pengembangan perkotaan

13
Pengembangan Perkotaan Management Knowledge Perkotaan Teori-teori Perkembangan Kota,  November 9, 2011  by Pengembangan Perkotaan A. TEORI KONSENTRIS (TH E CONS ENTRI C TH EORY ) Teori ini dikemukakan oleh E.W. Burgess (Yunus, 1999), atas dasar study kasusnya mengenai morfologi kota Chicago, menurutnya sesuat kota yang besar mempunyai kecenderungan berkembang ke arah luar di semua bagian-bagiannya. Masing-masing zona tumbuh sedikit demi sedikit ke arah luar. Oleh karena semua bagian-bagiannya  berkembang ke segala a rah, maka pola keruangan yang dihasilkan akan berbentuk seperti lingkaran yang berlapis-lapis, dengan daerah pusat kegiatan sebagai intinya. Secara berurutan, tata ruang kota yang ada pada suatu kota yang mengikuti suatu pola konsentris ini adalah sebagai berikut: a. Daerah Pusat atau Kawasan Pusat Bisnis (KPB). Daerah pusat kegiatan ini sering disebut sebagai pusat kota. Dalam daerah ini terdapat  bangunan-bangunan utama untuk melakukan kegiatan baik sosial, ekonomi, poitik dan  budaya. Contohny a : Daerah pertokoan, perkantoran, gedung kesenian, bank dan lainnya. b. Daerah Peralihan. Daerah ini kebanyakan di huni oleh golongan penduduk kurang mampu dalam kehidupan sosial-ekonominya. Penduduk ini sebagian besar terdiri dari pendatang-pendatang yang tidak stabil (musiman), terutama ditinjau dari tempat tinggalnya. Di beberapa tempat pada daerah ini terdapat kegiatan industri ringan, sebagai perluasan dari KPB. c. Daerah Pabrik dan Perumahan Pekerja.  Daerah ini di huni oleh pekerja-pekerja pabrik yang ada di daerah ini. Kondisi  perumahannya sedikit lebih buruk daripada daerah peralihan, hal ini disebabkan karena kebanyakan pekerja-pekerja yang tinggal di sini adalah dari golongan pekerja kelas rendah. d. Daerah Perumahan yang Lebih Baik Kondisinya. Daerah ini dihuni oleh pe nduduk yang lebih stabil keadaannya dibanding dengan penduduk yang menghuni daerah yang disebut sebelumnya, baik ditinjau dari pemukimannya maupun dari perekonomiannya.

Upload: nandaslessy

Post on 02-Jun-2018

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pengembangan Perkotaan

8/10/2019 Pengembangan Perkotaan

http://slidepdf.com/reader/full/pengembangan-perkotaan 1/13

Pengembangan Perkotaan 

Management Knowledge Perkotaan

Teori-teori Perkembangan Kota,  November 9, 2011  by Pengembangan

Perkotaan 

A. TEORI KONSENTRIS (THE CONSENTRIC THEORY ) 

Teori ini dikemukakan oleh E.W. Burgess (Yunus, 1999), atas dasar study kasusnyamengenai morfologi kota Chicago, menurutnya sesuat kota yang besar mempunyai

kecenderungan berkembang ke arah luar di semua bagian-bagiannya. Masing-masing zona

tumbuh sedikit demi sedikit ke arah luar. Oleh karena semua bagian-bagiannya

 berkembang ke segala arah, maka pola keruangan yang dihasilkan akan berbentuk seperti

lingkaran yang berlapis-lapis, dengan daerah pusat kegiatan sebagai intinya.

Secara berurutan, tata ruang kota yang ada pada suatu kota yang mengikuti suatu pola

konsentris ini adalah sebagai berikut:

a. Daerah Pusat atau Kawasan Pusat Bisnis (KPB).

Daerah pusat kegiatan ini sering disebut sebagai pusat kota. Dalam daerah ini terdapat

 bangunan-bangunan utama untuk melakukan kegiatan baik sosial, ekonomi, poitik dan

 budaya. Contohnya : Daerah pertokoan, perkantoran, gedung kesenian, bank dan lainnya.

b. Daerah Peralihan. 

Daerah ini kebanyakan di huni oleh golongan penduduk kurang mampu dalam kehidupan

sosial-ekonominya. Penduduk ini sebagian besar terdiri dari pendatang-pendatang yang

tidak stabil (musiman), terutama ditinjau dari tempat tinggalnya. Di beberapa tempat pada

daerah ini terdapat kegiatan industri ringan, sebagai perluasan dari KPB.

c. Daerah Pabrik dan Perumahan Pekerja. 

Daerah ini di huni oleh pekerja-pekerja pabrik yang ada di daerah ini. Kondisi

 perumahannya sedikit lebih buruk daripada daerah peralihan, hal ini disebabkan karena

kebanyakan pekerja-pekerja yang tinggal di sini adalah dari golongan pekerja kelas rendah.

d. Daerah Perumahan yang Lebih Baik Kondisinya. 

Daerah ini dihuni oleh penduduk yang lebih stabil keadaannya dibanding dengan penduduk

yang menghuni daerah yang disebut sebelumnya, baik ditinjau dari pemukimannyamaupun dari perekonomiannya.

Page 2: Pengembangan Perkotaan

8/10/2019 Pengembangan Perkotaan

http://slidepdf.com/reader/full/pengembangan-perkotaan 2/13

e. Daerah Penglaju. 

Daerah ini mempunyai tipe kehidupan yang dipengaruhi oleh pola hidup daerah pedesaan

disekitarnya. Sebagian menunjukkan ciri-ciri kehidupan perkotaan dan sebagian yang lain

menunjukkan ciri-ciri kehidupan pedesaan, Kebanyakan penduduknya mempunyailapangan pekerjaan nonagraris dan merupakan pekerja-pekerja penglaju yang bekerja di

dalam kota, sebagian penduduk yang lain adalah penduduk yang bekerja di bidang

 pertanian.

B. TEORI SEKTOR  

Teori sector ini dikemukakan oleh Homer Hoyt (Yunus, 1991 & 1999), dinyatakan bahwa

 perkembangan-perkembangan baru yang terjadi di dalam suatu kota, berangsur-angsur

menghasilkan kembali karakter yang dipunyai oleh sector-sektor yang sama terlebih

dahulu. Alasan ini terutama didasarkan pada adanya kenyataan bahwa di dalam kota-kota

yang besar terdapat variasi sewa tanah atau sewa rumah yang besar. Belum tentu sesuatutempat yang mempunyai jarak yang sama terhadap KPB akan mempunyai nilai sewa tanah

atau rumah yang sama, atau belum tentu semakin jauh letak atau tempat terhadap KPB

akan mempunyai nilai sewa yang semakin rendah. Kadang-kadang daerah tertentu dan

 bahkan sering terjadi bahwa daerah-daerah tertentu yang letaknya lebih dekat dengan KPB

mempunyai nilai sewa tanah atau rumah yang lebih rendah daripada daerah yang lebih jauh

dari KPB. Keadaan ini sangat banyak dipengaruhi oleh factor transportasi, komunikasi dan

segala aspek-aspek yang lainnya.

1.  Pertumbuhan Vertikal, yaitu daerah ini dihuni oleh struktur keluarga tunggal dan

semakin lama akan didiami oleh struktur keluarga ganda. Hal ini karena ada factor

 pembatas, yaitu : fisik, social, ekonomi dan politik.

2.  Pertumbuhan Memampat, yaitu apabila wilayah suatu kota masih cukup tersedia

ruang-ruang kosong untuk bangunan tempat tinggal dan bangunan lainnya.

3.  Pertumbuhan Mendatar ke Arah Luar (Centrifugal ),  yaitu biasanya terjadi

karena adanya kekurangan ruang bagi tempat tinggal dan kegiatan lainnya.

Pertumbuhannya bersifat datar centrifugal , karena perembetan pertumbuhannya

akan kelihatan nyata pada sepanjang rute transportasi. Pertumbuhan datar

centrifugal ini dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu :

1.   Pertumbuhan Datas Aksial , pertumbuhan kota yang memanjang ini

terutama dipengaruhi oleh adanya jalur transportasi yang menghubungkan

KPB dengan daerah-daerah yang berada diluarnya.2.   Pertumbuhan Datar Tematis, pertumbuhan lateral suatu kota tipe ini tidak

mengikuti arah jalur transportasi yang ada, tetapi lebih banyak

dilatarbelakangi oleh keadaan khusus, sebagai cintih yaitu dengan

didirikannya beberapa pusat pendidikan, sehingga akan menarik penduduk

untuk bertempat tinggal di daerah sekitarnya. Di lingkungan pusat kegiatan

yang beru ii akan timbul suatu suasana perkotaan yang secara administrative

mungkin terpisah dari kota yang ada. Oleh karena jarak antara pusast

kegiatan yang baru dengan daerah perkotaan yang lama biasanya tidak

terlalu jauh, maka pertumbuhan selanjutnya adalah pada pusat yang lama

dengan pusat yang baru akan bergabung menjadi satu.

3. 

 Pertumbuhan Datar Kolesen, perkembangan lateral ketiga ini terjadi karenaadanya gabungan dari perkembangan tipe satu dan dua. Sehubungan dengan

Page 3: Pengembangan Perkotaan

8/10/2019 Pengembangan Perkotaan

http://slidepdf.com/reader/full/pengembangan-perkotaan 3/13

adanya perkembangan yang terus-menerus dan bersifat datar pada kota

(pusat kegiatan), maka mengakibatkan terjadinya penggabungan pusat-pusat

tersebut satu kesatuan kegiatan.

Perumusan Kriteria L iveable Cit ies   Yang Terdiri Dari 8 Variabel Dan 35 KriteriaSebagai Berikut : (Symposium Iap 2008) 

1.  Fisik Kota : Tata ruang, arsitektur, RTH, ciri dan karakter budaya lokal

2.  Kualitas Lingkungan : kebersihan kota dan tingkat pencemaran.

3.  Transportasi-Aksesibilitas  : angkutan umum, kualitas jalan, waktu tempuh ke

tempat aktivtas, pedestrian.

4.  Fasilitas : Fasilitas kesehatan, pendidikan, peribadatan, rekreasi, taman kota.

5.  Utilitas : Air bersih, listrik, telekomunikasi

6.  Ekonomi : tingkat pendapatan, biaya hidup, ramah investasi

7.  Sosial  : Ruang publik, ruang kreatif, interaksi sosial, kriminalitas, tingkat

kesetaraan warga kota, partisipasi warga, dukungan terhadap orang tua, penyandang cacat, dan wanita hamil.

8.  Birokrasi dan Pemerintahan  : Leadership yang kuat, dukungan kebijakan,

kepastian hukum, akuntabilitas pemerintah, tingkat penerapan rencana kota,

dukungan program pembangunan, dukungan pembiayaan.

C. TEORI PERTUMBUHAN KOTA 

Menurut Spiro Kostof (1991), Kota adalah Leburan Dari bangunan dan penduduk,

sedangkan bentuk kota pada awalnya adalah netral tetapi kemudian berubah sampai hal ini

dipengaruhi dengan budaya yang tertentu. Bentuk kota ada dua macam yaitu geometri dan

organik.Terdapat dikotomi bentuk perkotaan yang didasarkan pada bentuk geometri kota

yaitu Planned dan Unplanned.

  Bentuk Planned (terencana) dapat dijumpai pada kota-kota eropa abad pertengahan

dengan pengaturan kota yang selalu regular dan rancangan bentuk geometrik.

  Bentuk Unplanned (tidak terencana) banyak terjadi pada kota-kota metropolitan,

dimana satu segmen kota berkembang secara sepontan dengan bermacam-macam

kepentingan yang saling mengisi, sehingga akhirnya kota akan memiliki bentuk

semaunya yang kemudian disebut dengan organik pattern, bentuk kota organik

tersebut secara spontan, tidak terencana dan memiliki pola yang tidak teratur dan

non geometrik.

Elemen-elemen pembentuk kota pada kota organik, oleh kostol dianalogikan secara

 biologis seperti organ tubuh manusia, yaitu :

1. Square, open space sebagai paru-paru.

2. Center, pusat kota sebagai jantung yang memompa darah (traffic).

3. Jaringan jalan sebagai saluran arteri darah dalam tubuh.

4. Kegiatan ekonomi kota sebagai sel yang berfikir.

Page 4: Pengembangan Perkotaan

8/10/2019 Pengembangan Perkotaan

http://slidepdf.com/reader/full/pengembangan-perkotaan 4/13

5. Bank, pelabuhan, kawasan industri sebagai jaringan khusus dalam tubuh.

6. Unsur kapital (keuangan dan bangunan) sebagai energi yang mengalir ke seluruh

sistem perkotaan.

Dalam suatu kota organik, terjadi saling ketergantungan antara lingkungan fisik dan

lingkungan sosial. Contohnya : jalan-jalan dan lorong-lorong menjadi ruang komunal dan

ruang publik yang tidak teratur tetapi menunjukkan adanya kontak sosial dan saling

menyesuaikan diri antara penduduk asli dan pendatang, antara kepentingan individu dan

kepentingan umum. Perubahan demi perubahan fisik dan non fisik (sosial) terjadi secara

sepontan. Apabila salah satu elemnya terganggu maka seluruh lingkungan akan terganggu

 juga, sehingga akan mencari keseimbangan baru. Demikian ini terjadi secara berulang-

ulang.

Menurut Kevin Lynch (1981), definisi model organik atau kota biologis adalah kota yang

terlihat sebagai tempat tinggal yang hidup, memiliki ciri-ciri kehidupan yangmembedakannya dari sekedar mesin, mengatur diri sendiri dan dibatasi oleh ukuran dan

 batas yang optimal, struktur internal dan perilaku yang khas, perubahannya tidak dapat

dihindari untuk mempertahankan keseimbangan yang ada, menurutnya bentuk fisik

organik :

 

Membentuk pola radial dengan unit terbatas.

  Memiliki focused centre.

  Memiliki lay out non geometrik atau cenderung romantis dengan pola yang

membentuk lengkung tak beraturan.

  Material alami.

 

Kepadatan sedang sampai rendah.

  Dekat dengan alam

Di dalam model organik ini, organisasi ruang telah membentuk kesatuan yang terdiri dari

unit-unit yang memiliki fungsi masing-masing. Kota terbentuk organik mudah untuk

mengalami penurunan kualitas karena perkembangannya yang spontan, tidak terencana dan

sepotong-sepotong. Masyarakat penghuni kota ini bermacam-macam yang merupakan

 percampuran antara berbagai macam manusia dalam suatu tempat yang memiliki

keseimbangan. Masing-masing memiliki fungsi yang berbeda, saling menyimpang tetapi

 juga saling mendukung satu sama lain. Kota organik memiliki ciri khas pada kerjasama

 pemeliharan lingkungan sosial oleh masyarakat.

D. TEORI TEORI PERTUMBUHAN KOTA 

Terdapat beberapa pandangan yang berkaitan dengan perubahan suatu kawasan dan

sekitarnya sebagai bagian dari suatu kawasan perkotaan yang lebih luas, menurut Gallion

dalam buku ¨The Urban Pattern¨ disebutkan bahwa perubahan suatu kawasan dan sebagian

kota dipengaruhi letak geografis suatu kota. Hal ini sangat berpengaruh terhadap

 perubahan akibat pertumbuhan daerah di kota tersebut, apabila terletak di daerah pantai

yang landai, pada jaringan transportasi dan jaringan hubungan antar kota, maka kota akan

cepat tumbuh sehingga beberapa elemen kawasan kota akan cepat berubah.

Dalam proses perubahan yang menimbulkan distorsi (mengingat skala perubahan cukup

Page 5: Pengembangan Perkotaan

8/10/2019 Pengembangan Perkotaan

http://slidepdf.com/reader/full/pengembangan-perkotaan 5/13

 besar) dalam lingkungan termasuk didalamnya perubahan penggunaan lahan secara

organik, terdapat beberapa hal yang bisa diamati yaitu :

1. Pertumbuhan terjadi satu demi satu, sedikit demi sedikit atau terus menerus.

2. Pertumbuhan yang terjadi tidak dapat diduga dan tidak dapat diketahui kapan dimulai

dan kapan akan berakhir, hal ini tergantung dari kekuatan-kekuatan yang melatar

 belakanginya.

3. Proses perubahan lahan yang terjadi bukan merupakan proses segmental yang

 berlangsung tahap demi tahap, tetapi merupakan proses yang komprehensif dan

 berkesinambungan.

4. Perubahan yang terjadi mempunyai kaitan erat dengan emosional (sistem nilai) yang ada

dalam populasi pendukung.

5. Faktor-faktor penyebab perubahan lainya adalah vision (kesan), optimalnya kawasan,

 penataan yang maksimal pada kawasan dengn fungsi-fungsi yang mendukung, penggunaan

struktur yang sesuai pada bangunan serta komposisi tapak pada kawasan. (Cristoper

Alexander, A New Theory Of Urban Design, 1987, 14:32-99).

Uraian diatas sesuai dengan kondisi kawasan penelitian yang berada di kawasan bencana

alam, yaitu adanya perubahan pola tata ruang lingkungan permukiman (kampung kota)

mengarah kepada tatanan kawasan mitigasi bencana alam yang nantinya melalui tahapan

 proses terus menerus yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup dan

manusianya.

Dalam kaitanya dengan kota dan arsitektur, morfologi memiliki dua aspek yaitu aspek

diakronik yang berkaitan dengan perubahan ide dalam sejarah dan aspek sinkronik yaitu

hubungan antar bagian dalam kurun waktu tertentu yang dihubungkan dengan aspek lain.

Aspek metamorfosis adalah sejarah individual dari bangunan dan kota, kesemuanya harus

dilakukan dalam analisis morfologi.

Karya arsitektur merupakan salah satu refleksi dan perwujudan kehidupan dasar

masyarakat menurut makna yang dapat dikomunikasikan (Rapoport, 1969). Keseragaman

dan keberagaman sebagai ungkapan perwujudan fisik yang terbentuk yaitu citra dalam arti

identitas akan memberikan makna sebagai pembentuk citra suatu tempat (place).

Ada tiga komponen struktural yang dapat dikaji (Schultz, 1984) :

„X Tipologi : menyangkut tatanan sosial (sosial order) dan pengorganisasian ruang (spatial

organization) yang dalam hal ini menyangkut ruang (space) berkaitan dengan tempat yang

abstrak.

„X Morfologi : menyangkut kualitas spasial figural dan konteks wujud pembentuk ruang

yang dapat dibaca melalui pola, hirarki, dan hubungan ruang satu dengan yang lainya.

Tipologi lebih menekankan pada konsep dan konsistensi yang dapat memudahkan

masyarakat mengenai bagian-bagian arsitektur. Morfologi lebih menekankan pada pembahasan bentuk geometris, sehingga untuk memberi makna pada ungkapan ruang

Page 6: Pengembangan Perkotaan

8/10/2019 Pengembangan Perkotaan

http://slidepdf.com/reader/full/pengembangan-perkotaan 6/13

harus dikaitkan dengan nilai ruang tertentu, nilai ruang sangat berkaitan dengan organisasi

ruang, hubungan ruang dan bentuk ruang, perwujudan spasial fisik merupakan produk

kolektif perilaku budaya masyarakat serta pengaruh ¨kekuasaan¨ tertentu yang

melatarbelakanginya.

Karakteristik suatu tempat dalam hal ini penggunaan suatu lingkungan binaan tertentu

 bukan hanya sekedar mewadahi kegiatan fungsional secara statis, melainkan menyerap dan

menghasilkan makna berbagai kekhasan suatu tempat antara lain setting fisik bangunan,

komposisi dan konfigurasi bangunan dengan ruang publik serta kehidupan masyarakat

setempat.

Perubahan morfologi tidak lepas dari pendukung kegiatan (activity support) karena adanya

keterkaitan antara fasilitas ruang-ruang umum kawasan dengan seluruh kegiatan yang

menyangkut penggunaan ruang yang menunjang keberadaan ruang-ruang umum. Kegiatan

dan ruang-ruang umum merupakan hal yang saling mengisi dan melengkapi, keberadaan

 pendukung kegiatan mulai muncul dan tumbuh, bila berada diantara dua kutub kegiatanyang ada di kawasan tersebut keberadaan pendukung kegiatan tidak lepas dari tumbuhnya

fungsi kegiatan publik yang mendominasi penggunaan ruang kawasan, semakin dekat

dengan pusat kegiatan semaking tinggi intensitas dan keberagaman kegiatan.

E. ELEMEN-ELEMEN FISIK KOTA 

Dalam desain perkotaan (Shirvani, 1985) terdapat elemen-elemen fisik Urban Design yang

 bersifat ekspresif dan suportif yang mendukung terbentuknya struktur visual kota serta

terciptanya citra lingkungan yang dapat pula ditemukan pada lingkungan di lokasi

 penelitian, elemen-elemen tersebut adalah :

a. Tata Guna Tanah 

Tata guna lahan dua dimensi menentukan ruang tiga dimensi yang terbentuk, tata guna

lahan perlu mempertimbangkan dua hal yaitu pertimbangan umum dan pertimbangan

 pejalan kaki (street level) yang akan menciptakan ruang yang manusiawi.

Peruntukan lahan suatu tempat secara langsung disesuaikan dengan masalah-masalah yang

terkait, bagaimana seharusnya daerah zona dikembangkan, Shirvany mengatakan bahwa

zoning ordinace merupakan suatu mekanisme pengendalian yang praktis dan bermanfaat

dalam urban design, penekanan utama terletak pada masalah tiga dimensi yaitu hubungankeserasin antar bangunan dan kualitas lingkungan.

Jika kita melihat dilokasi penelitian bisa dilihat dari zona mitigasi tiap-tiap wilayah

kaitanya dalam menyiapkan daerah yang masuk dalam wilayah bencana alam siap

menghadapinya dan juga membentuk kualitas hidup lingkungan dan bersifat kawasan yang

manusiawi.

b. Bentuk dan Massa Bangunan 

Menyangkut aspek-aspek bentuk fisik karena setting, spesifik yang meliputi ketinggian,

 besaran, floor area ratio, koefisien dasar bangunan, pemunduran (setback) dari garis jalan,

Page 7: Pengembangan Perkotaan

8/10/2019 Pengembangan Perkotaan

http://slidepdf.com/reader/full/pengembangan-perkotaan 7/13

style bangunan, skala proporsi, bahan, tekstur dan warna agar menghasilkan bangunan

yang berhubungan secara harmonis dengan bangunan-bangunan lain disekitarnya.

Prinsip-prinsip dan teknik Urban Design yang berkaitan dengan bentuk dan massa

 bangunan meliputi :

1. Scale, berkaitan dengan sudut pandang manusia, sirkulasi dan dimensi bangunan

sekitar.

2. Urban Space, sirkulasi ruang yang disebabkan bentuk kota, batas dan tipe-tipe ruang.

3. Urban Mass, meliputi bangunan, permukaan tanah dan obyek dalam ruang yang dapat

tersusun untuk membentuk urban space dan pola aktifitas dalam skala besar dan kecil.

c. SIRKULASI DAN PARKIR  

Elemen sirkulasi adalah satu aspek yang kuat dalam membentuk struktur lingkungan

 perkotaan, tiga prinsip utama pengaturan teknik sirkulasi adalah :

1. Jalan harus menjadi elemen ruang terbuka yang memiliki dampak visual yang positif.

2. Jalan harus dapat memberikan orientasi kepada pengemudi dan membuat lingkungan

menjadi jelas terbaca.

3. Sektor publik harus terpadu dan saling bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama.

d. RUANG TERBUKA 

Ian C. Laurit mengelompokkan ruang terbuka sebagai berikut :

1. Ruang terbuka sebagai sumber produksi.

2. Ruang terbuka sebagai perlindungan terhadap kekayaan alam dan manusia (cagar

alam, daerah budaya dan sejarah).

3. Ruang terbuka untuk kesehatan, kesejahteraan dan kenyamanan.

Ruang terbuka memiliki fungsi :

1. Menyediakan cahaya dan sirkulasi udara dalam bangunan terutama di pusat kota.

2. Menghadirkan kesan perspektif dan visa pada pemandangan kota (urban scane)

terutama dikawasan pusat kota yang padat.

3. Menyediakan arena rekreasi dengan bentuk aktifitas khusus.

4. Melindungi fungsi ekologi kawasan.

5. Memberikan bentuk solid foid pada kawasan.

Page 8: Pengembangan Perkotaan

8/10/2019 Pengembangan Perkotaan

http://slidepdf.com/reader/full/pengembangan-perkotaan 8/13

6. Sebagai area cadangan untuk penggunaan dimasa depan (cadangan area

 pengembangan).

Aspek pengendalian ruang terbuka pusat kota sebagai aspek fisik, visual ruang, lingkage

dan kepemilikan dipengaruhi beberapa faktor :

1. Elemen pembentuk ruang, bagaimana ruang terbuka kota yang akan dikenakan

(konteks tempat) tersebut didefinisikan (shape, jalan, plaza, pedestrian ways, elemen

vertikal).

2. Faktor tempat, bagaimana keterkaitan dengan sistem lingkage yang ada.

3. Aktifitas utama.

4. Faktor comfortabilitas, bagaimana keterkaitan dengan kuantitas (besaran ruang, jarak

 pencapaian) dan kualitas (estetika visual) ruang.

5. Faktor keterkaitan antara private domain dan public domain.

e. JALUR PEJALAN KAKI 

Sistem pejalan kaki yang baik adalah :

1. Mengurangi ketergantungan dari kendaraan bermotor dalam areal kota.

2. Meningkatkan kualitas lingkungan dengan memprioritaskan skala manusia.

3. Lebih mengekspresikan aktifitas PKL mampu menyajikan kualitas udara.

f.  ACTI VITY SUPPORT  

Muncul oleh adanya keterkaitan antara fasilitas ruang-ruang umum kota dengan seluruh

kegiatan yang menyangkut penggunaan ruang kota yang menunjang akan keberadaan

ruang-ruang umum kota. Kegiatan-kegiatan dan ruang-ruang umum bersifat saling mengisi

dan melengkapi.

Pada dasarnya activity support adalah :

1 Aktifitas yang mengarahkan pada kepentingan pergerakan (importment of

movement).

2 Kehidupan kota dan kegembiraan (excitentent).

Keberadaan aktifitas pendukung tidak lepas dari tumbuhnya fungsi-fungsi kegiatan publik

yang mendominasi penggunaan ruang-ruang umum kota, semakin dekat dengan pusat kota

makin tinggi intensitas dan keberagamannya.

Bentuk actifity support adalah kegiatan penunjang yang menghubungkan dua atau lebih

 pusat kegiatan umum yang ada di kota, mislnya open space (taman kota, taman rekreasi,

Page 9: Pengembangan Perkotaan

8/10/2019 Pengembangan Perkotaan

http://slidepdf.com/reader/full/pengembangan-perkotaan 9/13

 plaza, taman budaya, kawasan PKL, pedestrian ways dan sebagainya) dan juga bangunan

yang diperuntukkan bagi kepentingan umum.

g. Simbol Dan Tanda 

Ukuran dan kualitas dari papan reklame diatur untuk :

1. Menciptakan kesesuaian.

2. Mengurangi dampak negatif visual.

3. Dalam waktu bersamaan menghilangkan kebingungan serta persaingan dengan tanda

lalu lintas atau tanda umum yang penting.

4. Tanda yang didesain dengan baik menyumbangkan karakter pada fasade bangunan

dan menghidupkan street space dan memberikan informasi bisnis.

5. Dalam urban design, preservasi harus diarahkan pada perlindungan permukiman

yang ada dan urban place, sama seperti tempat atau bangunan sejarah, hal ini berarti

 pula mempertahankan kegiatan yang berlangsung di tempat itu.

F. TEORI DESAIN SPASIAL KOTA 

Menurut Tracik (1986) dalam suatu lingkungan permukiman ada rangkaian antara figure

ground, linkage dan palce. Figure ground menekankan adanya public civics space atau

open space pada kota sebagai figure.

Melalui figure ground plan dapat diketahui antara lain pola atau tipologi, konfigurasi solid

void yang merupakan elemtal kawasan atau pattern kawasan penelitian, kualitas ruang luar

sangat dipengaruhi oleh figure bangunan-bangunan yang melingkupinya, dimana tampak

 bangunan merupakan dinding ruang luar, oleh karena itu tata letak, bentuk dan fasade

sistem bangunan harus berada dalam sistem ruang luar yang membentuknya. Komunikasi

antara privat dan publik tercipta secara langsung. Ruang yang mengurung (enclosure)

merupakan void yang paling dominan, berskala manusia (dalam lingkup sudut pandang

mata 25-30 derajat) void adalah ruang luar yang berskala interior, dimana ruang tersebut

seperti di dalam bangunan, sehingga ruang luar yang enclosure terasa seperti interior.

Diperlukan keakraban antara bangunan sebagai private domain dan ruang luar sebagai public dominan yang menyatu.

Dalam l̈ ingkage theory¨ sirkulasi merupakan penekanan pada hubungan pergerakan yang

meruakan kontribusi yang sangat penting. Menurut Fumihiko Maki, Linkage secara

sederhana adalah perekat, yaitu suatu kegiatan yang menyatukan seluruh lapisan aktivitas

dan menghasilkan bentuk fisik kota, dalam teorinya dibedakan menjadi tiga tipe ruang kota

formal, yaitu : Composition form, Megaform dan groupform. Teori linkage yang dapat

diterapkan dalam kajian ini adalah group form yang merupakan ciri khas dari bentuk-

 bentuk spasial kota yang mempunyai kajian sejarah. Linkage ini tidak terbentuk secara

langsung tetapi selalu dihubungkan dengan karakteristik fisik skala manusia, rentetan-

rentetan space yang dipertegas oleh bangunan, dinding, pentu gerbang, dan juga jalan yangmembentuk fasade suatu lingungan perkampungan. Linkage theory ini dapat digunakan

Page 10: Pengembangan Perkotaan

8/10/2019 Pengembangan Perkotaan

http://slidepdf.com/reader/full/pengembangan-perkotaan 10/13

sebagai alat untuk memberikan arahan dalam penataan suatu kawasan (lingkungan). Dalam

konteks urban design, linkage menunjukkan hubungan pergerakan yang terjadi pada

 beberapa bagian zone makro dan mikro, dengan atau tanpa aspek keragaman fungsi yang

 berkaitan dengan fisik, historis, ekonomi, sosial, budaya dan politik (danarti Karsono,

1996).

Menurut Shirvani (1985), linkage menggambarkan keterkaitan elemen bentuk dan tatanan

masa bangunan, dimana pengertian bentuk dan tatanan massa bangunan tersebut akan

meningkatkan fungsi kehidupan dan makna dari tempat tersebut. Karena konfigurasi dan

 penampilan massa bangunan dapat membentuk, mengarahkan, menjadi orientasi yang

mendukung elemen linkage tersebut.

Bila pada figure ground theory dan linkage theory ditekankan pada konfigurasi massa fisik

, dalam place theory ditekankan bahwa integrasi kota tidak hanya terletak pada konfigurasi

fisik morfologi, tetapi integrasi antara aspek fisik morfologi ruang dengan masyarakat atau

manusia yang merupakan tujuan utama dari teori ini, melalui pandangan bahwa urbandesign pada dasarnya bertujuan untuk memberikan wadah kehidupan yang baik untuk

 penggunaan ruang kota baik publik maupun privat.

Pentingnya place theory dalam spasial design yaitu pemahaman tentang culture dan

karakteristik suatu daerah yang ada menjadi ciri khas untuk digunakan sebagai salah satu

 pertimbangan agar penghuni (masyarakat) tidak merasa asing di dalam lingkungannya.

Sebagaimana tempat mempunyai masa lalu (linkage history), tempat juga terus

 berkembang pada masa berikutnya. Artinya, nilai sejarah sangat penting dalam suatu

kawasan kota. Aspek spesifik lingkungan menjadi indikator yang sangat penting dalam

menggali potensi, mengatur tingkat perubahan serta kemungkinan pengembangan di masa

datang, teori ini memberikan pengertian bahwa semakin penting nilai-nilai sosial dan

 budaya, dengan kaitan sejarah di dalam suatu ruang kota.

G. KONSEP PENGEMBANGAN WILAYAH PERKOTAAN 

Kajian pengembangan wilayah perkotaan di Indonesia selama ini selalu didekati dari aspek

sektoral dan aspek spasial. Pada kajian aspek sektoral lebih menyatakan ukuran dari

aktifitas masyarakat suatu wilayah perkotaan dalam mengelola sumberdaya alam yang

dimilikinya. Sementara itu, kajian aspek spasial (keruangan) lebih menunjukkan arah dari

kegiatan sektoral atau dimana lokasi serta dimana sebaiknya lokasi kegiatan sektoral

tersebut.

Pendekatan yang mengacu pada aspek sektoral dan spasial tersebut mendorong lahirnya

konsep pengembanan wilayah perkotaan yang harus mampu meningkatkan efisiensi

 penggunaan ruang sesuai daya dukung, mampu memberi kesempatan kepada sektor untuk

 berkembang tanpa konflik dan mampu meningkatkan kesejahteraan secara merata. Konsep

tersebut digolongkan dalam konsep pengembangan wilayah perkotaan yang didasarkan

 pada penataan ruang.

Kaitan dengan perihal diatas, ada tiga kelompok konsep pengembangan wilayah yaitu

konsep pusat pertumbuhan, konsep integrasi fungsional dan konsep pendekatan

desentralisasi (Alkadri et al, Manajemen Teknologi Untuk Pengembangan Wilayah, 1999).Konsep pusat pertumbuhan menekankan pada perlunya melakukan investasi secara besar-

Page 11: Pengembangan Perkotaan

8/10/2019 Pengembangan Perkotaan

http://slidepdf.com/reader/full/pengembangan-perkotaan 11/13

 besaran pada suatu pusat pertumbuhan atau wilayah/kota yang telah mempunyai

infrastruktur yang baik. Pengembangan wilayah di sekitar pusat pertumbuhan diharapkan

melalui proses tetesan ke bawah (trickle down effect). Penerapan konsep ini di Indonesia

telah melahirkan adanya 111 kawasan andalan dalam RTRWN.

Konsep integrasi fungsional mengutamakan adanya integrasi yang diciptakan secara

sengaja diantara berbagai pusat pertumbuhan karena adanya fungsi yang komplementer.

Konsep ini menempatkan suatu kota atau wilayah mempunyai hirarki sebagai pusat

 pelayanan relatif terhadap kota atau wilayah yang lain. Sedangkan konsep desentralisasi

dimaksudkan untuk mencegah tidak terjadinya aliran keluar dari sumberdana dan

sumberdaya manusia.

Pendekatan tersebut mempunyai berbagai kelemahan. Dari kondisi ini muncullah beberapa

konsep untuk menanggapi kelemahan tersebut. Konsep tersebut antara lain  people center

approach yang menekankan pada pembangunan sumberdaya manusia, natural resources-

based development   yang menekankan sumberdaya alam sebagai modal pembangunan,serta technology based development yang melihat teknologi sebagai kunci dari

keberhasilan pembangunan wilayah. Kenyataan menunjukkan bahwa aplikasi konsep

tersebut kurang berhasil dalam membawa kesejahteraan rakyat.

Fenomena persaingan antar wilayah, tren perdagangan global yang sering memaksa

 penerapan sistem outsourcing , kemajuan teknologi yang telah merubah dunia menjadi

lebih dinamis, perubahan mendasar dalam sistem kemasyarakatan seperti demokratisasi,

otonomi, keterbukaan dan meningkatnya kreatifitas masyarakat telah mendorong

 perubahan paradigma dalam pengembangan wilayah. Dengan semakin kompleksnya

masalah tersebut dapat dibayangkan akan sangat sulit untuk mengelola pembangunan

secara terpusat, seperti pada konsep-konsep yang dijelaskan di atas.

Pilihan yang tepat adalah memberikan kewenangan yang lebih besar kepada daerah untuk

mengelola pembangunan di wilayahnya sendiri. Pembangunan ekonomi yang hanya

mengejar pertumbuhan tinggi dengan mengandalkan keunggulan komparatif berupa

kekayaan alam berlimpah, upah murah atau yang dikenal dengan bubble economics, sudah

usang karena terbukti tak tahan terhadap gelombang krisis. Walaupun teori keunggulan

komparatif tersebut telah ber-metamorfose  dari hanya memperhitungkan faktor produksi

menjadi berkembangnya kebijaksanaan pemerintah dalam bidang fiskal dan moneter,

ternyata daya saing tidak lagi terletak pada faktor tersebut (Alkadri etal, 1999).

Kenyataan menunjukkan bahwa daya saing dapat pula diperoleh dari kemampuan untuk

melakukan perbaikan dan inovasi secara menerus. Menurut Porter (1990) dalam Tiga Pilar

 pengembangan Wilayah (1999) keunggulan komparatif telah dikalahkan oleh kemajuan

teknologi. Namun demikian, setiap wilayah masih mempunyai faktor keunggulan khusus

yang bukan didasarkan pada biaya produksi yang murah saja, tetapi lebih dari itu, yakni

adanya inovasi untuk pembaruan. Suatu wilayah dapat meraih keunggulan daya saing

melalui empat hal yaitu keunggulan faktor produksi, keunggulan inovasi, kesejahteraan

masyarakat, dan besarnya investasi.

Apabila dicermati maka paradigma pengembangan wilayah telah bergeser pada upaya yang

mengandalkan tiga pilar yaitu sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan teknologi.Ketiga pilar tersebut merupakan elemen internal wilayah yang saling terkait dan

Page 12: Pengembangan Perkotaan

8/10/2019 Pengembangan Perkotaan

http://slidepdf.com/reader/full/pengembangan-perkotaan 12/13

 berinteraksi membentuk satu sistem. Hasil interaksi elemen tersebut mencerminkan kinerja

dari suatu wilayah. Kinerja tersebut akan berbeda dengan kinerja wilayah lainnya,

sehingga mendorong terciptanya spesialisasi spesifik wilayah. Dengan demikian akan

terjadi persaingan antar wilayah untuk menjadi pusat spatial network  dari wilayah-wilayah

lain secara nasional. Namun pendekatan ini mempunyai kelemahan yang antara lainapabila salah didalam mengelola spatial network   tadi tidak mustahil menjadi awal dari

 proses disintegrasi. Untuk itu harus diterapkan konsep pareto pertumbuhan yang bisa

mengendalikan keseimbangan pertumbuhan dan dikelola oleh Pemerintah Pusat. Konsep

 pareto ini diharapkan mampu memberikan keserasian pertumbuhan antar wilayah

 perkotaan dengan penerapan insentif-insentif kepada wilayah perkotaan yang kurang

 berkembang.

H. INTERGRASI KAWASAN PERTUMBUHAN PERKOTAAN 

Kawasan perkotaan di Indonesia tumbuh secara dinamis sejalan dengan dinamika

 perkembangan demografis, ekonomi dan fisik-spaial. Secara fisik kota tumbuhekspansif ke arah luar/pinggiran bahkan melampaui batas wilayah administasi Kota.

Dikaitkan dengan keterbatasan daya dukung, terutama lahan dan sumber daya air,

kebutuhan sarana-prasarana dasar perkotaan yang semakin meningkat menjadi persoalan

yang semakin serius untuk ditangani. Ditinjau dari aspek spasial, struktur dan pola

 pemanfaatan ruang kota/kawasan perkotaan yang terbentuk cenderung bersifat

ekspansif dan menunjukkan gejala urban sprawl yang semakin tidak terkendali,

mengkonversi lahan-lahan pertanian subur dengan berbagai dampaknya. Hal ini jelas jauh

 berbeda dengan konsep dan prinsip compact city  atau pendekatan kompaksi perkotaan

(urban compaction) yang diyakini di negara-negara maju mencerminkan kota yang

 berkelanjutan. Namun dalam konteks negara berkembang, debat mengenai pengembangan

compact city  adalah sejauhmana konsep tersebut dapat diterapkan padahal kota-kota di

negara berkembang kondisinya jauh berbeda dengan di negara maju, sebagai manifestasi

 proses urbanisasi dan perkembangan perkotaan yang berbeda pula.

Kajian empirik yang menyangkut relevansi penerapan kompaksi perkotaan di Indonesia

dalam kaitannya dengan aspek keberlanjutan perkotan dapat dikatakan belum pernah

dilakukan secara khusus. Dalam kondisi seperti itu, perumusan kebijakan yang

menyangkut rencana struktur dan pola ruang kota yang sebagian telah mengarah pada

 penerapan konsep compact city, seperti banyak dilakukan dalam perencanaan

 pembangunan perkotaan, sebenarnya cenderung bersifat spekulatif karena tidak/ belum

didukung hasil kajian empirik yang memadai. Dalam hal ini pemahaman terhadaprelevansi kompaksi perkotaan untuk diterapkan serta potensi dan kendala

 penerapannya belum menjadi landasan bagi pengembangan kebijakan perencanaan tata

ruang kota.

Dalam konteks di atas, yang menjadi persoalan dalam pekerjaan ini adalah belum adanya

kajian empirik tentang kompaksi perkotaan sebagai struktur dan pola ruang kawasan

 perkotaan berkelanjutan yang didasarkan pada keterkaitan antara bentuk perkotaan (urban

 form) dengan keberlanjutannya secara ekonomi, sosial dan lingkungan.

Secara konseptual, kompaksi perkotaan (urban compaction) merupakan alternatif atau

strategi untuk mewujudkan stuktur dan pola ruang kawasan perkotaan yang berkelanjutan.Penerapannya dalam konteks pertumbuhan fisik/ kawasan terbangun saat ini di berbagai

Page 13: Pengembangan Perkotaan

8/10/2019 Pengembangan Perkotaan

http://slidepdf.com/reader/full/pengembangan-perkotaan 13/13

kota besar atau Kawasan Pertumbuhan Perkotaan yang cenderung ekspansif dengan pola

 sprawl   yang tidak terkendali, mempunyai potensi untuk untuk mengurangi ecological

 footprint , terutama yang disebabkan oleh segregasi spasial berbagai aktivitas perkotaan

dan implikasinya terhadap kebutuhan transportasi. Sasaran kompaksi perkotaan adalah:

1. 

Minimasi/reduksi footprint kota

2.  Perlindungan terhadap penyusutan lahan pertanian

3.  Peningkatan penggunaan transportasi umum

4.  Peningkatan efisiensi kawasan perkotaan

5.  Pengurangan ketidakseimbangan perkembangan kawasan di pusat dan kawasan

 perumahan di pinggiran kota.