slitlamp dengan dan

tanpa pulasan fluoresin hendaknya merupakan bagian dari setiap

pemeriksaan luar mata.

2. Keratitis Subepitelial

Ada beberapa jenis lesi subepitelial yang penting. Lesi-lesi

ini sering sekunder akibat keratitis epitelial (mis., infiltrat

subepitelial pada keratokonjungtivitis epidemika, yang disebabkan

oleh adenovirus 8 dan 19.

3. Keratitis Stromal

Respons stroma kornea terhadap penyakit, antara lain

infiltrasi, yang menunjukkan akumulasi sel-sel radang; edema

Page 10: Resus Mata Keratitis Fix

tampak sebagai penebalan kornea, pengeruhan, atau parut;

“perlunakan” atau nekrosis, yang dapat berakibat penipisan atau

perforasi; dan vaskularisasi. Tampilan respon-respon tersebut

kurang spesifik untuk menunjukkan keberadaan penyakit jika

dibandingkan dengan yang terlihat pada keratitis epitelial dan

dokter sering harus mengandalkan pemeriksaan laboratorium dan

informasi klinis lain untuk menetapkan penyebabnya.

4. Keratitis Endotelial

Disfungsi endotel kornea akan berakibat pada edema

kornea, yang mula-mula mengenai stroma dan kemudian epitel. Ini

berbeda dari edema kornea yang disebabkan oleh peningkatan

tekanan intraokular, yang dimulai pada epitel dan diikuti stroma.

Selama kornea tidak terlalu sembab, kelainan morfologik endotel

kornea sering masih dapat dilihat dengan slitlamp. Sel-sel radang

pada endotel (keratic precipitates atau KPs) tidak selalu

menandakan adanya penyakit endotel karena sel radang juga

merupakan manifestasi dari uveitis anterior, yang bisa dan bisa

juga tidak menyertai keratitis normal.

E. Ulserasi Kornea

1. Keratitis Bakterial

Banyak jenis ulkus kornea bakteri yang mirip satu sama

lain dan hanya bervariasi dalam beratnya penyakit. Ini terutama

berlaku untuk ulkus yang disebabkan oleh bakteri opportunistik

(mis., Streptococcus alfa-hemolyticus, Staphylococcus aureus,

Staphyloccus epidermidis, nocardia, dan M.fortuitum-chelonei),

yang menimbulkan ulkus kornea indolen yang cenderung

menyebar perlahan dan superfisial.

2. Keratitis Jamur

Ulkus kornea jamur, yang pernah banyak dijumpai pada

pekerja pertanian, kini makin banyak dijumpai diantar penduduk

Page 11: Resus Mata Keratitis Fix

perkotaan sejak mulai dipakainya obat kortikosteroid dalam

pengobatan mata. Sebelum era kortikosteroid, ulkus kornea jamur

hanya timbul bila stroma kornea kemasukkan organisme dalam

jumlah yang sangat banyak-suatu peristiwa yang masih mungkin

terjadi di daerah pertanian atau berhubungan dengan pemakaian

lensa kontak lunak. Kornea yang belum berkompromi tampaknya

masih dapat mengatasi organisme yang masuk dalam jumlah

sedikit, seperti yang lazim terjadi pada penduduk perkotaan.

Ulkus jamur tersebut indolen, dengan infiltrat kelabu,

sering dengan hipopion, peradangan nyata pada bola mata,

ulserasi superfisial, dan lesi-lesi satelit (umumnya menginfiltrasi

tempat-tempat yang jauh dari daerah ulserasi utama). Dibawah

lesi utama-dan juga lesi-lesi satelit sering terdapat plak endotel

disertai reaksi bilik mata depan yang hebat. Abses kornea sering

dijumpai.

Kebanyakan ulkus jamur disebabkan oleh organisme

opportunis, seperti candida, fusarium, aspergillus, penicillium,

cephalosporium, dll. Tidak ada ciri khas yang membedakan

macam-macam ulkus jamur ini.

Kerokan dari ulkus kornea jamur, kecuali yang disebabkan

oleh Candida, mengandung unsur-unsur hifa kerokan dari ulkus

Candida umumnya mengandung pseudohifa atau bentuk ragi,

yang menampakkan kuncup-kuncup khas. Tabel 1 dan tabel 2

mencantumkan nama nama obat yang dianjurkan untuk

pengobatan ulkus fungi.

3. Keratitis Virus-Keratitis Herpes Simpleks

Keratitis herpes simples ada dua bentuk: primer dan

rekurens. Keratitis ini adalah penyebab ulkus kornea paling

umum dan penyebab kebutaan kornea paling umum di Amerika.

Bentuk keratitis epitelialnya merupakan kelainan mata yang

Page 12: Resus Mata Keratitis Fix

sebanding dengan herpes labialis, yang memiliki ciri-ciri

immunologik dan patologik sama, demikian waktu terjadinya.

Perbedaan satu-satunya adalah bahwa perjalanan klinis keratitis

dapat berlangsung lama karena stroma kornea yang avaskular

menghambat migrasi limfosit dan makrofag ke lokasi lesi. Infeksi

okular herpes simpleks virus (HSV) pada pejamu

immunokompeten biasanya sembuh sendiri, pada pejamu yang

lemah imun, termasuk pasien yang diobati dengan kortikosteroid

topikal, perjalanannya dapat kronik dan merusak. Penyakit stroma

dan endotel tadinya diduga hanya sebagai respon immunologik

terhadap partikel virus atau perubahan selular akibat virus.

Namun sekarang banyak bukti yang menunjukkan infeksi virus

aktif dapat timbul di dalam stroma dan mungkin juga dalam sel-

sel endotel, selain di jaringan-jaringan lain dalam segmen

anterior, seperti iris dan endotel trabekula. Ini menekankan pada

kebutuhan untuk menilai peranan relatif replikasi virus dan respon

imun hospes sebelum dan selama pengobatan penyakit herpes.

Kortikosteroid topikal dapat mengendalikan respon peradangan

yang merusak, tetapi memberi peluang terjadinya replikasi virus.

Jadi setiap kali menggunakan kortikosteroid topikal, harus

ditambahkan obat antiviral. Setiap pasien yang memakai

kortikosteroid topikal dalam pengobatan penyakit mata akibat

herpes harus berada dalam pengawasan seorang dokter mata.

Studi serologik menunjukkan bahwa hampir semua orang

dewasa pernah terpajan virus ini walaupun tidak sampai

menimbulkan gejala klinis penyakit. Sesudah infeksi primer, virus

ini menetap secara laten di gangglion trigeminum. Faktor-faktor

yang mempengaruhi kekambuhan penyakit ini, termasuk lokasinya,

masih perlu diungkapkan. Makin banyak bukti menunjukkan

bahwa beratnya penyakit ditentukan (setidaknya sebagian) oleh

jenis virusnya. Kebanyakan infeksi HSV pada kornea disebabkan

Page 13: Resus Mata Keratitis Fix

oleh infeksi HSV tipe 1 (penyebab herpes labialis), tetapi beberapa

kasus pada bayi dan dewasa dilaporkan disebabkan oleh HSV tipe

2 (penyebab herpes genitalis). Lesi kornea yang ditimbulkan oleh

kedua jenis ini tidak dapat dibedakan.

Kerokan dari lesi epitel pada keratitis HSV dan cairan dari

lesi kulit mengandung sel-sel raksasa multinuklear. Virus ini dapat

dibiakkan pada membran korio-allantois embrio telur ayam dan

pada banyak jenis lapisan sel jaringan-misalnya., sel HeLa, tempat

terbentuknya plak-plak khas. Namun, pada kebanyakan kasus,

diagnosis dapat ditegakkan secara klinis berdasarkan ulkus

dendritik atau geografik yang khas dan sensasi kornea yang sangat

menurun atau hilang sama sekali. Metode PCR digunakan untuk

identifikasi HSV dari jaringan dan cairan, juga dari sel-sel epitel

kornea, secara akurat.

F. Temuan Klinis

Herpes simpleks primer pada mata jarang ditemukan,

bermanifestasi sebagai blepharokonjungtivitis vesikular, sesekali

mengenai kornea, dan biasanya terdapat pada anak-anak kecil. Bentuk

ini umumnya dapat sembuh sendiri, tanpa menimbulkan kerusakan

berarti pada mata tetapi antiviral topical dapat dipakai sebagai

profilaksis agar kornea tidak terlibat dan sebagai terapi untuk penyakit

kornea.

Serangan keratitis herpes jenis rekurens yang umum dipicu

oleh demam, pajanan berlebihan trerhadap cahaya ultraviolet, trauma

awal menstruasi atau sumber immunosupresi lokal atau sistemik

lainnya. Umumnya terjadi unilateral, tetapi lesi bilateral dapat terjadi

pada 4-6% kasus dan paling sering pada pasien atopik.

1. Gejala

Gejala pertama infeksi HSV biasanya adalah iritasi,

fotophobia dan berair mata. Bila kornea bagian sentral terkena,

Page 14: Resus Mata Keratitis Fix

juga dapat terjadi sedikit gangguan penglihatan. Karena anestesi

kornea umumnya timbul pada awal infeksi, gejalanya mungkin

minimal dan pasien mungkin tidak datang berobat. Sering ada

riwayat lepuh-lepuh demam atau infeksi herpes lain, tetapi ulkus

kornea terkadang merupakan satu-satunya gejala pada infeksi

herpes rekurens.

2. Lesi

Lesi paling khas adalah ulkus dendritik. Ini terjadi pada

epitel kornea, memiliki pola percabangan linear khas dengan tepian

kabur, dan memiliki bulbus-bulbus terminalis pada ujungnya.

Pemulasan fluoresin membuat dendrit mudah dilihat,

sayangnya keratitis herpes dapat juga menyerupai banyak infeksi

kornea lain dan harus dimasukkan dalam diagnosis differensial

pada banyak lesi kornea.

Ulserasi geografik adalah bentuk penyakit dendritik kronik dengan

lesi dendritik halus yang bentuknya lebih lebar. Tepian ulkus tidak terlalu

kabur. Sensasi kornea, seperti halnya penyakit dendritik menurun. Dokter

harus selalu mencari adanya tanda ini.

Lesi epitelial kornea lain yang dapat ditimbulkan oleh HSV adalah

keratitis epitelial berbecak, keratitis epitelial stellata, dan keratitis

filamentosa. Namun semua ini umumnya hanya sementara dan sering

menjadi dendritik yang khas dalam satu atau dua hari.

Kekeruhan subepitelial dapat disebabkan oleh infeksi HSV.

Bayangan mirip hantu yang bentuknya sesuai dengan defek epitelial asli,

tetapi sedikit lebih besar terlihat dibawah lesi epitel. “Hantu” itu tetap

superfisial, tetapi sering bertambah nyata karena pemakaian obat antivirus,

khususnya idoxuridine. Biasanya, lesi subepitelial tidak menetap lebih dari

satu tahun.

Keratitis disiformis adalah bentuk penyakit stroma yang paling

umum pada infeksi HSV. Stromanya edema di daerah sentral yang

Page 15: Resus Mata Keratitis Fix

berbentuk cakram, tanpa infiltrasi, dan biasanya tanpa vaskularisasi.

Edemanya mungkin cukup untuk menghasilkan lipatan-lipatan di

membran deschmet. Mungkin terdapat keratic precipitate tepat di bawah

lesi disiformis tersebut, tetapi dapat pula di seluruh endotel karena sering

bersamaan dengan uveitis anterior. Patogenesis keratitis disiformis

umumnya dipandang sebagai suatu reaksi immunologik terhadap antigen

virus dalam stroma atau endotel, tetapi penyakit virus aktif tidak dapat

disingkirkan. Seperti kebanyakan lesi herpetik pada orang

immunokompeten, keratitis disiformis normalnya sembuh sendiri, setelah

berlangsung beberapa minggu sampai bulan. Edema adalah tanda yang

paling menonjol, dan penyembuhan dapat terjadi dengan parut dan

vaskularisasi minimal. Gambaran klinis serupa terlihat pada keratitis

endotelial primer (endotelitis), yang dapat disertai uveitis anterior dengan

tekanan intraokular yang meninggi dan peradangan fokal pada iris. Ini

dianggap sebagai akibat replikasi virus di dalam berbagai struktur di bilik

mata depan.

Keratitis HSV stromal dalam bentuk infiltrasi dan edemal fokal,

sering disertai vaskularisasi, agaknya utama disebabkan oleh replikasi

virus. Penipisan, nekrosis, dan perforasi kornea dapat terjadi dengan cepat,

terutama pada penggunaan kortikosteroid topikal. Jika terdapat penyakit

stromal yang menyertai ulkus epitelial, penyakit herpes mungkin akan sulit

dibedakan dari superinfeksi bakteri atau jamur. Pada penyakit epitelial

harus diteliti benar adanya tanda-tanda herpes, tetapi unsur bakteri atau

jamur mungkin saja ada pasien harus ditangani dengan tepat. Nekrosis

stromal dapat juga disebabkan oleh reaksi imun akut, yang sekali lagi akan

menyulitkan diagnosis penyakit virus aktif. Mungkin terdapat hipopion

dengan nekrosis, selain infeksi sekunder oleh bakteri atau jamur.

Lesi perifer kornea dapat pula ditimbulkan oleh HSV. Lesi-lesi

ini umumnya linear dan terdapat kehilangan epitel kornea sebelum stroma

di bawahnya mengalami infiltrasi. (Hal ini berlawanan dengan ulkus

marginal pada hipersensitifitas bakteri, mis., terhadap S.aureus pada

Page 16: Resus Mata Keratitis Fix

blepharitis staphylococcus infiltrat mendahului hilangnya epitel di

atasnya). Uji sensasi kornea tidak dapat diandalkan pada penyakit herpes

perifer. Pasien cenderung sangat kurang fotophobik dibandingkan pasien

dengan infiltrat dan ulserasi kornea non-herpetik.

G. Terapi

Terapi keratitis HSV hendaknya bertujuan menghentikan replikasi

virus di dalam kornea, sambil mengurangi efek merusak respon

radang.

1. Debridement

Cara efektif untuk mengobati keratitis dendritik adalah

dengan debridement epitel karena virus berlokasi di dalam epitel

dan debridement juga mengurangi beban antigenik virus pada

stroma kornea. Epitel sehat melekat erat pada kornea, tetapi epitel

terinfeksi mudah dilepaskan. Debridement dilakukan dengan

aplikator berujung kapas khusus. Iodium atau eter topikal tidak

bermanfaat dan dapat menimbulkan keratitis kimiawi. Obat

sikloplegik, seperti homatropin 5% diteteskan ke dalam sakus

konjungtivalis kemudian dibalut tekan. Pasien harus diperiksa

setiap hari dan diganti balutannya sampai defek korneanya sembuh,

umumnya dalam 72 jam. Pengobatan tambahan dengan antiviral

topikal mempercepat pemulihan epitel. Terapi keratitis epitel

dengan obat topikal tanpa debridement epitel bersifat

menguntungkan karena tidak perlu ditutup, tetapi terdapat bahaya

keracunan obat.

2. Terapi obat

Agen antiviral topikal yang dipakai pada keratitis herpes

adalah idoxuridine, trifluridine, vidarabine, dan acyclovir.

(Acyclovir topikal untuk mata tidak tersedia di USA). Untuk

penyakit stromal, trifluridine dan acyclovir jauh lebih efektif

Page 17: Resus Mata Keratitis Fix

dibanding yang lain. Idoxuridine dan trifluridine sering

menimbulkan reaksi toksik. Acyclovir oral bermanfaat untuk

pengobatan penyakit herpes mata berat, khususnya pada individu

atopik yang rentan terhadap penyakit herpes mata dan herpes kulit

yang agresif (ekzema herpeticum). Dosis untuk penyakit aktif

adalah 400mg 5 kali per hari pada pasien yang tidak luluh imun

(non-immunokompromised) dan 800mg 5 kali per hari pada pasien

atopik atau imun lemah. Dosis profilaksis penyakit rekurens adalah

400mg 2 kali per hari. Dapat juga digunakan Famciclovir atau

valacyclovir.

Replikasi virus pada pasien immunokompeten, khususnya

bila terbatas di epitel kornea, biasanya sembuh sendiri dan

pembentukan parutnya minimal. Dalam hal ini penggunaan

kortikosteroid topikal tidak diperlukan, bahkan berpotensi sangat

merusak. Sayangnya, kekhawatiran akan terjadinya parut permanen

akibat peradangan kornea, terutama bila terdapat penyakit stroma,

sering memicu penggunaan kortikosteroid topikal, didasarkan pada

anggapan yang keliru bahwa mengurangi peradangan akan

mengurangi beratnya penyakit. Sekalipun respon peradangan itu

diduga timbul semata-mata karena proses immunologis, seperti

pada keratitis disiformis, penggunaan kortikosteroid topikal

sebaiknya dihindari pada kelainan yang akan sembuh sendiri.

Sekali dipakai kortikosteroid topikal, umumnya pasien terpaksa

memakai obat itu untuk mengendalikan episode keratitis

berikutnya, dengan kemungkinan terjadi replikasi virus yang tidak

terkendali dan efek samping lain yang berhubungan dengan sterois,

seperti superinfeksi bakteri dan jamur, glaukoma, dan katarak.

Kortikosteroid topikal dapat pula mempermudah penipisan kornea

yang meningkatkan resiko perforasi kornea. Jika memang perlu

menggunakan kortikosteroid topikal karena hebatnya respon

peradangan, harus diberikan terapi antiviral yang tepat untuk

Page 18: Resus Mata Keratitis Fix

mengendalikan replikasi virus. Masalah dalam penanganan keratitis

HSV sering disebabkan oleh penggunaan obat topikal multiple

yang tidak tepat, termasuk antiviral, antibiotik dan kortikosteroid

sehingga menimbulkan sfek samping termasuk toksisitas epitel.

Seringkali penggunaan antiviral oral dan penurunan dosis

kortikosteroid secara perlahan akan memberikan perbaikan yang

nyata.

3. Terapi bedah

Keratoplasti penetrans mungkin diindikasikan untuk

merehabilitasi penglihatan pasien dengan parut kornea berat.

Tindakan ini hendaknya dilakukan beberapa bulan setelah penyakit

herpesnya nonaktif. Paska bedah, infeksi herpes rekurens dapat

timbul sebagai akibat trauma bedah dan kortikosteroid topikal yang

diperlukan untuk mencegah penolakan tandur (graft) kornea.

Penolakan tandur kornea itu sendiri juga sulit dibedakan dari

penyakit stroma rekurens. Obat antiviral sistemik harus diberikan

selama beberapa bulan setelah keratoplasti untuk mengimbangi

pemakaian kortikosteroid topikal.

Perforasi kornea akibat penyakit herpes stromal yang

progressif atau akibat super infeksi bakteri atau fungi mungkin

memerlukan keratoplasti penetrans darurat. Pelekat jaringan

cyanoacrylate dapat dipakai secara efektif untuk menutp perforasi

kecil dan graft “pelekat” lamelar berhasil baik pada kasus-kasus

tertentu. Keratoplasti lamelar memiliki keuntungan dibanding

keratoplasti penetrans karena kemungkinan terjadinya penolakan

tandur kornea lebih kecil. Lensa kontak lunak untuk terapi atau

tarsorafi mungkin diperlukan untuk memulihkan defek epitel yang

terdapat pada keratitis herpes simpleks, tetapi tandur membran

amnion mungkin bisa lebih efektif.

4. Pengendalian mekanisme pemicu yang mereaktifasi infeksi HSV

Page 19: Resus Mata Keratitis Fix

Infeksi HSV rekurens pada mata banyak dijumpai kira-kira

sepertiga dari seluruh kasus, dalam 2 tahun setelah serangan

pertama. Mekanisme pemicunya sering dapat ditemukan melalui

anamnesis yang teliti. Begitu diketahui, pemicu tersebut sering

dapat dihindari. Aspirin dapat dipakai untuk mencegah demam,

pajanan berlebihan terhadap sinar matahari atau sinar ultraviolet

dapat dihindari. Aspirin dapat diminum sebelum menstruasi. Dapat

digunakan antiviral profilaksis dalam bentuk topikal dan atau oral,

misalnya, menjelang bedah refraksi kornea dengan laser.

Gambar 1. Jenis-jenis utama keratitis epitelial (diurut sesuai derajat

keseringan)

Page 20: Resus Mata Keratitis Fix

Tabel 1. Pengobatan keratitis bakterial, fungal dan ameba

Page 21: Resus Mata Keratitis Fix

Tabel 2. Konsentrasi dan dosis obat untuk pengobatan keratitis bakterial

atau fungal

Page 22: Resus Mata Keratitis Fix

DAFTAR PUSTAKA

Page 23: Resus Mata Keratitis Fix

Vaughan, Asburi. 2010. Oftalmologi Umum. Edisi 17. EGC. Jakarta.