resistensi watmuri diaspora dari perspektif teori gerakan ......bab ii resistensi watmuri diaspora...

20
13 BAB II Resistensi Watmuri Diaspora Dari Perspektif Teori Gerakan Perlawanan Teori yang dipakai sebagai pisau analisis pada penelitian ini yakni teori gerakan perlawanan James Scott. James C. Scott lahir di Mount Holly-New Jersey pada tahun 1936. Tahun 1976 ia Menerima gelar sarjana dari Williams College dan gelar MA dan Ph.D dari Yale University. Kariernya meningkat menjadi seorang guru besar ilmu politik dan mengajar di University of Yale. Penelitiannya menyangkut ekonomi politik masyarakat agraris, teori hegemoni dan perlawanan dan politik petani Asia Tenggara. Dua buku terkait perlawanan petani Asia Tenggara yang ia tulis yakni The Moral Economy of the Peasant: Rebellion and Subsistence in Southeast Asia yang diterbitkan tahun 1976 dan Perlawanan Kaum Tani tahun 1993. Temuannya mengungkapkan bagaimana petani sebagai kaum subordinat menolak sistem dominasi dari elit modal dan elit politik. 1 Moral ekonomi yang terbentuk pada masyarakat petani di Asia Tenggara yakni hubungan patron-klien. Patron secara etimologis berarti seseorang yang memiliki kekuasaan (power) sedangkan klien berarti bawahan. Pola hubungan patron- klien tentu menempatkan klien pada posisi lebih rendah dan patron pada kedudukan lebih tinggi. Patron sebagai komunitas yang mempunyai kekuasaan diharapkan dapat melindungi klien-kliennya jika sewaktu-waktu mengalami perubahan pasar yang mengancam sosial ekonomi petani subsisten. Akan tetapi, harapan kaum tani ternihilkan oleh sikap eksploitatif petani kaya yang mengambil keuntungan dari 1 http://www.goodreads.com/author/show/11958.James_C_Scott

Upload: others

Post on 20-Feb-2021

13 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 13

    BAB II

    Resistensi Watmuri Diaspora Dari Perspektif Teori Gerakan Perlawanan

    Teori yang dipakai sebagai pisau analisis pada penelitian ini yakni teori

    gerakan perlawanan James Scott. James C. Scott lahir di Mount Holly-New Jersey

    pada tahun 1936. Tahun 1976 ia Menerima gelar sarjana dari Williams College dan

    gelar MA dan Ph.D dari Yale University. Kariernya meningkat menjadi seorang guru

    besar ilmu politik dan mengajar di University of Yale. Penelitiannya menyangkut

    ekonomi politik masyarakat agraris, teori hegemoni dan perlawanan dan politik petani

    Asia Tenggara. Dua buku terkait perlawanan petani Asia Tenggara yang ia tulis yakni

    The Moral Economy of the Peasant: Rebellion and Subsistence in Southeast Asia

    yang diterbitkan tahun 1976 dan Perlawanan Kaum Tani tahun 1993. Temuannya

    mengungkapkan bagaimana petani sebagai kaum subordinat menolak sistem

    dominasi dari elit modal dan elit politik.1

    Moral ekonomi yang terbentuk pada masyarakat petani di Asia Tenggara

    yakni hubungan patron-klien. Patron secara etimologis berarti seseorang yang

    memiliki kekuasaan (power) sedangkan klien berarti bawahan. Pola hubungan patron-

    klien tentu menempatkan klien pada posisi lebih rendah dan patron pada kedudukan

    lebih tinggi. Patron sebagai komunitas yang mempunyai kekuasaan diharapkan dapat

    melindungi klien-kliennya jika sewaktu-waktu mengalami perubahan pasar yang

    mengancam sosial ekonomi petani subsisten. Akan tetapi, harapan kaum tani

    ternihilkan oleh sikap eksploitatif petani kaya yang mengambil keuntungan dari

    1http://www.goodreads.com/author/show/11958.James_C_Scott

  • 14

    perubahan pasar yang dikuasai kapitalistik pascakolonial. Negara sebagai tempat

    perlindungan turut berkonspirasi dengan petani kaya dengan menaikan pajak yang

    makin tinggi sehingga tergoyahlah moral ekonomi petani. Penindasan dan

    ketidakadilan yang dialami petani menyebabkan mereka berontak karena hubungan

    patron-klien tidak lagi sebagai hubungan yang saling melindungi melainkan

    pengambilan keuntungan.2

    2.1. Resistensi dan Definisinya

    Resistensi pada dasarnya menjelaskan terjadinya perlawanan oleh orang-orang

    yang mengalami ketidakadilan.3 Perlawanan dapat berupa konflik, demonstrasi atau

    penyampaian aspirasi melalui surat-menyurat pada pihak-pihak terkait untuk

    menyuarakan keluhan yang mereka rasakan. Apapun bentuknya, resistensi adalah

    pernyataan sikap yang diaplikasikan melalui tindakan untuk melawan segala bentuk

    ketidakadilan.

    Resistensi secara leksikal berdasarkan kamus besar bahasa Indonesia adalah

    penentangan atau perlawanan.4 Henry A Landsberger mengemukakan gerakan protes

    merupakan reaksi kolektif melawan kedudukan rendah yang rentan terhadap

    ketidakadilan baik yang berhubungan dengan status sosial, ekonomi maupun politik.5

    Sedangkan menurut Peter Burke, suatu kelompok yang simpati tehadap situasi sosial

    2James C Scott, Perlawanan Kaum Tani (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1993), 14.

    3Aldfathri Adlin, Resistensi Gaya Hidup: Teori dan Realita (Yogyakarta: Jalasutra, 2006), 176.

    4http://kbbi.web.id/resistensi> .

    5Henry. A, Lansberger, Pergolakan Petani dan Perubahan Sosial. Trans. Aswab Mahasin

    (Jakarta: CV. Rajawali, 1981), 24-25.

  • 15

    dan menampakan dirinya dalam perdebatan politik seperti demonstrasi atau

    pemberontakan disebut gerakan.6 Latarbelakang bangkitnya perlawanan tidak lepas

    dari keresahan masyarakat terhadap otoritarian kaum elit politik maupun pemilik

    modal yang merampas hak masyarakat. Ini yang bagi Sidney Tarrow, gerakan protes

    merupakan tantangan kolektif sejumlah orang yang memiliki tujuan dan solidaritas

    yang sama untuk melawan kelompok elite dan penguasa. Gerakan-gerakan itu

    tumbuh untuk menyusun aksi mengacau atau melawan yang berakar pada rasa

    solidaritas atau identitas kolektif dan dilakukan atas dasar tuntutan yang sama.7 Di

    satu sisi gerakan-gerakan sosial merefleksikan ketidakmampuan lembaga-lembaga

    dan mekanisme kontrol sosial untuk mereproduksi kohesi sosial, di sisi lain gerakan-

    gerakan sosial menjadi upaya masyarakat untuk menanggapi situasi-situasi krisis

    dengan jalan mengembangkan kepercayaan bersama sebagai dasar-dasar solidaritas

    untuk bangkit dan melawan.8

    Gamson menegaskan dorongan protes kolektif merupakan orientasi kolektif

    yang tercipta dalam satu tekad bersama bahwa partisipasi dalam suatu gerakan akan

    memberikan hasil dan berarti dalam pencapaiannya.9 Mereka yang berpartisipasi

    dalam suatu gerakan adalah golongan orang-orang marginal yang akan bersedia untuk

    melawan jika hasilnya akan menguntungkan mereka kelak. Bagi Sing, situasi

    6Peter Burke, Sejarah dan Teori Sosial (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,2003),134-135.

    7Sidney Tarrow,Power in Movement: Social Movement Collective Action and Mass Politics in

    the Modern State. (Cambridge: Cambridge University Press, 1994), 4. 8Tony Tampake, Redefinisi Tindakan Sosial dan Rekonstruksi Identitas Pasca Konflik Posso:

    studi sosiologis terhadap gerakan jemaat Eli Salom Kele’i di Poso (Salatiga: Satya Wacana University Press, 2014), 56.

    9Gamson, Talking Politics (Cambridge: University of Cambridge Press, 1992), 7.

  • 16

    ketimpangan dan dominasi sosial jika terus dijalankan dan dipertahankan oleh

    institusi dan lembaga-lembaga sosial maka perlawanan dan pemberontakan akan

    bangkit untuk menolak sistem dominasi tersebut.10

    Sementara itu, studi Scott atas perlawanan tani di Asia Tenggara menunjukan

    geramnya kaum tani yang ditindas oleh penguasa terkait tingginya biaya sewa tanah

    yang dibebani oleh tuan tanah kaya dan pajak oleh negara. Dua kewajiban yang harus

    dibayar oleh kaum tani dianggap begitu memberatkan mereka. Akan tetapi demi

    memenuhi kebutuhan subsisten, para petani rela menjual tanah dan bekerja pada tuan

    tanah kaya. Hal ini menyebabkan hak atas tanah mulai terlepas dari tangan-tangan

    petani lahan kecil karena dikuasai oleh petani kaya yang memiliki modal. Sulitnya

    mempertahankan tanah dan memutuskan untuk menjualnya kepada tuan tanah kaya

    tentu tidak lepas dari perubahan pasar global pascakolonial menuju modernisasi.

    Pasar mulai dikuasai oleh paham kapitalistik yang membangkitkan munculnya klas-

    klas dalam masyarakat. Bagi yang memiliki modal dapat bertahan dan yang tidak

    tentu akan sulit untuk mengembangkan usahanya sedangkan petani lahan kecil hanya

    mengembangkan usaha tani untuk memenuhi kebutuhan keluarga bukan mencari

    keutungan sebanyak-banyaknya. Ketika petani menjual tanah dan bekerja pada tuan

    tanah kaya atau menjadi penyewa tanah maka di sinilah terjadi ketimpangan sosial.

    Pola hubungan patron-klien tidak untuk melindungi melainkan menindas dengan

    memberikan harga sewa yang terlampau tinggi. Negara sebagai tempat perlindungan

    bahkan memberikan pajak yang begitu memberatkan petani. Latarbelakang tersebut

    10

    Rajendra. Sing, Gerakan Sosial Baru (terj). (Yogyakarta: Resist Book, 2010). 19.

  • 17

    yang menyebabkan kaum tani di Asia Tenggara berontak oleh karena elit politk dan

    pemilik modal telah merusak moral ekonomi petani.11 Dinamika tersebut yang bagi

    Scott resistensi petani adalah respon masyarakat atas penindasan dan ketidakadilan

    bagi kaum marginal.

    2.2. Sifat dan Karakteristik Gerakan Perlawanan

    Scott menggambarkan resistensi dalam dua cara yaitu pelawanan yang bersifat

    sungguh-sungguh dan perlawanan yang bersifat insidental.12 Perlawanan yang

    sungguh-sungguh sifatnya: sistematis, terorganisasi dan kooperatif berprinsip atau

    tanpa pamrih, mempunyai akibat-akibat revolusioner atau mengandung gagasan dan

    tujuan meniadakan dominasi penindasan. Sedangkan resistensi yang bersifat

    insidental cenderung tidak terorganisasi, tidak sistematis dan individualistis, bersifat

    untung-untungan dan berpamrih serta tidak mempunyai akibat-akibat revolusioner.

    Resistensi yang bersifat insidental biasanya dilakukan secara perorangan dan

    diwujudkan melalui aksi-aksi pembangkangan atau tindakan-tindakan yang

    menimbulkan kekacauan karena tidak terorganisir secara baik. Sebagai pelengkapnya

    Scott menggunakan istilah perlawanan publik atau terbuka dan perlawanan tertutup

    atau yang dilakukan secara individual.13 Perlawanan terbuka yakni perlawanan yang

    terjadi berdasarkan proses mobilisasi partisipan, diatur dalam agenda-agenda yang

    terarah dan memiliki tujuan dan sasaran yang tepat. Sedangkan perlawanan tertutup

    11

    James C Scott, The Moral Economy of the Peasant: Rebellion and Subsistence in Southeast Asia (London: Yale University 1976), 8.

    12Scott, Perlawanan Kaum, 305.

    13Scott, The Moral Economy of the, 52-55.

  • 18

    berupa pembangkangan secara sembunyi-sembunyi dan dilakukan atas nama

    individu.

    Peter Burke membedakan sifat-sifat gerakan perlawanan sebagai berikut:14

    1). Suatu gerakan dapat bertahan lama bergantung pada daya pendukungnya,

    tentang siapa yang bergerak, siapa pemandunya dan mengapa orang-orang bersedia

    untuk berpartisipasi dalam suatu gerakan. Daya dukung yang memadai menentukan

    kualitas gerakan untuk mencapai tujuan yang diharapkan.

    2). Gerakan mudah dihancurkan atau ditransformasikan oleh generasi

    berikutnya. Di Indonesia gerakan-gerakan perlawanan baik yang dipelopori oleh

    mahasiswa maupun organisasi kemasyarakatan banyak mengalami jalan buntu karena

    berhadapan dengan kekuasaan pemerintah. Contoh misalnya perjuangan mama

    Yosepha sebagai aktivis perempuan asli suku Amugme yang bangkit melawan

    pertambangan PT Freeport di Mimika-Papua. Perlawanan mereka tidak menghasilkan

    dampak positif untuk menghentikan pertambangan sebab yang dilawan ialah

    pemerintah yang memiliki power dan kekuasaan. Adakalanya ketika perjuangan tidak

    mencapai hasil yang signifikan akan cenderung redup.

    Sementara itu, Douglas dan Waskler mengemukakan ada 4 model-model

    perlawanan: pertama, perlawanan terbuka, perlawanan yang dapat dilihat seperti

    perkelahian, demonstrasi, konflik. Kedua perlawanan tersembunyi, biasanya

    diwujudkan dengan perilaku mengancam. Ketiga, perlawanan agresif, perlawanan

    14

    Burke, Sejarah dan Teori, 132-133.

  • 19

    yang dilakukan untuk mendapatkan sesuatu. Keempat, perlawanan defensif,

    perlawanan yang dilakukan sebagai tindakan perlindungan diri.15

    Karakteristik dari gerakan perlawanan oleh Tarrow yakni pertama, solidaritas

    dan perasaan bersama, senasib dan rasa memiliki. Biasanya bangkitnya perasaan

    bersama dapat digunakan untuk memahami partisipasi individu yang tergabung

    dalam gerakan perlawanan. Kedua, konflik sebagai fokus aksi kolektif. Konflik

    diartikan sebagai para pelaku yang sama mencoba untuk melakukan kontrol pada satu

    objek yang sama. Di satu sisi pemerintah memperjuangkan sumber daya hutan untuk

    kesejahteraan masyarakat, di sisi lain masyarakat melihatnya sebagai ancaman

    terjadinya eksploitasi berlebih yang merusak alam. Ketiga, keberhasilan pada satu

    pihak berkemungkinan besar merugikan pihak yang lain. Keempat, mengedepankan

    bentuk-bentuk protes.16

    2.3. Faktor-faktor Munculnya Gerakan Perlawanan

    Scott menggambarkan transformasi tanah menjadi komoditas yang dijual telah

    mempunyai efek mendalam bagi petani. Kontrol terhadap tanah semakin lepas dari

    tangan-tangan masyarakat pedesaan, petani secara progresif kehilangan hak-hak

    kebebasan, hak- hak guna hasil dan menjadi penyewa serta petani yang bekerja pada

    tuan tanah kaya. Nilai-nilai yang diproduksi semakin diukur oleh fluktuasi pasar yang

    15

    Jack D. Douglas & Waksler C. Frances, dalam Santoso. Teori-Teori Kekerasan, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002), 11

    16Tarrow, Power In Movement, 76-77.

  • 20

    tidak menentu.17 Studi Scott menunjukan hilangnya hak kaum tani atas tanah

    disebabkan oleh perubahan pasar yang dikuasai kapitalistik. Pemilik lahan kecil

    sering bergantung pada elit bertanah misalnya untuk urusan pembelian benih,

    peralatan, transportasi dan pemasaran serta kadang-kadang kebutuhan kredit. Dengan

    begitu pemilik lahan kecil akan berhutang pada pemilik lahan besar yang lama

    kelaman kehilangan tanahnya karena tidak mampu membayar hutang pada elit

    bertanah.18 Setelah kehilangan tanah sudah tentu mereka akan mengabdi dan bekerja

    pada tuan tanah atau menyewa tanah untuk bercocok tanam demi mencukupi

    kebutuhan subsisten mereka. Tingginya biaya sewa dan pajak menggerakan para

    petani berontak karena ketidakadilan tersebut telah merusak moral ekonomi petani

    yang mengolah tanah untuk kelangsungan hidup keluarganya bukan untuk mencari

    keutungan sebesar-besarnya.19

    Scott menjelaskan petani dalam dua tipologi yaitu: a) Petani adalah pencocok

    tanam yang tinggal di pedesaan, fokus usahanya demi pemenuhan ekonomi keluarga

    dan terus berputar pada periodik siklus tanam dan panen. b) Petani adalah masyarakat

    yang menggantungkan hidupnya pada pengelolaan hasil pertanian.20 Tipologi ini

    menerangkan secara jelas akan pentingnya tanah bagi para petani sebagai lahan

    komoditi. Barangsiapa mengancam atau mengubah pola yang telah terbentuk sejak

    17

    Scott, The Moral Economy of the, 7 18

    Scott, Perlawanan Kaum, 35 19

    Scott, Perlawanan Kaum, 49 20

    Scott, The Moral Economy, 165-167

  • 21

    dahulu tentu akan membangkitkan perlawanan untuk menentang pihak-pihak

    tersebut.

    Situmorang mengemukakan bangkitnya gerakan perlawanan dipengaruhi oleh

    tinggi tidaknya sekelompok masyarakat merasakan dampak negatif dari aktifitas

    perusahaan mengelola sumber daya alam.21 Pengelolaan sumber daya alam yang

    mengabaikan dampak ekologis akan membangkitkan resistensi masyarakat. Bagi

    Arif Budiman pembangunan yang dianggap berhasil ternyata tidak memiliki daya

    kelestarian yang memadai.22 Berbagai kasus yang terjadi di Indonesia misalnya

    lumpur lapindo, limbah industri yang mencemarkan air dan lingkungan, pengundulan

    hutan oleh kebijakan pembangunan kehutanan yang mengabaikan rehabilitasi hutan

    dan berbagai kerusakan lingkungan lainnya adalah efek dari pembangunan yang

    kurang terkontrol secara baik. Borrong menegaskan, kerusakan lingkungan terjadi

    sebagai akibat dari pengelolaan sumber-sumber daya yang tidak mempedulikan

    etika.23 Kerusakan alam sebagai akibat dari pandangan bahwa sumber daya alam

    sebagai kumpulan sumber daya untuk manusia yang dapat dipakai secara bebas untuk

    memenuhi kebutuhan manusia. Pandangan demikian jika tidak ditindaklanjuti akan

    mempengaruhi makluk hidup yang menempati bumi. Selain itu, munculnya gerakan

    perlawanan tidak dapat dipisahkan dari faktor-faktor yang mempengaruhi

    kemunculan dan perkembangannya.

    21

    Abdul Wahib Situmorang, Gerakan Sosial: Studi Beberapa Perlawanan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), 104

    22Arief Budiman, Teori Pembangunan Dunia Ketiga (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,

    1996), 6-7. 23

    Robert P. Borrong, Etika Bumi Baru (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000), 33.

  • 22

    2.3.1 Faktor Ekonomi Politik

    Pemerintah Indonesia mulai memberi perhatian pada sektor kehutanan akhir

    tahun 1960-an ketika rezim orde baru menghadapi masalah ekonomi. Hutan menjadi

    stigma bagi keuntungan dan devisa negara sementara sektor tradisional masyarakat

    dianggap konservatif, statis sehingga harus diubah agar seluruh masyarakat dapat

    berkembang lebih maju. Aksentuasinya mengarah pada pengelolaan sumber daya

    hutan demi mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakat sekitar hutan sehingga

    dikeluarkanlah UU pokok kehutanan dan pertambangan serta UU Investasi tahun

    1967 yang memberikan peluang bagi investor untuk menanamkan modal di

    Indonesia. Peraturan no. 21 tahun 1970 tentang pengusahaan hutan merupakan

    instrument legal untuk memulai pemanfaatan hutan dengan model HPH (hak

    pengusahaan hutan).24

    Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2002 tentangTata

    Hutan Dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan Dan

    Penggunaan Kawasan Hutan, HPH berubah namanya menjadi IUPHHK-HA Ijin

    Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Alam. Cara kerjanya tetap sama

    yakni ijin untuk memanfaatkan kayu alam pada hutan produksi yang kegiatannya

    terdiri atas pemanenan atau penebangan, penanaman, pemeliharaan, pengamanan dan

    pemasaran hasil hutan kayu. Jangka waktu IUPHHK-Ha pada hutan produksi

    sebagaimana dimaksud dalam Peraturan pemerintah RI Pasal 34 ayat (1) huruf a

    24

    Abdul Wahib Situmorang, Dinamika Protes Kolektif Lingkungan Hidup Di Indonesia 1968-2011 (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013), 2-4.

  • 23

    diberikan paling lama 55 (lima puluh lima) tahun. IUPHHK dalam hutan alam dapat

    diperpanjang berdasarkan evaluasi yang dilakukan setiap 5 (lima) tahun oleh menteri

    kehutanan.25 Akan tetapi kebijakan pemerintah mengelola sumber daya hutan untuk

    pengembangan ekonomi dan kesejahteraan dinilai merugikan masyarakat lokal.

    Dalam kerja HPH, hutan menjadi sepenuhnya hak pengusaha sedangkan masyarakat

    tidak berhak atas hutannya sendiri. Sistem eksploitasi hutan oleh HPH bahkan tidak

    terkontrol secara baik oleh pemerintah sehingga menyebabkan kerusakan hutan yang

    berujung pada deforestasi (pengundulan). HPH melakukan pengrusakan namun tidak

    dikenakan sanksi dari pemerintah, sebaliknya jika masyarakat yang melakukan

    pengrusakan maka pemerintah dengan cepat mengambil tindakan bahkan sampai

    pada menjadikan kawasan hutan sebagai area konservasi. Salah satu kewajiban utama

    negara yang merupakan cerminan dari hakekat keberadaannya ialah melindungi

    warga negaranya agar tetap aman. Perlindungan tersebut pada intinya bertujuan

    memberi jaminan agar warga negara tidak saja mengalami rasa aman dalam

    kehidupannya dan bebas dari rasa takut tetapi merasakan iklim politik yang terbuka

    sehingga dapat mengekspresikan diri dan hak asasinya secara leluasa dan merdeka.

    Jaminan terhadap pengungkapan diri tersebut merupakan modal utama dalam

    mengurus kepentingan diri dan masyarakatnya sehingga mereka bisa bertahan dan

    25

    http://www.hukumonline.com/pusatdata/detail/19756/node/545/pp-no-34-tahun-2002-tata-hutan-dan-penyusunan-rencana-pengelolaan-hutan,-pemanfaatan-hutan-dan-penggunaan-kawasan-hutan

  • 24

    berkembang.26 Pada konteks ini, jika pemerintah melakukan monopoli pada hak

    rakyat atas hutan ulayat yang diakui secara turun-temurun apakah negara telah sesuai

    dengan hakekatnya? Demikian yang dikemukakan oleh Scott, faktor ekonomi pada

    akhirnya mengarah pada untung dan rugi. Siapa yang diuntungkan dan pihak mana

    yang dirugikan. Tentu kedua aspek ini akan menggambarkan kecenderungan dari dua

    sosok yang berbeda yakni yang diuntungkan adalah pihak yang memiliki kekuasaan

    dan yang rugi ialah masyarakat yang marginal.27 Atas dasar ketidakadilan yang

    berkaitan dengan untung rugi inilah yang membangkitkan resistensi, karena pada

    dasarnya yang disebut keadilan ialah kedua pihak sama-sama menikmati hasil yang

    sama untuk tujuan kemakmuran.

    2.3.2. Faktor Budaya

    Secara empiris citra lingkungan masyarakat adat bersifat mistis karena selain

    bertalian dengan kehidupan di alam nyata juga erat kaitannya dengan pemeliharaan

    keseimbangan hubungan dengan alam gaib. Masyarakat yang menghargai adat-

    istiadat akan melihat alam sebagai kesatuan kosmos yang tidak boleh dimanfaatkan

    secara berlebihan. Jika dalam pemanfaatannya menyebabkan kerusakan pada

    lingkungan maka akan menimbulkan berbagai bencana baik banjir, tanah longsor,

    kekeringan dan lain sebagainya. Bencana-bencana itu akan dilihat sebagai

    pengejawantahan dari kemarahan roh-roh penjaga alam. Bagi Elliade perjumpaan

    26

    Dewan Pengurus YLBHI,Demokrasi Antara Represi Dan Resistensi Catatan Keadaan Hak Asasi Manusia Di Indonesia 1993 (Jakarta:Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, 1994), 224.

    27Scott, The Moral Economy, 167

  • 25

    dengan yang sakral dirasakan seperti bersentuhan dengan sesuatu yang bersifat dasyat

    menggetarkan, sangat berbeda, transenden dan suci. Tidak hanya batu, pohon, tetapi

    bagi mereka yang memiliki pengalaman religius, seluruh alam dapat mengungkapkan

    dirinya sebagai sakralitas kosmik.28

    Ajaran agama dan kepercayaan masyarakat lokal menjiwai dan

    mempengaruhi sikap dan perilaku manusia terhadap lingkungannya. Ia memberi

    tuntutan kepada manusia untuk berprilaku yang serasi dan selaras dengan irama alam

    semesta sehingga tercipta keseimbangan hubungan antar manusia dengan alam

    lingkungannya.29 Kendati tampak tidak rasional dan tidak logis namun secara faktual

    perilaku terhadap alam dengan sikap yang bercorak mistis dan magis kadangkala

    menciptakan kelestarian dan keberlanjutan yang harmonis dengan lingkungan hidup.

    Masyarakat desa yang masih melestarikan adat-istiadat warisan leluhur kadangkala

    ditemukan kesejukan lingkungan yang dikelilingi oleh hutan yang menghijau.

    Filosofi alam yang dibangun baik tentang air, gunung, batu dan hutan menjadi dasar

    melindungi alam dari keserakahan. Air melambangkan darah, hutan sebagai pori-pori

    atau urat nadi, tanah sebagai daging dan batu sebagai tulang adalah kelengkapan yang

    berhubungan satu sama lainnya.30 Merusak atau menghancurkan salah satu dari

    28

    Mircea. Eliade,The Sacred And The Profane, trans. Wiliam R. Trask (San Diego

    New York – London: A Harvest/HBJ Book, 1959), 8-11. 29

    Ibid, 6-7 30

    Penjelasan dalam wawancara wartawan Net News dengan mama Aleta Baun yang diunggah pada sosial media (facebook) tanggal 25 Januari 2017 tentang perlawanan masyarakat Molo-NTT menentang pertambangan.

  • 26

    unsur-unsur itu akan menyebabkan ketidakseimbangan pada makluk hidup yang

    bergantung pada alam.

    Kendati demikian, pada masyarakat adat pasti menemui filosofi tentang

    tempat, benda, hewan, pohon yang dianggap mengandung unsur kesakralan yang

    memiliki kekuatan dibalik elemen-elemen itu. Bagi Emile Durkheim seluruh

    keyakinan manusia baik yang religius (agama suku) maupun Beragama (diakui oleh

    negara) tentu membagi dunia mereka dalam dua elemen terpisah yakni yang sakral

    dan yang profan. Ciri-ciri yang sakral yakni superior, berkuasa, terlarang, suci

    sedangkan profan lebih pada kebiasaan sehari-hari, tidak memiliki kekuatan dan

    tampak biasa.31 Menentukan area, benda maupun hewan sebagai dewa bersama

    memberi kesan pelestarian bagi objek tersebut. Hal ini tidak saja berhubungan dengan

    agama bersama yang diciptakan masyarakat lebih dari itu yakni upaya melestarikan

    alam dan lingkungan hidup yang dapat memberikan dampak positif bagi manusia di

    bumi.

    Untuk meminimalisir penggunaan hutan dari ancaman kerusakan, masyarakat

    kadangkala mengembangkan local knowledge atau pengetahuan lokal. Pengetahuan

    ini tumbuh dan berkembang dalam budaya atau kelompok etnik tertentu untuk

    memenuhi kebutuhan hidupnya secara subsisten sesuai kondisi lingkungan yang ada.

    Mereka mengumpulkan informasi terhadap kondisi alam untuk memecahkan masalah

    produksi pertanian dan disampaikan secara oral dari generasi ke generasi sehingga

    31

    Emile Durkheim, The Elementary Forms Of Religious Life : Sejarah Bentuk-Bentuk Agama Yang Paling Dasar (Jogjakarta: IRCisod, 2011), 167-169.

  • 27

    terjadi pemahaman yang mendalam terhadap sumber daya lokal dan proses-proses

    yang berlangsung.32 Pengetahuan lokal memberikan kesan positif bagi masyarakat

    dalam memanfaatkan hutan secara bijaksana sehingga minim dari kerusakan. Jika

    sewaktu-waktu hutan masyarakat dikelola berdasarkan pembangunan kehutanan

    maka rehabilitasi (pemulihan) menjadi kewajiban pengelola agar tidak mengancam

    masyarakat sekitar hutan yang bergantung terhadapnya. Apabila kewajiban tersebut

    tidak terealisasi maka akan membangkitkan resistensi sebab hutan yang rusak akan

    berdampak bagi masyarakat yang berada di sekitarnya.

    2.3.3. Faktor Ekologi

    Ekologi berasal dari bahasa Yunani oikos berarti rumah atau tempat tinggal

    atau tempat hidup atau habitat dan logos yakni ilmu, studi atau kajian. Secara harfiah

    ekologi berarti ilmu tentang makluk hidup dalam rumahnya atau ilmu tentang habitat

    makluk hidup.33 Menurut Haskarlianus Pasang ,ekologi mencakup; a) pengetahuan

    mengenai hubungan antara organisme dan lingkungannya, b) studi atau telaah

    mengenai hubungan antara organisme dengan lingkungan mereka.34 Secara umum

    ekologi didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara

    makluk hidup dan lingkungannya. Ekologi menaruh perhatian pada cara-cara

    bagaimana semua aspek alam mengadakan interaksi satu sama lain. Inti ekologi ialah

    32 Sulistyaningsih, Perlawanan Petani Hutan: Studi Atas Resistensi Berbasis Pengetahuan

    Lokal (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2013), 15. 33

    Otto Soemarwoto, Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan, (Jakarta: Djambatan, 1991).19.

    34Haskarlianus Pasang, Mengasihi Lingkungan (Jakarta: Literatur Perkantas, 2011), 83.

  • 28

    manusia menyesuaikan diri dengan sistem alam, tidak eksploitatif, tidak merusak

    sehingga ekosistem terpelihara.35

    Bagi steward, kajian ekologi umumnya memposisikan manusia dan

    lingkungan dalam satu ekosistem yang tidak dapat dipisahkan dan saling

    ketergantungan. Perubahan lingkungan akan mempengaruhi pola hidup manusia dan

    makluk hidup lainnya oleh karena itu, pengelolaan hasil alam baik untuk bercocok

    tanam, pertambangan, perkebunan skala besar dan berbagai bentuk pembangunan

    kehutanan lainnya mesti mempertimbangkan dampak yang akan timbul dikemudian

    hari.36 Alam dieksploitasi secara berlebihan akan berbuntut pada ketidaseimbangan

    ekosistem yang ada.

    Selain itu, Penggunaan ekologi dalam perencanaan pembangunan memiliki

    dua tujuan yakni meningkatkan mutu pencapaian pembangunan serta

    memperhitungkan pengaruh aktivitas pembangunan pada daerah sumber daya yang

    akan dieksploitasi. Pertimbangan terhadap prinsip-prinsip ekologi yang tepat akan

    membantu minimnya dampak dari pembangunan terhadap lingkungan dan manusia.

    Pembangunan acapkali membawa tingkat perubahan yang bervariasi terhadap

    lingkungan sehingga pembangunan yang ditentukan oleh batasan-batasan ekologi

    akan menghindari dampak bagi masyarakat di sekitarnya.37

    35

    Raymond F Dasmann dkk, trans. Idjah Soemarwoto, Prinsip Ekologi Untuk Pembangunan Ekonomi (Jakarta: Gramedia, 1977), 2.

    36 Julian, H Steward, Theory Of Culture Change: The Methodology Of Multiliniar Evolution

    (Urbana: University Of Illinois Press. 1955), 39-42. 37

    Raymond F Dasmann dkk, trans. Idjah Soemarwoto, Prinsip Ekologi, 26.

  • 29

    AMDAL atau analisis mengenai dampak lingkungan sangat penting dalam

    mengelola sumber daya hutan. Analisis tersebut merupakan hasil studi yang

    terintegrasi dari rencana kegiatan pembangunan meliputi komponen ekologis, sosio-

    ekonomis dan budaya. Langkah awal dari prosedur tersebut adalah penyusunan PIL

    (penyajian informasi lingkungan) atau PEL (Penyajian Evaluasi lingkungan) yang

    mendeskripsikan apakah suatu proyek berpengaruh bagi lingkungan, selanjutnya

    dilakukan SEL (studi evaluasi lingkungan). AMDAL maupun SEL meliputi: kajian

    secara mendalam tentang dampak lingkungan potensial dari suatu kegiatan yang

    direncanakan. AMDAL dirumuskan sebagai suatu analisis mengenai dampak

    lingkungan dari suatu proyek yang meliputi evaluasi dan pendugaan dampak proyek,

    prosesnya maupun sistem proyek terhadap lingkungan yang berlanjut ke lingkungan

    hidup manusia.38 Pendugaan dampak dapat di definisikan sebagai aktivitas untuk

    menduga dampak yang akan terjadi di masa yang akan datang akibat suatu aktivitas

    manusia (proyek). Dampak yang diduga menjadi ukuran untuk membedakan antara

    lingkungan yang tanpa proyek dan lingkungan dengan proyek.39 Oleh karena itu,

    sebelum menjalankan suatu proyek sangat penting bagi setiap pemegang ijin

    melakukan AMDAL di lokasi pembangunan.

    Dari sudut ekologis ada dua faktor mekanis yang menjadi penyebab bencana.

    Pertama, faktor kekacauan ekosistem yaitu bencana yang disebabkan oleh manusia

    38

    Goltenboth Friedhelm dkk, Ekologi Asia Tenggara: Kepulauan Indonesia(Jakarta:Salemba Teknika, 2012), 488.

    39Gunarwan Suratmo, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Yogyakarta: Gajah Mada

    University Press, 2004), 5.

  • 30

    misalnya kesalahan dalam pemanfaatan sumber daya alam dan penataan lingkungan

    atau tata ruang yang mengakibatkan terjadinya kerusakan alam. Kedua deforestasi

    atau pengundulan hutan yang menyebabkan perubahan iklim global sebagai dampak

    banyaknya emisi gas karbon dioksida (C02) dan gas buangan yang tidak terhisap oleh

    tumbuhan karena pohon-pohon yang terus berkurang.40 Diantara kedua aspek ini,

    deforestasi merupakan ancaman yang tampak terasa oleh masyarakat sekitar hutan.

    Mengapa? hutan yang dipenuhi pohon-pohon besar adalah aset penyimpan air bagi

    kesuburan tanah sekaligus pemberi oksigen bagi makluk hidup, dapat dibayangkan

    ketika yang berdiri hanya sisa-sisa dari tumbangan pohon tentu akan memberikan

    pengaruh besar bagi para para petani juga manusia yang berada di sekitar hutan.

    resiko yang dialami masyarakat dari suatu pembangunan yang tidak efektif justru

    pemicu bangkitnya perlawanan-perlawanan. Oleh karena itu, sebelum menjalankan

    suatu proyek pembangunan di pedesaan yang harus didahulukan yakni mengetahui

    sistem sosial, ekonomi dan budaya dari masyarakat setempat agar tidak menimbulkan

    berbagai keluhan di kalangan masyarakat.

    2.4. Kesimpulan

    Perlawanan sosial oleh James Scoot mengungkapkan ketidakadilan yang

    dialami subordinat (kaum tani) dari kelompok superordinat (elit modal dan negara).

    Tingginya pajak dan biaya sewa tanah menekan keberadaan kelompok tani dalam

    mempertahankan hidup. Negara sebagai perlindungan warga yang bernaung di

    40

    Fachruddin M Mangunjaya, Hidup Harmonis Dengan Alam: Esai-Esai Pembangunan Lingkungan, Konservasi Dan Keanekaragaman Hayati Indonesi(Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2006) 15.

  • 31

    dalamnya justru tidak menunjukan sikap keberpihakan sehingga bangkitlah

    perlawanan. Bagi scott, protes individu atau kelompok yang menyebar dalam

    kekerasan maupun pemberontakan adalah rentetan dari cara petani untuk mandiri dan

    keluar dari pemaksaaan dan penindasan para penguasa. Perubahan pasar yang

    bercorak kapitalistik menyebabkan elit modal dan elit politik mengambil keuntungan

    sebanyak-banyaknya dari kelemahan kaum tani. Bangkitnya perlawanan kaum tani

    adalah cara mereka mengekspresikan diri atas berbagai ketimpangan yang dialami.

    Tujuan yang diharapkan yakni kembalikan moral ekonomi petani yang dihancurkan

    oleh para penguasa agar mereka secara leluasa dapat mengembangkan diri untuk

    hidup secara adil.

    Indonesia ketika menghadapi ketimpangan ekonomi pada rezim orde baru,

    berbagai upaya dilakukan untuk keseimbangan perekonomian negara. Salah satu

    kebijakan yang tampak terlaksana yakni pembangunan berbasis sumber daya alam.

    Paradigma UUD 1945 pasal 33 ayat 3 “Bumi, air dan kekayaan alam yang

    terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-

    besarnya kemakmuran rakyat” menjadi kekuatan negara mengembangkan

    pembangunan tersebut. Seiring jalannya kebijakan itu, berbagai resistensi masyarakat

    bangkit melawannya karena faktanya pembangunan kehutanan tidak mensejahterakan

    masyarakat melainkan memuaskan para penguasa. Kembalikan tanah dan hutan ke

    tangan masyarakat lokal jika ingin meretas munculnya protes-protes kolektif. Lebih

    dari itu, pemerintah mesti sejalan dengan harapan masyarakat yang menuntut

  • 32

    keadilan. Pembangunan yang efektif ialah suatu proyek yang tidak mengabaikan

    sosial budaya, ekonomi dan dampak ekologi bagi masyarakat di sekitar hutan. Pada

    akhirnya masyarakat yang akan menuai berbagai kerugian dan dampak dari suatu

    proyek jika terjadi kerusakan lingkungan. Oleh karena itu, pemegang ijin proyek

    mesti melakukan AMDAL sebelum mengadakan suatu pembangunan serta

    mengetahui sosial budaya masyarakat setempat agar tidak menguntungkan elit modal

    dan merugikan masyarakat lokal.