resume scene 2 d

72
RESUME BLOK 7 SKENARIO 2 RESPIRASI Oleh kelompok D: Yulia Puspitasari (122010101006) Izzatul Mufidah M. (122010101015) Rinda Yanuarisa (122010101024) M. Avin Zamroni (122010101027) Farmitalia Nisa T. (122010101037) Fawziah Putri Maulida (122010101041) Dimes Atika Permanasari (122010101045) Asyirah Mujahidah F. (122010101047) Aulia Suri A. (122010101052) Laily Rahmawati (122010101054) Mochamad Fatchi (122010101061) Aditya Widya P. (122010101073) Abdurrozaq (122010101086) Silvi Ahmada Chasya (122010101095)

Upload: rindayanuarisa

Post on 07-Feb-2016

55 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

kedokteran

TRANSCRIPT

Page 1: Resume Scene 2 D

RESUME

BLOK 7 SKENARIO 2

RESPIRASI

Oleh kelompok D:

Yulia Puspitasari (122010101006)

Izzatul Mufidah M. (122010101015)

Rinda Yanuarisa (122010101024)

M. Avin Zamroni (122010101027)

Farmitalia Nisa T. (122010101037)

Fawziah Putri Maulida (122010101041)

Dimes Atika Permanasari (122010101045)

Asyirah Mujahidah F. (122010101047)

Aulia Suri A. (122010101052)

Laily Rahmawati (122010101054)

Mochamad Fatchi (122010101061)

Aditya Widya P. (122010101073)

Abdurrozaq (122010101086)

Silvi Ahmada Chasya (122010101095)

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS JEMBER

2013

Page 2: Resume Scene 2 D

SKENARIO 2

BATUK

Ny. Aminah, 35 tahun, datang ke Puskesmas dengan keluhan batuk. Batuk

sejak 3 hari yang lalu disertai pilek, demam, dan nyeri kepala. Pasien sudah

minum obat flu yang dibeli di warung tetapi tidak ada perbaikan, bahkan batuknya

semakin sering dan disertai sesak nafas. Anamnesis lebih lanjut diketahui bahwa

pasien tinggal dekat dengan peternakan ayam. Seminggu sebelumnya tetangga

pasien yang berumur 1 tahun meninggal di RS karena sesak nafas berat disertai

kebiruan di tangan dan kaki.

Hasil pemeriksaan fisik didapatkan: tekanan darah 110/70 mmHg, denyut

nadi 116 x/menit, frekuensi napas 32 x/menit, suhu 390C. Didapatkan juga nyeri

tekan di bagian dahi, retraksi intercostal space dan rhonkhi di kedua hemithoraks.

Setelah dilakukan pemeriksaan penunjang, didapatkan leukositosis dan pada foto

rontgen thoraks PA tampak gambaran konsolidasi serta peningkatan corak

bronkhovaskuler.

I. Klarifikasi Istilah

Ronkhi : adalah suara napas tambahan bernada rendah sehingga bersifat

sonor, terdengar tidak mengenakkan (raspy), terjadi pada saluran napas

besar seperti trakea bagian bwah dan bronkus utama. Disebabkan

karena udara melewati penyempitan, dapat terjadi pada inspirasi

maupun ekspirasi. Ronkhi dibagi menjadi ronkhi basah dan ronkhi

kering.

Retraksi : penarikan dinding dada bagian bawah ke dalam saat

bernapas dan penggunaan otot tambahan yang terlihat bersamaan

dengan peningkatan frekuensi nafas.

Konsolidasi : pengkerasan/pemadatan, proses menjadi keras/padat

seperti pada paru yang menjadi keraskarena ruang udara terisi eksudat

pada pneumonia

Page 3: Resume Scene 2 D

Leukositosis : peningkatan jumlah total leukosit karena kerusakan

jaringan, infeksi, dan peradangan dengan nilai normal

Pilek : gejala yang disebabkan oleh virus influenza

II. Rumusan Masalah

1. Dari semua gejala di skenario, apa penyebab dan manifestasinya?

2. Bagaimana proses terjadinya infeksi?

3. Bagaimana terapi farmako dari gejala di skenario?

4. Apa saja diagnosis banding dari kasus di atas? Bagaimana

tatalaksananya dan hubungan penyakit dengan lingkungan?

5. Dari pemeriksaan rontgen thorax didapatkan corak tertentu, apa

penyebab dari gambaran tersebut?

6. Menjelaskan tentang foto rontgen dada.

III. Tujuan Belajar

Mampu menjelaskan etiologi, patofisiologi, gejala, pemeriksaan, dan

tatalaksana Rhinitis, Influenza, Sinusitis, Faringitis, Laringitis, Trakeitis,

Frunkel Hidung, Bronkhitis, Bronkhiolitis, Bronkiektasis,

Bronkopneumonia,Pneumonia, Avian Influenza, SARS, dan ARDS.

IV. Analisis Masalah

A. Infeksi Saluran Pernafasan Atas

1. Rhinitis

Rinitis Alergi

Definisi adalah infeksi pada hidung akibat terpaparalergen yang

diperantarai oleh IgE.

Patofisiologi

1. Tahap sensitisasi

Alergen masuk hidung, ditangkap APC membentuk fragmen

pendek peptida, berikatan dengan HLA II menjadi komplek

peptida MHC II dipresentasikan ke sel T helper (T0) APC

Page 4: Resume Scene 2 D

melepas sitokin mengaktifkan sel T0 Sel T0 berproliferasi

menjadi Th1 dan Th2

Th2 menghasilkan sitokin ditangkap reseptor limfosit B

limfosit B aktif dan memproduksi IgE masuk sirkulasi darah

dan masuk jaringan diikat reseptor mastosit dan basofil.

2. Tahap reaksi

Ada paparan alergen yang sama 2 ikatan IgE teraktivasi

alergen ditangkap komplek ikatan akan berdegranulasi

melepaskan mediator kimia terutama histamin histamin

merangsang reseptor H1 pada ujung saraf vidianus timbul

gejala rinitis.

Gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal pada hidung

Penatalaksanaan

1. Menghindari kontak dengan alergen & eliminasi

2. Medikamentosa antihistamin

3. Operatif

4. Imunoterapi IgG blocking antibody & menurunkan IgE.

2. Influenza

Influenza, yang lebih dikenal dengan sebutan flu, merupakan

penyakit menular yang disebabkan oleh virus RNA dari famili

Orthomyxoviridae (virus influenza), yang menyerang unggas ataupun

manusia.

Dalam klasifikasi virus, virus influenza termasuk virus RNA yang

merupakan tiga dari lima genera dalam famili Oethomyxoviridae: [18]

Virus influenza A

Virus influenza B

Virus influenza C

Virus-virus tersebut memiliki kekerabatan yang jauh dengan virus

parainfluenza manusia, yang merupakan virus RNA yang merupakan

bagian dari famili paramyxovirusyang merupakan penyebab umum dari

Page 5: Resume Scene 2 D

infeksi pernapasan pada anak, seperti croup (laryngotracheobronchitis),

namun dapat juga menimbulkan penyakit yang serupa dengan influenza

pada orang dewasa.

a. Gejala dan Tanda

Demam dan perasaan dingin yang ekstrem (menggigil, gemetar)

Batuk

Hidung tersumbat

Nyeri tubuh, terutama sendi dan tenggorok

Kelelahan

Nyeri kepala

Iritasi mata, mata berair

Mata merah, kulit merah (terutama wajah), serta kemerahan

pada mulut, tenggorok, dan hidung

Pada anak, gejala gastrointestinal seperti diare dan nyeri

abdomen, (dapat menjadi parah pada anak dengan influenza B).

b. Pengobatan

Orang yang menderita flu disarankan untuk banyak beristirahat,

meminum banyak cairan, menghindari penggunaan alkohol dan

rokok, dan apabila diperlukan, mengonsumsi obat seperti

asetaminofen (parasetamol) untuk meredakan gejala demam dan

nyeri otot yang berhubungan dengan flu. Anak-anak dan remaja

dengan gejala flu (terutama demam) sebaiknya menghindari

penggunaan aspirin pada saat infeksi influenza (terutama influenza

tipe B), karena hal tersebut dapat menimbulkan Sindrom Reye, suatu

penyakit hati yang langka namun memiliki potensi menimbulkan

kematian. Karena influenza disebabkan oleh virus, antibiotik tidak

memiliki pengaruh terhadap infeksi; kecuali diberikan untuk infeksi

sekunder seperti pneumonia bakterialis. Pengobatan antiviral dapat

efektif, namun sebagian galur inflenza dapat menunjukkan resistensi

terhadap obat-obat antivirus standar

3. Sinusitis

Page 6: Resume Scene 2 D

a. Definisi

Sinusitis adalah inflamasi mukosa sinus paranasal yang umumnya

disertai atau dipicu oleh rinitis sehingga sering disebut rinosinusitis. Bila

mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai

semua sinus paranasal disebut pansinusitis. Yang paling sering terkena

ialah sinus ethmoidalis dan maxillaris, sedangkan sinus frontalis jarang

terkena, dan sinus sphenoidalis lebih jarang lagi.

Sinus maxillaris disebut juga antrum Highmore, karena letaknya yang

dekat dengan akar gigi rahang atas. Hal itu menyebabkan infeksi gigi

mudah menyebar ke sinus maxillaris, yang disebut dengan Sinusitis

Dentogen. Sinusitis dapat menjadi berbahaya karena menyebabkan

komplikasi ke orbita dan intracranial, serta menyebabkan peningkatan

serangan asma yang sulit diobati.

b. Etiologi

Beberapa faktor etiologi dan predisposisi antara lain ISPA akibat virus,

bermacam rinitis terutama rinitis alergi, rinitis hormonal pada wanita

hamil, polip hidung, kelainan anatomi seperti deviasi septum atau

hipertrofi konka, sumbatan kompleks ostio-meatal (KOM), infeksi tonsil,

infeksi gigi, kelainan imunologik.

Pada anak, hipertrofi adenoid merupakan faktor penting penyebab

sinusitis. Faktor lain yang juga berpengaruh adalah lingkungan berpolusi,

udara dingin dan kering serta kebiasaan merokok.

c. Patofisiologi

Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan

kelancaran klirens dari mukosiliar didalam komplek osteo meatal

(KOM). Disamping itu mukus juga mengandung substansi antimikrobial

dan zat-zat yang berfungsi sebagai pertahanan terhadap kuman yang

masuk bersama udara pernafasan.

Bila terinfeksi organ yang membentuk KOM mengalami oedem,

sehingga mukosa yang berhadapan akan saling bertemu. Hal ini

menyebabkan silia tidak dapat bergerak dan juga menyebabkan

Page 7: Resume Scene 2 D

tersumbatnya ostium. Hal ini menimbulkan tekanan negatif didalam

rongga sinus yang menyebabkan terjadinya transudasi atau

penghambatan drainase sinus. Efek awal yang ditimbulkan adalah

keluarnya cairan serous yang dianggap sebagai sinusitis non bakterial

yang dapat sembuh tanpa pengobatan. Bila tidak sembuh maka sekret

yang tertumpuk dalam sinus ini akan menjadi media yang poten untuk

tumbuh dan multiplikasi bakteri, dan sekret akan berubah menjadi

purulen yang disebut sinusitis akut bakterialis yang membutuhkan terapi

antibiotik. Jika terapi inadekuat maka keadaan ini bisa berlanjut, akan

terjadi hipoksia dan bakteri anaerob akan semakin berkembang. Keadaan

ini menyebabkan perubahan kronik dari mukosa yaitu hipertrofi, polipoid

atau pembentukan polip dan kista. Pada keadaan ini diperlukan tindakan

operasi.

d. Gejala

Hidung tersumbat disertai nyeri pada muka dan ingus purulen

yang seringkali turun ke tenggorok (post nasal drip)

Nyeri pada daerah sinus yang terkena (ciri khas sinusitis akut)

Referred pain, misalnya:

Nyeri pipi sinus maksila

Nyeri di antara/di belakang kedua bola mata sinus edhmoid

Nyeri di dahi sinus frontal

Gejala lain: sakit kepala, hiposmia/anosmia, batuk.

e. Diagnosis

Rinoskopi anterior

Mukosa merah, udim

Mukopus di meatus nasi medius (tidak selalu)

Adanya nyeri tekan pada sisi yang sakit

Transiluminasi : kesuraman pada sisi yang sakit

CT Scan gold standard diagnosis sinusitis mahal

Foto posisi waters, PA, dan lateral umumnya hanya mampu

menilai kondisi sinus yang besar-besar

Page 8: Resume Scene 2 D

Pemeriksaan mikrobiologik dan tes resistensi untuk

mengambil sekret dari meatus media untuk mendapatkan

antibiotik tepat guna

Sinoskopi dilakukan dengan pungsi menembus dinding medial

sinus maksila, melalui meatus inferior

f. Tata Laksana

Terapi medikamentosa berupa antibiotic selama 10-14 hari,

namun diperpanjang sampai gejala hilang. Jika dalam 48-72

jam tidak ada perubahan klinis, diganti dengan antibiotik untuk

kuman yang menghasilkan beta laktamase, yaitu amoksisilin

atau ampisilin yang dikombinasi dengan asam klavunat

Pemberian dekongestan untuk memperlancar drainase sinus.

Dapat diberikan sistemik maupun topical. Pemberian secara

topical harus dibatasi yaitu selama 5 hari untuk menghindari

terjadinya rhinitis medikamentosa

g. Pemeriksaan

Laboratorium

Tes sedimentasi, leukosit, dan C-reaktif protein dapat

membantu diagnosis sinusitis akut

Kultur merupakan pemeriksaan yang tidak rutin pada

sinusitis akut, tapi harus dilakukan pada pasien

immunocompromise dengan perawatan intensif dan pada

anak-anak yang tidak respon dengan pengobatan yang

tidak adekuat, dan pasien dengan komplikasi yang

disebabkan sinusitis.

Imaging

Rontgen sinus, dapat menunjukan suatu penebalan

mukosa, air-fluid level, dan perselubungan.Pada sinusitis

maksilaris, dilakukan pemeriksaan rontgen gigi untuk

mengetahui adanya abses gigi.

Page 9: Resume Scene 2 D

CT-Scan, memiliki spesifisitas yang jelek untuk diagnosis

sinusitis akut, menunjukan suatu air-fluid level pada 87%

pasien yang mengalami infeksi pernafasan atas dan 40%

pada pasien yang asimtomatik. Pemeriksaan ini dilakukan

untuk luas dan beratnya sinusitis.

MRI sangat bagus untuk mengevaluasi kelainan pada

jaringan lunak yang menyertai sinusitis, tapi memiliki nilai

yang kecil untuk mendiagnosis sinusitis akut.

h. Komplikasi

Kelainan orbita

Kelainan intrakranial

Osteomielitis dan abses superiostal

Kelainan paru

i. Prognosis

Prognosis pada sinusitis akut baik apabila tidak terjadi infeksi sekunder.

Apabila hanya mencapai infeksi primer, maka sinusitis dapat sembuh

dengan sendirinya.

4. Faringitis

a. Definisi

Adalah peradangan pada mukosa faring dan sering meluas ke jaringan

sekitarnya, biasanya timbul bersama dengan tonsillitis, rhinitis, dan

laryngitis.

Faringitis akut adalah suatu sindrom inflamasi dari faring dan/atau

tonsil yang disebabkan oleh beberapa grup mikroorganisme yang

berbeda. Faringitis dapat menjadi bagian dari infeksi saluran napas

atas atau infeksi lokal didaerah faring

Page 10: Resume Scene 2 D

b. Etiologi

Bakteri streptococcus pyogenes (streptococcus group A

hemoliticus)

Streptokokus group C

Corynebacteria diphteriae

Neisseria gonorrhoe

Non bakteri misalnya adenovirus, influenza virus, parainfluenza,

rhinovirus, RSV, echovirus, coxsackievirus, herpes simplex virus,

EBV,dll.

Kebanyakan disebabkan oleh virus, termasuk virus penyebab

common cold, flu, adenovirus, mononukleosis atau HIV (40-60%).

Bakteri yang menyebabkan faringitis adalah streptokokus grup A,

korine bakterium, arkano bakterium, Neisseria gonorrhoeae atau

Chlamydia pneumonia (5-40%).

Bisa juga karena alergi, toksin, dan trauma.

c. Patofisiologi

Penularan terjadi melalui droplet. Kuman menginfiltrasi lapisan epitel,

kemudian bila epitel terkikis maka jaringan limfoid superfisial

bereaksi, terjadi pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit

polimorfonuklear. Pada stadium awal terdapat hiperemi, kemudian

edema dan sekresi yang meningkat. Eksudat mula - mula serosa tapi

menjadi menebal dan kemudian cendrung menjadi kering dan dapat

melekat pada dinding faring. Dengan hiperemi, pembuluh darah

Page 11: Resume Scene 2 D

dinding faring menjadi lebar. Bentuk sumbatan yang berwarna kuning,

putih atau abu-abu terdapat dalam folikel atau jaringan limfoid.

Tampak bahwa folikel limfoid dan bercak-bercak pada dinding faring

posterior, atau terletak lebih ke lateral, menjadi meradang dan

membengkak.

d. Gejala

o Demam tiba-tiba

o Faring, palatum, tonsil berwarna merah dan bengkak

o Nyeri tenggorokan

o Terdapat eksudat purulen

o Nyeri telan

o Leukositosis dan dominasi neutrofil

o Adenopati servikal

o Malaise

o Mual

Khusus untuk Faringitis oleh streptokokus :

o Demam tiba2

o Sakit kepala

o Anoreksia

o Nyeri tenggorokan

o Nyeri abdomen

o Rash/urtikaria

o Tonsillitis eksudatif

o Muntah

o Adenopati servical anterior

o Malaise

Gejala tersebut bisa ditemukan pada infeksi karena virus maupun

bakteri, tetapi lebih merupakan gejala khas untuk infeksi karena

bakteri.

Page 12: Resume Scene 2 D

FARINGITIS VIRUS FARINGITIS BAKTERI

Biasanya tidak ditemukan

nanah di tenggorokan

Demam ringan atau tanpa

demam

Jumlah sel darah putih

normal atau agak meningkat

Kelenjar getah bening normal

atau sedikit membesar

Tes apus tenggorokan

memberikan hasil negative

Pada biakan di laboratorium

tidak tumbuh bakteri

Sering ditemukan nanah di

tenggorokan

Demam ringan sampai

sedang

Jumlah sel darah putih

normal – sedang

Pembengkakan ringan

sampai sedang pada

kelenjar getah bening

Tes apus tenggorokan

memberikan hasil positif

untuk strep throat

Pada biakan di laboratorium

tumbuh bakteri

e. Pemeriksaan

Manifestasi klinis berbeda-beda tergantung apakah streptokokus atau

virus yang menyebabkan penyakit tersebut. Bagaimanapun, terdapat

banyak tumpang tindih dalam tanda-tanda  serta gejala penyakit

tersebut dan secara klinis seringkali sukar untuk membedakan satu

bentuk faringitis dari bentuk lainnya.

Faringitis oleh virus biasanya merupakan penyakit dengan awitan

yang relatif lambat, umumnya terdapat demam, malaise, penurunan

nafsu makan disertai rasa nyeri sedang pada tenggorokan sebagai

tanda dini. Rasa nyeri pada tenggorokan dapat muncul pada awal

penyakit tetapi biasanya baru mulai terasa satu atau dua hari setelah

awitan gejala-gejala dan mencapai puncaknya pada hari ke-2-3. Suara

serak, batuk, rinitis juga sering ditemukan. Walau pada puncaknya

sekalipun, peradangan faring mungkin berlangsung ringan tetapi

Page 13: Resume Scene 2 D

kadang-kadang dapat terjadi begitu hebat serta ulkus-ulkus kecil

mungkin terbentuk pada langit-langit lunak dan dinding belakang

faring. Eksudat-eksudat dapat terlihat pada folikel-folikel kelenjar

limfoid langit-langit dan tonsil serta sukar dibedakan dari eksudat-

eksudat yang ditemukan pada penyakit yang disebabkan oleh

streptokokus. Biasanya nodus-nodus kelenjar limfe servikal akan

membesar, berbentuk keras dan dapat mengalami nyeri tekan atau

tidak. Keterlibatan laring sering ditemukan pada penyakit ini tetapi

trakea, bronkus-bronkus dan paru-paru jarang terkena. Jumlah leukosit

berkisar 6000 hingga lebih dari 30.000, suatu jumlah yang meningkat

(16.000-18.000) dengan sel-sel polimorfonuklear menonjol

merupakan hal yang sering ditemukan pada fase dini penyakit

tersebut. Karena itu jumlah leukosit hanya kecil artinya dalam

melakukan pembedaan penyakit yang disebabkan oleh virus dengan

bakteri. Seluruh masa sakit dapat berlangsung kurang dari 24 jam dan

biasanya tidaka kan bertahan lebih lamna dari 5 hari. Penyulit-penyulit

lainnya jarang ditemukan.

Faringitis streptokokus pada seorang anak berumur lebih dari 2 tahun,

seringkali dimulai dengan keluhan-keluhan sakit kepala, nyeri

abdomen dan muntah-muntah. Gajala-gajala tersebut mungkin

berkaitan dengan terjadinya demam yang dapat mencapai suhu 40OC

(104O F); kadang-kadang kenaikan suhu tersebut tidak ditemukan

selama 12 jam. Berjam-jam setelah keluhan-keluhan awal maka

tenggorokan penderita mulai terasa sakit dan pada sekitar sepertiga

penderita mengalami pembesaran kelenjar-kelenjar tonsil, eksudasi

serta eritem faring. Derajat rasa nyeri faring tidak tetap dan dapat

bervariasi dari yang sedikit hingga rasa nyeri demikian hebat sehingga

membuat para penderita sukar menelan. Dua per tiga dari para

penderita mungkin hanya mengalami eritema tanpa pembesaran

khusus kelenjar tonsil serta tidak terdapat eksudasi. Limfadenopati

servikal anterior biasanya terjadi secara dini dan nodus-nodus kelenjar

Page 14: Resume Scene 2 D

mengalami nyeri tekan. Demam mungkin berlangsung hingga 1-4

hari; pada kasus-kasus sangat berat penderita tetap dapat sakit hingga

2 minggu. Temuan-temuan fisik yang paling mungkin ditemukan

berhubungan dengan penyakit yang disebabkan oleh streptokokus

adalah kemerahan pada kelenjar-kelenjar tonsil beserta tiang-tiang

lunak, terlepas dari ada atau tidaknya limfadenitis dan eksudasi-

eksudasi. Gambaran-gambaran ini walaupun sering ditemukan pada

faringitis yang disebabkan oleh streptokokus, tidak bersifat diagnostik

dan dengan frekuensi tertentu dapat pula dijumpai pada faringitis yang

disebabkan oleh virus4. Konjungtivitis, rinitis, batuk, dan suara serak

jarang terjadi pada faringitis yang disebabkan streptokokus dan telah

dibuktikan, adanya 2 atau lebih banyak lagi tanda-tanda atau gejala-

gejala ini memberikan petunjuk pada diagnosis infeksi virus.

Bahan biakan tenggorokan merupakan satu-satunya metode yang

dapat dipercaya untuk membedakan faringitis oleh virus dengan

streptokokus2,4. Menurut Simon, diagnosa standar streptokokus beta

hemolitikus kelompok A adalah kultur tenggorok karena mempunyai

sensitifitas dan spesifisitas yang tinggi tergantung dari teknik, sample

dan media. Bakteri yang lain seperti gonokokus dapat diskrening

dengan media Thayer-Martin hangat. Virus dapat dikultur dengan

media yang khusus seperti pada Epstein-Bar virus menggunakan

monospot. Secara keseluruhan dari pemeriksaan laboratorium

ditemukan adanya leukositosis.

Anamnesa

- Tenggorok terasa kering dan panas, kemudian timbul nyeri

menelan di bagian tengah tenggorok.

- Demam, sakit kepala, malaise.

Pemeriksaan

Tampak folikel limfoid dan bercak-bercak pada dinding faring

posterior atau terletak lebih lateral menjadi radang dan membengkak.

Tampak hiperemi, serta sekresi mucus meningkat.

Page 15: Resume Scene 2 D

f. Tata laksana

Untuk mengurangi nyeri tenggorokan diberikan obat pereda nyeri

(analgetik).

Obat hisap atau berkumur dengan larutan garam hangat.

Aspirin tidak boleh diberikan kepada anak-anak dan remaja yang

berusia dibawah 18 tahun karena bisa menyebabkan sindroma

Reye.

Jika diduga penyebabnya adalah bakteri, diberikan antibiotik.

Untuk mengatasi infeksi dan mencegah komplikasi (misalnya

demam rematik).

Jika penyebabnya streptokokus, diberikan tablet penicillin. Jika

penderita memiliki alergi terhadap penicillin bisa diganti dengan

erythromycin atau antibiotik lainnya.

Anti panas bila penderita panas

Makanan lembek, panas & pedas dilarang

g. Komplikasi

Sinusitis

Otitis media

Mastoidis

Abses Peritonsilar

Demam rematik

Glomerulonefritis

Komplikasi terpenting yaitu Deman Rematik (DR). Merupakan

penyakit peradangan akut yang menindak lanjuti faringitis yang

disebabkan oleh Streptococcus beta-hemolyticus grup A. Penyakit

ini cenderung berulang dan dipandang sebagai penyebab penyakit

jantung didapat pada anak dan dewasa muda.

5. Laringitis

Laringitis adalah inflamasi laring yang dapat disebabkan oleh proses

infeksi ataupun noninfeksi.

a. Etiologi

Page 16: Resume Scene 2 D

Laringitis dapat disebabkan oleh virus, bakteri atau jamur. Virus

merupakan etiologi laringitis yang paling sering, yaitu rhinovirus,

virus influenza, virus parainfluenza, adenovirus, coxsackievirus,

coronavirus, dan respiratory synsitial virus (RSV).

Sedangkan, beberapa bakteri yang menyebabkan laringitis yaitu :

Streptokokus grup A

Diphtheriae

Moraxella Catarrhalis

Mycobacterium tuberculosis; laringitis akibat bakteri ini

biasanya sulit dibedakan dengan kanker laring karena tidak

terdapat tanda, gejala, dan hasil pemeriksaan radiologis yang

spesifik

Jamur juga dapat menyebabkan laringitis, yaitu :

Histoplasma

Blastomyces; biasanya menyebabkan laringitis sebagai

komplikasi dari inflamasi sistemik

Candida; biasanya menyebabkan laringitis dan esofagitis pada

pasien imunosupresi

Coccidioides

Cryptococcus

Laringitis juga merupakan akibat dari penggunaan suara yang

berlebihan, pajanan terhadap polutan eksogen, atau infeksi pada pita

suara. Refluks gastroesofageal, bronkitis, dan pneumonia juga dapat

menyebabkan laringitis. Selain itu, laringitis berkaitan dengan rinitis

alergi. Onset dari laringitis berhubungan dengan perubahan suhu

yang tiba-tiba, malnutrisi, atau keadaan menurunnya sistem imun.

b. Patofisiologi

Laringitis diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu laringitis

akut dan laringitis kronik.Laringitis akut terjadi akibat infeksi bakteri

atau virus, penggunaan suara yang berlebih, inhalasi polutan

lingkungan. Laringitis akut ditandai dengan afonia atau hilang suara

Page 17: Resume Scene 2 D

dan batuk menahun. Gejala ini semakin diperparah dengan keadaan

lingkungan yang dingin dan kering. Sedangkan, laringitis kronik

ditandai dengan afonia yang persisten. Pada pagi hari, biasanya

tenggorokan terasa sakit namun membaik pada suhu yang lebih

hangat. Nyeri tenggorokan dan batuk memburuk kembali menjelang

siang. Batuk ini dapat juga dipicu oleh udara dingin atau minuman

dingin. Pada pasien yang memiliki alergi, uvula akan terlihat

kemerahan.

Laringitis kronik dapat terjadi setelah laringitis akut yang

berulang, dan juga dapat diakibatkan oleh penyakit traktus urinarisu

atas kronik, merokok, pajanan terhadap iritan yang bersifat konstan,

dan konsumsi alkohol berlebih. Tanda dari laringitis kronik ini yaitu

nyeri tenggorokan yang tidak signifikan, suara serak, dan terdapat

edema pada laring.

Laringitis pada anak sering diderita oleh anak usia 3 bulan

hingga 3 tahun, dan biasanya disertai inflamasi pada trakea dan

bronkus dan disebut sebagai penyakit croup. Penyakit ini seringkali

disebabkan oleh virus, yaitu virus parainfluenza, adenovirus, virus

influenza A dan B, RSV, dan virus campak. Selain itu, M.

Pneumoniae juga dapat menyebabkan croup.

Infeksi oleh bakteri dan virus menyebabkan inflamasi dan

edema pada laring, trakea, dan bronkus, sehingga menyebabkan

obstruksi jalan napas dan menimbulkan gejala, yaitu berupa afonia,

suara stridor, dan batuk. Produksi mukus dapat terjadi dan

menyebabkan obstruksi jalan napas semakin parah. Tidak terdapat

gangguan menelan. Gejala ini biasanya muncul saat malam hari dan

dapat membaik di pagi hari. Penyakit croup dapat sembuh sendiri

dalam waktu 3 – 5 hari.

c. Tanda dan Gejala

Afonia, yaitu suara serak atau hilang suara

Nyeri tenggorokan

Page 18: Resume Scene 2 D

Batuk karena teriritasi

Stridor, biasanya ditemukan pada anak-anak

Iritasi pada tenggorokan yang menggelitik sehingga memicu

keinginan untuk batuk, demam, dan nyeri tenggorokan

Rhinorrhea

Kongesti nasal

Pada pemeriksaan dengan laringoskopi, ditemukan tanda

laringitis yaitu eritem laring difus, edema, dan pembengkakan

vaskular pada pita suara. Pada laringitis kronik, dapat ditemukan

nodul dan ulkus pada mukosa.

d. Diagnosa

Diagnosis laringitis dapat ditegakkan dengan anamnesis,

pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Hasil anamnesis

yang berkaitan dengan laringitis ini yaitu adanya batuk yang timbul

sering di malam hari dan terdengar kasar. Pemeriksaan fisik ini

mencakup pemeriksaan telinga, hidung, tenggorokan, dan leher.

Pemeriksaan tenggorokan ini dapat menggunakan scope yang kecil.

Scope ini dimasukkan melalui hidung hingga terlihat laringnya.

Pemeriksaan ini dapat memperoleh informasi mengenai keadaan

saraf laringeal yang mengatur pergerakan pita suara. Selain itu, suhu

tubuh dapat normal atau naik sedikit. Auskultasi perlu dilakukan

untuk menilai suara napas di kedua paru.

Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu :

Laringoskop, yang menunjukkan adanya pita suara yang

membengkak dan kemerahan

Kultur eksudat pada kasus laringitis yang lebih berat

Biopsi, yang biasanya dilakukan pada pasien laringitis kronik

dengan riwayat merokok atau ketergantungan alkohol

pemeriksaan laboratorium CBC (complete blood cell count)

pemeriksaan foto toraks pada tanda dan gejala yang berat

e. Penatalaksanaan

Page 19: Resume Scene 2 D

Istirahat yang cukup, terutama pada laringitis akibat virus.

Istirahat ini juga meliputi pengistirahatan pita suara

Pemberian antibiotik; antibiotik tidak disarankan kecuali bila

penyebab berupa streptokokus grup A dapat ditemukan melalui

kultur. Pada kasus ini, antibiotik yang dapat digunakan yaitu

penicillin

menghindari iritan yang memicu nyeri tenggorokan atau batuk

menghindari udara kering

konsumsi cairan yang banyak

konsumsi asetaminofen atau ibuprofen untuk mengurangi nyeri

berhenti merokok dan konsumsi alkohol

trakeostomi, jika terjadi edema laring

konsumsi antasida atau bloker histamin-2 pada laringitis dengan

penyebab GERD9

Sedangkan, penatalaksanaan laringitis kronik bergantung pada

mikroorganisme penyebabnya, yang biasanya ditemukan melalui

biopsi dan kultur.

f. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi yaitu laringitis kronik. Selain

itu, dapat terjadi perubahan suara jika gejala suara serak tersebut

terjadi selama 2 – 3 minggu. Perubahan suara ini dapat diakibatkan

oleh refluks asam lambung atau pajanan terhadap bahan iritan. Hal

tersebut berisiko untuk menimbulkan keganasan pada pita

suara. Pada pasien yang berusia lebih tua, laringitis bisa lebih parah

dan dapat menimbulkan pneumonia.

Penyakit croup jarang menimbulkan komplikasi, namun

beberapa komplikasi yang terjadi berkaitan dengan obstruksi jalan

napas, yaitu respiratory distress, hipoksia, atau superinfeksi bakteri.

Kortikostreoid dapat digunakan untuk mengurangi inflamasi.

Pemberian epinefrin aerosol menimbulkan efek konstriksi pada

mukosa dan dapat mengurangi edema.

Page 20: Resume Scene 2 D

Prognosis dari laringitis ini biasanya baik. Langkah

pencegahan laringitis yang dapat dilakukan yaitu :

- Menghindari pasien laringitis

- Mencuci tangan secara teratur

- Menghindari keramaian8

- Pemberian vaksin H. Influenzae pada anak-anak

- Tidak menggunakan suara secara berlebihan

6. Trakeitis

Suatu infeksi akut saluran pernafasan atas, tidak melibatkan epiglottis,

tetapi seperti epiglotitis dan croup dan mampu menyebabkan obstruksi

jalan nafas yang mengancam jiwa. Walaupun trakeitis seperti croup

namun pengobatan yang biasanya digunakan untuk croup (kabut, cairan

intravena, epinefrin rasemik aerosolisasi) tidak efektif untuk trakeitis.

Kebanyakan para penderita berumur kurang dari 3 tahun. Trakeitis

bakteri biasanya terjadi pada pascainfeksi virus pernafasan yang jelas

(terutama laringotrakeitis). Trakeitis merupakan komplikasi bakteri

penyakit virus, bukan penyakit bakteri primer.

a. Etiologi

Staphylococcus aureus

S. pyogenes, Streptococcus pneumoniae, dan alpha hemolytic

streptococcal species lainnya

Moraxella catarrhalis

Haemophilus influenzae type B (Hib)

Spesies Klebsiella

Spesies Pseudomonas

Bakteri anaerob

Mycoplasma pneumonia

b. Manifestasi Klinis

Batuk keras dan kasar

Demam tinggi

Stridor inspirasi yang perlahan bertambah buruk

Page 21: Resume Scene 2 D

Fase inspirasi memanjang, suara nafas tambahan biasanya

tidak terdengar

Pembengkakan mukosa pada setinggi kartilago krikoid

Sekresi purulen

c. Terapi

Terapi antimikroba yang tepat, yang biasanya meliputi agen

antistafilokokus diberikan pada penderita dengan croup yang

perjalanannya memberi kesan trakeitis bakteri sekunder. Bila

didiagnosis trakeitis bakteri dengan laringoskopi langsung atau

sangat dicurigai atas dasar klinis, jalan nafas buatan biasanya

terindikasi.

7. Frunkel Hidung

Furunkel adalah nyeri terbentuk pada mukosa oleh akibat inflamasi

disebabkan bakteri staphylococcus melalui folikel rambut.

a.  Patofisiologi Furunkel

Infeksi dimulai dari peradangan pada folikel rambut pada kulit

(folikulitis) atau mukosa hidung yang menyebar pada jaringan

sekitarnya. Radang nanah yang dekat sekali dengan kulit disebut

pustule. Kulit diatasnya sangat tipis, sehingga nanah di dalamnya

dapat dengna mudah mengalir keluar. Sedangkan bisulnya sendiri

berada pada daerah kulit yang lebih dalam. Kadang-kadang nanah

yang berada dalam bisul diserap sendiri oleh tubuh tetapi lebih

sering mengalir sendiri melalui lubang pada kulit Pada vestibulum

nasi dapat menginfeksi vena facialis dan vena oftalmika lalu menuju

sinus kavernosus.

b. Etiologi

Permukaan kulit normal atau sehat dapat dirusak oleh karena iritasi,

tekanan, gesekan, hiperhidrosis, dermatitis, dermatofitosis, dan

beberapa faktor yang lain, sehingga kerusakan dari kulit tersebut

dipakai sebagai jalan masuknya Staphylococcus aureus maupun

bakteri penyebab lainnya. Penularannya dapat melalui kontak atau

Page 22: Resume Scene 2 D

auto inokulasi dari lesi penderita. Furunkulosis dapat menjadi

kelainan sistemik karena faktor predisposisi antara lain, alcohol,

malnutrisi, diskrasia darah, iatrogenic atau keadaan imunosupresi

termasuk AIDS dan diabetes mellitus. Jadi, furunkel dapat

disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu :

1.    Iritasi pada kulit atau mukosa

2.    Kebersihan hidung yang kurang terjaga

3.    Daya tahan tubuh yang rendah

4.    Infeksi oleh Staphylococcus aureus

c. Gejala

Gejala yang sering ditemui pada furunkel adalah :

1.    Nyeri pada daerah ruam

2.    Ruam pada derah kulit yang berbentuk kerucut dan memiliki

pustule

3.    Pustule dapat melunak dan mengalami nekrosis

4.    Setelah seminggu kebanyakan akan pecah sendiri dan sebagian

dapat menghilang dengan sendirinya

d. Terapi

Dapat melakukan insisi dengan dan operasi.

B. Infeksi Saluran Pernafasan Bawah

1. Bronkitis

Infeksi dan inflamasi akut saluran napas besar

a. Etiologi

Virus (minimal 40%):

Influenza A dan B, Adenovirus, Rhinovirus, Coronavirus,

Parainfluenza virus, Respiratory synsitial virus, Herpes simplex.

Bakteri :

M. pneumoniae, M. catarrhalis, Chlamydia, S. Pneumonia

b. Gejala Klinis

Keluhan

Page 23: Resume Scene 2 D

1. Batuk dengan atau tanpa dahak

2. Demam ringan / sumer-sumer

3. Rasa tidak enak substernal

4. Sesak napas

5. Batuk darah

Pemeriksaan fisik : auskultasi dijumpai ronki basah, krepitasi, dan

wheezing.

c. Pemeriksaan Penunjang

- Laboratorium : sputum cat gram, leukosit PMN dan kemungkinan

bakteri pathogen

d. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dengan foto

toraks tidak dijumpai infiltrat.

e. Diagnosis Banding

- Pneumoni

- Asma bronchial

f. Penyulit

Bronkospasme pasca infeksi yang ditandai dengan batuk tanpa

dahak dan wheezing sampai 4-6 minggu setelah infeksi reda.

Pneumoni.

g. Penatalaksanaan

1. Simtomatis

Antitusif : DMP 15 mg sehari 2 kali, codein 10 mg sehari 3 kali,

doveri 100 mg sehari 3 kali

Antipiretika : paracetamol 500 mg sehari 3 kali

Tidak perlu antibiotik

2. Terapi terhadap penyulit : bronkodilator, antibiotik.

2. Bronkiolitis

a. Definisi

Page 24: Resume Scene 2 D

Merupakan penyakit saluran pernapasan bagian bawah yang sering

ditemukan pada bayi-bayi, terjadi akibat obstruksi pada bronkiolus.

Penyakit ini terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan dengan puncak

kejadian pada usia kira-kira 6 bulan dan di berbagai daerah penyakit

ini merupakan penyebab perawatan bayi di rumah sakit.

b. Etiologi

RSV/ Respiratory syncytial virus (95% kasus)

Parainfluenza virus

Adenovirus

Rhinovirus

Virus Influenza

Mycoplasma pneumoni

c. Patofisiologi

1. Virus melekat pd sel epitel kolumner bersilia pembelahan virus,

sitonekrosis, odem dan radang penyempitan lumen bronkiolus

tekanan intratorak negatif selama inspirasi udara masuk,

terperangkap dalam ruang alveolus hiperinflasi, ventilasi dan

oksigenisasi terganggu

2. Obstruksi partial Emfisema

3. Obstruksi total Atelektasis

d. Gejala

Manifestasi Klinis

1. Biasanya didahului infeksi saluran nafas atas dengan batuk, pilek,

tanpa demam atau subfebris

2. Sesak napas makin hebat, disertai napas cepat dan dangkal. Terdapat dispneu

dengan expiratory effort , retraksi otot bantu napas, napas cepat dangkal

disertai napas cuping hidung,

3. sianosis sekitar hidung dan mulut

4. gelisah

5. ekspirium memanjang atau mengi

Page 25: Resume Scene 2 D

6. Jika obstruksi hebat suara napas nyaris tak terdengar, ronki basah halus

nyaring kadang terdengar pada akhir atau awal ekspirasi, suara perkusi paru

hipersonor.(2) 

Gejalanya berupa:

1. Batuk

2. Wheezing

3. Sianosis

4. Takipneu (pernapasan cepat)

5. Retraksi Intercostal

Pemeriksaan Fisik : Inspeksi : Suhu subfebris, retraksi ICS

Perkusi : Hipersonor

Auskultasi : Ekspirasi Panjang, wheezing sound, ronkhi

Palpasi : Hepar lien teraba akibat hiper inflasi paru

e. Pemeriksaan Penunjang

Pada pemeriksaan foto dada anteropasterior dan lateral dapat

terlihat gambaran hiperinflasi paru (emfisema) dengan diameter

anteroposterior membesar pada foto lateral serta dapat terlihat

bercak konsolidasi yang tersebar.

Analisis gas darah menunjukkan hiperkarbia sebagai tanda air

trapping asidosis respiratorik/metabolik.

f. Diagnosa

1. Diagnosis ditegakkan atas dasar gambaran klinis yang khas

pemeriksaan fisik.

2. Foto Rontgen toraks menunjukkan paru-paru dalam keadaan

hipererasi dan diameter antero-posterior membesar pada foto

lateral. Pada sepertiga dari penderita ditemukan bercak-bercak

konsolidasi tersebar disebabkan atelektasis atau radang.

3. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan gambaran darah tepi

dalam batas normal, kimia darah menunjukkan gambaran asidosis

respiratorik maupun metabolik.

4. Usapan nasofaring menunjukkan flora bakteri normal.

Page 26: Resume Scene 2 D

g. Diagnosa Banding

1. Asma bronchial

Keadaan ini harus dibedakan dengan asma yang kadang-kadang

juga timbul pada usia muda. Anak dengan asma akan memberikan

respons terhadap pengobatan dengan bronkodilator, sedangkan

anak dengan bronkiolitis tidak.

2. Aspirasi benda asing

3. Bronkopneumonia

4. Bronkiolitis juga harus dibedakan dengan bronkopneumonia yang

disertai emfisema obstruktif dan gagal jantung.

5. Gagal jantung

6. Miokarditis

7. Fibrosis kistik

h. Penatalaksanaan

Untuk mengurangi demam dan rasa tidak enak badan, kepada

penderita dewasa bisa diberikan asetosal atau parasetamol; kepada

anak-anak sebaiknya hanya diberikan parasetamol.

Dianjurkan untuk beristirahat dan minum banyak cairan, serta

menghentikan kebiasaan merokok.

Antibiotik diberikan kepada penderita yang gejalanya menunjukkan

bahwa penyebabnya adalah infeksi bakteri (dahaknya berwarna

kuning atau hijau dan demamnya tetap tinggi) dan penderita yang

sebelumnya memiliki penyakit paru-paru.

Kepada penderita dewasa diberikan Kotrimoksazol. Tetrasiklin 250

– 500 mg 4 x sehari. Eritromisin 250 – 500 mg 4 x sehari diberikan

selama 7 – 10 hari. Dosis untuk anak : eritromisin 40 – 50

mg/kgBB/hari. Walaupun dicurigai penyebabnya adalah

Mycoplasma pneumoniae.

Kepada penderita anak-anak diberikan amoxicillin.

Bila ada tanda obstruksi pada pasien segera rujuk.

Page 27: Resume Scene 2 D

Anak harus ditempatkan dalam ruangan dengan kelembaban udara

yang tinggi, sebaiknya dengan uap dingin ('mist-tenf). Keadaan ini

dapat mencairkan sekret bronkus yang liat. Untuk tujuan ini dapat

juga diberikan pengobatan inhalasi.

Oksigen perlu diberikan walaupun anak belum dalam keadaan

sianosis.

Cairan intravena dengan elektrolit yang diperlukan diberikan untuk

mengoreksi asidosis respiratorik dan metabolik yang mungkin

timbul dan juga untuk mengoreksi kemungkinan dehidrasi

i. Komplikasi

1. Dehidrasi

2. Infeksi sekunder oleh bakteri

3. Pneumothorak

4. Emfisema paru

5. Gagal napas

6. Otitis media akut

7. Pneumonia bakterial

8. Gagal jantung jarang dijumpai.

j. Prognosis

Tergantung berat-ringannya penyakit, cepatnya pengananan dan

peny. penyerta (peny. jantung)

Masa kritis 48-72 jam sesudah dispneu dimulai

Angka,kematian < 1%

Anak biasanya meninggal karena jatuh dalam keadaan apnu yang

lama, asidosis respiratorik yang tidak terkoreksi atau karena

dehidrasi yang disebabkan oleh takipnea dan kurang makan-

minum.

Perbedaan bronchitis akut dengan bronkhiolitis akut

Bronchitis akut Bronchiolitis akut

Page 28: Resume Scene 2 D

Pada anak (penderita

morbili, pertusis) dan

orang tua (dengan

penyakit paru

menahun, asma)

Lebih sering menyerang

anak (usia 2 bulan-

2tahun), juga bias

menyerang orang dewasa

(namun gejala kliniknya

tidak tampak)

Radang/infeksi pada

bronkus

Radang/infeksi pada

bronkiolus

Page 29: Resume Scene 2 D

Perbedaan Asma dengan BronchiolotisDIAGNOSIS Tanda

Asma - Riwayat mengi berulang, beberapa

diantaranya tidak berkaitan dengan

serangan batuk dan pilek

- Hiperinflasi dada

- Ekspirasi memanjang

-  Pengurangan pemasukan udara

(jika berat terjadi obstruksi udara)

- Respon baik terhadap

bronkhodilator

Bronkhiolitis -  episode pertama mengi pada anak

umur < 2 tahun

-  Hiperinflasi dada

-  Ekspirasi memanjang

- Pengurangan pemasukan udara

(jika berat terjadi obstruksi udara)

- Kurang / tidak respon terhadap

bronkhodilator

3. Bronkiektasis

a. Definisi :

Suatu penyakit yang ditandai dengan adanya dilatasi (ektasis) dan

distorsi bronkus lokal yang bersifat patologis, yang terkena umumnya

bronkus kecil

b. Etiologi :

Kongenital : terjadi sejak individu dalam kandungan , bronkhiektasis

mengenai hampir seluruh cabang bronkus pada satu atau kedua paru

Didapat :

Page 30: Resume Scene 2 D

- Infeksi : sering terjadi setelah anak menderita pneumonia yang sering

kambuh dan berlangsung lama,

- Obstruksi bronkus : obstruksi bronkus yang dimaksud dapat

disebabkan oleh :korpus alienum, karsinoma bronkus, atau tekanan

dari luar lainnya terhadap bronkus. Namun adanya infeksi ataupun

obstruksi tidak secara otomatis menyebabkan bronkhiektasis, faktor

intrinsik juga ikut berperan

c. Gejala

- Batuk kronik disertai produksi sputum

- Hemoptisis

- Pneumonia berulang

- Dispnea

- Demam berulang

d. Pemeriksaan

a. Darah : sering ditemukan anemia dan leukositosis

b. Urine : umumnya normal, kecuali bila sudah ada komplikasi

amiloidosis akan ditemukan proteinuria

c. Sputum : untuk menentukan kuman yang terdapat dalam sputum

d. Radiologis : kadang menunjukkan gambaran yang normal, ataupun

menunjukkan kista-kista kecil dengan fluid level mirip seperti

gambaran sarang tawon pada daerah yang terkena

e. Diagnosis

- Anamnesis

- Pemeriksaan fisik

- Pemeriksaan penunjang, dapat ditegakkan bila telah ditemukan

adanya dilatasi dan nekrosis dinding bronkus dengan pemeriksaan

bronkografi

f. Diagnosis banding

- Bronkhitis kronik

- Tuberkulosis paru

- Abses paru

Page 31: Resume Scene 2 D

- Penyakit paru penyebab hemoptisis, misalnya: karsinoma paru,

adenoma paru

- Fistula bronkopleural dengan emplema

g. Prognosis

- Tergantung pada berat ringannya serta luasnya penyakit waktu

pasien berobat pertama kali

- Pemilihan obat secara tepat dapat memperbaiki prognosis penyakit.

4. Bronkopneumonia

Bronkopneumoniae merupakan salah satu jenis pneumonia yang

mempunyai pola penyebaran bercak, teratur dalam satu atau lebih area

terlokalisasi di dalam bronchi dan meluas ke parenkim paru yang

berdekatan di sekitarnya (Smelzer & Suzanne C, 2002:57).

a. Etiologi

1. Bakteri : Streptococcus, Staphylococcus, H. Influenza,

Klebsiella

2. Virus : Legionella pneumonia

3. Jamur : Aspergillus spesies, Candida albicans

4. Aspirasi makana, sekresi orofaringeal

b. Patofisiologi

Bronkopneumonia selalu didahului oleh infeksi saluran nafas

bagian atas. Dari saluran pernafasan bagian atas, bakteri bisa

menjalar ke saluran nafas bagian bawah dan juga bisa masuk ke

pembuluh darah.

Infeksi saluran nafas bagian bawah menyebabkan dilatasi

pembuluh darah alveoli, peningkatan suhu, dan edema antara kapiler

dan alveoli.

Ekspansi kuman melalui pembuluh darah bisa sampai ke

pencernaan dan menginfeksi sehingga terjadi peningkatan flora

normal di usus. Hal itu menyebabkan peningkatan gerakan peristaltik

Page 32: Resume Scene 2 D

sehingga terjadi diare. Diare ini akan menyebabkan keseimbangan

cairan tubuh akan terganggu.

c. Gejala

Demam

Batuk berdahak

Sesak nafas

Nyeri dada

Sakit kepala

Nyeri otot

Fatigue (kelelahan)

Delirium (kebingungan)

d. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan darah

Pada penderita bronkopneumoni pada pemeriksaan darah akan

ditemukan leukositosis.

Pemeriksaan sputum

Berguna untuk pemeriksaan mikroskopis dan kultur serta tes

sensifitas untuk mendeteksi agen infeksi.

Analisa gas garah

Untuk mengevaluasi status oksigenasi dan status asam basa.

Kultur darah untuk mendeteksi bakterimia,

Sampel darah, sputum, dan urine untuk tes imunologi untuk

mendeteksi antigen mikroba.

e. Pemeriksaan Radiologi

Rontgen Thorax

Jika pada foto toraks terdapat konsolidasi lobar maka terjadi

infeksi oleh pneumokokus atau klebsiella. Jika terdapat

gambaran infiltrate multiple makan terjadi infeksi oleh

sstafilokokus dan haemofilus.

Laringoskopi atau Bronkoskopi

Page 33: Resume Scene 2 D

Untuk menentukan apakan jalan nafas tersumbat oleh benda

padat atau tidak.

f. Penatalaksanaan

Oksigen 1-2 liter / menit

Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan

salin normal dan beta agonis untuk transpor muskusilier.

Koreksi gangguan keseimbangan asam basa elektrolit.

g. Komplikasi

Atelektasis

Empyema

Abses paru

Endokarditis

Meningitis

5. Pneumonia

a. Definisi

Pneumonia adalah penyakit infeksi saluran nafas bagian bawah akut

yang mengenai parenkim paru dan distal dari bronkiolus terminalis

(bronkiolus respiratori dan alveolus) yang menimbulkan konsolidasi

jaringan paru dan gangguan gas setempat.

Terutama menyerang bayi dan anak kecil. Kejadian tertinggi

ditemukan pada usia kurang dari 4 tahun dan berkurang dengan

meningkatnya umur.

b. Etiologi

Cara terjadinya penularan berkaitan pula dengan jenis kuman,

misalnya infeksi melalui droplet sering disebabkan oleh Streotococcus

Pneumoniae, sedangkan infeksi pada pemakaian ventilator oleh P.

aeruginosa dan Enterobacter. Pada masa kini terjadi perubahan pola

mikroorganisme penyebab ISNBA akibat adanya perubahan keadaan

pasien seperti gangguan kekebalan, penyakit kronik, polusi

lingkungan, dan penggunaan antibiotik yang tidak tepat.

Page 34: Resume Scene 2 D

JENIS MIKROORGANISME

Bakteri Pneumokokus, Streptokokus,

Stafilokokus, Hemophilus influenzae,

Pseudomonas aeruginosa

Virus atau

kemungkinan virus

Respiratory syncitial virus,

adenovirus, Sitomegalovirus, Virus

Influenza

Jamur Aspergilus, Koksidiomikosis,

Histoplasma, dll

Aspirasi Cairan amnion, makanan, cairan

lambung, benda asing

USIA BAKTERI PATOGEN

Neonatus Streptococcus group B, Escheria

coli, Klebsiella sp, Enterobactericeae

1-3 bulan Clamydia trachomatis

Usia prasekolah Streptococcus pneumonia,

Hemophilus influenzae type B,

Staphylococcus aureus,

Jarang : Streptococcus group A,

Moraxella catarhallis, Pseudomonas

Aeruginosa

Usia Sekolah Mycoplasma pneumoniae,

Chlamydia pneumoniae

Ada tahapan-tahapan dalam infeksi pneumonia:

1. Kongesti (4 sampai 12 jam pertama)

Eksudat serosa masuk ke dalam alveoli melalui pembuluh darah yang

berdilatasi dan bocor.

2. Hepatisasi merah (48 jam berikutnya)

Paru tampak merah dan bergranula karena sel-sel darah merah, fibrin,

dan leukosit PMN mengisi alveoli.

Page 35: Resume Scene 2 D

3. Hepatisasi kelabu (3 sampai 8 hari berikutnya)

Paru tampak kelabu karena leukosit dan fibrin mengalami konsolidasi

di dalam alveoli yang terserang.

c. Patofisiologi

Ketika manusia sakit, daya tahan tubuh menurun, sehingga terjadi

pertumbuhan mikroorganisme yang dapat menimbulkan penyakit.

Mekanisme mikroorganisme mencapai saluran pernapasan antara lain:

1. Inokulasi langsung

2. Penyebaran melalui pembuluh darah

3. Inhalasi

4. Kolonisasi di permukaan mukosa

Cara menginfeksinya:

Mikroorganisme dan sekret bronkus masuk ke dalam alveoli yang

nantinya menimbulkan radang (oedem). Lalu datanglah sel PMN dan

diapedesis sel eritrosit menginfiltrasi sekret tersebut sebagai

permulaan fagositosis sebelum terbentuk antibody. Kemudian sel

PMN dengan bantuan leukosit mengelilingi lalu memfagosit bakteri.

Ketika itu, ada 4 zona :

- Zona luar: alveolus terisi cairan oedem dan mikroorganisme

- Zona permulaan konsolidasi: ketika terjadi infiltrasi PMN dan

eksudasi eritrosit

- Zona konsolidasi: ketika terjadi fagositosis, dan jumlah PMN

sangat banyak

- Zona resolusi: tempat terjadi resolusi dengan banyak

mikroorganisme mati, leukosit, makrofag alveolar

Page 36: Resume Scene 2 D

Beberapa orang yang rentan (mudah terkena) pneumonia adalah:

- Peminum alkohol

- Perokok

- Penderita diabetes

- Penderita gagal jantung

- Penderita penyakit paru obstruktif menahun

Page 37: Resume Scene 2 D

- Gangguan sistem kekebalan karena obat tertentu (penderita kanker,

penerima organ cangkokan)

- Gangguan sistem kekebalan karena penyakit (penderita AIDS).

- Pneumonia juga bisa terjadi setelah pembedahan (terutama

pembedahan perut) atau cedera (terutama cedera dada), sebagai akibat

dari dangkalnya pernafasan, gangguan terhadap kemampuan batuk

dan lendir yang tertahan.

Yang sering menjadi penyebabnya adalah Staphylococcus aureus,

pneumokokus, Hemophilus influenzae atau kombinasi ketiganya.

d. Gejala

Gejala-gejala yang biasa ditemukan adalah:

Batuk berdahak (dahaknya seperti lendir, kehijauan atau seperti

nanah)

Nyeri dada (bisa tajam atau tumpul dan bertambah hebat jika

penderita menarik nafas dalam atau terbatuk)

Menggigil

Demam

Mudah merasa lelah

Sesak nafas

e. Diagnosis

o Anamnesis

Diajukan untuk mengetahaui kemungkinan kuman penyebab yang

berhubungan dengan faktor infeksi

o Pemeriksaan fisik

Memperhatikan gejala klinis yang mengarah pada tipe kuman

penyebab/patogenesis kuman dan tingkat berat penyakit

o X-foto torax: infiltrat tersebar sampai bercak konsolidasi merata

o Laboratorium: leukositosis 15.000-40.000/mm, predominan PMN,

hitung jenis bergeser ke kiri, LED meningkat. Jika leukositosis

50.000-100.000/mm atau kurang dari 5000/mmprognosis buruk

o Pemeriksaan mikrobiologi atau serologi: untuk diagnosa etiologi

Page 38: Resume Scene 2 D

f. Diagnosa Banding

o Bronkiolitis

o Gagal jantung

o Aspirasi benda asing

o Ateletaksis

o Abses paru

o Tuberkulosis

g. Penatalaksanaan

o Antibiotika awal (24-72 jam pertama)

o Umur 1-2bln: ampicilin + aminoglikosida (gentamicin)

respons baik dilanjutkan 10-14 hari

o Umur >2bln: penicilin/ampicilin + kloramfenikoljika respons

baik dilanjutkan sd. 3 hari (biasanya cukup 5-7 hari)

o Antibiotika selanjutnya

o ditentukan atas dasar pemantauan ketat terhadap respons klinis

dalam 24-72 jam pengobatan awal

o Antibiotik pengganti

o tergantung pada kuman penyebab (gol. Sefalosporin)

o Simptomatik & Suportif

o Oksigen

o Cairan, kalori dan nutrisi yang memadai

o Fisioterapi

o Koreksi elektrolit-metabolik

o Pemberian terapi inhalasi dengan nebulizer bukan merupakan tat

laksana rutin yang harus diberikan. Inhalasi dengan B2 agonis

dapat dilakukan bila terdapat lendir yang berlebihan.

o Evaluasi hasil pengobatan

o Perbaikan klinis+radiologis

Page 39: Resume Scene 2 D

o Bila kelainan radiologis tidak membaik selam 4-6minggu perlu

dipikirkan adanya TB, CA dll.

h. Pengobatan

Pengobatan terdiri atas antibiotic dan pengobatan suportif. Pemberian

antibiotic pada penderita pneumonia sebaiknya berdasarkan data

mikroorganisme dan hasil uji kepekaan, akan tetapi akan tetapi karena

beberapa alasan, yaitu :

o Pneumonia yang berat dapat mengancam jiwa.

o Kuman pathogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai

penyebab pneumonia.

o Hasil pembiakan kuman memerlukan waktu maka pada penderita

pneumonia dapat diberikan terapi secara empiris.

i. Komplikasi

Efusi pleura dan empiema: terjadi sekitar 45% kasus

Komplikasi sistemik: meningitis, endokarditis, perikarditis, dapat

terjadi bersamaan dengan abses paru, sepsis.

C. Penyakit Tropik

1. Avian Influenza

Avian influenza merupakan infeksi yang disebabkan oleh virus

influenza A subtipe H5N1 (H=hemaglutinin; N=neuraminidase) yang pada

umumnya menyerang unggas (burung dan ayam).

Penyakit ini menular dari unggas ke unggas tetapi dapat juga

menular ke manusia (zoonosis).Sebagian besar kasus infeksi pada manusia

berhubungan dengan adanya riwayat kontak dengan peternakan unggas

atau benda yang terkontaminasi. Sumber virus diduga berasal dari migrasi

burung dan transportasi unggas yang terinfeksi.

Kejadian avian influenza menyebar di seluruh dunia. World Health

Organization (WHO) malaporkan negara-negara yang terjangkit avian

influenza adalah : Hongkong, Cina, Belanda, Vietnam, dan Thailand. Di

Hongkong avian influenza menyerang ayam dan manusia (tahun 1997).

Page 40: Resume Scene 2 D

Jumlah penderita sebanyak 18 orang dengan 6 kematian. Kejadian ini

merupakan pertama kali dilaporkan adanya penularan langsung dari

unggas ke manusia.

Etiologi

Avian influenza merupakan infeksi akibat virus influenza tipe

A.Virus influenza tipe A merupakan golongan orthomyxoviridae.Virus

influenza terdiri dari tiga tipe, yaitu: A,B dan C. Virus influenza tipe B dan

C dapat menyebabkan gejala penyakit yang ringan pada manusia dan

biasanya tidak fatal.

Virus influenza pada unggas dapat bertahan hidup di air sampai 4

hari pada suhu 22o C dan lebih dari 30 hari pada suhu 00 C. Didalam tinja

unggas dan dalam tubuh unggas yang sakit virus influenza dapat hidup

lebih lama, tetapi mati pada pemanasan 600 selama 30 menit, 56oC selama

3 jam dan pemanasan 80oC selama 1 menit. Virus akan mati dengan

deterjen, desinfektan misalnya: formalin cairan yang mengandung iodine

atau alkohol 70% .

Gejala Klinis

Masa inkubasi avian influenza sangat pendek, yaitu: 3 hari, dengan

rentang 2-4 hari.7,8 Virus avian influenza dapat menyerang berbagai organ

pada manusia, yaitu: paru-paru, mata, saluran pencernaan, dan sistem

syaraf pusat. Manifestasi klinis avian influenza pada manusia terdiri dari:

• Gejala penyakit seperti influenza tipikal, yaitu: demam, batuk, sakit

tenggorokan dan nyeri otot, sakit kepala, malaise

• Infeksi mata (konjungtivitis)

• Pneumonia

• Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)

• Gangguan pada saluran cerna, yaitu: diare

• Kejang dan komaManifestasi klinis saluran napas bagian bawah biasanya timbul

pada awal penyakit. Dispnu timbul pada ari ke-5 setelah awal penyakit.

Disstres pernapasan dan takipnu sering dijumpai. Produksi sputum

Page 41: Resume Scene 2 D

bervariasi dan kadang-kadang disertai darah. Hamper pada semua pasien

menunjukkan gejala klinis pneumonia.

Laboratorium

Kelainan laboratorium yang sering dijumpai adalah: leukopeni,

limfopeni, trombositopeni dan peningkatan kadar aminotransferase. Di

Thailand peningkatan resiko kematian berhubungan dengan penurunan

jumlah leukosit, limfosit dan trombosit.

Radiologi

Kelainan radiologi pada avian influenza berlangsung sangat

progresif dan terdiri dari infiltrat yang difus dan multifokal, infiltrat pada

interstisial dan konsolidasi pada segmen atau lobus paru dengan air

bronchogram. Kelainan radiologis biasanya dijumpai 7 hari setelah

demam. Efusi pleura jarang dijumpai, data mikrobiologi yang terbatas

menyatakan bahwa efusi pleura terjadi apabila terdapat infeksi skunder

bakteri ketika di rawat di RS.

Diagnosis

Diagnosis pasti avian influenza dapat dilakukan dengan biakan

virus avian influenza. Pemeriksaan definitif lainnya adalah dengan

pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR). Pemeriksaan lain adalah

imunofluoresen menggunakan H5N1 antibodi monoklonal, serta uji

serologi menggunakan ELISA atau IFAT untuk mendeteksi antibodi

spesifik. Tetapi berbagai pemeriksaan tersebut belum dapat dilakukan

secara luas di Indonesia dan hanya dapat dilakukan di laboratorium

Balitbang Depkes dan laboratorium NAMRU, serta masih memerlukan

konfirmasi laboratorium WHO di Hongkong.

Panduan klasifikasi avian influenza menurut Departemen

Kesehatan RI mengacu pada WHO adalah:

1. Kasus observasi, yaitu: pasien dengan demam > 38oC DAN salah satu

gejala berikut: batuk, radang tenggorokan, sesak nafas yang

pemeriksaan laboratoriumnya masih berlangsung.

2. Kasus tersangka, yaitu: kasus observasi DAN salah satu di bawah ini:

Page 42: Resume Scene 2 D

Hasil tes laboratorium positif untuk virus influenza A tanpa

mengetahui subtipenya

Kontak satu minggu sebelum timbul gejala dengan pasien flu

burung yang confirmed

Kontak 1 minggu sebelum timbul gejala dengan unggas yang mati

karena sakit

Bekerja di laboratorium 1 minggu sebelum timbul gejala yang

memproses sampel dari orang atau binatang yang disangka

terinfeksi Highly Pathogenic Avian Influenza.

3. Kasus kemungkinan (probable case) adalah kasus tersangka DAN hasil

laboratorium tertentu positif untuk virus influenza A (H5) seperti tes

antibodi spesifik pada 1 spesimen serum.

4. Kasus terbukti (confirmed case) adalah kasus tersangka yang

menunjukkan salah satu positif dari berikut ini:

Hasil biakan virus positif Influenza A (H5N1) ATAU

Hasil dengan pemeriksaan PCR positif untuk influenza H5 ATAU

Peningkatan titer antibodi spesifik H5 sebesar >4x

Hasil dengan IFA positif untuk antigen H5

Penatalaksanaan Tiga prinsip penatalaksanaan pasien dengan avian influenza adalah:

1. Implementasi dini dalam mengontrol infeksi untuk meminimalisasi

penyebaran nosokomial.

2. Penatalaksanaan secara tepat untuk mencegah semakin beratnya

penyakit dan mencegah kematian.

3. Identifikasi dini dan pemantauan terhadap resiko infeksi untuk

mempermudah intervensi dini dengan terapi antiviral untuk

mengurangi morbiditas dan mortalitas serta membatasi penyebaran

penyakit.

Page 43: Resume Scene 2 D

Medikamentosa yang digunakan sebagai terapi avian influenza

adalah obat yang selama ini bermanfaat dan telah dibuktikan berhasil

mengatasi virus influenza lainnya dan diekstrapolasikan untuk avian

influenza. Obat-obatan anti viral tersebut adalah: oseltamivir, zanamivir,

amantadin dan rimantadin. Tetapi dilaporkan bahwa resistensi cepat terjadi

pada obat tersebut, kecuali terhadap obat penghambat neuroamidase, yaitu:

oseltamivir dan zanamivir.

Saat ini antiviral yang direkomendasikan penggunaannya pada

avian influenza adalah oseltamivir. Oseltamivir harus diberikan 48 jam

setelah awitan gejala. Menurut American Academy of Pediatrics,

oseltamivir dapat diberikan pada anak dengan usia 1 tahun ke atas dan

tidak direkomendasikan untuk anak yang berumur kurang dari 1 tahun.

Dosis untuk terapi oseltamivir adalah: 2mg/kgBB/kali, diberikan dua kali

sehari selama 5 hari. Sedangkan untuk profilaksis diberikan pada anak

dengan usia 12 tahun ke atas, diberikan sekali sehari selama 7 hari.

Alternatif dosis lain yang dapat juga digunakan menurut WHO adalah:

Anak dengan BB ≤ 15 kg : 2x30mg/hari

Anak dengan BB 15-23 kg : 2x45mg/hari

Anak dengan BB 23-40 kg : 2x60mg/hari

Anak dengan BB >40kg : 2x75mg/hari

Oseltamivir tersedia dengan merek dagang Tamiflu. Walaupun oseltamivir

dan zanamivir dinyatakan berkhasiat untuk mengobati avian influenza

tetapi perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk membuktikan

efektifitasnya.

Pada tahun 2005 de Jong MD dkk, melaporkan 2 kasus resistensi

terhadap oseltamivir meskipun resistensi pada oseltamivir jarang terjadi ,

tetapi resistensi telah di deteksi pada 18% anak yang mendapat terapi

oseltamivir. Resistensi pada oseltamivir lebih sering terjadi pada anak di

bandingkan orang dewasa.

Selain pemberian terapi anti viral, pasien dengan infeksi avian

Page 44: Resume Scene 2 D

influenza juga di beri terapi berupa anti biotik.

2. Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS)

a. Definisi

SARS merupakan penyakit infeksi saluran nafas yang disebabkan oleh

virus Corona dengan sekumpulan gejala klinis yang berat.

b. Penularan

Melalui kontak langsung dengan membran mukosa (mata, hidung,

mulut) dengan droplet pasien yang terinfeksi.

Berbagai prosedur aerolisasi di RS (inhibisi, nebulisasi, suction,

dan ventilasi)dapat meningkatkan resiko penularan SARS.

c. Gejala

Demam >38oC

Myalgia

Menggigil dan rasa kaku-kaku di tubuh

Batuk non produktif

Nyeri kepala dan pusing

d. Pemeriksaan Penunjang

Foto thoraks untuk mengetahui ada tidaknya gambaran infiltrat

pneumonia pada pulmo.

Pemeriksaan darah perifer lengkap untuk menilai komposisi sel

darah dan pemeriksaan SGOT/SGPT.

Pemeriksaan spesifik CoV SARS

e. Tatalaksana

Suspek SARS

1. Observasi 2x24 jam keadaan umum, kesadaran, dan tanda

vital.

2. Terapi suportif

3. Antibiotik : Amoksilin / amoksilin + antibeta laktamase oral

ditambah makrolid generasi baru oral (roksitromisin,

klaritromisin, azitromisin).

Probable SARS

Page 45: Resume Scene 2 D

o Ringan / Sedang

1. Terapi suportif

2. Antibiotik

- Golongan betalaktam + anti betalaktamase

(intravena) ditambah makrolid generasi baru (oral)

- Sefalosporin generasi 2 atau 3 (intravena) +

makrolid generasi baru.

- Fluororkuinolon respirasi (intravena) :

Moxifloxacin, Levofloxacin, Gatifloxacin.

o Berat

1. Terapi Suportif

2. Antibiotik

Tidak ada faktor resiko infeksi pseudomonas :

- Sefalosporin generasi ke 3 (intravena) non

pseudomonas + makrolid generasi baru.

- Fluorokuinolon respirasi

Ada faktor resiko infeksi pseudomonas :

- Sefalosporin anti pseudomonas (seftazidim,

sefoperazon, sefipim) / karbapenem (intravena) +

Fluorokuinolon anti pseudomonas (siprofloksasin)

ditambah makrolid generasi baru.

3. Kortikosteroid

- Hidrokortison (intravena) 4mg/kgBB tiap 8 jam

- Metilprednisolon (intravena) 240-320mg/hari

4. Ribavirin 1,2 gram oral tiap 8 jam/8mg/kgBB intravena

tiap 8 jam.

3. ARDS

ARDS adalah suatu sindrom gagal napas akut akibat kerusakan sawar

membran kapiler alveoli sehingga menyebabkan edema paru akibat

peningkatan permeabilitas. Hal ini dapat timbul sebagai komplikasi pada

berbagai penyakit interna dan bedah. Harus dibedakan antara ARDS

Page 46: Resume Scene 2 D

dengan acute lung injury (ALI) yaitu suatu bentuk ARDS yang lebih

ringan.

a. Patogenesis

Edema paru biasanya disebabkan peningkatan tekanan pembuluh

kapiler paru (misalnya pada gagal jantung kiri), tapi edema paru pada

ARDS timbul akibat peningkatan permeabilitas kapiler alveolar.

Pada keadaan normal terdapat keseimbangan antara tekanan onkotik

(osmotik) dan hidrostatik antara kapiler paru dan alveoli. Tekanan

hidrostatik yang pada gagal jantung menyebabkan edema paru.

Sedangkan pada gagal ginjal terjadi retensi cairan yang menyebabkan

volume overload dan diikuti edema paru. Hipoalbuminemia pada

sindrom nefrotik atau malnutrisi menyebabkan tekanan onkotik

sehingga terjadi edema paru.

Pada tahap awal terjadinya edema paru terdapat peningkatan

kandungan cairan di jaringan interstisial antara kapiler dan alveoli.

Pada ARDS dipikirkan bahwa kaskade inflamasi timbul beberapa jam

kemudian yang berasal dari suatu fokus kerusakan jaringan tubuh.

Neutrofil yang teraktivasi akan beragregasi dan melekat pada sel

endotel yang kemudian menyebabkan pelepasan berbagai toksin,

radikal bebas, dan mediator inflamasi seperti asam arakidonat, kinin,

dan histamin. Proses kompleks ini dapat diinisiasi oleh berbagai

macam keadaan atau penyakit dan hasilnya adalah kerusakan endotel

yang berakibat peningkatan permeabilitas kapiler alveolar. Alveoli

menjadi terisi penuh dengan eksudat yang kaya protein dan banyak

mengandung neutrofil dan sel inflamasi sehingga terbentuk membran

hialin.

Karakteristik edema paru pada ARDS/ALI adalah tidak adanya

peningkatan tekanan pulmonal (hipertensi pulmonal). Hal ini dapat

dibuktikan dengan pemeriksaan Swan-Ganz cathether. Tekanan baji

paru menggambarkan tekanan atrium kiri dan pada ARDS < 18

mmHg.

Page 47: Resume Scene 2 D

b. Etiologi

          ARDS terjadi jika paru-paru terkena cedera baik secara

langsung maupun tidak langsung. Berdasarkan mekanisme

patogenesisnya maka penyakit dasar yang menyebabkan sindrom ini

dapat dibagi menjadi 2 kelompok :

1.    Penyakit yang langsung mengenai paru-paru

- Aspirasi asam lambung

- Tenggelam

- Kontusio paru

- Infeksi paru yang difus

- Inhalasi  gas toksik

- Keracunan oksigen

2.    Penyakit yang tidak langsung mengenai paru-paru

- Sepsis

- Pankreatitis akut

- Trauma multipel

- Penyalahgunaan obat

- Renjatan hipovolemik

- Transfusi berlebihan

- Pasca transplantasi paru

- Pasca operasi pintas jantung-paru

c. Terapi ARDS

Terapi umum

- Istirahat

- Mutlak rawat inap untuk :

o Mengobati penyakit dasarnya

o Dipasang ventilator/intubasi dengan kecepatan pernapasan

15-25x/menit, kadar oksigen 100% lalu berangsur-angsur

diturunkan

Page 48: Resume Scene 2 D

o Continous positive airway pressure (CPAP) dapat mencegah

atelektaksis alveolar, mengurangi disfungsi ventilasi/perfusi

dan membantu kerja pernapasan

o Pemberian PEEP (positive End Expiratory Pressure) bila

kadar oksigen rendah, mulai dari tekanan 5 cm H2O

o Fisioterapi dan perubahan ke posisi telungkup

o Pemberian nitrat oksida (vasodilator pulmonal) dengan dosis

20 ppm