resin1
TRANSCRIPT
1. Perbedaan restorasi komposit dan amalgam?
Dental AmalgamMerupakan bahan yang paling banyak digunakan oleh dokter gigi, khususnya untuk
tumpatan gigi posterior. Sejak pergantian abad ini, formulasinya tidak banyak berubah, yang mencerminkan bahwa bahan tambalan lain tidak ada yang se-ideal amalgam. Komponen utama amalgam terdiri dari liquid yaitu logam merkuri dan bubuk/powder yaitu logam paduan yang kandungan utamanya terdiri dari perak, timah, dan tembaga. Selain itu juga terkandung logam-logam lain dengan persentase yang lebih kecil. Kedua komponen tersebut direaksikan membentuk tambalan amalgam yang akan mengeras, dengan warna logam yang kontras dengan warna gigi.
Kelemahan utama amalgam memang terletak pada warnanya dan tidak adanya adhesi terhadap jaringan gigi. Walaupun sifat fisik dan kimia bahan tumpatan amalgam sebagian besar telah memenuhi persyaratan ADA specification no. l, perlekatannya dengan jaringan dentin gigi secara makromekanik seperti retention and resistence form, dan undercut tidak dapat melekat secara kimia.
Prinsip retention and resistance form (dove tail, box form dan retention groove) pada lesi karies daerah interproksimal, selain mengangkat jaringan karies juga mengangkat jaringan yang sehat untuk memperoleh retensi pada kavitas. Pada kavitas kelas II dengan isthmus dan garis sudut bagian dalam yang lebar, akan melemahkan kekuatan terhadap beban kunyah. Akibatnya, pasien banyak yang mengeluh karena seringkali adanya fraktur pada tumpatan kelas II, baik pada tumpatan MO (Mesial Oklusal), DO (Distal -, Oklusal), maupun MOD (Mesial - Oklusal - Distal).
Kelebihan Amalgam :- Dapat dikatakan sejauh ini amalgam adalah bahan tambal yang paling kuat
dibandingkan dengan bahan tambal lain dalam melawan tekanan kunyah, sehingga
amalgam dapat bertahan dalam jangka waktu yang sangat lama di dalam mulut (pada
beberapa penelitian dilaporkan amalgam bertahan hingga lebih dari 15 tahun dengan
kondisi yang baik) asalkan tahap-tahap penambalan sesuai dengan prosedur.
- Ketahanan terhadap keausan sangat tinggi, tidak seperti bahan lain yang pada
umumnya lama kelamaan akan mengalami aus karena faktor-faktor dalam mulut yang
saling berinteraksi seperti gaya kunyah dan cairan mulut.
- Penambalan dengan amalgam relatif lebih simpel dan mudah dan tidak terlalu
“technique sensitive” bila dibandingkan dengan resin komposit, di mana sedikit
kesalahan dalam salah satu tahapannya akan sangat mempengaruhi ketahanan dan
kekuatan bahan tambal resin komposit.
- Biayanya relatif lebih rendah
Kekurangan Amalgam :
- Secara estetis kurang baik karena warnanya yang kontras dengan warna gigi, sehingga
tidak dapat diindikasikan untuk gigi depan atau di mana pertimbangan estetis sangat
diutamakan.
- Dalam jangka waktu lama ada beberapa kasus di mana tepi-tepi tambalan yang
berbatasan langsung dengan gigi dapat menyebabkan perubahan warna pada gigi
sehingga tampak membayang kehitaman
- Pada beberapa kasus ada sejumlah pasien yang ternyata alergi dengan logam yang
terkandung dalam bahan tambal amalgam. Selain itu, beberapa waktu setelah
penambalan pasien terkadang sering mengeluhkan adanya rasa sensitif terhadap
rangsang panas atau dingin. Namun umumnya keluhan tersebut tidak berlangsung lama
dan berangsur hilang setelah pasien dapat beradaptasi.
- Hingga kini issue tentang toksisitas amalgam yang dikaitkan dengan merkuri yang
dikandungnya masih hangat dibicarakan. Pada negara-negara tertentu ada yang sudah
memberlakukan larangan bagi penggunaan amalgam sebagai bahan tambal.
Indikasi : Gigi molar (geraham) yang menerima beban kunyah paling besar, dapat
digunakan baik pada gigi tetap maupun pada anak-anak.
KompositGenerasi resin komposit yang kini beredar mulai dikenal di akhir tahun enam puluhan. Sejak
itu, bahan tersebut merupakan bahan restorasi anterior yang banyak dipakai karena pemakaiannya gampang, warnanya baik, dan mempunyai sifat fisik yang lebih baik dibandingkan dengan bahan tumpatan lain. Sejak akhir tahun enam puluhan tersebut, perubahan komposisi dan pengembangan formulasi kimianya relatif sedikit. Bahan yang terlebih dulu diciptakan adalah bahan yang sifatnya autopolimerisasi (swapolimer), sedangkan bahan yang lebih baru adalah bahan yang polimerisasinya dibantu dengan sinar. Resin komposit mempunyai derajat translusensi yang tinggi. Warnanya tergantung pada macam serta ukuran pasi dan pewarna yang dipilih oleh pabrik pembuatnya, mengingat resin itu sendiri sebenarnya transparan. Dalam jangka panjang, warna restorasi resin komposit dapat bertahan cukup baik. Biokompabilitas resin komposit kurang baik jika dibandingkan dengan bahan restorasi semen glass ionomer, karena resin komposit merupakan bahan yang iritan terhadap pulpa jika pulpa tidak dilindungi oleh bahan pelapik. Agar pulpa terhindar dari kerusakan, dinding dentin harus dilapisi oleh semen pelapik yang sesuai, sedangkan teknik etsa untuk memperoleh bonding mekanis hanya dilakukan di email perifer.
Indikasi restorasi kompositResin komposit dapat digunakan pada sebagian besar aplikasi klinis. Secara umum, resin komposit digunakan untuk : Restorasi kelas I, II, III, IV, V dan VI, Fondasi atau core buildups, Sealant dan restorasi komposit konservatif (restorasi resin preventif), Prosedur estetis tambahan (Partial veneers, Full veneers, modifikasi kontur gigi, penutupan/perapatan diastema), Semen (untuk restorasi tidak langsung), Restorasi sementara serta Periodontal splinting
Kenapa pada resin komposit tidak diperlukan extension for prevention, undercut dan isthmus?\
Karena Resin komposit merupakan bahan restorasi adhesif yang dapat berikatan dengan
jaringan keras gigi melalui dua sistem bonding (ikatan), yaitu ikatan email dan ikatan dentin.
Kekuatan ikatan resin komposit terhadap email dengan system etsa asam seperti yang
diperkenalkan oleh Buonocore sejak tahun 1955 sudah terbukti dapat bertahan untuk jangka
waktu yang lama. Etsa asam pada email akan membentuk mikroporositas pada permukaan
email yang dapat diisi dengan bondingagent, sehingga terbentuk ikatan mikromekanis antara
resin komposit dengan email (resin tag). Jika sebuah molekul berpisah setelah penyerapan
kedalam permukaan dan komponen-komponen konstituen mengikat dengan ikatan ion atau
kovalen. Ikatan adhesive yang kuat sebagai hasilnya. Bentuk adhesive ini disebut penyerapan
kimia, dan dapat merupakan ikatan kovalen atau ion.
Selain secara kimia perlekatan pada resin komposit juga terjadi secara mekanis atau retensi, perlekatan yang kuat antara satu zat dengan zat lainnya bukan gaya tarik menarik oleh molekul. Contoh ikatan semacam ini seperti penerapan yang melibatkan penggunaan skrup, baut atau undercut. Mekanisme perlekatan antara resin komposit dengan permukaan gigi melalui dua teknik yaitu pengetsaan asam dan pemberian bonding.
2.4.1. Teknik etsa asam
Sebelum memasukan resin, email pada permukaan struktur gigi yang akan ditambal diolesi
etsa asam. Asam tersebut akan menyebabkan hydroxiapatit larut dan hal tersebut berpengaruh
terhadap hilangnya prisma email dibagian tepi, inti prisma dan menghasilkan bentuk yang
tidak spesifik dari struktur prisma. Kondisi tersebut menghasilkan pori-pori kecil pada
permukaan email, tempat kemana resin akan mengalir bila ditempatkan kedalam kavitas.
Bahan etsa yang diaplikasikan pada email menghasilkan perbaikan ikatan antara permukaan
email-resin dengan meningkatkan energi permukaan email. Kekuatan ikatan terhadap email
teretsa sebesar 15-25 MPa. Salah satu alasannya adalah bahwa asam meninggalkan
permukaan email yang bersih, yang memungkinkan resin membasahi permukaan dengan
lebih baik. Proses pengasaman pada permukaan email akan meninggalkan permukaan yang
secara mikroskopis tidak teratur atau kasar. Jadi bahan etsa membentuk lembah dan puncak
pada email, yang memungkinkan resin terkunci secara mekanis pada permukaan yang tidak
teratur tersebut. Resin “tag” kemudian menghasilkan suatu perbaikan ikatan resin pada gigi.
Panjang tag yang efektif sebagai suatu hasil etsa pada gigi anterior adalah 7-25 µm.
Asam fosfor adalah bahan etsa yang digunakan. Konsentrasi 35 %-50% adalah tepat,
konsentrasi lebih dari 50 % menyebabkan pembentukan monokalsium fosfat monohidrat pada
permukaan teretsa yang menghambat kelarutan lebih lanjut. Asam ini dipasok dalam bentuk
cair dan gel dan umumnya dalam bentuk gel agar lebih mudah dikendalikan. Asam
diaplikasikan dan dibiarkan tanpa diganggu kontaknya dengan email minimal selama 15-20
detik. Begitu dietsa, asam harus dibilas dengan air selama 20 detik dan dikeringkan dengan
baik. Bila email sudah kering, harus terlihat permukaan berwarna putih seperti bersalju
menunjukan bahwa etsa berhasil. Permukaan ini harus terjaga tetap bersih dan kering sampai
resin diletakan untuk membuat ikatan yang baik. Karena email yang dietsa meningkatkan
energi permukaan email. Teknik etsa asam menghasilkan penggunaan resin yang sederhana.
2.4.2. Bahan bonding
Adhesive dentin harus bersifat hidrofilik untuk menggeser cairan dentin dan juga membasahi
permukaan, memungkinkan berpenetrasinya menembus pori di dalam dentin dan akhirnya
bereaksi dengan komponen organik atau anorganik. Karena matriks resin bersifat hidrofobik,
bahan bonding harus mengandung hidrofilik maupun hidrofobik. Bagian hidrofilik harus
bersifat dapat berinteraksi pada permukaan yang lembab, sedangkan bagian hidrofobik harus
berikatan dengan restorasi resin.
A. Bahan bonding email
Email merupakan jaringan yang paling padat dan keras pada tubuh manusia. Email terdiri
atas 96 % mineral, 1 % organik material, dan 3 % air. Mineral tersusun dari jutaan kristal
hydroksiapatit (Ca10 (PO4)6 (OH)2) yang sangat kecil. Dimana tersusun secara rapat
sehingga membentuk perisma email secara bersamaan berikatan dengan matriks organik.
Pada perisma yang panjang bentuknya seperti batang dengan diameter sekitar 5 µm. Krital
hidroksiapatit bentuknya heksagonal yang tipis, karena strukrur seperti itu tidak
memungkinkan mendapatkan susunan yang sempurna. Celah diantara kristal dapat terisi air
dan material organik.
Bahan bonding biasanya terdiri atas bahan matriks resin BIS-GMA yang encer tanpa pasi
atau hanya dengan sedikit bahan pengisi (pasi). Bahan bonding email dikembangkan untuk
meningkatkan kemampuan membasahi email yang teretsa.
Umumnya, kekentalan bahan ini berasal dari matriks resin yang dilarutkan dengan
monomer lain untuk menurunkan kekentalan dan meningkatkan kemungkinan membasahi.
Bahan ini tidak mempunyai potensi perlekatan tetapi cenderung meningkatkan ikatan
mekanis dengan membentuk resin tag yang optimum pada email. Beberapa tahun terakhir
bahan bonding tersebut telah digantikan dengan sistem yang sama seperti yang digunakan
pada dentin. Peralihan ini terjadi karena manfaat dari bonding simultan pada enamel dan
dentin dibandingkan karena kekuatan bonding. Sistem ini juga menggunakan etsa asam untuk
membuka tubuli dentin dan dipopulerkan pertama kalinya oleh Fusayama pada tahun 1979
dengan istilah total-etch. Pada saat itu, Fusayama berkeyakinan bahwa ikatan dentin dengan
resin komposit terjadi secara kimiawi. Pada penelitian yang dilakukan oleh Misu (1981),
terbukti bahwa ikatan dentin dengan resin komposit lebih merupakan ikatan mikromekanis.
Ikatan dentin merupakan retensi tambahan bagi bahan restorasi adhesif, karena kekuatannya
di bawah ikatan email, yang merupakan retensi utama. Sampai saat ini, kekuatan retensi resin
komposit dengan jaringan keras gigi masih mengandalkan kedua system tersebut.
B. Bahan bonding dentin
Dentin adalah bagian terbesar dari struktur gigi yang terdapat hampir diseluruh panjang gigi
dan merupakan jaringan hidup yang terdiri dari odontoblas dan matriks dentin. Tersusun dari
75 % materi inorganik, 20 % materi organik dan 5 % materi air. Didalam matriks dentin
terdapat tubuli berdiameter 0,5-0,9 mm dibagian dentino enamel junction dan 2-3 mm
diujung yang berhubungan dengan pulpa.
Jumlah tubuli dentin sekitar 15-20 ribu /mm didekat dentino enamel junction dan
sekitar 45-65 ribu dekat permukaan pulpa. Penggunaan asam pada etsa untuk mengurangi
terbentuknya microleakage atau kehilangan tahanan tidak lagi menjadi resiko pada resin
dipermukaan enamel. Microleakage adalah celah mikro diantara permukaan bahan restorative dan
dinding kavitas (email atau dentin). Penyebab terjadinya microleakage yaitu perbedaan struktur
enamel dan dentin, perbedaan tipe resin komposit, bonding yang inadekuat, dan pengaruh
penyinaran. Microleakage dapat menyebabkan munculnya karies skunder, iritasi pulpa dan lepasnya
bahan tambalan. Pengaplikasian bahan adhesive yang sempurna, intesitas cahaya yang soft
start sewaktu penyinaran, dan penambalan dengan menggunakan teknik incremental dapat
mencegah terbentuknya microleakage pada restorasi resin komposit. Lamanya waktu
penyinaran tidak berpengaruh terhadap pencegahan terbentuknya microleakage.
Kehilangan jaringan email dapat terjadi akibat karies, trauma, atau intervensi operatif
yang menyebabkan tubuli dentin terbuka. Aplikasi etsa asam akan menyebabkan diameter
tubuli dentin membesar, resistensi cairan didalam tubuli dentin menjadi kecil. Hal ini
berakibat cairan dentin dapat bergerak lebih mudah di dalam tubuli dentin, baik ke arah pulpa
maupun keluar ke permukaan dentin. Permukaan dentin yang lembab tidak dapat
dihindarkan. Keadaan ini dapat memberikan keuntungan maupun kerugian bagi ikatan dentin.
Cairan dentin yang membasahi permukaan dentin dapat memudahkan bonding-agent
berpenetrasi ke dalam tubuli dan serat-serat kolagen. Namun di lain pihak, kelembaban dentin
justru dapat melemahkan resin komposit di atasnya karena resin komposit adalah suatu bahan
yang bersifat anhidrous. Sifat fisiologis dentin dan sifat fisis resin komposit menyebabkan
ikatan dentin ini sulit untuk bertahan untuk jangka waktu yang panjang. Peneliti lain
membuktikan bahwa ikatan dentin dapat bertahan bila pada dindingnya masih terdapat email.
Diameter, orientasi dan jumlah tubuli dentin per satuan luas permukaan bervariasi, tergantung
dari lokasi dentin. Makin mendekati pulpa, diameter tubuli dentin makin membesar,
sedangkan jumlah tubuli dentin per satuan luas permukaanpun semakin banyak. Orientasi
tubuli dentin pada daerah oklusal adalah vertical terhadap dasar kavitas, sedangkan pada
daerah gingival orientasi tubuli dentin adalah horisontal. Variasi dentin ini menyebabkan di
setiap lokasi berbeda dentin mempunyai karakter permeabilitas yang berbeda juga. Perbedaan
permeabilitas dentin ini tentunya juga akan mempengaruhi kekuatan ikatan resin komposit
dengan dentin.
Permasalahan timbul pada resin dipermukaan dentin atau sementum. Pengetsaan asam pada
dentin yang tidak sempurna dapat melukai pulpa. Dentin bonding terdiri dari :
• Dentin Conditioner
Fungsi dari dentin conditioner adalah untuk memodifikasi smear layer yang terbentuk pada
dentin selama proses preparasi kavitas. Yang termasuk dentin conditioner antara lain asam
maleic, EDTA, asam oxalic, asam phosric dan asam nitric. Pengaplikasian bahan asam
kepermukaan dentin akan menghasilkan reaksi asam basa dengan hidroksiapatit, hal ini akan
mengakibatkan larutnya hidroksiapatit yang menyebabkan terbukanya tubulus dentin serta
terbentuknya permukaan demineralisasi dan biasanya memiliki kedalaman 4 mm. Semakin
kuat asam yang digunakan semakin kuat pula reaksi yang ditimbulkan. Beberapa dari dentin
conditioner mengandung glutaralhyde. Glutaralhyde dikenal sebagai bahan untuk
penyambung kolagen. Proses penyambungan ini untuk menghasilkan substrat dentin yang
lebih kuat dengan meningkatkan kekuatan dan stabilitas dari struktur kolagen.
• Primer
Primer bekerja sebagai bahan adhesive pada dentin bonding agen yaitu menyatukan antara
komposit dan kompomer yang bersifat hidrofobik dengan dentin yang bersifat hidrofilik.
Oleh karena itu primer berfungsi sebagai perantara, dan terdiri dari monomer bifungsional
yang dilarutkan dalam larutan yang sesuai. Monomer bifungsional adalah bahan pengikat
yang memungkinkan penggabungan antara dua material yang berbeda. Secara umum bahan
pengikat pada dentin primer diformulakan Methacrylategroup-Spacer group-Reactive group.
M adalah gugus metakrilat yang memiliki kemampuan untuk berikatan dengan komposit
resin dan meningkatkan kekuatan kovalen, S adalah pembuat celah yang biasanya
meningkatkan fleksibilitas bahan pengikat. Dan R adalah reactive group yang merupakan
gugus polar atau gugus terakhir (membentuk perlekatan dengan jaringan gigi). Ikatan polar
ini terbentuk akibat distribusi elektron yang asimetris. Reactive group dalam bahan pengikat
ini dapat berkombinasi dengan molekul polar lain di dalam dentin, seperti gugus hidroksi
dalam apatit dan gugus amino dalam kolagen. Ikatan yang terjadi banyak berupa ikatan fisik
tetapi bisa juga dalam beberapa kasus terjadi ikatan kimiawi.
Hidroksi ethyl metacrylate (HEMA) adalah bahan pengikat yang paling banyak digunakan.
HEMA memiliki kemampuan untuk berpenetrasi kedalam permukaan dentin yang mengalami
demineralisasi dan kemudian berikatan dengan kolagen melalui gugus hidroksil dan amino
yang terdapat pada kolagen. Aksi dari bahan pengikat dari larutan primer adalah untuk
membuat hubungan ataupun ikatan molekular antara poli (HEMA) dan kolagen.
• Sealer (Bahan pengisi)
Kebanyakan sealer dentin yang digunakan adalah gabungan dari Bis-GMA dan HEMA. Bahan ini meningkatkan adaptasi bonding terhadap permukaan dentin.
2. Polimerase resin komposit?
Polimerisasi adalah reaksi intermolekuler yang berantai yang secara fungsional mampu berlangsung secara tidak terbatas. Polimerisasi terjadi melalui serangkaian reaksi kimia di mana polimerisasi dibentuk oleh sejumlah monomer individual. Unit monomer tersebut berhubungan satu dengan yang lain sepanjang rantai polimer oleh ikatan kovalen.
Resin komposit adalah monomer dimetakrilat di mana bahan ini mengeras melalui mekanisme
tambahan yang diawali oleh radikal bebas. Radikal bebas ini dapat diperoleh melalui aktivasi
kimia atau energi dari luar (panas, penyinaran).2
Camphorquinone adalah photoinitiator yang terkandung dalam resin komposit. Ketika
camphorquinone terkena sinar, maka akan terbentuk radikal bebas yang menginisiasi terjadinya
polimerisasi. Camphorquinone mengabsorbsi sinar biru dengan panjang gelombang 470 nm.39,43
Spektrum cahaya ini berhubungan erat terhadap keefektifan light curing unit. Intensitas sinar
yang memadai merupakan persyaratan dasar untuk mendapatkan sifat bahan yang optimal
untuk penggunaan intraoral baik pada kavitas yang menerima tekanan maupun untuk
mencegah diskolorisasi dan degradasi prematur.
Alat polimerisasi berupa light curing unit diperlukan untuk mempolimerisasi sebagian besar resin komposit. Dalam penelitian ini akan dibahas dua jenis alat polimerisasi, yaitu: a. Quartz-tungsten halogen light curing unit Di dalam suatu quartz-tungsten halogen (QTH) light curing unit atau yang lebih kita kenal dengan halogen light curing unit terdapat power supply yang dapat memanaskan sebuah filamen tungsten dalam suatu bola lampu quartz yang mengandung gas halogen. Di dalam light curing unit, cahaya yang dihasilkan oleh bola lampu dipantulkan dari sebuah cermin reflektor yang berada di belakang bola lampu ke depan dan dikumpulkan kemudian diteruskan ke suatu rantai fiber-optic hingga ke ujung light curing unit. Dari cahaya yang dihasilkan, kurang dari 0,5% yang dapat digunakan untuk polimerisasi, dan selebihnya diubah menjadi panas. Untuk mengurangi panas berlebih yang dapat muncul selama proses polimerisasi, diletakkan dua buah filter tepat sebelum sistem fiber-optic. Filter ultraviolet dan infra merah ini menghilangkan sejumlah cahaya yang tidak diperlukan dan mengubahnya menjadi panas di dalam unit. Suatu kipas kecil digunakan untuk mengurangi panas yang dihasilkan dari filter dan reflektor.3
Bola lampu halogen menghasilkan panjang gelombang dengan range yang cukup besar, sehingga diperlukan adanya filter untuk membatasi agar panjang gelombang yang dihasilkan berada di antara 370-550 nm agar dapat disesuaikan dengan absorbsi camphorquinone.18
Kelemahan halogen light curing unit yaitu bahwa bola lampu, reflektor, dan filter nya dapat
berkurang kemampuannya seiring dengan waktu pemakaian. Bola lampu halogen memiliki lama
hidup sekitar 100 jam dan kemampuannya dapat berkurang seiring dengan waktu pemakaian
sehubungan dengan temperatur operasi yang tinggi. Daya pantul reflektor dapat berkurang
karena hilangnya kandungan bahan reflektif ataupun karena permukaannya yang menjadi kotor.
Sedangkan filter dapat pecah dan rusak. Hilangnya kemampuan dari bahan-bahan ini dapat
mengurangi efektivitas cahaya yang dihasilkan.
Gambar Skema suatu halogen light curing unit
b. Light-emitting diode light curing unit Light-emitting diode (LED) adalah suatu semikonduktor yang menghasilkan cahaya ketika dihubungkan dengan suatu sirkuit (Gambar 7).14 Warna cahaya yang dihasilkan oleh suatu LED tergantung dari kandungan kimia kombinasi semikonduktornya (katoda-anoda junction). Ketika elektron dalam kedua semikonduktor bergerak dari tingkat energi yang tinggi ke yang rendah, perbedaan energi pada gap dilepaskan dalam bentuk suatu photon cahaya. Suatu LED light curing unit tidak memerlukan filter, memiliki lama nyala yang lebih lama, dan tidak memancarkan panas yang terlalu tinggi.31 LED light curing unit menghasilkan sekitar 15% cahaya dan 85% panas.18
Suatu LED mempunyai lama nyala lebih dari 10.000 jam dan hanya mengalami sedikit degradasi
pada pemakaiannya.16,17 LED light curing unit menghasilkan sinar dengan range panjang
gelombang antara 460-480 nm sehingga sangat hemat energi dan dapat dioperasikan dengan
tenaga baterai. Akan tetapi, bandwidth yang sempit tersebut dapat berpengaruh terhadap
polimerisasi beberapa jenis resin komposit yang tidak mengandung camphorquinone sehingga
kondisi optimum light curing yang seharusnya berada di luar bandwidth tersebut tidak dapat
tercapai.19
Jarak Penyinaran
Faktor yang mempengaruhi kualitas polimerisasi resin komposit yaitu intensitas cahaya, lama
penyinaran, panjang gelombang cahaya, ketebalan resin komposit, jarak ujung light curing unit
dengan permukaan restorasi, warna resin komposit, dan komposisi bahan resin komposit itu
sendiri.23 Intensitas cahaya suatu light curing unit dipengaruhi oleh jarak ujung light curing unit
dengan permukaan resin komposit.26 Semakin besar jarak penyinaran, maka dispersi cahaya
light curing unit akan meningkat sehingga akan sulit untuk memperoleh polimerisasi yang
efektif.24
Gambar . Diagram suatu lampu LED
Untuk memperoleh hasil polimerisasi yang maksimal, lapisan restorasi resin komposit yang
dimasukkan ke dalam suatu kavitas tidak boleh melebihi ketebalan 2 mm dengan jarak yang
ideal antara ujung light curing unit dengan resin komposit adalah 1 mm, dan sumber cahaya
diposisikan 90o (tegak lurus) dengan permukaan resin komposit.14,26,39 Akan tetapi, menurut
penelitian Radzi et al., jarak penyinaran distandarisasi 5 mm.26 Jika sudut penyinaran
menyimpang dari 90o terhadap permukaan restorasi, energi cahaya akan menjadi bias dan
kemampuan penetrasinya akan berkurang.14,26
Gambar Semakin besar jarak ujung light curing unit dengan permukaan restorasi maka
intensitas cahaya yang mencapai permukaan restorasi akan semakin kecil
Diameter ujung light curing unit juga dapat mempengaruhi kualitas polimerisasi serta intensitas
cahaya yang dihasilkan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nitta, ditemukan bahwa
cahaya yang dihasilkan dari ujung light curing unit yang berdiameter 8 mm dan 10 mm adalah
45% dan 32% dari ujung yang berdiameter 4 mm. Akan tetapi, resin komposit yang disinari baik
dengan ujung yang berdiameter 4 mm, 8 mm, maupun 10 mm tidak menunjukkan nilai knoop
hardness dengan perbedaan yang signifikan pada waktu penyinaran yang lebih dari 10 detik.
Selain itu, tidak boleh digunakan light curing unit dengan ujung yang berdiameter yang lebih
kecil daripada diameter kavitas dengan daerah penyinaran yang terisolasi pada daerah tertentu.
Untuk memastikan polimerisasi resin komposit yang adekuat, diperlukan penyinaran yang
overlap jika menggunakan ujung light curing unit yang berdiameter kecil.4
Polimerisasi resin komposit
Berdasarkan mekanisme polimerisasi resin komposit dibagi menjadi 3 jenis.17
1. Polimerisasi secara kimia
Bahan aktivator yang dipakai adalah tertier aromatik amina, seperti N-dimetil-p-toluidin yang
apabila bereaksi dengan benzoil peroksida akan membentuk radikal bebas sehingga terjadi
proses polimerisasi.
2. Polimerisasi dengan sinar ultra violet
Resin komposit jenis ini mengandung bahan benzoil metil eter. Apabila diradiasi dengan sinar
ultra violet dengan panjang gelombang tertentu, energi sinar tersebut akan diserap
sehingga terbentuk radikal bebas, makan akan terjadi polimerisasi.
3. Polimerisasi dengan sinar tampak
Resin komposit jenis ini mengandung -diketon dan amina. Apabila dikenai sinar, maka -
diketon akan menyerap sinar biru (460-485 nm) dan membentuk radikal bebas sehingga
terbentuk polimerisasi. Komposisi resin komposit yang aktivitasnya menggunakan sinar tidak
berbeda dengan resin komposit yang diaktivasi secara kimia, kecuali mekanisme
polimerisasinya. Supaya penyebarannya merata, maka pada waktu menumpat alat sinar
tampak diarahkan keseluruh permukaan tumpatan resin komposit. Dalam efektif penyinaran
tergantung dari warna restorasi namun umumnya efektif hingga ketebalan 2,5mm.
Pengaruh sinar terhadap polimerization shringkage?
Kelemahan bahan restorasi resin komposit yaitu terjadinya pengerutan selama
polimerisasi yang menyebabkan timbulnya celah (gap) antara dinding kavitas dan bahan
restorasi. Penyusutan yang terjadi selama polimerisasi bervariasi antara 1-5% volume.
Pengerutan polimerisasi berhubungan dengan faktor konfigurasi (c-factor). C-factor
merupakan perbandingan antara permukaan yang berikatan dengan permukaan yang
bebas. Semakin tinggi c-factor maka semakin tinggi potensi terjadinya stress pengerutan
polimerisasi (Gambar 2).
3. Jenis-jenis matriks untuk restorasi kelas II resin komposit?
a. Resin komposit makrofil
Resin komposit makrofil mempunyai ukuran filler 1-10 μm.14 Resin komposit tipe ini
mempunyai daya tahan yang baik terhadap fraktur. Kejelekan klinis yang utama dari
resin komposit makrofil adalah terjadinya permukaan yang kasar setelah dipolish dan
adanya tendensi berubah warna karena kerentanan permukaan yang teksturnya kasar
terhadap warna-warna makanan/minuman.2,14 Bahan ini diindikasikan untuk restorasi
kavitas klas IV dan klas II.
b. Resin komposit hibrit
Resin komposit hybrid merupakan gabungan makrofil dan mikrofil sehingga mempunyai
ukuran filler yang beraneka ragam. Resin komposit ini mempunyai karakteristik
gabungan dari resin komposit makrofil dan mikrofil.14 Resin komposit tipe ini
mempunyai kehalusan permukan dan kekuatan yang baik. Bahan ini diindikasikan baik
untuk restorasi gigi anterior, termasuk restorasi klas IV, maupun restorasi gigi posterior.
c. Resin komposit packabel
Pada akhir tahun 1996 diperkenalkan resin komposit packable.32 Resin komposit
packable dikenal juga sebagai resin komposit condensable.3 Resin komposit packable
mempunyai muatan filler berkisar antara 66-70% volume. Komposisi filler yang tinggi
dapat menyebabkan kekentalan atau viskositas menjadi meningkat sehingga sulit untuk
mengisi celah kavitas yang kecil. Akan tetapi, dengan semakin besarnya komposisi filler
juga menyebabkan bahan ini dapat mengurangi pengerutan selama polimerisasi dan
adanya perbaikan sifat fisik terhadap adaptasi marginal.14 Resin komposit packable
diindikasikan untuk restorasi klas I, klas II dan klas VI (MOD).
d. Resin komposit flowable
Resin komposit flowable pertama kali diperkenalkan pada pertengahan tahun 1990.10,33
Dan pada akhir tahun 1996, resin komposit flowable digunakan sebagai bahan restorasi
alternatif untuk restorasi klas V.34 Resin komposit flowable mempunyai muatan filler
berkisar antara 42-53% volume.31 Komposisi filler yang rendah dan kemampuan flow
yang lebih tinggi menyebabkan resin komposit tipe ini memiliki viskositas yang lebih
rendah sehingga dapat dengan mudah untuk mengisi atau menutupi celah kavitas yang
kecil.31,34 Selain itu, bahan restorasi ini dapat membentuk suatu lapisan elastis yang
dapat mengimbangi tekanan pengerutan polimerisasi. Indikasi resin komposit flowable
ditujukan untuk restorasi kavitas klas V, restorasi kavitas klas I dan klas II dengan
tekanan oklusal yang minimal, kavitas enamel, dan juga dapat digunakan sebagai pit dan
fisur sealant serta sebagai liner.