respecting human rights in social work practice · “keadaan tidak berdaya”, maka pada 25 tahun...

25
i Paper ke-X RESPECTING HUMAN RIGHTS IN SOCIAL WORK PRACTICE (MENGHARGAI HAM DALAM PRAKTIK PEKSOS) Disusun sebagai Pelaksanaan Tugas untuk: Mata Kuliah: Nilai, Etika Pekerjaan Sosial, dan Hak Asasi Manusia Dosen: Dr. EPI SUPIADI, M.Si Dra. SUSILADIHARTI, M.SW Oleh: HERU SUNOTO NRP: 13.01.003 PROGRAM SPESIALIS-1 PEKERJAAN SOSIAL SEKOLAH TINGGI KESEJAHTERAAN SOSIAL BANDUNG 2013

Upload: vudien

Post on 11-Mar-2019

215 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: RESPECTING HUMAN RIGHTS IN SOCIAL WORK PRACTICE · “keadaan tidak berdaya”, maka pada 25 tahun terakhir sudah diganti dengan istilah costumer atau consumer, karena kedua kata

i

Paper ke-X

RESPECTING HUMAN RIGHTS IN SOCIAL WORK PRACTICE

(MENGHARGAI HAM DALAM PRAKTIK PEKSOS)

Disusun sebagai Pelaksanaan Tugas untuk:

Mata Kuliah: Nilai, Etika Pekerjaan Sosial, dan Hak Asasi Manusia

Dosen:

Dr. EPI SUPIADI, M.Si

Dra. SUSILADIHARTI, M.SW

Oleh:

HERU SUNOTO

NRP: 13.01.003

PROGRAM SPESIALIS-1 PEKERJAAN SOSIAL

SEKOLAH TINGGI KESEJAHTERAAN SOSIAL

BANDUNG

2013

Page 2: RESPECTING HUMAN RIGHTS IN SOCIAL WORK PRACTICE · “keadaan tidak berdaya”, maka pada 25 tahun terakhir sudah diganti dengan istilah costumer atau consumer, karena kedua kata

ii

KATA PENGANTAR

احلمد هلل رّب العاملني، والصالة والسالم على رسوله األمني، وعلى آله وصحبه أمجعني، وبعد ...

Segala puji bagi Allah SWT sehingga kami bisa menyelesaikan tugas, paper tentang

Respecting Human Rights in Social Work Practice (Menghargai HAM dalam Praktik Peksos)

dengan referensi utama buku Jim Ife, “Human Right and Social Work” Bab XI untuk mata

kuliah Nilai, Etika Pekerjaan Sosial, dan HAM bisa selesai.

Terakhir, kami berharap ada masukan dan penyempurnaan dari sesama teman-teman Sp-1,

dan lebih khusus lagi dosen kami.

Bandung, 28 Oktober 2013

Heru Sunoto

Page 3: RESPECTING HUMAN RIGHTS IN SOCIAL WORK PRACTICE · “keadaan tidak berdaya”, maka pada 25 tahun terakhir sudah diganti dengan istilah costumer atau consumer, karena kedua kata

iii

DAFTAR ISI

Kata Pengantar i

Daftar Isi ii

BAB I. PENDAHULUAN 1

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2

Bahasa Peksos

Proses Peksos

Struktur Peksos

Pendidikan Peksos

BAB III. PEMBAHASAN 19

BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN 21

DAFTAR PUSTAKA

Page 4: RESPECTING HUMAN RIGHTS IN SOCIAL WORK PRACTICE · “keadaan tidak berdaya”, maka pada 25 tahun terakhir sudah diganti dengan istilah costumer atau consumer, karena kedua kata

1

BAB I

PENDAHULUAN

Profesi pekerjaan sosial adalah profesi pertolongan. Ia semakna dengan profesi lainnya

yang perhatian pada isu-isu Hak Asasi Manusia (HAM). HAM sebagai sesuatu yang luhur

yang dimiliki oleh manusia tanpa terkecuali, seyogyanya otomatis dimiliki semenjak lahir

hingga wafat. Namun pada kenyataannya, tataran lapangan tidak seindah yang

dibayangkan. Banyak pelanggaran HAM, dari awal sejarah peadaban manusia hingga

sekarang menunjukkan HAM perlu diperjuangkan. Jim Ife mengatakan, “mendefinisikan

HAM tidak akan pernah final.”

Meski demikian, kekeliruan dari mayoritas pekerja sosial, menyebabkan praktik peksos

justeru malah melemahkan posisi klien, tidak memberdayakan, memandulkan, dan

meniadakan peran mereka dalam proses pertolongan tersebut.

Padahal, seyogyanya, Peksos meski bertujuan akhir sebagai human well-being, namun

sarana dan prosesnya tidak boleh diabaikan. Artinya, proses dan sarana juga harus setiap

saat memberdayakan, memberikan ruang partisipasi mereka, dan tidak melanggar

perspektif HAM.

Schmitz and Sikkin (2002)1 mendefinisikan HAM sebagai berikut:

Human right are a set of principles of ideas about the threatment to which individual are

entitled by virtue of being human. The Human right discourse is universal in character and

includes claims of equality and non-discrimination (p. 157).

Hak asasi manusia adalah:

Seperangkat prinsip yang tinggi/luhur

Ingin diwujudkan oleh manusia

Agar menjadi manusia seutuhnya

Tentang kesetaraan dan non-diskriminasi.

Ada empat hal yang akan kita kaji kali ini, yaitu bahasa peksos, proses peksos, struktur

peksos, dan pendidikan peksos. Inilah yang akan kita bahas pada Bab 11 ini.

***

1 Derrick M. Nault and Shawn L. England, “Globalization and Human Right in the Developing World”, Palgrave

Mac-Millan, 2011. Downloaded from: http://bookre.org/reader?file=1434909&pg=1 , at August 29th 2013.

Page 5: RESPECTING HUMAN RIGHTS IN SOCIAL WORK PRACTICE · “keadaan tidak berdaya”, maka pada 25 tahun terakhir sudah diganti dengan istilah costumer atau consumer, karena kedua kata

2

BAB II

MENGHARGAI HAM DALAM PRAKTIK PEKSOS

Ada empat sub-bab yang akan kita kaji dalam bab ini, yaitu: (i) Bahasa Peksos, (ii)

Proses Peksos, (iii) Struktur Peksos, dan (iv) Pendidikan Peksos.

A. BAHASA PEKSOS

Untuk menjaga gagasan tentang HAM sebagai bahan wacana, maka penting untuk menguji

bahasa peksos. Dengan menggunakan kata-kata bahasa tertentu seperti “supervisi”,

“profesi”, “klien”, dan seterusnya, berarti pekerja sosial membangun pekerjaan mereka

dengan cara tertentu, dan ini sering berimplikasi HAM.

A.1. LABEL “KLIEN”

Selama ini, kata “klien” digunakan untuk menunjukkan sasaran pelayanan profesi peksos.

Penggunaan kata “klien” selama ini tidak ada bantahan sedikitpun dari manapun. Padahal,

kata “klien” sesungguhnya adalah orang yang secara suka-rela diperiksa oleh sebuah

profesi dan kemudian diberikan layanan sesuai permintaannya, dan klien diawasi oleh

pelayanan tersebut.

Ini sangat berbeda dengan keadaan praktik peksos di banyak negara. Di sana, klien tidak

memiliki hak memilih siapa peksosnya dan jenis layanan yang tersedia, keterbatasan

perlengkapan yang ada, atau evaluasinya.

Oleh karena itu, makna kata “klien” sudah sering digunakan dalam makna involuntary client

(klien bukan suka-rela). Karena istilah klien, cenderung bermakna “bergantung” atau

“keadaan tidak berdaya”, maka pada 25 tahun terakhir sudah diganti dengan istilah

costumer atau consumer, karena kedua kata ini maknanya lebih otonomi, lebih bebas

memilih. Istilah costumer bagaimanapun juga memiliki konotasi lain, dan itu juga digunakan

dalam pemasaran agar bisa memposisikan secara nyaman dengan banyak peksos.

Sedangkan istilah consumer hanya digunakan untuk posisi orang yang tidak mampu,

sebagai pengguna produk.

Dalam konteks praktek saat ini pada masyarakat Barat, kita dapat mengidentifikasi empat

istilah dalam wacana Layanan Kemanusiaan:

(i) Manajerial,

Page 6: RESPECTING HUMAN RIGHTS IN SOCIAL WORK PRACTICE · “keadaan tidak berdaya”, maka pada 25 tahun terakhir sudah diganti dengan istilah costumer atau consumer, karena kedua kata

3

(ii) Pasar,

(iii) Profesional dan

(iv) Masyarakat.

Masing-masing memiliki istilah sendiri untuk orang yang menerima atau pemanfaat

pelayanan kemanusiaan, masing-masing 'konsumen', 'pelanggan', 'klien' dan 'warga

negara'.

Istilah 'klien' adalah bagian dari wacana profesional, yang menunjukkan Pendekatan top-

down untuk kebijaksanaan dan keahlian, didorong oleh nilai-nilai manusia, tetapi dengan

asumsi bahwa profesi memiliki pengetahuan dan skill yang lebih unggul dan ditempatkan

untuk melayani klien. Praktik yang demikian, pada keadaan tertentu bisa saja sesuai dengan

HAM, namun pada kondisi lain bisa merupakan lawan dari HAM karena tidak menghargai

kebijaksanaan klien dan karenanya menjadi praktik yang “cacat”, sebagaimana digambarkan

oleh Illich (Illich et.al. 1997). Tentang ini sudah kita diskusikan pada Bab 10 terdahulu.

Dimanapun, saya menganjurkan pekerjaan sosial untuk mengadopsi wacana dan tujuan

masyarakat untuk praktik mereka, sebagai sebuah perspektif. Hal ini karena sesuai dengan

nilai dasar peksos dan lebih efektif dalam jangka panjang (Ife 1997b). Konsekuensinya, ini

akan membuang kata 'klien' dan dalam setiap situasi praktik peksos. Menyusun ulang

kerangka di atas, akan lebih konsisten dengan pendekatan HAM, memberikan makna “klien”

dalam wacana yang profesional.

Sebaliknya, pekerja sosial bisa berbicara dengan istilah “orang” atau “warga”, agar sesuai

dengan praktik yang berbasis HAM. Hal itu menyiratkan hak-hak kewarganegaraan yang

harus dijamin, meskipun penggunaannya masih terbatas pada bekerja dengan pencari

suaka, yang tidak dilihat sebagai 'warga' dan tidak bisa mengklaim hak-hak

kewarganegaraan. Salah satu cara untuk bekerja dengan HAM dalam praktek peksos,

adalah membuang atau setidaknya membatasi istilah “klien” dan semua kegiatan bersama

mereka.

A.2. INTERVENSI

Istilah umum pekerjaan sosial lain yang memiliki konotasi mengkhawatirkan menurut

perspektif HAM adalah istilah “intervensi”. Istilah ini menjadi banyak digunakan dalam

pekerjaan sosial dengan popularitas teori sistem pada tahun 1970-an (Pincus & Minahan

1976). Individu, Keluarga, instansi, masyarakat dan seterusnya, semuanya dianalisis

Page 7: RESPECTING HUMAN RIGHTS IN SOCIAL WORK PRACTICE · “keadaan tidak berdaya”, maka pada 25 tahun terakhir sudah diganti dengan istilah costumer atau consumer, karena kedua kata

4

sebagai “suatu sistem”, dan peran pekerja sosial adalah untuk “campur tangan” dalam

sistem ini untuk membawa perubahan.

Meskipun teori sistem telah menurun dalam pengaruh (sementara kurang terkenal, tapi

perspektif sistem masih tetap populer), istilah “intervensi” tetap digunakan. Ide dari

“intervensi” dalam peksos, adalah bermasalah pada dua alasan mendasar:

(i) Istilah ini memposisikan peksos sebagai “di luar sistem” di mana interaksi terjadi.

Peksos tidak dapat secara sesungguhnya “ikut campur tangan” dari dalam;

Peksos tergambar sebagai “out-group” dalam proses tersebut. Ini melemahkan

posisi peksos sebagai pengubah klien.

(ii) Masalah kedua adalah bahwa semua tindakan dipandang sebagai milik pekerja

sosial, orang yang melakukan intervensi. Sedangkan peran pihak lain

diminimalkan, sehingga pekerja sosial bertindak sendirian dalam “intervensi”,

yang bertanggung jawab untuk membawa perubahan. Oleh karena itu, hal ini

memperkuat peran individualis praktisi (“apa yang bisa SAYA lakukan?”) Padahal

seharusnya adalah (“apa yang dapat KITA lakukan bersama?”). Gaya ini

melemahkan klien, ia menjadi pasif, tidak sesuai dengan perspektif HAM dan

tidak mencerminkan penghargaan kepada HAM secara nyata kepada klien

sebagai peserta aktif dalam proses perubahan.

Untuk pekerja sosial yang berbasis HAM, kata “intervensi” sebagiamana kata

“klien”, sebaiknya dihindari. Memang pekerja sosial perlu melihat implikasi

penggunaan istilah yang terkait dengan “pengguna layanan” agar praktik

peksosnya sesuai dengan pendekatan HAM.

A.3. METAFORA DARI ISTILAH MILITER

Penggunaan metafora militer tersebar luas dalam pekerjaan sosial, khususnya dalam kerja

kemasyarakatan, dan sebagian besar tidak dipublikasi dan tidak diketahui. Sangat mudah

menyebutkan daftar istilah yang sering digunakan oleh peksos, yang sebenarnya berasal

dari militer, yaitu:

Strategi

Strategis

Taktik

Taktis

Kampanye

Penarikan mundur

Mengepung

Manuver

Perjanjian

Tanpa Perjanjian

Page 8: RESPECTING HUMAN RIGHTS IN SOCIAL WORK PRACTICE · “keadaan tidak berdaya”, maka pada 25 tahun terakhir sudah diganti dengan istilah costumer atau consumer, karena kedua kata

5

Target

Pertempuran gabungan

Memenangkan pertempuran tetapi

kehilangan perang

Melawan pasukan aksi

Aliansi

Taktik gerilya

Menggabungkan kekuatan

Relawan

Rencana operasional.

Pendekatan HAM untuk peksos sebaiknya tidak menggunakan istilah-istilah yang berbau

militer, tapi istilah yang lumrah dalam membangun praktek peksos, apalagi dalam bidang

kerja kemasyarakatan.

A.4. SUPERVISI

Supervisi dipandang sebagai sesuatu yang sangat penting dalam peksos. Ini dianggap

sebagai komponen penting dari pengembangan profesi dan praktek yang kompeten, bahkan

telah diberi perhatian khusus dalam literatur.

Supervisi memiliki efek makna seseorang yang lebih hebat melihat supervisee bagaimana ia

melakukan kegiatannya kemudian memberikan arahan solusi terbaiknya. Agar aktivitas

supervisi lebih mengurangi potensi masalah dengan HAM, perlu mencari kata lain yang bisa

menggantikan istilah “proses supervisi yang profesional”.

A.5. PROFESI

Banyak literatur yang sesuai tentang profesionalisme dalam peksos, dan apakah itu sesuai

atau tidak untuk kerja sosial untuk menyebut diri mereka sendiri sebagai sebuah profesi

(misalnya Ife 1997b; Pease & Fook 1999; Healy 2000).

Sebagai bahan diskusi kali ini, kita akan fokus pada arti dari kata “profesi” itu sendiri.

Apakah penggunaan istilah 'profesi' dalam definisi diri peksos memiliki implikasi HAM untuk

pekerja sosial? Profesi peksos dikecam oleh seorang penulis karena tidak pantas

memegang kekuasaan profesi sebagai bentuk kontrol (Foucault 1970; Illich et al. 1977).

Jika ini masalahnya, maka profesi memiliki implikasi HAM yang signifikan, dan penggunaan

istilah profesi HAM adalah kebodohan. Jika profesi ini dijalankan dengan melemahkan klien,

maka ini tidak cocok dengan perspektif HAM sebagaimana yang sudah saya jelaskan pada

bab-bab terdahulu. Maka, seorang peksos yang makin cepat berhenti berfikir bahwa dirinya

adalah sebuah profesi, itu lebih baik.

Argumen yang mengkaunter adalah bahwa profesi peksos telah membawa banyak manfaat

bagi peksos, dan status profesionalnya memungkinkan ia menjadi lebih efektif dalam

Page 9: RESPECTING HUMAN RIGHTS IN SOCIAL WORK PRACTICE · “keadaan tidak berdaya”, maka pada 25 tahun terakhir sudah diganti dengan istilah costumer atau consumer, karena kedua kata

6

bekerja melakukan perubahan. Ini juga memungkinkan mereka untuk menjadi lebih mandiri

dan memberi mereka kekuatan untuk tidak harus selalu mentah-mentah mengikuti perintah

manajer, birokrat dan politisi. Dari perspektif ini, pekerja sosial untuk menyerahkan status

profesional mereka dan menempatkan diri dalam posisi yang lemah untuk mencapai tujuan

keadilan sosial. Selain itu, profesionalisme memerlukan kepatuhan standar kompetensi

praktek dan perilaku etis, yang jelas penting.

Penggunaan kata “profesional” untuk menggambarkan pekerjaan sosial dan pekerja sosial

memiliki keunggulan dan juga masalah. Dari perspektif HAM, penting untuk disadari

kekuatan hubungan dan asumsi keahlian yang unggul dari sebagian pekerja sosial yang

difahami sebagai profesionalisme. Ini adalah counter prinsip-prinsip HAM karena peksos

memiliki hak istimewa dibandingkan klien dan ini akan melemahkan klien.

Jika istilah “profesional” digunakan untuk menggambarkan pekerjaan sosial atau pekerja

sosial, maka harus dipastikan bahwa itu disertai dengan analisis yang memadai untuk

melindungi HAM mereka yang kurang beruntung. Jika tidak, maka penggunaan istilah itu

justeru akan mengikis perspektif HAM.

B. PROSES-PROSES PEKERJAAN SOSIAL

Pekerjaan sosial mempekerjakan berbagai praktek metode yang luas. Meski tidak cukup

ruang di sini untuk mengkaitkannya, namun menguji beberapa praktek kerja sosial yang

lebih umum akan memungkinkan prinsip-prinsip HAM tertentu harus diidentifikasi.

B.1. INTERVIEW

wawancara telah lama dianggap sebagai pusat metode peksos, meskipun kebanyakan

pekerja sosial benar-benar menghabiskan hanya sebagian kecil dari hari kerja mereka

dalam kontak wawancara formal dengan klien. Wawancara peksos biasanya dibangun

dalam posisi tawar yang timpang. Pekerja sosial menjadi orang yang mengontrol proses

wawancara, bukan klien.

Hal ini tidak berarti bahwa semua wawancara pekerjaan sosial menindas dan melanggar

HAM klien. Ini jelas berlebihan dan akan menghina banyak pekerja sosial yang mengambil

pandangan yang sangat berbeda dari peran mereka dalam wawancara. Sebaliknya, itu

menunjukkan bahwa pola wawancara yang tradisional dalam pekerjaan sosial tidak kondusif

untuk mengejar praktik berbasis HAM, bahwa konstruksi ini dapat semakin menindas oleh

Page 10: RESPECTING HUMAN RIGHTS IN SOCIAL WORK PRACTICE · “keadaan tidak berdaya”, maka pada 25 tahun terakhir sudah diganti dengan istilah costumer atau consumer, karena kedua kata

7

peksos tanpa disadari. Maka, model wawancara yang memasukkan isu HAM, penting

dilakukan. Maka, perlu ada konstruksi alternatif untuk menggantikan istilah antara peksos

dan klien. Misalnya, ada istilah “talking with” (berbicara dengan) atau “having conversation

with” (sedang bercakap-cakap dengan) orang yang ditangani.

Dalam interview (atau percakapan, diskusi, chatting, atau apa pun yang kita pilih untuk

menyebutnya) ada prinsip-prinsip tertentu yang perlu dilakukan jika perspektif HAM harus

dijaga. Yang terpenting, hak-hak klien harus dihormati di sepanjang waktu itu. Ini termasuk

hak untuk Bebas berekspresi, hak untuk diam, hak untuk diperlakukan dengan terhormat

dan martabat, dan hak untuk memiliki kontrol atas pertukaran: durasi waktu, struktur, nada,

lokasi, dan sebagainya.

B.2. KELOMPOK

Semua pekerja sosial bekerja dalam kelompok, baik satu jenis ataupun tidak. Sering apa

yang disebut sebagai “group-work” (kerja kelompok) hanya merujuk kepada satu jenis

kelompok, melibatkan orang yang mungkin diidentifikasi sebagai klien atau anggota

masyarakat, dengan pekerja sosial sebagai kepemimpinan atau fasilitator. Tetapi pekerja

sosial juga bekerja dalam banyak situasi kelompok yang berbeda, misalnya tim pertemuan,

konferensi kasus, kelompok aksi, Komite Manajemen. Konstruksi “group-work” untuk

menerapkan hanya satu jenis grup ini mirip dengan mengkonstruksi “interview” sebagai

menerapkan hanya salah satu bentuk interaksi interpersonal. Keduanya cenderung untuk

membatasi penerapan keterampilan peksos; sama seperti keterampilan interpersonal yang

sering dikonstruksi hanya sebagai menerapkan untuk interview, keterampilan group-work

sering dikonstruksi berlaku hanya bagi kelompok-kelompok di mana pekerja sosial adalah

pemimpin atau fasilitator.

Dari perspektif HAM, yang penting adalah bagaimana bisa demokratis dan pastisipatif,

bukan bagaimana engagement, mendukung, praktek yang membatasi partisipasi dan

meningkatkan kontrol kelompok oleh satu atau beberapa anggota.

Ada satu cara dimana partisipasi dan proses yang demokratis dapat difasilitasi pada

kelompok-kelompok kecil (Gastil 1993). Pekerja sosial, terutama mereka yang memiliki

pengalaman dalam pengaturan kelompok dan komunitas, yang akrab dengan prinsip-prinsip

praktek tersebut, yaitu respect for others (menghormati orang lain), sehingga semua

anggota bisa bicara, dan berdasarkan konsensus pengambilan keputusan.

Page 11: RESPECTING HUMAN RIGHTS IN SOCIAL WORK PRACTICE · “keadaan tidak berdaya”, maka pada 25 tahun terakhir sudah diganti dengan istilah costumer atau consumer, karena kedua kata

8

B.3. PROSES KEMASYARAKATAN

Pekerjaan sosial dengan proses masyarakat juga perlu memastikan bahwa praktik mereka

menghormati HAM dan termasuk memberikan peluang secara memadai bagi orang untuk

melaksanakan HAM dan menghormati hak orang lain. Ini telah menjadi perhatian khusus

literatur peksos kemasyarakatan. Khususnya yang berusaha menggabungkan metode non-

kekerasan, pengambilan keputusan berdasarkan konsensus dan pemberdayaan.

Ada beberapa aspek kerja masyarakat yang tidak sesuai dengan kerangka HAM. Ini

termasuk pendekatan orientasi-konflik kerja kemasyarakatan dari penulis yang dipengaruhi

oleh Alinsky (1971). Seperti yang juga kita lihat, seperti pendekatan yang menggabungkan

metafora militeristik, yang menggunakan istilah 'pemenang' dan 'kalah', dan memisahkan

antara tujuan-sarana, dengan asumsi bahwa tujuan adalah yang terpenting, adapun sarana,

kekerasan atau sebaliknya, hanya dianggap sebagai cara untuk mencapai tujuan itu.

Kunci untuk praktek sukses di sini adalah untuk memastikan bahwa, sebagai contoh,

keputusan untuk membatasi partisipasi masyarakat pada pertemuan bukan merupakan

keputusan satu orang, tapi hasil konsultasi yang maksimal dan konsensus bersama.

Sehingga, keputusan yang diambil benar-benar bersama oleh seluruh anggota kelompok.

Dengan cara inilah perspektif HAM dapat dijaga dan ditingkatkan.

B.4. PERENCANAAN

Paradigma perencanaan memerlukan definisi yang jelas tentang tujuan atau hasil yang akan

dicapai, dan memang ini sering diperlukan untuk program yang akan didanai. Masalahnya

adalah bahwa hal ini biasanya terjadi sebelum peksos bertemu dengan klien (orang atau

masyarakat). Hal ini sangat sulit untuk bisa selaras antara teori dan praktik. Bahkan itu

langsung meniadakan itu dan melibas hak self-determinaton klien (individu dan masyarakat).

Ini berakibat pada layanannya tidak berefek sama sekali. Perencanaan model seperti ini

tidak boleh diambil. Perencanaan harus melibatkan apa yang dibutuhkan klien dari suara

klien sendiri. Dengarkan suara klien. Inilah cara peksos bekerja yang berbasis prinsip-prinsip

HAM dan bukan sebaliknya melanggar hak klien untuk menentukan nasibnya sendiri (self-

determination).

Metafora perjalanan dapat digunakan untuk menggambarkan dua pendekatan bagi

pekerjaan sosial. Yang pertama adalah perjalanan menuju tujuan yang dikenal, mengikuti

rute yang ditetapkan, menggunakan peta, dan menjaga sesuai jadwal yang telah ditetapkan.

Yang kedua adalah perjalanan petualangan, di mana kita tidak tahu akan pergi kemana,

atau yang terbaik memiliki tujuan yang tidak jelas, kemana rute sebagian besar belum

dipetakan, dan dimana kita tidak memiliki ide, berapa lama perjalanan akan mengambil.

Page 12: RESPECTING HUMAN RIGHTS IN SOCIAL WORK PRACTICE · “keadaan tidak berdaya”, maka pada 25 tahun terakhir sudah diganti dengan istilah costumer atau consumer, karena kedua kata

9

Untuk perjalanan pertama, mengambil jalan menyimpang yang tak terduga adalah

gangguan yang mengganggu jadwal kita, sementara untuk jenis perjalanan kedua adalah itu

berarti kesempatan untuk pergi ke suatu tempat yang baru dan belajar atau mengalami

sesuatu yang berbeda. Untuk perjalanan pertama, tujuannya adalah untuk datang, dan

perjalanan itu sendiri adalah pengalih perhatian untuk dihilangkan secepat mungkin,

sedangkan untuk yang kedua, kedatangan hampir sekunder: tujuannya adalah untuk

mengeksplorasi, untuk mengalami, untuk belajar, dan perjalanan itu sendiri adalah untuk

dinikmati dan berharga. Kadang-kadang kita perlu untuk pergi pada satu jenis perjalanan

dan kadang-kadang kita perlu untuk pergi di sisi lain. Dapat dikatakan bahwa pekerjaan

sosial, seperti banyak kegiatan lain, memiliki terlalu banyak berkonsentrasi jenis berorientasi

pada tujuan pertama dari perjalanan dan mengabaikan pentingnya perjalanan penemuan.

Itulah esensi peksos yang berbasis pemberdayaan, dan itulah diperlukan jika kita kreatif

mencari alternatif terhadap struktur yang menindas dan dehumanis yang mempengaruhi

pekerja dan klien agar sama. Ini adalah perjalanan praksis-dialogis, pekerja sosial dan klien

dapat mengambil peran bersama. Ini memang lebih sulit, kurang dapat diprediksi dan lebih

berbahaya jalannya, tapi akhirnya kita tidak memiliki alternatif kecuali jika kita ingin tetap

terjebak dalam paradigma praktik rasionalis modernis yang buntu, yang secara signifikan

telah gagal memenuhi tujuan keadilan sosial dan HAM. Dan hanya dengan memulai

perjalanan bersama klien, pekerja sosial dapat benar-benar menghormati hak klien untuk

penentuan diri dan seluruh pernak-pernik HAM yang mengalir darinya.

B.5. MANAJEMEN

Manajemen bukanlah sebuah perusahaan monolitik. Ada banyak pendekatan yang berbeda

untuk itu, dan gagasan tentang apa yang merupakan “manajemen yang baik” diuji (Jones &

Mei 1992; Harlow & Lawler 2000).

Kunci untuk praktek yang menghargai HAM adalah untuk memastikan bahwa itu benar-

benar partisipatif, struktur dan psoses yang dialogis, sehingga masalah ini bukanlah manajer

menjadi hukum, atau manajer melaksanakan kuasa sedemikian rupa bahwa itu menekan

atau menyangkal partisipasi aktor lain. Manajemen bisa partisipatif dan dialogis selama

manajer mengambil langkah untuk menciptakan ruang bagi partisipasi yang lain terlibat dan

tidak berupaya menggunakan hubungan kekuasaan yang timpang, berpotensi untuk

mendominasi atau mengontrol.

Page 13: RESPECTING HUMAN RIGHTS IN SOCIAL WORK PRACTICE · “keadaan tidak berdaya”, maka pada 25 tahun terakhir sudah diganti dengan istilah costumer atau consumer, karena kedua kata

10

Salah satu cara untuk mencapai hal ini adalah untuk Manajer harus sangat faham bahwa ia

juga dapat belajar dan tumbuh dari proses, yang terletak kebijaksanaan dengan klien, dan

proses dua arah.

Maka, model hubungan dialogis dapat mulai dikembangkan, antara peksos-klien,

mendefinisikan ulang hubungan kekuatan keduanya, yang tadinya tidak seimbang, sehingga

menjadi seimbang.

Praktek-praktek manajemen lainnya dapat juga mendukung atau menghambat HAM.

Pengenalan dan dukungan dari praktik organisasi yang memaksimalkan partisipasi pekerja

dan klien dalam pengambilan keputusan adalah salah satu inisiatif penting yang perlu

dilakukan oleh Manajer yang berorientasi HAM. Ini dapat dicapai dengan beragam cara,

tergantung konteks organisasi, dan tidak dapat dijelaskan secara lebih detail di sini.

Lembaga praktek kerja yang baik, kesehatan kerja dan langkah-langkah keamanan,

penyediaan Penitipan Anak, akses untuk orang Cacat, layanan yang simpatik dan fleksibel

untuk mengambil cuti untuk alasan pribadi dan keluarga, ibu dan ayah, pengakuan dan

dukungan buruh, dan penghapusan Kebijakan dan praktik yang diskriminatif adalah cara

penting dimana Manajer dapat mendukung HAM di tempat kerja.

Manajer peksos juga memiliki tanggung jawab yang jelas untuk kebijakan dan prosedur

yang menghormati dan lebih lanjut HAM klien. Misalnya, memastikan bahwa semua klien

diperlakukan dengan terhormat dan bermartabat, mereka memiliki kesempatan yang

maksimal untuk mengontrol dan layanan langsung yang mereka terima dan memberikan

umpan balik kepada organisasi sehingga layanan dapat ditingkatkan. Memastikan program-

program dari lembaga sesuai dengan standar HAM.

B.6. BATAS-BATAS

Gagasan tentang batas-batas profesional mempunyai tempat penting dalam konstruksi

peksos (Ragg 1977). Batas antara kehidupan pribadi dan profesional perlu dijelaskan dan

dipelihara. Ini diletakkan pada dua sisi. Pertama, integritas profesi, dan kedua adalah

praktek profesional. Keduanya dipandang memerlukan batas yang jelas. Jika masalah-

masalah pribadi diperbolehkan untuk menyeberang ke kehidupan profesional, maka

penilaian profesional akan kabur dan satu akan bertindak sebagai akibat dari kebutuhan

sendiri daripada kebutuhan klien.

Perilaku profesional dan Pribadi adalah berbeda; dalam situasi tertentu yang dapat bertindak

sangat berbeda sebagai pekerja sosial profesional dan ketika pribadi. Jika batasan ini tidak

Page 14: RESPECTING HUMAN RIGHTS IN SOCIAL WORK PRACTICE · “keadaan tidak berdaya”, maka pada 25 tahun terakhir sudah diganti dengan istilah costumer atau consumer, karena kedua kata

11

jelas diambil dan dipelihara, maka pekerja sosial mungkin bertindak tidak “profesional” di

tempat kerja, atau mengganggu teman dan Keluarga dengan “bertindak sebagai pekerja

sosial” di rumah.

Pembenaran lain untuk batas-batas profesional adalah kesehatan mental peksos, dan

sebagai pertahanan terhadap kelelahan akibat stress kerja. Batas yang jelas dapat

mengaktifkan pekerja sosial untuk memimpin kehidupan yang seimbang. Semua orang

berhak untuk hidup “diluar peksos”, dan ini adalah satu hak.

Konteks budaya yang berbeda juga akan memainkan peran dalam perbedaan definisi

tentang batas-batas. Memang ini mungkin dianggap bahwa pemisahan profesional dan

Pribadi secara kaku merupakan khas Barat dan tidak masuk akal dalam tradisi budaya lain

yang lebih holistik dalam pandangan dunia mereka. Pekerja sosial masyarakat adat, dan

beberapa pekerja bebas adat yang bekerja dengan masyarakat adat, sangat

mempertanyakan keabsahan pemisahan pribadi versus profesional secara kaku.

B.7. SUPERVISI

Penggunaan kata “supervisi” telah kita bahas di atas. Fokus kami di sini adalah bagaimana

supervisi dipraktekkan. Seperti yang ditunjukkan dalam diskusi sebelumnya, yaitu peksos

harus bisa “merasa sejajar” dengan klien.

Ada beberapa pendekatan yang mungkin bisa dicoba untuk pengawasan yang terbebas dari

citra membatasi dan kontrol dan membuatnya lebih dialogis serta mendukung HAM.

Pertama, adalah untuk memindahkan supervisi dari konstruksinya tradisional individu,

kepada supervisi kelompok. Supervisi-kelompok (Hawkins & Shoher 1989) memungkinkan

untuk lebih interaktif, lebih banyak pandangan yang terungkap, dan lebih banyak

kebijaksanaan untuk dibagikan, meskipun tentu ada dampak negatif dari dinamika kelompok

dapat menyebabkan masalah tambahan. Ini mungkin tidak selalu menjadi solusi yang ideal,

tetapi terkadang layak dipertimbangkan. Ke dua, adalah untuk memberikan lebih banyak

pilihan kepada peksos dengan siapa dia keinginan menjadi supervisor. Kecocokan pribadi,

ideologi atau kesamaan dasar teoritis, kepentingan di luar, dan faktor-faktor seperti umur

atau jenis kelamin akan berpengaruh pada hubungan, dan memang setiap pekerja sosial

senior dapat berhasil jika bekerja sama dengan pekerja sosial 'junior' yang lain.

Page 15: RESPECTING HUMAN RIGHTS IN SOCIAL WORK PRACTICE · “keadaan tidak berdaya”, maka pada 25 tahun terakhir sudah diganti dengan istilah costumer atau consumer, karena kedua kata

12

C. STRUKTUR PEKERJAAN SOSIAL

Bagian ini membahas struktur dengan pekerja sosial dalam pekerjaan. Pekerja sosial tidak

hanya memberikan layanan tetapi mereka juga bekerja dalam organisasi dan sebagai

bagian dari sebuah profesi. Bagian dari peran kerja sosial adalah untuk memastikan bahwa

organisasi kerja sosial dan profesional struktur ini didasarkan pada prinsip-prinsip HAM.

C.1. PERAN KLIEN

Klien harus bisa memilih pekerja sosial yang akan bekerja bersamanya.

Aktivitas supervisi harus bisa meleburkan antara klien-peksos dalam proses

pembangunan yang reflektif.

Klien diberi hak untuk menentukan proses rekrutmen peksos yang akan membantu

dirinya.

Klien dilibatkan dalam proses kebijakan, prosedur, dan semua aturan organisasi

yang terkait dengan pelayanan.

C.2. STRUKTUR DAN PRAKTIK ORGANISASI

Perhatian pada struktur organisasi adalah penting, seperti sering kendala organisasi

yang menghambat praktek yang berbasis HAM. Terkadang saluran informal lebih

efektif daripada formal.

Perubahan organisasi adalah perlu untuk menyelesaikan beragam masalah, baik

terkait solusi manajerial, dan restrukturisasi lembaga, dan terkadang memerlukan

peran negara.

Pekerja sosial bisa mengambil peran pada organisasi yang sedang melakukan

perubahan. Peluang bagi peksos adalah ia ikut andil dalam re-definisi dan secara

aktif melakukan engagement dalam proses re-strukrisasi, sehingga struktur menjadi

lebih kondusif bagi pencapaian HAM.

C.3. STRUKTUR DAN PROSES YANG PROFESIONAL

1) Dari perspektif HAM, asosiasi profesional dapat memainkan peran yang sangat

penting. Melalui struktur akreditasi dan melanjutkan pendidikan, asosiasi profesional

dapat mendorong jenis praktek yang berbasis HAM. Ini sudah kita bahas di Bab 10.

Page 16: RESPECTING HUMAN RIGHTS IN SOCIAL WORK PRACTICE · “keadaan tidak berdaya”, maka pada 25 tahun terakhir sudah diganti dengan istilah costumer atau consumer, karena kedua kata

13

2) Asosiasi berperan penting dalam mendefinisikan praktek peksos dalam konteks

nasional tertentu, ini memberikan suara yang kuat dalam menetapkan HAM sebagai

dasar untuk pekerjaan sosial. Caranya dengan:

Penetapan pedoman akreditasi,

Persyaratan untuk keanggotaan,

Penetapan kode etik,

Dalam representasi kepada pemerintah,

Dalam publisitas

Dalam hubungan mereka dengan sekolah-sekolah pekerjaan sosial, dan

seterusnya.

3) Penting bagi asosiasi profesional untuk mencerminkan prinsip HAM dalam struktur

dan praktek mereka. Hal ini memerlukan untuk memperhatikan masalah inclusivity

dan untuk menjaga terhadap praktek-praktek yang mengecualikan orang-orang

tertentu dari menjadi pekerja sosial.

4) Selain itu, struktur asosiasi profesional itu sendiri harus mencerminkan prinsip-prinsip

HAM, dalam hal memaksimalkan demokrasi yang partisipatif dalam Asosiasi,

memastikan bahwa beberapa pekerja sosial tidak tersingkir karena latar belakang

mereka atau pandangan mereka tidak populer, dan memastikan bahwa proses-

proses yang diikuti transparan dan partisipatif.

5) Cara lain di mana asosiasi profesional dapat memainkan bagian penting dalam

peksos berbasis HAM adalah dengan melembagakan kesadaran HAM dan lokakarya

pelatihan untuk pekerja sosial dan lain-lain yang bekerja di bidang pelayanan

manusia. Lokakarya tersebut dapat membantu pekerja sosial untuk fokus pada isu-

isu HAM. Misalnya:

Lokakarya dapat memfokuskan pekos pada isu-isu HAM

Mengembangkan jaringan diantara peksos yang berbasis HAM

Menentukan prioritas agenda HAMA

Mengembangkan strategi aksi yang layak.

6) Asosiasi profesional memiliki peran penting dalam membuat perwakilan kepada

pemerintah nasional tentang isu-isu HAM, terutama hal-hal yang menjadi perhatian

khusus bagi pekerja sosial.

7) Peran terakhir dan yang paling penting untuk asosiasi profesional adalah untuk

mendukung pekerja sosial yang berdiri sendiri berkiprah pada isu-isu HAM bahkan

yang menjadi korban pelanggaran HAM.

Page 17: RESPECTING HUMAN RIGHTS IN SOCIAL WORK PRACTICE · “keadaan tidak berdaya”, maka pada 25 tahun terakhir sudah diganti dengan istilah costumer atau consumer, karena kedua kata

14

D. PENDIDIKAN PEKERJA SOSIAL

Perspektif HAM jelas berimplikasi pada pendidikan peksos. Implikasi yang paling jelasnya

adalah:

Masuknya materi tentang HAM

Pendekatan HAM untuk praktik peksos,

Masuknya HAM pada kurikulum peksos

D.1. PENDIDIKAN YANG MENYIMPAN ATAU PENGAJARAN YANG KRITIS

Penjelasan Freire tentang pengajaran yang kritis (1996), berbeda dengan konsep

konvensional tentang Penyimpanan pendidikan, telah sangat berpengaruh dalam teori dan

praktek peksos.

Secara singkat, konsep penyimpanan melihat pendidikan sebagai tentang mahasiswa

memperoleh sesuatu yang disebut 'pengetahuan', yang disimpan di otak siswa, persis

seperti uang di bank. Dalam konsep ini, guru mengajarkan pengetahuan dan ketrampilan,

memahamkan siswa, dan siswa hanya belajar dan mengerti. Tidak ada proses perubahan

pengetahuan.

Sebaliknya, pengajaran yang kritis, menuntut guru dan siswa aktif terlibat, bersama-sama,

dengan subjek kajian. Pengetahuan bukanlah netral tetapi kontekstual, guru dan siswa

keduanya membangun dan merekonstruksi pengetahuan, ada dialog dengan satu sama

lain. Hal ini sama dengan proses praksis-dialogis yang sudah kita bahas pada bab 10 yang

lalu.

Pendekatan pedagogi yang kritis untuk pendidikan pekerjaan sosial akan memperkuat

pendekatan HAM untuk pekerjaan sosial. Jika hubungan antara sarana dan tujuan dihargai,

maka bentuk pendidikan diperlukan untuk peksos yang berbasis HAM. Maka, bentuk praktik

pendidikan yang paling menghormati HAM siswa adalah yang menempatkan siswa sebagai

peserta aktif dan otonomi dalam belajar proses, bukan hanya pasif menerima pengetahuan.

Selanjutnya, adalah salah satu aspek penting dari pendidikan adalah modelling

(pemodelan), dan jika pendekatan praksis-dialogis dimodelkan di sekolah peksos, makak

akan jauh memperkuat perspektif HAM bagi siswa.

Page 18: RESPECTING HUMAN RIGHTS IN SOCIAL WORK PRACTICE · “keadaan tidak berdaya”, maka pada 25 tahun terakhir sudah diganti dengan istilah costumer atau consumer, karena kedua kata

15

D.2. PILIHAN SISWA

Pendekatan hak asasi manusia yang berbasis kerja sosial pendidikan akan berusaha untuk

menghormati hak-hak siswa untuk memilih, misalnya, unit kajian, penempatan di lapangan,

pendidik lapangan, bentuk assesment, supervisor penelitian, dan sebagainya. Ini artinya

siswa sebagai peserta aktif dapat mengambil tanggung jawab untuk belajar mereka sendiri

dan ini lebih menghargai HAM.

D.3. BELAJAR KOLABORATIF

Gagasan tentang pembelajaran kolaboratif menyiratkan kolaborasi di antara mahasiswa

secara internal, maupun antara siswa dan pendidik. Masing-masing dapat melayani untuk

mempromosikan HAM dalam pendidikan dengan menghargai kontribusi dari semua yang

terlibat dalam proses, dan juga dengan memperkuat hak-hak siswa, secara individual dan

kolektif, self-determination dalam proses pendidikan.

Pembelajaran kolaboratif merupakan komponen penting dari pedagogi yang kritis. Hal ini

membutuhkan tujuan belajar diatur melalui dialog pendidik-siswa, keduanya dianggap

memiliki hal-hal yang signifikan untuk berkontribusi pada proses pembelajaran, dan

keduanya aktif.

Pembelajaran kolaboratif diantara mahasiswa, menggunakan grup, tidak hanya dapat

menjadi cara yang memaksimalkan sumber-sumber pengajaran langka tetapi juga dapat

melayani tujuan penting menantang asumsi-asumsi individualis yang mendasari praktek

pendidikan dan kerja sosial. Pemberdayaan yang berpotensi hadir dalam situasi kelompok

itu sendiri dapat menjadi pengalaman belajar yang penting bagi siswa.

D.4. KLIEN DAN PEKERJA

Keterlibatan klien harus menjadi pusat perhatian penting dalam pendidikan pekerjaan sosial.

Dengan tidak memasukkan suara klien, maka klien secara diam-diam dikurangi perannya,

dan proses pendidikan dibangun untuk mengecualikan orang-orang yang seharusnya

menjadi penerima manfaat utama dari program pendidikan. Klien dapat dan harus memiliki

peran penting jika perspektif HAM harus dijaga dan semua suara untuk didengar.

Praktisi pekerja sosial juga memiliki banyak kebijaksanaan untuk membawa pendidikan

pekerjaan sosial, dan sebagian besar pekerjaan sosial sekolah sudah membuat baik

penggunaan pekerja sosial sebagai sesi instruktur. Di sini kita bisa melihat potensi untuk

penggabungan pendidikan peksos dengan praktek peksos dalam cara yang lebih mendasar

daripada dalam bidang program pendidikan, dimana peksos, mahasiswa, klien, dan

pendidik, semuanya menjadi aktor signifikan dalam aktivitas “pendidikan-praktik-penelitian

yang bermutu.

Page 19: RESPECTING HUMAN RIGHTS IN SOCIAL WORK PRACTICE · “keadaan tidak berdaya”, maka pada 25 tahun terakhir sudah diganti dengan istilah costumer atau consumer, karena kedua kata

16

D.5. ASSESMENT

Penilaian siswa adalah salah satu aspek pendidikan yang dapat bermasalah dalam istilah

HAM, karena ada perbedaan kekuatan antara pendidik dan siswa paling tajam dirasakan.

Penilaian dilakukan pendidik terhadap siswa, tetapi siswa tidak dapat menilai guru.

Ketidakseimbangan ini dapat merusak usaha-usaha untuk berlatih pengajaran yang kritis

dalam sekolah peksos.

Ada beberapa langkah untuk meminimalkan dampak dan bekerja ke arah hubungan lebih

dialogis, lebih menghormati hak-hak siswa. Salah satu cara adalah:

Melibatkan siswa dalam proses penentuan bentuk penilaian yang paling tepat.

Kadang-kadang ini dapat dilakukan secara individual dimana siswa dapat memilih

penilaian, disaat lain siswa dan pendidik berbicara bersama-sama sebagai sebuah

kelompok. Kadang-kadang, juga, seorang mahasiswa mungkin mampu memiliki

pilihan fakultas yang anggota akan menilai kerjaannya.

Siswa juga bisa terlibat dalam proses penilaian itu sendiri, diminta untuk

merenungkan pekerjaan mereka sendiri dan membicarakannya dengan pendidik.

Dengan cara ini penilaian itu sendiri dapat menjadi bagian dari proses dialogis.

Pendidik juga dapat mengubah sifat proses penilaian dengan memberikan cukup

tidak cocok dengan penilaian untuk praktekpeksos. Umpan-balik kualitatif yang

signifikan dapat dijadikan untuk membuat surat atau nomor urutan “kurang penting”

untuk setidaknya beberapa siswa.

Cara lain di mana ketidaksetaraan hubungan penilaian dapat diatasi adalah dengan

membangun mekanisme yang tepat bagi siswa untuk menilai pendidik. Misalnya

melalui survey dan kuisioner.

D.6. PENDIDIKAN LAPANGAN

Pendidikan lapangan adalah komponen utama dari pendidikan peksos. Dalam seting kerja

lapangan ada beberapa keuntungan untuk menerapkan perspektif HAM. Beberapa di

antaranya sudah kita bahas, misalnya memungkinkan mahasiswa secara maksimum

diinformasikan tentang pilihan dalam pemilihan badan, supervisor, Universitas penghubung

staf dan pekerjaan untuk dilakukan. Pilihan seperti memvalidasi siswa dan hak mereka

untuk kontrol secara maksimum atas arah dan konten pembelajaran.

Page 20: RESPECTING HUMAN RIGHTS IN SOCIAL WORK PRACTICE · “keadaan tidak berdaya”, maka pada 25 tahun terakhir sudah diganti dengan istilah costumer atau consumer, karena kedua kata

17

Supervisor peksos telah dibahas panjang, dan masalah yang sama dapat dilihat sebagai

menerapkan supervisi peksos mahasiswa saat penempatan. Pembelajaran harus

dimaksimalkan, dan hak-hak siswa harus dihargai, jika proses supervisi dapat dialogis,

dengan pembelajaran bermutu dan ada umpan balik.

Keterlibatan klien dalam proses pendidikan dan evaluasi pekerja sosial juga telah dibahas

dalam bagian sebelumnya, dan lagi perpanjangan alami akan menerapkan ini untuk bidang

pendidikan siswa. Cara ini perlu agar klien dapat memiliki peran aktif dalam supervisi dan

evaluasi peksos siswa.

Akhirnya, pendidikan lapangan memberikan banyak kesempatan bagi siswa untuk terlibat

dengan masalah HAM dalam cara yang praktis, dengan menggunakan seluruh jajaran

keterampilan peksos. Program pendidikan lapangan peksos bisa dibingkai di sekitar isu-isu

HAM, meliputi berbagai hak asasi manusia dan berbagai metode peksos, tetapi secara

khusus menggunakan istilah HAM untuk menentukan peran dan tugas peksos, dan untuk

memeriksa isu-isu etika, nilai-nilai, kebutuhan dan keragaman budaya, dan sebagainya.

D.7. DESAIN KURIKULUM

Desain kurikulum kerja sosial adalah sasaran penting untuk wacana konstruksi peksos. Apa

yang akan dikaji/tidak, bagaimana itu diintegrasikan dan bagaimana itu difikirkn, inilah

kenapa desain kurikulum memiliki peran utama dalam meneterjemahkan peksos dipahami

dan dipraktekkan oleh generasi mendatang.

Secara tradisional, keputusan ini sebagian besar dibuat oleh tiga kelompok: pendidik

peksos, para pekerja, dan asosiasi profesi atau badan akreditasi.

Bagaimana desain kurikulum dapat memenuhi persyaratan dari pendekatan HAM untuk

peksos? Jelas, dimasukkannya materi tentang HAM dan pengembangan perspektif HAM

pada praktik adalah penting. Tapi dalam bab ini kita lebih peduli dengan proses daripada isi,

dan hal ini memerlukan pemeriksaan untuk desain kurikulum.

Sebagaimana ditunjukkan di atas, secara tradisional kurikulum dirancang dengan masukan

dari para pendidik, pekerja, dan profesi. Ada ada dua kelompok kunci yang selalu dilupakan,

yaitu klien dan siswa. Jika proses desain kurikulum loyal pada prinsip-prinsip HAM, penting

bahwa suara-suara ini juga akan mendengar dan bahwa proses didirikan untuk memastikan

bahwa mereka memiliki tidak hanya tanda masukan tetapi mampu memainkan peran yang

Page 21: RESPECTING HUMAN RIGHTS IN SOCIAL WORK PRACTICE · “keadaan tidak berdaya”, maka pada 25 tahun terakhir sudah diganti dengan istilah costumer atau consumer, karena kedua kata

18

bermakna dalam desain kurikulum dan keputusan tentang apa yang diajarkan dan

bagaimana ini harus diajarkan.

D.8. JANJI DAN EVALUASI AKADEMIK

Jika perspektif HAM harus dijaga dalam pengoperasian pendidikan peksos, maka

sangat penting masukan dari siswa dan klien dalam proses perekrutan, penunjukan,

evaluasi dan promosi staf akademik. Metode tradisional proses ini melibatkan staf

Universitas tetapi tidak sering melibatkan siswa atau penerima layanan profesional

mereka siswa akan menawarkan setelah lulus. Sekali lagi, kasus ini adalah tentang

suara yang lemah terpinggirkan oleh yang lebih kuat, dan perspektif HAM akan

menemukan cara bagaimana mereka bisa didengar. Ini dengan melibatkan siswa

dan client dalam perwakilan pada perekrutan dan pemilihan panel, kepemilikan

komite, Komite promosi, dan sebagainya.

***

Page 22: RESPECTING HUMAN RIGHTS IN SOCIAL WORK PRACTICE · “keadaan tidak berdaya”, maka pada 25 tahun terakhir sudah diganti dengan istilah costumer atau consumer, karena kedua kata

19

BAB III

PEMBAHASAN

MENGHARGAI HAM DALAM PRAKTIK PEKSOS

Praktik profesi pekerjaan sosial harus mampu menjamin penghargaan terhadap HAM.

Sudah sejak lama profesi peksos dibentuk dan difahami sebagai profesi pertolongan klien.

Namun, dalam konsumsi wacana, sebagai media penyempurnaan teori dan praktik, perlu

digarisbawahi sejumlah hal yang berpotensi melanggar perspektif HAM, meski HAM adalah

agenda utama peksos.

Ada empat hal dalam praktik peksos yang berpotensi melanggar HAM. Keempat hal itu

adalah:

A. Bahasa peksos:

Label klien

Intervensi

Adopsi istilah militer

Supervisi

Profesi

B. Proses peksos

Intervensi

Kelompok

Proses kemasyarakatan

Perencanaan

Manajemen

Batas-batas

Supervisi

C. Struktur peksos

Peran klien

Struktur dan praktik organisasional

Struktur dan proses profesional

D. Pendidikan peksos

Pendidikan menumpuk atau pengajaran kritis

Pilihan siswa

Pembelajaran kolaboratif

Page 23: RESPECTING HUMAN RIGHTS IN SOCIAL WORK PRACTICE · “keadaan tidak berdaya”, maka pada 25 tahun terakhir sudah diganti dengan istilah costumer atau consumer, karena kedua kata

20

Klien dan pekerja

Assesment

Pendidikan lapangan

Desain kurikulum

Janji dan evaluasi akademik

Keempat segmen besar tersebut bersimpul pada satu hal, yaitu tidak memperhatikan

perspektif HAM.

Substansi dari perspektif HAM adalah memberikan ruang partisipasi demokratis kepada

kolega, mendengarkan suara mereka, baik dalam penggunaan istilah yang tidak menciderai

rasa kemanusiaan, proses yang manusiawi, struktur yang membangun, dan pendidikan

yang praktis-dialogis.

***

Page 24: RESPECTING HUMAN RIGHTS IN SOCIAL WORK PRACTICE · “keadaan tidak berdaya”, maka pada 25 tahun terakhir sudah diganti dengan istilah costumer atau consumer, karena kedua kata

21

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN

Berdasarkan apa yang sudah kami kemukakan pada dua bab terdahulu, dapat kami

simpulkan hal-hal sebagai berikut:

Profesi pekerjaan sosial, meski merupakan profesi pertolongan yang sejalan dengan agenda

HAM, akan tetapi dalam praktiknya berpotensi melanggar perspektif HAM.

Ada empat segmen dalam profesi peksos yang berpotensi melanggar H A M, yaitu:

(i) Bahasa peksos, (ii) Proses peksos, (iii) Struktur peksos, dan (iv) Pendidikan peksos.

Keempat segmen besar tersebut bersimpul pada satu hal, yaitu tidak memperhatikan

perspektif HAM.

Substansi perspektif HAM adalah memberikan ruang partisipasi demokratis kepada kolega,

mendengarkan suara mereka, baik dalam penggunaan istilah yang tidak menciderai rasa

kemanusiaan, proses yang manusiawi, struktur yang membangun, dan pendidikan yang

praktis-dialogis.

SARAN

1. Pekerja Sosial harus benar-benar aware dengan perspektif HAM, sehingga tidak justeru

berpotensi melanggar HAM yang ia usung untuk dibela.

2. Pemutakhiran kode-etik, standar kompetensi praktik, sertifikasi profesi, dan beragam

pelatihan perlu dilakukan oleh IPSPI sebagai asosiasi profesi sehingga tidak berpotensi

melanggar HAM.

***

Page 25: RESPECTING HUMAN RIGHTS IN SOCIAL WORK PRACTICE · “keadaan tidak berdaya”, maka pada 25 tahun terakhir sudah diganti dengan istilah costumer atau consumer, karena kedua kata

22

DAFTAR PUSTAKA

Derrick M. Nault and Shawn L. England, “Globalization and Human Right in the

Developing World”, Palgrave Mac-Millan, 2011. Downloaded from: http://bookre.org/reader?

file=1434909&pg=1 , at August 29th 2013.

Jim Ife, Human Right and Social Work: Toward Right-Based Practice”, Cambridge

Univercity Press, 2008;

***