respirasi pada ikan

Upload: juju-isme

Post on 02-Jun-2018

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/10/2019 Respirasi Pada Ikan

    1/9

    RESPIRASI

    Disusun untuk memenuhi tugas laporan praktikum fisiologi hewan

    Dosen Pengampu : Anti Damayanti

    Asisten Praktikum : Mbak Ayu

    Oleh:

    Januardi Husin S (10680018)

    Kelompok: II

    PRODI PENDIDIKAN BIOLOGI

    FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA

    2014

  • 8/10/2019 Respirasi Pada Ikan

    2/9

    A. TUJUAN PRAKTIKUM

    Tujuan praktikum kali ini adalah untuk mengetahui pengaruh suhu terhadap aktivitas

    respirasi pada ikan.

    B. DASAR TEORI

    Respirasi adalah pengambilan oksigen molekuler O2dari lingkungan dan pembuangan

    karbondioksida CO2 ke lingkungan. Hewan membutuhkan suplai oksigen secara terus menerus

    untuk melakukan respirasi seluler sehingga mampu mengubah molekul dari bahan bakar yang

    diperoleh dari makanan menjadi bekerja. Hal ini diimbangi pembuangan karbondioksida,

    produk buangan respirasi seluler (Campbell, 2004).

    Mekanisme respirasi terjadi melalui dua fase, yaitu fase eksteral dan fase internal. fase

    eksternal merupakan fase pertukaran gas yang terjadi pada darah dengan lingkungannya. Fase

    ini biasanya terjadi pada insang ikan . sedangkan fase internal merupakan proses pertukaran

    gas antara darah dan sel-sel atau jaringan di dalam tubuh (Weichert, 1959)

    Oksigen merupakan unsur penting bagi kelangsungan hidup organisme. Oksigen

    dibutuhkan untuk proses oksidasi bahan-bahan makanan dalam tubuh hewan agar dihasilkan

    energi untuk aktivitas hidupnya. Energi berupa ATP yang prosesnya disebut metabolismeaerobik. Pengambilan oksigen untuk metabolisme dan pengeluaan CO2 sebagai sampah

    metabolik dilakukan dengan mekanisme yang menggunakan sistem respiratori (Kimball,1992).

    Laju metabolisme adalah jumlah jumlah total energi yang diproduksi dan dipakai oleh

    tubuh per satuan waktu (Seeley, 2002). Laju metabolisme berkaitan erat dengan respirasi

    karena respirasi merupakan proses ekstraksi energi dari molekul makanan yang bergantung

    pada adanya oksigen. Laju metabolisme biasanya diperkirakan dengan mengukur banyaknya

    oksigen yang dikonsumsi makhluk hidup per satuan waktu. Hal ini memungkinkan karena

    oksidasi dari bahan makanan memerlukan oksigen (dalam jumlah yang diketahui) untuk

    menghasilkan energi yang dapat diketahui jumlahnya juga. Akan tetapi, laju metabolisme

    biasanya cukup diekspresikan dalam bentuk laju konsumsi oksigen (Tobin, 2005).

    Konsumsi oksigen pada tiap organisme berbeda-beda. Tergantung pada aktivitas, jenis

    kelamin, ukuran tubuh, temperature (suhu), dan hormon. Faktor lain yang menyebabkan

    perbedaan konsumsi oksigen terlarut adalah nutrisi dan usia. Misalnya, semakin besar bobot

  • 8/10/2019 Respirasi Pada Ikan

    3/9

    ikan maka semakin banyak pula konsumsi oksigennya. Begitu juga sebaliknya, semakin

    banyak konsumsi oksigen semakin besar laju metabolismenya.

    Adapun faktor-faktor lain yang mempengaruhi laju konsumsi oksigen menurut Lagler

    (1977) adalah sebagai berikut:

    Intensitas dari metabolisme oksidatif dalam sel.

    Kecepatan pertukaran yang mengontrol perpindahan air disekitar insang yang

    berdifusi melewatinya.

    Faktor internal yaitu kecepatan sirkulasi darah dan volume darah yang dibawa

    menuju insang.

    Afinitas oksigen dari haemoglobin.

    Di samping itu, suhu memiliki pengaruh yang sangat penting terhadap laju konsumsi

    oksigen, terutama pada hewan poikiloterm. Semakin tinggi temperatur maka semakin sedikit

    O2 terlarut dan bertambah besar konsumsi oksigen. Pengaruh temperatur ini terjadi karena

    kenaikan temperatur akan menaikkan metabolisme. Pada hewan poikiloterm, metabolisme

    dipengaruhi oleh perubahan suhu lingkungan. Suhu yang rendah mengakibatkan metabolisme

    turun. Metabolisme akan meningkat pada suhu lingkungan yang meningkat (Fujaya, 1999).

    C. ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA

    1. Alat dan Bahan

    Alat Bahan

    Gelas Beker 600 ml dan 250 ml;

    Termometer; Timbangan; Counter; dan pH

    Kit Tester

    Air Panas; Es; dan Ikan

    2. Cara Kerja

    Pertama-tama, disiapkan terlebih dahulu dua gelas beker 600 ml. Masing-masing gelas

    diberi label A dan B. Pada masing-masing gelas, diisi air sebanyak 150 ml. Suhu serta pH air

    dihitung dan dicatat. Setelah itu, dua ikan yang memiliki ukuran tubuh relatif sama dimasukkan

  • 8/10/2019 Respirasi Pada Ikan

    4/9

    ke dalam masing-masing gelas beker. Gelas beker A berisikan ikan kontrol, dan gelas beker B

    berisikan ikan perlakuan.

    Selama satu menit, dihitung gerakan buka tutup operkulum ikan di masing-masing

    gelas beker. Perhitungan diulangi sebanyak enam kali, dan dihitung jumlah buka tutup

    operkulum rata-ratanya per menit. Kemudian ditambahkan air panas ke dalam gelas beker A

    dan B, sehingga suhu air 2C. Disamakan volume air di gelas A dan B. Dihitung lagi jumlah

    buka tutup operkulum per satuan menit selama enam kali ulangan. Hasil rata-rata enam kali

    ulangan dicatat. Diukur juga pH air dengan pit tester. Langkah di atas diulangi dengan kenaikan

    suhu 4C, 6C, dan 8C dari suhu air keran semula.

    Setelah itu, ikan di gelas beker B diangkat dan disimpan lagi dengan air keran biasa

    serta dibiarkan selama 5-10 menit. Suhu, pH air, dan buka tutup operkulum enam kali ulangan

    dicatat rata-ratanya. Setelah itu, tambahka es ke dalam kedua gelas beker sehingga suhu air

    turun 2C dan volume air sama. Dicatat lagi suhu, pH, dan rata-rata buka tutup operkulum

    enam kali ulangan dalam rentang waktu satu menit. Kegiatan diulangi lagi dengan penurunan

    suhu 4C, 6C, dan 8C.

    Langkah terakhir, hasil data yang diperoleh dari perlakuan kenaikan dan penurunan

    suhu dicatat dalam tabel data. Dibuat juga grafik perbandingan pengaruh suhu dan pH, denganbuka tutup operkulum.

    D. HASIL DAN PEMBAHASAN

    1.

    Hasil

    1.a.) Jumlah gerakan operkulum per menit setelah kenaikan suhu

    Perlakuan Jumlah gerakan operkulum

    Ulangan

    1 2 3

    Kontrol 144 119,5 137,5 113,6

    Kenaikan 0C 166 112,5 137,5 138,6

  • 8/10/2019 Respirasi Pada Ikan

    5/9

    Kontrol 128 129,5 160 139,1

    Kenaikan 2C 191 114 223,5 176,1

    Kontrol 132 115 141 129,3

    Kenaikan 4C 199 117 253,5 189,8

    Kontrol 134 113,5 112 119,8

    Kenaikan 6C 204 120 278 200,6

    Kontrol 145 96 114,5 118,5

    Kenaikan 8C 231 135,5 250 205,5

    pH awal Kontrol 7,5 7,5 7,5 7,5

    Perlakuan 7,5 7,5 7,5 7,5

    pH akhir Kontrol 7,5 7,5 7,5 7,5

    Perlakuan 8,3 8,5 8,5 8,4

    1.b.) Jumlah gerakan operkulum per menit setelah penurunan suhu

    Perlakuan Jumal gerakan operkulum

    Ulangan

    1 2 3 4

    Kontrol 74 166,5 132 123,5 124

    penurunan

    0C

    75,5 138 180 160,5 138,5

    Kontrol 84 139 151,5 122,5 124,2

  • 8/10/2019 Respirasi Pada Ikan

    6/9

    penurunan

    2C

    73,5 183,5 163,5 115 133,8

    Kontrol 105 136 155,5 118 128,6

    penurunan

    4C

    97 159,5 121,5 100,5 119,6

    Kontrol 108 131,5 132 125 124,1

    penurunan

    6C

    92 112,5 109,5 81,5 124,1

    Kontrol 109 127,5 136 115 121,8

    penurunan

    8C

    78,5 110,5 85 76 87,5

    pH awal Kontrol 7 7,5 7,5 7,5 7,3

    Perlakuan 7 7,5 7 7,5 7,2

    pH akhir Kontrol 7,5 7,5 7,5 7,5 7,5

    Perlakuan 6 6 7,3 8,5 6,9

  • 8/10/2019 Respirasi Pada Ikan

    7/9

    2. Pembahasan

    Pada praktikum percobaan respirasi kali ini menggunakan ikan sebagai hewan uji.

    Pemilihan ikan sebagai hewan uji ini karena yang ingin diketahui adalah pengaruh suhu pada

    respirasi. Suhu akan sangat berpengaruh pada aktivitas respirasi yang dilakukan oleh hewan.

    Terlebih lagi pada hewan poikiloterm. Ikan merupakan salah kelompok hewan poikiloterm,

    yang fisiologinya terdiri atas proses osmoregulasi, sistem respirasi, perncernaan, saraf,

    endokrin, reporduksi, dan sistem sirkulasi (Fujaya, 1999).

    Usaha untuk mengatahui jumlah konsumsi oksigen, yang menandakan laju

    metabolisme pada ikan, dilihat dari aktivitas buka tutup operkulum. Dimana buka tutup

    operkulum itu menandakan bahwa ikan sedang melakukan konsumsi oksigen. Sama seperti

    manusia yang sedang bernafas. Perlakuan yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh suhu

    adalah dengan merubah suhu air secara berkala sebanyak 2C setiap perlakuan. Ada dua

    perlakuan pengubahan suhu yang dilakukan, yaitu penaikan suhu air dan penurunan suhu air.

    Dari percobaan yang telah dilakukan pada peningkatan suhu air, diperoleh data bahwa

    intensitas buka tutup operkulum pada ikan meningkat setiap perubahan suhu. Intensitas buka

    tutup operkulum semakin banyak dari ikan yang dijadikan kontrol. Pada penambahan suhu 2C

    misalnya, jumlah rata-rata operkulum meningkat menjadi 176,1, dari ikan yang dijadikan

    kontrol yang jumlah buka tutup operkulumnya sebanyak 139,1. Begitu pula pada peningkatan

    suhu yang terjadi berikutnya. Hal ini menandakan bahwa kenaikan suhu berbanding lurus

    dengan peningkatan jumlah buka tutup operkulum. Yang berarti juga peninkatan intensitas

    usaha ikan untuk memperoleh oksigen.

    Sedangkan pada percobaan penurunan suhu, yang terjadi adalah sebaliknya. Setiap

    penurunan suhu pada 2C, terjadi pula penurunan jumlah buka tutup operkulum pada ikan. Hal

    ini menunjukan bahwa laju konsumsi semakin menurun seiring dengan penuruna suhu air.

    Dari data penambahan dan penurunan suhu yang dilakukan pada percobaan kali ini,

    diperoleh sebuah asumsi bahwa laju konsumsi pada ikan seiring dengan meningkatnya suhu

    air. Laju konsumsi oksigen akan berkurang seiring dengan penurunan suhu air. Hasil percobaan

    ini sesuai dengan teori, yang mengatakan bahwa peningkatan suhu air mengakibatkan

    meningkatnya laju metabolisme, yang ditandai dengan meningkatnya intensitas laju konsumsi

    okesigen. Setiap peningkatan suhu sebesar 10C, akan menyebabkan laju konsumsi oksigen

    sebesar 2-3 kali lipat. Akan tetapi, peningkatan suhu mengakibatkan menurunnya kadar

    oksigen di air, sehingga terkadang oksigen yang tersedia tidak dapat memenuhi kebutuhan

    konsumsi oksigen ikan yang tengah mengalami peningkatan laju metabolisme (Effendi, 2003).

  • 8/10/2019 Respirasi Pada Ikan

    8/9

    Selain dilihat pengaruh suhu terhadap laju konsumsi oksigen ikan, pada praktikum kali

    ini juga diamati perubahan pH air yang diakibatkan oleh setiap perlakuan perubahan suhu yang

    dilakukan. Ada dua indikator yang yang dijadikan acuan untuk mengamati perubahan pH air,

    yaitu pengukuran pH air di awal sebelum dilakukan perlakuan dan pH air di akhir setelah

    dilakukan perlakuan.

    Pada percobaan penambahan suhu air, diperoleh data pH air akan meningkat setelah

    dilakukan perlakuan. Pengukuran pH air awal adalah 7,5. Bertambah menjadi 8,4 setelah suhu

    air dinaikkan 8C. Sedangkan pada percobaan penurunan suhu, yang terjadi adalah sebaliknya.

    pH air yang sebelumnya 7,2 berkurang menjadi 6,9 setelah suhu air berkurang 8C. Ini artinya,

    peningkatan suhu air berbanding lurus pula dengan peningkatan pH air.

    pH di air mempengaruhi kualitas hidup ikan. Kisaran pH air yang ada pada percobaan

    yang dilakukan masih pada taraf dimana ikan dapat hidup dengan baik. Ikan akan dapat hidup

    dan berkembang dengan baik pada kondisi pH air berada dalam kisaran 6,5-9,0. Pada pH 9,0 akan berpengaruh pada pertumbuhan

    ikan (Anonym, 2009).

    E.

    KESIMPULAN

    Dari praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan beberaa hal terkait pengaruh

    suhu terhadap respirasi pada ikan:

    1. Suhu pada air berpengaruh pada sistem respirasi, terlebih lagi pada hewan kelompok

    poikiloterm seperti ikan. Peningkatan suhu air berbanding lurus dengan peningkatan

    laju metabolisme pada ikan. Hal ini ditandai dengan peningkatan intensitas konsumsi

    oksigen ikan.

    2. Setiap peningkatan suhu 10C, mengakibatkan laju metabolisme pada ikan meningkat

    2-3 kali lipat.

    3.

    Peningkatan suhu pada air juga berpengaruh pada suhu air. Semakin bertambah suhu

    air, semakin bertambah pula pH air. Begitu pula sebaliknya. Ikan akan dapat hidup

    dengan baik di kisaran pH air 6,5-9,0.

  • 8/10/2019 Respirasi Pada Ikan

    9/9

    Daftar Pustaka

    Anonym, 2009, Teknologi Pengelolaan Kualitas Air, Program Alih Jenjang D4 Bidang

    Akuakultur SITH, ITB, Bandung. Diunggah di

    https://www.academia.edu/4540069/Teknologi_Pengelolaan_Kualitas_Air pada

    Senin, 17 November 2014.

    Campbell, N.A, J.B. Reece, dan L.G. Mitchell, 2004,Biologi Edisi Kelima Jilid 3, Jakarta:

    Penerbit Erlangga

    Effendi dan Hefni, 2003, Telaah Kualitas Air, Kanisius : Yogyakarta

    Fujaya, Y., 1999,Dasar Pengembangan Teknik Perikanan, Jakarta: Rineka Cipta

    Kimball JW., 1992,Biologi Umum, Jakarta: Erlangga

    Lagler, K.F., et al., 1977,Ichthyology, Jhon Willey and Sons. Inc, New York- London

    Seeley, R.R, T.D. Stephen, and P. Tate, 2003,Essentials of Anatomy and Physiology fourth

    Edition, New York: McGraw-Hill Companies

    Tobin, A.J., 2005,Asking About Life, Canada: Thomson Brooks/Cole.

    Weichert and K. Charles, 1959,Elements of Chordate Anatomy, Mc Grow Hill : New York.

    https://www.academia.edu/4540069/Teknologi_Pengelolaan_Kualitas_Airhttps://www.academia.edu/4540069/Teknologi_Pengelolaan_Kualitas_Air