renjatan pada anak

13
1 RENJATAN HIPOVOLEMIK PADA ANAK A.Latief Aziz Departemen/SMF Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga / RSU Dr. Soetomo Surabaya PENDAHULUAN Renjatan adalah diagnosis klinis yang terjadi karena berbagai sebab. Renjatan merupakan gawat darurat medik dengan morbiditas dan mortalitas tinggi ( > 20% ) yang membutuhkan penanganan segera ( 1 ). Kelambatan penanganan dapat menyebabkan kematian atau terjadinya gejala sisa. Sampai saat ini belum ada kesepakatan mengenai batasan yang tepat dari renjatan, namun para sarjana pada umumnya sependapat bahwa renjatan adalah sindroma klinis akibat kegagalan sistim sirkulasi dalam memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi jaringan baik pasokan maupun penggunaannya dalam metabolisme selluler jaringan tubuh ( 1,2,3,4,5,6,7 ). Gejala awal renjatan pada anak tidak sama dengan dewasa karena fungsi organ dan kemampuan kompensasi tubuh yang relatif berbeda sesuai perkembangan usia ( 1,6,7 ). Renjatan hipovolemik terjadi sebagai akibat berkurangnya volume darahintravaskular. Jenis renjatan ini merupakan yang paling banyak dijumpai dan merupakan penyebab kematian utama anak diseluruh dunia ( 6 20 juta kematian tiap tahun ), meskipun penyebab hipovolemia diberbagai negara berbeda beda ( 1,2,7 ). Di negara berkembang penyebab utama hipovolemia adalah diare akut dan demam berdarah dengue, sedang dinegara maju penyebab utama hipovolemia adalah perdarahan akibat trauma ( 2,7 ). Di IRD RSUD dr Sutomo 6 8% dari sekitar 5000 - 6000 kunjungan penderita anak setiap tahunnya mengalami renjatan hipovolemik dengan penyebab utama adalah diare akut dan demam berdarah dengue. Kehilangan cairan yang cepat dan banyak menurunkan preload ventrikel sehingga terjadi penurunan isi sekuncup dan curah jantung sehingga terjadi penurunan hantaran oksigen kejaringan tubuh. Pada renjatan karena perdarahan selain terjadi penurunan cardiac output juga terjadi pengurangan hemoglobin sehingga transport dari oksigen kejaringan makin berkurang. Penyebab renjatan hipovolemi adalah : 1. Kehilangan cairan dan elektrolit : Diare, Muntah Diabetes Insipidus Heat stroke Renal loss Luka bakar 2. Perdarahan : Perdarahan internal : Ruptura hepar/lien Trauma jaringan lunak Fraktura tulang panjang Perdarahan saluran cerna ( Ulkus peptikum,Divertikulum Meckel, sindroma Mallory Weis dsb ) Kelainan hematologis

Upload: agus-haryanto

Post on 25-Jun-2015

889 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: Renjatan pada anak

1

RENJATAN HIPOVOLEMIK PADA ANAK

A.Latief Aziz

Departemen/SMF Ilmu Kesehatan Anak

Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga / RSU Dr. Soetomo

Surabaya

PENDAHULUAN

Renjatan adalah diagnosis klinis yang terjadi karena berbagai sebab. Renjatan merupakan gawat darurat medik dengan morbiditas dan mortalitas tinggi ( > 20% ) yang membutuhkan penanganan segera ( 1 ).

Kelambatan penanganan dapat menyebabkan kematian atau terjadinya gejala sisa. Sampai saat ini belum ada kesepakatan mengenai batasan yang tepat dari renjatan, namun para sarjana pada umumnya sependapat bahwa renjatan adalah sindroma klinis akibat kegagalan sistim sirkulasi dalam memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi jaringan baik pasokan maupun penggunaannya dalam metabolisme selluler jaringan tubuh ( 1,2,3,4,5,6,7 ).

Gejala awal renjatan pada anak tidak sama dengan dewasa karena fungsi organ dan kemampuan kompensasi tubuh yang relatif berbeda sesuai perkembangan usia ( 1,6,7 ).

Renjatan hipovolemik terjadi sebagai akibat berkurangnya volume darahintravaskular. Jenis renjatan ini merupakan yang paling banyak dijumpai dan merupakan penyebab kematian utama anak diseluruh dunia ( 6 – 20 juta kematian tiap tahun ), meskipun penyebab hipovolemia diberbagai negara berbeda beda ( 1,2,7 ).

Di negara berkembang penyebab utama hipovolemia adalah diare akut dan demam berdarah dengue, sedang dinegara maju penyebab utama hipovolemia adalah perdarahan akibat trauma ( 2,7 ).

Di IRD RSUD dr Sutomo 6 – 8% dari sekitar 5000 - 6000 kunjungan penderita anak setiap tahunnya mengalami renjatan hipovolemik dengan penyebab utama adalah diare akut dan demam berdarah dengue.

Kehilangan cairan yang cepat dan banyak menurunkan preload ventrikel sehingga terjadi penurunan isi sekuncup dan curah jantung sehingga terjadi penurunan hantaran oksigen kejaringan tubuh. Pada renjatan karena perdarahan selain terjadi penurunan cardiac output juga terjadi pengurangan hemoglobin sehingga transport dari oksigen kejaringan makin berkurang. Penyebab renjatan hipovolemi adalah :

1. Kehilangan cairan dan elektrolit : Diare, Muntah Diabetes Insipidus Heat stroke Renal loss Luka bakar

2. Perdarahan :

Perdarahan internal : Ruptura hepar/lien Trauma jaringan lunak Fraktura tulang panjang Perdarahan saluran cerna

( Ulkus peptikum,Divertikulum Meckel, sindroma Mallory Weis dsb )

Kelainan hematologis

Page 2: Renjatan pada anak

2

Perdarahan eksternal : Trauma

3. Kehilangan plasma : Luka bakar Sindroma nefrotik Obstruksi ileus Demam berdarah dengue Peritonitis

Penyebab lain dari renjatan hipovolemi adalah kebocoran kapiler ( capillary leak syndrome ), cairan intravaskular keluar kejaringan seperti luka bakar, sepsis, penyakit-penyakit keradangan lain, pada keadaan ini anak nampak sembab meski sebenarnya anak ini kekurangan cairan intravaskular ( 2,7).

PATOFISIOLOGI

Patofisiologi sangat berhubungan dengan penyakit primer penyebab renjatan. Namun secara umum bila terjadi penurunan tekanan darah maka tubuh akan mengadakan respon untuk mempertahankan sirkulasi dan perfusi yang adekuat organ-organ vital melalui refleks neurohumoral. ( 1,2,5,6,7,8 ). Integritas sirkulasi tergantung pada volume darah yang beredar, tonus pembuluh darah dan sistim pompa jantung. Gangguan dari salah satu fungsi tersebut dapat menyebabkan terjadinya renjatan. Bila terjadi hipovolemi maka mekanisme kompensasi yang terjadi adalah melalui ( 1,2,6,7 ) :

1. Baroreseptor Reseptor ini mendapat rangsangan dari perubahan tegangan dalam pembuluh darah. Bila terjadi penurunan tekanan darah maka rangsangan terhadap baroreseptor akan menurun, sehingga rangsangan yang dikirim baroreseptor kepusat juga berkurang sehingga akan terjadi : - Penurunan rangsangan terhadap cardioinhibitory centre. - Penurunan hambatan terhadap pusat vasomotor Akibat dari kedua hal tersebut maka akan terjadi vasokonstriksi dan takikardia. Baroreseptor ini terdapat di sinus caroticus, arcus aorta, atrium kiri dan kanan, ventrikel kiri dan dalam sirkulasi paru. Baroreseptor sinus caroticus merupakan baroreseptor perifer yang paling berperan dalam pengaturan tekanan darah.

2. Kemoreseptor Respon baroreseptor mencapai respon maksimal bila tekanan darah menurun sampai 60

mm Hg. Bila tekanan darah menurun dibawah 60 mm Hg maka yang bekerja adalah kemoreseptor yang terangsang bila terjadi hipoksia dan asidosis jaringan. Akibat rangsangan kemoreseptor ini adalah vasokonstriksi yang luas dan rangsangan pernafasan.

3. Cerebral Ischiemic Receptor Bila aliran darah ke otak menurun sampai < 40 mm Hg maka akan terjadi symphathetic

discharge massif. Respon dari reseptor di otak ini lebih kuat dari respon reseptor perifer.

4. Respon Humoral Bila terjadi hipovolemia/hipotensi maka tubuh akan mengeluarkan hormon-hormon stres seperti epinefrin,glukagon,kortisol yang merupakan hormon yang mempunyai efek kontra

Page 3: Renjatan pada anak

3

dengan insulin.Akibat dari pengeluaran hormon ini adalah terjadi takikardia, vasokonstriksi dan hiperglikemia. Vasokonstriksi diharapkan akan meningkatkan tekanan darah perifer dan preload, volume sekuncup dan curah jantung.Sekresi ADH oleh hipofise posterior juga meningkat sehingga pengeluaran air dari ginjal dapat dikurangi.

5. Retensi air dan garam oleh ginjal Bila terjadi hipoperfusi ginjal maka akan terjadi pengeluaran renin oleh yuxtaglomerular aparatus yang merubah angiotensinogen menjadi angiotensin I.Angiotensin I ini oleh Angiotensin convertizing enzyme dirubah menjadi angiotensin II yang mempunyai sifat :

- Vasokonstriktor kuat. - Merangsang pengeluaran aldosteron sehingga meningkatkan reabsorbsi natrium di tubulus ginjal. - Meningkatkan sekresi vasopresin

Gb. 1. Refleks kardiovaskular pada hipotensi

Volume sirkulasi

Preaload

Volume sekuncup

Curah jantung

Baroreseptor, kemoreseptor, cerebral ischemic receptor Cardio inhibitory center dihambat Aktivasi cardiostimulatory center

Output simpatetik meningkat Output parasimpatik menurun

Heart rate , kontraktilitas otot jantung Vasokonstriksi

Ginjal Angiotensin, Vasopressin, Aldosteron

6. Autotransfusi

Autotransfusi adalah suatu mekanisme didalam tubuh untuk mempertahankan agar volume dan tekanan darah tetap stabil. Dalam keadaan normal terdapat keseimbangan

Page 4: Renjatan pada anak

4

antara jumlah cairan intravaskular yang keluar ke ekstravaskular atau sebaliknya.Hal ini tergantung pada keseimbangan antara tekanan hidrostatik dan tekanan onkotik intravaskular dan ekstravaskular serta pada keadaan dinding pembuluh darah.Pada keadaan hipovolemi maka tekanan hidrostatik intravaskular akan menurun maka akan terjadi aliran cairan dari ekstra ke intravascular sehingga tekanan darah dapat dipertahankan.Hal ini tergantung dari kecepatan hilangnya cairan, bila proses hilangnya cairan tubuh cepat maka proses ini tidak akan mampu menaikkan tekanan darah.

Gb.2. Proses autotransfusi pada renjatan.

1. Tekanan darah turun, terjadi vasokonstriksi 2. Kontraksi sphincter pre dan post kapiler 3. Volume darah berkurang, aliran darah yang lewat lebih cepat 4. Cairan interstitial dihisap masuk kembali kedalam sirkulasi

Akibat dari semua ini maka akan terjadi :

Vasokonstriksi yang luas Vasokonstriksi yang paling kuat terjadi pada pembuluh darah skeletal, sphlanchnic dan kulit,sedang pada pembuluh darah otak dan coronaria tidak terjadi vasokonstriksi, bahkan aliran darah pada kelenjar adrenal meningkat sampai 300% sebagai usaha kompensasi tubuh untuk meningkatkan respon katekolamin pada renjatan ( 2 Vasokonstriksi ini menyebabkan suhu tubuh perifer menjadi dingin dan kulit menjadi pucat.Sebagai akibat vasokonstriksi maka tekanan diastolik akan meningkat pada fase awal, sehingga tekanan nadi menyempit, tapi bila proses berlanjut keadaan ini tidak dapat dipertahankan dan tekanan darah akan semakin menurun sampai tidak terukur.

Takikardia

Iskemia jaringan akan menyebabkan metabolisme anaerobik dan terjadi asidosis metabolik.

Hipovolemia menyebabkan aliran darah menjadi lambat sehingga kesempatan pertukaran O2 dan CO2 dari dan kedalam pembuluh darah lebih lama dan akibatnya terjadi perbedaan yang lebih besar antara tekanan O2 dan CO2 arteri dan vena.Akibat dari hipoksia dan berkurangnya nutrisi kejaringan maka metabolisme menjadi metabolisme anaerobik yang tidak efektif dan hanya menghasilkan 2 ATP dari setiap 1 molekul glukosa. Pada metabolisme aerobik dengan oksigen dan nutrisi yang cukup tiap pemecahan 1 molekul glukosa akan menghasilkan 36 ATP. Akibat dari metabolisme anerobik ini adalah terjadi penumpukan asam laktat dan pada akhirnya metabolisme tidak mampu lagi menyediakan energi yang cukup untuk mempertahankan homoeostasis selluler, terjadi kerusakan pompa ionik dinding sel, natrium masuk kedalam sel dan kalium keluar sel dan terjadi akumulasi kalsium dalam sitosol, terjadi udema dan kematian sel. Pada akhirnya terjadi banyak kerusakan sel organ organ tubuh atau

Page 5: Renjatan pada anak

5

terjadi kegagalan organ multipel ( multiple organ failure ) dan renjatan yang irreversibel

DIAGNOSIS Renjatan adalah diagnosis klinis jadi tidak ada diagnosis bandingnya, diagnosis banding hanya terhadap penyebab renjatan( 2,6,7 ). Diagnosis renjatan pada stadium dini sangat penting untuk berhasilnya suatu pengobatan, namun sering kali hal ini tidak mudah. Karena itu sangat penting adalah kewaspadaan terhadap kemungkinan terjadinya renjatan pada penderita dengan resiko tinggi. Pada penderita dengan resiko tersebut kita lakukan pemantauan yang lebih ketat sehingga dapat dilakukan tindakan lebih dini bila terdapat tanda-tanda renjatan. Diagnosis renjatan pada bayi dan anak kadang-kadang sulit, tanda-tanda renjatan berat dengan gejala yang jelas seperti nadi yang lemah atau tidak teraba, akral dingin dan sianosis mudah dikenal, tapi pada compensated shock dimana tekanan darah sentral masih dapat dipertahankan seringkali diagnosis renjatan sulit ditegakkan ( 2,6,7 ). Pengambilan anamnesis yang baik dan benar sangat penting untuk menegakkan diagnosis etiologis dari renjatan, seperti adanya muntah dan diare akan mengarahkan kita pada renjatan hipovolemik, trauma atau pasca operasi kemungkinan menjadi penyebab renjatan hipovolemik karena perdarahan. Pada neonatus, panas pada ibu waktu melahirkan, ketuban pecah prematur ( KPP ), perdarahan intrapartum atau distres fetal dapat membantu memperkirakan penyebab syok pada bayi. Manifestasi klinis renjatan tergantung pada :

- Penyakit primer penyebab renjatan - Kecepatan dan jumlah cairan yang hilang - Lama renjatan serta kerusakan jaringan yang terjadi - Tipe dan stadium renjatan

Stadium renjatan Secara klinis perjalanan renjatan dapat dibagi dalam 3 fase yaitu ( 1,5,6,7,9 ) :

1. Fase kompensasi 2. Dekompensasi 3. Ireversibel

Fase kompensasi Pada fase ini fungsi organ-organ vital masih dapat dipertahankan melalui mekanisme kompensasi tubuh dengan meningkatkan aktivitas simpatik yaitu meningkatkan tahanan sistemik, terjadi distribusi selektif aliran darah dari organ perifer yang tidak vital ke organ vital seperti jantung, paru dan otak. Tekanan darah sistolik tetap normal, sedang tekanan darah diastolik meningkat akibat meningkatnya tahanan arteriol dan tekanan nadi menyempit. Untuk memenuhi curah jantung maka frekuensi denyut jantung juga meningkat. Selain itu terjadi kompensasi hormonal dengan pengeluaran vasopressin, renin-angiotensin dan aldosteron akan mempengaruhi ginjal menahan pengeluaran natrium dan air.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan ( 5,6,7 8 ) : - Nadi cepat. - Anak tampak pucat, dingin dan kulitnya lembab - Suhu permukaan tubuh menurun

Page 6: Renjatan pada anak

6

Perbedaan antara suhu tubuh sentral (core temperature) dengan suhu kulit meningkat > 2oC

- Pengisian kembali kapiler ( Capillary refill time ) memanjang. Cara pengukurannya adalah dengan menekan ujung kuku atau jaringan lunak lain

selama 5 detik, kemudian dilepas maka daerah yang pucat akan segera merah kembali dalam waktu kurang dari 2 detik. Pada renjatan fase kompensasi CRT memanjang tidak > 3 detik.

- Anak menjadi gelisah atau apatis Fase dekompensasi Pada fase ini mekanisme kompensasi tubuh mulai gagal mempertahankan curah jantung dan sistem sirkulasi menjadi tidak efisisen lagi. Jaringan tidak mendapat oksigen yang cukup, metabolisme berlangsung secara anaerobik, sehingga terjadi pembentukan asam laktat dan asam asam lain sehingga terjadi asidosis metabolik. Asidosis semakin berat dengan terbentuknya asam karbonat intraselular akibat ketidak mampuan sirkulasi mengeluarkan CO2

( 5,6,7 ) . Asidosis akan menghambat kontraktilitas otot jantung dan resisten terhadap katekolamin. Selain dari itu asidosis akan menyebabkan terganggunya mekanisme energy dependent Na-K pump ditingkat selular, sehingga integritas membran sel terganggu, fungsi mitokondria dan lisosom memburuk sehingga akhirnya akan menyebabkan kematian sel. Aliran darah yang lambat dan kerusakan reaksi rantai kinin dan sistem koagulasi dapat memperberat renjatan dengan timbulnya agregasi trombosit dan pembentukan trombus disertai tendensi perdarahan. Juga terjadi pelepasan mediator vaskular seperti histamin, serotonin, sitokin ( TNF = tumor necrosis factor dan interleukin 1 ), xanthin oxydase yang dapat membentuk oksigen radikal serta PAF ( platelets activating factors ). Sesungguhnya pelepasan mediator ini adalah reaksi normal tubuh terhadap stress atau injury, pada renjatan yang berlanjut justru dapat memperburuk keadaan karena akan menyebabkan vasodilatasi arteriol dan meningkatkan permeabilitas kapiler dengan akibat makin berkurangnya cairan yang kembali ke jantung ( preload ) disertai depresi miokard. Manifestasi klinis yang timbul adalah : - Takikardia bertambah

- Tekanan darah anak menurun dibawah harga normal. - Perfusi perifer memburuk, kulit/akral dingin, biru/mottled, capillary refill makin lama. - Oliguria sampai anuria. - Asidosis, pernafasan cepat dan dalam ( Kusmaull ). - Kesadaran makin menurun.

Renjatan Ireversibel Kegagalan mekanisme tubuh menyebabkan renjatan terus berlanjut sehingga terjadi kerusakan/ kematian sel dan disfungsi organ-organ lain ( disfungsi multi organ ), cadangan fosfat energi tinggi ( ATP ) akan habis terutama di jantung dan hati, sedang sintesa ATP baru hanya 2 %/ jam, sehingga tubuh akan kehabisan energi. Pada keadaan ini kematian akan terjadi meskipun sistem sirkulasi dapat diperbaiki. Diagnosis renjatan irreversible adalah retrospektif, artinya diagnosis dibuat sesudah penderita meninggal akibat kerusakan yang ekstensif dari organ-organ tubuh yang menyebabkan kerusakan multi organ dan kematian. Manifestasi klinis berupa tekanan darah tidak terukur, nadi tidak teraba, koma dalam, anuria dan tanda-tanda kegagalan organ-organ lain.

Page 7: Renjatan pada anak

7

Tabel 1. Manifestasi klinis renjatan ( 5,6 )

Tanda klinis Kompensasi Dekompensasi Ireversibel

Blood loss ( % ) sampai 25 25 - 40 > 40

Heart rate takikardia + Takikardia ++ Taki/bradikardia

Tek. Sistolik Normal Normal/menurun tdk terukur

Nadi ( volume ) Normal/menurun Menurun + Menurun ++

Capillary refill Normal/meningkat 3-5 detik Meningkat > 5detik Meningkat ++

Kulit Dingin, pucat Dingin/mottled dingin+/deadly pale

Pernafasan takipneu takipneu + sighing respiration

Kesadaran gelisah lethargi reaksi – atau hanya

bereaksi thd nyeri

Tabel 2. Frekuensi jantung dan nafas pada anak normal

Umur Frekuensi jantung Frekuensi jantung Frekuensi nafas ( bangun ) ( tidur )

Bayi 120 – 160/ menit 80 – 180/ menit 30 – 60/ menit

1 - 3 tahun 100 - 140 70 – 120 24 – 40

Prasekolah ( 3 – 6 th )80 - 110 60 - 90 22 – 34

Sekolah ( 6 – 12 th )75 - 100 60 - 90 18 – 30

Remaja 60 - 90 50 - 90 12 – 16

Tabel 3. Curah jantung pada anak

Umur Curah jantung ( l/m ) Freq (kali/ ) Volume sekuncup ( ml/kali ) Baru lahir 0,8 – 1,0 145 5

6 bulan 1,0 – 1,3 120 10

1 tahun 1,3 – 1,5 115 13

2 tahun 1,5 – 2,0 115 18

4 tahun 2,3 – 2,75 105 27

5 tahun 2,5 – 3,0 95 31

8 tahun 3,4 – 3,6 83 42

10 tahun 3,8 – 4,0 75 50

15 tahun 6,0 70 85

Page 8: Renjatan pada anak

8

Tabel 4. Tekanan Darah

Umur Sistolik Diatolik

Neonatus 85 – 100 51 – 65

Bayi ( 6 bulan ) 87 – 105 53 – 66

Todler ( 2 tahun ) 95 – 105 53 – 66

Sekolah ( 7 tahun ) 97 – 112 57 – 71

Remaja ( 15 tahun ) 112 – 128 66 – 80

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

1. Hemoglobin dan hematokrit ( 1, 2, 7 ) Pada fase awal renjatan karena perdarahan kadar Hb dan hematokrit masih tidak

berubah,kadar Hb dan hematokrit akan menurun sesudah perdarahan berlangsung lama,karena proses autotransfusi. Hal ini tergantung dari kecepatan hilangnya darah yang terjadi. Pada renjatan karena kehilangan plasma atau cairan tubuh seperti pada demam berdarah dengue atau diare dengan dehidrasi akan terjadi hemokonsentrasi.

2. Urin

Produksi urin menurun, lebih gelap dan pekat. Berat jenis urin meningkat > 1,020 Sering didapat adanya proteinuria dan toraks.

3. Pemeriksaan gas darah PH, PaO2 ,PaCO2 dan HCO3 darah menurun.

Bila proses berlangsung terus maka proses kompensasi tidak mampu lagi dan akan mulai tampak tanda-tanda kegagalan dengan makin menurunnya pH dan PaO2 dan meningkatnya PaCO2 dan HCO3. Terdapat perbedaan yang lebih jelas antara PO2 & PCO2 arterial dan vena.

4. Pemeriksaan elektrolit serum

Pada renjatan seringkali didapat adanya gangguan keseimbangan elektrolit seperti hiponatremia, hiperkalemia dan hipokalsemia terutama pada penderita dengan asidosis.

5. Pemeriksaan fungsi ginjal Pemeriksaan BUN dan kreatinin serum penting pada renjatan terutama bila ada tanda-tanda gagal ginjal.

6. Pemeriksaan mikrobiologi yaitu pembiakan kuman dilakukan hanya pada penderita penderita yang dicurigai.

7. Pemeriksaan faal hemostasis 8. Pemeriksaan-pemeriksaan lain yang diperlukan untuk menentukan penyakit primer

penyebab.

Page 9: Renjatan pada anak

9

PENATALAKSANAAN Tujuan pengobatan adalah ( 12,5,6,7,8,9,10,11 ) :

- Optimalisasi perfusi jaringan dan organ vital - Mencegah dan memperbaiki kelainan metabolik yang timbul sebagai akibat

hipoperfusi jaringan

Tatalaksana

1. Bebaskan jalan nafas, berikan oksigen, kalau perlu bisa diberikan ventilatory support 2. Pasang akses vaskular secepatnya ( dalam 60 - 90 detik ) untuk resusitasi cairan,

berikan cairan secepatnya. Hampir pada setiap jenis renjatan terjadi hipovolemia baik hipovolemia absolut atau relatif sehingga terjadi penurunan preload, karena itu terapi cairan pada renjatan sangat penting. Anak lebih jarang mengalami overload cairan dibanding dewasa sehingga terapi renjatan paling tepat adalah pemberian cairan dengan cepat dan agresif yaitu pemberian kristaloid atau koloid 20 ml/kg BB dalam 15– 20 menit secara intravena. Pemberian cairan ini dapat diulang 2 – 3 kali, kalau masih belum berhasil bisa diberi plasma atau darah( 6,7,10,). Bila akses intravena sulit didapat pada anak balita bisa dilakukan pemasangan akses intraosseous didaerah pretibia. Pemberian secara intra osseus ini cukup baik dan selain untuk pemberian cairan bisa digunakan juga untuk pemberian obat-obatan. Kesulitannya adalah cairan kadang - kadang tidak bisa dengan cepat masuk, dalam keadaan seperti ini untuk mempercepat masuknya cairan dapat diberikan tekanan. Pada renjatan yang berat atau sepsis pemberian cairan bisa mencapai > 60 ml/kg BB dalam 1 jam pertama. Carcillo dalam penelitiannya pada renjatan septik mendapatkan bahwa kelompok penderita yang mendapat cairan > 65 ml/kg BB dalam 1 jam pertama mempunyai survival rate yang lebih baik disbanding kelompok yang mendapat cairan 40 ml/kg BB dalam 1 jam ( 10 ). Pengecualian terhadap pemberian cairan agresif ini adalah penderita-penderita dengan renjatan kardiogenik. Bila resusitasi cairan sudah mencapai 2 – 3 kali dimana jumlah cairan yang diberikan sudah mencapai 40-60% dari volume darah telah diberikan tapi belum ada respon yang adekuat, maka dilakukan tindakan intubasi dan bantuan ventilasi. Evaluasi hasil analisis gas darah dan koreksi asidosis metabolik yang terjadi bila pH < 7,15. Bila masih tetap hipotensi atau nadi tidak teraba sebaiknya dipasang kateter vena sentral (CVP) untuk pemberian resusitasi dan pemantauan status cairan tubuh. Evaluasi kembali kenaikan CVP setelah pemberian cairan secara berhati-hati.

3. Inotropik

Inotropik mempunyai efek kontraktilitas dan efek terhadap pembuluh darah yang bervariasi terhadap tahanan vaskular, sebagian menyebabkan vasokonstriksi (epinefrin, norepinefrin) sebagian lainnya menyebabkan vasodilatasi ( dopamine, dobutamin, melrinon ). Meskipun banyak digunakan tetap harus diingat bahwa penggunaan yang tidak tepat bisa memperjelek keadaan karena penggunaan inotropik dapat meningkatkan kebutuhan oksigen miokard yang dapat memperberat fungsi miokard dengan perfusi yang sudah terbatas. Efek vasokonstriksi juga akan memperberat ischemia mikrovaskulatur dan akan memperjelek perfusi organ-organ perifer. Indikasi pemberian inotropik :

Page 10: Renjatan pada anak

10

- Renjatan kardiogenik - Renjatan refrakter terhadap pemberian cairan

Dopamin : Mempunyai efek campuran yaitu sebagai inotropik dan vasodilatsi pada end organ pada dosis rendah ( 2 – 5 µg/kg BB/ menit ). Pada dosis 5 - 10 µg/kg BB/ menit meningkatkan kontraktilitas miokard dan curah jantung, dan meningkatkan konduksi jantung ( meningkatkan rate ). Pada dosis > 10 - 20 µg/kg BB/ menit mempunyai efek terhadap reseptor alfa (α agonis) sehingga dapat menyebabkan vasokonstriksi dan meningkatkan tekanan darah sentral. Epinephrine : Mempunyai efek terhadap reseptor α dan β, meningkatkan kontraktilitas otot jantung dan menyebabkan vasokonstriksi perifer, ini akan meningkatkan tekanan darah sentral tapi aliran darah perifer berkurang. Dosis : 0,1 µg/kg BB/ menit IV, dosis bisa ditingkatkan secara bertahap sampai efek yang diharapkan, pada kasus-kasus berat bisa sampai mencapai 2-3 µg/kg BB/ menit Dobutamin : Efek utama adalah β1-agonis yaitu meningkatkan kontraktilitas miokard. Juga mempunyai sedikit efek β2 agonis yaitu vasodilatasi sehingga bisa menurunkan resistensi vascular dan afterload dan memperbaiki fungsi jantung, karena itu dobutamin sangat cocok pada renjatan kardiogenik. Dosis 5 µg/kg BB/ menit IV, dapat ditingkatkan bertahap sampai mencapai 20 µg/kg BB/ menit Norepinephrine Terutama mempunyai efek α agonis ( menyebabkan vasokonstriksi ) dan sedikit efek β1-agonis, Dosis : 0,1 µg/kg BB/ menit IV dosis dapat ditingkatkan sampai efek yang diharapkan tercapai ( dosis seperti epinephrine ) Phosphodiesterase inhibitor : ( Inamrinone / amrinone dan Melrinone ) ( 7,10 ) Bekerjanya dengan cara meningkatkan c AMP sehingga dapat meningkatkan level kalsium intrasel yang pada akhirnya akan memperbaiki kontraktilitas otot jantung dan vasodilatasi perifer. Bermanfaat pada penderita renjatan dengan volume intravaskular cukup, tapi kontraktilitas otot jantung dan perfusi perifer jelek. Dosis : Inamrinone: 0,075 mg/kg/m dalam 2–3 menit, dilanjutkan d 5-10 mg/kgBB/menit IV. Melrinone : 25 - 50 µg/kg BB dalam 10 menit dilanjutkan 0,375 -0,75 µg/kg/menit IV Kortikosteroid : ( 7,10 )

Penggunaan kortikosteroid padn renjatan masih merupakan kontroversi. Kortikosteroid hanya diberikan pada renjatan berat yang resistance terhadap cathecolamine dan kecurigaan adanya insuffisiensi adrenal atau pada anak dengan penyakit yang mendapat steroid dalam waktu lama atau pada anak yang menderita kelainan hipofise atau adrenal. Walaupun penggunannya masih dalam perdebatan ,dari penelitian - penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa pemberian kortikosteroid pada renjatan memberikan

Page 11: Renjatan pada anak

11

hasil yang cukup baik. Kortikosteroid yang diberikan adalah hidrokortison dengan dosis tinggi yaitu 25 kali dosis stress. Dosis hidrokortison untuk renjatan ( shock dose ) adalah 50 mg/kg BB IV bolus dilanjutkan dengan dosis yang sama dalam 24 jam secara continous infusion ( 10 ) Kortikosteroid pada renjatan dapat memperbaiki fungsi sirkulasi melalui : 1. Bekerja sebagai adrenergic blocking agent sehingga bisa menurunkan tahanan perifer 2. Mencegah aktivasi komplemen dan proses koagulasi 3. Mencegah pengeluaran mediator vasoaktif 4. Mempunyai efek inotropik 5. Menstabilisasi dinding sel dan membran lisosom

Renjatan T Nadi cepat-lemah Akral dingin Capillary refill time > 3 dtk Kesadaran

A B C RL/Kolloid 20 ml/kg BB/ 10 menit Dapat dinaikkan sp mencapai 60 ml/kgBB dalam 1 jam

Koreksi hipoglikemi,hipokalsemia

Respon - ( Fluid refractory shock )

Respon + Pasang C V P Dopamin T normal Capillary refill < 2 dtk Urine > 1 ml/kg/jam Akral hangat

Respon -

Fluid refractory - Dopamin resistant shock Epinephrine Observasi I C U Norepinephrine Vasodilator SaO2 Glukosa darah, Ca++ Gas darah Cathecolamine resistance shock ECG monitor

Resiko insufisiensi Adrenal + Resiko insuf Adrenal - Hidrokortison + Hidrokortison -

Page 12: Renjatan pada anak

12

Pemantauan

Nilai respon penderita terhadap pemberian cairan dengan memantau status kardiovaskular, tanda vital dan perfusi perifer. Dengan meningkatkan preload diharapkan kontraktilitas otot jantung meningkat, curah jantung bertambah sehingga sirkulasi dapat diperbaiki kembali. Pasang kateter urin untuk menilai respon perbaikan sirkulasi dengan memantau produksi urin. Ambil pemeriksaan urin dan darah untuk menilai gambaran darah tepi, analisis gas darah, kadar glukosa dan elektrolit. Evaluasi apakah efek inotropik negatif yang terjadi pada renjatan sudah dikoreksi, sebelum pemberian inotropik dimulai. Obat-obat vasoaktif diberikan bila diyakini sudah tidak ada lagi hipovolemi dan oksigenasi telah adekuat. Bila kadar Hb kurang dari 5 g/dl, koreksi dengan pemberian PRC ( 10 ml/kgBB ). Usahakan agar kadar Hb lebih besar dari 10 g/dl. Cari penyebab renjatan lainnya yang mungkin terjadi ( perdarahan akibat trauma tumpul abdomen, pneumotoraks, renjatan kardiogenik, tamponade jantung dll ). Foto torak dilakukan secepatnya bila kondisi klinis stabil, konsultasi bedah bila diperlukan. Setelah restorasi cairan dilakukan, berbagai kemungkinan komplikasi yang bisa terjadi akibat renjatan perlu dievaluasi untuk tatalaksana lanjutan.

- Gagal ginjal akut : periksa kadar ureum kreatinin dan fraksi ekskresi natrium. - ARDS ( acute respiratory distress syndrome/ shock lung ):

Udema dan kerusakan jaringan paru dapat terjadi pasca renjatan, bantuan ventilasi mekanik dengan pemberian PEEP mungkin diperlukan.

- Depresi miokard – gagal jantung - Gangguan koagulasi/pembekuan

Akibat lanjut renjatan dapat timbul DIC ( Disseminated intravascular coagulation), keadaan ini perlu dicermati bila timbul kecenderungan perdarahan. Untuk menegakkan diagnosis dilakukan pemeriksaan gangguan pembekuan/masa perdarahan ( BT/CT, PT/PTT, FDP, trombosit, D-Dimer )

- SSP dan Organ lain Evaluasi gejala sisa SSP sangat penting, mengingat organ ini sangat sensitif terhadap hipoksia yang dapat terjadi pada renjatan berkepanjangan ( prolonged shock ). Demikian pula organ-organ lainnya seperti hati dan saluran cerna harus juga dipantau.

- Renjatan irreversible. Kepustakaan

1. Kline JA. Shock. In: Marx JA, Hockberger RS, Wall RM eds. Rosen’s Emergency Medicine : Concepts and clinical practice 5th ed.St Louis : Mosby, 2002; 34-47

2. Tobin JR,Wetzel R C . Shock. In : Rogers MC, ed. Textbook of Pediatric Intensive Care. Baltimore: William & Wilkins, 1996; 555-605

3. Beckman RA, Hafkel AJ. Shock. In : Grossman H, Dieckman RA eds. Pediatric Emergency medicine. Philadelphia: JB Lippincott, 1991; 47 – 52.

4. Hinds CJ. Shock. In : Hind CJ ed. Intensive Care a Concise textbook. Eastbourne, Eastsussex : Balliere Tidall,1987; 128 – 59

5. Advance pediatric life support, the practical approach : shock ( chapter 10 ) 2nd ed. Advance life support group, BMG Publisher, London, 1997.

6. Shinsa KS, Donn S. Shock and Hypotension in the Newborn. Updated June 6, 2002. http://www.emedicine.com/ped/topic2768.htm

Page 13: Renjatan pada anak

13

7. Schwarz A, Hilfiker ML. Shock. Updated October 19,2004 http://www.emedicine.com/ped/topic3047.htm 8. Sendel J, Scherung A, Salzberg D. Shock. In : Crain EF, Gershel JC. Clinical Manual

of Emergency Pediatrics, 4th ed. NewYork : McGraw-Hill, 2003; 18-22. 9. Gould SA, Sehgal LR, Sehgal HL, Moss GS. Hypovolemic shock. Crit Care Clin

1993;9 (2): 239-49 10. Carcillo JA, Fields AI. Clinical practice parameters for hemodynamic supports of

pediatrics and neonatal patients in septic shock. Crit Care Med 2002, 30 ( 6 ): 1365 - 78

11. Carcillo JA. Management of pediatric septic shock. In : Holbrook PR.ed. Textbook of pediatric critical care. Philadelphia: WB Saunders, 1993; 114 – 42