pbl 12 - sindrom renjatan dengue ( dss )

35
Sindrom Renjatan Dengue Jeffry Rulyanto Simamora 10.2011.414 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara no. 6 Jakarta Barat [email protected] A. Pendahuluan Dengue shock syndrome (DSS) a tau yang dikenal juga sebagai sindrom renjatan dengue adalah syok yang terjadi pada penderita Demam Berdarah Dengue. Dengue Shock Syndrome bukan saja merupakan suatu permasalahan kesehatan masyarakat yang menyebar dengan luas dan tiba-tiba, tetapi juga merupakan suatu permasalahan klinis, karena 30-50% penderita demam berdarah dengue akan mengalami renjatan dan berakhir dengan kematian terutama bila tidak ditangani se c ara dini dan adekuat . 1 B. Pembahasan 1. Pemeriksaan a. Anamnesis 1

Upload: jeffry-simamora

Post on 22-Dec-2015

22 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

DSS

TRANSCRIPT

Page 1: PBL 12 - Sindrom Renjatan Dengue ( DSS )

Sindrom Renjatan Dengue

Jeffry Rulyanto Simamora

10.2011.414

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara no. 6 Jakarta Barat

[email protected]

A. Pendahuluan

Dengue shock syndrome (DSS) atau yang dikenal juga sebagai

sindrom renjatan dengue adalah syok yang terjadi pada penderita Demam

Berdarah Dengue. Dengue Shock Syndrome bukan saja merupakan suatu

permasalahan kesehatan masyarakat yang menyebar dengan luas dan tiba-tiba,

tetapi juga merupakan suatu permasalahan klinis, karena 30-50% penderita

demam berdarah dengue akan mengalami renjatan dan berakhir dengan

kematian terutama bila tidak ditangani secara dini dan adekuat.1

B. Pembahasan

1. Pemeriksaan

a. Anamnesis

Pada setiap anamnesis selalu ditanyakan identitas pasien terlebih

dahulu. Indentitas pasien meliputi nama, tanggal lahir, umur, suku,

agama, alamat, pendidikan dan pekerjaan. Setelah itu dapat ditanyakan

pada pasien apa keluhan utama dia datang. Kemungkinan arah

working diagnosis pada demam berdarah ditinjau bila pasien

menyatakan ia demam yang disertai dengan salah satu gejala demam

dengue seperti perdarahan intradermal (petikie dan ekimosis) ataupun

nyeri pada otot. Untuk menguatkan kemungkinan ke arah diagnosis

1

Page 2: PBL 12 - Sindrom Renjatan Dengue ( DSS )

terhadap penyakit demam berdarah maka ada beberapa pertanyaan

yang bisa diajukan pada pasien. Kemungkinan pertanyaan yang

diajukan ialah sebagai berikut :

1. Keluhan yang dialami seperti: demam, sakit kepala, nyeri pada

perut

2. Jenis demam yang dialami. Apakah demamnya menetap atau

naik-turun secara tiba-tiba., dan sudah berlangsung berapa lama

3. Apabila pasien datang dengan suhu tubuh yang menurun,

tanyakan

4. Apakah saat panas ia mengalami ruam (kemerah-merahan) pada

kulit dan apakah ruam itu hilang pada saat suhu tubuhnya turun.

Selain ruam juga dapat timbul bintik pada tempat tersebut.

5. Apakah pasien mengalami nyeri pada otot, terutama nyeri pada

otot perut dan matanya.

6. Apakah pasien mengalami gambaran klinis lain seperti mimisan,

buang air besar berwarna kehitaman, ataupun perdarahan lain

7. Apakah pasien pernah melakukan perjalanan ke tempat endemik

penyakit demam berdarah dalam kurun waktu masa inkubasi

demam berdarah (5-8 hari).

Riwayat keluarga dan kerabat yang berhubungan juga perlu

ditanyakan untuk menguatkan dugaan. Misalnya apakah ada kerabat

yang dalam kurun waktu belakangan ini mengalami penyakit demam

berdarah dan apakah ada kontak antara pasien dengan kerbabatnya

tersebut. Jika data-data dari pasien sudah lengkap untuk anamnesi,

maka dapat dilakukan pemeriksaan fisik untuk menunjang anamnesis

tadi.1

b. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah pemeriksaan denyut

nadi pasien. Nadi pada awalnya akan cepat dan kemudian kembali

normal, selanjutnya akan melambat pada hari 4 dan 5. Pada mata

pasien dapat juga dijumpai infeksi konjungtiva, lakrimasi,

fotophobia, serta pembengkakan. Dapat juga dijumpai bradikardi

2

Page 3: PBL 12 - Sindrom Renjatan Dengue ( DSS )

yang menetap selama beberapa hari dalam masa penyembuhan.

Selain itu pada pasien juga dijumpai kesulitan dalam buang air

besar dan lidah yang kotor. Terdapat juga gejala perdarahan pada

hari 3 dan 5 berupa ptekiae, purpura, ekimosis, hematemesis,

melena, dan epitaksis. Terdapat juga pembesaran hati dan nyeri

tekan yang tak sesuai dengan beratnya penyakit.

Pada dengue shock syndrome gejala renjatan umumnya

ditandai dengan kulit yang terasa lembab dan dingin. Terjadi pula

sianosis perifer pada ujung hidung, jari-jari tangan, dan kaki. Hal

ini juga disertai dengan penurunan tekanan darah. 3, 4

c. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan penunjang diperlukan untuk melengkapi

anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan yang dapat

dilakukan untuk mendekatkan ke arah diagnosis penyakit demam

berdarah ialah pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah

trombosit serta hapusan darah tepi untuk melihat gambaran limfosit

serta untuk menghitung jumlah leukosit.2

Selain pemeriksaan darah juga dapat dilakukan pemeriksaan

serologis. Deteksi pastinya ialah menggunakan teknik deteksi

antigen virus RNA dengue menggunakan teknik PCR, namun

teknik ini cukup rumit. Teknik lain yang dapat digunakan ialah

mendeteksi antobodi total, IgG maupun IgM. Selain pemeriksaan

darah, dapat pula dilakukan rontgen untuk melihat adanya

kemungkinan dilatasi pada pembuluh darah paru, efusi pleura,

kardiomegali, serta efusi perikard. Cairan dalam rongga peritonium

yang timbul sebagai akibat bocornya plasma juga dapat dilihat

dengan menggunakan USG.5

1. Pemeriksaan hematokrit

Infeksi sekunder pada kasus demam berdarah dengue dapat

menyebabkan terjadinya perubahan yang sangat kompleks dalam

tubuh manusia. Kompleks antibodi – virus yang terjadi dapat

mengaktifkan sistem koagulasi yang akan menghasilkan benang-

3

Page 4: PBL 12 - Sindrom Renjatan Dengue ( DSS )

benang fibrin, namun pada saat yang bersamaan akan

mengaktifkan sistem fibrinolisis yang menyebabkan pemcehan

benang fibrin menjadi FDP. Hal ini dapat memicu terjadinya

pendarahan dan dapat menyebabkan terjadinya tingkatan lanjutan

dari demam berdarah yaitu demam berdarah dengan renjatan

(shock). Hal ini akan berpengaruh pada peningkatan hematokrit

darah. Sebenarnya yang meningkat bukanlah jumlah sel darah

merah melainkan terjadi penurunan plasma. Dan hal ini ternyata

menyebabkan peningkatan hematokrit dalam kadar yang cukup

signifikan, yang dapat menjadi 20% dari keadaan normal.6

Pemeriksaan hematokrit menggunakan prinsip sentrifugasi

untuk mendapatkan endapan sel darah merah dalam jumlah yang

besar. Pemeriksaan ini dapat menggunakan cara makro dan cara

mikro. Pada cara makro tinggi kolom sel darah merah dibaca

dengan menggunakan skala yang tertera pada tabung pengukur

yang disebut dengan tabung Wintrobe. Tinggi kolom sel darah

merah tersebut menyatakan persentasi dari eritrosit. Sedangkan

cara mikro menggunakan tabung yang lebih kecil yang tidak

memiliki skala. Pembacaan skala menggunakan skala tersendiri

yang dicocokan dengan tinggi kolom eritrosit dalam darah.2,5

Nilai normal hematokrit ialah 40-48 volume % bagi pria dan

37-43 volume % bagi wanita. Pada demam berdarah dapat terjadi

peningkatan hematokrit dalam jumlah yang cukup berarti (60-70

volume %).

2. Leukosit

Leukosit secara normal terdapat dalam jumlah 5.000 –

10.000/µL darah. Penderita demam berdarah dapat mengalami

leukopenia ringan, namun hal ini umumnya dijumpai pada hari

pertama hingga hari ketiga dan bila dilakukan hitung jenis masih

bisa digolongkan dalam batas yang normal. Akan tetapi, pada

dengue shock fever dapat dijumpai neutropenia yang absolut.4

Lalu bagaimana cara menghitung jumlah leukosit tersebut? Ada

cara yang dapat digunakan dalam perhitungan sel darah tepi

4

Page 5: PBL 12 - Sindrom Renjatan Dengue ( DSS )

dengan cara mengambil sampel darah. Pada perhitungan ini alat

bantu yang disebut dengan pipet Thoma. Prinsipnya ialah sel darah

diambil dalam jumlah tertentu kemudian diambil cairan pengencer,

dalam hal ini ialah larutan Turk. Larutan ini dapat melisiskan sel

darah merah sehingga yang terlihat pada mikroskop hanya sel

darah putih/leukosit. Cairan pengencer ini dicampur dengan darah.

Bila darah diambil hingga skala 1 sedangkan pengencer diisi

hingga angka 11, maka pengenceran yang terjadi ialah sebesar 10

kali. Sedangkan bila darah yang terambil jumlahnya hanya

mencapai skala 0,5 sedangkan pengencer diisi hingga angka 11,

maka pengenceran terjadi sebanyak 20 kali. Setelah itu darah akan

diteteskan pada alat bantu pembaca yang disebut sebagai kamar

hitung Improved Neubauer.6

Gambar 1 : Kamar Hitung Improver Neubauer

Pada kamar ini yang digunakan adalah empat kotak besar 1 x 1

mm yang terdapat pada keempat sudut kamar hitung. Setelah

meletakkan sampel darah, maka dapat dibaca jumlah leukosit di

bawah mikroskop. Hasil pembacaan pada keempat kamar hitung

dijumlahkan. Jumlah leukosit dalam tiap mikroliter darah ialah

jumlah leukosit pada keempat kamar hitung dikalikan dengan

faktor. Yang disebut dengan faktor ialah 1/volume kamar hitung x

5

Page 6: PBL 12 - Sindrom Renjatan Dengue ( DSS )

jumlah pengenceran.5 Gambaran yang khas pada demam berdarah

lainnya adalah secara mikroskopis ditemukan cukup banyak

limfosit yang mengalami transformasi / limfosit atipik (20-50%

total limfosit). Limfosit ini berinti sel satu, dengan struktur

kromatin inti halus dan padat serta sitoplasma yang berwarna biru

tua. Oleh karena itu, gambaran ini disebut sebagai limfosit plasma

biru.1

3. Trombosit

Seperti yang telah dibahas di awal, terjadinya koagulasi

merupakan salah satu akibat dari aktivitas kompleks virus –

antibodi demam berdarah. Hal ini tentu saja menyebabkan

penurunan kadar trombosit / trombositopenia. Pada tiga hari

pertama umumnya jumlah trombosit masih dalam kadar yang

normal. Trombositopenia mulai tampak beberapa hari setelah

panas, dan mencapai titik terendah pada fase renjatan / shock.

Kadar trombosit normal dalam darah ialah 200.000-300.000/µl.

Penderita DBD umumnya mengalami penurunan hingga angka

100.000/µl. Bahkan DBD dengan renjatan bisa mengalami

trombositopenia lebih parah dari angka tadi.

Perhitungan kadar trombosit dapat dilakukan dengan pipet

thoma maupun pipet sahli. Namun perhitungan ini memerlukan

ketelitian yang lebih tinggi. hal ini disebabkan oleh sifat trombosit

yang mudah rusak. Oleh karena itu sebelum pemeriksaan, pipet

harus dibilas dengan larutan pengencer. Dalam pemeriksaan ini

digunakan larutan amonium oksalat yang dapat melisis eritrosit

ataupun larutan Rees Ecker yang tidak melisis eritrosit. Cara

pengisian pada kamar hitung juga sama. Akan tetapi pada

perhitungan trombosit yang digunakan hanya 1 kotak besar 1 x 1

mm yang terletak tepat di tengah kamar hitung.6

4. Pemeriksaan Serologi

Pemeriksaan yang dilakukan bisa meliputi uji HI, uji

pengikatan komplemen, uji neutralisasi, uji Mac. Elisa dan uji IgG

Elisa Indirek. Dari kelima jenis, uji HI (hemagglutination

6

Page 7: PBL 12 - Sindrom Renjatan Dengue ( DSS )

inhibition test) merupakan uji serologi yang paling banyak dipakai

secara rutin karena lebih sederhana, mudah, murah serta sensitif.

Antibodi HI ini dapat berada dalam kurun waktu yang sangat lama

hingga lebih dari 50 tahun begitu seseorang mendapatkan infeksi

demam berdarah.1

Antibodi ini timbal pada kadar yang terdeteksi yaitu titer 10

pada hari kelima hingga hari keenam dari jalannya penyakit.

Kadarnya akan meningkat bila demam berdarah terus berlanjut

(dapat mencapai 640 pada infeksi primer dan 10240 pada infeksi

sekunder).

Pada infeksi akut, kadar titer yang mencapai 1280 dapat

mengarahkan diagnosis pada dugaan adanya infeksi baru. Titer HI

yang tinggi ini akan bertahan hingga tiga bulan sesudah infeksi

dengan gejala penurunan yang tampak mulai pada hari ke – 30.

5. Radiologi

Kebocoran plasma dapat diamati melalui radiologi. Dengan

pemeriksaan rontgen, bisa terlihat dilatasi pada pembuluh darah

paru di daerah sekitar hilus pulmonis. Biasanya hal ini akan terlihat

jelas. Selain itu kemungkinan lainnya ialah terisi pleura oleh cairan

yang disebut sebagai efusi pleura.1,2

Selain itu organ yang kemungkinan terkena dampak ialah

jantung. Perbesaran jantung dapat diukur dengan cardio thoraxic

ratio pada hasil rontgen. Hasil CTR yang lebih dari 0,5 dianggap

sebagai perbesaran jantung. Efusi perikardium juga mungkin

terjadi. Di dalam gambaran hasil rontgen biasanya terlihat daerah

hitam yang disertai bercak.1

Hepatomegali dapat dilihat dengan menggunakan USG.

Umumnya dianggap hepatomegali bila pada USG didapati posisi

hepar yang melewati arcus costae. Dilatasi v. hepatika juga

kemungkinan dapat mengikuti hepatomegali. Pada USG juga bisa

terlihat cairan dalam rongga peritonium yang ditandai dengan

gambaran usus yang terkumpul pada daerah medial abdomen.

Kemungkinan terlihatnya asites ialah diantara hati dan ginjal

kanan.

7

Page 8: PBL 12 - Sindrom Renjatan Dengue ( DSS )

2. Diagnosis

Dari hasil pemeriksaan yang telah dilakukan maka akan

didapatkan diagnosis terhadap pasien. Diagnosis pasti didapatkan dari

hasil isolasi virus dengue (cell culture) ataupun deteksi antigen virus

RNA dengue dengan teknik RT-PCR (Reverse Transcriptase

Polymerase Chain Reaction), namun karena teknik yang lebih rumit,

saat ini tes serologis yang mendeteksi adanya antibodi spesifik

terhadap dengue berupa antibodi total, IgM maupun IgG lebih banyak.

DD/DBD Derajat* Gejala Laboratorium

DD Demam disertai 2 atau lebih tanda: sakit

kepala, nyeri retro-orbital, mialgia,

artralgia.

Leukopenia

Trombositopenia,

tidak ditemukan

bukti kebocoran

plasma

DBD I Gejala di atas ditambah uji bendung

positif

Trombositopenia

(<100.000/l), bukti

ada kebocoran

plasma

DBD II Gejala di atas ditambah perdarahan

spontan

Trombositopenia

(<100.000/l), bukti

ada kebocoran

plasma

DBD III Gejala di atas ditambah kegagalan

sirkulasi (kulit dingin dan lembab serta

gelisah)

Trombositopenia

(<100.000/l), bukti

ada kebocoran

plasma

DBD IV Syok berat disertai dengan tekanan

darah dan nadi tidak terukur

Trombositopenia

(<100.000/l), bukti

ada kebocoran

plasma

Tabel 1. Klasifikasi Derajat Penyakit Virus Dengue3

8

Page 9: PBL 12 - Sindrom Renjatan Dengue ( DSS )

*DBD derajat III dan IV juga disebut sindrom syok dengue (SSD)

3. Diagnosis Banding

Syok Septik

Syok septik adalah syok yang disebabkan oleh infeksi bakteri

gram negatif yang menyebar luas. Syok septik terutama terjadi

pada pasien-pasien dengan luka tembus abdomen dan kontaminasi

rongga peritonium dengan isi usus.

Bakteri  gram negatif menyebabkan infeksi sistemik yang

mengakibatkan kolaps kardiovaskuler. Endotoksin basil gram

negatif ini menyebabkan vasodilatasi kapiler dan terbukanya

hubungan pintas arteriovena perifer. Selain itu, terjadi peningkatan

permeabilitas kapiler. Peningkatan kapasitas vaskuler karena

vasodilatasi perifer menyebabkan terjadinya hipovolemia relatif,

sedangkan peningkatan permeabilitas kapiler menyebabkan

kehilangan cairan intravaskuler ke intertisial yang terlihat sebagai

udem. Pada syok septik hipoksia, sel yang terjadi tidak disebabkan

oleh penurunan perfusi jaringan melainkan karena

ketidakmampuan sel untuk menggunakan oksigen karena toksin

kuman. Gejala syok septik yang mengalami hipovolemia sukar

dibedakan dengan syok hipovolemia (takikardia, vasokonstriksi

perifer, produksi urin < 0.5 cc/kg/jam, tekanan darah sistolik turun

dan menyempitnya tekanan nadi). Pasien-pasien sepsis dengan

volume intravaskuler normal atau hampir normal, mempunyai

gejala takikardia, kulit hangat, tekanan sistolik hampir normal, dan

tekanan nadi yang melebar.

Syok Tifoid

Demam Enterik (Tifoid) adalah penyakit sistemik yang ditandai

dengan demam dan nyeri pada abdomen yang disebabkan oleh

penyebaran  Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi. Pada

awalnya penyakit ini disebut demam tifoid karena memiliki gejala

klinis yang sama dengan typhus.

Pada anak, periode inkubasi demam tifoid antara 5-40 hari

dengan rata-rata 10 – 14 hari. Gejala klinis demam tifoid sangat

9

Page 10: PBL 12 - Sindrom Renjatan Dengue ( DSS )

bervariasi, dari gejala klinis ringan dan tidak memerlukan

perawatan khusus sampai dengan berat sehingga harus dirawat.

Variasi gejala ini  disebabkan faktor galur Salmonella, status

nutrisi, imunologi dan lama sakit di rumahnya.

Semua pasien demam tifoid selalu menderita demam pada awal

penyakit. Pada era pemakaian antibiotik belum seperti saat ini,

penampilan demam pada kasus demam tifoid mempunyai istilah

khusus yaitu step ladder temperature chart yang ditandai dengan

demam timbul insidius, kemudian naik secara bertahap tiap harinya

dan mencapai titik tertinggi pada akhir minggu pertama, setelah itu

demam akan bertahan tinggi dan pada minggu ke-4 demam turun

perlahan secara lisis, kecuali apabila terjadi fokus infeksi seperti

kolesistitis, abses jaringan lunak maka demam akan menetap.

Banyak orang tua pasien demam tifoid melaporkan bahwa demam

lebih tinggi saat sore dan malam hari dibandingkan denga pagi

harinya. Pada saat demam sudah tinggi, pada kasus demam tifoid

dapat disertai gejala sistem saraf pusat; seperti kesadaran berkabut

atau delirium atau obtundasi, atau penurunan kesadaran mulai apati

sampai koma.

Gejala sistemik lain yang menyertai timbulnya demam adalah

nyeri kepala, malaise, anoreksia, nausea, mialgia, nyeri perut, dan

radang tenggorokan. Pada kasus yang berpenampilan klinis berat,

pada saat demam tinggi akan nampak toksik/sakit berat. Bahkan

dapat juga ijumpai penderita demam tifoid yang datang dengan

syok hipovolemik sebagai akibat kurang masukan cairan dan

makanan. Gejala gastrointestinal pada kasus demam tifoid sangat

bervariasi. Pasien dapat mengeluh obstipasi, obstipasi kemudian

disusul episode diare, pada sebagian pasien lidah tampak kotor

dengan putih di tengah sedang tepi dan ujungnya kemerahan.3

Malaria Serebral

Malaria serebral adalah suatu penyakit yang melibatkan

manifestasi klinis dari Plasmodium falciparum yang mempengaruhi

perubahan pada status mental dan bisa mengakibatkan koma.

Malaria serebral juga merupakan suatu penyakit otak akut yang

10

Page 11: PBL 12 - Sindrom Renjatan Dengue ( DSS )

tersebar luas yang ditandai oleh demam. Angka mortalitas akibat

malaria serebral antara 25 sampai 50%. Jika seseorang terkena

malaria serebral, tetapi tidak segera dilakukan pengobatan maka

dalam 24 sampai 72 jam penderita bisa meninggal. Ditandai dengan

adanya sequester pada kapiler dan vena otak yang didalamnya

terdapat parasitized red blood cells (PRBCs) dan non-PRBCs

(NPRBCs). Lesi berbentuk seperti cincin pada otak yang

merupakan karakteristik utama dari penyakit ini. Faktor resiko

utama pada penyakit malaria serebral meliputi anak-anak dibawah

usia 10 tahun dan tinggal di area endemik malaria.

Gejala klinik dari malaria serebral sangat komplek, tetapi ada

tiga gejala utama umum yang terdapat baik pada orang dewasa

maupun pada anak-anak: Kesadaran yang lemah dengan demam

yang tidak spesifik, Kejang-kejang dan defek (defisit) neurologis,

Secara umum coma yang menetap selama 24 sampai 72 jam, pada

awalnya rousable dan kemudian unrousable.

4. Etiologi

Demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang

termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Falivivrus

merupakan virus dengan diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat

rantai tunggal dengan berat molekul 4 x 106.

Terdapat 4 serotip virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan

DEN-4 yang dapat menyebabkan demam berdarah dengue. Keempat

serotip tersebut ditemukan di Indonesia, dengan DEN-3 merupakan

serotip terbanyak.

Dalam laboratorium virus dengue dapat bereplikasi pada hewan

mamalia seperti tikus, kelinci, anjing dan kelelawar. Penelitian

terhadap artropoda menunjukkan virus dengue dapat bereplikasi pada

nyamuk genus aedes (stegomyia) dan toxorhynchites.3, 7

5. Epidemiologi

Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara,

Pasifik dan Karibia. Indonesia merupakan wilayah endemis dengan

sebaran di seluruh wilayah tanah air.

11

Page 12: PBL 12 - Sindrom Renjatan Dengue ( DSS )

Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vector nyamuk

genus Aedes (terutama A.aegypti dan A. albopictus). Peningkatan

kasus setiap tahunnya berkaitan dengan sanitasi lingkungan dengan

tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk betina yaitu bejana yang

berisi air jernih.3, 4

Beberapa faktor diketahui berkaitan dengan peningkatan

transmisi virus dengue yaitu :

1. Vektor: perkembangbiakan vektor, kebiasaan menggigit,

kepadatan vektor di lingkungan, transportasi vektor dari satu

tempat ke tempat lain.

2. Pejamu: terdapatnya penderita di lingkungan atau keluarga,

mobilisasi dan paparan terhadap nyamuk, usia dan jenis

kelamin.

3. Lingkungan: curah hujan, suhu, sanitasi, dan kepadatan

penduduk.3

6. Patofisiologi

Ketika virus dengue memasuki tubuh, sebagai benda asing

tentu saja akan timbul sistem respon imun dari tubuh manusia. Namun

berdasarkan data yang tersedia, terdapat bukti yang cukup kuat untuk

menyatakan bahwa mekanisme immunopatologis inilah yang berperan

dalam terjadinya demam berdarah dengue bahkan shock akibat demam

tersebut. Respon imun yang berperan dalam patogenesis DBD ialah

respon humoral berupa proses pembentukan antibodi yang akan

menetralisasi virus. Pada infeksi yang pertama kali terjadi, antibodi

yang dikeluarkan disebut sebagai IgM. IgM dibuat sebagai respon

primer terhadap virus. IgM merupakan pentamer yang mempunyai 10

binding site. IgM ini sangat efektif dalam aglutinasasi dan pertahanan

tubuh.8

Antibodi yang dihasilkan ternyata memiliki peran dalam

meningkatkan kecepatan replikasi virus. Mengapa? Ada jenis antibodi

yang spesifik untuk jenis virus dengue tertentu. Tetapi bila terdapat

jenis antibodi yang tidak dapat menetralisir virus tersebut, maka

keadaan ini akan menyebabkan virus menggunakan makrofag sebagai

tempat untuk melakukan replikasi. Hal ini terjadi karena kemungkinan

12

Page 13: PBL 12 - Sindrom Renjatan Dengue ( DSS )

antibodi non neutralisasi itu akan melingkupi sel makrofag yang

beredar dan memungkinkan terjadinya opsonisasi, internalisasi dan

memudahkan infeksi sel oleh virus pada akhirnya. Semakin banyak sel

makrofag yang terinfeksi tentu saja akan semakin memperparah

keadaan demam berdarah yang terjadi.9

Bagaimana mekanisme yang terjadi sehingga virus bisa

menggunakan makrofag sebagai tempat bereplikasi? Limfosit T-helper

dan T-sitotoksik berperan dalam respon seluler terhadap virus dengue.

Diferensiasi T helper akan menghasilkan inferferon gamma dan

interleukin dan limfokin. Hal ini sebenarnya memudahkan proses

fagositosis oleh monosit dan makrofag. Namun ketika “ditangkap”

virus ini akan masuk ke dalam sel dan menggunakan sel sebagai

tempat bereplikasi. Seperti kita ketahui bersama bahwa virus tidak

dapat berkembang secara spontan, melainkan menggunakan sel hidup

sebagai tempat replikasi RNA/DNA untuk proses duplikasinya..8, 9

Gambar 3: Secondary heterologous dengue infection

Kesimpulannya adalah pada mekanisme patogenesis demam

terjadi kompleks antibodi non netralisasi – virus akan difagositosis

oleh makrofag. Hal ini memudahkan virus bereplikasi didalam

makrofag. Infeksi makrofag oleh virus menyebabkan aktivasi T-helper

dan T-sitotoksik sehingga diproduksi limfokin dan inferferon gamma.

Interferron gamma akan mengaktivasi monosit untuk menghasilkan

13

Page 14: PBL 12 - Sindrom Renjatan Dengue ( DSS )

berbagai mediator peradangan seperti TNF-α, IL-1, PAF, IL-6 dan

histamin yang menyebabkan disfungsi sel endotel sehingga akhirnya

terjadi kebocoran plasma.

Pada kasus demam berdarah dapat terjadi trombositopenia.

Kemungkinan penurunan jumlah keping darah ini disebabkan oleh

supresi pada sumsum tulang ataupun dektruksi dan pemendekan masa

hidup trombosit. Koagulasi dapat terjadi akibat interaksi virus dengan

endotel yang menyebabkan disfungsi endotel. Aktivasi koagulasi pada

demam berdarah dapat terjadi melalui jalur ekstrinsik.9

Adanya interleukin-1 sebagai mediator peradangan akan

merangsang dikeluarkannya prostaglandin yang akan berperan dalam

proses peningkatan suhu tubuh. Hal inilah yang memicu terjadinya

demam. Demam yang terjadi dapat dibedakan menjadi demam

berdarah dengue dan demam dengue. Pada demam dengue terjadi

gejala yang mirip yaitu adanya nyeri kepala, mialgia, ruam kulit,

manifestasi perdarahan seperti petekie dan juga terjadi leukopenia.

Sedangkan demam berdarah dengue ialah demam dengan gejala yang

mirip dengan demam dengue yang diikuti dengan adanya kebocoran

plasma (hal ini yang membedakannya dengan demam dengue) yang

dapat menyebabkan peningkatan hematokrit dan menimbulkan efusi

paru.1

Umumnya masa inkubasi demam berdarah memiliki rentang

antara 3-15 hari, dengan rata-rata 5-8 hari. Pada penyakit ini terdapat

peningkatan suhu secara tiba-tiba yang disertai dengan sakit kepala,

nyeri pada otot dan tulang, batuk, mual bahkan muntah. Selain itu sakit

kepala yang terjadi bersifat menyeluruh dan berpusat pada daerah

supraorbital. Selain itu didapati gejala pegal disekitar otot mata.

Biasanya penyakit ini diikuti dengan kurva suhu yang bersifat

bifasik (naik-turun). Gambar dibawah ini menunjukan hubungan suhu

tubuh dengan lamanya demam dalam satuan hari hari.

14

Page 15: PBL 12 - Sindrom Renjatan Dengue ( DSS )

Gambar 4: Hubungan suhu tubuh dengan lamanya waktu demam

Biasanya demam ini diikuti dengan ruam pada kulit yang akan

berkurang pada saat suhu tubuh turun. Ruam ini bekasnya akan terasa

gatal. Pada pertengahan demam (kurang lebih hari kelima) didapati

penurunan suhu sebelum kembali lagi. Hal ini memberi gambaran yang

khas pada kurva siklus demam berdarah sehingga sering disebut

sebagai kurva pelana kuda.

Penurunan suhu tubuh di tengah perjalanan siklus tersebut bisa

mengecoh pasien maupun keluarganya. Apalagi pada fase ini tidak

segera diberi tindakan medis, maka kemungkinan dapat memperburuk

keadaan pasien bahkan bukan tidak mungkin dapat menyebabkan

kematian. Buruknya kondisi dari pasien dapat menyebabkan dengue

shock syndrome, yaitu terjadinya demam berdarah yang disertai

renjatan. Yang dimaksud dengan renjatan ialah ialah rasa lembab dan

dingin pada kulit, sianosis perifer pada ujung hidung, jari tangan dan

kaki, serta penurunan tekanan darah. Kemungkinan terjadi renjatan

paling besar ialah pada saat terjadi penurunan suhu tubuh dalam

pertengahan siklus demam. Hal ini dapat menjadi gambaran klinis dari

patogenesis penyakit demam berdarah yang terjadi dalam tubuh.3

15

Page 16: PBL 12 - Sindrom Renjatan Dengue ( DSS )

7. Penatalaksanaan

a. Penatalaksanaan yang tepat dengan rancangan tindakan yang dibuat

sesuai atas indikasi.

b. Praktis dalam pelaksanaannya

c. Mempertimbangkan cost effectiveness :

Protokol 1

Penanganan tersangka DBD dewasa tanpa syok

Protokol 1 dapat digunakan sbagai petunjuk dalam

memberikan pertolongan pertama penderita DBD atau yang

diduga DBD. Seseorang yang tersangka menderita DBD

dilakukan hemoglobin, hematokrit, dan trombosit bila :

a. Hb, Ht dan trombosit normal atau trombosit antara 100.000

- 150.000.

b. Hb, Ht normal tetapi trombosit < 100.000 dianjurkan untuk

dirawat.

c. Hb, Ht meningkat dan trombosit normal atau turun juga

dianjurkan untuk dirawat.

Protokol 2

Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat.

Pasien yang tersangka DBD tanpa perdaarahan spontan,

massif dan tanpa syok maka diruang gawat darurat diberikan

cairan infuse kristaaloid.

Protokol 3

Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit >20%

Menunjukkan bahwa tubuh mengalami deficit cairan sebanyak

5%. Pada keadaan ini terapi awal pemberian cairan adalah

dengan memberikan infuse cairan kristaloid sebanyak 6-7

ml/kg/jam. Pasien kemudian dipantau setelah 3-4 jam

pemberian cairan. Bila terjadi perbaikan yang ditandai dengan

tanda – tanda Ht turun, frekuensi nadi turun, tekanan darah

stabil, produksi urin meningkat makan julah cairan infuse

dikurangi ,menjadi 5ml/kgBB/jam. 2 jam kemudian dilakukan

pemantauan kembali dan bila keadaan tetap menunjukkan

perbaikan maka jumlah cairan infus dikurangi menjadi

16

Page 17: PBL 12 - Sindrom Renjatan Dengue ( DSS )

3ml/kgBB/jam. Bila dalam pemantauan keadaan tetap membaik

maka pemberian cairan dapat dihentikan 24-48 jam kemudian.

Apabila setelah pemberian terapi cairan awal 6-7 ml/kgBB/jam

tadi keadaan tetap tidak membaik, yang ditandai dengan

hematokrit dan nadi meningkat, keadaan nadi menurun < 20

mmHg, produksi urin menurun, maka kita harus naikkanjumlah

cairan infuse menjadi 10 mm/kgBB/jam. 2 jam kemudian

dilakukan pemantauan kembali dan bila keadaan menunjukkan

perbaikkan maka jumlah cairan dikurangi menjadi

5ml/kgBB/jam tetapi bila keadaan tidak menunjukkan

perbaikan maka jumlah cairan infuse menjadi 10 ml/kgBB/jam

tetapi bila keadaan tidak menunjukkan perbaikan maka jumlah

cairan infuse dinaikkan menjadi 15 ml/kgBB/jam dan bila

dalam perkembangannya kondisi menjadi memburuk dan

didapatkan tanda – tanda syok maka pasien ditangani sesuai

dengan protokol tatalaksana sindrom syok dengue pada dewasa.

Protokol 4

Penatalaksaan perdarahan spontan pada DBD dewasa

Perdarahan spontan dan massif pada penderita DBD dewasa

adalah perdarahan hidung/epistaksis yang tidak terkendali

walaupun telah diberikan tampon hidung, perdarahan saluran

cerna, perdarahan saluran kencing, perdarahan otak atau

perdarahan tersembunyi dengan jumlah peprdarahan sebanyak

4-5 ml/kgBB/jam. Pada keadaan seperti ini jumlah dan

kecepatan pemberian cairan tetap seperti keadaan DBD tanpa

syok yang lainnya. Pemeriksaan tekanan darah, nadi,

pernapasan dan jumlah urin dilakukan sesering mungkin

dengan kewaspadaan Hb, Ht dan thrombosis serta homeostase

harus segera dilakukan dan pemeriksaan Hb, Ht dan trombosit

sebaiknya diulang setiap 4-6 jam.

Pemberian heparin diberikan apabila secara klinis dan

laboratories didapatkan tanda – tanda koagulasi intravaskuler

diseminata (KID). Transfuse komponen darah diberikan sesuai

indikasi. PRC diberikan bila Hb kurang dari 10 g/dl. Transfuse

17

Page 18: PBL 12 - Sindrom Renjatan Dengue ( DSS )

trombosit hanya diberikan pada pasien DBD dengan

perdarahan spontan dan massif dengan jumlah trombosit <

100.000/mm3 disertai atau tanpa KID.

Protokol 5

Tatalaksana sindrom syok dengue pada dewasa

Prinsip utama penanganannya ialah harus menghentika

renjatannya terlebih dahulu. DBD yang disertai renjatan

memiliki tingkat kematian 10 kali lebih besar dibanding yang

biasa. Pilihan utama pengobatan tetap adalah cairan kristaloid.

Pemberian cairan kristaloid juga disertai dengan pemberian

oksigen 2-4 liter/menit. Cairan kristaloid awalnya bisa diberi 10

– 20 ml/kgBB/jam. Setelah terdapat tanda perbaikan (seperti

akral teraba hangat, diuresis meningkat, frekuensi nadi dibawah

100 per menit, tekanan sistolik diatas 100 mmHg) maka jumlah

cairan bisa diturunkan menjadi 7 ml/kgBB/jam.

Bila keadaan tidak membaik, maka nilai hematokrit perlu

diperhatikan. Bila nilai hematokritnya meningkat maka

kebocoran plasma masih terjadi. Pada kondisi ini dapat diberi

cairan koloid dengan tetesan cepat 10-20 ml/kgBB/jam dan

dievaluasi setelah 10-30 menit. Bila belum mencukupi juga,

maka pemberian koloiD 30 ml/kgBB/jam menjadi pilihan.

Keadaan yang juga belum teratasi membuat dokter harus

berpikir ke arah gangguan asam basa, elektrolit, hipoglikemia,

anemia, KID dan infeksi sekunder. Jalan tambahan ialah

pemberian obat vasopressor untuk menaikan tekanan vena

sentral tempat lewatnya koloid.3

8. Pencegahan

Tidak ada vaksin yang tersedia secara komersial untuk flavivirus

demam berdarah. Pencegahan utama demam berdarah terletak pada

menghapuskan atau mengurangi vektor nyamuk demam berdarah.

Virus dengue ditularkan pada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes

aegypti. Cara mencegah demam berdarah dengue yang efektif adalah

pengendalian vektor penyakit yaitu nyamuk Aedes agypti dengan jalan:

18

Page 19: PBL 12 - Sindrom Renjatan Dengue ( DSS )

a. fogging, atau pengasapan insektisida. Cara ini memiliki

kekurangan karena hanya dapat memberantas nyamuk dewasa,

bukan larva; hanya memiliki jangkauan 100-200 m dari pusat

pengasapan serta adanya kecenderungan nyamuk mengalami

kekebalan terhadap insektisida.

b. pencegahan gigitan nyamuk dengan menggunakan selambu, atau

obat-obat yang dioleskan ke kulit. Beberapa tanaman seperti zodia,

geranium dan lavender ternyata disebutkan dapat mencegah gigitan

nyamuk.

c. pemberian obat-obatan pembasmi larva,seperti abate, pada tempat

penampungan air

d. pemberantasan sarang nyamuk, seperti yang telah dicanangkan

oleh pemerintah melalui program 3 M : menguras bak air, menutup

tempat yang mungkin menjadi sarang berkembang biak nyamuk,

mengubur barang-barang bekas yang bisa menampung air. Cara ini

menurut beberapa penelitian adalah cara yang paling efektif,

namun paling sulit untuk dilakukan karena membutuhkan peran

serta seluruh masyarakat.12

9. Komplikasi

Ada beberapa jenis komplikasi dan manifestasi klinis yang tidak lazim

yang dapat terjadi pada pasien demam berdarah dengue.2,5 Antara lain:

Enselopati dengue

Pada umumnya ensefalopati terjadi sebagai komplikasi akibat

perdarahan yang dialami oleh pasien. Gangguan seperti hipoksemia,

hiponatremia atau pendarahan dapat mencetuskan terjadinya

ensefalopati. Melihat enselopati yang bersifat sementara, maka dapat

dilihat kemungkinan lain yaitu trmobosit pembuluh darah di otak

akibat dari koagulasi intravaskular. Virus dengue merupakan jenis

virus yang dapat menembus sawar darah otak namun sangat jarang

menginfeksi jaringan otak.

Pada ensefalopati kesadaran pasien menurun menjadi kesadaran

somnolen yang dapat disertai dengan syok. Dalam keadaan seperti ini

yang terutama ialah mengatasi syok yang dialami oleh pasien terlebih

dahulu kemudian perhatikan kesadarannya. Jika syok teratasi namun

19

Page 20: PBL 12 - Sindrom Renjatan Dengue ( DSS )

kesadaran tetap menurun dapat dilakukan pungsi lumbal. Pada

ensefalopati dijumpai peningkatan SGOT/SGPT, penurunan kadar gula

darah serta alkalosis.2

Kelainan ginjal

Pada fase terminal dari penyakit demam berdarah dengue dapat

terjadi gagal ginjal yang bersifat akut. Yang perlu diperhatikan bahwa

ini dimungkinkan oleh karena terjadi syok yang dapat diatasi dengan

penggantian volume cairan intravaskular dengan bantuan infus. Setelah

diberi infus kristaloid yang perlu diperhatikan ialah diuresis pasien.

Diusahakan agar diuresis dapat mencapai lebih dari 1ml/kgBB/jam.

Keadaan syok yang berat dapat dijumpai acute tubular necrosis

yang ditandai dengan penurunan jumlah urin dan peningkatan kadar

ureum dan kreatinin.

Udem paru

Merupakan komplikasi akibat pemberian cairan secara berlebih.

Pemberian cairan sesuai panduan pada hari ketiga hingga kelima

umumnya tidak menyebabkan udem pada paru oleh karena perembesan

plasma masih terjadi. Namun bila terjadi reabsorbsi plasma dari ruang

ekstravaskular sementara pemberian cairan tetap berlebih maka pasien

dapat mengalami distress pada pernafasan disertai sembab pada

kelopak mata yang bisa ditunjang pada pemeriksaan radiologi terdapat

gambaran udem paru pada foto rontgen dada.5

10. Prognosis

Infeksi dengue pada umumnya mempunyai prognosis yang baik, DF

dan DHF tidak ada yang mati. Kematian dijumpai pada waktu ada

pendarahan yang berat, shock yang tidak teratasi, efusi pleura dan asites

yang berat dan kejang. Kematian dapat juga disebabkan oleh sepsis karena

tindakan dan lingkungan bangsal rumah sakit yang kurang bersih.

Kematian terjadi pada kasus berat yaitu pada waktu muncul komplikasi

pada sistem syaraf, kardiovaskuler, pernapasan, darah, dan organ lain.1

C. Kesimpulan

Demam berdarah dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh

virus dengue yang ditularkan oleh nyamuk betina Aedes aegypti. Demam

20

Page 21: PBL 12 - Sindrom Renjatan Dengue ( DSS )

berdarah dengue yang terjadi pada pasien dalam skenario ini adalah

demam berdarah dengue derajat IV dimana pasien sudah memasuki fase

syok atau lebih dikenal dengan dengue shock syndrome atau sindrom syok

dengue. Dibutuhkan berbagai pemeriksaan untuk melakukan penegakan

diagnosis. Penegakan diagnosis secara cepat dan tepat tentunya akan

membantu keberhasilan pengobatan DBD.

D. Daftar Pustaka

1. Tumbelaka AR, Darwis D, Gatot D, dkk. Demam berdarah dengue.

Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2005.

2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam

edisi V Jilid III. Jakarta; Interna Publishing; 2009

3. Staf Pengajar Departemen Parasitologi FK UI Jakarta. Parasitologi

Kedokteran edisi IV. Jakarta; Balai Penerbit FK UI; 2008

4. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Kapita selekta

kedokteran. Edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia, 2003.

5. Depkes RI. Pedoman tatalaksana klinis infeksi dengue di sarana pelayanan

kesehatan. Jakarta: Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, 2005

6. Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran UKRIDA. Penuntun patologi

klinik hematologi. Jakarta: Biro Publikasi Fakultas Kedokteran UKRIDA;

2009.h.51-60.

7. Mansjoer, Arif. Kapita Selekta Kedokteran edisi III jilid I. Jakarta; Balai

Penerbit FK UI; 2001.

8. Sudoyo AW, Setiyohadi D. Alwi I, Simadibrata WI, Setiati S. Buku ajar

ilmu penyakit dalam. Jakarta : Interna Publishing, 2010

9. Sutanto I, Ismid IS, Sjarifuddin PK, Sungkar S. Parasitologi kedokteran.

Edisi 4. Jakarta : Balai penerbit FKUI, 2009

10. Suroso T, Hadinegoro SR, Wuryadi S, Simanjuntak G, Umar AI, Pitoyo

PD, dkk. Penyakit Demam Berdarah Dengue dan Demam Berdarah

Dengue. WHO dan Depkes RI, Jakarta 2000.

11. Departemen Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Buku ajar mikrobiologi kedokteran edisi revisi. Jakarta : Binarupa Aksara

Publisher; 2009.h.107-115.

21

Page 22: PBL 12 - Sindrom Renjatan Dengue ( DSS )

12. Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Demam Berdarah Dengue,

Petunjuk Lengkap. Terjemahan WHO Regional Publication SEARO No.

29. WHO & Departemen Kesehatan RI 2000.

22