laporan uji resistensi
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mikroorganisme telah menjadi bagian dari lingkungan manusia. Mikroorganisme
tersebar luas baik pada lingkungan bersuhu tinggi dan rendah, pada sebagian besar
makanan dan minuman, maupun ada di dalam dan permukaan tubuh manusia (Ibrahim,
2007). Mikroorganisme yang bersifat patogen dapat menyebabkan berbagai macam
penyakit dan sangat merugikan, baik bagi manusia, hewan, maupun tumbuhan. Usaha
manusia dalam mengatasi berbagai macam penyakit yang disebabkan oleh
mikroorganisme patogen salah satunya adalah dengan mengembangkan senyawa
antibiotik.
Antibiotik merupakan zat-zat atau senyawa kimia yang berasal dari satu
mikrooranisme yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme
lain (Ibrahim, 2007). Umumnya suatu jenis antibiotik mempunyai spesifikasi dalam
menghambat atau membunuh suatu mikroorganisme. Ada beberapa bakteri yang
resisten, dan ada juga yang sensitif terhadap suatu antibiotik tertentu. Kondisi ini
bergantung pada jenis dan kadar antibiotik, lamanya antibiotik berinteraksi dengan
mikroorganisme, serta kekuatan zat aktif dari antibiotik tersebut (Sjabana, 2005).
Penggunaan antibiotik yang tidak terkendali telah menyebabkan terjadinya efek samping
yang sangat membahayakan, yaitu menyebabkan bakteri-bakteri tertentu menjadi tahan
atau resisten terhadap antibiotik.
Bakteri yang mengalami resistensi terhadap suatu antibiotik memiliki kesempatan
yang lebih besar untuk dapat terus hidup daripada bakteri lain yang lebih rentan. Bakteri
yang rentan atau sensitif dapat dihambat pertumbuhannya oleh suatu antibiotik,
menghasilkan suatu tekanan selektif terhadap bakteri lain yang masih bertahan hidup
untuk menciptakan turunan yang resisten terhadap antibiotik (Haryadi, 2011).
Efektivitas suatu antibiotik dapat ditentukan dengan mengetahui tingkat resistensi
bakteri tertentu terhadap antibiotik. Tingkat resistensi dapat ditentukan melalui uji Kirby-
Bauer. Metode ini menggunakan paper disk yang telah mengandung antibiotik dengan
beberapa kadar tertentu dan diletakkan pada media agar tempat mikroorganisme
tumbuh, sehingga antibiotik akan berdifusi pada media tersebut. Zona bening
mengindikasikan adanya hambatan pertumbuhan mikroorganisme oleh antibiotik pada
permukaan media agar. Zona bening yang terbentuk pada permukaan media agar
akibat hambatan antibiotik sulfametoksazol dalam uji resistensi bakteri terhadap
antibiotik menggunakan metode Kirby-Bauer adalah sebesar 14,3 mm, antibiotik
1
ampisillin sebesar 0 mm, antibiotik amoksisilin sebesar 0,1 mm, dan gentamisir sebesar
4,1 mm (Haryadi, 2011).
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, dilakukan suatu
percobaan mengenai uji resistensi bakteri terhadap suatu antibiotik. Antibiotik yang
digunakan dalam percobaan ini adalah amoxillin.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat diambil suatu rumusan masalah, yaitu
Bagaimana efektivitas antibiotik amoxillin terhadap pertumbuhan bakteri?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, tujuan dari percobaan ini, yaitu untuk mengetahui
efektivitas antibiotik amoxillin terhadap pertumbuhan bakteri.
D. Manfaat
Manfaat percobaan ini adalah:
1. Untuk mengetahui tingkat resistensi bakteri yang diuji terhadap antibiotik amoxillin
2. Untuk mengetahui jenis antibiotik yang paling efektif menghambat pertumbuhan
bakteri yang diuji.
2
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Bakteri
Bakteri adalah salah satu golongan organisme prokariotik yang memiliki informasi
genetik berupa DNA, tetapi tidak terlokalisasi dalam tempat khusus (nukleus), dan tidak
memiliki membran inti. Bentuk DNA bakteri adalah sirkuler, panjang dan biasa disebut
nukleoid. DNA bakteri tidak mempunyai intron dan hanya tersusun atas ekson saja.
Bakteri juga memiliki DNA ekstrakromosomal yang tergabung menjadi plasmid yang
berbentuk kecil dan sirkuler (Yulika, 2009).
B. Antibiotik
Antibiotik adalah suatu substansi antimikrobia yang diperoleh atau dibentuk, dan
dihasilkan oleh mikroorganisme yang memiliki daya hambat dan mencegah
pertumbuhan atau membunuh mikroorganisme lain walau dalam jumlah yang sedikit
(Pututkunco, 2003). Antibiotik diperoleh dari hasil isolasi senyawa kimia tertentu yang
berasal dari mikroorganisme seperti jamur, dan bakteri. Beribu-ribu antibiotik telah
ditemukan, tetapi tidak semua dapat digunakan dalam pengobatan. Penyebabnya
adalah bakteri mengalami mutasi yang terjadi akibat pengobatan tidak dilakukan dengan
semestinya (Indan, E. dalam Pututkunco, 2003).
Satu jenis antibiotik biasanya hanya ampuh untuk satu kelompok bakteri tertentu,
tetapi tidak untuk bakteri yang lain, dan ada juga antibiotik yang dapat membunuh
berbagai kelompok bakteri. Penggunaan antibiotik yang tidak sesuai dengan dosis atau
takarannya dapat menyebabkan terjadinya resistensi pada bakteri, artinya antibiotik
yang dipakai menjadi tidak ampuh lagi, sehingga bakteri menjadi resisten/kebal
terhadap antibiotik tersebut (Pututkunco, 2003).
Berdasarkan sifatnya, antibiotik terdiri atas bakterisid dan bakteriostatik. Bakterisid
adalah antibiotik yang dapat membunuh bakteri dan bersifat menetap ( irreversible),
sedangkan bakteriostatik adalah antibiotik yang menghambat pertumbuhan bakteri dan
bersifat sementara (reversible). Antibiotik yang termasuk bakteriostatik misalnya
sulfonamida, tetrasiklin, kloramfenikol, eritromisin, trimetropim, linkomisin, klindamisin,
asam paraaminosalisilat, dan lain-lain. Antibiotik yang tergolong bakterisid, misalnya
penisilin, sefalosporin, aminoglikosida (dosis besar), kotrimoksazol, rifampisin, isoniazid
dan lain-lain (Yulika, 2009).
Menurut Murray dalam Pututkunco (2003), daya kerja antibiotik dapat
dikategorikan menjadi empat cara, yaitu:
3
1. Hambatan sintetis dinding sel. Obat-obat antibiotik yang mempunyai daya kerja
menghambat sintetis dinding sel dari mikrobia terutama bakteri, diantaranya
adalah basitrasin, sefalosporin, penisilin, ristoferin, dan vankomisin.
2. Hambatan fungsi dari selaput sel, diantaranya adalah amfoterisin b, kolistin,
nistatin, dan polimiksin.
3. Hambatan sintetis protein, diantaranya adalah khlorampenikol, erythromisin
linkomisin, tetrasiklin, aminoglikosida, amikasin, neomisin, netilmisin,
streptomisin, dan tobramisin
4. Hambatan sintetis asam nukleat, antibiotik yang termasuk dalam kelompok ini
adalah asam nalidiksat, novobiosin, pirimetamin, sulfonamid, trimetoprin, dan
rifampin
C. Uji Resistensi Mikroorganisme
Uji resistensi merupakan tes yang digunakan untuk menguji kepekaan suatu
bakteri terhadap antibiotik. Uji resistensi bertujuan untuk mengetahui daya kerja atau
efektivitas dari suatu antibiotik dalam membunuh bakteri (Pudjarwoto, dalam
Pututkunco, 2003). Metode Kirby Bauer adalah uji resistensi dengan metode difusi agar
menggunakan teknik disc diffusion (Pudjarwoto, dalam Pututkunco, 2003).
Mikroorganisme dikatakan sensitif dengan antibiotik apabila terbentuk zona bening pada
daerah dekat disc yang besar, dan dikatakan resisten bila tidak terbentuk zona bening.
Gambar 2.1. Zona hambat/zona bening (Sjabana, 2005)
Terdapat berbagai faktor penyebab terjadinya resistensi bakteri, yaitu faktor primer
yang meliputi penggunaan agen antibiotik, munculnya strain bakteri yang resisten
terhadap antibiotik, dan penyebaran strain bakteri resisten tersebut ke bakteri lain.
Lokasi infeksi, kemampuan antibiotik mencapai organ target infeksi sesuai dengan
konsentrasi terapi, dan ekologi lingkungan juga merupakan faktor-faktor yang perlu
diperhatikan. Penggunaan antibiotik secara berlebihan, memiliki andil besar dalam
peningkatan resistensi terhadap antibiotik (Yulika, 2009).
Menurut Sjabana (2005) timbulnya resistensi pada suatu strain mikroba terhadap
suatu antibiotik terjadi berdasarkan salah satu atau lebih dari mekanisme berikut:
1. Mikroba mensintesis suatu enzim inaktivator atau penghancur antibiotik
4
2. Mikroba mensintesis enzim baru untuk menggantikan enzim inaktivator atau
penghancur antibiotik yang dihambat kerjanya
3. Mikroba meningkatkan sintesis metabolit yang bersifat antagonis-kompetitif
terhadap antibiotik
4. Mikroba membentuk jalan metabolisme baru
5. Permeabilitas dinding atau membran sel mikroba menurun untuk antibiotika
6. Perubahan struktur atau komposisi ribosom sel mikroba
D. Mekanisme Kerja Antibiotik Golongan Penisilin
Bakteri dikelilingi oleh struktur kaku yang disebut dinding sel dan peptidoglikan
yang melindungi membran sitoplasma di bawahnya terhadap gangguan baik osmotik
maupun mekanik. Kondisi ini menyebabkan setiap zat yang mampu merusak atau
mencegah sintesis dinding sel, akan menyebabkan gangguan terhadap bakteri. Diantara
antibiotik yang mempengaruhi dinding sel adalah penisilin (Yulika, 2009).
Semua penisilin mempunyai struktur dasar yang sama, yaitu terdapat cincin
tiazolidin melekat pada cincin β-laktam, yang membawa gugus amino sekunder. Radikal
asam dapat dilekatkan pada gugus amino dan dipisahkan dari gugus amino oleh bakteri
atau amidase lainnya. Interaksi struktur inti asam 6-aminopenisilinat penting untuk
aktivitas biologik molekul. Penisilin menghambat pembentukan mukopeptida yang
diperlukan untuk sintesis dinding sel mikroba. Terhadap mikroba yang sensitif, penisilin
akan menghasilkan efek bakterisid (Yulika, 2009).
Gambar 2.2. Struktur Penicillin (Sjabana, 2005)
Menurut Yulika (2009), mekanisme kerja antibiotik penisilin (β-laktam) dapat
diringkas dengan urutan sebagai berikut:
1. Obat bergabung dengan ikatan penisilin protein yang terdapat pada bakteri
yang memproduksi enzim yang berfungsi sebagai katalis tahap terakhir pada
biosintesis dinding sel yang baru.
2. Terjadi hambatan sintesis dinding sel bakteri karena proses transpeptidasi
antara rantai peptidoglikan terganggu dan terjadi aktivasi enzim proteolitik
pada dinding sel.
5
E. Mekanisme Kerja Antibiotik Golongan Tetrasiklin
Tetrasiklin berikatan dengan ribosom sub unit 30S mikroba. Tetrasiklin menghambat
sintesis protein dengan memblokir penambahan aminoacyl-tRNA. Tetrasiklin kemudian
mencegah masuknya asam amino baru ke rantai peptida yang mulai memanjang. Cara
kerjanya bersifat menghambat dan reversibel jika obat dihilangkan (Yulika, 2009).
Bakteri mempunyai 70S ribosom, sedangkan sel mamalia mempunyai 80S ribosom.
Subunit masing-masing tipe ribosom, komposisi kimianya, dan spesifikasi fungsinya
berbeda, hal ini menjelaskan mengapa antimikroba tidak dapat mempegaruhi ribosom
mamalia (Yulika, 2009).
F. Mekanisme Kerja Antibiotik Golongan Quinolon
Bentuk double helix DNA harus dipisahkan menjadi dua rantai DNA pada saat akan
berlangsungnya replikasi dan transkripsi. Pemisahan ini akan selalu menyebabkan
terjadinya puntiran berlebihan (overwinding) pada double helix DNA sebelum titik pisah.
Hambatan mekanik ini dapat diatasi bakteri dengan bantuan enzim DNA girase
(topoisomerase II) yang kerjanya menimbulkan negative supercoiling. Golongan
Quinolon menghambat kerja enzim DNA girase pada bakteri, sehingga terjadi gangguan
dalam proses replikasi dan transkripsi. Mekanisme tersebut menyebabkan antibiotik
golongan ini akan menghambat replikasi DNA (Yulika, 2009).
G. Amoxillin
Amoxillin adalah antibiotika yang termasuk ke dalam golongan penisilin. Amoxillin
merupakan nama dagang dari obat antibiotik golongan penisilin sub golongan
amoxicilin, yaitu amoxicilin trihidrat. Amoxillin mempunyai sifat bakterisida yang normal
seperti Penisilin tetapi disebut antibiotika berspektrum luas karena penisilin ini efektif
terhadap banyak bakteri baik gram negatif maupun gram positif. Amoxillin bersifat
bakterisida, yaitu mencegah pembentukan ikatan silang pada pembentukan
peptidoglikan yang merupakan senyawa penyusun dinding sel (Fellana dan
Rusdaningrum, 2012).
Cara kerja antibiotik ini dalam membunuh bakteri yaitu tidak secara langsung,
namun dengan cara mencegah bakteri membentuk kapsul. Kapsul ini menyelubungi
seluruh bagian bakteri yang akan melindunginya dari keadaan-keadaan yang dapat
membunuhnya, misalnya sel antibodi dari orang yang diinfeksinya atau yang lainnya.
Bakteri yang berada dalam kondisi yang tidak memungkinkan akan diam saja (pasif) di
dalam kapsulnya, namun ketika keadaan tubuh inang melemah maka bakteri akan
bangun dan mulai beraktifitas kembali. Kegagalan bakteri membentuk kapsul maka
bakteri tidak dapat bertahan lama dalam tubuh inangnya sehingga akan mati (Isa, 2011).
6
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Praktikum Uji Resistensi dilaksanakan pada tanggal 4 dan 5 April 2013 di
Laboratorium Mikroboilogi Dasar, Gedung C9 Jurusan Biologi, FMIPA, UNESA. Tanggal
4 April melakukan peremajaan/sub-culture bakteri uji yang akan digunakan pada media
taoge agar, sedangkan pelaksanaan praktikum uji resistensi dilaksanakan pada tanggal
5 April 2013.
B. Alat dan Bahan
1. Alat:
a. Mortar dan alu 1 buah
b. Pembakar spirtus 1 buah
c. Cawan Petri 2 buah
d. Tabung reaksi 1 buah
e. Beakker glass 1 buah
f. Spet volume 10 ml 1 buah
g. Spet volume 1 ml 1 buah
h. Paper disc diameter 0,5 cm 10 lembar
i. Inkubator 1 buah
j. Vortex 1 buah
2. Bahan:
a. Antibiotik amoxillin 500 mg bentuk serbuk di dalam kapsul 1 butir
b. Kultur bakteri umur 24 jam
c. Media tauge cair
d. Media tauge cair
e. Alkohol 70 %
f. Akuades
C. Metode
Hari pertama:
1. Melakukan peremajaan/sub-culture bakteri uji yang digunakan pada media tauge
cair dengan teknik aseptik
2. Inkubasi kultur bakteri pada media tauge cair selama 24 jam pada suhu 28-300C.
7
Hari Kedua:
1. Kultur bakter yang akan digunakan divortex terlebih dahulu selama 1-2 menit.
2. Mengambil 1 ml kultur bakteri, kemudian memasukkannya ke dalam cawan petri
steril (secara duplo) menggunakan spet volume 1 ml.
3. Menuangkan media tauge agar ke dalam cawan petri tersebut, kemudian
menghomogenkannya.
4. Menyiapkan antibiotik dengan konsentrasi 50 mg/ml, 25 mg/ml, dan 5 mg/ml
dengan langkah:
a. Melarutkan serbuk antibiotik 500 mg dengan akuades 10 ml, sehingga
konsentrasinya menjadi 50mg/ml
b. Mengambil dan membuang 5 ml larutan antibiotik konsentrasi 50 mg/ml,
kemudian memasukkan 5 ml akuades ke dalam larutan tersebut, sehingga
konsentrasinya menjadi 25 mg/ml.
c. Mengambil dan membuang 8 ml larutan antibiotik konsentrasi 25 mg/ml,
kemudian memasukkan 8 ml akuades ke dalam larutan tersebut, sehingga
konsentrasinya menjadi 5 mg/ml.
5. Merendam guntingan paper disk dengan diameter 0,5 cm ke dalam setiap
konsentrasi larutan antibiotic selama 1-2 menit. Setiap konsentrasi antibiotik
dimasukkan 3-5 paper disk, kemudian dikeringanginkan.
6. Meletakkan paper disk yang telah direndam dalam antibiotik dan dikeringanginkan
di atas media tauge agar yang telah ditanami bakteri uji. Memberi label di bagian
luar cawan agar tidak tertukar
7. Menginkubasi selama 24-48 jam pada suhu 28-300C.
8. Mengamati zona hambat/zona bening yang terbentuk, kemudian mengukur
diameternya (pada hari selanjutnya).
8
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. HASIL
Tabel 4.1. Uji Resistensi Bakteri terhadap Antibiotik Amoxillin
Konsentrasi
Antibiotik
(mg/ml)
Diameter Zona Hambat (mm/cm)
Cawan 1 Cawan 2
50 Tidak terbentuk zona bening Tidak terbentuk zona bening
25 Tidak terbentuk zona bening Tidak terbentuk zona bening
5 Tidak terbentuk zona bening Tidak terbentuk zona bening
Keterangan : Diameter paper disk = 0,5 cm
B. Analisis Data
Berdasarkan hasil data tabel 4.1 di atas dapat diketahui bahwa baik cawan 1
maupun cawan 2 tidak terbentuk zona hambat atau zona bening pada media tauge
agar, tempat dimana paper disk yang telah mengandung antibiotik amoxillin
berkonsentrasi 50 mg/l, 25 mg/l, dan 5 mg/l diletakkan. Biakan bakteri yang diuji dalam
percobaan ini memiliki ciri-ciri, berbentuk coccus, susunan diplococcus, gram negatif
dan immotil. Data tersebut menunjukkan pada uji resistensi yang menggunakan bakteri
dengan ciri-ciri bentuk coccus, susunan diplococcus, gram negatif dan immotil resisten
terhadap antibiotik Amoxillin.
C. PEMBAHASAN
Uji resistensi bertujuan untuk mengetahui tingkat efektivitas suatu antibiotik
terhadap suatu bakteri. Antibiotik yang digunakan dalam percobaan ini, yaitu amoxillin
dengan berat 500 mg. Bakteri yang digunakan memiliki ciri-ciri bentuk coccus, susunan
diplococcus, gram negatif dan immotil. Uji resistensi yang telah dilakukan menunjukkan
bahwa tidak terbentuk zona bening pada bakteri, baik dengan konsentrasi amoxillin 50
mg/l, 25 mg/l, dan 5 mg/l. Zona bening yang tidak terbentuk baik pada bakteri di cawan
petri pertama, maupun bakteri di cawan petri kedua mengindikasikan bahwa bakteri
tersebut resisten terhadap antibiotik amoxillin, artinya antibiotik amoxillin tidak bekerja
secara efektif terhadap bakteri tersebut.
Amoxillin tidak membunuh bakteri secara langsung, tetapi dengan cara mencegah
bakteri membentuk kapsul, sebuah lapisan yang melekat di seluruh tubuh. Kapsul ini
9
berfungsi vital bagi bakteri, yaitu untuk melindungi bakteri dari perubahan lingkungan
dan menjaga agar tubuh bakteri tidak tercerai-berai (Fellana dan Rusdaningrum, 2012).
Bakteri yang berada dalam kondisi yang tidak memungkinkan akan diam saja (pasif) di
dalam kapsulnya, namun ketika keadaan tubuh inang melemah maka bakteri akan
bangun dan mulai beraktifitas kembali. Kegagalan bakteri membentuk kapsul
mengakibtakan bakteri tidak dapat bertahan lama dalam tubuh inangnya sehingga akan
mati (Isa, 2011). Amoxillin juga bersifat bakterisida dengan menghambat hubungan
silang antara rantai-rantai polimer linier peptidoglikan yang membentuk komponen
utama dari kapsul bakteri (Fellana dan Rusdaningrum, 2012).
Amoxillin efektif terhadap sebagian besar bakteri gram positip dan beberapa gram
negatif yang patogen. Bakteri patogen yang sensitif terhadap Amoxillin, diantaranya
Staphylococci, Streptococci, Enterococci, S. pneumoniae, N. gonorrhoeae, H influenzas,
E. coli, dan P. mirabiiis. Amoxicillin kurang efefktif terhadap species Shigella dan bakteri
penghasil β-laktamase (Fellana dan Rusdaningrum, 2012). Percobaan ini membuktikan
bahwa amoxillin tidak efektif membunuh bakteri dengan ciri berbentuk coccus, susunan
diplococcus, gram negatif dan immotil.
Bakteri dapat bersifat resisten terhadap antibiotik tertentu karena tiap-tiap
antibiotik mempunyai efektivitas yang berbeda dalam membunuh bakteri tertentu.
Bakteri dapat resisten terhadap antibiotik tertentu disebabkan oleh faktor non-genetik
dan faktor genetik, yang terdiri atas resistensi kromosal dan resistensi ekstrakromosal
(Wibowo, 2010).
Resistensi non-genetik merupakan suatu keadaan bakteri pada stadium istirahat,
sehingga bakteri tidak peka terhadap antibiotik. Antibiotik bekerja untuk membunuh
bakteri pada saat bakteri aktif dalam melakukan pembelahan, sehingga populasi bakteri
yang tidak berada pada fase pembelahan akan relatif resisten terhadap antibiotik
tersebut. Resistensi non-genetik umumnya terjadi karena perubahan pada pertahanan
tubuh bakteri itu sendiri atau perubahan struktur bakteri sehingga tidak sesuai lagi
sebagai target antibiotik.
Resistensi genetik yaitu suatu keadaan mikroorganisme yang semula peka
terhadap suatu antibiotik pada suatu saat dapat berubah sifat genetiknya menjadi tidak
peka atau memerlukan konsentrasi yang lebih besar. Perubahan ini terjadi karena gen
bakteri mendapatkan elemen genetik yang terbawa sifat resistensi, yaitu perubahan
genetik yang meliputi perubahan kromosom maupun ekstra kromosom.
Bakteri dapat bersifat resisten terhadap antibiotik juga dapat disebabkan oleh
bakteri yang membentuk jalan metabolisme baru dengan meningkatkan sintesis
metabolit yang bersifat antagonis-kompetitif terhadap antibiotik (Sjabana, 2005).
10
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan didapatkan suatu simpulan, yaitu
antibiotik amoxillin tidak bekerja secara efektif dalam membunuh bakteri yang memiliki
ciri-ciri bentuk coccus, susunan diplococcus, gram negatif dan immotil, dikarenakan
bakteri tersebut resisten terhadap antibiotik Amoxillin, baik dengan konsentrasi 50 mg/l,
25 mg/l, dan 5 mg/l.
B. Saran
1. Proses pembuatan konsentrasi antibiotik sebaiknya dilakukan dengan hati-hati dan
cermat agar takaran yang diperlukan dan digunakan tepat.
2. Menghomogenkan suspensi bakteri dalam media tauge cair dengan cara divortex,
sangat penting untuk dilakukan
3. Menghomogenkan suspensi bakteri dengan media tauge agar menggunakan
gerakan angka delapan harus dilakukan dengan hati-hati, serta memastikan
suspensi bakteri telah tercampur rata
11
DAFTAR PUSTAKA
Fellana, AF dan Rusdaningrum, A. 2012. Amoxicillim dalam Obat Antibiotik Amoxicillin.
Diakses pada tanggal 11 April 2013 pukul 03.32 dari
http://fentafellana.wordpress.com/amoxicillin-dalam-obat-antibiotik-amoxicillin/
Haryadi, R. 2011. Uji Resistensi Bakteri Terhadap Antibiotika Menggunakan Metode Difusi.
Diakses pada tanggal 9 April 2013 dari http://bismillahdodbest.wordpress.com
/2012/03/26/uji-resistensi-bakteri-terhadap-antibiotika-menggunakan-metode-difusi/
Ibrahim, M. 2007. MIKROBIOLOGI: Prinsip dan Aplikasi. Surabaya: Unesa University Press
Isa, N. 2011. Manfaat dan Efek Samping Amoxicillin. Diakses pada 6 April 2013 pukul 19.38
dari http://pusatmedis.com/manfaat-dan-efek-samping-amoxicillin_610.htm
Pututkunco. 2003. Antibiotik. Diakses pada 6 April 2013 pukul 19.25 dari
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1 /107/jtptunimus-gdl-pututkunco-5305-2-bab2.pdf
Sjabana, D. 2005. Antibiotik. Diakses pada tanggal 9 April 2013 dari http://www.fk.unair.
ac.id/pdfiles/Antibiotik%20Farmasi%20UA2005%20sesi1%20print.pdf
Wibowo, MS. 2010. Penetapan Potensi Antibiotik Secara Mikroobiologi. Diakses pada
tanggal 9 April 2013 dari http://download.fa.itb.ac.id/filenya/Handout%20Kuliah
/Mikrobiologi%20Analisis%20(FK3207)/Uji%20Potensi%20Antibiotik.pdf
Yulika. 2009. Diakses pada 6 April 2013 pukul 19.21 dari http://lontar.ui.ac.id/file?
file=digital /123049-S09076fk-Pola%20resistensi-Literatur.pdf
12
LAMPIRAN
13
Perendaman Paper disk ke dalam berbagai konsentrasi antibiotik amoxillin
Paper disk yang telah direndam dengan antibiotik, dikeringanginkan di dalam plastik dan didekatkan dengan api
Memasukkan 1 ml kultur bakteri ke dalam cawan petri secara duplo
Menuangkan media tauge agar ke dalam cawan petri yang telah terdapat bakteri
Zona bening tidak terbentuk pada cawan petri 1
Zona bening tidak terbentuk pada cawan petri 2