ii. tinjauan pustaka 2.1. kebijakan pengembangan …digilib.unila.ac.id/554/4/diana_bab ii.pdf ·...

50
54 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Pengembangan Sistem Transportasi Perkotaan Sesuai dengan yang telah digariskan dalam Garis Garis Besar Haluan Negara (GBHN) tahun 1993, beberapa pokok kebijakan pengembangan sistem transportasi perkotaan adalah sebagai berikut (Tamin, 2000) : a. Pembangunan transportasi perkotaan harus diarahkan pada terwujudnya sistem transportasi nasional secara terpadu, tertib, lancar, aman dan nyaman, serta efisien dalam menunjang mobilitas manusia, barang dan jasa, serta mendukung pembangunan wilayah. b. Sistem transportasi perkotaan harus ditata dan terus disempurnakan dengan didukung oleh peningkatan kualitas sumber daya manusia. c. Sistem transportasi perkotaan harus di tata dan terus disesuaikan dengan perkembangan ekonomi, tingkat kemajuan teknologi, kebijakan tata ruang, pelestarian fungsi lingkungan hidup, dan kebijakan energi nasional agar selalu dapat memenuhi kebutuhan akan pembangunan serta tuntutan masyarakat. d. Transportasi di wilayah perkotaan akan mengembangkan sistem angkutan massa yang tertib, lancar, aman, nyaman dan efisien agar menarik bagi pemakai jasa angkutan sehingga kemacetan dan gangguan lalulintas dapat dihindari dan kualitas hidup dapat dipertahankan.

Upload: nguyenkiet

Post on 10-Jun-2018

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Pengembangan …digilib.unila.ac.id/554/4/Diana_Bab II.pdf · 54 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Pengembangan Sistem Transportasi Perkotaan

54

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kebijakan Pengembangan Sistem Transportasi Perkotaan

Sesuai dengan yang telah digariskan dalam Garis – Garis Besar Haluan Negara

(GBHN) tahun 1993, beberapa pokok kebijakan pengembangan sistem

transportasi perkotaan adalah sebagai berikut (Tamin, 2000) :

a. Pembangunan transportasi perkotaan harus diarahkan pada terwujudnya

sistem transportasi nasional secara terpadu, tertib, lancar, aman dan nyaman,

serta efisien dalam menunjang mobilitas manusia, barang dan jasa, serta

mendukung pembangunan wilayah.

b. Sistem transportasi perkotaan harus ditata dan terus disempurnakan dengan

didukung oleh peningkatan kualitas sumber daya manusia.

c. Sistem transportasi perkotaan harus di tata dan terus disesuaikan dengan

perkembangan ekonomi, tingkat kemajuan teknologi, kebijakan tata ruang,

pelestarian fungsi lingkungan hidup, dan kebijakan energi nasional agar selalu

dapat memenuhi kebutuhan akan pembangunan serta tuntutan masyarakat.

d. Transportasi di wilayah perkotaan akan mengembangkan sistem angkutan

massa yang tertib, lancar, aman, nyaman dan efisien agar menarik bagi

pemakai jasa angkutan sehingga kemacetan dan gangguan lalulintas dapat

dihindari dan kualitas hidup dapat dipertahankan.

Page 2: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Pengembangan …digilib.unila.ac.id/554/4/Diana_Bab II.pdf · 54 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Pengembangan Sistem Transportasi Perkotaan

54

e. Transportasi penumpang dan barang di perkotaan harus dibina dan

dikembangkan agar mampu berperan dalam meningkatkan kelancaran arus

penumpang dan barang, selaras dengan dinamika pembangunan.

Dari arahan GBHN 1993 tersebut di atas, kebijakan pengembangan sistem

transportasi perkotaan sebaiknya diarahkan pada hal berikut :

a. Menyediakan sistem transportasi perkotaan yang memadukan angkutan jalan,

kereta api, angkutan udara, dan angkutan laut.

b. Mengembangkan sistem angkutan umum perkotaan massa yang tertib, lancar,

aman, nyaman, dan efisien, serta terjangkau oleh semua lapisan pemakai

angkutan.

c. Mengatasi kemacetan dan gangguan lalulintas serta mempertahankan kualitas

lingkungan serta meningkatkan mobilitas dan kemudahan aksesibilitas di

wilayah perkotaan.

d. Meningkatkan sistem jaringan jalan antarkota agar angkutan dalam kota dapat

berfungsi dengan baik dalam melayani aktivitas lokal dan wilayah sekitarnya.

e. Mengembangkan keterpaduan antarmoda dan intramoda sesuai dengan

rencana tata ruang kota serta memanfaatkan ruang jalur koridor sistem

angkutan massa sebagai pusat kegiatan baru.

f. Memperluas kebebasan memilih angkutan yang digunakan, sesuai dengan jasa

yang diberikan dan kemampuan masyarakat.

g. Mendorong pemakaian angkutan umum dan mengurangi pemakaian angkutan

pribadi.

Page 3: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Pengembangan …digilib.unila.ac.id/554/4/Diana_Bab II.pdf · 54 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Pengembangan Sistem Transportasi Perkotaan

54

h. Memperkecil penambahan jaringan jalan baru yang memberikan dampak

pertumbuhan kota kearah yang tidak sesuai dengan kebijakan pengembangan

wilayah.

i. Memperkecil arah perjalanan ke tempat kerja dengan menyebarkan

pembangunan industri, perdagangan, dan perumahan secara seimbang.

j. Mengembangkan fasilitas angkutan laut dan udara untuk memenuhi

permintaan yang semakin meningkat.

k. Mengembangkan manajemen angkutan perkotaan untuk mencapai tingkat

efisiensi dan kualitas pelayanan yang tinggi.

l. Meningkatkan koordinasi perencanaan dan pelaksanaan angkutan perkotaan

secara terpadu.

m. Meningkatkan peran serta swasta dalam investasi dan pengelolaan sistem

angkutan perkotaan.

n. Melakukan upaya penghematan dan penganekaragaman energi dalam

angkutan perkotaan.

o. Mengendalikan dampak lingkungan sebagai akibat angkutan perkotaan,

terutama di kawasan pusat kota yang selalu dipadati kendaraan, serta

mengupayakan agar pencemaran udara, kebisingan, dan getaran di kawasan

permukiman sekecil mungkin.

p. Menyediakan sistem angkutan perkotaan yang aman, mengurangi konflik

antara pejalan kaki dan pengendara mobil.

Page 4: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Pengembangan …digilib.unila.ac.id/554/4/Diana_Bab II.pdf · 54 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Pengembangan Sistem Transportasi Perkotaan

54

2.2. Arah Pengembangan Jaringan Transportasi

Pengembangan jaringan transportasi nasional jangka panjang (sampai tahun 2020)

diarahkan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan dengan

memperhatikan keterkaitan antara kebutuhan dan pelayanan transportasi baik intra

maupun antar pulau yang diwujudkan sebagai sistem jaringan sesuai dengan

Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) meliputi jaringan transportasi

jalan, transportasi kereta api, transportasi sungai dan danau, transportasi

penyeberangan, transportasi laut dan transportasi udara.

Pengembangan jaringan transportasi dalam tatranas mengacu pada sistranas yang

merangkaikan transportasi di daratan (pulau – pulau besar dan pulau – pulau

kecil). Pengembangan jaringan transportasi dalam tatrawil mengacu pada sistranas

dan tatranas sebagai bagian dari jaringan transportasi pulau besar dan kecil.

Jaringan transportasi dalam tatralok dikembangkan dengan mengacu pada

sistranas, tatranas dan tatrawil.

Arah pengembangan transportasi di Indonesia didekati dari tiga sisi, yaitu

geografi, demografi, dan sumber daya alam. Dari sisi geografi Indonesia yang

terdiri dari pulau – pulau besar dan kecil, pengembangan transportasi diarahkan

untuk penyediaan pelayanan yang disesuikan dengan karakteristik wilayah dalam

bentuk transportasi antar moda dalam pulau dan antar pulau.

Untuk pulau besar, pengembangan transportasi dalam pulau untuk angkutan antar

kota diarahkan untuk mengintegrasikan dan mengkombinasikan moda yang sesuai

potensi wilayah yaitu seperti antara transportasi udara, laut, sungai dan danau,

Page 5: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Pengembangan …digilib.unila.ac.id/554/4/Diana_Bab II.pdf · 54 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Pengembangan Sistem Transportasi Perkotaan

54

penyeberangan, jalan rel dan jalan, misalnya untuk pergerakan orang dan barang

di pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua.

Sedangkan untuk pulau kecil yang cenderung terbatas jaringan prasarananya

karena luas wilayah yang kecil dan tidak multi cities, pengembangan transportasi

dalam pulau diarahkan untuk mengoptimalkan integritas dan kombinasi antar

moda transportasi laut, penyeberangan, dan jalan misalnya untuk pulau di

kepulauan Maluku dan Nusa Tenggara.

Pengembangan transportasi antar pulau untuk pulau besar diarahkan untuk

mengintegrasikan dan mengkombinasikan moda transportasi udara dengan moda

transportasi jalan, jalan dan rel atau antara moda transportasi laut dan

penyeberangan dengan moda transportasi jalan, jalan rel.

Pengembangan transportasi antar pulau bagi pulau kecil yang biasanya terangkum

dalam kepulauan, diarahkan untuk mengintegrasikan dan mengkombinasikan

antara moda transportasi laut dan penyeberangan dengan moda transportasi jalan,

misalnya di Kepulauan Maluku.

Dari sisi demografi, pengembangan transportasi antar moda diarahkan untuk

penyediaan pelayanan yang disesuaikan dengan kepadatan populasi yang terbagi

dalam dua kategori yaitu untuk kawasan perkotaan (urban transport) dan

perdesaan (rural transport).

Untuk kawasan perkotaan, pengembangan transportasi disesuaikan dengan

tingkat populasi serta karakteristik wilayah. Untuk kota kecil dengan populasi

kurang dari 500 ribu jiwa, pengembangan transportasi di arahkan untuk

Page 6: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Pengembangan …digilib.unila.ac.id/554/4/Diana_Bab II.pdf · 54 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Pengembangan Sistem Transportasi Perkotaan

54

mengintegrasikan dan mengkombinasikan antara moda transportasi, yang

biasanya didominasi moda jalan. Untuk kota sedang dengan populasi antara 500

ribu jiwa hingga satu juta jiwa, pengembangan transportasi diarahkan untuk

mengintegrasikan dan mengkombinasikan antara moda transportasi yang biasanya

didominasi moda jalan. Untuk kota besar dengan populasi antara satu juta jiwa

hingga dua juta jiwa, pengembangan transportasi diarahkan untuk

mengintegrasikan dan mengkombinasikan antara moda transportasi, yang

biasanya didominasi moda jalan, namun untuk koridor tertentu perlu diarahkan

adanya integrasi antara moda jalan rel dengan moda jalan sesuai kondisi demand

jasa angkutan.

Untuk kota besar dengan populasi antara dua juta jiwa hingga lima juta jiwa,

pengembangan transportasi diarahkan untuk mengintegrasikan dan

mengkombinasikan antar moda transportasi, dengan mengarahkan integrasi antara

moda jalan rel sebagai main back-bone dengan moda jalan. Untuk kota raya

dengan populasi diatas lima juta jiwa, pengembangan transportasi diarahkan untuk

mengintegrasikan dan mengkombinasikan antara moda jalan rel sebagai main

back-bone dengan moda jalan.

Untuk kawasan perdesaan, pengembangan transportasi disesuaikan dengan tingkat

populasi, sebaran populasi dan karakteristik wilayah. Karena kawasan perdesaan

biasanya terdiri dari beberapa kelompok hunian yang menyebar, dengan jumlah

penduduk kecil, maka pengembangan transportasi diarahkan untuk

mengintegrasikan dan mengkombinasikan antara moda transportasi, yang

biasanya didominasi moda transportasi jalan.

Page 7: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Pengembangan …digilib.unila.ac.id/554/4/Diana_Bab II.pdf · 54 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Pengembangan Sistem Transportasi Perkotaan

54

2.3. Rencana Sistem Transportasi

2.3.1. Tinjauan Transportasi dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional

Sistim jaringan transportasi nasional merupakan salah satu bagian dalam rencana

struktur ruang wilayah nasional yang diatur dalam RTRWN, meliputi sistim

jaringan transportasi darat (terdiri atas jaringan jalan nasional, jaringan jalur

kereta api dan jaringan transportasi sungai, danau dan penyeberangan), sistem

jaringan transportasi laut (terdiri dari tatanan kepelabuhan dan alur pelayaran),

dan sistem jaringan transportasi udara (terdiri atas tatanan kebandarudaraan dan

ruang udara untuk penerbangan).

Sistem jaringan transportasi nasional juga berhubungan erat dengan sistem

perkotaan nasional. Sistem perkotaan nasional yang terdiri dari PKN, PKW dan

PKL dihubungkan dengan sistem jaringan transportasi nasional tersebut di atas.

2.3.2. Gambaran Umum Perencanaan Tata Ruang Perkotaan

Perencanaan tata ruang perkotaan berbeda dengan perencanaan tata ruang wilayah

karena intensitas kegiatan di perkotaan jauh lebih tinggi dan lebih cepat berubah

dibanding dengan intensitas pada wilayah di luar perkotaan. Hal ini membuat

perencanaan penggunaan lahan di perkotaan harus lebih rinci dan harus

diantisipasi jauh ke depan.

Page 8: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Pengembangan …digilib.unila.ac.id/554/4/Diana_Bab II.pdf · 54 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Pengembangan Sistem Transportasi Perkotaan

54

Sebetulnya, penataan ruang diperkotaan sudah lebih dulu diatur ketimbang

penataan ruang untuk keseluruhan wilayah. Penataan ruang khusus untuk

perkotaan sebetulnya sudah dimulai sejak zaman Belanda. Setelah kemerdekaan

ada pengaturan baru sejak tahun 1985 berupa surat keputusan bersama menteri

dalam negeri dan menteri pekerjaan umum, berupa pembagian wewenang antar

menteri dalam negeri dengan menteri pekerjaan umum dalam perencanaan kota.

Sesuai dengan surat keputusan bersama tersebut Departemen Dalam Negeri

bertanggung jawab di bidang administrasi perencanaan kota sedangkan

Departemen PU bertangung jawab di bidang teknik (tata ruang) kota. Atas dasar

pembagian wewenang itu, Menteri Pekerjaan Umum mengeluarkan Keputusan

Menteri Pekerjaan Umum No. 640/KPTS/1986 tentang Perencanaan Tata Ruang

Kota dan Menteri Dalam Negeri mengeluarkan PERMENDAGRI Nomor 2 Tahun

1987 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Kota.

Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) adalah suatu rencana pemanfaatan

ruang kota, yang berisikan rencana pembangunan kota yang terkait dengan ruang,

sehingga tercapai tata ruang yang dituju dalam kurun waktu tertentu di masa yang

akan datang. Rencana program pembangunan kota disusun untuk 20 tahun

kedepan dan dibagi dalam tahapan lima tahunan. Dalam hal ini harus dipadukan

pendekatan sektoral dan pendekatan regional (ruang). Sesuai dengan Keputusan

Mentri PU No. 640/KPTS/1986, ada empat tingkatan Rencana Tata Ruang Kota,

yaitu sebagai berikut:

1. Rencana Umum Tata Ruang Perkotaan

Page 9: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Pengembangan …digilib.unila.ac.id/554/4/Diana_Bab II.pdf · 54 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Pengembangan Sistem Transportasi Perkotaan

54

Rencana Umum Tata Ruang Perkotaan menggambarkan posisi kota yang

direncanakan terhadap kota lain secara nasional dan hubungannya dengan

wilayah belakangnya.

2. Rencana Umum Tata Ruang Kota

Rencana Umum Tata Ruang Kota menggambarkan pemanfaatan ruang kota

secara keseluruhan.

3. Rencana Detail Tata Ruang Kota

Rencana Detail Tata Ruang Kota mengambarkan pemanfaatan ruang kota

secara lebih rinci.

4. Rencana Teknik Ruang Kota

Rencana Teknik Ruang Kota menggambarkan rencana geometri pemanfaatan

ruang kota sehingga sudah bisa menjadi pedoman dalam penentuan sait (site)

pembangunan/konstruksi di kota.

Sesuai dengan Keputusan Menteri PU No. 640/KPTS/1986 BAB III RUTRK

setidak-tidaknya harus berisikan hal-hal sebagai berikut:

1. Kebijaksanaan pengembangan penduduk kota.

2. Rencana pemanfaatan ruang kota.

3. Rencana struktur pelayanan kegiatan kota.

4. Rencana sistem transportasi.

5. Rencana sistem jaringan utilitas kota.

6. Rencana kepadatan bangunan.

7. Rencana ketinggian bangunan.

8. Rencana pemanfaatan air baku.

9. Rencana penanganan lingkungan kota.

Page 10: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Pengembangan …digilib.unila.ac.id/554/4/Diana_Bab II.pdf · 54 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Pengembangan Sistem Transportasi Perkotaan

54

10. Tahapan pelaksanaan pembangunan.

11. Indikasi unit pelayanan kota.

2.3.3. Tinjauan Strategi Kebijakan Kota Bandar Lampung

a. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bandar Lampung

Peran Kota Bandar Lampung dalam skala nasional cukup signifikan, yaitu

sebagai:

Pusat yang mendorong kawasan sekitarnya untuk mengembangkan sektor

unggulan perkebunan, pertanian, pariwisata dan perikanan.

Pintu gerbang ke kawasan nasional dan internasional.

Simpul transportasi nasional melalui Pelabuhan Panjang.

Basis produksi nasional. Hal ini menjadikan Kota Bandar Lampung potensial

sebagai pusat distribusi barang dan jasa untuk wilayah Sumatera bagian

Selatan.

Sementara itu, dalam skala wilayah Kota Bandar Lampung juga memiliki peran

yang tidak kalah pentingnya, yaitu sebagai :

Pusat pertumbuhan baru (sub urban) seperti Kecamatan Natar, Tanjung

Bintang, Gedong Tataan, Pringsewu, dan Padang Cermin.

Pusat perdagangan, pusat jasa transportasi, pusat pengembangan holtikultura,

pusat kegiatan pariwisata, pusat berbagai kerajinan dan bahan industri

pertanian, pusat kebudayaan dan agama serta pusat penyediaan energi.

Terminal jasa pengumpul dan pendistribusian barang dan jasa pemerintah,

kesehatan, telekomunikasi, dan pusat informasi.

Page 11: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Pengembangan …digilib.unila.ac.id/554/4/Diana_Bab II.pdf · 54 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Pengembangan Sistem Transportasi Perkotaan

54

Pengembangan Kota Bandar Lampung diarahkan dalam skala nasional, regional,

dan lokal secara sinergis dan integral. Dengan mempertimbangkan karakteristik

fisik, terutama keadaan topografi yang bergelombang, penggunaan lahan, dan

dominasi fungsi, pengembangan tata ruang Kota Bandar Lampung berdasarkan

pendekatan perencanaan pembangunan spasial (perwilayahan pembangunan)

dibagi atas 8 (delapan) bagian wilayah kota (BWK).

Tabel 2.1 Pengembangan Tata Ruang Kota Bandar Lampung berdasarkan

bagian wilayah kota (BWK)

FUNGSI KOTA PERANAN KOTA

BWK A GEDONG MENENG

fungsi utama :

1. Pusat pendidikan tinggi

2. Terminal regional

3. Pengembangan kawasan

permukiman (kasiba/lisiba)

1. Menyediakan sarana kegiatan dengan

skala pelayanan regional.

2. Menyediakan pusat penelitian dan

pendidikan tinggi.

3. Pusat pergerakan/transportasi regional.

4. Menyediakan lahan permukiman skala

besar (kasiba/lisiba)

Fungsi pendukung :

1. Pusat kebudayaan.

2. Rumah sewa/kos

3. Pusat pelayanan lokal

4. Pertanian skala kecil

1. Menciptakan karakter kota budaya dan

agama.

2. Menyediakan areal kawasan perumahan.

3. Mengembangkan rumah sewa/kos untuk

mahasiswa.

4. Kegiatan perdagangan penunjang

pendidikan tinggi.

5. Kegiatan industri kecil menunjang

pendidikan tinggi (percetakan, fotocopy,

dan lain – lain.

BWK B SUKARAME

Fungsi utama :

1. Perumahan skala besar

2. Perdagangan skala kota

1. Menciptakan lingkungan perumahan

dengan segala sarananya.

2. Meningkatkan pelayanan sarana

prasarana kota untuk memenuhi

kebutuhan penduduknya sendiri agar

tidak tergantung dengan pusat kota.

Fungsi pendukung :

1. Pusat industri kecil

2. Pengembangan hutan kota.

1. Menetapkan kawasan industri kecil

dengan persyaratan tertentu.

2. Menyediakan sarana pelayanan skala

Page 12: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Pengembangan …digilib.unila.ac.id/554/4/Diana_Bab II.pdf · 54 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Pengembangan Sistem Transportasi Perkotaan

54

3. Cadangan pengembangan

kota.

4. Pusat pelayanan kota

lokal

BWK C PANJANG

Fungsi utama :

1. Pusat pelabuhan samudera.

2. Pergudangan

3. Terminal barang.

4. Industi pengolahan

1. Menyediakan sarana pelayanan

ekspor/impor.

2. Menyediakan sarana pergudangan

Fungsi pendukung :

1. Sentra industri kecil

2. Kawasan konservasi dan hutan

lindung

1. Pengembangan sentra industri kecil.

2. Mempertahankan areal konservasi

lahan.

BWK D SUKARAME / TANJUNG KARANG

Fungsi utama :

1. Perdagangan / jasa.

2. Kawasan industri

1. Penyediaan kawasan perdagangan.

2. Penyediaan fasilitas parkir

Fungsi pendukung :

1. Perumahan.

2. Industri kecil

3. Cagar budaya

1. Menyediakan sarana pelayanan dengan

skala lokal.

BWK E TANJUNG KARANG / PUSAT KOTA

Fungsi utama :

1. Perdagangan umum.

2. Jasa umum

1. Penataan sarana perdagangan.

2. Menciptakan karakter kota dagang.

3. Menyediakan jaringan prasarana

penunjang perdagangan.

Fungsi pendukung :

1. Sarana penunjang

perdagangan/parkir/taman.

2. Perumahan fungsi ganda.

3. Pusat budaya

1. Penyediaan sarana/prasarana penunjang

perdagangan (parkir, taman).

2. Mengarahkan bangunan berfungsi ganda

(mixed use) :

a. Perumahan/perdagangan.

b. Perumahan / perkantoran.

c. Perumahan / jasa wisata

BWK F TANJUNG KARANG BARAT

Fungsi utama :

1. Perdagangan / jasa.

2. Kawasan konservasi

1. Penataan kawasan perdagangan.

2. Penyediaan fasilitas parkir

Fungsi pendukung :

1. Perumahan

Penyediaan sarana pelayanan dengan skala

local

Page 13: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Pengembangan …digilib.unila.ac.id/554/4/Diana_Bab II.pdf · 54 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Pengembangan Sistem Transportasi Perkotaan

54

BWK G LANGKAPURA / KEMILING

Fungsi utama :

1. Pengembangan holtikultura

2. Kawasan konservasi

3. Pariwisata (hutan wisata).

4. Pengembangan kawasan

permukiman (kasiba/lisiba)

1. Menyediakan balai penelitian tanaman

hortikultura.

2. Menetapkan batas area usaha

hortikultura.

3. Menetapkan batas kawasan konservasi

lahan sebagai daerah resapan air.

4. Menyediakan lahan bagi pemukiman

skala besar (kasiba/lisiba)

Fungsi pendukung :

1. Perumahan kavling besar

dengan KDB kecil.

2. Industri kecil.

3. Sekolah polisi Negara

1. Memperkuat perizinan perumahan

bersyarat.

2. Mengupayakan tingkat akses yang

rendah terhadap pusat kegiatan kota.

3. Sekolah polisi Negara.

BWK H TELUK BETUNG

Fungsi utama :

1. Pusat pemerintahan.

2. Perdagangan grosir.

3. Pariwisata pantai

1. Menyediakan sarana perkantoran

pemerintahan.

2. Menyediakan pusat perdagangan dengan

skala regional.

3. Penataan kawasan reklamasi pantai.

4. Merangsang pertumbuhan sektor yang

menunjang pariwisata

Fungsi pendukung :

1. Jasa umum.

2. Perumahan.

3. Industri kecil.

4. Konservasi

1. Menciptakan sarana pelayanan umum.

2. Penataan perumahan pinggir sungai.

3. Pengamanan kawasan lindung.

Sumber : RTRW Kota Bandar Lampung

b. Gambaran Umum Kawasan

1. Tinjauan Kawasan Batu Putu dan Sekitarnya

Berdasarkan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah Kota Bandar

Lampung, seluruh obyek wisata pada Kawasan Wisata Batu Putu dan sekitarnya

Page 14: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Pengembangan …digilib.unila.ac.id/554/4/Diana_Bab II.pdf · 54 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Pengembangan Sistem Transportasi Perkotaan

54

terlingkup dalam Zona Pengembangan Wisata Alam. Zona tersebut juga

merupakan satu perjalanan kegiatan wisata alam di Kota Bandar Lampung.

2. Identifikasi Obyek Wisata Potensial

Obyek wisata pada kawasan ini memiliki potensi yang cukup besar untuk

dikembangkan dan untuk menarik pasar wisatawan yang lebih banyak dan

beragam. Hal ini selain disebebkann beragamnya obyek dan daya tarik wisata

Batu Putu, juga karena lokasinya yang sangat strategis, yaitu merupakan gerbang

selatan Pulau Sumatera dengan letak yang dekat dengan Ibukota DKI Jakarta,

serta ketersediaan fasilitas penunjang pariwisata yang sudah cukup lengkap.

Tentunya dengan kondisi demikian, Kota Bandar Lampung mulai menjadi salah

satu alternatif daerah tujuan wisata bagi penduduk DKI Jakarta dan lebih luas lagi

penduduk Pulau Jawa.

Tabel 2.2 Obyek dan daya tarik wisata pada Kawasan Batu Putu

No Nama Obyek dan Daya Tarik Wisata Daya Tarik 1 Puncak Sukadanaham, Desa Sukadanaham,

Tanjung Karang Barat

Pemandangan Kota Bandar Lampung

2 Hutan Raya Wan Abdurahman, Desa Sukadanaham,

Tanjung Karang Barat

Kekayaan Flora dan tanaman hutan

3 Obyek Wisata Alam Batu Putu, Jl. Raya Batu Putu,

Teluk betung Barat

Panorama alam dan Air Terjun

4 Taman Wisata Bumi Kedaton Panorama alam dan atraksi hewan

5 Wisata Lembah Hijau Tempat rekreasi

6 Taman Kupu-Kupu Tempat Penangkaran Kupu-Kupu

7 Lembah Durian, Kelurahan Kedaung Menikmati buah durian, berkemah,

istirahat, permainan petualang

8 Kolam Pemancingan Yulli, Kedaung Memancing, memakan ikan

9 Mata air panas, kedaung Menikmati panorama alam

10 Taman Cibiah, Batu Putu Berenang, suasana alam pedesaaan,

memancing

11 Simulasi Tempur 206 Bermain airsoft gun

12 Taman Burung Menyaksikan kompetisi kicau burung,

membeli burung berkiacau

13 Green Villa Out Bond, haamparan taman hijau

Sumber : Penyusunan Masterplan Wisata Alam Batu Putu dan Sekitarnya, 2007

Page 15: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Pengembangan …digilib.unila.ac.id/554/4/Diana_Bab II.pdf · 54 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Pengembangan Sistem Transportasi Perkotaan

54

3. Tinjauan Internal Kawasan Batu Putu

Secara administratif Kawasan Wisata Alam Batu Putu dan sekitarnya terlingkup

ke dalam empat kecamatan. Secara administratif beberapa kelurahan dan

kawasan yang masuk dalam kawasan wisata tersebut adalah:

Kelurahan Sumber Agung, Kecamatan Kemiling (458 Ha)

Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling (577 Ha)

Kelurahan Sukadana Ham Kecamatan Tanjung Karang Barat (416 Ha)

Kelurahan Sukarame II Kecamatan Teluk Betung Barat (310 Ha)

Kelurahan Batu Putu Kecamatan Teluk Betung Utara (313 Ha)

Kelurahan Sumur Puteri Kecamatan Teluk Betung Utara (62 Ha)

Sebagian wilayah Tahura Wan Abdurahman

Secara geografis keseluruhan kecamatan ini berada pada kawasan barat Kota

Bandar Lampung.

4. Kondisi Kependudukan

Berdasarkan data kependudukan pada tahun 2006, jumlah penduduk di Kawasan

Batu Putu adalah sebagai berikut:

Tabel 2.3 Jumlah dan Kepadatan Penduduk

Kawasan Wisata Alam Batu Putu dan Sekitarnya

No Kelurahan Luas

(Ha)

Penduduk

(Jiwa)

Kepadatan

(Jiwa/Ha) 1 Sumber Agung 458 6828 7

2 Kedaung 577 1101 2

3 Sukadana Ham 416 2892 6

4 Sukarame II 310 4630 15

5 Batu Putu 313 4109 13

6 Sumur Puteri 62 4586 50

Sumber: Data Monografi Kecamatan, 2006 dalam Penyusunan Masterplan Wisata Alam

Batu Putu dan Sekitarnya, 2007

Page 16: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Pengembangan …digilib.unila.ac.id/554/4/Diana_Bab II.pdf · 54 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Pengembangan Sistem Transportasi Perkotaan

54

Sumber: Laporan Akhir Masterplan Cagar Wisata Batuputu dan Sekitarnya, 2007

Gambar 2.1 Peta Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Kawasan Batu Putu dan Sekitarnya

Page 17: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Pengembangan …digilib.unila.ac.id/554/4/Diana_Bab II.pdf · 54 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Pengembangan Sistem Transportasi Perkotaan

54

Dari data kependudukan di atas diketahui bahwa Kelurahan Sumber Agung

merupakan kelurahan yang memiliki jumlah penduduk terbesar, namun demikian

kepadatan penduduknya rendah, sedangkan kelurahan Sumur Puteri merupakan

kelurahan yang mempunyai kepadatan penduduk paling tinggi. Jumlah penduduk

yang banyak akan memberikan peluang bagi Kawasan Alam Batu Putu dan

Sekitarnya dalam pengembangan pariwisata.

Penduduk kawasan Batu Putu dan sekitarnya di empat kecamantan (Kemiling,

Tanjung Karang, Tanjung Karang Barat, Teluk Betung Barat dan Kecamatan

Teluk Betung Utara) sangatlah heterogen. Salah satu indikasinya adalah

keberagaman agama yang dipeluk dalam kawasan tersebut. Agama mayoritas

adalah agama Islam. Namun dalam keberagaman tersebut penduduk dapat hidup

berdampingan dengan rukun dan saling menghormati.

5. Kondisi Sosial Budaya dan Ekonomi

Kondisi keamanan masyarakat di Kawasan Batu Putu dan sekitarnya masih

terjaga secara kondusif dan aman. Hal ini tidak terlepas dari sistem

kemasyarakatan dan kelembagaan yang ada seperti siskamling, ulama, majlis

taklim, RKM dan lain-lain.

Keadaan sosial ekonomi masyarakat sangat erat kaitannya dengan mata

pencaharian atau sumber penghidupan masyarakat tersebut. Mata pencaharian

sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, keadaan alam, dan pola kehidupan

dalam lingkungan masyarakat. Dilihat dari keadaan geografis kawasan yang rata-

Page 18: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Pengembangan …digilib.unila.ac.id/554/4/Diana_Bab II.pdf · 54 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Pengembangan Sistem Transportasi Perkotaan

54

rata adalah berupa dataran tinggi dan kesuburan tanahnya cukup baik, banyak

masyarakat yang mempunyai mata pencaharian sebagai petani. Berdasarkan data

4 kecamatan di yang melingkupi Kawasan Wisata Alam Batu Putu dan sekitarnya,

terdapat 12 jenis mata pencaharian masyarakat di kecamatan tersebut yaitu :

Pegawai Negeri Sipil (PNS), tentara, polisi, karyawan swasta/buruh swasta,

wiraswasta, tukang, petani, pensiunan, pemulung, jasa, dan jenis pekerjaan

lainnya. Jumlah penduduk berdasarkan pekerjaan dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 2.4 Jumlah Penduduk Berdasarkan Pekerjaan kawasan Wisata Alam Batu Putu dan

Sekitarnya

No Kelurahan

Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian (Jiwa)

PNS

Tentara Polisi Karyawan

Swasta

Wira

swasta

Tukang Petani Pegawai

pensiunan

Pemulung Jasa Lain-

lain.

1 Sumber

Agung 9 - - 12 319 59 855 - - - 29

2 Kedaung 463 5 8 125 - 98 215 - - - 5

3 Sukadana

Ham

30 - - 384 601 - - - - - -

4 Sukarame

II

24 11 7 85 294 37 357 14 10 46 40

5 Batu Putu 8 1 - 504 315 93 1475 1 12 2 116

6 Sumur

Puteri

231 13 4 270 105 37 119 79 4 59 1195

Total 1524 30 19 1380 1634 324 3021 94 26 107 1385

Sumber: Data Monografi Kecamatan, 2006 dalam Penyusunan Masterplan Wisata Alam Batu Putu dan

Sekitarnya, 2007

Page 19: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Pengembangan …digilib.unila.ac.id/554/4/Diana_Bab II.pdf · 54 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Pengembangan Sistem Transportasi Perkotaan

54

6. Kondisi Prasarana Kawasan

a. Jaringan Jalan

Klasifikasi jalan yang ada di kawasan terdiri dari jaringan jalan desa dan jalan

antar desa/kecamatan. Dilihat dari perkerasannya, jalan di kawasan terdiri dari

jalan aspal dan tanah. Secara umum kondisi jalan utama di kawasan ini dapat

dikatakan sudah baik, hal ini dilihat dari panjang jalan aspal lebih besar

dibandingkan dengan panjang jalan tanah, baik itu jalan desa ataupun jalan antar

desa/kecamatan.

b. Jembatan

Kondisi prasarana kawasan pada umumnya sudah baik. Hal ini terlihat pada jalur

penghubung jalan yakni jembatan yang terpisah oleh adanya aliran air dari

kawasan yang membelah kawasan menjadi bebarapa aliran air dari hulu menuju

hilir. Aliran air yang melintasi jembatan memiliki ukuran yang bervariasi

berdasarkan kontur di tiap masing – masing bagian wilayah. Di mana sebagian

besar wilayah terdiri dari perbukitan dan lembah.

Sehingga peran penghhubung jembatan pada kawasan ini sangat dominan agar

aliran air yang telah ada tidak terhambat oleh jaringan jembatan penghubung.

Page 20: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Pengembangan …digilib.unila.ac.id/554/4/Diana_Bab II.pdf · 54 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Pengembangan Sistem Transportasi Perkotaan

54

Sumber: Laporan Akhir Masterplan Cagar Wisata Batuputu dan Sekitarnya, 2007

Gambar 2.2 Peta Rencana Sirkulasi Kawasan Batu Putu dan Sekitarnya

Page 21: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Pengembangan …digilib.unila.ac.id/554/4/Diana_Bab II.pdf · 54 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Pengembangan Sistem Transportasi Perkotaan

54

c. Jaringan Listrik dan Komunikasi

Secara umum semua kelurahan di kawasan ini sudah terlayani oleh jaringan listrik

PLN. Berdasarkan data tahun 2005, jumlah penduduk yang terlayani jaringan

PLN adalah 15.497 KK. Namun masih ada penduduk yang memakai lampu

minyak seperti di Kelurahan Sukadanaham (lebih kurang 300 unit rumah).

Pemenuhan kebutuhan akan jasa telekomunikasi berupa sarana telepon di Kota

Bandar Lampung telah dilayani oleh 5 STO (Sentra Telepon Otomat). Untuk

Kawasan terdapat prasarana komunikasi seperti telepon umum, wartel, kantor pos,

radio, televisi dan parabola.

2.3.4. Teori Lokasi

Jarak menciptakan “gangguan” ketika manusia berhubungan/bepergian dari satu

tempat ke tempat lainnya. Jarak menciptakan gangguan karena dibutuhkan waktu

dan tenaga (biaya) untuk mencapai lokasi yang satu dari lokasi lainnya. Selain itu,

jarak juga menciptakan gangguan informasi sehingga makin jauh dari lokasi

makin kurang diketahui potensi/karakter yang terdapat pada lokasi tersebut.

Makin jauh jarak yang ditempuh, makin menurun minat orang untuk bepergian

dengan asumsi faktor lain semuanya sama.

Salah satu hal yang banyak dibahas dalam teori lokasi adalah pengaruh jarak

terhadap intensitas orang bepergian dari satu lokasi ke lokasi lainnya. Analisis ini

dapat dikembangkan untuk melihat bagaimana suatu lokasi yang memiliki

potensi/daya tarik terhadap batas wilayah pengaruhnya, dimana orang masih ingin

Page 22: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Pengembangan …digilib.unila.ac.id/554/4/Diana_Bab II.pdf · 54 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Pengembangan Sistem Transportasi Perkotaan

54

mendatangi pusat yang memiliki potensi tersebut. Hal ini terkait dengan besarnya

daya tarik pada pusat tersebut dan jarak antara lokasi dengan pusat tersebut.

Terkait dengan lokasi maka salah satu faktor yang menentukan apakah lokasi

menarik untuk dikunjungi atau tidak adalah tingkat aksesibilitas. Tingkat

aksesibilitas adalah tingkat kemudahan untuk mencapai suatu lokasi ditinjau dari

lokasi lain di sekitarnya. Tingkat aksesibilitas antara lain dipengaruhi oleh jarak,

kondisi prasarana perhubungan, ketersediaan berbagai sarana penghubung

termasuk frekuensinya dan tingkat keamanan serta kenyamanan untuk melalui

jalur tersebut. Di sisi lain, berbagai hal yang disebutkan di atas sangat terkait

dengan aktivitas ekonomi yang terjalin antara dua lokasi. Artinya, frekuensi

perhubungan sangat terkait dengan potensi ekonomi dari dua lokasi yang

dihubungkannya. Dengan demikian, potensi mempengaruhi aksesibilitas, akan

tetapi di sisi lain, aksesibilitas juga menaikkan potensi suatu wilayah.

Walaupun teori yang menyangkut pola lokasi ini tidak banyak berkembang tetapi

telah ada sejak awal abad ke-19. Secara empiris dapat diamati bahwa pusat-pusat

pengadaan dan pelayanan barang dan jasa yang umumnya adalah perkotaan

(central places), terdapat tingkat penyediaan pelayanan yang berbeda-beda.

Jakarta umpamanya, menyediakan barang-barang dan jasa-jasa yang tidak

disediakan di Medan serta kota-kota lainnya yang berada pada tingkat hierarki

lebih rendah. Barang/jasa yang dihasilkan di Jakarta disebarkan ke seluruh

wilayah Indonesia. Medan menyediakan barang/jasa yang tidak disediakan oleh

Pematang Siantar atau kota-kota lainnya yang memiliki hierarki yang sama

Page 23: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Pengembangan …digilib.unila.ac.id/554/4/Diana_Bab II.pdf · 54 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Pengembangan Sistem Transportasi Perkotaan

54

dengan Pematang Siantar atau lebih rendah. Demikian seterusnya, sampai tingkat

hierarki yang paling bawah.

Namun demikian, Jakarta tetap menyediakan barang-barang/jasa-jasa yang

dihasilkan Medan, Pematang Siantar, dan kota yang lebih kecil berikutnya. Jadi,

ada barang-barang/jasa-jasa yang disediakan Jakarta tidak disediakan oleh Medan

dan Pematang Siantar. Namun, pelayanan/barang yang disediakan Pematang

Siantar dan Medan tetap juga disediakan oleh Jakarta.

Pelayanan masing-masing kota untuk tingkat yang berbeda bersifat tumpang-

tindih, sedangkan untuk yang setingkat walupun tumpang tindih tetapi tidak

begitu besar. Keadaan ini adalah bersifat universal dan dicoba dijelaskan oleh

beberapa ahli ekonomi/geographer yang ditulis oleh Walter Christaller. Ahli

ekonomi Von Thunen melihat perbedaan penggunaan lahan dari sudut perbedaan

jarak ke pasar yang tercermin dalam sewa tanah. Weber secara khusus

menganalisis lokasi industri. Ketiga tokoh di atas dianggap pelopor/pencipta

landasan dalam hal teori lokasi . tokoh yang muncul belakangan pada umumnya

memperdalam atau memodifikasi salah satu dari teori tersebut atau menggabung

pandangan dari ketiga tokoh yang disebutkan di atas.

2.4. Angkutan Jalan di Kota Bandar Lampung

Pengembangan sistem jaringan transportasi Propinsi Lampung direncanakan

mampu meningkatkan akses pelayanan perkotaan dan pusat pertumbuhan

ekonomi wilayah yang merata dan berhierarki serta meningkatkan kualitas dan

Page 24: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Pengembangan …digilib.unila.ac.id/554/4/Diana_Bab II.pdf · 54 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Pengembangan Sistem Transportasi Perkotaan

54

jangkauan pelayanan jaringan prasarana transportasi yang terpadu dan merata di

seluruh wilayah Provinsi Lampung. Strategi yang akan dilakukan untuk

meningkatkan akses pelayanan perkotaan dan pusat pertumbuhan ekonomi

wilayah tersebut antara lain dengan menjaga keterkaitan antar kawasan perkotaan

dan kawasan perdesaan, pengembangan pusat pertumbuhan, serta mengendalikan

perkembangan kota-kota pantai serta mendorong kawasan perkotaan dan pusat

pertumbuhan agar lebih kompetitif dan lebih efektif dalam pengembangan

wilayah disekitarnya. Strategi peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan

jaringan prasarana transportasi yang terpadu dan merata di seluruh wilayah

Provinsi Lampung ditempuh melalui upaya meningkatkan kualitas jaringan

prasarana dan mewujudkan keterpaduan pelayanan transportasi darat, laut, dan

udara. Rencana pengembangan sistem transportasi dalam hal ini mencakup

rencana pengembangan sistem jaringan transportasi darat, laut dan udara.

Page 25: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Pengembangan …digilib.unila.ac.id/554/4/Diana_Bab II.pdf · 54 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Pengembangan Sistem Transportasi Perkotaan

54

Gambar 2.3 Peta Jaringan Jalan Kota Bandar Lampung

Page 26: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Pengembangan …digilib.unila.ac.id/554/4/Diana_Bab II.pdf · 54 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Pengembangan Sistem Transportasi Perkotaan

54

Adapun untuk panjang jalan pada tiap kecamatan di Kota Bandar Lampung dapat

di lihat pada tabel berikut di bawah ini.

Tabel 2.5 Panjang Jalan Kota berdasarkan Kewenangan di Bandar Lampung

No Kecamatan Panjang Jalan (Km)

Jumlah Nasional Propinsi Kota

1 Teluk Betung Barat - 12,5 74.11 86.61

2 Teluk Betung Selatan 11,89 - 33.02 44.91

3 Panjang 13,27 3,37 50.26 66.90

4 Tanjung Karang Timur 1,57 10,93 70.10 82.60

5 Teluk Betung Utara 3,23 - 79.38 82.61

6 Tanjung Karang Pusat 2,77 - 35.51 38.28

7 Tanjung Karang Barat 1,45 - 82.53 83.98

8 Kemiling 4,24 2,41 75.66 82.31

9 Kedaton 6,25 - 102.39 108.64

10 Rajabasa 6,71 1.6 57.31 65.62

11 Tanjung Senang - 2.87 61.69 64.56

12 Sukarame 2,09 2.85 90.46 95.40

13 Sukabumi 1,23 2.3 89.30 92.83

Jumlah 54,7 38,83 901.72 995.25

Sumber : Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah Propinsi Lampung

2.4.1. Jaringan Prasarana Angkutan Jalan

Jaringan prasarana transportasi jalan terdiri dari simpul yang berwujud

terminal penumpang dan terminal barang dan ruang lalu-lintas (Warpani,

2002). Ruang lalu-lintas pada transportasi jalan berupa ruas jalan yang

ditentukan hierarkinya menurut fungsinya (UU Jalan 2004) terdiri dari jalan

arteri, jalan kolektor, jalan lokal dan jalan lingkungan. Pembagian setiap ruas

jalan pada jaringan jalan primer terdiri dari:

a. Jalan arteri primer, melayani angkutan utama yang menghubungkan pusat-

pusat kegiatan;

Page 27: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Pengembangan …digilib.unila.ac.id/554/4/Diana_Bab II.pdf · 54 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Pengembangan Sistem Transportasi Perkotaan

54

b. Jalan kolektor primer, melayani angkutan pengumpul/pembagi yang pusat-

pusat kegiatan.

Menurut statusnya (Undang-Undang Jalan Tahun 2004), jalan dikelompokkan

menjadi :

a. Jalan Nasional, jalan arteri/kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang

menghubungkan antar ibukota propinsi dan jalan strategis nasional, serta

jalan tol, yang pembinaannya dilakukan oleh menteri;

b. Jalan Propinsi, jalan kolektor dalam sistem jaringan primer, yang

menghubungkan ibukota propinsi dengan ibukota kabupaten/kota, antar

ibukota kabupaten/kota dan jalan strategis nasional, yang pembinaannya

dilakukan oleh pemerintah propinsi;

c. Jalan Kabupaten, jalan lokal dalam sistem jaringan primer, yang

menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan, antar ibukota

kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat kegiatan lokal, antar pusat

kegiatan lokal, dan jalan strategis kabupaten, yang pembinaannya dilakukan

oleh pemerintah kabupaten.

d. Jalan kota, jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder, menghubungkan

antar pusat pelayanan dalam kota dan antar pusat pemukiman dalam kota,

yang pembinaannya dilakukan oleh pemerintah kota.

Jaringan prasarana transportasi jalan terdiri dari ruas jalan dan terminal sebagai

simpul, berdasarkan data yang ada, jaringan jalan di wilayah Lampung tersusun

atas ruas-ruas jalan nasional, provinsi dan kabupaten/kota. Jumlah ruas jalan

Page 28: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Pengembangan …digilib.unila.ac.id/554/4/Diana_Bab II.pdf · 54 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Pengembangan Sistem Transportasi Perkotaan

54

nasional sebanyak 39 ruas, sedangkan untuk jalan propinsi ada 109 ruas, dengan

total panjang ruas jalan masing-masing kabupaten.

2.4.2. Pertumbuhan Lalu Lintas

Untuk melakukan proyeksi/prediksi perlu dilihat besar angka pertumbuhan

masing-masing wilayah di Propinsi Lampung yang dalam hal ini ditentukan pada

level kecamatan. Angka pertumbuhan ini sangat tergantung oleh bermacam-

macam aspek, tidak saja tergantung pada pertumbuhan penduduk dan

perekonomian wilayah. Beberapa aspek yang menentukan dalam meningkatkan

pertumbuhan lalu lintas adalah :

a. Kebijakan Pengembangan Wilayah.

Kebijakan pengembangan wilayah ini akan meningkatkan investasi pembangunan

terhadap suatu wilayah. Peningkatan ini akan dengan sendirinya meningkatkan

mobilitas pada wilayah tersebut yang ditandai dengan meningkatnya jumlah

pergerakan kendaraan yang menuju dan meninggalkan wilayah tersebut. Beberapa

kebijakan pengembangan wilayah Lampung adalah:

a. Program Pembangunan Daerah (PROPEDA)

b. Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi (RTRWP)

c. Kecamatan sebagai Pusat Pertumbuhan

d. Agenda Pembangunan Propinsi

e. Pengembangan kota-kota

Page 29: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Pengembangan …digilib.unila.ac.id/554/4/Diana_Bab II.pdf · 54 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Pengembangan Sistem Transportasi Perkotaan

54

Kebijakan tersebut akan menempatkan beberapa wilayah dalam kategori

pertumbuhan tinggi misalnya Kota Bandar Lampung, ibukota kabupaten,

beberapa wilayah hinterland. Sisanya masuk dalam kategori sedang dan rendah.

Pengkategorian tinggi-sedang-rendah ini dilakukan dengan melihat

kecenderungan-kecenderungan titik berat pembangunan pada suatu wilayah.

b. Pariwisata

Propinsi Lampung terkenal sebagai propinsi dengan banyak obyek wisata yang

tersebar di seluruh wilayah. Seperti diketahui, sektor pariwisata mampu

meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu wilayah baik melalui kontribusi sektor

pariwisata itu sendiri maupun dari sektor lain yang dibangkitkannya. Hal ini akan

meningkatkan pertumbuhan lalu lintas di suatu wilayah. Dengan mengasumsikan

bahwa semakin besar perkembangan sektor pariwisata yang ada akan semakin

besar pula nilai pertumbuhan lalu lintas, maka Kota Bandar Lampung bagian

selatan dan beberapa spot yang merupakan wilayah-wilayah dengan pertumbuhan

lalu lintas yang tinggi.

c. Produksi Hasil Bumi

Selain pariwisata, produksi hasil bumi yang meliputi hasil pertanian, perkebunan,

peternakan, perikanan, pertambangan dan penggalian menjadi andalan di beberapa

wilayah dan hal ini akan meningkatkan mobilitas orang dan barang.

Page 30: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Pengembangan …digilib.unila.ac.id/554/4/Diana_Bab II.pdf · 54 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Pengembangan Sistem Transportasi Perkotaan

54

Sumber: Laporan Akhir Masterplan Cagar Wisata Batuputu dan Sekitarnya, 2007

Gambar 2.4 Peta Rencana Pengembangan Kawasan Agrowisata

Page 31: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Pengembangan …digilib.unila.ac.id/554/4/Diana_Bab II.pdf · 54 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Pengembangan Sistem Transportasi Perkotaan

54

2.4.3. Unsur-unsur jaringan transportasi jalan terdiri dari:

a. Ruang-Ruang Kegiatan

Penentuan ruang-ruang kegiatan ini baik pada kondisi sekarang maupun yang

akan datang diperlukan untuk melihat seberapa besar kebutuhan dukungan

transportasi terhadap ruang-ruang yang ada. Dengan mengetahui sebaran ruang-

ruang kegiatan akan dapat ditentukan prioritas pengembangan kawasan

berdasarkan ruang-ruang kegiatan yang diwadahinya. Ruang-ruang kegiatan ini

meliputi:

1. Kawasan andalan nasional yang strategis bagi kepentingan nasional

2. Kawasan andalan propinsi yang strategis bagi kepentingan propinsi

3. Kawasan andalan kabupaten yang strategis bagi kepentingan kabupaten

4. Kawasan andalan propinsi yang strategis bagi kepentingan nasional

5. Kawasan andalan kabupaten yang strategis bagi kepentingan nasional

6. Kawasan andalan kabupaten yang strategis bagi kepentingan propinsi

Pada prakteknya tidak semua kategori di atas dimiliki oleh suatu propinsi dan

hanya beberapa saja yang dianggap sesuai.

b. Jaringan Jalan

Jaringan jalan adalah serangkaian ruas dan simpul yang terwujud atau diwujudkan

untuk melayani pergerakan orang dan barang dari asal ke tujuan. Jaringan jalan

dapat dibedakan atas:

1. Kewenangan pengelolaan: jalan nasional, propinsi, kabupaten/kota dan desa;

2. Fungsi jalan: arteri, kolektor dan lokal;

3. Hirarki pelayanan: primer, sekunder dan tersier;

Page 32: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Pengembangan …digilib.unila.ac.id/554/4/Diana_Bab II.pdf · 54 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Pengembangan Sistem Transportasi Perkotaan

54

4. Simpul Transportasi.

Simpul merupakan titik dalam jaringan jalan di mana terjadi perpindahan jenis

angkutan seperti terminal. Terminal (terminal penumpang dan barang) disediakan

untuk: menurunkan dan menaikkan penumpang, perpindahan intra dan atau antar

moda, mengatur kedatangan dan keberangkatan kendaraan umum, membongkar

dan muat barang.

Terminal penumpang dapat dikelompokkan menjadi 3 tipe terminal yaitu:

a) Terminal penumpang tipe A, yang berfungsi melayani kendaraan umum

untuk angkutan antar kota antar propinsi dan atau angkutan lintas batas

negara, angkutan antar kota dalam propinsi, angkutan kota dan angkutan

pedesaan.

b) Terminal penumpang tipe B, berfungsi melayani kendaraan umum untuk

angkutan antar kota dalam propinsi, angkutan kota dan atau angkutan

pedesaan.

c) Terminal penumpang tipe C.

2.4.4. Angkutan Umum Penumpang.

Warpani (1990) menyatakan bahwa angkutan umum penumpang adalah angkutan

penumpang yang dilakukan dengan sistem sewa atau bayar. Termasuk dalam

pengertian angkutan umum penumpang adalah angkutan kota (bus, minibus, dsb),

kereta api, angkutan air, dan angkutan udara. Tujuan utama keberadaan angkutan

umum penumpang adalah menyelenggarakan pelayanan angkutan yang baik dan

layak bagi masyarakat. Ukuran pelayanan yang baik adalah pelayanan yang aman,

Page 33: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Pengembangan …digilib.unila.ac.id/554/4/Diana_Bab II.pdf · 54 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Pengembangan Sistem Transportasi Perkotaan

54

cepat, murah dan nyaman. Selain itu, keberadaaan angkutan umum penumpang

juga membuka lapangan kerja.

Menurut Hinton (1981) yang disadur oleh Warpani dalam buku “Merencanakan

Sistem Angkutan”, kebutuhan dan peranan sarana Angkutan Umum Penumpang

tampaknya akan tetap memainkan peranan yang penting, apalagi dengan ancaman

merosotnya cadangan bahan bakar minyak. Penggunaan bahan bakar baru selain

bensin masih memerlukan waktu uji coba akan tingkat keamanannya, efisien,

maupun efektifitasnya, sementara kebutuhan orang akan melakukan perjalanan

tetap bergerak meningkat sesuai dengan pertambahan jumlah penduduk dan

kegiatannya. Masa peralihan dari teknologi masa kini ke teknologi masa depan

menyebabkan ketergantungan pada sarana angkutan umum penumpang bertambah

besar karena angkutan umum penumpang terbukti lebih efisien dalam

menggunakan energi per satuan penumpang yang diangkut.

2.4.5. Kinerja Angkutan Umum Perkotaan

Giannopoulus (1989) mengemukakan faktor – faktor yang mempengruhi kinerja

angkutan umum antara lain :

a. Nilai okupansi bis, adalah perbandingan antara jumlah penumpang dengan

kapasitas tempat duduk bis, misalnya nilai okupansi 150% berarti penumpang

tidak mendapatkan tempat duduk atau berdiri 50 % dari kapasitas yang

ditetapkan,

Page 34: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Pengembangan …digilib.unila.ac.id/554/4/Diana_Bab II.pdf · 54 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Pengembangan Sistem Transportasi Perkotaan

54

b. Reabilitas, yakni keandalan angkutan umum yang merupakan ukuran ketaatan

bis pada peraturan operasional yang ditentukan antara lain ketaatan pada

jadwal operasi, kelayakan kondisi fisik bus dan kualitas awak bis dalam

melayani pengguna angkutan umum,

c. Jam operasi yang tidak hanya mempengaruhi biaya operasi bagi operator

tetapi juga mempengruhi kualitas pelayanan yang diberikan kepada

masyarakat. Dikatakan juga bahwa penambahan jam operasi terutama pada

malam hari relatif akan menimbulkan tambahan biaya dibandingkan

penambahan pada siang hari, tetapi akan menimbulkan akibat positif berupa

peningkatan pergerakan kegiatan masyarakat.

Menurut A World Bank Policy Study (1986), Urban Transport Standard, indikator

kunci kinerja pada pelayanan bus antara lain sebagaimana terlihat pada tabel

berikut.

Tabel. 2.6 Indikator Kinerja Angkutan Umum menurut World Bank

No Aspek Parameter Standard

1. Jumlah penumpang Jumlah orang/bus/hari 463 – 555

2. Utilitas kendaraan Rata–rata jarak perjalanan (km/hari) 230 – 260

3. Produktifitas pegawai Jumlah staf administrasi,

Jumlah pegawai bengkel/bus

Jumlah pegawai total

0,3 – 0,4

0,5 – 1,5

3 – 8

4. Tingkat kecelakaan Jumlah kecelakaan per 100.000 km perjalanan 1,5 – 3

5. Tingkat kerusakan % jumlah bus yang rusak terhadap total bus yang

digunakan

8 – 10

6. Avalaibility Rasio jumlah bus yang beroperasi dengan jumlah

bus kesluruhan (dalam %)

80 – 90

7. Konsumsi bahan Konsumsi bahan bakar/bus/100 km perjalanan 15 – 25

8. Kebutuhan suku cadang % biaya cadangan per bus per tahun terhadap

biaya Operasi Kendaraan

7 – 12

9. Operating ratio Rasio antara pendapatan dengan biaya operasi 1.05 –

1,08

Sumber : A World Bank Policy Study (1986), Urban Transport Standard dalam Asikin, 1998

Page 35: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Pengembangan …digilib.unila.ac.id/554/4/Diana_Bab II.pdf · 54 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Pengembangan Sistem Transportasi Perkotaan

54

Sementara dalam buku berjudul Bus route and schedule Planning Guidelines yang

diterbitkan oleh National Cooperative Highway Research (NHCRP) volume ke-

69 dikatakan bahwa kinerja angkutan umum diantaranya meliputi :

1. Karakteristik Pelayanan

a. Daerah Pelayanan dan Jangkauan Rute

Jangkauan pelayanan bis dan frekuensi berhubungan dengan kepadatan

jalan dan kepadatan penduduk. Adapun ukuran yang disarankan adalah :

Pada pelayanan bis lokal, jangkauan pelayanan sebesar 0,4 km dengan

kepadatan penduduk lebih besar 1500 jiwa/km², tidak kurang 90% dari

penduduk dapat di layani,

Pada pelayanan bis lokal, jangkauan pelayanan sebesar 0,8 km dengan

kepadatan penduduk 800 – 1500 jiwa/ km², 50 – 75% penduduk dapat

dilayani.

Pada pelayanan bis express, jangkauan pelayanan sebesar 0,8 km dari

jalan arteri.

b. Struktur rute dan Spacing

Struktur rute dan spacing disesuaikan dengan pola jalan dan

pengembangan kepadatan penduduk. Pelayanan bis disediakan pada jalan

arteri utama dan pada wilayah sub urban, serta pada rute yang menuju

CDB atau pusat kegiatan lain.

c. Route Directness dan Simplicity

Rute sebaiknya tidak lebih panjang 20% dari jarak tempuh jika

menggunakan kendaraan pribadi.

d. Panjang rute

Page 36: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Pengembangan …digilib.unila.ac.id/554/4/Diana_Bab II.pdf · 54 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Pengembangan Sistem Transportasi Perkotaan

54

Rute diusahakan sependek mungkin. Panjang rute tidak melampaui 40 km

tiap perjalanan atau 2 jam waktu perjalanan.

e. Duplikasi rute

Duplikasi rute dihindari kecuali jika kondisi tidak memungkinkan. Rute

yang overlapping menyebabkan biaya operasio yang tidak perlu, headway

yang tidak teratur, meskipun kadang-kadang meningkatkan kenyamanan

penumpang.

2. Tingkat Pelayanan

a. Headway dan Frekuensi

Besarnya frekuensi bis tergantung dari headway dan jumlah bis yang

beroperasi. Headway yang lebih besar dari 10 sampai 15 menit

menyebabkan waktu menunggu penumpang cukup lama. Disarankan

besarnya headway adalah 2,5 ; 5; 7,5 dan seterusnya sehingga penumpang

mudah mengingat.

b. Loading Standard

Besarnya loading standard ditetapkan sebagai berikut :

Tabel 2.7 Standar loading Maksimum (% dari tempat duduk)

Periode

Waktu

Opeasi

Tipe Pelayanan

Lokal express

Headway

≤ 5 menit

Headway*

6-9 menit

Headway

≥10menit

freeway Arterial

Jam puncak

20-30 menit

160 140 125 100 133

Jam puncak

60 menit

140 120 100 100 120

Transisi

(sbl/sdh peak)

120 110 100 100 110

Siang 100 100 80 100 100

Sore 100 100 70 80 80

*Nilai di dalam kolom ini dapat digunakan jika headway tidak ditentukan Sumber : NCHRP 69

Page 37: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Pengembangan …digilib.unila.ac.id/554/4/Diana_Bab II.pdf · 54 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Pengembangan Sistem Transportasi Perkotaan

54

c. Faktor Muatan (Loading factor)

Faktor muatan (load factor) merupakan komponen yang sangat penting

dalam analisa perhitungan tarif angkutan karena semakin besar load factor

maka tarif yang dihasilkan semakin kecil, demikian juga sebaliknya,

dengan load factor yang kecil maka tarif akan semakin tinggi.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 1993 pasal 28 ayat 2 yang

mengatur tentang penambahan kendaraan untuk trayek yang sudah

terbuka, faktor muatan disyaratkan 70% kecuali untuk trayek perintis.

Untuk kendaraan umum, load factor (LF) didefinisikan sebagai

perbandingan antara jumlah penumpang (demand) yang terangkut dengan

kapasitas tempat duduk yang tersedia (supply). Load factor sebesar 0,5

artinya tempat duduk kendaraan yag terisi penumpang sebanyak 50% dari

tempat duduk yang tersedia. Sedangkan load faktor 1 artinya jumlah

penumpang yang terangkut sama dengan jumlah bangku yang tersedia.

Untuk kendaraan dengan load factor lebih besar dari 1 artinya jumlah

penumpang dalam kendaraan lebih banyak dari kapasitas tempat duduk

yang tersedia. Untuk menentukan load faktor dihitung dengan rumus :

K

PLF

Dimana :

LF : Load factor atau faktor beban

P : Banyaknya penumpang yang diangkut sepanjang satu lintasan

sekali jalan

K : Banyaknya tempat duduk

Page 38: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Pengembangan …digilib.unila.ac.id/554/4/Diana_Bab II.pdf · 54 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Pengembangan Sistem Transportasi Perkotaan

54

d. Kecepatan Rute

Besarnya kecepatan rute berpedoman pada tabel berikut :

Tabel. 2.8 Pedoman Kecepatan Rute

Item

Kecepatan rute bis (km/jam)

Tidak termasuk waktu

berhenti

Termasuk waktu

berhenti

Rata-rata sistem 22,4 28,5

Standar deviasi 3,7 6,3

Sasaran 18,7 22,2 Sumber : NCHRP 69

2.5. Sistem Transportasi

2.5.1. Pendekatan Transportasi Sebagai Sebuah Sistem

Fungsi dasar transportasi adalah menghubungkan tempat kediaman dengan tempat

bekerja atau para pembuat barang dengan para pelanggannya. Sebagai mata rantai

penghubung, sebagai pengguna dari sistem transportasi baik itu di darat, laut

maupun udara, pemahaman dunia transportasi tidak dapat dipandang sebelah

mata, dan hal ini harus dengan pemikiran yang terbuka. Manusia sebagai

pengguna sistem transportasi, melibatkan dirinya dalam suka duka sebagai

pengguna jalur penghubung.

2.5.2. Ciri-Ciri Permasalahan Transportasi

Ruang lingkup permasalahan transportasi telah bertambah luas dan

permasalahannnya itu sendiri bertambah parah, baik di negara maju (industri)

Page 39: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Pengembangan …digilib.unila.ac.id/554/4/Diana_Bab II.pdf · 54 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Pengembangan Sistem Transportasi Perkotaan

54

maupun di negara yang sedang berkembang. Terbatasnya bahan bakar secara

temporer bukanlah permasalahan yang parah; akan tetapi, peningkatan arus lalu

lintas serta kebutuhan akan transportasi telah menghasilkan kemacetan, tundaan,

kecelakaan, dan permasalahan lingkungan yang sudah berada di atas ambang

batas.

Permasalahan ini tidak hanya terbatas pada jalan raya saja pertumbuhan ekonomi

menyebabkan mobilitas seseorang meningkat sehingga kebutuhan pergerakannya

pun meningkat melebihi kapasitas sistem prasarana transportasi yang ada.

Kurangnya investasi pada suatu sistem jaringan dalam waktu yang cukup lama

dapat mengakibatkan sistem prasarana transportasi tersebut menjadi sangat rentan

terhadap kemacetan yang terjadi apabila volume arus lalulintas meningkat lebih

dari rata-rata.

Permasalahan tersebut semakin bertambah parah melihat kenyataan bahwa

meskipun sistem prasarana transportasi sudah sangat terbatas, akan tetapi banyak

dari sistem prasarana tersebut yang berfungsi secara tidak efisien (beroperasi di

bawah kapasitas), misalnya: adanya warung tegal yang menempati jalur pejalan

kaki yang menyebabkan pejalan kaki terpaksa harus menggunakan badan jalan

yang tentunya akan mengurangi kapasitas jalan tersebut. Contoh lainnya: parkir di

badan jalan sudah barang tentu akan mengurangi kapasitas jalan dan akan

menyebabkan penurunan kecepatan bagi kendaraan yang melaluinya. Hal yang

perlu diperhatikan disini adalah berapa besar keuntungan yang dapat diterima

retribusi parkir dibandingkan dengan besarnya biaya yang harus dikeluarkan oleh

setiap kendaraan yang melalui ruas jalan tersebut akibat menurunnya kecepatan.

Page 40: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Pengembangan …digilib.unila.ac.id/554/4/Diana_Bab II.pdf · 54 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Pengembangan Sistem Transportasi Perkotaan

54

2.5.3. Ciri Kebutuhan Akan Transportasi

Kebutuhan akan pelayanan transportasi bersifat sangat kualitatif dan mempunyai

ciri yang berbeda-beda sebagai fungsi dari waktu, tujuan perjalanan, frekuensi,

jenis kargo yang diangkut, dan lain-lain. Pelayanan transportasi yang tidak sesuai

dengan kebutuhan akan pergerakan menyebabkan sistem transportasi tersebut

tidak berguna (mubazir). Ciri ini membuat analisis dan peramalan kebutuhan akan

pergerakan menjadi semakin sulit.

Kebutuhan akan pergerakan bersifat sebagai kebutuhan turunan. Hal ini dapat

dijelaskan sebagai berikut. Seperti kita ketahui, pergerakan terjadi karena adanya

proses pemenuhan kebutuhan. Pemenuhan kebutuhan merupakan kegiatan yang

biasanya harus dilakukan setiap hari, misalnya pemenuhan kebutuhan akan

pekerjaan, pendidikan, kesehatan, dan olah raga. Kita sebenarnya tidak perlu

bergerak kalau semua kebutuhan tersebut tersedia di tempat kita berada (tempat

tinggal).

Akan tetapi, dalam ilmu perencanaan wilayah dan perkotaan, setiap tata guna

lahan mempunyai beberapa ciri dan persyaratan teknis yang harus dipenuhi dalam

perencanaan dan perancangannya. Misalnya, bandara harus berada jauh dari

daerah perkotaan karena alasan keselamatan dan kebisingan serta harus pula jauh

dari daerah pegunungan karena alasan operasi penerbangan pesawat yang

mengunakan bandara tersebut.

Daerah permukiman, industri, pertokoan, perkantoran, fasilitas hiburan dan

fasilitas sosial, semuanya mempunyai beberapa persyaratan teknis dan non-teknis

Page 41: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Pengembangan …digilib.unila.ac.id/554/4/Diana_Bab II.pdf · 54 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Pengembangan Sistem Transportasi Perkotaan

54

yang harus dipenuhi dalam menentukan lokasinya. Setiap lahan atau tata guna

lahan mempunyai ciri teknis tersendiri yang dapat menentukan jenis kegiatan

yang cocok di lokasi tersebut. Beberapa ciri teknis yang sering dipakai adalah

kondisi topografi (datar, bukit, pegunungan), kesuburan tanah, dan geologi.

Akibatnya, lokasi kegiatan tersebar secara heterogen di dalam ruang yang ada

yang akhirnya menyebabkan perlu adanya pergerakan yang digunakan untuk

proses pemenuhan kebutuhan. Seseorang akan berangkat pada pagi hari dari

lokasi perumahan ke lokasi tempat bekerja. Kemudian, sebelum pulang ke rumah

pada sore hari, mungkin ia mampir dulu untuk berbelanja, dan berolahraga pada

lokasi lain yang berbeda. Dengan demikian, fasilitas sosial, fasilitas hiburan, pusat

perbelanjaan, dan perkantoran yang merupakan tempat pemenuhan kebutuhan

harian harus disebar secara merata dalam suatu daerah perkotaan hingga jarak dari

perumahan ke berbagai lokasi tersebut menjadi lebih pendek. Semakin jauh kita

bergerak, semakin tinggi peluang kita memberikan kontribusi terhadap kemacetan

di kota tersebut.

Dalam melakukan pergerakan untuk memenuhi kebutuhan tersebut, kita

mempunyai dua pilihan, yaitu bergerak dengan moda transportasi atau tanpa moda

transportasi (berjalan kaki). Pergerakan tanpa moda transportasi (misal berjalan

kaki) biasanya berjarak pendek (1-2 km), sedangkan pergerakan dengan moda

transportasi berjarak sedang atau jauh.

Jenis moda transportasi yang digunakan juga sangat beragam, seperti mobil

pribadi, taksi, bus, kereta api, sepeda motor, pesawat terbang, dan kapal laut.

Apapun moda transportasinya, moda tersebut tidak akan pernah dapat bergerak

Page 42: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Pengembangan …digilib.unila.ac.id/554/4/Diana_Bab II.pdf · 54 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Pengembangan Sistem Transportasi Perkotaan

54

kalau kita tidak mempersiapkan tempat mereka bergerak seperti jalan raya, jalan

rel, bandar udara, dan pelabuhan laut yang biasa disebut sistem prasarana

transportasi.

2.5.4. Ciri Sistem Prasarana Transportasi

Ciri utama sistem prasarana transportasi adalah melayani pengguna; bukan berupa

barang atau komoditas. Oleh karena itu, prasarana tersebut tidak mungkin

disimpan dan digunakan hanya pada saat diperlukan. Sistem prasarana

transportasi harus selalu dapat digunakan dimana pun dan kapan pun, karena jika

tidak, kita akan kehilangan manfaatnya (mubazir). Oleh karena itu pula, sangatlah

penting mengetahui secara akurat besarnya kebutuhan akan transportasi pada

masa mendatang sehingga kita dapat menghemat sumber daya dengan mengatur

atau mengelola sistem prasarana transportasi yang dibutuhkan.

Pada dasarnya, sistem prasarana transportasi mempunyai dua peran utama, yaitu:

Sebagai alat bantu untuk mengarahkan pembangunan di daerah perkotaan;

Sebagai prasarana bagi pergerakan manusia dan/atau barang yang timbul akibat

adanya kegiatan di daerah perkotaan tersebut.

Peran pertama sering digunakan oleh para perencana pengembang wilayah untuk

dapat mengembangkan wilayahnya sesuai dengan rencana. Katakanlah ada suatu

daerah permukiman baru yang hendak dipasarkan; tidak akan pernah ada

peminatnya kalau di daerah itu tidak disediakan sistem prasarana transportasi.

Begitu sistem prasarana transportasinya tersedia, maka aksesibilitas permukiman

Page 43: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Pengembangan …digilib.unila.ac.id/554/4/Diana_Bab II.pdf · 54 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Pengembangan Sistem Transportasi Perkotaan

54

tersebut menjadi semakin tinggi (semakin mudah dicapai) yang akhirnya

menyebabkan minat pembeli menjadi bertambah untuk tinggal di situ.

Hal yang sama juga terjadi di lahan permukiman transmigrasi. Suatu kawasan

permukiman tidak akan dapat berkembang, meskipun fasilitas rumah dan sawah

sudah siap pakai, jika tidak tersedia sistem prasarana transportasi; hal ini akan

mengakibatkan biaya transportasi menjadi sangat tinggi. Sebaliknya, sistem

prasarana transportasi mungkin belum diperlukan pada saat sekarang karena

kebutuhan akan pergerakan masih sangat rendah atau belum ada sama sekali. Jika

hal ini dibiarkan terus menerus maka kawasan permukiman tersebut tidak akan

pernah bisa berkembang selamanya.

Oleh sebab itu, kebijakan yang harus dilakukan adalah menyediakan sistem

prasarana transportasi dengan kualitas seminimal mungkin tetapi masih bisa

dilalui. Adanya keterhubungan atau konektivitas ini akan menyebabkan kawasan

tersebut menjadi mudah dicapai dan orang akan mulai mau tinggal di sana.

Seterusnya, setelah kawasan tersebut berkembang yang menyebabkan

terbentuknya kebutuhan akan pergerakan yang cukup besar, barulah sistem

prasarana transportasinya ditingkatkan sesuai dengan peramalan kebutuhan akan

pergerakan pada masa mendatang. Disinilah dimulai tampak peran kedua dari

sistem prasarana transportasi.

Page 44: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Pengembangan …digilib.unila.ac.id/554/4/Diana_Bab II.pdf · 54 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Pengembangan Sistem Transportasi Perkotaan

54

2.6. Sistem transportasi makro

Sistem transportasi makro terdiri dari beberapa sistem transportasi mikro dan

dapat dipecahkan menjadi beberapa sistem yang lebih kecil (mikro), yang

masing– masing saling terkait dan saling mempengaruhi seperti pada gambar 6.

Sistem sistem

Kegiatan jaringan

Sistem

pergerakan

sistem kelembagaan

Gambar 2.5. Sistem transportasi makro

Sistem transportasi makro tersebut terdiri dari :

a. Sistem kegiatan

b.Sistem jaringan prasarana transportasi

c. Sistem pergerakan lalu lintas

d. Sistem kelembagaan

Pergerakan lalu lintas timbul karena adanya proses pemenuhan kebutuhan. Kita

perlu bergerak karena kebutuhan kita tidak terpenuhi di tempat kita berada. Setiap

tata guna lahan atau sistem kegiatan (sistem mikro yang pertama) mempunyai

jenis kegiatan tertentu yang akan membangkitkan pergerakan dan akan menarik

pergerakan dalam proses pemenuhan kebutuhan.

Page 45: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Pengembangan …digilib.unila.ac.id/554/4/Diana_Bab II.pdf · 54 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Pengembangan Sistem Transportasi Perkotaan

54

Sistem tersebut merupakan sistem tata lahan yang terdiri dari sistem pola kegiatan

sosial, ekonomi, kebudayaan, dan lain – lain. Kegiatan yang timbul dalam sistem

ini membutuhkan pergerakan sebagai alat pemenuhan kebutuhan yang perlu

dilakukan setiap hari yang tidak dipenuhi oleh tata guna lahan tersebut. Besarnya

pergerakan sangat berkaitan erat dengan jenis dan intensitas kegiatan yang

dilakukan.

Pergerakan yang berupa pergerakan manusia dan/atau barang tersebut jelas

membutuhkan moda transportasi (sarana) dan media (prasarana) tempat moda

transportasi tersebut bergerak. Prasarana transportasi yang diperlukan merupakan

sistem mikro yang kedua yang biasa dikenal dengan sistem jaringan yang meliputi

sistem jaringan jalan raya, kereta api, terminal bi dan kereta api, bandara dan

pelabuhan laut.

Interaksi antara sistem kegiatan dan sistem jaringan ini menghasilkan pergerakan

manusia dan/atau barang dalam bentuk pergerakan kendaraan dan/atau orang

(pejalan kaki). Suatu sistem mikro yang ketiga atau sistem pergerakan yang aman,

cepat, nyaman, murah, handal dan sesuai dengan lingkungannya yang tercipta jika

pergerakan tersebut diatur oleh sistem rekayasa dan manajemen lalu lintas yang

baik. Permasalahan kemacetan yang sering terjadi di kota besar di Indonesia

biasanya timbul karena kebutuhan akan transportasi lebih besar daripada

prasarana transportasi yang tersedia, atau prasarana tersebut tidak dapat berfungsi

sebagaimana mestinya.

Page 46: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Pengembangan …digilib.unila.ac.id/554/4/Diana_Bab II.pdf · 54 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Pengembangan Sistem Transportasi Perkotaan

54

Sistem kegiatan, sistem jaringan, dan sistem pergerakan akan saling

mempengaruhi seperti terlihat pada gambar 6. Perubahan pada sistem kegiatan

jelas akan mempengaruhi sistem jaringan melalui perubahan pada tingkat

pelayanan pada sistem pergerakan. Begitu juga perubahan pada sistem jaringan

akan dapat mempengaruhi sistem kegiatan melalui peningkatan mobillitas dan

aksesibilitas dari sistem pergerakan tersebut.

Selain itu sistem pergerakan memegang peranan penting dalam menampung

pergerakan agar tercipta pergerakan yang lancar yang akhirnya juga pasti akan

mempengaruhi kembali sistem kegiatan dan sistem jaringan yang ada dalam

bentuk aksesibilitas dan mobilitas. Ketiga sistem mikro ini saling berinteraksi

dalam sistem transportasi makro.

Sesuai dengan GBHN 1993, dalam usaha untuk menjamin terwujudnya sistem

pergerakan yang aman, nyaman, lancar, murah, handal dan sesuai dengan

lingkungannya, maka dalam sistem transportasi makro terdapat sistem mikro

tambahan lainnya yang disebut sistem kelembagaan yang meliputi individu,

kelompok, lembaga, dan instansi pemerintah serta swasta yang terlibat secara

langsung maupun tidak langsung dalam setiap sistem mikro tersebut. Di

Indonesia, sistem kelembagaan yang berkaitan dengan masalah transportasi secara

umum adalah sebagai berikut :

Sistem kelembagaan; Bappenas, Bappeda Tingkat 1 dan Tingkat II,

Bangda, Pemda

Page 47: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Pengembangan …digilib.unila.ac.id/554/4/Diana_Bab II.pdf · 54 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Pengembangan Sistem Transportasi Perkotaan

54

Sistem jaringan; Departemen Perhubungan (Darat, Laut, Udara) Bina

Marga

Pergerakan; DLLAJ, Organda, Polantas, masyarakat.

Bappenas, Bappeda, Bangda, dan Pemda memegang peranan yang sangat penting

dalam menentukan sistem kegiatan melalui kebijakan baik yang berskala wilayah,

regional, maupun sektoral. Kebijakan sistem jaringan secara umum ditentukan

oleh Departemen Perhubungan baik, darat, laut, maupun udara serta Departemen

PU melalui Direktorat Jenderal Bina Marga. Sistem pergerakan ditentukan oleh

DLLAJ, Organda, Polantas dan masyarakat sebagai pemakai jalan.

Kebijakan yang timbul tentunya dapat dilaksanakan dengan baik melalui

peraturan yang secara tidak langsung juga memerlukan sistem penegakan hukum

yang baik pula. Jadi, secara umum dapat dikatakan bahwa, pemerintah, swasta,

dan masyarakat berperan dalam mengatasi masalah sistem transportasi ini,

terutama masalah kemacetan.

2.7. Sistem Prasarana Wilayah

Sistem prasarana wilayah adalah jaringan yang menghubungkan satu pusat

kegiatan dengan pusat kegiatan lainnya, yaitu antara satu permukiman dengan

permukiman lainnya, antara lokasi budi daya dengan lokasi permukiman, dan

antara lokasi budi daya yang satu dengan lokasi budi daya yang lainnya.

Bentuk jaringan itu adalah prasarana berupa jalan raya, jalur kereta api, jalur

sungai, laut dan danau, jaringan listrik, jaringan telpon, saluran irigasi, pipa air

Page 48: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Pengembangan …digilib.unila.ac.id/554/4/Diana_Bab II.pdf · 54 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Pengembangan Sistem Transportasi Perkotaan

54

minum, pipa gas, atau pipa bahan bakar yang dapat digunakan untuk

berpindahnya orang/bahan/energi/informasi dari satu pusat kegiatan ke pusat

kegiatan lainnya. Dalam hal ini pelabuhan udara dan pelabuhan laut adalah

sebagai tujuan akhir tetapi sekaligus menjadi outlet untuk bepergian ke luar

wilayah. Agar prasarana itu dapat dimanfaatkan, tentunya dibutuhkan sarana

sehingga dalam analisis, keduanya harus dibuat terkait.

Dalam pengertian jaringan, termasuk didalamnya pusat pemberangkatan dan

tempat pemberhentian dari sarana yang digunakan seperti terminal, stasiun,

pelabuhan udara, pelabuhan laut, tangkahan, halte, dan lain-lain. Tujuan

perencanaan jaringan adalah agar pergerakan orang dan barang dapat mencapai

seluruh wilayah secara efisien, yaitu cepat, murah, dan aman. Begitu juga

produksi dan kebutuhan wilayah dapat terpasarkan/tersedia secara efisien.

Rencana pengembangan sistem prasarana transportasi ditujukan pada keterkaitan

ekonomi dan fungsi antar berbagai pusat kegiatan. Sistem transportasi sekaligus

juga pembentuk struktur dan pola pemanfaatan ruang. Penentuan sistem

transportasi berkaitan dengan pola pemanfaatan ruang pada berbagai subwilayah.

Akan dapat dikaji besarnya bangkitan (orang dan barang yang membutuhkan

transportasi) pada masing-masing subwilayah dan tujuan dari bangkitan tersebut.

Dengan demikian, dapat diperkirakan pergerakan orang dan barang serta model

transportasi yang akan digunakan. Biasanya jalan-jalan utama untuk mengetahui

besarnya lalu lintas selain didasarkan atas analisis keterkaitan antar wilayah juga

didasarkan atas hasil survey O-D (origin and destination). Atas dasar itu dapat

Page 49: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Pengembangan …digilib.unila.ac.id/554/4/Diana_Bab II.pdf · 54 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Pengembangan Sistem Transportasi Perkotaan

54

diperkirakan kebutuhan kapasitas ruas jalan ataupun kapasitas angkut dari sarana

transportasi yang menggunakan jalur tersebut.

Perencanaan jalan adalah perencanaan jalur, daya tampung dan kualitas jalan

untuk menghubungkan berbagai pusat kegiatan. Jalan yang direncanakan sangat

terkait dengan volume kegiatan ekonomi atau pergerakan penduduk di suatu

wilayah yang akan memanfaatkan jalan tersebut.

Page 50: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Pengembangan …digilib.unila.ac.id/554/4/Diana_Bab II.pdf · 54 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Pengembangan Sistem Transportasi Perkotaan

54