resume kuliah geografi perkotaan 1
TRANSCRIPT
Resume Kuliah Geografi Perkotaan (Hari 1)
Oleh: Bela Shinta Dewi ((0806453831)
Sebelum mengkaji masalah urban yang menjadi objek material dalam perkuliahan
geografi perkotaan, dijelaskan terlebih dahulu tentang pentingnya evaluasi diri terutama
evaluasi sebagai seorang mahasiswa. Kami diajak untuk mengenal diri kami sendiri dengan cara
berpikir serta ditekankan untuk mau mencoba menggali diri sendiri sebagai mahasiswa. ‘Kita
tidak akan mengenal diri kita kalau kita tidak mau mencoba menggali diri kita sendiri’,
demikianlah dosen mengawali perkuliahan. Dalam hal ini mengumpulkan pengetahuan lewat
membaca, diskusi dan bertanya akan menjadi bekal dasar seseorang dalam menggali dan
mengasah kemampuan berpikir bahkan akan menjadi alat untuk bekerja nanti.
Dalam kehidupan akademis, seorang akademisi ketika memandang suatu masalah akan
berangkat dari sudut pandang tertentu sesuai dengan filsafat dari disiplin ilmu yang ingin
digunakannya. Dari cara memandang seseorang terhadap suatu masalah sesuai filsafat ilmunya,
akan muncul cara berpikir unik yang akan mendasari seseorang ketika melakukan analisis. Pada
tahapan melakukan analisis ini terbukalah jalan pengkajian masalah dengan pendekatan
multidisiplin dimana seorang akademisi akan memanggil berbagai disiplin ilmu lain untuk
memperkaya analisis terhadap masalah yang dikajinya. Analisis yang baik akan
mempertimbangkan banyak hal sehingga membuahkan suatu sistem perencanaan yang baik
pula dalam memecahkan masalah yang selanjutnya akan diwujudkan akademisi ketika
bertindak. Begitu pun dalam mengkaji masalah perkotaan perlu ditanamkan dari sudut pandang
apa yang digunakan dalam mengkajinya (dalam hal ini sudut pandang geografi).
Sebelumnya perlu diperhatikan bahwa perkotaan berbeda dengan kota, hal ini (menurut
hemat saya pribadi) untuk menunjukkan bahwa sebaiknya kita memakai istilah ‘geografi
perkotaan’ bukan ‘geografi kota’. Perkotaan (urban) secara geografi lebih dari sekadar kota
(berdasarkan diskusi kuliah), perkotaan dapat merupakan sistem antar kota atau sistem yang
ada di dalam kota itu sendiri dan merupakan suatu kata sifat serta hal-hal yang mencakup lika-
liku sosial-budaya di dalamnya. Dalam diskusi kuliah, disepakati bahwa perkotaan merupakan
region fungsional sedangkan kota merupakan region formal. Perbedaan antara region
fungsional dan formal adalah batasan wilayahnya, region fungsional terbentuk karena adanya
kesamaan sistem fungsi sehingga batasnya adalah sejauh pengaruh fungsi tersebut tanpa
bergantung pada administratif (sehingga dapat melewati batasan administrasi), sedangkan
region formal merupakan wilayah yang mutlak dibatasi oleh administratif, bersifat formal dan
kaku. Menurut hemat saya, jika kita berbicara tentang kota maka kita akan berbicara tentang
struktur dan rangkaian bangunan di dalamnya serta bentukan fisik yang ada seperti bagaimana
membangun kota yang baik. Sementara itu, jika berbicara tentang perkotaan maka tidak hanya
akan berbicara bentukan atau struktur bangunan fisik yang baik tetapi berbicara tentang gaya
hidup masyarakat yang tercipta di perkotaan, gagasan, masalah-masalah sosial, kependudukan,
bahkan mungkin kriminalitas dan daerah kumuh yang sifatnya kompleks karena menyangkut
manusia sebagai pencipta budaya. Yang jelas kota dan perkotaan adalah sesuatu yang saling
berhubungan. Namun untuk mendefinisikan sendiri apa itu kota atau perkotaan maka perlu
dilihat dari segi tujuan akhirnya, bahwa akan kemana permasalahan tentang kota-perkotaan ini
dibawa, seperti ke ranah disiplin ekonomi, antropologi, arsitektur, pembangunan, atau
sosiologi, semua ini didasari sesuai keperluan.
Lalu apakah yang membuat kota unik dan berbeda dengan desa misalnya? Hal ini dapat
kami ketahui setelah meninjau beberapa hal yakni di antaranya: profesi, kepadatan penduduk,
dan gaya hidup. Dari segi pekerjaan dapat terlihat ada profesi yang tidak di temukan di desa,
seperti ‘pak ogah’, tukang jaga wc, pengamen, tukang parkir, pembantu dan pemulung.
Persamaan dari profesi ini adalah profesi ini dapat dimasuki oleh siapa saja karena tidak
mengenal keahlian khusus dan tidak memerlukan modal. Profesi seperti ini, yang disebut
dengan easy eantry job adalah pekerjaan yang banyak ditemukan di kota-kota besar yang
mengindikasikan adanya daerah kumuh di dalam kota. Dari segi kepadatan penduduk, jelas
bahwa di kota kepadatan penduduknya tinggi dan berimplikasi pada harga tanah yang tinggi.
Jarang tanah yang benar-benar kosong di kota. Adapun tipe lifestyle atau gaya hidup yang ada
di perkotaan adalah gaya hidup yang cenderung high technology, konsumtif dan serba instan.
Adapun bentuk perkotaan atau urban dibagi ke dalam 3 bentuk: underbounded,
truebounded, dan overbounded. Pada bentuk underbounded dicontohkan dengan salah satu
kota di Pulau Jawa yakni Sukabumi, dimana wilayah yang diidentifikasi perkotaan (secara
geografi) adalah hanya wilayah yang terpengaruh oleh keberadaan jalan besar yang melewati
kota tersebut, sementara luas kota Sukabumi sebenarnya jauh lebih luas dari wilayah urban
tadi. Kota bentuk truebounded adalah kota yang sifat perkotaannya ‘pas’ dengan batas
administrasinya. Artinya batasan wilayah dengan pengaruh perkotaan menempati sesuai batas
administrasi yang ada, tidak melewati dan tidak kurang dari batas administrasi. Selanjutnya,
kota overbounded adalah kota yang pengaruh perkotaannya telah meluas sehingga menabrak
batas administrasi yang sebenarnya. Hal ini terjadi pada Kota jakarta dimana secara sosial
masyarakat di pinggiran Jakarta seperti Depok, Tangerang, dan Bekasi merasa bahwa mereka
secara tidak langsung adalah bagian dari Jakarta sehingga sifat-sifat perkotaan seperti gaya
hidup dan profesi mencerminkan masyarakat kota.
Dalam mengkaji perkotaan dari sudut pandang geografi, terdapat beberapa faktor-
faktor yang akan mempengaruhi si kota-perkotaan itu sendiri seperti kehidupan sosial-budaya,
ekonomi, demografi, keputusan politik, bangunan, infrastruktur, penggunaan tanah, investasi
hingga kestabalan dan keamanan. Faktor ini perlu diperhatikan ketika mengangkat masalah
perkotaan dari sudut pandang geografi dengan tidak melepaskan konsep spasial dan keruangan
yang menyeluruh dan integratif.