reproduksi 2,,
DESCRIPTION
jjjTRANSCRIPT
LAPORAN TUTORIAL
BLOK XIII REPRODUKSI
SKENARIO 3
BAGAIMANA KEADAAN JANIN/BAYIKU?
KELOMPOK 16
1. Sheilla Elfira San P. G0011196
2. Abdullah Al-hazmy G0011002
3. Ahadina Rahma Zulardi G0011008
4. Arifa G0011036
5. Desy Mila Pertiwi G0011068
6. Gabriella Diandra P. G0011098
7. Naila Shofwati Putri G0011146
8. Novian Anindito Santosa G0011154
9. Ristyadita Yuniandry G0011178
10. Sani Widya Firnanda G0011190
Tutor:
Drs. Mujo Semedi, M.Sc
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
2012
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tidak hanya dokter spesialis Obgyn saja, seorang dokter umum juga harus memiliki
beberapa kompetensi di bidang Obstetri dan Ginekologi. Misalkan pada beberapa kasus
kehamilan dan menjelang persalinan seperti pada skenario berikut ini :
Seorang G4P2A1,39 tahun, hamil 37 minggu, datang ke Klinik Bersalin dengan
keluhan mengeluarkan lendir darah pervaginam disertai perut kenceng-kenceng teratur
sejak 4 jam yang lalu. Suaminya baru terkena PHK. Wanita tersebut tidak pernah
memeriksakan kehamilannya di Puskesmas ataupun bidan.
Dari pemeriksaan luar oleh dokter didapatkan keadaan umum baik. Tekanan darah
140/90 mmHg, nadi 80x/menit, suhu 37°C, RR 20x/menit; terdapat edema pada tungkai
bawah. Janin tunggal, presentasi kepala, punggung kiri, denyut jantung janin
144x/menit.
Kemudian dilakukan pemeriksaan dalam, hasilnya baik. Pemeriksaan kematangan
serviks (Bishop score) nilai 8. Serviks uteri membuka 3 cm. Hasil pemeriksaan tersebut
ditulis dalam lembar partograf. Setelah 10 jam, persalinan masuk kala II. Setengah jam
dipimpin mengejan, bayi lahir dengan APGAR Score 8-9-10.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana fisiologi persalinan?
2. Bagaimana cara mengukur usia kehamilan?
3. Bagaimana mekanisme dari gejala-gejala yang ada di skenario?
4. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan?
5. Bagaimana hubungan kehamilan dengan usia ibu, stress dan hipertensi?
6. Apa yang dimaksud dengan ANC?
7. Apa saja pemeriksaan obstetric?
8. Bagaimana cara mengisi partograf?
9. Apa penatalaksana dari preeklamsia?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui fisiologi persalinan
2. Untuk mengetahui cara mengukur usia kehamilan
3. Untuk mengetahui mekanisme dari gejala-gejala yang ada di skenario
4. Untuk mengetahui interpretasi hasil pemeriksaan
5. Untuk mengetahui hubungan kehamilan dengan usia ibu, stress dan hipertensi.
6. Untuk mengetahui mengenai ANC
7. Untuk mengetahui pemeriksaan obstetric
8. Untuk mengetahui cara mengisi partograf
9. Untuk mengetahui penatalaksana dari preeklamsia
1. Manfaat
1. Mahasiwa mampu memahami fisiologi persalinan
2. Mahasiswa mampu memahami cara mengukur usia kehamilan
3. Mahasiswa mampu memahami mekanisme dari gejala-gejala yang ada di scenario
4. Mahasiswa mampu memahami interpretasi hasil pemeriksaan
5. Mahasiswa mampu memahami hubungan kehamilan dengan usia ibu, stress dan
hipertensi
6. Mahasiswa mampu memahami mengenai ANC
7. Mahasiswa mampu memahami pemeriksaan obstetric
8. Mahasiswa mampu memahami cara mengisi partograf
9. Mahasiswa mampu memahami penatalaksana dari preeklamsia
BAB II
PEMBAHASAN
Fisiologi Persalinan
Persalinan berarti kelahiran bayi. Pada akhir kehamilan, uterus secara progresif lebih peka
sampai akhirnya timbul kontraksi kuat secara ritmis sehingga bayi dilahirkan. Penyebab
peningkatan aktivitas uterus yang sebenarnya tidak diketahui, tetapi sedikitnya ada dua kategori
pengaruh utama yang menyebabkan timbulnya puncak kontraksi yang berperan dalam
persalinan: (1) perubahan hormonal progresif yang menyebabkan peningkatan eksitabilitas otot-
otot uterus, dan (2) perubahan mekanik yang progresif.
1. Faktor-faktor hormonal yang menyebabkan peningkatan kontraktilitas uterus
a. Rasio estrogen terhadap progesterone
Progesteron menghambat kontraksi uterus selama kehamilan, sehingga membantu
mencegah ekspulsi fetus. Sebaliknya, estrogen mempunyai kecenderungan nyata untuk
meningkatkan derajat kontraktilitas uterus, yang terjadi karena estrogen meningkatkan
jumlah taut celah (gap junction) antara sel-sel otot polos uterus yang berdekatan, namun
juga karena pengaruh lain yang masih belum dimengerti. Baik progesteron maupun
estrogen yang disekresikan dalam jumlah yang secara progresif makin bertambah selama
kehamilan, tetapi mulai kehamilan bulan ke tujuh dan seterusnya sekresi estrogen terus
meningat sedangkan sekresi progesteron tetap konstan atau mungkin sedikit menurun.
Oleh karena itu, diduga bahwa rasio estrogen-terhadap-progesteron cukup meningkat
menjelang akhir kehamilan, sehingga paling tidak berperan sebagian dalam peningkatan
kontraktilitas uterus.
b. Pengaruh oksitosin pada uterus
Oksitosin merupakan suatu hormon yang disekresikan oleh neurohipofisis yang secara
khusus menyebabkan kontraksi uterus. Ada empat alasan untuk memercayai bahwa
oksitosin mungkin diperlukan dalam meningkatkan kontraktilitas uterus menjelang
persalinan: (1) Otot uterus meningkatkan jumlah reseptor-reseptor oksitosin dan, oleh
karena itu, meningkatkan responsnya terhadap dosis oksitosin yang diberikan selama
beberapa bulan terakhir kehamilan. (2) Kecepatan sekresi oksitosin oleh neurohipofisis
sangat meningkat pada saat persalinan. (3) Walaupun pada hewan yang telah menjalani
hipofisektomi masih dapat melahirkan bayinya pada kehamilan aterm, persalinannya
akan berlangsung lama. (4) Penelitian pada hewan menunjukkan bahwa iritasi atau
regangan pada serviks uteri, seperti yang terjadi selama persalinan, dapat menyebabkan
sebuah refleks neurogenik melalui nukleus paraventrikular dan supraoptik hipotalamus
yang dapat menyebabkan kelenjar hiposisis posterior (neurohipofisis) meningkatkan
sekresi oksitosinnya.
c. Pengaruh hormon fetus pada uterus
Kelenjar hipofisis uterus menyekresikan oksitosin, yang mungkin berperan dalam
merangsang uterus. Kelenjar adrenal fetus juga menyekresikan sejumalh besar kortisol,
mungkin merupakan suatu stimulan uterus lain. Selain itu, membran fetus melepaskan
prostaglandin dala konsentrasi tinggi pada saat persalinan. Prostaglandin ini juga dapat
meningkatkan intensitas kontraksi uterus.
2. Faktor-Faktor Mekanis yang Meningkatkan Kontraktilitas Uterus
a. Regangan otot-otot uterus
Regangan sederhana organ-organ berotot polos biasanya akan meningkatkan
kontraktilitas otot-otot tersebut. Selanjutnya, regangan intermiten, seperti yang terjadi
berulang-ulang pada uterus karena pergerakan fetus juga dapat meningkatkan kontraksi
otot polos. Perhatikan khususnya pada bayi kembar yang rata-rata lahir 19 hari lebih awal
daripada anak tunggal, yang menekankan pentingnya regangan mekanik dalam
menimbulkan kontraksi uterus.
b. Regangan atau iritasi serviks
Terdapat alasan untuk memercayai bahwa meregangkan atau mengiritasi serviks uteri
khususnya penting dalam menimbulkan kontraksi uterus. Sebagai contoh, ahli obstetri
sering menginduksi persalinan dengan memecahkan ketuban sehingga kepala bayi lebih
meregang serviks daripada biasanya atau mengiritasi serviks dengan cara lain.
Mekanisme bagaimana iritasi serviks dapat merangsang korpus uteri tidak diketahui.
Diduga bahwa regangan atau iritasi saraf pada serviks mengawali timbulnya refleks pada
korpus uteri, tetapi efek ini juga secara sederhana dapat terjadi akibat transmisi miogenik
sinyal-sinyal dari serviks ke korpus uteri.
Mekanisme Persalinan
Kontraksi uterus selama persalinan dimulai terutama dari puncak fundus uteri dan menyebar
ke bawah ke seluruh korpus uteri. Selain itu, intensitas kontraksi sangat besar pada puncak dan
korpus uteri, tetapi lemah pada segmen bawah uterus yang berdekatan dengan serviks. Oleh
karena itu, setiap kontraksi uterus cenderung mendorong bayi ke bawah ke arah serviks.
Pada bagian awal persalinan, kontraksi mungkin hanya terjadi sekali setiap 30 menit. Dengan
majunya persalinan, kontraksi akhirnya timbul lebih sering, sekali setiap 1 sampai 3 menit, dan
intensitas kontraksinya bertambah sangat kuat, dengan periode relaksasi yang singkat di antara
kontraksi. Gabungan kontraksi uterus dan otot-otot abdomen selama kelahiran bayi
menyebabkan bayi terdorong ke bawah kira-kira dengan kekuatan 25 pon setiap kontraksi yang
kuat.
Untungnya, kontraksi persalinan terjadi secara intermiten karena kontraksi yang kuat
menghalangi atau kadang-kadang bahkan menghentikan aliran darah melalui plasenta dan akan
menyebabkan kematian fetus bila kontraksi berlangsung. Memang, pada pemakaian berlebihan
dari berbagai zat perangsang uterus seperti oksitosin, dapat menyebabkan spasme uterus, dan
bukan kontraksi ritmis, yang dapat menyebabkan kematian fetus.
Pada 95% kelahiran, kepala merupakan bagian pertama yang dikeluarkan dari bayi, da pada
sebagian besar sisanya, bokong dikeluarkan pertama kali. Kepala bertindak sebagai baji untuk
membuka struktur-struktur jalan lahir ketika fetus didorong ke bawah.
Hambatan utama yang pertama dari pengeluaran fetus adalah serviks uteri. Menjelang akhir
kehamilan, serviks menjadi lunak, yang memungkinkan serviks meregang saat kontraksi
persalinan mulai terjadi di dalam uterus. Apa yang disebut kala satu persalinan adalah suatu
periode dilatasi serviks yang progresif, berlangsung sampai pembukaan serviks sebesar kepala
fetus. Stadium ini biasanya berlangsung selama 8 sampai 24 jam pada kehamilan pertama, tetapi
sering hanya berlangsung beberapa menit pada kehamilan yang sudah berkali-kali.
Sekali serviks telah berdilatasi sempurna, ketuban biasanya pecah dan cairan ketuban tiba-
tiba mengalir keluar ke vagina. Kemudian kepala fetus bergerak dengan cepat masuk ke jalan
lahir, dan dengan kekuatan tambahan dari atas, kepala terus turun melalui jalan lahir sampai
akhirnya terjadi kelahiran. Keadaan ini disebut kala dua persalinan, dan kala dua ini dapat
berlangsung paling cepat 1 menit pada multipara sampai 30 menit atau lebih pada primigravida
(Guyton, Hall, 2007).
Proses kelahiran
Proses persalinan terdiri dari 4 kala, yaitu:
1. Kala I: waktu untuk pembukaan serviks sampai menjadi pembukaan lengkap 10 cm.
2. Kala II: kala pengeluaran janin, waktu uterus dengan kekuatan his ditambah kekuatan
mengedan mendorong janin keluar hingga lahir.
3. Kala III: waktu untuk pelepasan dan pengeluaran uri.
4. Kala IV: mulai dari lahirnya uri selama 1-2 jam.
1. Kala I (Kala Pembukaan)
In partu (partus mulai) ditandai dengan
keluarnya lendir bercampur darah (bloody
show), karena serviks mulai membuka
(dilatasi) dan mendatar (effacement). Darah
berasal dari pecahnya pembuluh darah kapiler
sekitar kanalis servikalis karena pergeseran
ketika serviks mendatar dan terbuka. Kala
pembukaan dibagi atas 2 fase, yaitu:
1. Fase laten: di mana pembukaan serviks berlangsung lambat; sampai pembukaan 3 cm
berlangsung dalam 7-8 jam.
2. Fase aktif: berlangsung selama 6 jam dan dibagi atas 3 subfase :
a. Periode akselerasi: berlangsung 2 jam, pembukaan menjadi 4 cm.
b. Periode dilatasi maksimal (steady): selama 2 jam pembukaan berlangsung cepat menjadi
9 cm.
c. Periode deselerasi: berlangsung lambat, dalam waktu 2 jam pembukaan jadi 10 cm atau
lengkap.
Fase-fase yang dikemukakan di atas dijumpai pada primigravida. Bedanya dengan multigravida
ialah:
2. Kala II (Kala Pengeluaran Janin)
Pada kala pengeluaran janin, his terkoordinir, kuat, cepat,
dan lebih lama, kira-kira 2-3 menit sekali. Kepala janin telah
turun masuk ruang panggul sehingga terjadilah tekanan pada
otot-otot dasar panggul yang secara reflektoris menimbulkan
rasa mengedan. Karena tekanan pada rektum, ibu merasa
seperti mau buang air besar, dengan tanda anus terbuka. Pada waktu his, kepala janin mulai
kelihatan, vulva membuka dan perineum meregang. Dengan his mengedan yang terpimpin, akan
lahirlah kepala, diikuti oleh seluruh badan janin. Kala II pada primi: 1 .-2 jam pada multi .-1 jam.
3. Kala III (Kala Pengeluaran Uri)
Setelah bayi lahir, kontraksi rahim istirahat sebentar. Uterus
teraba keras dengan fundus uteri setinggi pusat, dan berisi
plasenta yang menjadi tebal 2 x sebelumnya. Beberapa saat
kemudian, timbul his pelepasan dan pengeluaran uri. Dalam
waktu 5-10 menit seluruh plasenta terlepas, terdorong ke dalam
vagina dan akan lahir spontan atau dengan sedikit dorongan dari atas simfisis atau fundus uteri.
Seluruh proses biasanya berlangsung 5-30 menit setelah bayi lahir. Pengeluaran plasenta disertai
dengan pengeluaran darah kira-kira 100-200 cc.
4. Kala IV (Kala Pengawasan)
Adalah kala pengawasan selama 1 jam setelah bayi dan uri lahir untuk mengamati
keadaan ibu terutama terhadap bahaya perdarahan postpartum. Lamanya persalinan pada
primi dan multi adalah:
(Mochtar, 1998)
Cara Mengukur Usia Kehamilan
Cara lain untuk menentukan tuanya kehamilan dan berat badan janin dalam kandungan:
1. Dihitung dari tanggal haid terakhir Ditambahkan 4,5 bulan dari waktu ibu merasa janin
hidup “feeling life” (quickening).
2. Menurut Spielberg: dengan jalan mengukur tinggi fundus uteri dari simfisis, maka
diperoleh tabel.
3. Menurut Mac Donald: adalah modifikasi Spielber, yaitu jarak fundus-simfisis dalam cm
dibagi 3,5 merupakan tuanya kehamilan dalam bulan.
4. Menurut Ahfeld: “ukuran kepala bokong”=0,5 panjang anak sebenarnya. Bila diukur
jarak kepala-bokong janin adalah 20cm, maka tua kehamilan adalah 8 bulan.
5. Rumus Johnson-Tausak: BB= (mD-12)x155; BB=berat badan; mD=jarak simfisis-
fundus uteri.
Yang paling sering di gunakan adalah dihitung dari tanggal haid terakhir (Mochtar, 1998).
Hamil 37 Minggu
Klasifikasi Persalinan berdasar umur :
a. Immatur : 21-27 minggu
b. Prematur : 28-36 minggu
c. Aterm : 37-42 minggu
- (Postdate : 41-42 minggu)
d. Posterm : lebih dari 42 minggu
Penyebab adanya perbedaan masing-masing umur persalinan belum diketahui. Diduga berkaitan
dengan faktor genetik dan lingkungan (Prawirohardjo, 2008)
Mekanisme gejala
1. Lendir darah pervaginam
Sebab-sebab perdarahan yang penting ialah perdarahan antepartum (plasenta previa dan
solusio plasenta) dan perdarahan postpartum (retensio plasenta, atonia uteri, trauma
kelahiran); selanjutnya abortus dan kehamilan ektopik. Frekuensi kematian maternal dalam
hal ini juga turun, terutama dengan penggunaan transfusi darah secara rutin pada kejadian itu.
Selain itu, ada faktor-faktor lain yang ikut membantu, yakni organisasi pelayanan kebidanan
yang lebih baik sehingga pertolongan dapat diberikan dengan lebih cepat, kemajuan dalam
penanganan berbagai kelainan seperti plasenta previa, dan atonia uteri postpartum, paritas
yang rendah pada wanita-wanita, serta keadaan sosial-ekonomis yang lebih baik di negara-
negara maju.
Perdarahan pada kehamilan muda atau usia kehamilan di bawah 20 minggu, umumnya
disebabkan oleh keguguran. Sekitar 10-12% kehamilan akan berakhir dengan keguguran
yang pada umumnya disebabkan oleh kelainan kromosom yang ditemui pada spermatozoa
ataupun ovum. Penyebab yang sama dan menimbulkan gejala perdarahan pada kehamilan
muda dan ukuran pembesaran uterus yang di atas normal, pada umumnya disebabkan oleh
mola hidatidosa. Perdarahan pada kehamilan muda dengan uji kehamilan yang tidak jelas,
pembesaran uterus yang tidak sesuai (lebih kecil) dari usia kehamilan, dan adanya massa di
adneksa biasanya disebabkan oleh kehamilan ektopik.
Perdarahan pada kehamilan lanjut di atas 20 minggu pada umumnya disebabkan oleh
plasenta previa. Perdarahan yang terjadi sangat terkait dengan luas plasenta dan kondisi
segmen bawah rahim yang menjadi tempat implementasi plasenta tersebut. Pada plasenta
yang tipis dan menutupi sebagian jalan lahir, maka umumnya terjadi perdarahan becak
berulang dan apabila segmen bawah rahim mulai terbentuk disertai dengan sedikit penurunan
bagian terbawah janin, maka perdarahan mulai meningkat hingga tingkatan yang dapat
membahayakan keselamatan ibu. Plasenta yang tebal yang menutupi seluruh jalan lahir dapat
menimbulkan perdarahan hebat tanpa didahului perdarahan bercak atau berulang
sebelumnya. Plasenta previa menjadi penyebab dari 25% kasus perdarahan antepartum. Bila
mendekati saat persalinan, perdarahan dapat disebabkan oleh solutio plasenta atau vasa
previa dari keseluruhan kasus perdarahan antepartum.
Pada skenario terjadinya lendir darah pervaginam disebabkan oleh Lendir yang berasal
dari lendir kanalis servikalis karena serviks mulai membuka dan mendatar,
sedangkan darahnya berasal dari pembuluh kapiler di sekitar kanalis servikalis yang pecah
ketika kanalis serviks membuka.
2. Perut kenceng-kenceng teratur
Kontraksi uterus karena otot-otot polos rahim bekerja dengan baik dan sempurna dengan
sifat-sifat: kontraksi simetris, fundus dominan, kemudian diikuti relaksasi
Pada waktu kontraksi, otot-otot rahim menguncup sehingga menjadi tebal dan lebi
pendek. Cavum uteri menjadi lebih kecil serta mendorong janin dan kantung amnion kearah
segmen bawah rahim dan serviks.
Sifat-sifat lain dari his adalah: involuntir, intermiten, terasa sakit, terkoordinasi dan
simetris, serta kadang-kadang dapat dipengaruhi dari luar secara fisik, kimia, dan psikis.
Pembagian his dan sifat-sifatnya (Mochtar, 1998):
1. His pendahuluan
His tidak kuat, tidak teratur
Menyebabkan “show”
2. His pembukaan (Kala I)
His pembukaan serviks sampai terjadi pembukaan lengkap 10cm.
Mulai kuat, teratur, dan sakit.
3. His pengeluaran (His mengedan) (Kala II)
Sangat kuat, teratur, simetris, terkoordinasi, dan lama.
His untuk mengeluarkan janin.
Koordinasi bersama antara: his kontraksi otot perut, kontraksi diafragma dan
ligament.
4. His pelepasan uri (Kala III)
Kontraksi sedang untuk melepaskan dan melahirkan plasenta.
5. His pengiring (Kala IV)
Kontraksi lemah, masih sedikit nyeri (merian), pengecilan rahim dalam beberapa
jam atau hari.
(Mochtar, 1998)
Interpretasi Hasil Pemeriksaan
1. Pemeriksaan luar
a. Vital sign
Pada pemeriksaan vital sign didapatkan tekanan darah 140/90 mmHg yang
diinterpretasikan hipertensi ringan, nadi 80x/menit yang diinterpretasikan normal,
suhu 37⁰C yang diinterpretasikan normal, dan RR 20x/menit yang diinterpretasikan
normal.
WHO dan International society oh hypertension working group (ISHWG) telah
mengelompokkan hipertensi ke dalam klasifikasi, normal, hipertensi ringan,
hipertensi sedang, dan hipertensi berat.
b. Edema pada tungkai
Endotel adalah lapisan sel yang melapisi dinding vaskular yang menghadap ke
lumen dan melekat pada jaringan subendotel yang terdiri atas kolagen dan berbagai
glikosaminoglikan termasuk fibronektin. Dahulu dianggap bahwa fungsi endotel
adalah sebagai barrier struktural antara sirkulasi dengan jaringan di sekitarnya, tetapi
sekarang telah diketahui bahwa endotel berfungsi mengatur tonus vaskular, mencegah
trombosis, mengatur aktivitas sistem fibrinolisis, mencegah perlekatan leukosit dan
mengatur pertumbuhan vaskular. Substansi vasoaktif yang dikeluarkan endotel antara
lain nitric oxide (NO) yang juga disebut endothelial-derived relaxing factor (EDRF),
endothelial-derived hyperpolarizing factor (EDHF), prostasiklin (PGI2), bradikinin,
asetilkolin, serotonin dan histamine. Substansi vasokonstriktor antara lain endothelin,
platelet activating factor (PAF), angiotensin II, prostaglandin H2, trombin dan
nikotin.
Endotel juga berperan pada hemostasis dengan mempertahankan permukaan yang
bersifat antitrombotik. Melalui ekspresi trombomodulin, endotel membantu trombin
dalam mengaktifkan protein C menjadi protein C aktif. Selain itu endotel juga
mensintesis protein S yang bekerja sebagai kofaktor protein C dalam menginaktivasi
factor Va dan factor VIIIa. Endotel juga mensintesis factor von Willebrand (vWF)
yang berfungsi dalam proses adhesi trombosit dan sebagai pembawa factor VIII.
Faktor von Willerand disimpan di dalam Weibel-Palade bodies. Sekresi vWF dapat
terjadi melalui 2 mekanisme yaitu secara konstitutif dan secara inducible.
Endotel juga berperan dalam sistem fibrinolisis melalui pelepasan tissue
plasminogen activator (tPA) yang akan mengaktifkan plasminogen menjadi plasmin.
Namun endotel juga mensintesis plasminogen activator inhibitor-1(PAI-1) yang
berfungsi menghambat tPA. Jika endotel mengalami gangguan oleh berbagai hal
seperti shear stress hemodinamik, stress oksidatif maupun paparan dengan sitokin
inflamasi dan hiperkolesterolemia, maka fungsi pengatur menjadi abnormal dan
disebut disfungsi endotel. Disfungsi endotel menyebabkan permeabilitas vaskular
meningkat sehingga menyebabkan edema (Dharma, et all, 2005).
Selain itu, Edema, terutama pada tungkai, tanpa hipertensi, merupakan suatu
adaptasi fisiologik normal terhadap kehamilan. Penyebabnya adalah air disimpan di
dalam bahan dasar jaringan penyambung. Sekresi estrogen yang meningkat pada
kehamilan mengubah bahan dasar dalam matriks yang kaya koloid dan kurang air
menjadi matriks yang kurang koloid dan kaya air. Selain itu, pada kehamilan,
bertambahnya obstruksi mekanik terhadap aliran balik vena tungkai akan
memperberat edema tungkai.
Meningkatanya tekanan vena, seperti ketika darah terbendung di vena,
menyebabkan peningkatan tekanan darah kapiler mengalirkan isinya ke dalam vena.
Peningkatan tekanan keluar kapiler ini bereperan besar menyebabkan edema pada
gagal jantung kongestif. Edema regional juga dapat terjadi akibat restriski local aliran
balik vena.Contohnya adalah pembengkakan yang sering terjadi di tungkai dan kaki
selamakehamilan. Uterus yang membesar menekan vena-vena besar yang
menyalurkan darahdari ekstremitas bawah sewaktu pembuluh-pembuluh tersebut
masuk ke rongga abdomen. Bendungan darah di vena ini meningkatkan tekanan darah
di kapiler tungkai dan kaki, mendorong edema regional ekstremitas bawah
(Llewellyn-Jones, 2001).
c. Denyut Jantung Janin (DJJ)
Normal: 120-160 denyut/ menit
Fetal Bradikardi: <120
Fetal Takikardi: >160
Pada skenario denyut jantung janin 144 denyut/menit yang berarti DJJ dalam batas
normal.
2. Pemeriksaan dalam
a. Bishop score
Tingkat kematangan servik merupakan faktor penentu keberhasilan tindakan
induksi persalinan. Tingkat kematangan servik dapat ditentukan secara kuantitatif
dengan “BISHOP SCORE”. Nilai > dari 9 menunjukkan derajat kematangan servik
yang paling baik dengan angka keberhasilan induksi persalinan yang tinggi.
Umumnya induksi persalinan yang dilakukan pada kasus dilatasi servik 2 cm,
pendataran servik 80% , kondisi servik lunak dengan posisi tengah dan derajat
desensus -1 akan berhasil dengan baik. Akan tetapi sebagian besar kasus
menunjukkan bahwa ibu hamil dengan induksi persalinan memiliki servik yang tidak
“favourable” ( Skoring Bishop)
System scoring Bishop yang digunakan untuk menilai derajat kematangan serviks:
Score
Faktor
Dilatasi
(cm)
Pendataran
(%)
Stasi
on -3
samp
ai +3
Konsist
ensi
serviks
Posisi
serviks
0 Tertutup 0-30 -3 Kaku Posterior
1 1-2 40- -2 Medi Pertengahan
50 um
2 3-4 60-
70
-1 Luna
k
Anterior
3 ≥5 >80 +1, +2 - -
(Widjanarko, 2009)
b. APGAR score
Metode sederhana untuk secara cepat menilai kondisi kesehatan bayi baru lahir
sesaat setelah kelahiran. Skor Apgar dihitung dengan menilai kondisi bayi yang baru
lahir menggunakan lima kriteria sederhana dengan skala nilai nol, satu, dan dua.
Kelima nilai kriteria tersebut kemudian dijumlahkan untuk menghasilkan angka nol
hingga 10. Kata "Apgar" belakangan dibuatkan jembatan keledai sebagai singkatan
dari Appearance, Pulse, Grimace, Activity, Respiration (warna kulit, denyut jantung,
respons refleks, tonus otot/keaktifan, dan pernapasan), untuk mempermudah
menghafal.
Lima kriteria Skor Apgar:
Nilai 0 Nilai 1 Nilai 2 Akronim
Warna kulit seluruhnya biru
warna kulit tubuh
normal merah muda,
tetapi tangan dan kaki
kebiruan (akrosianosis)
warna kulit tubuh, tangan,
dan kaki
normal merah muda, tidak
ada sianosis
Appearance
Denyut jantung tidak ada <100 kali/menit >100 kali/menit Pulse
Respons refleks
tidak ada
respons
terhadap
stimulasi
meringis/menangis
lemah ketika
distimulasi
meringis/bersin/batuk saat
stimulasi saluran napasGrimace
Tonus otot lemah/tidak ada sedikit gerakan bergerak aktif Activity
Pernapasan tidak ada lemah atau tidak teratur
menangis kuat,
pernapasan baik dan
teratur
Respiration
Tes ini umumnya dilakukan pada waktu satu dan lima menit setelah kelahiran, dan
dapat diulangi jika skor masih rendah.
Jumlah skor Interpretasi Catatan[3]
7-10 Bayi normal
4-6 Agak rendah
Memerlukan tindakan medis segera seperti penyedotan
lendir yang menyumbat jalan napas, atau pemberian
oksigen untuk membantu bernapas.
0-3 Sangat rendah Memerlukan tindakan medis yang lebih intensif
(Achadiat, ____)
Hubungan Kehamilan dengan Usia Ibu
1. Segi negatif kehamilan di usia tua (Sulistyawati, 2009, hlm. 99)
a. Kondisi fisik ibu hamil dengan usia lebih dari 35 tahun akan sangat menentukan proses
kelahirannya. Hal ini pun turut mempengaruhi kondisi janin.
b. Pada proses pembuahan, kualitas sel telur wanita usia ini sudah menurun jika dibandingkan
dengan sel telur pada wanita dengan usia reproduksi sehat (25-30 tahun). Jika pada proses
pembuahan, ibu mengalami gangguan sehingga menyebabkan terjadinya gangguan
pertumbuhan dan perkembangan buah kehamilan, maka kemungkinan akan menyebabkan
terjadinya Intra Uterine Growth Retardation (IUGR) yang berakibat Bayi Berat Lahir
Rendah (BBLR).
c. Kontraksi uterus juga sangat dipengaruhi oleh kondisi fisik ibu, jika ibu mengalami
penurunan kondisi, terlebih pada primitua (wanita hamil pertama dengan usia ibu lebih dari
40 tahun) maka keadaan ini harus benar-benar diwaspadai.
2. Segi positif hamil diusia tua
a. Kepuasan peran sebagai ibu
b. Merasa lebih siap
c. Pengetahuan mengenai perawatan kehamilan dan bayi lebih baik
d. Rutin melakukan pemeriksaan kehamilan
e. Mampu mengambil keputusan
f. Karier baik dan status ekonomi lebih baik
g. Perkembangan intelektual anak lebih tinggi
h. Periode menyusui lebih lama
i. Toleransi pada kelahiran lebih besar.
3. Kehamilan beresiko tinggi (Sinsin, 2008, hal. 61)
Bayi meninggal atau cacat, bahkan ibu meninggal saat persalinan sering terjadi pada
kehamilan usia 35 tahun keatas. Tetapi jangan cemas, dengan pemeriksaan perinatal yang
teratur, resiko tersebut dapat dicegah dan diperkecil. Sebaiknya perempuan waspada tentang
resiko kehamilan.
Kehamilan resiko tinggi adalah kehamilan yang dapat menyebabkan ibu hamil dan bayi
menjadi sakit dan meninggal, sebelum persalinan berlangsung. Banyak faktor resiko ibu hamil
dan salah satu faktor yang penting adalah usia. Ibu hamil pada usia lebih dari 35 tahun lebih
beresiko tinggi untuk hamil dibandingkan bila hamil pada usia normal, yang biasanya terjadi
sekitar 21-30 tahun. Saat ini, kita melihat banyak perempuan cenderung untuk hamil pada usia
tua karena usia pernikahan juga terlambat.
Faktor usia tua menyebabkan resiko timbulnya penyakit-penyakit yang menyertai umur
jadi semakin meningkat. Terjadinya penyakit jantung dan kanker menjadi lebih besar.
Kombinasi antara penyakit usia tua dan kehamilan tersebut yang menyebabkan resiko
meninggal atau cacat pada bayi atau ibu hamil menjadi bertambah tinggi.
Bagi seorang perempuan, usia tua juga dapat menyebabkan kemampuan untuk
melahirkan (fertilitas) menurun. Kemungkinan bayi lahir kembar juga sangat tinggi terjadi
pada kehamilan pertama yang terlambat, khususnya pada usia 35-39 tahun. Selanjutnya,
setelah usia 39 tahun, frekuensi bayi lahir kembar menjadi menurun. Hamil terlambat juga
menyebabkan resiko terhadap diabetes, tumbuhnya jaringan ikat di dalam rahim (fibroid) dan
berisiko tinggi untuk mendapatkan kelainan kromosom, seperti Down Syndrome.
Hubungan Kehamilan dengan Stress
Stres dalam kehamilan seringkali terjadi. Terjadinya stres bisa ditandai dengan peningkatan
detak jantung dan peningkatan hormon pemicu stres. Perlu diketahui bahwa setiap detak jantung
ibu tentu dapat dirasakan pula oleh janin. Oleh karena itu, bila ibu sering mengalami stres, maka
detak jantung semakin meningkat. Detak jantung yang semakin keras dapat mempengaruhi
gerakan pada janin. Akibatnya, janin pun lebih aktif bergerak-gerak di dalam rahim. Selain
detak jantung meningkat, hormon pemicu stres pun ikut meningkat. Peningkatan itu dapat
mempengaruhi kondisi dari si ibu, seperti ibu kurang tidur, nafsu makan terganggu, cemas dan
lain-lain.
Ibu hamil yang kurang waktu tidurnya akan mempengaruhi kondisi kesehatan dan kebugaran
tubuh. Karena waktu untuk beristirahat pun berkurang. Dan apabila stres yang muncul
mempengaruhi nafsu makan ibu yang berkurang, akibatnya bisa berbahaya. Pasokan makanan
bergizi yang dibutuhkan oleh ibu dan janin tentu berkurang pula. Karena pasokan makanan
bergizi kurang, maka dikhawatirkan pertumbuhan janin akan terganggu (Aprilia, 2011).
Hubungan Kehamilan dengan Hipertensi
1. Perubahan Kardiovaskuler selama Kehamilan
Kehamilan memiliki efek yang mendalam pada sistem sirkulasi. Kebanyakan dari
perubahan hemodinamik dimulai sejak kehamilan trisemester pertama, memuncak saat
trisemester kedua, dan stabil selama trisemester ketiga. Tekanan darah menurun sebanyak
10-15 mmHg. Selain itu, denyut jantung meningkat sebanyak 10-15 kali per menit. Kadar
hematokrit menurun akibat peningkatan yang tidak proporsional dari volume plasma yang
melebihi peningkatakan jumlah sel darah merah.
Proses persalinan berhubungan dengan perubahan yang mendalam dan cepat pada sistem
sirkulasi. Selama persalinan, cardiac output, denyut jantung, tekanan darah, dan tahanan
vascular sistemik meningkat setiap adanya kontraksi uterus. Rasa nyeri saat persalinan dan
kegelisahan memperburuk peningkatan denyut jantung dan tekanan darah.
Secara singkat, perubahan kardiovaskular yang terjadi selama kehamilan adalah sebagai
berikut:
Anemia.
Selama kehamilan, volume darah meningkat sebanyak 40-50% tetapi jumlah sel darah
merah hanya meningkat sebanyak 20-30%, menyebabkan apa yang disebut dengan
anemia kehamilan. Hal ini tidak dianggap abnormal, kecuali kadar sel darah merah
menurun terlalu jauh.
Tekanan darah.
Pada kehamilan normal, tekanan darah tidak pernah meningkat, justru malah sedikit
menurun. Progesterone menyebabkan relaksasi pembuluh darah, menyebabkan
peningkatan elastisitas dan sirkulasi. Saat di tengah-tengah kehamilan, tekanan diastolic
menurun, kemudian kembali seperti semula saat usia kehamilan 36 minggu.
Preeclampsia.
Penyebab preeclampsia; komplikasi serius yang juga dinamakan hipertensi yang
diinduksi oleh kehamilan, tidak diketahui. Preeclampsia terjadi hanya pada saat
kehamilan dan periode postpartum dan merugikan baik ibu ataupun bayi yang belum
lahir. Tekanan darah ibu meningkat, muncul protein dalam urin, dan mungkin ada
retensi cairan. Gejala ini mungkin disebabkan karena kerusakan pembuluh darah ibu,
liver, dan ginjal, atau mungkin substansi dari plasenta. Secara umum, preeclampsia
menyebabkan penyakit dan kematian dari maternal maupun infant.
Perubahan jantung
Jantung membesar, bekerja lebih kuat, dan berdetak lebih cepat. Hal ini terjadi untuk
mengkompensasi peningkatan volume darah, dan juga tekanan yang terjadi di lower
aorta (berada di abdomen) dan vena cafa inferior.
2. Klasifikasi Hipertensi selama Kehamilan
a. Hipertensi kronik adalah hipertensi yang timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu
atau hipertensi yang pertama kali didiagnosis setelah umur 20 minggu dan hipertensi
menetap sampai 12 minggu pesalinan.
b. Preeklamsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai dengan
proteinuria.
c. Eklamsia adalah preeklamsia yang disertai dengan kejang-kejang dan/ atau koma.
d. Hipertensi kronik dengan superimposed preeklamsia adalah hipertensi kronik disertai
tanda-tanda preeklamsia atau hipertensi kronik disertai proteinuria.
e. Hipertensi gestasional (disebut juga transient hypertension) adalah hipertensi yang
timbul pada kehamilan tanpa disertai proteinuria dan hipertensi menghilang setelah 3
bulan pasca kehamilan atau persalinan dengan tanda-tanda preeklamsia tetapi tanpa
proteinuria.
3. Faktor Resiko Hipertensi dalam Kehamilan
Terdapat banyak faktor resiko untuk terjadinya hipertensi dalam kehamilan, yang dapat
dikelompokkan dalam factor resiko sebagai berikut:
a. Primigravida, primipaternitas.
b. Hiperplasentosis, misalnya: mola hidatidosa, kehamilan multiple, DM, hidrops fetalis,
bayi besar.
c. Umur yang ekstrim.
d. Riwayat keluarga pernah preeklamsia / eklamsia.
e. Penyakit-penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil.
f. Obesitas
(Prawirohardjo, 2010)
4. Hipertensi yang diinduksi Kehamilan
Setelah anemia, hipertensi adalah komplikasi medis yang paling sering dalam masa
hamil. Hipertensi yang diinduksi kehamilan lebih sering daripada hipertensi menahun dalam
masa hamil dan mempengaruhi sampai 10% dari seluruh kehamilan. Hipertensi dalam
kehamilan didefinisikan sebagai sembarang peningkatan tekanan darah 140/90 mmHg atau
lebih, atau sembarang kenaikan tekanan darah sistolik/ diastolik lebih dari 30/15 mmHg
pada dua pengukuran yang berjarak waktu 6 jam. (Virgi, 2001)
Hipertensi yang disebabkan kehamilan sering bersifat fluktuasi dan dimulai setelah 20
minggu pertama usia kehamilan. Membedakan hipertensi yang disebabkan kehamilan
dengan preeclampsia ringan tidak mudah, terapi perminggu atau proteinuria melebihi 300
mg tetapi kurang dari 5 gr/ 24 jam yang bersifat persisten. Pada kedua keadaan itu,
kerusakan organ akhir biasanya tidak cukup berat untuk menyebabkan kerusakan fungsi
liver, keterlibatan susunan saraf pusat, koagullopati atau edema paru-paru. Pengawasan pada
ibu hamil dengan hipertensi perlu dilakukan guna memantau keadaan ibu dan janin selama
dalam kehamilan trimester ketiga. Jika tekanan tetap tinggi, perlu dirawat di rumahsakit
(Virgi, 2001).
5. Preeklampsia dan Eklampsia
Preeklampsia dan eklampsia merupakan salah satu penyakit yang merupakan akibat
langsung dari kehamilan. Pemeriksaan antenatal yang teratur sangat penting untuk
mengobati preeklapmsia agar tidak berkembang menjadi eklampsia. Preeklampsia
merupakan kumpulan trias gejala yaitu hipertensi, proteinuria dan edema dan disebut dengan
eklampsia jika disertai konvulsi (kejang) sampai koma. Manifestasi ini biasanya terjadi pada
ibu hamil, bersalin dan dalam masa nifas. Etiologi dari komplikasi ini belum dapat diketahui
(Mochtar, 1998; Wiknjosastro, 2005).
Patofisiologi dari kelainan ini diduga merupakan akibat dari spasme pembuluh darah
disertai retensi garam dan air sehingga menyebabkan tekanan perifer naik dan tekanan darah
naik sebagai kompensasi untuk menjaga oksigenasi jaringan yang mencukupi. Akibat
adanya retensi garam dan air akan menyebabkan penimbunan air berlebihan dalam ruangan
interstisiil dan menyebabkan kenaikan berat badan > 1 kg/ minggu dan edema. Selain itu,
spasme arteriola akan menyebabkan perubahan pada gromerulus dan mengakibatkan
proteinuria (Mochtar, 1998; Wiknjosastro, 2005).
Pre eklampsiadiklasifikasikanmenjadi:
1) Pre-eklampsia ringan, dengan manifestasi klinis:
a. Tekanan darah > 140/90 mmHg atau sistol: kenaikan > 30 mmHg dari normal,
diastole: kenaikan > 15 mmHg dari normal. Pemeriksaan minimal 2 kali dengan
jarak periksa 1 jam, sebaiknya 6 jam.
b. Edema umum: jari tangan, kaki, muka.
c. Kenaikan berat badan > 1 Kg/ minggu
d. Proteinuria: kuantitatif: > 0,3 kg/L, kualitatif: +1 atau +2 pada urin kateter atau
midstream.
2) Pre-eklampsiaberat, dengan manifestasi klinis berupa:
a. Tekanan darah > 160/ 110 mmHg
b. Proteinuria > 5 gr/L
c. Oliguria, urin<>
d. Adanya gangguan cereral (oyong, refleks meningkat, tidak tenang), gangguan
penglihatan (penglihatan kabur, skotoma, diplopia) dan rasa nyeri di epigastrium.
e. Terdapat edema paru dan sianosis.
(Mochtar, 1998; Wiknjosastro, 2005)
Sedangkan manifestasi dari pre-eklampsia di atas yang disertai dengan konvulsi
termasuk dalam eklampsia. Eklampsia terdiri dari tiga jenis, yaitu eklampsia gravidarum
(50%), eklampsia parturien (40%) dan eklampsia puerperium (10%). Sedangkan untuk
tingkatannya eklampsia digolongkan menjadi empat golongan yaitu stadium invasi, stadium
kejang tonik, stadium kejang klonik dan stadium koma (Mochtar, 1998; Wiknjosastro,
2005).
ANC
Pada umumnya kehamilan berkembang dengan normal dan menghasilkan kelahiran bayi
sehat cukup bulan melalui jalan lahir namun kadang-kadang tidak sesuai dengan yang
diharapkan. Sulit diketahui sebelumnya bahwa kehamilan akan menjadi masalah. Sistem
penilaian risiko tidak dapat memprediksi apakah ibu hamil akan bermasalah selama
kehamilannya. Oleh karena itu, pelayanan/asuhan antenatal merupakan cara penting untuk
memonitor dan mendukung kesehatan ibu hamil normal dan mendeteksi ibu dengan kehamilan
normal. Ibu hamil sebaiknya dianjurkan untuk mengunjungi bidan atau dokter sedini mungkin
semenjak ia merasa dirinya hamil untuk mendapatkan pelayanan/asuhan antenatal.
Tujuan asuhan antenatal
1. Memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu dan tumbuh kembang
bayi
2. Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental dan sosial ibu dan bayi
3. Mengenali secara dini adanya ketidaknormalan atau komplikasi yang mungkin terjadi
selama hamil, termasuk riwayat penyakit secara umum, kebidanan dan pembedahan
4. Mempersiapkan persalinan cukup bulan, melahirkan dengan selamat, ibu maupun
bayinya dengan trauma seminimal mungkin
5. Mempersiapkan ibu agar masa nifas berjalan normal dan pemberian asi eksklusif
6. Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran bayi agar dapat
tumbuh kembang secara normal
Kebijakan program
Kunjungan antenatal sebaikr.ya dilakukan paling sedikit 4 kali selama kehamilan
Satu kali pada triwulan pertama
Satu kali pada triwulan kedua
Dua kali pada triwulan ketiga
Pelayanan asuhan standar minimal termasuk "7T"
(Timbang) berat badan
Ukur (Tekanan) darah
Ukur (Tinggi) fundus uteri
Pemberian imunisasi (Tetanus Toksoid) TT lengkap
Pemberian Tablet zat besi, minimum 90 tablet selama kehamilan
Tes terhadap Penyakit Menular Seksual
Temu wicara dalam rangka persiapan rujukan
Kebijakan teknis
Setiap kehamilan dapat berkembang menjadi masalah atau komplikasi setiap saat. Itu sebabnya
mengapa ibu hamil memerlukan pemantauan selama kehamilannya. Penatalaksanaan ibu hamil
secara keseluruhan meliputi komponenkomponen sebagai berikut:
Mengupayakan kehamilan yang sehat
Melakukan deteksi dini kompikasi, melakukan penatalaksanaan awal serta rujukan bila
diperlukan
Persiapan persalinan yang bersih dan aman
Perencanaan antisipatif dan persiapan dini untuk melakukan rujukan jika terjadi
komplikasi
(Desmiwarti, et all, 2011)
Kehamilan Risiko Tinggi
Sebuah kehamilan risiko tinggi dapat diidentifikasi dengan menggunakan sistem
penilaian seperti sistem yang dikembangkan oleh Hobel et al. Skor 10 atau lebih
mengindikasikan kehamilan risiko tinggi yang harus menerima lebih dari pemeriksaan kehamilan
rutin. Tabel di bawah ini merupakan modifikasi dari sistem penilaian Hobel et al.
OB History Risk Factor Points
Previous stillbirth 10
Previous neonatal death 10
Previous premature infant 10
Post-term > 42 weeks 10
Fetal blood transfusion for hemolytic disease 10
Repeated miscarriages 5
Previous infant > 10 pounds 5
Six or more completed pregnancies 5
History of eclampsia 5
Previous cesarean section 5
History of preeclampsia 1
History of fetus with anomalies 1
Medical History Risk Factor Points
Abnormal PAP test 10
Chronic hypertension 10
Heart disease NYHA Class II-IV (symptomatic) 10
Insulin dependent diabetes (> A2) 10
Moderate to severe renal disease 10
Previous endocrine ablation 10
Sickle cell disease 10
Epilepsy 5
Heart disease NYHA Class I (no symptoms) 5
History of TB or PPD >= 10 mm 5
Positive serology (for syphilis) 5
Pulmonary disease 5
Thyroid disease 5
Family History Points
Family history of diabetes 1
Physical Risk Factor Risk Factor Points
Incompetent cervix 10
Uterine malformations 10
Maternal age 35 and over or 15 and under 5
Maternal weight < 100 pounds or > 200 pounds 5
Small pelvis 5
Current Pregnancy Risk Factor Points
Abnormal fetal position 10
Moderate to severe preeclampsia 10
Multiple pregnancy 10
Placenta abruptio 10
Placenta previa 10
Polyhydramnios or oligohydramnios 10
Excessive use of drugs/alcohol 5
Gestational diabetes (A1) 5
Kidney infection 5
Mild preeclampsia 5
Rh sensitization only 5
Severe anemia < 9 g/dL hemoglobin 5
Severe flu syndrome or viral disease 5
Vaginal spotting 5
Bladder infection 1
Emotional problems 1
Mild anemia 9 g/dL hemoglobin 1
Moderate alcohol use 1
Smoking >= 1 pack per day 1
(Hobel, et all, 1973)
Pemeriksaan Obstetrik
Pemeriksaan Umum
Keadaan umum
Tipe badan
Tinggi badan dan Berat badan
Warna Konjungtiva, Ikterus
THT
Tanda Vital
Kondisi jantung, paru, hati dan limfa
Pemeriksaan Obstetri Khusus
Inspeksi : tinggi fundus uteri, hiperpigmentasi
Palpasi : tinggi fundus uteri, keadaan dinding perut, massa, cairan bebas, nyeri
tekan
Bunyi jantung janin dapat didengar dengan
Laenec : usia kehamilan 16-20 minggu
Fetoskop doppler : usia kehamilan 12 minggu
Pemeriksaan Status Lokalis
Inspeksi : Labium, muara uretra, F Albus
Inspekulo : dinding vagina, forniks, warna dan besar portio, F Albus
Periksa Dalam : vagina, portio, uterus, adneksa
Pemeriksaan Khusus Obstetri
Inspeksi : tinggi fundus uteri, hiperpigmentasi, parut bekas operasi
Palpasi : Leopold 1-4, janin normal, ertumbuhan janin terlambat, gemelli, tunggal
dan makrosomia,
Auskultasi : mendengarkan
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium rutin atau khusus
Pelvimetri (kehamilan >36mgg)
Ultrasonography (USG)
Cardiotocography (CTG)
(Santana, 2011)
Partograf
Partograf adalah alat bantu yang digunakan selama fase aktif persalinan. Tujuan utama dari
penggunaan partograf adalah untuk:
1. Mencatat hasil observasi dan kemajuan persalinan dengan menilai pembukaan serviks
melalui pemeriksaan dalam.
2. Mendeteksi apakah proses persalinan berjalan secara normal. Dengan demikian, juga dapat
melakukan deteksi secara dini setiap kemungkinan terjadinya partus lama (Depkes RI, 2007).
Kondisi ibu dan bayi juga harus dinilai dan dicatat secara seksama, yaitu:
1. Denyut jantung janin setiap 1/2 jam
2. Frekuensi dan lamanya kontraksi uterus setiap 1/2 jam
3. Nadi: setiap 1/2 jam
4. Pembukaan serviks setiap 4 jam
5. Penurunan: setiap 4 jam
6. Tekanan darah dan temperatur tubuh setiap 4 jam
7. Produksi urin, aseton dan protein setiap 2 sampai 4 jam
Lembar partograf, ada 2 bagian:
1. Lembar depan (bagin untuk mencatat informasi tentang identitas/kondisi ibu dan janin serta
kemajuan persalinan)
2. Lembar belakang/catatan persalinan: bagian untuk mencatat hal2 yang terjadi selama proses
persalinan dan kelahiran bayi serta tindakan2 yang dilakukan sejak kali I hingga kala IV dan
bayi baru lahir)
Kala I
Kala I terdiri dari pertanyaan-pertanyaan tentang partograf saat melewati garis waspada,
masalah-masalah yang dihadapi, penatalaksanaannya, dan hasil penatalaksanaan tersebut.
Kala II
Kala II terdiri dari episiotomi, pendamping persalinan, gawat janin, distosia bahu, masalah
penyerta, penatalaksanaan dan hasilnya.
Kala III
Kala III terdiri dari lama kala III, pemberian oksitosin, penegangan tali pusat terkendali,
pemijatan fundus, plasenta lahir lengkap, plasenta tidak lahir > 30 menit, laserasi, atonia uteri,
jumlah perdarahan, masalah penyerta, penatalaksanaan dan hasilnya, isi jawaban pada tempat
yang disediakan dan beri tanda pada kotak di samping jawaban yang sesuai.
Bayi baru lahir
Informasi tentang bayi baru lahir terdiri dari berat dan panjang badan, jenis kelamin, penilaian
kondisi bayi baru lahir, pemberian ASI, masalah penyerta, penatalaksanaan ter¬pilih dan
hasilnya. Isi jawaban pada tempat yang disediakan serta beri tanda ada kotak di samping jawaban
yang sesuai.
Kala IV
Kala IV berisi data tentang tekanan darah, nadi, suhu, tinggi fundus, kontraksi uterus, kan¬dung
kemih dan perdarahan. Pemantauan pada kala IV ini sangat penting terutama untuk menilai
apakah terdapat risiko atau terjadi perdarahan pascapersalinan. Pengisian peman¬tauan kala IV
dilakukan setiap 15 menit pada satu jam pertama setelah melahirkan, dan setiap 30 menit pada
satu jam berikutnya. Isi setiap kolom sesuai dengan hasil pemeriksaan dan Jawab pertanyaan
mengenai masalah kala IV pada tempat yang telah disediakan (Depkes RI, 2007).
Penatalaksanaan Preeklamsia
1. Preeklampsia ringan
Pada pasien rawat jalan, dianjurkan istirahat baring 2 jam siang hari dan tidur lebihdari 8
jam malam hari. Bila sulit tidur dapat diberikan fenobarbital 1 – 2 X 30 mg. Ataudapat
diberikan Asetosal 1 X 80 mg. Kunjungan ulang dilakukan seminggu kemudianuntuk menilai
perkembangan kehamilan dan kesejahteraan janin, apakah ada keluhansubjektif yang
bertambah buruk, peningkatan berat badan secara berlebihan, kenaikantekanan darah,
melakukan pemeriksaan penunjang lain sesuai kebutuhan terutama proteinurin.Rawat pasien
bila tidak ada perbaikan dalam 2 minggu pengobatan rawat jalan, berat badan meningkat
berlebihan (lebih dari 1 Kg perminggunya, selama 2 kali berturut – turut) atau tampak tanda
– tanda Preeklampsia Berat berikan obat anti hipertensi berupa :
a. Metildopa 3 X 125 mg (dapat ditingkatkan sampai dosis maksimal 1500mg)
b. Nifedipin 3 – 8 X 5 – 10 mgc.
c. Adalat Retard 2 – 3 X 20 mg
d. Pindolol 1 – 3 X 5 mg (atau dapat ditingkatkan mencapai dosis maksimal30 mg)
e. Jangan diberi diuretik dan tidak perlu diberikan diet rendah garam
Bila keadaan ibu membaik dan tekanan darah dapat dipertahankan 140–150 / 90–
100mmHg, tumbuh persalinan sampai aterm sehingga ibu dapat berobat jalan dan
anjurkanuntuk memeriksa keadaannya setiap minggu. Secara perlahan kurangi dosis obat.
Bilatekanan darah sulit dikendalikan berikan kombinasi obat. Tekanan darah tidak boleh
lebihdari 120 / 80 mmHg.Tunggu pengakhiran kehamilan sampai 40 minggu (bayi aterm),
kecuali terdapattanda – tanda pertumbuhan janin yang terhambat, kelainan fungsi hepar atau
ginjal, dan peningkatan proteinuria (+ 3). Tetapi bila pada kehamilan 37 minggu atau lebih
diketahuiserviks telah matang maka dapat dilakukan induksi persalinan, tetapi pada
umumnya ibuyang menderita Preeklampsia Ringan dapat melahirkan secara spontan
melaluitransvaginal.
2. Preeklampsia berat
Upaya pengobatan ditujukan untuk mencegah kejang, memulihkan organ vitalmenjadi
keadaan normal dan melahirkan bayi dengan trauma sekecil – kecilnya pada ibudan
bayi.Segera rawat pasien di rumah sakit bila terdapat tanda atau gejala Preeklampsia
Berat.Berikan MgSO4 dalam infus dekstrosa 5% dengan kecepatan 15 – 20 tetes per
menit.Dosis awal MgSO4 sebanyak 2 gram intravena dalam 10 menit, selanjutnya 2 gram per
jam dalam drip inpus sampai tekanan darah stabil (140 – 150 / 90 – 100 mmHg).Diberikan
sampai 24 jam pasca persalinan atau hentikan bila 6 jam pasca persalinan ada perbaikan
nyata. Syarat pemberian MgSO4 adalah :
a. Refleks patela kuat
b. Frekwensi pernafasan lebih dari 16 X per menit.
c. Diuresis lebih dari 100 cc dalam 4 jam sebelumnya (0,5 ml/Kg berat badan per jam)
d. Perhatikan tekanan darah, suhu, perasaan panas, serta wajah merah dari pasien
e. Harus tersedia antidot MgSO4 yaitu Kalsium Glukonas 10%, diberikansecara intravena
dalam 3 menit.
Berikan Nifedipin 3 – 4 X 10 mg oral, bila pada jam keempat tekanan diastolik
belumturun sampai 20% berikan tambahan lagi 10 mg oral (atau sampai dosis maksimum
80mg per hari). Bila tekanan diastolik meningkat > 110 mmHg berikan tambahansublingual.
Tujuannya adalah penurunan tekanan darah 20% dalam 6 jam, kemudiandiharapkan menjadi
stabil (140 – 150 / 90 – 100 mmHg). Bila sulit dikendalikan atauditurunkan dapat
dikombinasi dengan pindolol.Periksa tekanan darah, nadi, dan pernafasan tiap jam. Pasang
kateter dan kantongurine dan ukur urine setiap 6 jam bila kurang dari 100 ml per 4 jam,
kurangi dosis MgSO4 menjadi 1 gram / jam. Lakukan USG dan Kardiotokografi (KTG)
diulangi sekurang – kurangnya 2 X 24 jam. Dilakukan : Penanganan konservatif bila
kehamilan kurang dari 35 minggu tanpa disertai tanda – tanda Impending Eklampsia dan
keadaan janin baik. Prinsip terapi sama dengan penanganan yang aktif, hanya tidak dilakukan
terminasi kehamilan. Pemberian MgSO4 2mg intravena dilanjutkan 2 gram / jam dalam drip
infus dektrosa 5% 500 ml / 6 jamdapat dihentikan bila ibu sudah mencapai tanda – tanda
preeklampsia ringan selambat – lambatnya dalam waktu 24 jam. Bila tidak ada perbaikan
atau bila dalam 6 jam selama pengobatan terdapat peningkatan tekanan darah, terapi
dianggap gagal dan lakukanterminasi kehamilan.
Penanganan aktif bila kehamilan > 35 minggu, ada tanda – tanda InpendingEklampsia,
kegagalan terapi konservatif, ada tanda gawat janin, atau pertumbuhan janinterhambat¸ dan
sindrom HELLP.Bila hasil KTG fungsi dinamik janin plasenta baik (reaktif, cairan amnion
cukup,gerak nafas baik, tidak ada deselerasi lambat, tidak ada pertumbuhan janin terhambat,
danskor AVGAR lebih dari 5), rencanakan partus per vaginal. Bila kurang baik,
sebaiknyalahirkan secara seksio.Induksi dapat dilakukan dengan kateter Folley, amniotomi,
prostaglandin E2, atauinfus oksitosin. Berikan infus oksitosin 5 IU dalam 500 ml glukosa 5%
dimulai dengan 4tetes, dinaikkan 4 tetes tiap 30 menit sampai his 2 – 3 kali / 10 menit,
maksimum 20tetes / menit maksudnya agar cairan tidak terlalu banyak sehingga mengurangi
terjadinyaOedema paru – paru.Pada kala 2 pasien dapat partus spontan bila tidak perlu
mengejan terlalu kuat dantekanan darah terkendali. Periksa tekanan darah setiap 10 menit.
Lakukan tindakan Forsetatau vakum bila persalinan tidak lancar, janin tidak dapat lahir
dalam 15 menit pasienterpaksa mengejan kuat, atau terdapat indikasi gawat janin.Berikan
oksitosin 10 IU secara intra muskular saat bayi lahir agar perdarahanminimal. Lahirkan
plasenta bila kontraksi maksimal dan terdapat tanda – tanda lepasnya plasenta. Bila
perdarahan lebih dari 400 ml, segera lakukan kompresi bimanual dan berikan Ergometrin 0,1
mg intra muskular.Setelah persalinan, pemberian infus tidak boleh lebih dari 60 ml / jam
karena pasiendapat makan dan minum serta ada bahaya oedema paru – paru. Untuk makanan,
berikan protein 1 – 1,5 gram / Kg BB. Bila terdapat urenia, protein yang diberikan hanya
0,6gram / Kg BB / hari.Berikan diuretif bila ada oedema paru – paru, payah jantung
kongestif, atau oedemaanasarka, berupa furosemid 40 mg. Lakukan oksigenisasi 4 – 6 X per
menit. Periksa gasdarah secara berkala untuk koreksi asidosis. Dengan pemberian nifedipin,
oksigen, posisisetengah duduk, dan furosemid bolus, diharapkan tekanan darah dan beban
jantung berkurang, tapi bila ada tanda payah jantung dapat diberikan digitalis. Berikan
ventilasimekanik bila tidak ada perbaikan dalam 6 jam, pCO2 > 70 mmHg dan pO2 < 60
mmHg.Berikan obat antipiretik bila suhu rektal diatas 38,5oC dan dibantu kompres
dinginatau alkohol. Antibiotik diberikan atas indikasi. Antinyeri seperti petidin HCl sebanyak
50 – 70 mg diberikan satu kali selambat – lambatnya 2 jam sebelum janin lahir bila pasien
gelisah atau kesakitan karena kontraksi rahim.Lakukan terminasi kehamilan secara seksio
memakai anestesi umum N2O mengingatkeuntungan relaksasi sedasi pada ibu dan
dampaknya relatif kecil bagi janin. Bila dari pemeriksaan lab tidak ada tanda KID, dapat
dilakukan anestesi epidural atau spinal.Anestesi lokal diperlukan pada indikasi terminal
segera dengan keadaan ibu kurang baik (Mansjoer dkk, 2007).
BAB IIIPENUTUP
A. Simpulan
1. Pasien adalah seorang G4P2A1 hamil tua yang akan segera melahirkan
2. Gejala-gejala mengeluarkan lendir darah pervaginam disertai perut kenceng-kenceng
teratur sejak 4 jam yang lalu adalah tanda-tanda fisiologis menjelang kelahiran
3. Dari pemeriksaan luar didapatkan tekanan darah 140/90 mmHg, nadi 80x/menit, suhu
37°C, RR 20x/menit, terdapat edema pada tungkai bawah. Ini meninjukkan status
pemeriksaan tanda-tanda vital baik. Hipertensi yang dialami pasien adalah akibat dari
preeklampsia yang dialami pasien. Edema yang dialami pasien juga merupakan hal
fisiologis yang sering terjadi pada ibu hamil akibat retensi cairan.
4. Janin tunggal, presentasi kepala, punggung kiri, denyut jantung janin 144x/menit. Ini
menunjukkan hasil pemeriksaan janin juga baik, denyut jantung janin juga tergolong
normal.
5. Setelah kelahiran hasil APGAR Score 8-9-10 mengindikasikan bahwa neonatus dalam
kedaan normal.
B. Saran
1. Untuk pasien kami sarankan supaya memeriksakan kehamilannya di Puskesmas ataupun
bidan secara rutin, tujuannya adalah :
menjaga agar ibu sehat selama masa kehamilan, persalinan dan nifas serta
mengusahakan bayi yang dilahirkan sehat.
memantau kemungkinan adanya risiko-risiko kehamilan, dan merencanakan
penatalaksanaan yang optimal terhadap kehamilan risiko tinggi.
menurunkan morbiditas dan mortalitas ibu dan perinatal.
DAFTAR PUSTAKA
Achadiat, Chrisdiono M. ____. Obstetri&Ginekologi. http://books.google.co.id/books?
id=PVJ6pCnlsSEC&printsec=frontcover#v=onepage&q&f=false (diakses pada 7 maret
2013)
Aprilia, Yesie. 2011. Stress Saat Hamil. http://www.bidankita.com/component/content/article/36-
home/102-stres-saat-hamil (diakses pada 7 maret 2013)
Desmiwarti, et all. 2011. Keterampilan Anamnesis dan Pemeriksaan Obstetri. Padang: Tim
Pelaksana Skills Lab FK Andalas
Dharma, R., Wibowo, N., Hessyani. (2005). Disfungsi Endotel pada Preeklampsia. Makara
Kesehatan Depart. Obs. dan Ginekologi FK UI, vol. 9, no.2, pp.63-69.
Guyton A.C. & Hall J.E.. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC
Hobel CJ, Hyvarinen MA et al. Prenatal and intrapartum high-risk screening. Am J Obstet
Gynecol. 1973; 117: 1-9. PMID: 4722373
Llewellyn-Jones, Derek. 2001. Dasar-Dasar Obstetri & Ginekologi Edisi 6. Jakarta: Hipokrates.
Mansjoer, A., Triyanti, K., Savitri, R., Wardhani, W.I., Setiowulan, W., 2007. Kapita Selekta
Kedokteran Jilid Satu Edisi Kedelapan. Jakarta: Media Aesculapius FKUI.
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri Jilid I Edisi 2. Editor : Delfi Lutan. Jakarta : EGC
Mohamad, Tamam N. 2012. Cardiovascular Disease and Pregnancy. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/162004-overview#aw2aab6b3. (Diakses tanggal 7
Maret 2013)
Prawirohardjo, Sarwono. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT. Bina Pusaka Sarwono
Prawirohardjo.
Prawirohardjo, Saswono. 2008. Ilmu Kebidanan Edisi 4. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.
Rayburn, William F; alih bahasa: Chalik, TMA; editor bahasa Indonesia: Saputra, Virgi. 2001.
OBSTETRI DAN GINEKOLOGI. Jakarta: Penerbit Widya Medika
Santana, Sanny. 2011. Pemeriksaan Obstetri. Jakarta : Departemen Obstetri dan Ginekologi Divisi
Fetomaternal RSIA Hermina.
Widjanarko, Bambang. 2009. Induksi Persalinan. Akses 21 Mei 2010 di
http://reproduksiumj.blogspot.com/2009/12/induksi-persalinan.html
___________. 2012. Pregnancy & Cardiovascular Changes. Available from:
http://www.thevisualmd.com/health_centers/cardiovascular_health/women_and_cardiovas
cular_health/pregnancy_cardiovascular_changes. (Diakses tanggal 7 Maret 2013).